kuliah perkebunan 1

96
Materi I: Pendahuluan Kegiatan dalam usaha produksi pertanian, misalnya tanaman pangan, dibedakan dalam dua tahap yaitu tahap budidaya dan tahap pascapanen. Batas kedua tahap ditandai dengan kegiatan panen atau pemungutan hasil. Oleh karena waktu kegiatan yang langsung antara panen dan pascapanen, seringkali kegiatan panen dimasukkan ke dalam kelompok pascapanen. Tahap budidaya dimulai dari pengolahan tanah, penyemaian, penanaman dan perawatan hingga tanaman siap dipanen. Penanganan pascapanen, yang merupakan tahap selanjutnya, adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak produk dipanen sampai siap dikonsumsi (untuk produk segar) atau sampai siap diolah (sebagai bahan produk olahan). Skema umum sistem penanganan pascapanen produk hortikultura diperlihatkan pada Gambar 1. Untuk buah-buahan misalnya, operasi utama adalah panen, pengemasan, transportasi, dan distribusi ke para pedagang pengecer. Suatu jenis operasi harus diperhitungkan dan dikaji dengan baik manakala operasi tersebut menimbulkan suatu dampak yang buruk terhadap produk, yaitu penurunan mutu. Pada tahap pemanenan, kondisi, ketuaan, dan cara panen adalah faktor-faktor penting yang harus dipertimbangkan untuk memperoleh mutu produk yang prima. Setelah dipanen, dilakukan penanganan di lapangan seperti sortasi dan pemutuan dan juga pengemasan, atau produk langsung dibawa ke rumah pengemasan dimana prapendinginan, pencucian, pelilinan, pematangan, sortasi dan pemutuan, pengemasan, penyusunan kemasan, dan penyimpanan dilakukan, seringkali dengan menggunakan peralatan mekanis yang mungkin merupakan bagian dari fasilitas di rumah pengemasan. Produk yang dikemas kemudian diangkut ke industri pengolahan pangan untuk diolah, ke gudang untuk disimpan, atau langsung dipasarkan melalui para pedagang pengecer.

description

teknologi pengolahan hasil perkebunan

Transcript of kuliah perkebunan 1

Page 1: kuliah perkebunan 1

Materi I: Pendahuluan

Kegiatan dalam usaha produksi pertanian, misalnya tanaman pangan, dibedakan dalam dua tahap yaitu tahap budidaya dan tahap pascapanen. Batas kedua tahap ditandai dengan kegiatan panen atau pemungutan hasil. Oleh karena waktu kegiatan yang langsung antara panen dan pascapanen, seringkali kegiatan panen dimasukkan ke dalam kelompok pascapanen. Tahap budidaya dimulai dari pengolahan tanah, penyemaian, penanaman dan perawatan hingga tanaman siap dipanen. Penanganan pascapanen, yang merupakan tahap selanjutnya, adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak produk dipanen sampai siap dikonsumsi (untuk produk segar) atau sampai siap diolah (sebagai bahan produk olahan).

 Skema umum sistem penanganan pascapanen produk hortikultura

diperlihatkan pada Gambar 1. Untuk buah-buahan misalnya, operasi utama adalah panen, pengemasan, transportasi, dan distribusi ke para pedagang pengecer. Suatu jenis operasi harus diperhitungkan dan dikaji dengan baik manakala operasi tersebut menimbulkan suatu dampak yang buruk terhadap produk, yaitu penurunan mutu. Pada tahap pemanenan, kondisi, ketuaan, dan cara panen adalah faktor-faktor penting yang harus dipertimbangkan untuk memperoleh mutu produk yang prima. Setelah dipanen, dilakukan penanganan di lapangan seperti sortasi dan pemutuan dan juga pengemasan, atau produk langsung dibawa ke rumah pengemasan dimana prapendinginan, pencucian, pelilinan, pematangan, sortasi dan pemutuan, pengemasan, penyusunan kemasan, dan penyimpanan dilakukan, seringkali dengan menggunakan peralatan mekanis yang mungkin merupakan bagian dari fasilitas di rumah pengemasan. Produk yang dikemas kemudian diangkut ke industri pengolahan pangan untuk diolah, ke gudang untuk disimpan, atau langsung dipasarkan melalui para pedagang pengecer.

 

Page 2: kuliah perkebunan 1

Gambar 1. Skema umum sistem penanganan pascapanen produk hortikultura

 Dengan demikian sistem penanganan pascapanen produk

hortikultura bervariasi tergantung pada jenis produk, tujuan penggunaan produk, jenis teknologi yang tersedia, dan daya terima oleh konsumen.

 Di Indonesia, teknologi pascapanen dalam penanganan produk

hortikultura belum diterapkan dengan baik, meskipun secara teknis teknologi tersebut mudah untuk diterapkan oleh para pelaku agribisnis hortikultura. Teknologi pascapanen masih diterapkan secara parsial, yaitu dipilih hanya yang biaya investasinya kecil atau hampir tidak ada, atau bila secara ekonomis menguntungkan. Hal ini didasari kenyataan bahwa konsumen produk hortikultura secara umum belum bersedia membayar untuk produk hortikultura yang ditangani menggunakan teknologi yang seharusnya. Artinya, konsumen hortikultura belum bersedia membayar lebih untuk produk hortikultura yang lebih baik penanganannya. Jadi, bagi konsumen hortikultura, lebih baik mendapatkan produk dengan kualitas biasa dengan harga murah, daripada membayar lebih untuk produk berkualitas prima.

 Secara umum, masalah penerapan teknologi maju dalam

penanganan pascapanen hasil perkebunan masih banyak ditemui disekitar mata rantai pemasaran dan lebih banyak lagi ditemui pada tingkat daerah sentra produksi (farm). Di negara maju, penerapan teknologi pascapanen ini hampir secara penuh dapat diintrodusir mulai dari tingkat produksi, pada seluruh mata rantai hingga tingkat pemasaran/konsumen.

 

Page 3: kuliah perkebunan 1

Beberapa masalah lain yang erat kaitannya dengan teknologi pascapanen antara lain: (i) kesenjangan dan keterbelakangan dalam memproduksi bibit/benih unggul di dalam negeri, (ii) kesenjangan dalam inovasi teknologi, baik dalam teknologi pengembangan peralatan pascapanen maupun informasi teknologi penanganan pascapanen itu sendiri, (iii) rendahnya pengertian masyarakat umum dalam hal-hal yang berkaitan dengan penanganan pascapanen, misalnya tentang susut pascapanen sehingga berakibat kurangnya perhatian terhadap masalah mutu, (iv) belum sempurnanya infrastruktur yang menunjang sistem distribusi dan transportasi hasil perkebunan rakyat, (v) masih kecilnya margin yang diperoleh untuk menutupi biaya operasi penanganan pascapanen, dan (vi) keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan petani dan petugas penyuluh lapang akan teknologi pascapanen.

 Selain itu, ciri usaha perkebunan juga berpengaruh terhadap

pemilihan teknologi pascapanen serta kesesuaian varietas tanaman perkebunan. Ciri-ciri usaha perkebunan adalah: (i) biasanya tanaman bersifat tahunan sehingga diperlukan waktu yang lama hingga berproduksi, sementara peralatan pascapanen tidak dioperasikan sehingga pada saat diperlukan sudah tidak optimal lagi, (ii) komoditas bersifat curah (bulk product) dan dalam kuantitas yang besar sehingga diperlukan disain alat bongkar-muat dang angkut yang besar dan kuat, (iii) produk berorientasi ekspor/pasar internasional sehingga akan berhadapan dengan sistem pasar bebas sehingga diperlukan kebijakan yang berpihak pada masyarakat perkebunan (petani), dan (iv) diperlukan tata ruang yang besar dan melibatkan petani/pekebun dalam jumlah besar, oleh karena itu kegiatan pascapanen dapat dilakukan sebagai usaha pedesaan.

 Secara permasalahan yang masih dijumpai banyak dalam

penaganan pascapanen produk hortikultura antara lain:1. Masing-masing daerah sentra produksi tidak mempunyai jadwal

panen untuk saling mengisi, sehingga produk seringkali membanjiri pasar pada saat yang bersamaan sehingga harga jatuh (terutama terjadi pada buah musiman).

2. Panen tidak dilakukan pada waktu yang tepat sesuai dengan kondisi produk, tetapi lebih dipicu oleh harga yang berfluktuasi sehingga produk adakalanya belum mencapai kondisi optimum (misalnya buah yang masih terasa masam meskipun sudah masak), atau malah lewat kondisi optimum akibat penundaan sehingga mudah membusuk.

3. Penanganan dilakukan dengan kasar, bahkan dilempar, ditekan terlalu keras saat pengemasan, dan lain sebaginya.

Kemasan untuk pengangkutan menggunakan bahan seadanya sehingga tidak mampu melindungi produk yang dikemas selama pengangkutan.

 

Page 4: kuliah perkebunan 1

Pemuatan berlebihan pada kendaraan saat pengangkutan sehingga produk akan berdesakan dan menerima beban tekan yang berat. Ditambah kondisi jalan yang banyak berlubang, maka akan menimbulkan banyak memar pada produk hortikultura yang diangkut.

 Pengangkutan dilakukan menggunakan mobil bak terbuka sehingga

produk terekspos sinar matahari dan mempercepat proses penurunan mutu.

1.1. Pentingnya Teknologi Penanganan Pascapanen

Teknologi pascapanen merupakan suatu perangkat yang digunakan dalam upaya peningkatan kualitas penanganan dengan tujuan mengurangi susut karena penurunan mutu produk yang melibatkan proses fisiologi normal dan atau respon terhadap kondisi yang tidak cocok akibat perubahan lingkungan secara fisik, kimia, dan biologis. Teknologi pascapanen diperlukan untuk menurunkan atau bila mungkin menghilangkan susut pascapanen. Susut pascapanen produk hortikultura berkisar antara 15% hingga 25% tergantung pada jenis produk dan teknologi pascapanen yang digunakan.

 Dalam rangka pengembangan produk hilir tanaman perkebunan

yang berdaya saing, berinovasi teknologi, serta berorientasi pasar dan berbasis sumberdaya lokal, maka pengembangan penanganan pascapanen haruslah dipandang sebagai satu bagian dari suatu sistem secara keseluruhan, dimana setiap mata rantai penanganan memiliki peran yang saling terkait. Produk hasil perkebunan seperti juga produk pertanian secara umum, setelah dipanen masih melakukan aktifitas metabolisme sehingga jika tidak ditangani dengan segera akan mengakibatkan kerusakan secara fisik dan kemik. Sifat mudah rusak (perishable) dari produk mengakibatkan tingginya susut pascapanen serta terbatasnya masa simpan setelah pemanenan sehingga serangga, hama dan penyakit akan menurunkan mutu produk. Kondisi produk yang dipanen dipengaruhi oleh faktor pra panen misalnya dalam pemilihan varietas, sistem tanam dan teknik budidayanya. Faktor lingkungan dan adanya serangan hama dan penyakit juga amat besar pengaruhnya terhadap produk segar yang dipanen. Ketiga factor tersebut masih belum cukup untuk dapat menghasilkan produk dengan mutu prima, maka disinilah peran teknologi pascapanen menjadi amatlah penitng. Semua sub-sistem tersebut haruslah terintegrasi untuk mendapatkan produk dengan kualitas prima dan stabil.

 Dalam pengembangan sistem penanganan pascapanen hasil

pertanian juga perlu dukungan dari berbagai komponen yang terkait dengan kegiatan agribisnis, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Petani, kelompok tani, koperasi dan pedagang memegang peran yang amat sentral dalam pengembangan sistem operasi penanganan pascapanen yang akan menentukan tingkat kualitas dan kuantitas produk yang akan dipasarkan. Kegiatan petani akan berjalan dengan baik jika mendapat

Page 5: kuliah perkebunan 1

dukungan teknologi dari industri, informasi standard mutu dan pasar dari konsumen, serta pelatihan teknologi, manajemen mutu dan pasar dari petugas penyuluh lapang. Disamping itu, dukungan dari lembaga litbang dan perguruan tinggi, lembaga keuangan serta kebijakan pemerintah yang memayungi seluruh sistem yang berjalan. Keseluruhan sistem ini harus berjalan secara sinergi dan terpadu sehingga dapat tercapai keberlanjutan operasi penanganan pascapanen untuk menghasilkan produk secara optimal.

 Kegiatan penanganan pascapanen tanaman perkebunan

didefinisikan sebagai suatu kegiatan penanganan produk hasil perkebunan, sejak pemanenan hingga siap menjadi bahan baku atau produk akhir siap dikonsumsi, dimana didalamnya juga termasuk distribusi dan pemasarannya. Cakupan teknologi pascapanen dibedakan menjadi dua kelompok kegiatan besar, yaitu pertama: penanganan primer yang meliputi penanganan komoditas hingga menjadi produk setengah jadi atau produk siap olah, dimana perubahan/transformasi produk hanya terjadi secara fisik, sedangkan perubahan kimiawi biasanya tidak terjadi pada tahap ini. Kedua: penanganan sekunder, yakni kegiatan lanjutan dari penanganan primer, dimana pada tahap ini akan terjadi perubahan bentuk fisik maupun komposisi kimiawi dari produk akhir melalui suatu proses pengolahan. Contoh penanganan primer tanaman perkebunan (misalnya kakao atau coklat) adalah proses pengeringan dimana tujuan utamanya adalah menguapkan air sehingga diperoleh produk dengan kadar air kakao 6-7 % basis basah. Sedangkan dari sisi teknologinya, cara pengeringan kakao dapat dilakukan dengan penggabungan penjemuran (sun drying) dan pengeringan dengan mesin (artificial drying) untuk mendapatkan kadar air yang optimal dengan penampakan yang baik. Hasil akhir penanganan primer kakao adalah kakao kering dengan kadar air optimal dan warna coklat seragam dan mengkilat. Penanganan sekunder kakao adalah pengolahan lebih lanjut kakao kering menjadi produk yang lebih hilir. Pada proses ini biji kakao hasil pengolahan primer digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan massa kakao yang akhirnya menjadi produk olahan berupa bubuk coklat, minyak coklat, meyses dan permen coklat serta produk olahan lainnya.

  

Page 6: kuliah perkebunan 1

 Gambar 2. Struktur pendukung sistem penanganan pascapanen.

1.2. Pengembangan Teknologi Pascapanen

Diperlukan suatu pendekatan kerjasama multidisiplin untuk meningkatkan penanganan pascapanen bagi produk pertanian secara umum agar dapat menghasilkan produk dengan mutu yang lebih baik. Pengetahuan tentang teknologi produksi buah misalnya, diperlukan dari para ahli hortikultura, agronomi, ilmu tanah, dan ahli lainnya. Demikian juga halnya dengan pengetahuan mengenai perlindungan produk diperlukan dari para ahli patologi, entomologi, mikrobiologi, dan ahli lainnya. Keahlian lain yang mungkin diperlukan adalah fisiologi, biokimia, fisika, teknik, ilmu pangan, dan kesehatan. Untuk keperluan pemasaran diperlukan ahli ekonomi, ilmu-ilmu sosial, dan tataniaga. Kesemua keahlian tersebut sangat diperlukan untuk menunjang keahlian keahlian utama yaitu keahlian dalam teknologi pascapanen dan keahlian fisiologi pascapanen. Kemampuan dari tim akan lebih baik lagi bila anggotanya bukan hanya beralsal dari kalangan akademisi, tapi juga dari kalangan praktisi atau pelaku bisnis, konsumen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap kegiatan produksi dan pemasaran produk hortikultura.

 Teknologi pascapanen yang dikembangkan menjadi tepatguna hanya bila telah

terbukti layak secara teknis, ekonomi, dan sosial. Ini artinya suatu teknologi pascapanen yang dikembangkan tidak hanya dapat diaplikasikan, tapi juga bermanfaat dan diterima oleh seluruh bagian dalam rantai penanganan pascapanen. Teknologi pascapanen mempunyai cakupan yang sangat luas, dari segala jenis produk pertanian (buah, sayuran, bunga, biji, dsb.) hingga produk ternak, hasil perikanan dan kelautan. Buku ini hanya membahas produk

Page 7: kuliah perkebunan 1

pertanian yang bersifat ringkih atau sangat mudah rusak seperti buah, sayuran, dan bunga potong.

 

Bijian adalah bahan pangan paling mendasar untuk manusia dan hewan. Kandungan pati yang tinggi pada bijian menyediakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan, selain kandungan protein dan lemaknya. Padi, jagung, dan gandum adalah bijian utama sumber pangan dan telah menjadi makanan pokok sejak awal peradaban manusia. Termasuk dalam bijian adalah serealia (padi, jagung, gandum, sorgum, dll.), kacangan (kacang tanah, kacang hijau, dll.), dan bijian berlemak tinggi (kedelai, dll.).

Bijian merupakan bahan pangan yang tahan lama karena tidak mudah rusak selama pengangkutan dan dapat mempertahankan mutunya dalam penyimpanan yang panjang jika telah diperlakukan dengan benar selama panen, pengeringan, dan penyimpanan. Kegagalan dalam menerapkan cara-cara dan prosedur yang baik dalam berbagai kegiatan penanganan pascapanen tadi dapat menyebabkan penurunan mutu yang cepat dan susut yang tinggi.

Pengetahuan mengenai sifat alamiah dan struktur bijian sangat diperlukan dalam memahami perilaku bijiab setelah panen sehingga dapat diupayakan pengembangan sistem pascapanen yang cocok untuk produk dan kondisi lingkungan tertentu. Sebagai contoh, struktur biji jagung mungkin akan mempengaruhi laju pengeringan, misalnya biji jagung akan mengalami kehilangan air yang cepat bila ada bagian yang pecah atau hilang. Komposisi kimia dan sifat-sifat fisik juga dapat mempengaruhi karakteristik penyerapan air oleh bijian, dan laju pengeringan.

