Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum...

16
1

Transcript of Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum...

Page 1: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

1

Page 2: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

2

Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang Berkarakter di PIPS1

Oleh Moh. Yamin2

Abstrak: pembelajaran bahasa dalam PIPS bertujuan untuk mengenalkan

bagaimana peserta didik kemudian mampu berkomunikasi dan

berinteraksi dengan bahasa yang baik dan mampu diterima oleh yang lain

sebagai sesuatu yang santun. Kurikulum 2013 dalam konteks ini

mendukung tujuan pembelajaran tersebut. Pentingnya merumuskan

sebuah pola pembelajaran bahasa yang berkarakter dalam PIPS adalah

sebuah hal niscaya. Tentu, tulisan ini menawarkan sebuah cara pandang

baru tentang pembelajaran bahasa yang menanamkan cara pandang dan

hidup yang berkarakter bagi peserta didik. Luarannya adalah memberikan

pijakan tegas bagaimana sebuah pembelajaran bahasa dikemas dalam

konteks yang mengadabkan dan memberadabkan.

Kata Kunci: Kurikulum 2013, Pembelajaran, Bahasa Berkarakter dan PIPS

Pengantar

Tuntutan ke depan dalam rangka melahirkan penyelenggaraan PIPS yang

berkarakter sesuai dengan harapan kurikulum 2013 adalah dengan mencoba

memasukkan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa dalam konteks ini

berperan penting untuk menghaluskan komunikasi dan pesan yang diharapkan

dalam PIPS. Oleh sebab itu, adalah penting untuk menajamkan bahasa sebagai

bagian penting dalam pembelajaran PIPS dalam bentuk pembelajaran bahasa di

kelas PIPS. Diakui maupun tidak, kuatnya peran bahasa dalam pembelajaran

adalah sebuah hal niscaya dan tidak bisa dibantah lagi. Artikel ini tentunya

menawarkan sebuah pandangan baru bagaimana sebuah pembelajaran bahasa di

PIPS perlu diformat dengan wajah yang humanis serta berkarakter agar out put

dari para peserta didiknya menjadi manusia-manusia yang berkarakter akibat

pembelajaran bahasa yang berkarakter.

Pembahasan

1 Makalah ini disampaikan pada acara Seminar Nasional Implementasi Kurikulum 2013 dan

Aktualisasi Pendidikan IPS dalam Upaya Memantapkan Insan Berkarakter, 4 Mei 2013 di Unlam

Banjarmasin. 2 Dosen di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Unlam Banjarmasin.

Page 3: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

3

Dalam pendidikan ilmu pengetahuan sosial (PIPS), tantangan mendesak

dan mendasar yang harus dikembangkan dalam rangka menyelenggarakan

pembelajaran yang konstruktif bagi peserta didik adalah mengonstruksi pola

pembelajaran yang membuka kepekaan peserta didik dalam kehidupan. Kepekaan

peserta didik dalam kehidupan pendidikan pun akan bisa diciptakan ketika bahasa

yang digunakan kemudian memberikan ruang berwicara yang terbuka. Tentunya,

kepekaan sedemikian juga akan semakin bisa digali dengan sedemikian rupa

ketika kurikulum sangat mendukung tujuan pembelajaran tersebut. Oleh

karenanya, berbicara tentang kurikulum, ini kemudian mengingatkan kita terhadap

kurikulum 2013 yang direncanakan akan ditunaikan tahun ini. Pertanyaan awal

saat berbicara tentang kurikulum adalah apakah kurikulum itu sendiri? Hilda Taba

dalam bukunya “Curriculum Development, Theory and Practice” sebagaimana

yang dikutip Hamzah (2007) mendefinisikannya sebagai “a plan for learning”,

yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak. Ada sejumlah pakar lain

yang berbeda mendefinisikan kurikulum:

1. J. Galen dan William M. Alexander dalam bukunya “Curriculum Planning

for Better Teaching and Learning (1956) memberikan definisi kurikulum

sebagai the sum total of school’s efforts to influence learning, whether in

the classroom, on the playground or out of school. Oleh karenanya, segala

usaha sekolah guna memengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan

kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah disebut kurikulum. Ia pun

juga meliputi apa pun yang disebut kegiatan ekstrakurikuler;