Tiga jenis bijian utama – padi, jagung, dan gandum – berasal dari tanaman jenis rerumputan yang menghasilkan biji atau kernel. Kadar air ketiga jenis bijian ini ketika dipanen bervariasi, yaitu antara 18 – 38% tetapi agar dapat disimpan dengan aman kadar air harus diturunkan menjadi 13 – 14% tergantung pada kondisi dan lama penyimpanan. Dengan demikian pengeringan langsung setelah panen adalah suatu kebutuhan mendesak. Beberapa sifat fisik dari bijian turut menentukan karakteristik pengeringan, termasuk laju pengeringan. Secara umum laju pengeringan semakin tinggi bila bulk density semakin rendah, panas spesifik semakin rendah, porositas emakin tinggi, dan luas permukaan spesifik semaikn tinggi.

Tingkat susut bijian juga dipengaruhi oleh faktor fisik, biologik, dan fisiologik dari bijian itu sendiri. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat susut bijian antara lain:

1. Faktor fisik, misalnya terjadi ketika: 

Page 8: kuliah perkebunan 1

 

a. Panen, di mana kemungkinan terjadi ceceran bijian terutama jika panen dilakukan tanpa bantuan peralatan atau mesin yang tepat.

b. Perontokan, disebabkan oleh adanya bijian yang tidak dapat dirontokan sehingga ikut terbuang bersama tangkai/malai tanaman

c. Pengeringan, disebabkan oleh pengeringan yang tidak sempurna atau tidak merata sehingga banyak kerusakan atau yang tidak tergiling dengan baik saat penggilingan

d. Pengangkutan dan penyimpanan, disebabkan oleh adanya produk yang tercecer akibat penggunaan kemasan yang tidak baik 2. Faktor biologik, misalnya serangga dan hama, yang dapat

menyerang produk selama berada pada tanamannya atau selama dalam penyimpanan. Hama tikus misalnya, selain memakan produk, juga mencemari produk dengan kotoran dan kencing mereka.

3. Faktor fisiologik, hanya terjadi pada bijian dengan kadar air tinggi. Dengan demikian bila bijian telah dikeringkan hingga kadar air 13 – 14% kemungkinan tidak akan mengalami kerusakan akibat aktifitas fisiologis selama dalam penyimpanan.

Materi III-d: Penanganan Pascapanen Hasil Perkebunan

Kegiatan penanganan pascapanen tanaman perkebunan didefinisikan sebagai suatu kegiatan penanganan produk hasil perkebunan, sejak pemanenan hingga siap menjadi bahan baku atau produk akhir siap dikonsumsi, dimana didalamnya juga termasuk distribusi dan pemasarannya. Cakupan teknologi pascapanen dibedakan menjadi dua kelompok kegiatan besar, yaitu pertama: penanganan primer yang meliputi penanganan komoditas hingga menjadi produk setengah jadi atau produk siap olah, dimana perubahan/transformasi produk hanya terjadi secara fisik, sedangkan perubahan kimiawi biasanya tidak terjadi pada tahap ini. Kedua: penanganan sekunder, yakni kegiatan lanjutan dari penanganan primer, dimana pada tahap ini akan terjadi perubahan bentuk fisik maupun komposisi kimiawi dari produk akhir melalui suatu proses pengolahan. Contoh penanganan primer tanaman perkebunan (misalnya kakao atau coklat) adalah proses pengeringan dimana tujuan utamanya adalah menguapkan air sehingga diperoleh produk dengan kadar air kakao 6-7 % basis basah. Sedangkan dari sisi teknologinya, cara pengeringan kakao dapat dilakukan dengan penggabungan penjemuran

Page 9: kuliah perkebunan 1

(sun drying) dan pengeringan dengan mesin (artificial drying) untuk mendapatkan kadar air yang optimal dengan penampakan yang baik. Hasil akhir penanganan primer kakao adalah kakao kering dengan kadar air optimal dan warna coklat seragam dan mengkilat. Penanganan sekunder kakao adalah pengolahan lebih lanjut kakao kering menjadi produk yang lebih hilir. Pada proses ini biji kakao hasil pengolahan primer digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan massa kakao yang akhirnya menjadi produk olahan berupa bubuk coklat, minyak coklat, meyses dan permen coklat serta produk olahan lainnya.

Gambar 1. Sistem penanganan pascapanen.

 1. Permasalahan Penanganan Pascapanen Perkebunan

Secara umum, masalah penerapan teknologi maju dalam penanganan pascapanen hasil perkebunan masih banyak ditemui disekitar mata rantai pemasaran dan lebih banyak lagi ditemui pada

Page 10: kuliah perkebunan 1

tingkat daerah sentra produksi (farm). Di negara maju, penerapan teknologi pascapanen ini hampir secara penuh dapat diintrodusir mulai dari tingkat produksi, pada seluruh mata rantai hingga tingkat pemasaran/konsumen.

 Beberapa masalah lain yang erat kaitannya dengan teknologi

pascapanen antara lain: (i) kesenjangan dan keterbelakangan dalam memproduksi bibit/benih unggul di dalam negeri, (ii) kesenjangan dalam inovasi teknologi, baik dalam teknologi pengembangan peralatan pascapanen maupun informasi teknologi penanganan pascapanen itu sendiri, (iii) rendahnya pengertian masyarakat umum dalam hal-hal yang berkaitan dengan penanganan pascapanen, misalnya tentang susut pascapanen sehingga berakibat kurangnya perhatian terhadap masalah mutu, (iv) belum sempurnanya infrastruktur yang menunjang sistem distribusi dan transportasi hasil perkebunan rakyat, (v) masih kecilnya margin yang diperoleh untuk menutupi biaya operasi penanganan pascapanen, dan (vi) keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan petani dan petugas penyuluh lapang akan teknologi pascapanen.

 Selain itu, ciri usaha perkebunan juga berpengaruh terhadap

pemilihan teknologi pascapanen serta kesesuaian varietas tanaman perkebunan. Ciri-ciri usaha perkebunan adalah: (i) biasanya tanaman bersifat tahunan sehingga diperlukan waktu yang lama hingga berproduksi, sementara peralatan pascapanen tidak dioperasikan sehingga pada saat diperlukan sudah tidak optimal lagi, (ii) komoditas bersifat curah (bulk product) dan dalam kuantitas yang besar sehingga diperlukan disain alat bongkar-muat dang angkut yang besar dan kuat, (iii) produk berorientasi ekspor/pasar internasional sehingga akan berhadapan dengan sistem pasar bebas sehingga diperlukan kebijakan yang berpihak pada masyarakat perkebunan (petani), dan (iv) diperlukan tata ruang yang besar dan melibatkan petani/pekebun dalam jumlah besar, oleh karena itu kegiatan pascapanen dapat dilakukan sebagai usaha pedesaan.

 

2. Konsep ULP2 (Usaha Lepas Panen Pedesaan)  

Nilai tambah komoditas dapat ditingkatkan melalui diversifikasi produk olahan dan peningkatan mutu, yang membutuhkan masukan kapital, peralatan, sumberdaya manusia dan manajemen serta teknologi tepat sasaran, yang mencakup teknologi budidaya sampai dengan teknologi pascapanen. Saat ini banyak produk telah diekspor ke negara tertentu dengan mutu yang rendah atau belum mengalami pengolahan lebih lanjut.  Untuk itu diperlukan suatu kegiatan pengolahan lanjutan untuk meningkatkan mutu pada tingkat tertentu guna memenuhi kebutuhan konsumen atau negara akhir yang dituju.  Keterlibatan kelompok tani perkebunan rakyat sebagai penyedia bahan baku dan pengolahan primer dalam bentuk Usaha Lepas Panen Pedesaan (ULP2) dan pengolahan primer merupakan usaha produktif pascapanen untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing yang tinggi. Kelompok ini akan bekerjasama dengan agroindustri tingkat lanjut (industri hilir) sebagai mitra usaha untuk mencapai sasaran ULP2, sebagai contoh dalam kegiatan agroindustri kopi dapat dilakukan dengan tahapan seperti ditunjukkan pada Gambar 2. 

Page 11: kuliah perkebunan 1

Gambar 2. Tahapan Pengembangan Agroindustri Kopi Secara Terpadu

 Kegiatan ini merupakan rintisan yang difokuskan pada upaya

pengembangan kegiatan usaha agroindustri pada skala kecil dan menengah (UKM) dan secara maksimal memanfaatkan potensi lembaga yang mandiri dan telah berakar pada masyarakat, dalam bentuk koperasi atau lembaga kemasyarakatan yang ada. Diharapkan UKM akan berkembang menjadi lembaga ekonomi mandiri sebagai penopang utama perekonomian rakyat yang mampu menciptakan lapangan kerja produktif serta meningkatkan devisa negara.

Pengembangan ini akan berjalan dengan baik jika dilakukan juga pembinaan terhadap pelaku bisnis, dalam hal ini pengelola perkebunan dan pengolah. Sehubungan dengan itu, pelayanan teknis atau pendamping teknologi perlu diperhatikan. Pengembangan agroindustri kopi secara terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha yang melibatkan unsur-unsur potensi daerah seperti: (i) petani/kelompok tani perkebunan kopi rakyat, (ii) mitra usaha, dan (iii) penyandang dana. Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam pengembangan agroindustri sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan antara ketiga unsur tersebut dilakukan dengan pendekatan sebuah pola kerjasama kemitraan partisipatif, dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan antara semua pihak yang bermitra.

3. Penutup

Upaya peningkatan kualitas hasil perkebunan tidak dapat terlepas dari sistem penanganan pascapanen dan prapanen yang baik dan benar.

Page 12: kuliah perkebunan 1

Kedua proses tersebut saling melengkapi dan beberapa saran dalam rangka meningkatkan peranan teknologi pascapanen hasil perkebunan adalah:

1. Tidak dapat dibantah lagi bahwa penelitian dan pengembangan memegang peran yang sangat penting dalam introduksi dan penerapan teknologi pada mata rantai penanganan pascapanen. Perhatian harus diberikan lebih besar oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian serta instansi terkait dan tentunya Perguruan Tinggi.

2. Walaupun akan memakan waktu dan biaya besar, teknologi pembenihan domestik mutlak harus dikembangkan, baik oleh penangkar benih swasta maupun pemerintah.

3. Penyampaian informasi teknologi pascapanen secara cepat dan akurat kepada petani yang melibatkan industri swasta yang bergerak dalam pengolahan hasil perkebunan agar aliran informasi lebih cepat.

4. Keterkaitan yang erat antara peneliti, industri, pemerintah dan petani dalam pengembangan dan penerapan teknologi pascapanen dengan dijembatani oleh penyuluh lapang dan perguruan tinggi untuk membentuk sistem yang terpadu.

5. Promosi serta pendidikan masyarakat secara massal akan pentingnya mutu produksi perkebunan dan menanamkan quality minded sebagai tujuan akhir penerapan teknologi pascapanen menjadi tuntutan yang mutlak.

6.7.8.

 

 9.10. Kembali ke Kelompok Materi 3 11. Presentasi Powerpoint

ISBN: 9789798451232Teknologi Pengolahan Hasil Tanaman Perkebunan: Kelapa Sawit, Kelapa, Kopi, Kakao, Tebu, Karet, Jambu Mente, Lada, Teh, Kapuk, Kenaf/yute/rosela, Minyak Atsiri, Pestisida Nabati ProsidingPusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan (Indonesia)

ISBN 10: 9798451236 ISBN 13: 9789798451232Publisher: Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman PerkebunanPublication Date: 2000

Your Satisfaction is Guaranteed:← 30 Day Return Policy

Page 13: kuliah perkebunan 1

← Bookseller Guarantee ← Privacy & Security Policy

Mater II-c: Karakteristik Bijian

Bijian adalah bahan pangan paling mendasar untuk manusia dan hewan. Kandungan pati yang tinggi pada bijian menyediakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan, selain kandungan protein dan lemaknya. Padi, jagung, dan gandum adalah bijian utama sumber pangan dan telah menjadi makanan pokok sejak awal peradaban manusia. Termasuk dalam bijian adalah serealia (padi, jagung, gandum, sorgum, dll.), kacangan (kacang tanah, kacang hijau, dll.), dan bijian berlemak tinggi (kedelai, dll.).

Bijian merupakan bahan pangan yang tahan lama karena tidak mudah rusak selama pengangkutan dan dapat mempertahankan mutunya dalam penyimpanan yang panjang jika telah diperlakukan dengan benar selama panen, pengeringan, dan penyimpanan. Kegagalan dalam menerapkan cara-cara dan prosedur yang baik dalam berbagai kegiatan penanganan pascapanen tadi dapat menyebabkan penurunan mutu yang cepat dan susut yang tinggi.

Pengetahuan mengenai sifat alamiah dan struktur bijian sangat diperlukan dalam memahami perilaku bijiab setelah panen sehingga dapat diupayakan pengembangan sistem pascapanen yang cocok untuk produk dan kondisi lingkungan tertentu. Sebagai contoh, struktur biji jagung mungkin akan mempengaruhi laju pengeringan, misalnya biji jagung akan mengalami kehilangan air yang cepat bila ada bagian yang pecah atau hilang. Komposisi kimia dan sifat-sifat fisik juga dapat mempengaruhi karakteristik penyerapan air oleh bijian, dan laju pengeringan.

Tiga jenis bijian utama – padi, jagung, dan gandum – berasal dari tanaman jenis rerumputan yang menghasilkan biji atau kernel. Kadar air ketiga jenis bijian ini ketika dipanen bervariasi, yaitu antara 18 – 38% tetapi agar dapat disimpan dengan aman kadar air harus diturunkan menjadi 13 – 14% tergantung pada kondisi dan lama penyimpanan. Dengan demikian pengeringan langsung setelah panen adalah suatu kebutuhan mendesak. Beberapa sifat fisik dari bijian turut menentukan karakteristik pengeringan, termasuk laju pengeringan. Secara umum laju pengeringan semakin tinggi bila bulk density semakin rendah, panas spesifik semakin rendah, porositas emakin tinggi, dan luas permukaan spesifik semaikn tinggi.

Page 14: kuliah perkebunan 1

Tingkat susut bijian juga dipengaruhi oleh faktor fisik, biologik, dan fisiologik dari bijian itu sendiri. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat susut bijian antara lain:

1. Faktor fisik, misalnya terjadi ketika: 

 

a. Panen, di mana kemungkinan terjadi ceceran bijian terutama jika panen dilakukan tanpa bantuan peralatan atau mesin yang tepat.

b. Perontokan, disebabkan oleh adanya bijian yang tidak dapat dirontokan sehingga ikut terbuang bersama tangkai/malai tanaman

c. Pengeringan, disebabkan oleh pengeringan yang tidak sempurna atau tidak merata sehingga banyak kerusakan atau yang tidak tergiling dengan baik saat penggilingan

d. Pengangkutan dan penyimpanan, disebabkan oleh adanya produk yang tercecer akibat penggunaan kemasan yang tidak baik 2. Faktor biologik, misalnya serangga dan hama, yang dapat menyerang

produk selama berada pada tanamannya atau selama dalam penyimpanan. Hama tikus misalnya, selain memakan produk, juga mencemari produk dengan kotoran dan kencing mereka.

3. Faktor fisiologik, hanya terjadi pada bijian dengan kadar air tinggi. Dengan demikian bila bijian telah dikeringkan hingga kadar air 13 – 14% kemungkinan tidak akan mengalami kerusakan akibat aktifitas fisiologis selama dalam penyimpanan.

Kembali ke Kelompok Materi 2

Presentasi PowerPoint

Mater II-d: Karakteristik Hasil Perkebunan

Hasil tanaman perkebunan sangat beragam sifatnya, tergantung produk berasal dari bagian apa dari tanaman yang diusahakan, dan hasil akhir yang diharapkan dari pengolahan hasil perkebunan tersebut. Berdasarkan sifatnya, biasanya pengolahan dibedakan menjadi pengolahan primer dan sekunder. Pengolahan primer menghasilkan produk antara, dan dapat dianggap sebagai penanganan pascapanen, sedangkan pengolahan sekunder merupakan lanjutan dari pengolahan primer dan menghasilkan produk yang siap dikonsumsi.

Page 15: kuliah perkebunan 1

Pada teh, bagian yang diambil adalah pucuk daun dari tanaman teh, sehingga harus segera diolah di pabrik setelah dipanen (pemetikan). Dengan demikian tidak penanganan pascapanen yang diperlukan dalam produksi teh kecuali pengangkutan dari lahan ke pabrik. Tetapi pada tembakau, meski sama-sama berasal dari daun tanaman, penanganan seperti perajangan dan pemeraman dapat dianggap sebagai penanganan primer karena prosesnya cukup sederhana sehingga dapat dilakukan oleh petani dengan peralatan sederhana.

Demikian pula dengan tebu, yang harus segera digiling dan diolah menjadi gula di pabrik-pabrik penggilingan tebu, juga getah karet yang harus segera diolah menjadi salah satu produk antara karet seperti RSS, crepe, crumb rubber, dan lain sebagainya.

Berbeda halnya dengan kopi dan kakao. Kopi dan kakao biasanya mengalami pengolahan sekunder di tingkat petani baru kemudian mengalami pengolahan sekunder di pabrik. Pengolahan primer akan menghasilkan produk biji kopi atau kakao kering yang tahan lama disimpan sehingga meningkatkan kepraktisan dalam hal penanganan selanjutnya, terutama dalam perdagangan dan penyetokan.

Banyak hasil tanaman perkebunan yang harus segera diolah untuk menghindari kerusakan dan penurunan mutu. Tebu misalnya, dalam 24 jam harus segera digiling, bila tidak mutu gula yang dihasilkan akan rendah. Demikian halnya denga sawit, bila tidak segera diolah kandungan minyak akan mengalami reaksi kimia yang berujung pada penurunan mutu dan rendeman pengolahan. Demikian halnya dengan hasil-hasil perkebunan lainnya.

Materi IV-b: Pengolahan Kopi

1. Pendahuluan

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh International Coffee Organization (ICO), terlihat bahwa produksi kopi dunia selama tahun 1998 s/d 2001mengalami peningkatan cukup signifikan dan melampaui tingkat konsumsi dunia. Kondisi seperti ini menyebabkan kelebihan pasokan (over supply) lebih dari 40% dari kebutuhan pasar. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebabnya adalah produksi kopi Brazil stabil pada tingkat yang

Page 16: kuliah perkebunan 1

tinggi; terjadinya peningkatan produksi kopi yang tajam di Vietnam; peningkatan produksi pada beberapa produsen utama seperti Meksiko, India, Guatemala, Pantai Gading dan Ethiopia, serta stabilnya tingkat produksi kopi di Indonesia dan Kolumbia.

 Brazil sebagai produsen utama kopi dunia, produksinya stabil diatas

31 juta karung per tahun selama 3 (tiga) tahun terakhir, sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya produksinya selalu berfluktuasi dan terendah mencapai sekitar 16 juta karung. Kondisi yang serupa juga terjadi di Indonesia (berkisar antara 5,8 juta – 8,5 juta karung) dan Kolumbia relatif stabil pada tingkat yang cukup tinggi pada kisaran 9,3 – 12,9 juta karung. Vietnam sebagai negara produsen kopi baru menunjukkan perkembangan produksi kopi hampir 3 kali lipat selama 5 tahun terakhir.

 Total produksi kopi dunia selama 3 tahun terakhir menunjukkan

tingkat yang stabil dan tinggi (sekitar 113 juta karung) yang jauh diatas tingkat konsumsi kopi dunia. Sementara itu, perkembangan konsumsi kopi dunia relatif stabil dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pada tahun 2000 , konsumsi kopi dunia diperkirakan sekitar 102 juta karung per tahun, hal ini disebabkan konsumsi kopi di negara konsumen utama seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat sudah mendekati titik jenuh, sedangkan peningkatan konsumsi kopi di negara lainnya masih rendah. Sebagai dampaknya terjadi akumulasi stok kopi dunia (over supply) sehingga menyebabkan harga kopi dunia terus tertekan.

 Perkembangan harga kopi dunia selama 3 tahun terakhir sangat

dipengaruhi oleh terjadinya surplus pasokan kopi. Pada tahun 1998, harga kopi dunia berdasarkan indikator ICO berada diatas US $c 108/lb, selanjutnya harga terus melemah menjadi US$c 85,72/lb pada tahun 1999 dan pada tahun 2000 terus melemah menjadi US$c 64,25/lb. Keadaan serupa juga terjadi pada triwulan kempat tahun 2000 baik di bursa London maupun di New York. Melemahnya harga kopi robusta di pasar bursa London dan harga kopi arabika di pasar bursa New York terutama dipicu oleh meningkatnya ekspor kopi dari Vietnam yang tidak diimbangi dengan aksi beli oleh pedagang sehingga surplus produksi terus berlanjut sementara itu pelaksanaan program retensi kopi masih belum efektif.

 Penurunan harga kopi yang terjadi berkelanjutan tersebut di pasar

dunia sangat mempengaruhi perkembangan kopi di Indonesia, mengingat sekitar 75% produksi kopinya untuk ekspor. Tertekannya harga kopi dunia, mengakibatkan harga kopi di sentra-sentra kopi domestik sangat rendah dan bahkan berada dibawah biaya produksi. Sebagai dampaknya di beberapa sentra produksi kopi rakyat seperti Propinsi Lampung dan Bengkulu, para petani sudah tidak bergairah untuk melakukan panen kopi. Akibat selanjutnya, kebun-kebun kopi petani  menjadi tidak terurus dan produktivitasnya terus merosot.

 Kondisi terpuruknya perkopian di Indonesia, diperparah dengan

perkembangan kopi di Vietnam yang mengusahakan jenis kopi yang sama

Page 17: kuliah perkebunan 1

dengan Indonesia yaitu Robusta. Vietnam mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan Indonesia, terutama dalam hal produktivitas dan mutu, sehingga dikhawatirkan kopi Indonesia akan kalah dalam persaingan yang mengakibatkan kehilangan peluang pasar.

 Tabel 1.  Perkembangan Produksi Kopi Dunia, 1996-2001 (dalam ribu karung)

 

NegaraTahun

1996 1997 1998 1999 2000 2001

1. Brazil 15.784 27.664 22.756 34.547 32.353 31.100

2. Kolumbia 12.878 10.876 12.211 11.088 9.336 12.000

3. Vietnam 3.938 5.705 6.915 6.947 11.264 11.350

4. Indonesia 5.865 8.299 7.756 8.463 6.014 7.300

5. Meksiko 5.527 5.324 5.045 5.051 6.442 6.338

6. India 3.727 3.469 4.735 4.372 5.407 4.917

7. Lainnya 37.928 41.158 36.551 36.040 43.402 39.896

8. Dunia 85.647 102.495 95.969 106.508 114.218 112.901 Sumber: International Coffee Organization, Maret 2002

Prospek perkopian kedepan mengacu kepada kondisi perkopian dunia saat ini dan telah terjadi perubahan mendasar yaitu makin meningkatnya produksi Robusta dunia. Sebelum tahun 2000 secara normal komposisi kopi Arabika terhadap kopi Robusta rata-rata sebesar 70:30, namun dalam dua tahun terakhir komposisi ini telah berubah menjadi  60 : 40. Kondisi ini terjadi akibat produksi kopi Brasil dan Kolombia relatif stabil sementara beberapa negara produsen seperti Vietnam, Meksiko, India, Guatemala, Pantai Gading dan Ethiopia mengalami peningkatan produksi. Meningkatnya persentase Robusta disebabkan utamanya oleh kenaikan produksi kopi Robusta Vietnam dan kopi Robusta Connilon Brazil yang signifikan.

 Kedepan nampaknya kondisi ini sepanjang tidak adanya perubahan

iklim yang berarti, masih akan terus berlanjut. Sebagaimana digambarkan melalui data FAO / ICO bahwa pada periode lima tahun kedepan (1993 - 1995 s/d 2005) perkembangan supply dan demand dunia adalah peningkatan produksi, konsumsi, ekspor dan impor berturut-turut sebesar

Page 18: kuliah perkebunan 1

2,7%, 1,65%, 3,4% dan 2,4%. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut di atas, hanya negara-negara produsen kopi yang memiliki kemampuan daya saing tinggi dalam menciptakan harga, kualitas, citarasa, ragam produk serta kontinuitas supply yang kompetitif yang akan bertahan.

 Tanaman kopi sudah lama dibudidayakan baik oleh rakyat maupun

perkebunan besar. Luas lahan perkebunan kopi di Indonesia cenderung berkurang. Jika pada tahun 1992 luas lahan 1.333.898 ha, maka pada tahun 1997, berkurang 154.055 ha menjadi 1.179.843 ha. Namun demikian, produksinya meningkat dari 463.930 ton pada tahun 1992 menjadi 485.889 ton pada tahun 1997. Pada tahun 1992 ekspor kopi Indonesia mencapai 259.349 ton atau 59% dari total produksi dan nilai yang didapatkan adalah US$ 236.775.000. Sedangkan volume ekspor sampai dengan September 1997 mencapai 372.958 ton atau 77% dari total produksi dengan nilai US$ 577.914. Peningkatan persentase volume kopi yang di ekspor ini cenderung meningkatkan dengan harga kopi pasaran dunia yang dinilai dengan US$. Hal ini juga menyebabkan harga kopi arabika di beberapa daerah meningkat dari Rp. 15.000/kg pada bulan Desember 1997 menjadi Rp. 31.000/kg pada minggu I bulan Agustus 1998. Hal ini juga terjadi pada kopi robusta, walaupun peningkatannya tidak sebesar kopi arabika, yaitu dari Rp. 5.250 pada bulan Desember 1997 menjadi Rp. 22.000/kg pada minggu I bulan Agustus 1998. Harga kopi robusta tersebut adalah harga untuk kualitas I.

 Melihat prospek pasar komoditas kopi tersebut, diperlukan usaha-

usaha untuk meningkatkan produksi dan kualitas kopi, baik melalui usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi kebun. Usaha pengembangan tersebut akan lebih berdaya guna jika melibatkan perkebunan besar dan perkebunan rakyat yang terikat dalam suatu kemitraan usaha. Untuk itulah dalam laporan ini akan dibahas pola kemitraan terpadu dengan melihat aspek kelayakan usaha, yang terdiri dari aspek pemasaran, teknis budidaya, finansial, Aspek Sosial Ekonomi serta bagaimana pola kemitraan terpadu yang sesuai untuk dikembangkan dalam komoditas ekspor.

 2. Aspek Produksi

 Di Indonesia, tanaman kopi dibudidayakan oleh rakyat dan

perkebunan besar di beberapa tempat, antara lain DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, NTT dan Timor-Timur. Dari keseluruhan sentra produksi tersebut, produksi kopinya mencapai 88,37% dari total produksi Indonesia. Pada tahun 1997, luas areal perkebunan kopi diperkirakan 1.179.843 ha dengan produksi 485.889 ton. Nilai tersebut lebih tinggi 1.480 ha dan 7.038 ton dari tahun sebelumnya. Potensi lahan yang masih dapat dikembangkan untuk perkebunan kopi diperkirakan sekitar 790.676 ha. Pada Tabel 2 dapat dilihat perkembangan luas areal produksi kopi di Indonesia.

Page 19: kuliah perkebunan 1

Tabel 2. Luas Areal Dan Produksi Kopi di Indonesia

Tahun Luas Areal (ha) Produksi (ton)

1990 1.069.848 412.767

1991 1.119.854 428.305

1992 1.133.898 436.930

1993 1.147.567 438.868

1994 1.140.385 450.191

1995 1.167.511 457.801

1996*) 1.178.363 478.851

1997**) 1.179.843 485.889 *) Angka sementara **) Angka estimasi per 11 Maret 1998. Sumber : Website Deptan www.deptan.go.id

Menurut FAO, pada tahun 1997, diantara negara-negara penghasil kopi di dunia, luas panen kopi di Indonesia berada ditingkat keempat sesudah Brazil, Cote d' Ivoire dan Colombia (Tabel 3). Walaupun demikian, produktivitas perkebunan kopi di Indonesia masih rendah dan berada di urutan ke -53 (yaitu 375 kg/ha) dari 80 negara penghasil kopi dunia. Produktivitas perkebunan kopi yang tertinggi adalah negara Martineque (2,5 ton/ha), kemudian disusul oleh China dan Vietnam, masing-masing 2, 0 dan 1,8 ton/ha.

Tabel 3. Luas Panen Perkebunan Kopi di Beberapa Negara (ha)

Tahun BrazilCote 'd Ivoire

Colombia Indonesia Mexico Dunia

Page 20: kuliah perkebunan 1

19901991199219931994199519961997

2.905.8182.767.4392.498.4892.257.1972.097.6501.868.0271.989.8902.036.460

1.323.9001.215.0001.220.0001.225.0001.385.0001.415.0001.405.0001.405.000

1.000.0001.020.0001.085.000

955.000926.000

1.042.541965.000

1.041.480

746.759760.308793.000810.000797.000810.000810.000800.000

587.235643.264686.222697.839741.311724.974745.386750.541

11.308.96011.169.32010.968.10010.570.84010.521.87010.572.16010.677.66010.748.880

Sumber : FAO, http://www.fao.org

3. Aspek Pemasaran

Produksi kopi dunia pada tahun 1998/1999 diperkirakan akan mencapai 6,45 juta ton (107, 5 ribu karung), lebih tinggi 14% dari angka yang diperbarui untuk tahun 1997/1998. Dari jumlah tersebut, diperkirakan 2,14 juta ton berasal dari Brasilia dan 396 ribu ton (6.600 ribu karung) dari Indonesia (lihat Tabel 3). Kopi yang diekspor oleh negara-negara penghasil kopi diperkirakan akan mencapai 4,87 juta ton atau meningkat 7% dari tahun sebelumnya.

Ditinjau dari aspek pasar, peningkatan produksi dan ekspor dari negara penghasil kopi tersebut akan menurunkan harga kopi di pasaran dunia. Harga kopi arabika dari Brasilia di pasar (spot market) New York pada bulan mei 1998 adalah US$ 1,25/lb (US$ 2,5/kg), lebih rendah 12% dari bulan sebelumnya dan turun 41% dibandingkan bulan Mei 1997.

Tabel 4. Perkiraan Produksi Kopi Dunia (green beans) oleh USDA (satuan dalam ribuan dengan isi per karung @ 60 kg)  

Region and Country 1995/96 1996/97 1997/98 1998/99

 NORTH AMERIKA 19.387 19.265 18.693 18.410

 SOUTH AMERKA 34.712 43.250 38.390 51.375

 AFRIKA 18.491 20.274 17.563 18.257

 ASIA - - - -

   India 3.717 3.417 3.800 3.500

   Indonesia 5.800 7.900 7.000 6.600

Page 21: kuliah perkebunan 1

   Laos 150 150 150 150

   Malaysia 158 160 160 160

   New Caledonia 5 5 5 5

   Papua New  Guinea 1.000 1.075 900 1.000

   Philppines 876 980 700 725

   Sri Langka 60 60 60 60

   Thailand 1.300 1.400 1.300 1.300

   Vietnam 3.937 5.783 5.450 5.800

   Yemen 150 175 150 150

   ASIA  total 17.153 21.105 19.675 19.450

WORLD TOTAL 89.743 103.894 94.321 107.492Sumber : Coffe new : http:/www.vinews.com, Lastupdated 7/21/98

Peningkatan produksi dunia tersebut tidak sejalan dengan yang terjadi di Indonesia. Produksi kopi di Indonesia pada tahun 1998/99 diperkirakan 396 ribu ton, berkurang 5,7% dari tahun sebelumnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh pengaruh kekeringan akibat El Nino. Namun demikian konsumsi kopi di Indonesia diperkirakan akan meningkat dari 124 ton pada tahun 1997/1998 menjadi 125,4 ribu ton pada tahun 1998/99. Peningkatan yang tidak terlalu tinggi ini disebabkan oleh tingkat konsumsi per kapita yang masih rendah, yaitu sekitar 629 gram pada tahun 1996/97 dan harga kopi yang diperkirakan akan meningkat sesuai dengan peningkatan kurs dollar. Kondisi tersebut akan berpeluang untuk lebih memacu usaha ekspor kopi keluar negeri. Di Amerika Serikat, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dari 35 negara pengekspor kopi ke negara tersebut (Tabel 4).

4. Aspek Budidaya

Tanaman kopi (coffea. sp) yang ditanam di perkebunan rakyat pada umumnya adalah kopi jenis Arabica (Coffea Arabica), Robusta (Coffea Canephora), Liberika (Coffea liberica) dan hibrida (hasil persilangan antara 2 varietas kopi unggul). Beberapa klon kopi unggul, khususnya untuk kopi arabika telah disebarluaskan di sentra-sentra penghasil kopi. Klon-klon tersebut antara lain adalah Kartika 1 dan 3, USDA 762, lini S 795, $ 1934 dari India dan hibrido de timor dari Timor-Timur. Kedua klon yang terakhir

Page 22: kuliah perkebunan 1

masih dikembangkan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember. Sedangkan untuk jenis robusta, klon-klon unggul yang telah dikembangkan antara lain adalah BP 409, BP 358, SA 237, BP 234, BP 42 dan BP 288.

Dalam aspek produksi ini, hal-hal yang dibahas menyangkut kesesuaian lingkungan; pembukaan lahan; penanaman dan penaungan; pemupukan; pengendalian hama; penyakit dan gulma; pemangkasan; pemanenan; serta pascapanen dan mutu kopi.

Dalam aspek ini hal yang perlu diperhatikan antara lain pengadaan bibit yang harus menggunakan bibit bersretifikat, terutama apabila proyek membutuhkan bibit dalam jumlah besar. Untuk itu perlu kerja sama dengan Dinas Perkebunan setempat atau langsung menghubungi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember. Demikian juga dalam hal kerawanan menghadapi serangan penyakit. Selain itu, karena kopi Arabika mensyaratkan ketinggian lokasi tertentu disamping persyaratan teknis lainnya, maka penentuan lokasi proyek harus dikaji secara cermat.

4.1. Kesesuaian Lingkungan

Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah ketinggian tempat tumbuh, curah hujan, sinar matahari, angin dan tanah. Kopi robusta tumbuh optimal pada ketinggian 400 - 700 m dpl, tetapi beberapa jenis diantaranya masih dapat tumbuh baik dan mempunyai nilai ekonomis pada ketinggian di bawah 400 m dpl.  Sedangkan kopi arabika menghendaki tempat tumbuh yang lebih tinggi dari pada kopi robusta, yaitu antara 500 - 1.700 m dpl.