2. Harold B. Albertys dalam bukunya Reorganizing the High-School

Curriculum (1965) mencermati kurikulum sebagai all of the activities that

are provided for students by the school. Ringkasnya, segala kegiatan yang

difasilitasi oleh sekolah demi kepentingan siswa;

3. B. Othanel Smith, W.O. Stanley dan J. Harlan Shore mamandang

kurikulum sebagai a sequence of potential experiences set up in the school

for the purpose of disciplining children and youth in group ways of

thinking and acting (sebuah rangkaian pengalaman potensial yang dapat

diberikan kepada anak supaya mereka dapar berpikir dan berbuat sesuatu

dengan masyarakatnya);

Page 4: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

4

4. William B. Ragan dalam bukunya Modern Elementary Curriculum (1966)

menjelaskan arti kurikulum sebagai including “all the experiences of

children for which the school accepts responsibility. It denotes the results

of efforts on the part of the adults of the community and the nation to bring

to the children the finest, most whole some influences that exists in the

culture”. Ragan menggunakan kurikulum dalam arti yang luas, yang

mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, yaitu segala

pengalaman anak di bawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum tidak

hanya mencakup bahan pelajaran, namun seluruh kehidupan dalam kelas.

Hubungan sosial antara guru dan murid, metode mengajar, cara

mengevaluasi pun juga termasuk dalam kurikulum;

5. J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam bukunya Secondary School

Improvement (1973) berpendapat bahwa kurikulum itu mencakup metode

mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan semua program,

perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan

administrasi dan hal-hal struktural mengenai waktu, jumlah ruangan serta

kemungkinan memilih mata pelajaran;

6. Alice Miel menyatakan dalam bukunya Changing the Curriculum bahwa

kurikulum meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan,

keyakinan, pengetahuan dan sikap orang-orang yang melayani dan

dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik dan

personalia (termasuk penjaga sekolah, pegawai administrasi dan orang lain

yang memiliki hubungan dengan murid). Oleh karenanya, kurikulum itu

membincang segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan

yang didapat anak di sekolah. Bahkan, definisi Miel tersebut sangat luas,

tidak hanya pengetahuan, kecakapan, kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita

dan norma, namun juga pribadi guru, kepala sekolah, dan seluruh pegawai

sekolah;

7. Edward A. Krug dalam The Secondary School Curriculum (1960)

menyatakan bahwa curriculum consists of the means used to achieve or

carry out given purposes of schooling. Kurikulum dipandangnya sebagai

cara dan upaya guna mencapai tujuan persekolahan. Ia kemudian

Page 5: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

5

membedakan tugas mengenai perkembangan anak dan tanggung jawab

lembaga pendidikan lainnya seperti rumah tangga, lembaga agama,

masyarakat dan lain seterusnya. Secara sengaja, ia menggunakan istilah

“schooling” guna menjelaskan apa sebenarnya tugas sekolah. Sehingga

memborong segala tanggung jawab atas pendidikan anak merupakan

beban yang terlampau berat. Ini kemudian berimbas pada pengelolaan

pendidikan yang buruk. Oleh karenanya, Krug kemudian membatasi

kurikulum pada 1. organized classroom instruction, pengajaran dalam

kelas, 2. kegiatan tertentu di luar pengajaran, seperti bimbingan dan

penyuluhan, kegiatan pengabdian masyarakat, pengalaman kerja yang

berkelindan erat dengan pelajaran dan perkemahan. Lebih jauh, ia

mengatakan bahwa kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai

pegangan guna mencapai tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan

biasanya bersifat idea, suatu cita-cita tentang manusia atau warga negara

yang akan dibentuk. Kurikulum ini lazim mengandung harapan-harapan

yang sering berbunyi muluk.

Mencermati sejumlah definisi kurikulum tersebut, maka ada satu benang

merah yang bisa dipertegas bersama bahwa sesungguhnya kurikulum berjalin

kelindan dengan bagaimana pembelajaran, termasuk PIPS kemudian dijalankan

dengan sedemikian rupa. Ketika benang merah tersebut kemudian dibenturkan

dengan kurikulum 2013, maka kurikulum yang akan dijalankan ini memiliki

tujuan dalam rangka mempersiapkan insan Indonesia untuk memiliki kemampuan

hidup sebagai pribadi dan warga negara yang produktif, kreatif, inovatif, dan

afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

bernegara, dan peradaban (Hasan, 2013). Tentunya, terkait dengan bahasa yang

perlu dibelajarkan dalam PIPS, kurikulum pun perlu mewadahi itu agar

pembelajarannya bisa dilangsungkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang

ingin dicapai. Apakah bahasa itu sendiri? Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan

yang arbitrari yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk

berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan pada budaya yang

mereka miliki secara bersama (Dardjowidjojo, 2007: 14). Wittgenstein kemudian

Page 6: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

6

mengatakan bahwa bahasa adalah cerminan nilai-nilai masyarakat yang terpantul

pada pelbagai tata permainan bahasa yang mereka gunakan (Riko, 2011: xiv).