Curah hujan yang optimum untuk kopi (arabika dan robusta) adalah pada daerah-daerah yang mempunyai curah hujan rata-rata 2.000 - 3.000 mm per tahun, mempunyai bulan kering (curah hujan < 100 mm per bulan) selama 3 - 4 bulan dan diantara bulan kering tersebut ada periode kering sama sekali (tidak ada hujan) selama 2 minggu - 1,5 bulan. Tanaman kopi umumnya menghendaki sinar matahari dalam jumlah banyak pada awal musim kemarau atau akhir musim hujan. Hal ini diperlukan untuk merangsang pertumbuhan kuncup bunga. Angin berperan dalam membantu proses perpindahan serbuk sari bunga kopi dari tanaman kopi yang satu ke lainnya. Kondisi ini sangat diperlukan terutama untuk jenis kopi yang self steril.

Secara umum tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, subur dan kaya bahan organik. Selain itu, tanaman kopi juga menghendaki tanah yang agak masam, yaitu dengan pH 4,5 - 6 untuk robusta dan pH 5,0 - 6,5 untuk kopi arabica.

4.2. Pembukaan Lahan

Page 23: kuliah perkebunan 1

Lahan yang digunakan untuk penanaman kopi dapat berasal dari lahan alang-alang dan semak belukar, lahan primer atau lahan konversi. Pada lahan alang-alang dan semak belukar, cara pembukaan lahan dilakukan dengan pembabatan secara manual atau dengan menggunakan herbisida. Pada lahan primer dilakukan dengan cara menebang pohon-pohon, sedangkan yang dari lahan konversi dilakukan dengan menebang atau membersihkan tanaman yang terdahulu.

 4.3. Penanaman dan penaungan  

Penanaman bibit kopi sebaiknya dilakukan pada awal atau pertengahan musim hujan, sebab tanaman kopi yang baru ditanam pada umumnya tidak tahan kekeringan. Tanaman kopi robusta dianjurkan untuk ditanam dengan jarak 2,5 x 2, 5 m atau 2, 75 x 2, 75 m, sedangkan untuk jenis arabika jarak tanamnya adalah 2,5 x 2,5 m, dengan demikian jumlah pohon kopi yang diperlukan sekitar 1.600 pohon/ha. Untuk penyulaman, sebaiknya dicadangkan lagi 400 pohon/ha. Sebelum tanaman kopi ditanam, harus terlebih dahulu ditanam tanaman pelindung, seperti lamtoro gung, sengon laut atau dadap yang berfungsi selain untuk melindungi tanaman muda dari sinar matahari langsung, juga meningkatkan penyerapan N (Nitrogen) dari udara pada tanaman-tanaman pelindung yang mengandung bintil akar.

Tanaman kopi sering ditanam di lahan yang berlereng. Untuk menghindari erosi dan menekan pertumbuhan gulma dapat ditanam penutup lahan (cover crop) seperti colopogonium muconoides, Vigna hesei atau Indigovera hendecaphila.

4.4. Pemupukan

Pupuk yang digunakan pada umumnya harus mengandung unsur-unsur Nitrogen, Phospat dan Kalium dalam jumlah yang cukup banyak dan unsur-unsur mikro lainnya yang diberikan dalam jumlah kecil. Ketiga jenis tersebut di pasaran dijual sebagai pupuk Urea atau Za (Sumber N), Triple Super Phospat (TSP) dan KCl. Selain penggunaan pupuk tunggal, di pasaran juga tersedia penggunaan pupuk majemuk. Pupuk tersebut berbentuk tablet atau briket di dalamnya, selain mengandung unsur NPK, juga unsur-unsur mikro. Selain pupuk anorganik tersebut, tanaman kopi sebaiknya juga dipupuk dengan pupuk organik seperti pupuk kandang atau kompos.

Tabel 5. Dosis Pemupukan Tanaman Kopi (gram/pohon/tahun)

Tahun ke Urea TSP KCl

1 2 x 25 2 x 20 2 x 20

Page 24: kuliah perkebunan 1

2 2 x 50 2 x 40 2 x 40

3 2 x 75 2 x 60 2 x 40

4 2 x 100 2 x 80 2 x 40

5 - 10 2 x 150 2 x 120 2 x 60

> 10 2 x 200 2 x 160 2 x 80

Sumber : Buku Kegiatan Teknis Operasional Budidaya Kopi, Dit Jen Perkebunan,1996

Pemberian pupuk buatan dilakukan 2 kali per tahun yaitu pada awal dan akhir musim hujan, dengan meletakkan pupuk tersebut di dalam tanah (sekitar 10 - 20 cm dari permukaan tanah) dan disebarkan di sekeliling tanaman. Dosis pemupukan mulai dari tahun pertama sampai tanaman berumur lebih dari 10 tahun.  Adapun pemberian pupuk kandang hanya dilakukan Tahun 0 (penanaman pertama)

4.5. Pengendalian Hama, Penyakit dan Gulma

Hama yang sering menyerang tanaman kopi, adalah penggerek buah kopi (Stephanoderes hampei), penggerek cabang dan hitam buah (Cylobarus morigerus dan Compactus), kutu dompolan (Pseudococcus citri), kutu lamtoro (Ferrisia virgata), kutu loncat (Heteropsylla, sp) dan kutu hijau (Coccus viridis). Sedangkan penyakit yang sering ditemukan adalah penyakit karat daun (Hemileia vastantrix), jamur upas (Corticium salmonicolor), penyakit akar hitam dan coklat (Rosellina bunodes dan R. arcuata), penyakit bercak coklat dan hitam pada daun (Cercospora cafeicola), penyakit mati ujung (Rhizoctonia), penyakit embun jelaga dan penyakit bercak hitam dan buah (Chephaleuros coffea).

Adapun jenis gulma yang sering menganggu tanaman kopi antara lain adalah alang-alang (Imperata Cylindrica), teki (cyperus rotudus), cyanodon dactylon, Salvia sp, Digitaria sp, Oxalis sp, dan Micania cordata.

4.6. Pemangkasan

Page 25: kuliah perkebunan 1

Tanaman kopi jika dibiarkan tumbuh terus dapat mencapai ketinggian 12 m dengan pencabangan yang rimbun dan tidak teratur. Hal ini akan menyebabkan tanaman terserang penyakit, tidak banyak menghasilkan buah dan sulit dipanen buahnya. Untuk mengatasi hal itu, perlu dilakukan pemangkasan pohon kopi terhadap cabang-cabang dan batang-batangnya secara teratur.

Ada empat tahap pemangkasan tanaman kopi yang sering dilakukan, yaitu pemangkasan pembentukan tajuk, pemangkasan pemeliharaan, pemangkasan cabang primer dan pemangkasan peremajaan.

5. Panen dan Pascapanen

Tanaman kopi yang terawat dengan baik dapat mulai berproduksi pada umur 2,5 - 3 tahun tergantung dari lingkungan dan jenisnya. Tanaman kopi robusta dapat berproduksi mulai dari 2,5 tahun, sedangkan arabika pada umur 2,5 - 3 tahun.

Jumlah kopi yang dipetik pada panen pertama relatif masih sedikit dan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman sampai mencapai puncaknya pada umur 7 - 9 tahun. Pada umur puncak tersebut produksi kopi dapat mencapai 9 - 15 kuintal kopi beras/ha/tahun untuk kopi robusta dan 5 - 7 kuintal kopi beras/ha/tahun untuk kopi arabika. Namun demikian, bila tanaman kopi dipelihara secara intensif dapat mencapai hasil 20 kuintal kopi beras/ha/tahun.

Berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam satu siklus produksi (dapat berlangsung hingga tahun ke-21), studi ini membuat asumsi produktivitas tanaman seperti terlihat pada Tabel 6. Rata-rata produktivitas dalam 21 tahun adalah 441 kg/ha.

Tabel 6. Perkiraan Produktivitas Biji Kopi Kering 14% kadar air (kg/ha)

Tahun ke Asumsi (kg/ha)

34567891011121314

350400450550600650650600550500500450

Page 26: kuliah perkebunan 1

1516171819202122

450400400400350350300300

Tanaman kopi ditanam untuk menghasilkan buah kopi yang fungsi utamanya digunakan sebagai bahan minuman penyegar. Dengan demikian penanganan pascapanen yang baik akan menentukan kualitas biji kopi yang dihasilkan.

Pengolahan biji kopi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara basah (wet process) dan cara kering (dry process). Pengolahan cara basah (mutu WIB) memerlukan proses yang cukup memakan waktu dan tenaga, antara lain dengan melakukan proses fermentasi biji, sehingga hanya dilakukan di perkebunan besar. Sedangkan cara kering (mutu OIB) untuk perkebunan dan (GB) untuk rakyat, umumnya dilakukan oleh petani karena prosesnya yang lebih sederhana dari pada proses basah. Kedua cara tersebut akan menentukan kualitas kulit tanduk dan kulit arinya, baik yang diproses dengan cara kering dan cara basah dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.

Tabel 7. Syarat Mutu Ekspor Kopi GB atau OIB

Jenis Mutu

Triaga, %

w/w, max

KadarAir, %

w/w,max

Lolos Ayakan 8 Mesh, %w/w, max

Kotoran, % w/w,

max

Bau Apek dan

bulukan

Permukaan Biji

EK - I   (GB 3/5% ) 5 14,5 2 0,5 Bebas -

EK - II  (GB 5/7%) 7 14,5 2 0,5 Bebas -

EK – III (GB 10/12%)

12 14,5 2 1 Bebas -

ROB 20 -25 (GB 20/25%)

23 14,5 2 2 Bebas -

AP – I 5 14,5 2 0 BebasHalus dan Mengkilap

Page 27: kuliah perkebunan 1

AP – II 7 14,5 2 0 BebasHalus dan Mengkilap

AP – III 12 14,5 2 1 Bebas Halus dan

AP – 15 15 14,5 2 1 Bebas Mengkilap

Sumatera Arabica DP

2 14,5 2 0 Bebas -

Arabica Kalosi DP 2 14,5 2 0 Bebas -

Arabica Ratepao 2 14,5 2 0 Bebas -

Arabica Bali DP 3 14,5 2 0 Bebas -

Arabica Bali Sp 3 14,5 2 0 Bebas -Sumber : Amir M.S . 1993, Seluk beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta

Tabel 8. Syarat Mutu Ekspor Kopi Biji WIB untuk jenis Robusta

JenisMutu

Triaga%W/w max

Dimakan bubuk

1 lubang,% w/w,

max

Kadar Air,

% w/w,max

Ukuran Biji < 5,5

mm, % w/w,max

Kotoran,

% w/w,max

Baubusu

k

BintikBintik(spot) Biji

Hitam

Biji terbakar

BijiPecah

WIB I 0,25 0,25 0,25 5 14 2,5 0,5 Bebas Bebas

WIB II 1 5 - - 14 - 0,5 Bebas -Sumber: ir M.S . 1993, Seluk beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta

8. Pengolahan Kopi (Kopi Bubuk)

Pembuatan kopi bubuk banyak dilakukan oleh petani, pedagang pengecer, industri  kecil dan pabrik.  Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasanya hanya dilakukan secara tradisional dengan alat-alat sederhana.  Hasilnya pun  biasanya  hanya dikomsumsi sendiri atau dijual bila ada pesanan.  Pembuatan kopi bubuk oleh pedagang pengecer dan industri

Page 28: kuliah perkebunan 1

kecil sudah agak meningkat, dengan mesin-mesin yang cukup baik, tetapi masih dalam jumlah yang terbatas.  Hasilnya biasanya hanya dipasarkan sendiri atau dipasarkan kepada pedagang-pedagang pengecer lainnya yang lebih kecil.

Pembuatan kopi bubuk oleh pabrik biasanya dilakukan secara modern dengan skala yang cukup besar.  Hasilnya dipak dalam bungkus yang rapi dengan menggunakan kertas alumunium foil, agar terjamin kualitasnya, serta dipasarkan ke berbagai daerah yang lebih luas.

Pembuatan kopi bubuk bisa dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap perendangan dan tahap penggilingan.

a. Perendangan (Penyangraian)

Perendangan atau sering disebut penyangraian adalah proses pemanasan kopi beras pada suhu 200o – 225o C yang bertujuan untuk mendapatkan kopi rendang yang berwarna coklat kehitaman. Dalam proses perendangan ini biji kopi akan mengalami dua tahap proses penting, yaitu penguapan air pada suhu 100o C dan pirolisis pada suhu 180o – 225o C. Pada tahap pirolisis, kopi mengalami perubahan-perubahan kimia antara lain penggarangan serat kasar, terbentuknya senyawa volatil, pengguapan zat-zat asam, dan terbentuknya zat beraroma khas kopi.

 

Pada proses perendangan, kopi juga akan mengalami perubahan-perubahan warna yaitu berturut-turut dari hijau atau coklat muda menjadi coklat kayu manis, kemudian menjadi hitam dengan permukaan berminyak. Bila kopi sudah berwarna kehitaman dan mudah pecah (retak) maka penyangraian segera dihentikan, kopi segera diangkat dan didinginkan.

 

Perendangan bisa dilakukan secara terbuka atau tertutup. Perendangan secara tertutup banyak dilakukan oleh pabrik atau industri-industri pembuatan kopi bubuk untuk mempercepat proses perendangan. Perendangan secara tertutup akan menyebabkan kopi bubuk yang dihasilkan mempunyai rasa agak asam akibat tertahannya air dan beberapa jenis asam yang mudah menguap, tetapi aromanya akan lebih tajam karena senyawa kimia yang mempunyai aroma khas kopi tidak banyak yang menguap. Selain itu kopi akan terhindar dari pencemaran bau yang berasal dari luar seperti bau bahan bakar atau bau gas hasil pembakaran yang tidak sempurna.

 

Perendangan secara tradisional yang umumnya oleh petani dilakukan secara terbuka dengan menggunakan wajan terbuat dari tanah (kuali). Bila alat

Page 29: kuliah perkebunan 1

ini tidak ada bisa pula dilakukan dalam wajan yang terbuat dari besi//baja. Wajan dipanasi hingga cukup panas, kemudian kopi dimasukkan. Kopi harus selalu diaduk agar panas merata dan hasilnya seragam. Bila warna kopi sudah coklat kelam (kehitam-hitaman) dan mudah pecah, kopi segera diangkat dan didinginkan di tempat yang terbuka. Untuk mengetahui apakah kopi mudah pecah atau belum biasanya kopi dipencet dengan jari atau digigit atau dipukul pelan-pelan dengan menggunakan batu (muntu).

 

Perendangan kopi oleh pedagang atau pabrik biasanya dilakukan secara tertutup dengan menggunakan mesin-mesin yang harganya cukup mahal seperti batch roaster, sehingga sering tidak terjangkau oleh industri kecil yang modalnya terbatas. Kini, BPP Bogor telah berhasil merancang mesin penyangrai sederhana dengan kapasitas + 15 kg kopi beras yang harganya cukup murah. Mesin ini mempunyai prinsip hampir sama dengan mesin yang digunakan oleh pabrik sehingga bisa menghasilkan kopi bubuk yang tidak kalah mutunya.

 

Bagian terpenting dari alat penyangrai adalah silinder, pemanas, dan alat penggerak atau pemutar silinder. Cara menggunakannya, pertama-tama silinder dipanaskan hingga suhu tertentu dan diputar dengan kecepatan tertentu tergantung dari tipe alatnya. Pada alat rancangan BPP Bogor silinder dipanaskan hingga suhu + 340o C dengan putaran 20 putaran/menit.

 

Setelah silinder dipanaskan pada suhu dan putaran tertentu, kemudian kopi dimasukkan ke dalam silinder. Sementara itu pemanasan dan pemutaran silinder tetap berlangsung. Bila kopi sudah mencapai tahap roasting point (kopi masak sangrai) pemanasan segera dihentikan dan kopi segera diangkat dan didinginkan. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tahap roasting point tergantung pada jumlah kopi yang disangrai dan jenis alat penyangrai yang digunakan. Pada alat yang dirancang oleh BPP Bogor, untuk menyangrai 15 kg kopi diperlukan waktu + 1 jam, untuk 3 kg kopi diperlukan waktu hanya 15 menit.

b. Penggilingan (Penumbukan)

Penggilingan adalah proses pemecahan (penggilingan) butir-butir biji kopi yang telah direndang untuk mendapatkan kopi bubuk yang berukuran maksimum 75 mesh. Ukuran butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan berpengaruh terhadap rasa dan aroma kopi. Secara umum, semakin kecil ukurannya akan semakin baik rasa dan aromanya, karena sebagian besar bahan-bahan yang terdapat di dalam kopi bisa larut dalam air ketika diseduh. Namun ada sementara orang yang lebih suka bubuk kopi yang tidak terlalu lembut.

Page 30: kuliah perkebunan 1

 

Penggilingan tradisional oleh para petani dilakukan dengan cara menumbuk kopi dengan alat penumbuk yang disebut lumpang dan alu. Lumpang terbuat dari kayu atau batu sedangkan alu terbuat dari kayu. Setelah ditumbuk sampai halus, bubuk kopi lalu disaring dengan ayakan paling besar 75 mesh. Bubuk kopi yang tidak lolos ayakan dikumpulkan dan ditumbuk lagi.

 

Penggilingan oleh industri kecil atau oleh pabrik dilakukan dengan menggunakan mesin giling. Mesin ini biasanya sudah dilengkapi alat pengatur ukuran partikel kopi sehingga secara otomatis bubuk kopi yang keluar sudah mempunyai ukuran seperti yang diinginkan dan tidak perlu disaring lagi.

 

Kopi yang sudah direndang dan digiling mudah sekali mengalami perubahan-perubahan, misalnya perubahan aroma, kadar air, dan ketengikan. Kopi bubuk yang disimpan di tempat yang terbuka akan kehilangan aroma dan berbau tengik setelah 2-3 minggu. Kehilangan aroma ini disebabkan karena menguapnya zat caffeol yang beraroma khas kopi, sedangkan ketengikan disebabkan karena adanya reaksi antara lemak yang terdapat dalam kopi dengan oksigen yang terdapat dalam udara.

 

Untuk menghindari penurunan mutu kopi yang telah direndang selama penyimpanan, sebaiknya kopi disimpan sebelum digiling. Karena kopi rendang yang belum digiling mempunyai daya simpan 2-3 kali kopi yang telah digiling. Kopi yang sudah digiling sebaiknya segera disimpan dan dipak dengan lapisan yang kedap udara (misalnya plastik atau alumunium foil). Di pabrik yang cukup modern kopi bubuk biasanya dipak dalam kemasan atau kaleng yang hampa udara sehingga kopi dapat disimpan lebih lama.

 

9. Komposisi Kopi

 

Minuman kopi bukan hanya sekedar minuman yang beraroma khas dan merangsang karena mengandung kafein, tetapi minuman ini juga mengandung beberapa zat yang bermanfaat bagi tubuh meskipun kadarnya tidak terlalu tinggi. Kadar bahan kimia, vitamin, dan mineral di dalam kopi sebelum dan sesudah direndang bisa dilihat dalam Tabel 16.

Page 31: kuliah perkebunan 1

Tabel 16. Komposisi Kimia, Vitamin, dan Mineral Kopi Sebelum dan Sesudah Direndang.

 

Bahan Kadar (%)

Kopi beras Kopi rendang

Komposisi

Air 11,25 1,15

Kafein 1,21 1,24

Lemak 12,27 14,48

Gula 8,55 0,66

Selulosa 18,07 10,89

Abu 3,92 4,75

Kadar Vitamin dan Mineral Penting

Vitamin B1 0,2 0

Vitamin B2 0,23 0,3

Vitamin B6 0,143 0,011

Vitamin B12 0,00011 0,00006

Sodium 4 1,4

Ferrum 3,7 4,7Sumber : * Jacobe (1959) dalam Ciptadi & Nasution, 1989

** Wellman (1961) dalam Ciptadi & Nasution, 1989

RINGKASAN

Page 32: kuliah perkebunan 1

Istilah Kopi berasal dari bahasa Arab “Kahwa” dengan Negara asal : Abesina

Jenis-jenisnya:

1. Arabika - tahun 1696 – 1699 (diproduksi 41 negara, terbesar Amerika Selatan, Afrika)

2. Liberika - tahun 1875

3. Robusta - tahun 1919 ( diproduksi 36 negara, Afrika, Uganda, Indonesia, Vietnam, India)

Hama dan Penyakit

1. Stephanoderes hampei: hama buah bubuk 2. Hemileia vastatrik : penyakit karat daun

Panen Raya: mulai Mei – Juni | Agustus - September

Daerah luar Jawa berakhir sampai November –Desember

Pohon Industri Kopi

Page 33: kuliah perkebunan 1

K ulit tandu k danK ulit Ari(5-10% )

B uah K op i(100% )

K opi B iji(C offee b eans)

- Arab ika (16-18% )- R obusta (20-30% )

K ulit dan D aging B uah(66-77% )

K opi S angrai

K opi B ubuk

K opi E kstrak

K opi C elup

K opi B erkafe inK adar R end ah

U lin

Aran g

Asam Ase tat

E n z im P ektat

P rotein S elTu nggal

P ektin

E tano l

An ggur

C uka Makan

S ilase

Faktor Lamanya Pemanenan:1. Sifat Genetis2. Cara bercocok tanam3. Iklim (masa berbunga, kematangan, periode)

Teknik Pemanenan1. Petik Bubuk (Longsongan) - dilaksanakan menjelang panen besar

Tujuan: Memetik buah yg terserang hama bubuk

2. Lelesan - memungut buah yg luruh ke tanah (pada buah yg terserang hama bubuk)

3. Panen Raya - hanya memetik buah yg masak/tua4. Racutan (Rampasan) - memetik semua buah yg tertinggal di pohon

sampai habisTujuan: memutuskan siklus hama bubuk buah

Komponen Kopi

Page 34: kuliah perkebunan 1

Sifat Fisik dan Kimia

Komposisi Kimia Dipengaruhi:

Tipe Kopi, Tanah tempat tumbuh, Pengolahan biji kopi

Komponen Kopi Beras (%) Kopi Sangrai (%)

Air

Kaffein

Lemak

Gula

Cellulosa

Bahan yg mengandung N

Bahan tdk mengandung N

Abu

11.25

1.21

12.27

8.55

18.07

12.07

32.58

3.92

1.15

1.24

14.48

0.66

10.89

13.98

45.09

4.75

Kaffein - sebagai perangsang, kandungan Arabika : 1-2 % dan Robusta : 1.5 %

Kaffeol - unsur “Flavour” dan “Aroma”

Page 35: kuliah perkebunan 1

Kadar kaffein makin kecil, rasa kopi makin enak

Pengolahan Kopi

Tujuan Pengolahan: 

Memisahkan daging buah, kulit tanduk & kulit ari Kopi Beras (coffea beans) atau market coffea

Berdasarkan cara kerja:

Cara Basah - WIB (west indische bereiding) Cara Kering - OIB (oost indische bereiding)

1. Sortasi Biji Kopi

Pengolahan Cara Basah 1. WIB I : kopi yang utuh, tidak terserang bubuk dan tidak ada cacat

dalam bentuk dan warna

2. WIB II : kopi yang utuh, terserang bubuk, ada cacat sedikit dalam bentuk dan warna

3. WIBp : kopi yang pecah, kecil dan banyak cacat dalam bentuk dan warna

Pengolahan Cara Kering

1. OIB I : kopi yang utuh, tidak ada cacat dalam bentuk dan warna

2. OIB II : kopi yang utuh, ada cacat sedikit dalam bentuk dan warna

3. OIBp : kopi yang pecah, terlalu kecil dan banyak cacat

Standar Mutu Kopi di Indonesia

1. Kadar Air : maks 8% 2. Kadar Abu : maks 6%

3. Kealkalian Abu : 66%

4. Mikroskopis : tdk mengandung campuran

5. Logam Beerbahaya : Negatif

6. Keadaan (Rasa, bau, warna) : normal

2. Pengupasan Buah

Page 36: kuliah perkebunan 1

Dilakukan secara mekanik - mesin Pulper Kulit tanduk masih melekat

Prinsip Kerja: menggencet buah kopi dengan silinder yg berputar thd suatu dasar plat yg bertonjolan

Jenis Mesin Pulper

1. Vis-pulper - 3 silinder, untuk menghindari pengulangan pengupasan

2. Raung pulper - pengupasan dan membersihkan lendir, shg tidak diperlukan proses fermentasi dan pencucian terdiri 4 silinder, masing-masing berfungsi: mendorong buah kopi masukmelepaskan daging buah, memudahkan pencucian, mendorong biji kopi keluar

3. Fermentasi

Tujuan: Melepaskan lapisan lendir yang masih melekat pada kulit tanduk Perubahan Selama Fermentasi

1. Pemecahan getah komponen mucilage

2. Komponen gula terpecah menjadi asam

3. Terjadi kesempurnaan warna terutama warna lapisan kulit ari menjadi lebih coklat

Kondisi Fermentasi

o pH 5.5 – 6

o pH 4 (menurun) - fermentasi lebih cepat 2 kali lipat

o pH 3.65 (menurun) - lebih cepat 3 kali lipat

o Penambahan enzim pektinase - lama fermentasi 5 – 10 jam

o Fermentasi spontan selama 36 jam

Perubahan Kulit Ari Biji Kopi

Coklat terjadi dari proses “ browning “ yg disebabkan oleh Oksidasi Polifenol

dicegah dengan pencucian menggunakan air yg bereaksi alkali

Ada 3 Cara Pengolahan yang terkait dengan fermentasi

1. Cara Basah Tanpa Fermentasi2. Cara Basah Dengan Fermentasi Kering3. Cara Basah Dengan Fermentasi Basah

Fermentasi Kering

Page 37: kuliah perkebunan 1

pencucian pendahuluan, digunduk-gundukkan  ditutup dengan karung goni, dilakukan pengadukan  Apabila lendir mudah lepas - fermentasi selesai 

Fermentasi Basah

pencucian pendahuluan, ditimbun dan direndam dalam bak fermentasi  dilakukan pengantian air rendaman  lama fermentasi: (1.5 – 4.5 hari tergantung iklim dan daerah)  Suhu Fermentasi yang paling baik: 27 –29 oC; pH 5.5 – 6 

4. Pencucian

Tujuan : memisahkan lapisan lendir yang melekat pada biji  Proses: ~ Cara Manual - diaduk dengan tangan/diinjak 

~ Mesin Pencuci - mesin pengaduk yg berputar pada sumbu horisontal

Pencucian telah selesai apabila biji diraba tidak terasa licin - K.A 55% 

 

 

5. Pengeringan

Tujuan : menurunkan kadar air - 6% (syarat pasaran kopi beras)  Proses : 1. Mesin Pengering Masson - lama pengeringan 18-20 jam 

2. Rumah Pengering - 30 – 40 jam

Tahapan Suhu Pengeringan  Tahap I : T=100oC - K.A 30%

Tahap II : T 50 – 60oC - K.A 6 – 8%

Page 38: kuliah perkebunan 1

 

 

 

6. Pengupasan Kulit Tanduk

Dilakukan dengan Mesin Huller - tipe Engelberg  Sebelum dikupas, kopi didiamkan selama 24 jam untuk menyesuaikan

dengan lingkungan  Hasil : 80% dari biji kering berkulit tanduk

 

 

Pengolahan Cara Basah

Page 39: kuliah perkebunan 1

B u ah K op i

S o rtasi K o p i H ijau /H itam

K o pi M erah

P eren dam an(bak syphon )

K o p i K am bang

K o pi M erah /M asak

P en gupasan K u lit B uah(pu lp in g)

K u lit

Ferm entasi(36-96 jam )

P eren dam an &P en cucian

P en gering an80-85 oC (6 jam )75-80 oC (20-24)

S o rtasi

P en gupasan K u litTan duk

K OP IB E R AS K .A

14.5%

D ijem u r

S ecaraK ering

P en gering an d i rum ahasap T 35 oC

K .A 10-13%

Pengolahan Cara Kering

Kebanyakan dilakukan oleh penduduk

Bagi perkebunan besar

kopi yg masih hijau  kopi kering terserang hama  kopi kambangan 

Page 40: kuliah perkebunan 1

B uah K op i

P enjem uran 10-14 hariR um ah p engering T=35oC

K opi Gelon don gan,K .A 18-20%

Tu mb uk & AyakK ulit

K opi Asalan , K .A 18%

P engerin gan K emb aliT=50-60 oC

S o rtasi, K .A 13-14%

K OP I B E R ASK .A 14.5%

Perendangan Kopi

Suhu 200 – 250oC selama 16 – 17 menit  Berdasdrkan suhu perendangan: 

1. Light Roast (rasa lebih asam dari dark ) > 193 – 199oC > berat turun 12 %

2. Medium Roast (pH 5.1) > 204oC > berat turun 14 %3. Dark Roast (pH 5.3 ) > 213 – 221oC > berat turun 16 %

Tahapan dalam proses perendangan 1. Tahap penguapan air (gyrolisis), T = 100oC2. Tahap pyrolisis, Tmulai = 140-160oC; Tpuncak = 190-210oC

Kadar air Kopi Rendang > 1.15%  Perendangan dalam silinder tertutup > rasa asam 

Penggilingan

standar gilingan kopi - menggunakan 3 gilingan dasar (reguler, drip dan fine grind) 

partikel-partikel kopi mempengeruhi aroma > (ukuran 0.3 mm + 40 gram air) lebih baik daripada (0.5 mm + 50 gram air) 

Materi IV-f: Pengolahan Kelapa

Page 41: kuliah perkebunan 1

1. Pendahuluan

Kebutuhan kelapa setiap tahunnya meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Apabila pada tahun 1992 konsumsi kelapa setara kopra didalam negeri setara kopra di dalam negeri sebesar 1,782 juta ton maka pada tahun 1996 konsumsi naik sekitar 7,36 persen atau menjadi 1,913 juta ton. Diperkirakan kebutuhan ini akan terus meningkat pada masa yang akan datang mengingat pola hidup masyarakat pada masa yang akan datang tidak dapat dilepaskan dari kelapa dan hasil olahannya.  

Komoditas kelapa merupakan bahan baku untuk menghasilkan berbagai macam produk penting, seperti minyak kelapa, tepung kelapa, karbon aktif, gula kelapa, dan lain-lain. Pabrik pengolahan kelapa tersebut banyak yang beroperasi di bawah kapasitas, bahkan ada yang terancam gulung tikar yang dikarenakan tidak kontinyunya pasokan bahan baku dan harga yang cenderung berfluktuatif.  

Menurut perkiraan bahwa jumlah penduduk dunia pada tahun 2010 adalah sekitar 6,4 milyar dan tentunya kebutuhan kelapa dan bahan olahanya juga mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari  konsumsi dunia terhadap minyak kelapa, bungkil dan tepung kelapa dalam kurun waktu 5 tahun (1992 – 1996) yang mengalami peningkatan. Konsumsi minyak kelapa naik 1,31 persen dari 2,9 juta ton pada tahun 1992 menjadi 3,9 juta ton pada tahun 1996, bungkil naik dari 1,71 juta ton menjadi 1,8 juta ton (2,14%) dan tepung kelapa dari 166,5 ribu ton menjadi 172,7 ribu ton (1,22%);  

Selama ini produk olahan kelapa yang dihasilkan masih terbatas baik dalam jumlah maupun jenisnya. Padahal seperti diketahui sebagai the tree of life banyak sekali yang dapat dimanfaatkan dari setiap bagian pohon kelapa. Produk-produk yang dapat dihasilkan dan banyak diminati dengan nilai ekonomi tinggi diantaranya adalah arang aktif, serat sabut, tepung kelapa, krim, serta oleokimia yang dapat menghasilkan asam lemak, metil ester, fatty alcohol, fatty amine, fatty nitrogen, glycerol, dan lain-lainnya. Demikian pula

Page 42: kuliah perkebunan 1

batang pohon kelapa merupakan bahan baku industri rumah tangga untuk menghasilkan perlengkapan rumah tangga (furniture) yang memiliki prospek untuk dikembangkan.  

Tantangan dalam usaha agribisnis perkelapaan mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan aspek teknis, ekonomis, ekologis, dan politik antara lain adalah: (a) Pesatnya penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku minyak goreng di dalam negeri dan semakin menggeser posisi minyak kelapa, sehingga perlu upaya penganekaragaman produk kelapa dan ikutannya yang berorientasi pasar global; (b) Areal tanaman tua yang belum direhabilitasi/diremajakan cukup luas sehingga mempengaruhi/mereduksi tingkat produktivitas per hektar, dan disamping itu bibit unggul kelapa (local) belum berkembang penggunaannya sehingga mewarnai mutu tanaman yang ada pada saat ini; (c) Semakin tingginya tuntutan konsumen (terutama di negara maju) untuk produk-produk pertanian, termasuk produk kelapa, terutama dari aspek kesehatan, yang diimplementasikan dengan penetapan standar internasional (ISO); (d) Dalam era otonomi daerah, prakarsa dan tanggung jawab pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan agribisnis perkelapaan di Indonesia merupakan tugas pemerintah daerah, sedangkan pemerintah pusat perannya hanya sebagai fasilitator, stimulator dan regulator. Kegiatan pembangunan ekonomi itu sendiri dilakukan oleh masyarakat, dalam kaitan ini, peran pelaku usaha dan pemerintah daerah menjadi semakin penting dan sangat menentukan.  

Peluang dalam usaha agribisnis perkelapaan mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan aspek teknis, ekonomis, ekologis, dan politik antara lain adalah: (a) Adanya pangsa pasar dunia yang relatif mapan untuk produk minyak kelapa dan kecenderungan harga minyak kelapa lebih stabil dibandingkan dengan CPO. (b) Potensi untuk pengembangan produk (product development) cukup luas dan terbuka, sehingga akan memperluas segmen pasar. (c) Lahan diantara pertanaman kelapa berpotensi untuk diversifikasi usaha, sehingga pengembangan cabang usahatani lainnya dalam areal yang sama akan dapat meningkatkan produktivitas usahatani. (d) Tersedianya teknologi tepat guna, baik pada subsistem hulu, on-farm, dan hilir (benih/bibit unggul local, system usahatani yang lebih

Page 43: kuliah perkebunan 1

efisien, pengolahan kelapa terpadu, dll), yang dapat mendukung usaha diversifikasi produk, sekaligus meningkatkan efisiensi pemanfaatan bahan olah (zero waste), dan membuka peluang bagi petani untuk mendapatkan nilai tambah. (e) Adanya dukungan industri rumah tangga, kecil dan menengah yang membutuhkan bahan baku kelapa termasuk bahan ikutannya, (f) Tersedia areal pengembangan seluas 15,2 juta ha (baik lahan kering maupun lahan basah). (g) Produk kelapa dan hasil sampingnya bersifat biodegradable (bersahabat dengan lingkungan). Dari 114 perusahaan pengolah produk kelapa/minyak kelapa dengan kapasitas total 2,4 juta ton beroperasi di bawah kapasitas yaitu 800 ribu ton. (f) Masih tersedianya areal pengembangan terutama di daerah pasang surut.