Selanjutnya adalah bagaimana bahasa yang dibelajarkan dalam PIPS bisa

dilaksanakan secara terarah dan sesuai tujuan? Pasalnya dalam pembelajaran

bahasa saat ini, menjadi penting untuk memasukkan nilai-nilai karakter bagi

kehidupan peserta didik. Rushworth sebagaimana yang dikutip oleh Yudi Latif

memerikan tujuh kualitas yang diperlukan untuk suatu program pendidikan

karakter yang berhasil dalam pembelajaran bahasa, yang ia sebut sebagai “seven

E‟s”:

1. Empowered (pemberdayaan). Para guru harus diberdayakan untuk

mengajarkan pendidikan karakter;

2. Effective (efektif). Kidder mengatakan, kita memiliki segala bukti bahwa

kita melakukan intervensi dalam proses pendidikan karakter sehingga

siswa menjadi mengerti tentang banyak hal yang sebelumnya mereka

tidak pahami sebelumnya. Pendidikan karakter sangat efektif untuk

dilakukan di sekolah;

3. Extended to community (diperluas ke komunitas). Komunitas harus

menolong sekolah dalam menyemai pendidikan karakter;

4. Embedded (melekat). Memberikan pendidikan karakter yang melekat

kepada setiap pelajaran merupakan sebuah hal niscaya sebab setiap guru

tidak memiliki waktu yang banyak untuk mengajar pendidikan karakter

di luar jam sekolah;

5. Engaged (terlibat). Buatlah komunitas terlibat dengan menyodorkan

topik-topik yang mereka sangat penting untuk mendukung terbentuknya

pendidikan karakter;

6. Epistemological (epistemologis). Kembangkan konsep yang jelas

konkret dan terukur dalam membincangkan etika namun lebih penting

dari itu adalah ajaklah setiap anak didik untuk terlibat langsung dalam

kegiatan-kegiatan yang bermuara pada pendidikan karakter;

7. Evaluative (evaluatif). Buatlah beberapa struktur, seperti pre-test dan

post-test untuk mengukur capaian pendidikan karakter yang sudah

didapat siswa dalam pembelajaran bahasa.

Page 7: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

7

Dengan demikian, Thomas Lickona dalam buku terkenalnya, Educating

for Character (1991) menyimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha

sengaja untuk menolong orang agar memahami, peduli akan dan bertindak atas

dasar-dasar nilai etis. Ia menegaskan bahwa tatkala kita berpikir tentang bentuk

karakter yang ingin ditunjukkan oleh anak-anak, teramat jelas bahwa kita

menghendaki mereka mampu menilai yang benar, peduli terhadap yang benar

serta melakukan apa yang diyakinya benar, bahkan ketika harus menghadapi

tekanan dari luar dan godaan dari dalam. Hal pokok yang perlu ditekankan dalam

pendidikan karakter adalah pentingnya pertautan moral (moral judgement) dengan

perilaku aktual (actual conduct) dalam situasi konkret (moral situation). Adalah

benar bahwa pengetahuan dan pemahaman moral adalah prasyarat bagi tindakan

moral. Tidak seorang pun yang dapat bertindak atas dasar prinsip moral atau tanpa

aturan terlebih dahulu memiliki kesadaran tentang hal itu. Masalahnya, keputusan

moral sebagai tindakan aktual ditentukan dalam situasi yang konkret. Situasi

moral yang berbeda akan memengaruhi keputusan tindakan moral yang berbeda.