Kembali ke Kelompok Materi 4

Komoditas Selanjutnya

Presentasi PowerPoint

Materi IV-g: Pengolahan Tembakau

1. Pendahuluan Tembakau (Nicotiana spp., L.) adalah genus tanaman yang berdaun

lebar yang berasal dari daerah Amerika Utara dan Amerika Selatan. Daun dari pohon ini sering digunakan sebagai bahan baku rokok, baik dengan menggunakan pipa maupun digulung dalam bentuk rokok atau cerutu. Daun tembakau dapat pula dikunyah atau dikulum, dan ada pula yang menghisap bubuk tembakau melalui hidung.

Tembakau mengandung zat alkaloid nikotin, sejenis neurotoxin yang sangat ampuh jika digunakan pada serangga. Zat ini sering digunakan sebagai bahan utama insektisida.

Page 44: kuliah perkebunan 1

Perkebunan tembakau

Etimologi

Bahasa Indonesia tembakau merupakan serapan dari bahasa asing. Bahasa Spanyol "tabaco" dianggap sebagai asal kata dalam bahasa Arawakan, khususnya, dalam bahasa Taino di Karibia, disebutkan mengacu pada gulungan daun-daun pada tumbuhan ini (menurut Bartolome de Las Casas, 1552) atau bisa juga dari kata "tabago", sejenis pipa berbentuk y untuk menghirup asap tembakau (menurut Oviedo, daun-daun tembakau dirujuk sebagai Cohiba, tetapi Sp. tabaco (juga It. tobacco) umumnya digunakan untuk mendefinisikan tumbuhan obat-obatan sejak 1410, yang berasal dari Bahasa Arab "tabbaq", yang dikabarkan ada sejak abad ke-9, sebagai nama dari berbagai jenis tumbuhan. Kata tobacco (bahasa Inggris ) bisa jadi berasal dari Eropa, dan pada akhirnya diterapkan untuk tumbuhan sejenis yang berasal dari Amerika.

 

Kembali ke Kelompok Materi 4 Komoditas SelanjutnyaPresentasi PowerPoint

Materi IV-j: Pengolahan Karet

Page 45: kuliah perkebunan 1

1. Pendahuluan

Pertumbuhan konsumsi karet alam dunia pada tahun 2000 menunjukkan trend yang melambat, demikian pula untuk tahun 2001 dan 2002. Pergerakan konsumsi karet alam di negara-negara konsumen utama bervariasi. Pada tahun 2000 di Amerika Serikat dan Inggris mengalami pertumbuhan negatif, masing-masing sebesar 1,3% dan 0,8% per bulan. Sementara itu, konsumsi di Jerman dan Jepang pada tahun yang sama meningkat sebesar 2,9% dan 5,5% per bulan. Sedangkan pertumbuhan konsumsi di Perancis mengalami penurunan sebesar 2,9% per bulan. Gambaran tentang pertumbuhan karet alam dalam dua tahun terakhir dapat diikuti pada Tabel 1.

 

Tabel 1.  Pertumbuhan Konsumsi Karet Alam Dunia

 

No. Negara

1999 2000

Karet alam Karet

sintesis Karet alam

Karet sintesis

1. USA 0,8 0,8 -1,3 -0,9

2. Perancis 0,2 3,9 2,9 0,6

3. Jerman 2.4 3,4 5,5 2,3

4. Inggris 0,8 -3,6 -0,8 0

5. Jepang 1,6 2,0 1,2 2,9

6. Lain-lain 0,7 1,1 0 -0,1

7. Dunia 0,8 1,0 0,2 0,2 Sumber : IRSG ( Maret, 2001).

Page 46: kuliah perkebunan 1

Pertumbuhan konsumsi dunia tahun 2000 sebesar 0,2% per bulan,  Pertumbuhan produksi akan menurun dari 2,35% pada periode 1990–2000 dan diperkirakan menjadi 0,9% pada periode 2000-2020. Sedangkan pertumbuhan konsumsi/permintaan karet akan meningkat dari 2,0% pada periode 1990-2000 dan diprediksi akan menjadi 2,5% pada periode 2000-2020.  

Pertumbuhan impor karet alam tahun 2000 menunjukkan trend yang lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan impor karet alam turun dari 1,05% pada periode Januari-Desember 1999 menjadi hanya 0,06% per bulan pada periode yang sama pada tahun 2000. Seperti halnya pada konsumsi, impor karet alam di Amerika Serikat dan Inggris juga menunjukkan pertumbuhan yang negatif yaitu masing-masing sebesar 2,9% dan 0,4% per bulan. Impor karet alam di negara Jerman dan Perancis mengalami pertumbuhan positif pada tahun 2000, masing-masing mencapai sebesar 3,2% dan 1,5% per bulan. Gambaran pertumbuhan impor karet alam dunia dapat diikuti pada Tabel 2 berikut.

 

Tabel 2.  Pertumbuhan Impor Karet Alam Dunia

 

No. Negara

1999 2000

Karet alam Karet

sintesis Karet alam

Karet sintesis

1. USA -0,9 0,6 -2,9 0,7

2. Perancis 0,2 4,1 1,5 0,5

3. Jerman 0.4 3,0 3,2 -0,8

4. Inggris 0,5 -2,2 -0,4 -1,5

5. Jepang 2,6 2,3 0,1 3,3

6. Lain-lain 1,6 1,5 1,0 1,2

7. Dunia 1,0 1,0 0,1 0,9 Sumber : IRSG ( Maret, 2001).  

Page 47: kuliah perkebunan 1

Dalam situasi harga karet alam dunia di berbagai pasar sepanjang tahun 2000 dan awal 2001  mengalami tekanan yaitu masih berada dibawah US$ 1 per kg, ternyata pada periode Juli - Nopember 2000 produksi karet alam dari negara Thailand tetap meningkat sebesar 0,6%, akibatnya total produksi karet alam dunia pada periode yang sama tetap meningkat, meskipun produksi karet alam Indonesia dan Malaysia menunjukkan  kecenderungan  menurun, masing-masing sebesar –4,5% dan –4,0%.

 

Dalam kondisi harga karet alam yang masih rendah, ekspor karet alam dari negara Thailand dan Malaysia menunjukkan peningkatan sebesar 39,6% dan 3,3%, sementara itu pada periode yang sama ekspor dari Indonesia cenderung menurun sebesar 4,9%, sehingga ekspor karet alam dunia meningkat 3,25%.

 

Stok karet alam dunia menunjukkan kecenderungan yang sedikit berbeda, stok karet alam di negara produsen turun sejak tahun 1999 dan diikuti dengan naiknya stok karet alam di negara konsumen.

 

Prospek perkaretan dunia diperkirakan akan tetap cerah dengan semakin kuatnya kesadaran akan lingkungan dan beberapa pabrik ban terkemuka dunia mulai memperkenalkan jenis ban “green tyres” yang kandungan karet alamnya lebih banyak (semula 30-40% menjadi 60-80%), serta jumlah perusahaan industri yang menggunakan bahan baku karet semakin meningkat. Disamping itu dengan semakin berkurangnya sumber-sumber ladang minyak bumi dan batu bara (un-renewable)  sebagai bahan baku karet sintetis, persaingan dengan produk substitusi ini semakin berkurang.

 

Produksi karet di Malaysia terus mengalami penurunan karena kebijakan pemerintahnya lebih berkonsentrasi pada industri hilir, dan juga telah mengalihkan sebagian areal pertanaman karetnya menjadi areal kelapa sawit. Sedangkan Thailand diperkirakan produksi karet alamnya akan mengalami penurunan disebabkan oleh adanya pemindahan daerah pengembangan ke wilayah bagian utara yang produktivitasnya lebih rendah serta kendala dalam memenuhi tenaga kerja (terbatasnya tenaga kerja). Namun kedepan negara yang perlu diwaspadai sebagai pesaing

Page 48: kuliah perkebunan 1

baru yaitu Vietnam. Untuk itu, Indonesia dengan beberapa keunggulan yang ada antara lain seperti ketersediaan lahan yang sesuai, produktivitas tanaman yang masih dapat ditingkatkan, mempunyai peluang untuk menjadi nomor satu dunia. Malaysia dan Thailand menghadapi kendala keterbatasan lahan yang sesuai dan produktivitas yang sulit ditingkatkan lagi.

 

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Free University, Belanda, diproyeksikan bahwa konsumsi karet sampai dengan tahun 2020 akan tetap meningkat baik untuk karet alam maupun sintetik. Proyeksi konsumsi karet alam dunia pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 13,472 juta ton dan proyeksi produksi sebesar 7,8 juta ton. Dengan demikan terjadi kekurangan pasokan karet alam sebesar 5,654 juta ton, yang merupakan peluang bagai pasar karet alam Indonesia.

 

Perkebunan karet merupakan industri layaknya sebuah pabrik komoditas lainnya, dan dirancang secara khusus untuk menghasilkan getah karet sebanyak-banyaknya. Dengan alasan ini maka tiga hal perlu diperhatikan dengan sehubungan dengan perkebunan karet ini, yaitu:

Sistem perakaran tanaman harus baik agar tahan lama  Batang tanaman harus sehat agar dapat menghasilkan getah yang

banyak  Kanopi harus baik untuk memfasilitasi fotosintesis. 

 

2. Pengolahan Karet

Berikut adalah uraian secara singkat produksi karet alam di perkebunan, mulai dari pembibitan hingga pengepakan dan pengangkutan.

1. Setelah ditumbuhkan dalam polybag, tanaman karet ditanam pada lahan pembibitan sebelum ditanam di lahan produksi. 

Page 49: kuliah perkebunan 1

2. Bibit-bibit tanaman karet dibiarkan tumbuh untuk selama kurang lebih 6 tahun sebelum siap disadap getahnya.

3. Penyadapan getah dilakukan dengan menyayat kulit batang dari tanaman karet membentuk garis dengan kemiringan tertentu sehingga getah keluar dari kulit yang tersayat dan mengalir serta menetes. Penyadapan biasanya dilakukan pagi hari supaya getah sudah dapat dikumpulkan sebelum hari menjelang siang. Selama beberapa jam kemudian getah karet (lateks) keluar dan mengalir mengikuti irisan kulit batang, jatuh ke penampung getah yang berupa mangkuk yangterbuat daritempurung kelapa atau mangkuk aluminium. Getah karet akan berhenti mengalir ketika luka bekas sayatan baru mengering seiring dengan waktu. 

Page 50: kuliah perkebunan 1

Courtesy PTPN VIII, Jawa Barat

5. Kemudian pekerja mengambil getah karet yang terkumpul pada mangkuk penampung menjelang siang pada hari yang sama dan menyatukannya dalam wadah yang lebih besar (semacam ember). 

 

6. Getah karet kemudian dikumpulkan dalam tangki pengangkut yang lebih besar, seraya dilakukan penyaringan dari getah karet untuk memisahkan kotoran yang terbawa bersama getah karet. Getah karet kemudian dibawa ke pabrikpengolahan. 

Page 51: kuliah perkebunan 1

Courtesy PTPN VIII, Jawa Barat

7. Pada tahap ini getah dapat diproses melalui beberapa cara yang umum. Di sini akan diuraikan proses pembuatan Ribbed Smoked Sheet (RSS) yang sangat populer sampai tahun 1960-an, dan masih terus dilakukan sampai saat ini. Pada pabrik pengolahan kecil, lateks kemudian dibekukan dengan menambahkan sedikit asam, dan dicetak pada wadah berbentuk kotak. Setelah membeku, hasil cetakan kemudian dilepas (disebut koagulum) 

Courtesy PTPN VIII, Jawa Barat

8. Koagulum kemudian dipres menggunakan roller mill untuk membuang air yang terkandung di dalamnya, dan membentuk koagulum menjadi lembaran-lembaran karet basah yang disebut ribbed sheet. 

Page 52: kuliah perkebunan 1

Courtesy PTPN VIII, Jawa Barat

9. Ribbed sheet kemudian dipotong-potong dengan ukuran tertentu agar mudah digantung pada rak-rak pengasapan. Kemudian dimasukkan ke dalam rumah pengasapan untuk menjalani proses pengasapan selama beberapa jam. 

Courtesy PTPN VIII, Jawa Barat

11. Ketika dikeluakan dari rumah pengasapan, warna lembaran karet telah berubah menjadi coklat keemasan dan disebut dengan nama ribbed smoked sheet.Kualitas RSS ini kemudian diperiksa secara manual dengan membentangkannya di depan sinar (matahari atau lampu) dan dilakukan pemutuan sesuai dengan standar yang berlaku. 

Page 53: kuliah perkebunan 1

12. Kemungkinan lainnya adalah lateks yang terkumpul dimsukkan ke dalam tangki pengumpulan besar (dengan volume 45 galon) untuk langsung dijual, atau dikenakan beberapa perlakuan terlebih sebelum diproses lebih lanjut atau dijual dalam bentuk lateks cair. 

13. Pada pabrik pengolahan besar, lateks dibekukan pada bak besar yag diberi sekat-sekat sehingga koagulum tercetak sesuai dengan ukuran yang diinginkan. 

 

Kembali ke Tabel Materi

Presentasi PowerPoint

Page 54: kuliah perkebunan 1

Materi IV-b: Pengolahan Kopi

1. Pendahuluan

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh International Coffee Organization (ICO), terlihat bahwa produksi kopi dunia selama tahun 1998 s/d 2001mengalami peningkatan cukup signifikan dan melampaui tingkat konsumsi dunia. Kondisi seperti ini menyebabkan kelebihan pasokan (over supply) lebih dari 40% dari kebutuhan pasar. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebabnya adalah produksi kopi Brazil stabil pada tingkat yang tinggi; terjadinya peningkatan produksi kopi yang tajam di Vietnam; peningkatan produksi pada beberapa produsen utama seperti Meksiko, India, Guatemala, Pantai Gading dan Ethiopia, serta stabilnya tingkat produksi kopi di Indonesia dan Kolumbia.

 Brazil sebagai produsen utama kopi dunia, produksinya stabil diatas

31 juta karung per tahun selama 3 (tiga) tahun terakhir, sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya produksinya selalu berfluktuasi dan terendah mencapai sekitar 16 juta karung. Kondisi yang serupa juga terjadi di Indonesia (berkisar antara 5,8 juta – 8,5 juta karung) dan Kolumbia relatif stabil pada tingkat yang cukup tinggi pada kisaran 9,3 – 12,9 juta karung. Vietnam sebagai negara produsen kopi baru menunjukkan perkembangan produksi kopi hampir 3 kali lipat selama 5 tahun terakhir.

 Total produksi kopi dunia selama 3 tahun terakhir menunjukkan

tingkat yang stabil dan tinggi (sekitar 113 juta karung) yang jauh diatas tingkat konsumsi kopi dunia. Sementara itu, perkembangan konsumsi kopi dunia relatif stabil dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pada tahun 2000 , konsumsi kopi dunia diperkirakan sekitar 102 juta karung per tahun, hal ini disebabkan konsumsi kopi di negara konsumen utama seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat sudah mendekati titik jenuh, sedangkan peningkatan konsumsi kopi di negara lainnya masih rendah. Sebagai dampaknya terjadi akumulasi stok kopi dunia (over supply) sehingga menyebabkan harga kopi dunia terus tertekan.

 Perkembangan harga kopi dunia selama 3 tahun terakhir sangat

dipengaruhi oleh terjadinya surplus pasokan kopi. Pada tahun 1998, harga kopi dunia berdasarkan indikator ICO berada diatas US $c 108/lb,

Page 55: kuliah perkebunan 1

selanjutnya harga terus melemah menjadi US$c 85,72/lb pada tahun 1999 dan pada tahun 2000 terus melemah menjadi US$c 64,25/lb. Keadaan serupa juga terjadi pada triwulan kempat tahun 2000 baik di bursa London maupun di New York. Melemahnya harga kopi robusta di pasar bursa London dan harga kopi arabika di pasar bursa New York terutama dipicu oleh meningkatnya ekspor kopi dari Vietnam yang tidak diimbangi dengan aksi beli oleh pedagang sehingga surplus produksi terus berlanjut sementara itu pelaksanaan program retensi kopi masih belum efektif.

 Penurunan harga kopi yang terjadi berkelanjutan tersebut di pasar

dunia sangat mempengaruhi perkembangan kopi di Indonesia, mengingat sekitar 75% produksi kopinya untuk ekspor. Tertekannya harga kopi dunia, mengakibatkan harga kopi di sentra-sentra kopi domestik sangat rendah dan bahkan berada dibawah biaya produksi. Sebagai dampaknya di beberapa sentra produksi kopi rakyat seperti Propinsi Lampung dan Bengkulu, para petani sudah tidak bergairah untuk melakukan panen kopi. Akibat selanjutnya, kebun-kebun kopi petani  menjadi tidak terurus dan produktivitasnya terus merosot.

 Kondisi terpuruknya perkopian di Indonesia, diperparah dengan

perkembangan kopi di Vietnam yang mengusahakan jenis kopi yang sama dengan Indonesia yaitu Robusta. Vietnam mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan Indonesia, terutama dalam hal produktivitas dan mutu, sehingga dikhawatirkan kopi Indonesia akan kalah dalam persaingan yang mengakibatkan kehilangan peluang pasar.

 Tabel 1.  Perkembangan Produksi Kopi Dunia, 1996-2001 (dalam ribu karung)

 

NegaraTahun

1996 1997 1998 1999 2000 2001

1. Brazil 15.784 27.664 22.756 34.547 32.353 31.100

2. Kolumbia 12.878 10.876 12.211 11.088 9.336 12.000

3. Vietnam 3.938 5.705 6.915 6.947 11.264 11.350

4. Indonesia 5.865 8.299 7.756 8.463 6.014 7.300

5. Meksiko 5.527 5.324 5.045 5.051 6.442 6.338

6. India 3.727 3.469 4.735 4.372 5.407 4.917

7. Lainnya 37.928 41.158 36.551 36.040 43.402 39.896

Page 56: kuliah perkebunan 1

8. Dunia 85.647 102.495 95.969 106.508 114.218 112.901 Sumber: International Coffee Organization, Maret 2002

Prospek perkopian kedepan mengacu kepada kondisi perkopian dunia saat ini dan telah terjadi perubahan mendasar yaitu makin meningkatnya produksi Robusta dunia. Sebelum tahun 2000 secara normal komposisi kopi Arabika terhadap kopi Robusta rata-rata sebesar 70:30, namun dalam dua tahun terakhir komposisi ini telah berubah menjadi  60 : 40. Kondisi ini terjadi akibat produksi kopi Brasil dan Kolombia relatif stabil sementara beberapa negara produsen seperti Vietnam, Meksiko, India, Guatemala, Pantai Gading dan Ethiopia mengalami peningkatan produksi. Meningkatnya persentase Robusta disebabkan utamanya oleh kenaikan produksi kopi Robusta Vietnam dan kopi Robusta Connilon Brazil yang signifikan.

 Kedepan nampaknya kondisi ini sepanjang tidak adanya perubahan

iklim yang berarti, masih akan terus berlanjut. Sebagaimana digambarkan melalui data FAO / ICO bahwa pada periode lima tahun kedepan (1993 - 1995 s/d 2005) perkembangan supply dan demand dunia adalah peningkatan produksi, konsumsi, ekspor dan impor berturut-turut sebesar 2,7%, 1,65%, 3,4% dan 2,4%. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut di atas, hanya negara-negara produsen kopi yang memiliki kemampuan daya saing tinggi dalam menciptakan harga, kualitas, citarasa, ragam produk serta kontinuitas supply yang kompetitif yang akan bertahan.

 Tanaman kopi sudah lama dibudidayakan baik oleh rakyat maupun

perkebunan besar. Luas lahan perkebunan kopi di Indonesia cenderung berkurang. Jika pada tahun 1992 luas lahan 1.333.898 ha, maka pada tahun 1997, berkurang 154.055 ha menjadi 1.179.843 ha. Namun demikian, produksinya meningkat dari 463.930 ton pada tahun 1992 menjadi 485.889 ton pada tahun 1997. Pada tahun 1992 ekspor kopi Indonesia mencapai 259.349 ton atau 59% dari total produksi dan nilai yang didapatkan adalah US$ 236.775.000. Sedangkan volume ekspor sampai dengan September 1997 mencapai 372.958 ton atau 77% dari total produksi dengan nilai US$ 577.914. Peningkatan persentase volume kopi yang di ekspor ini cenderung meningkatkan dengan harga kopi pasaran dunia yang dinilai dengan US$. Hal ini juga menyebabkan harga kopi arabika di beberapa daerah meningkat dari Rp. 15.000/kg pada bulan Desember 1997 menjadi Rp. 31.000/kg pada minggu I bulan Agustus 1998. Hal ini juga terjadi pada kopi robusta, walaupun peningkatannya tidak sebesar kopi arabika, yaitu dari Rp. 5.250 pada bulan Desember 1997 menjadi Rp. 22.000/kg pada minggu I bulan Agustus 1998. Harga kopi robusta tersebut adalah harga untuk kualitas I.

 Melihat prospek pasar komoditas kopi tersebut, diperlukan usaha-

usaha untuk meningkatkan produksi dan kualitas kopi, baik melalui usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi kebun. Usaha pengembangan tersebut akan lebih berdaya guna jika melibatkan perkebunan besar dan

Page 57: kuliah perkebunan 1

perkebunan rakyat yang terikat dalam suatu kemitraan usaha. Untuk itulah dalam laporan ini akan dibahas pola kemitraan terpadu dengan melihat aspek kelayakan usaha, yang terdiri dari aspek pemasaran, teknis budidaya, finansial, Aspek Sosial Ekonomi serta bagaimana pola kemitraan terpadu yang sesuai untuk dikembangkan dalam komoditas ekspor.

 2. Aspek Produksi

 Di Indonesia, tanaman kopi dibudidayakan oleh rakyat dan

perkebunan besar di beberapa tempat, antara lain DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, NTT dan Timor-Timur. Dari keseluruhan sentra produksi tersebut, produksi kopinya mencapai 88,37% dari total produksi Indonesia. Pada tahun 1997, luas areal perkebunan kopi diperkirakan 1.179.843 ha dengan produksi 485.889 ton. Nilai tersebut lebih tinggi 1.480 ha dan 7.038 ton dari tahun sebelumnya. Potensi lahan yang masih dapat dikembangkan untuk perkebunan kopi diperkirakan sekitar 790.676 ha. Pada Tabel 2 dapat dilihat perkembangan luas areal produksi kopi di Indonesia.

Page 58: kuliah perkebunan 1

Tabel 2. Luas Areal Dan Produksi Kopi di Indonesia

Tahun Luas Areal (ha) Produksi (ton)

1990 1.069.848 412.767

1991 1.119.854 428.305

1992 1.133.898 436.930

1993 1.147.567 438.868

1994 1.140.385 450.191

1995 1.167.511 457.801

1996*) 1.178.363 478.851

1997**) 1.179.843 485.889 *) Angka sementara **) Angka estimasi per 11 Maret 1998. Sumber : Website Deptan www.deptan.go.id

Menurut FAO, pada tahun 1997, diantara negara-negara penghasil kopi di dunia, luas panen kopi di Indonesia berada ditingkat keempat sesudah Brazil, Cote d' Ivoire dan Colombia (Tabel 3). Walaupun demikian, produktivitas perkebunan kopi di Indonesia masih rendah dan berada di urutan ke -53 (yaitu 375 kg/ha) dari 80 negara penghasil kopi dunia. Produktivitas perkebunan kopi yang tertinggi adalah negara Martineque (2,5 ton/ha), kemudian disusul oleh China dan Vietnam, masing-masing 2, 0 dan 1,8 ton/ha.

Tabel 3. Luas Panen Perkebunan Kopi di Beberapa Negara (ha)

Tahun BrazilCote 'd Ivoire

Colombia Indonesia Mexico Dunia

Page 59: kuliah perkebunan 1

19901991199219931994199519961997

2.905.8182.767.4392.498.4892.257.1972.097.6501.868.0271.989.8902.036.460

1.323.9001.215.0001.220.0001.225.0001.385.0001.415.0001.405.0001.405.000

1.000.0001.020.0001.085.000

955.000926.000

1.042.541965.000

1.041.480

746.759760.308793.000810.000797.000810.000810.000800.000

587.235643.264686.222697.839741.311724.974745.386750.541

11.308.96011.169.32010.968.10010.570.84010.521.87010.572.16010.677.66010.748.880

Sumber : FAO, http://www.fao.org

3. Aspek Pemasaran

Produksi kopi dunia pada tahun 1998/1999 diperkirakan akan mencapai 6,45 juta ton (107, 5 ribu karung), lebih tinggi 14% dari angka yang diperbarui untuk tahun 1997/1998. Dari jumlah tersebut, diperkirakan 2,14 juta ton berasal dari Brasilia dan 396 ribu ton (6.600 ribu karung) dari Indonesia (lihat Tabel 3). Kopi yang diekspor oleh negara-negara penghasil kopi diperkirakan akan mencapai 4,87 juta ton atau meningkat 7% dari tahun sebelumnya.

Ditinjau dari aspek pasar, peningkatan produksi dan ekspor dari negara penghasil kopi tersebut akan menurunkan harga kopi di pasaran dunia. Harga kopi arabika dari Brasilia di pasar (spot market) New York pada bulan mei 1998 adalah US$ 1,25/lb (US$ 2,5/kg), lebih rendah 12% dari bulan sebelumnya dan turun 41% dibandingkan bulan Mei 1997.

Tabel 4. Perkiraan Produksi Kopi Dunia (green beans) oleh USDA (satuan dalam ribuan dengan isi per karung @ 60 kg)  

Region and Country 1995/96 1996/97 1997/98 1998/99

 NORTH AMERIKA 19.387 19.265 18.693 18.410

 SOUTH AMERKA 34.712 43.250 38.390 51.375

 AFRIKA 18.491 20.274 17.563 18.257

 ASIA - - - -

   India 3.717 3.417 3.800 3.500

   Indonesia 5.800 7.900 7.000 6.600

Page 60: kuliah perkebunan 1

   Laos 150 150 150 150

   Malaysia 158 160 160 160

   New Caledonia 5 5 5 5

   Papua New  Guinea 1.000 1.075 900 1.000

   Philppines 876 980 700 725

   Sri Langka 60 60 60 60

   Thailand 1.300 1.400 1.300 1.300

   Vietnam 3.937 5.783 5.450 5.800

   Yemen 150 175 150 150

   ASIA  total 17.153 21.105 19.675 19.450

WORLD TOTAL 89.743 103.894 94.321 107.492Sumber : Coffe new : http:/www.vinews.com, Lastupdated 7/21/98

Peningkatan produksi dunia tersebut tidak sejalan dengan yang terjadi di Indonesia. Produksi kopi di Indonesia pada tahun 1998/99 diperkirakan 396 ribu ton, berkurang 5,7% dari tahun sebelumnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh pengaruh kekeringan akibat El Nino. Namun demikian konsumsi kopi di Indonesia diperkirakan akan meningkat dari 124 ton pada tahun 1997/1998 menjadi 125,4 ribu ton pada tahun 1998/99. Peningkatan yang tidak terlalu tinggi ini disebabkan oleh tingkat konsumsi per kapita yang masih rendah, yaitu sekitar 629 gram pada tahun 1996/97 dan harga kopi yang diperkirakan akan meningkat sesuai dengan peningkatan kurs dollar. Kondisi tersebut akan berpeluang untuk lebih memacu usaha ekspor kopi keluar negeri. Di Amerika Serikat, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dari 35 negara pengekspor kopi ke negara tersebut (Tabel 4).

4. Aspek Budidaya

Tanaman kopi (coffea. sp) yang ditanam di perkebunan rakyat pada umumnya adalah kopi jenis Arabica (Coffea Arabica), Robusta (Coffea Canephora), Liberika (Coffea liberica) dan hibrida (hasil persilangan antara 2 varietas kopi unggul). Beberapa klon kopi unggul, khususnya untuk kopi arabika telah disebarluaskan di sentra-sentra penghasil kopi. Klon-klon tersebut antara lain adalah Kartika 1 dan 3, USDA 762, lini S 795, $ 1934 dari India dan hibrido de timor dari Timor-Timur. Kedua klon yang terakhir

Page 61: kuliah perkebunan 1

masih dikembangkan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember. Sedangkan untuk jenis robusta, klon-klon unggul yang telah dikembangkan antara lain adalah BP 409, BP 358, SA 237, BP 234, BP 42 dan BP 288.

Dalam aspek produksi ini, hal-hal yang dibahas menyangkut kesesuaian lingkungan; pembukaan lahan; penanaman dan penaungan; pemupukan; pengendalian hama; penyakit dan gulma; pemangkasan; pemanenan; serta pascapanen dan mutu kopi.

Dalam aspek ini hal yang perlu diperhatikan antara lain pengadaan bibit yang harus menggunakan bibit bersretifikat, terutama apabila proyek membutuhkan bibit dalam jumlah besar. Untuk itu perlu kerja sama dengan Dinas Perkebunan setempat atau langsung menghubungi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember. Demikian juga dalam hal kerawanan menghadapi serangan penyakit. Selain itu, karena kopi Arabika mensyaratkan ketinggian lokasi tertentu disamping persyaratan teknis lainnya, maka penentuan lokasi proyek harus dikaji secara cermat.

4.1. Kesesuaian Lingkungan

Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah ketinggian tempat tumbuh, curah hujan, sinar matahari, angin dan tanah. Kopi robusta tumbuh optimal pada ketinggian 400 - 700 m dpl, tetapi beberapa jenis diantaranya masih dapat tumbuh baik dan mempunyai nilai ekonomis pada ketinggian di bawah 400 m dpl.  Sedangkan kopi arabika menghendaki tempat tumbuh yang lebih tinggi dari pada kopi robusta, yaitu antara 500 - 1.700 m dpl.

Curah hujan yang optimum untuk kopi (arabika dan robusta) adalah pada daerah-daerah yang mempunyai curah hujan rata-rata 2.000 - 3.000 mm per tahun, mempunyai bulan kering (curah hujan < 100 mm per bulan) selama 3 - 4 bulan dan diantara bulan kering tersebut ada periode kering sama sekali (tidak ada hujan) selama 2 minggu - 1,5 bulan. Tanaman kopi umumnya menghendaki sinar matahari dalam jumlah banyak pada awal musim kemarau atau akhir musim hujan. Hal ini diperlukan untuk merangsang pertumbuhan kuncup bunga. Angin berperan dalam membantu proses perpindahan serbuk sari bunga kopi dari tanaman kopi yang satu ke lainnya. Kondisi ini sangat diperlukan terutama untuk jenis kopi yang self steril.

Secara umum tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, subur dan kaya bahan organik. Selain itu, tanaman kopi juga menghendaki tanah yang agak masam, yaitu dengan pH 4,5 - 6 untuk robusta dan pH 5,0 - 6,5 untuk kopi arabica.

4.2. Pembukaan Lahan

Page 62: kuliah perkebunan 1

Lahan yang digunakan untuk penanaman kopi dapat berasal dari lahan alang-alang dan semak belukar, lahan primer atau lahan konversi. Pada lahan alang-alang dan semak belukar, cara pembukaan lahan dilakukan dengan pembabatan secara manual atau dengan menggunakan herbisida. Pada lahan primer dilakukan dengan cara menebang pohon-pohon, sedangkan yang dari lahan konversi dilakukan dengan menebang atau membersihkan tanaman yang terdahulu.

 4.3. Penanaman dan penaungan  

Penanaman bibit kopi sebaiknya dilakukan pada awal atau pertengahan musim hujan, sebab tanaman kopi yang baru ditanam pada umumnya tidak tahan kekeringan. Tanaman kopi robusta dianjurkan untuk ditanam dengan jarak 2,5 x 2, 5 m atau 2, 75 x 2, 75 m, sedangkan untuk jenis arabika jarak tanamnya adalah 2,5 x 2,5 m, dengan demikian jumlah pohon kopi yang diperlukan sekitar 1.600 pohon/ha. Untuk penyulaman, sebaiknya dicadangkan lagi 400 pohon/ha. Sebelum tanaman kopi ditanam, harus terlebih dahulu ditanam tanaman pelindung, seperti lamtoro gung, sengon laut atau dadap yang berfungsi selain untuk melindungi tanaman muda dari sinar matahari langsung, juga meningkatkan penyerapan N (Nitrogen) dari udara pada tanaman-tanaman pelindung yang mengandung bintil akar.

Tanaman kopi sering ditanam di lahan yang berlereng. Untuk menghindari erosi dan menekan pertumbuhan gulma dapat ditanam penutup lahan (cover crop) seperti colopogonium muconoides, Vigna hesei atau Indigovera hendecaphila.

4.4. Pemupukan

Pupuk yang digunakan pada umumnya harus mengandung unsur-unsur Nitrogen, Phospat dan Kalium dalam jumlah yang cukup banyak dan unsur-unsur mikro lainnya yang diberikan dalam jumlah kecil. Ketiga jenis tersebut di pasaran dijual sebagai pupuk Urea atau Za (Sumber N), Triple Super Phospat (TSP) dan KCl. Selain penggunaan pupuk tunggal, di pasaran juga tersedia penggunaan pupuk majemuk. Pupuk tersebut berbentuk tablet atau briket di dalamnya, selain mengandung unsur NPK, juga unsur-unsur mikro. Selain pupuk anorganik tersebut, tanaman kopi sebaiknya juga dipupuk dengan pupuk organik seperti pupuk kandang atau kompos.

Tabel 5. Dosis Pemupukan Tanaman Kopi (gram/pohon/tahun)

Tahun ke Urea TSP KCl

1 2 x 25 2 x 20 2 x 20

Page 63: kuliah perkebunan 1

2 2 x 50 2 x 40 2 x 40

3 2 x 75 2 x 60 2 x 40

4 2 x 100 2 x 80 2 x 40

5 - 10 2 x 150 2 x 120 2 x 60

> 10 2 x 200 2 x 160 2 x 80

Sumber : Buku Kegiatan Teknis Operasional Budidaya Kopi, Dit Jen Perkebunan,1996

Pemberian pupuk buatan dilakukan 2 kali per tahun yaitu pada awal dan akhir musim hujan, dengan meletakkan pupuk tersebut di dalam tanah (sekitar 10 - 20 cm dari permukaan tanah) dan disebarkan di sekeliling tanaman. Dosis pemupukan mulai dari tahun pertama sampai tanaman berumur lebih dari 10 tahun.  Adapun pemberian pupuk kandang hanya dilakukan Tahun 0 (penanaman pertama)

4.5. Pengendalian Hama, Penyakit dan Gulma

Hama yang sering menyerang tanaman kopi, adalah penggerek buah kopi (Stephanoderes hampei), penggerek cabang dan hitam buah (Cylobarus morigerus dan Compactus), kutu dompolan (Pseudococcus citri), kutu lamtoro (Ferrisia virgata), kutu loncat (Heteropsylla, sp) dan kutu hijau (Coccus viridis). Sedangkan penyakit yang sering ditemukan adalah penyakit karat daun (Hemileia vastantrix), jamur upas (Corticium salmonicolor), penyakit akar hitam dan coklat (Rosellina bunodes dan R. arcuata), penyakit bercak coklat dan hitam pada daun (Cercospora cafeicola), penyakit mati ujung (Rhizoctonia), penyakit embun jelaga dan penyakit bercak hitam dan buah (Chephaleuros coffea).