Hernowo selanjutnya dengan menggunakan pendekatan Thomas Lickona

dalam menjalankan pendidikan karakter selanjutnya melibatkan tiga hal penting,

yakni knowing, loving dan acting the good. Ia berpandangan bahwa tidak

mungkin mendidik karakter seseorang jika hanya berdasarkan pada knowing the

good saja, yakni bagaimana pengetahuan tentang karakter yang baik cukup

dijejalkan dalam kelas. Knowing perlu dibarengi dengan loving, yaitu sebuah

upaya untuk mencintai karakter yang baik itu. Knowing dan loving pun tidak dan

belum cukup sebab diperlukan hal yang ketiga yang sangat menentukan

keberhasilan pendidikan karakter, yaitu bagaimana memunculkan seseorang yang

mau dan mampu memberikan contoh atau tauladan dalam menjalankan karakter

yang baik itu (acting the good). Bahasa selanjutnya perlu dibelajarkan sebagai

upaya pembelajaran berkomunikasi dan berinteraksi. Pembelajaran bahasa dalam

PIPS perlu dikerangkakan secara lebih komprehensif dan holistik agar tujuan

pembelajaran bahasa di PIPS kemudian bisa dicapai sesuai harapan bersama.

Page 8: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

8

Oleh sebab itu, Foerster sebagaimana yang dikutip oleh Koesoema (2007)

meletakkan empat ciri dasar dalam pendidikan karakter yang selanjutnya bisa

digunakan dalam pembelajaran bahasa di PIPS:

1. Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasar hirarki nilai.

Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. Bahasa tentu sangat

menentukan bagaimana seseorang berucap dan bertindak agar apa yang

dilisankan seiring sejalan dengan apa yang diaksikan sehingga dari situlah

akan kelihatan tingkat nilainya untuk dijadikan pedoman hidup;

2. Koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada

prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut

resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu

sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang.

Tentunya, dengan bahasa yang membangun keberanian pun perlu

dibelajarkan agar para peserta didik bisa memiliki prinsip teguh dalam

menjalani kehidupan. Dalam PIPS, itu bisa dijalankan;

3. Otonomi. Di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai

menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini kemudian dapat dilihat lewat penilaian

atas keputusan tanpa terpengaruh atau desakan pihak lain. Bahasa tentunya

membentuk pribadi otonom seseorang;

4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupayakan daya tahan seseorang

guna mengingini sesuatu yang baik. Kesetiaan merupakan dasar bagi

penghormatan atas komitmen yang dipilih. Pilihan kata dalam berbahasa

pun juga mampu menginspirasi peserta didik untuk kokoh atas sebuah

pilihan. Sesungguhnya baik keteguhan dan kesetiaan atas sebuah pilihan

serta itu menjadi komitmen, maka bahasa berperan untuk membentuk

sifat-sifat sedemikian dalam pribadi dan kepribadian peserta didik.

Masih menurut Foerster, kematangan keempat karakter ini ketika dikemas

dalam pembelajaran bahasa berpotensi mendorong para peserta didik mampu

melewati tahap individualitas menuju personalitas. “orang-orang modern sering

mencampuradukkan antara individualitas dan personalitas, antara aku alami dan

rohani, antara independensi eksterior dan interior.” Karakter inilah yang

Page 9: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

9

menentukan forma seorang pribadi dalam segala tindakannya. Berkowitz (1998)

kemudian mengatakan, kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa

manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar (cognition) menghargai

pentingnya nilai karakter (valuing) karena mungkin saja perbuatannya itu

dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena begitu pentingnya

penghargaan terhadap nilai tersebut. Misalnya saja, ketika seseorang itu berbuat

jujur, hal itu dilakukannya karena ia takut dinilai orang lain, bukan karena

ketulusannya untuk menghargai kejujuran itu sendiri. Lewat bahasa, peserta didik

belajar menentukan sendiri bagaimana harus bersikap, berpikir, dan bertindak agar

sesuai dengan norma.

Lickona (1992) selanjutnya lebih mendalam mengatakan bahwa sangat

pentingnya menekankan dan memperjelas apa saja komponen yang harus

diketahui bersama dalam pendidikan karakter yang selanjutnya terangkum sebagai

berikut:

1. Moral Knowing. Ini mencakup moral awareness, knowing moral values,

perspective taking, moral reasoning, decision making serta self-

knowledge;

2. Moral feeling. Ini meliputi conscience, self-esteem, empathy, loving the

good, self-control dan humility;

3. Moral action. Perbuatan atau tindakan moral ini merupakan hasil dari dua

komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong

seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally), maka harus dilihat

dari tiga aspek lain, yakni kompetensi (competence), keinginan (will) dan

kebiasaan (habit).

Sementara Sharron L. McElmeel (2002) menambahkan beberapa hal

penting yang harus diketahui dalam pendidikan karakter. Ini bersangkut paut

dengan poin-poin apa saja yang harus disemaikan dalam penyelenggaraan

pendidikan:

1. Caring: the act of concerned about or interested in another person or

situation. It is to appreciate, to like or be fond of. Feeling or acting with

compassion, concern, empathy (satu bentuk keterlibatan diri terhadap

Page 10: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

10

situasi kehidupan orang lain dengan tujuan untuk memberikan apresiasi

dan lain sejenisnya serta merupakan bentuk empati terhadap yang lain);

2. Confidence: a faith or belief in oneself and one’s own abilities to succeed;

to be certain that one will act in a right, proper, or effective manner.

Positive self-esteem, self-assurance (suatu kepercayaan diri yang tinggi

dengan kemampuan yang dimilikinya untuk mencapai sebuah

kesuksesan);

3. Courage: a firmness of mind and will in the face of danger or extreme

difficulty; the ability to stand up to challenges and to support unpopular

causes. Resolve, tenacity, bravery, strength (keteguhan diri dalam

menghadapi resiko apa pun di depan mata, siap menantang tantangan);

4. Curiosity: a desire to learn, investigate, or know; an interest leading to

exploration or inquiry. Inquisitiveness (keinginan besar untuk belajar,

melakukan investigasi, dan ingin tahu);

5. Flexibility: the capacity to adapt or adjust to new, different, or changing

situation and their requirements. Adaptability (kemampuan diri untuk

selalu melakukan adaptasi diri dalam situasi apa pun);

6. Frienship: a state of being attached to another by affection, loyalty,

respect, or esteem; holding in high regard, being fond of. Amicability,

companionship (membangun hubungan persahabatan yang sangat kuat);

7. Goalsetting: the ability to determine what is wanted or needed and work

toward it; identifying desired outcomes or objectives and designing a

strategy or plan of action to achieve them. Planning (kemampuan

melakukan perencanaan dengan tujuan dan strategi dalam mencapai tujuan

merupakan hal penting untuk bisa dilakukan);

8. Humility: respect for the others and their position or condition; not

exerting one’s authority in an inappropriate or insensitive manner.

Modesty, unpretentiousness (kemampuan diri agar mampu saling

menghormati satu sama lain);

9. Humor: the quality to allow one to appreciate the comic or amusing

aspects of a situation or event. Cheerfulnes, wit (kebisaan diri untuk bisa

menciptakan situasi yang menyenangkan);

Page 11: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

11

10. Initiative: the ability to take action independently without outside

influence or control; a willingness to make the first move or take the first

step; doing something without being prompted by anyone else; a sense of

enterprise. Ambition, gumption, and drive (kemampuan diri untuk

bertindak secara mandiri);

11. Integrity: adherence to a set of principles or a code of values, especially

moral; being just, impartial, fair, and honest; straightforwardness of

conduct; a refusal to act immorally-that is to lie, cheat, steal, or deceive in

any way. Honesty, loyalty, morality (kejujuran, loyalitas dan moralitas

yang tinggi menjadi hal terpenting dalam hidup);

12. Patience: the capacity to endure and to wait for one’s goals to be

achieved; to conduct oneself without undue haste or impulse. Calmness,

tolerance (kemampuan untuk selalu menjalani hidup dengan penuh

kesabaran);

13. Perseverance: the ability to keep working toward a goal, enterprise, or

undertaking in spite of difficulty, opposition, or discouragement; the

capacity to carry on, especially under adverse circumstance. Persistance

endurance (kemampuan terus berusaha dan bekerja untuk mencapai tujuan

walaupun berada dalam kondisi serba sulit dan lain sebagainya);

14. Positive attitude: a state of mind or way of thinking that views the most

desirable aspects of a situation and anticipates the best possible outcomes.

Optimism, hopefulness (bersikap positif dalam menghadapi apa pun);

15. Problem solving: the process of identifying critical elements of a situation,

identifying sources of difficulty, using creative ideas to formulate new

answers, and plan steps to achieve the best possible outcomes. Ingenuity,

creativity (kemampuan diri dalam melakukan pemecahan masalah dengan

menggunakan gerakan-gerakan berpikir kritis serta kreatif);

16. Self-discipline: the ability to control, manage, or correct oneself for the

sake of improvement; the ability to forteit lesser objectives or short-term

gratification for more worthwhile causes or long-term goals. Self-control,

self-restraint (kemampuan diri dalam membentuk diri untuk disiplin);

Page 12: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

12

17. Teamwork: the ability to work with others to reach a common goal; acting

together, to achieve a shared vision. Cooperation, collaboration

(membentuk kebiasaan diri dalam bekerjasama guna mencapai sebuah

tujuan bersama).

Brown dalam „Methodology in Language Teaching: An Anthology of

Current Practice‟ mengatakan (2002: 12-13) bahwa ada 12 prinsip penting yang

kemudian harus dipegang bersama, terutama dalam proses pembelajaran bahasa

agar para siswa merasa nyaman dan mereka mencintai bahasa sebagai alat

komunikasi:

1. Authomaticity

Mempelajari bahasa perlu melibatkan pergerakan pengawasan waktu

yang terkontrol agar pembelajaran yang dilakukan benar-benar bisa

dilakukan dengan sedemikian baik, namun kendatipun demikian berpikir

berlebihan tentang bentuk, melakukan analisa bahasa berlebihan, dan

terlalu berpangku kepada aturan bahasa akan menjadikan proses

pembelajaran bahasa menjadi stagnan. Itulah yang kemudian disebut

authomaticiy. Pada prinsipnya, pembelajaran bahasa dalam PIPS hanya

ditujukan untuk menjadikan peserta didik nyaman dalam pembangunan

interaksi dan komunikasi sebab fungsi bahasa adalah kenyamanan dalam

berdialog dengan sesama sehingga bisa saling mendengar dan mengerti;

2. Meaningful Learning

Pembelajaran yang bermakna memberikan ingatan berdampak jangka

panjang ketimbang belajar sendirian. Satu dari sekian contoh pembelajaran

bermakna selanjutnya dapat dijumpai dalam pendekatan-pendekatan

pembelajaran bahasa yang berbasis kepada isi. Dalam konteks ini, ketika

pembelajaran bahasa dalam PIPS, maka isinya adalah bagaimana peserta

didik mengerti tentang kebutuhan-kebutuhan dalam kehidupan sosial;

3. The Anticipation of Reward

Secara universal dan hakiki, setiap manusia dalam bertindak dan

bersikap umumnya didorong untuk memeroleh reward baik itu secara

material maupun immaterial. Keberhasilan dalam pembelajaran bahasa

Page 13: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

13

pun juga demikian. Salah satu tugas pengajar pun adalah bagaimana

menciptakan banyak kesempatan kepada pembelajaran bahasa untuk

memeroleh reward untuk semakin meningkatkan prestasinya.

4. Intrinsic Motivation

Salah satu keberhasilan dalam pembelajaran bahasa selain motivasi

esktrinsik yang berbentuk penghargaan dari pengajar dan lainnya adalah

motivasi dari dalam diri sendiri. Motivasi semacam inilah yang akan

mendorong siswa untuk terus belajar. Apakah ada pengajar, orang tua, dan

lain sejenisnya, siswa sudah tidak memandang itu. Bagi siswa, belajar

bahasa sudah menjadi kebutuhan, keinginan, dan cita-cita dari dalam diri

sendiri. Bahkan, belajar bahasa adalah bagian dari kebutuhan untuk

semakin mudah dalam berinteraksi dengan yang lain sebagai bentuk

aktualisasi diri;

5. Strategic Investment

Penguasaan bahasa yang berhasil bagi para pembelajar menjadi

keuntungan sendiri untuk semakin melakukan pengembangan diri agar

menjadi lebih baik ke depannya;

6. Language Ego

Ketika manusia belajar bahasa, mereka sesungguhnya sedang

menciptakan bentuk berpikir, perasaan dan tindakan baru sebagai identitas

kedua. Dalam konteks inilah, sebenarnya language ego tersebut yang

dijalin dalam bahasa akan bertarung melawan hambatan, kerapuhan diri

dalam pembangunan kepribadian;

7. Self-Confidence

Keberhasilan dalam tugas tertentu yang diraih seorang pembelajar

bahasa sesungguhnya menjadi faktor keyakinannya bahwa ia mampu

melakukan tugasnya dengan baik. Kepercayaan diri melekat sangat kuat

dan erat dalam akar pencapaian diri yang terus menerus;

8. Risk Taking

Pembelajaran bahasa yang berhasil adalah ia harus rela menjadi

manusia penjudi dalam „permainan bahasa‟ untuk berusaha menghasilkan

dan menafsirkan bahasa di luar kemampuannya sendiri;

Page 14: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

14

9. Language-Culture Connection

Ketika seorang pengajar mengajarkan bahasa, maka dia pun harus

mengajarkan dan melakukan diseminasi kebudayaan yang komplek dalam

bahasa, mulai dari nilai, cara berpikir, cara bersikap, dan cara bertindak;

10. The Native Language Effect

Bahasa induk pembelajar bahasa biasanya memberikan warna tersendiri

ketika ia belajar dan mempelajari bahasa target. Terlepas apakah akan

memberikan warna positif dan negatif dalam produksi dan pemahaman

bahasa kedua, warna tersebut akan menjadi dominan.

11. Interlanguage

Pembelajar bahasa kedua cenderung melewati proses perkembangan

sistemasis dan kuasi agar mencapai kompetensi pun dalam bahasa target.

Perkembangan tersebut menjadi faktor yang menentukan dalam mengelola

umpan balik kepada yang lain. Oleh sebab itu, para pengajar perlu

memberikan ruang umpan balik sedemikian agar pembelajar bisa

mendapatkan ruang umpan baliknya di luar kelas.

12. Communicative Competence

Kompetensi komunikasi yang komunikatif menjadi tujuan utama dalam

berbahasa yang mencakup organisasi, pragmatik, strategi, dan

psikomotorik. Tujuan komunikasi kemudian akan bisa diperoleh dengan

baik ketika pembelajaran bahasa diarahkan kepada penggunaan bahasa

secara konkret, kelancaran dan ketepatan, konteks bahasa yang otentik,

dan kebutuhan siswa untuk mengimplimentasikan penguasahaan bahasa

keduanya di dunia nyata.

Penutup

Kata kunci penting untuk mengakhir artikel ini adalah bahwa segala

bentuk ilmu pengetahuan, termasuk di dalamnya PIPS membutuhkan peran

bahasa yang berkarakter agar apa yang disampaikan kepada peserta didik mudah

dipahami. Pengetahuan yang disampaikan dari seorang guru kepada anak didiknya

mudah terserap dan kemudian terinalisasi dalam kehidupan anak didiknya.

Tentunya, pembelajaran bahasa yang santun serta berkarakter diperlukan agar

Page 15: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

15

para anak didik kemudian menjadi terbiasa dengan menggunakan bahasa yang

benar dan baik. Bahasa dalam konteks ini perlu dibelajarkan dengan metode serta

pendekatan yang benar.

REFERENSI

Berkowitz, M.W. 1998. The Education of Complete Moral Person.

Dardjowidjojo, Soejono. 2007. Psikolinguistik: Memahami asas Pemerolehan

Bahasa. Kuala Lumpur: PTS Professional Publishing.

Hernowo. 2009. Mengikat Makna: Membaca dan Menulis yang Memberdayakan.

Bandung: Kaifa.

Lickona. 1992. Educationg for Character.

Komaruddin Hidayat dan Putut Widjanarko (Ed). 2008. Reinventing Indonesia:

Menemukan Kembali Indonesia. Jakarta: MIZAN.

Koesoema A, Doni. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di

Zaman Global. Jakarta: PT Grasindo.

Riko. 2011. Permainan Bahasa Ludwigg Wittgenstein: Suatu Perkenalan melalui

Kontekstualisasi dan Manfaatnya bagi Studi Pemertahanan Bahasa.

Jakarta: Bidik-Phonesis Publishing.

Renandya, Willy A. 2002. Methodology in Language Teaching: An Anthology of

Current Practice. UK: Cambridge University Press.

Sharron L. McElmeel. 2002. Character Education: a Book Guide for Teachers,

Librarians, and Parents. US: Libraries Unlimited.

Page 16: Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Bahasa yang …eprints.ulm.ac.id/421/1/Prosiding_Unlam_Kurikulum 2013 dan... · mencakup semua program dan kehidupan dalam sekolah, ... pengalaman

16

Uno, Hamzah B., Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar

yang Kreatif dan Eefektif, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.

http://suararepublika.co/nasional/pendidikan/said-hamid-hasan-kurikulum-2013-

untuk-menghadapi-tantangan-2020/, diakses tanggal 1 Mei 2013.