Adapun jenis gulma yang sering menganggu tanaman kopi antara lain adalah alang-alang (Imperata Cylindrica), teki (cyperus rotudus), cyanodon dactylon, Salvia sp, Digitaria sp, Oxalis sp, dan Micania cordata.

4.6. Pemangkasan

Page 64: kuliah perkebunan 1

Tanaman kopi jika dibiarkan tumbuh terus dapat mencapai ketinggian 12 m dengan pencabangan yang rimbun dan tidak teratur. Hal ini akan menyebabkan tanaman terserang penyakit, tidak banyak menghasilkan buah dan sulit dipanen buahnya. Untuk mengatasi hal itu, perlu dilakukan pemangkasan pohon kopi terhadap cabang-cabang dan batang-batangnya secara teratur.

Ada empat tahap pemangkasan tanaman kopi yang sering dilakukan, yaitu pemangkasan pembentukan tajuk, pemangkasan pemeliharaan, pemangkasan cabang primer dan pemangkasan peremajaan.

5. Panen dan Pascapanen

Tanaman kopi yang terawat dengan baik dapat mulai berproduksi pada umur 2,5 - 3 tahun tergantung dari lingkungan dan jenisnya. Tanaman kopi robusta dapat berproduksi mulai dari 2,5 tahun, sedangkan arabika pada umur 2,5 - 3 tahun.

Jumlah kopi yang dipetik pada panen pertama relatif masih sedikit dan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman sampai mencapai puncaknya pada umur 7 - 9 tahun. Pada umur puncak tersebut produksi kopi dapat mencapai 9 - 15 kuintal kopi beras/ha/tahun untuk kopi robusta dan 5 - 7 kuintal kopi beras/ha/tahun untuk kopi arabika. Namun demikian, bila tanaman kopi dipelihara secara intensif dapat mencapai hasil 20 kuintal kopi beras/ha/tahun.

Berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam satu siklus produksi (dapat berlangsung hingga tahun ke-21), studi ini membuat asumsi produktivitas tanaman seperti terlihat pada Tabel 6. Rata-rata produktivitas dalam 21 tahun adalah 441 kg/ha.

Tabel 6. Perkiraan Produktivitas Biji Kopi Kering 14% kadar air (kg/ha)

Tahun ke Asumsi (kg/ha)

34567891011121314

350400450550600650650600550500500450

Page 65: kuliah perkebunan 1

1516171819202122

450400400400350350300300

Tanaman kopi ditanam untuk menghasilkan buah kopi yang fungsi utamanya digunakan sebagai bahan minuman penyegar. Dengan demikian penanganan pascapanen yang baik akan menentukan kualitas biji kopi yang dihasilkan.

Pengolahan biji kopi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara basah (wet process) dan cara kering (dry process). Pengolahan cara basah (mutu WIB) memerlukan proses yang cukup memakan waktu dan tenaga, antara lain dengan melakukan proses fermentasi biji, sehingga hanya dilakukan di perkebunan besar. Sedangkan cara kering (mutu OIB) untuk perkebunan dan (GB) untuk rakyat, umumnya dilakukan oleh petani karena prosesnya yang lebih sederhana dari pada proses basah. Kedua cara tersebut akan menentukan kualitas kulit tanduk dan kulit arinya, baik yang diproses dengan cara kering dan cara basah dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.

Tabel 7. Syarat Mutu Ekspor Kopi GB atau OIB

Jenis Mutu

Triaga, %

w/w, max

KadarAir, %

w/w,max

Lolos Ayakan 8 Mesh, %w/w, max

Kotoran, % w/w,

max

Bau Apek dan

bulukan

Permukaan Biji

EK - I   (GB 3/5% ) 5 14,5 2 0,5 Bebas -

EK - II  (GB 5/7%) 7 14,5 2 0,5 Bebas -

EK – III (GB 10/12%)

12 14,5 2 1 Bebas -

ROB 20 -25 (GB 20/25%)

23 14,5 2 2 Bebas -

AP – I 5 14,5 2 0 BebasHalus dan Mengkilap

Page 66: kuliah perkebunan 1

AP – II 7 14,5 2 0 BebasHalus dan Mengkilap

AP – III 12 14,5 2 1 Bebas Halus dan

AP – 15 15 14,5 2 1 Bebas Mengkilap

Sumatera Arabica DP

2 14,5 2 0 Bebas -

Arabica Kalosi DP 2 14,5 2 0 Bebas -

Arabica Ratepao 2 14,5 2 0 Bebas -

Arabica Bali DP 3 14,5 2 0 Bebas -

Arabica Bali Sp 3 14,5 2 0 Bebas -Sumber : Amir M.S . 1993, Seluk beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta

Tabel 8. Syarat Mutu Ekspor Kopi Biji WIB untuk jenis Robusta

JenisMutu

Triaga%W/w max

Dimakan bubuk

1 lubang,% w/w,

max

Kadar Air,

% w/w,max

Ukuran Biji < 5,5

mm, % w/w,max

Kotoran,

% w/w,max

Baubusu

k

BintikBintik(spot) Biji

Hitam

Biji terbakar

BijiPecah

WIB I 0,25 0,25 0,25 5 14 2,5 0,5 Bebas Bebas

WIB II 1 5 - - 14 - 0,5 Bebas -Sumber: ir M.S . 1993, Seluk beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta

8. Pengolahan Kopi (Kopi Bubuk)

Pembuatan kopi bubuk banyak dilakukan oleh petani, pedagang pengecer, industri  kecil dan pabrik.  Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasanya hanya dilakukan secara tradisional dengan alat-alat sederhana.  Hasilnya pun  biasanya  hanya dikomsumsi sendiri atau dijual bila ada pesanan.  Pembuatan kopi bubuk oleh pedagang pengecer dan industri

Page 67: kuliah perkebunan 1

kecil sudah agak meningkat, dengan mesin-mesin yang cukup baik, tetapi masih dalam jumlah yang terbatas.  Hasilnya biasanya hanya dipasarkan sendiri atau dipasarkan kepada pedagang-pedagang pengecer lainnya yang lebih kecil.

Pembuatan kopi bubuk oleh pabrik biasanya dilakukan secara modern dengan skala yang cukup besar.  Hasilnya dipak dalam bungkus yang rapi dengan menggunakan kertas alumunium foil, agar terjamin kualitasnya, serta dipasarkan ke berbagai daerah yang lebih luas.

Pembuatan kopi bubuk bisa dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap perendangan dan tahap penggilingan.

a. Perendangan (Penyangraian)

Perendangan atau sering disebut penyangraian adalah proses pemanasan kopi beras pada suhu 200o – 225o C yang bertujuan untuk mendapatkan kopi rendang yang berwarna coklat kehitaman. Dalam proses perendangan ini biji kopi akan mengalami dua tahap proses penting, yaitu penguapan air pada suhu 100o C dan pirolisis pada suhu 180o – 225o C. Pada tahap pirolisis, kopi mengalami perubahan-perubahan kimia antara lain penggarangan serat kasar, terbentuknya senyawa volatil, pengguapan zat-zat asam, dan terbentuknya zat beraroma khas kopi.

 

Pada proses perendangan, kopi juga akan mengalami perubahan-perubahan warna yaitu berturut-turut dari hijau atau coklat muda menjadi coklat kayu manis, kemudian menjadi hitam dengan permukaan berminyak. Bila kopi sudah berwarna kehitaman dan mudah pecah (retak) maka penyangraian segera dihentikan, kopi segera diangkat dan didinginkan.

 

Perendangan bisa dilakukan secara terbuka atau tertutup. Perendangan secara tertutup banyak dilakukan oleh pabrik atau industri-industri pembuatan kopi bubuk untuk mempercepat proses perendangan. Perendangan secara tertutup akan menyebabkan kopi bubuk yang dihasilkan mempunyai rasa agak asam akibat tertahannya air dan beberapa jenis asam yang mudah menguap, tetapi aromanya akan lebih tajam karena senyawa kimia yang mempunyai aroma khas kopi tidak banyak yang menguap. Selain itu kopi akan terhindar dari pencemaran bau yang berasal dari luar seperti bau bahan bakar atau bau gas hasil pembakaran yang tidak sempurna.

 

Perendangan secara tradisional yang umumnya oleh petani dilakukan secara terbuka dengan menggunakan wajan terbuat dari tanah (kuali). Bila alat

Page 68: kuliah perkebunan 1

ini tidak ada bisa pula dilakukan dalam wajan yang terbuat dari besi//baja. Wajan dipanasi hingga cukup panas, kemudian kopi dimasukkan. Kopi harus selalu diaduk agar panas merata dan hasilnya seragam. Bila warna kopi sudah coklat kelam (kehitam-hitaman) dan mudah pecah, kopi segera diangkat dan didinginkan di tempat yang terbuka. Untuk mengetahui apakah kopi mudah pecah atau belum biasanya kopi dipencet dengan jari atau digigit atau dipukul pelan-pelan dengan menggunakan batu (muntu).

 

Perendangan kopi oleh pedagang atau pabrik biasanya dilakukan secara tertutup dengan menggunakan mesin-mesin yang harganya cukup mahal seperti batch roaster, sehingga sering tidak terjangkau oleh industri kecil yang modalnya terbatas. Kini, BPP Bogor telah berhasil merancang mesin penyangrai sederhana dengan kapasitas + 15 kg kopi beras yang harganya cukup murah. Mesin ini mempunyai prinsip hampir sama dengan mesin yang digunakan oleh pabrik sehingga bisa menghasilkan kopi bubuk yang tidak kalah mutunya.

 

Bagian terpenting dari alat penyangrai adalah silinder, pemanas, dan alat penggerak atau pemutar silinder. Cara menggunakannya, pertama-tama silinder dipanaskan hingga suhu tertentu dan diputar dengan kecepatan tertentu tergantung dari tipe alatnya. Pada alat rancangan BPP Bogor silinder dipanaskan hingga suhu + 340o C dengan putaran 20 putaran/menit.

 

Setelah silinder dipanaskan pada suhu dan putaran tertentu, kemudian kopi dimasukkan ke dalam silinder. Sementara itu pemanasan dan pemutaran silinder tetap berlangsung. Bila kopi sudah mencapai tahap roasting point (kopi masak sangrai) pemanasan segera dihentikan dan kopi segera diangkat dan didinginkan. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tahap roasting point tergantung pada jumlah kopi yang disangrai dan jenis alat penyangrai yang digunakan. Pada alat yang dirancang oleh BPP Bogor, untuk menyangrai 15 kg kopi diperlukan waktu + 1 jam, untuk 3 kg kopi diperlukan waktu hanya 15 menit.

b. Penggilingan (Penumbukan)

Penggilingan adalah proses pemecahan (penggilingan) butir-butir biji kopi yang telah direndang untuk mendapatkan kopi bubuk yang berukuran maksimum 75 mesh. Ukuran butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan berpengaruh terhadap rasa dan aroma kopi. Secara umum, semakin kecil ukurannya akan semakin baik rasa dan aromanya, karena sebagian besar bahan-bahan yang terdapat di dalam kopi bisa larut dalam air ketika diseduh. Namun ada sementara orang yang lebih suka bubuk kopi yang tidak terlalu lembut.

Page 69: kuliah perkebunan 1

 

Penggilingan tradisional oleh para petani dilakukan dengan cara menumbuk kopi dengan alat penumbuk yang disebut lumpang dan alu. Lumpang terbuat dari kayu atau batu sedangkan alu terbuat dari kayu. Setelah ditumbuk sampai halus, bubuk kopi lalu disaring dengan ayakan paling besar 75 mesh. Bubuk kopi yang tidak lolos ayakan dikumpulkan dan ditumbuk lagi.

 

Penggilingan oleh industri kecil atau oleh pabrik dilakukan dengan menggunakan mesin giling. Mesin ini biasanya sudah dilengkapi alat pengatur ukuran partikel kopi sehingga secara otomatis bubuk kopi yang keluar sudah mempunyai ukuran seperti yang diinginkan dan tidak perlu disaring lagi.

 

Kopi yang sudah direndang dan digiling mudah sekali mengalami perubahan-perubahan, misalnya perubahan aroma, kadar air, dan ketengikan. Kopi bubuk yang disimpan di tempat yang terbuka akan kehilangan aroma dan berbau tengik setelah 2-3 minggu. Kehilangan aroma ini disebabkan karena menguapnya zat caffeol yang beraroma khas kopi, sedangkan ketengikan disebabkan karena adanya reaksi antara lemak yang terdapat dalam kopi dengan oksigen yang terdapat dalam udara.

 

Untuk menghindari penurunan mutu kopi yang telah direndang selama penyimpanan, sebaiknya kopi disimpan sebelum digiling. Karena kopi rendang yang belum digiling mempunyai daya simpan 2-3 kali kopi yang telah digiling. Kopi yang sudah digiling sebaiknya segera disimpan dan dipak dengan lapisan yang kedap udara (misalnya plastik atau alumunium foil). Di pabrik yang cukup modern kopi bubuk biasanya dipak dalam kemasan atau kaleng yang hampa udara sehingga kopi dapat disimpan lebih lama.

 

9. Komposisi Kopi

 

Minuman kopi bukan hanya sekedar minuman yang beraroma khas dan merangsang karena mengandung kafein, tetapi minuman ini juga mengandung beberapa zat yang bermanfaat bagi tubuh meskipun kadarnya tidak terlalu tinggi. Kadar bahan kimia, vitamin, dan mineral di dalam kopi sebelum dan sesudah direndang bisa dilihat dalam Tabel 16.

Page 70: kuliah perkebunan 1

Tabel 16. Komposisi Kimia, Vitamin, dan Mineral Kopi Sebelum dan Sesudah Direndang.

 

Bahan Kadar (%)

Kopi beras Kopi rendang

Komposisi

Air 11,25 1,15

Kafein 1,21 1,24

Lemak 12,27 14,48

Gula 8,55 0,66

Selulosa 18,07 10,89

Abu 3,92 4,75

Kadar Vitamin dan Mineral Penting

Vitamin B1 0,2 0

Vitamin B2 0,23 0,3

Vitamin B6 0,143 0,011

Vitamin B12 0,00011 0,00006

Sodium 4 1,4

Ferrum 3,7 4,7Sumber : * Jacobe (1959) dalam Ciptadi & Nasution, 1989

** Wellman (1961) dalam Ciptadi & Nasution, 1989

RINGKASAN

Page 71: kuliah perkebunan 1

Istilah Kopi berasal dari bahasa Arab “Kahwa” dengan Negara asal : Abesina

Jenis-jenisnya:

1. Arabika - tahun 1696 – 1699 (diproduksi 41 negara, terbesar Amerika Selatan, Afrika)

2. Liberika - tahun 1875

3. Robusta - tahun 1919 ( diproduksi 36 negara, Afrika, Uganda, Indonesia, Vietnam, India)

Hama dan Penyakit

1. Stephanoderes hampei: hama buah bubuk 2. Hemileia vastatrik : penyakit karat daun

Panen Raya: mulai Mei – Juni | Agustus - September

Daerah luar Jawa berakhir sampai November –Desember

Pohon Industri Kopi

Page 72: kuliah perkebunan 1

K ulit tandu k danK ulit Ari(5-10% )

B uah K op i(100% )

K opi B iji(C offee b eans)

- Arab ika (16-18% )- R obusta (20-30% )

K ulit dan D aging B uah(66-77% )

K opi S angrai

K opi B ubuk

K opi E kstrak

K opi C elup

K opi B erkafe inK adar R end ah

U lin

Aran g

Asam Ase tat

E n z im P ektat

P rotein S elTu nggal

P ektin

E tano l

An ggur

C uka Makan

S ilase

Faktor Lamanya Pemanenan:1. Sifat Genetis2. Cara bercocok tanam3. Iklim (masa berbunga, kematangan, periode)

Teknik Pemanenan1. Petik Bubuk (Longsongan) - dilaksanakan menjelang panen besar

Tujuan: Memetik buah yg terserang hama bubuk

2. Lelesan - memungut buah yg luruh ke tanah (pada buah yg terserang hama bubuk)

3. Panen Raya - hanya memetik buah yg masak/tua4. Racutan (Rampasan) - memetik semua buah yg tertinggal di pohon

sampai habisTujuan: memutuskan siklus hama bubuk buah

Komponen Kopi

Page 73: kuliah perkebunan 1

Sifat Fisik dan Kimia

Komposisi Kimia Dipengaruhi:

Tipe Kopi, Tanah tempat tumbuh, Pengolahan biji kopi

Komponen Kopi Beras (%) Kopi Sangrai (%)

Air

Kaffein

Lemak

Gula

Cellulosa

Bahan yg mengandung N

Bahan tdk mengandung N

Abu

11.25

1.21

12.27

8.55

18.07

12.07

32.58

3.92

1.15

1.24

14.48

0.66

10.89

13.98

45.09

4.75

Kaffein - sebagai perangsang, kandungan Arabika : 1-2 % dan Robusta : 1.5 %

Kaffeol - unsur “Flavour” dan “Aroma”

Page 74: kuliah perkebunan 1

Kadar kaffein makin kecil, rasa kopi makin enak

Pengolahan Kopi

Tujuan Pengolahan: 

Memisahkan daging buah, kulit tanduk & kulit ari Kopi Beras (coffea beans) atau market coffea

Berdasarkan cara kerja:

Cara Basah - WIB (west indische bereiding) Cara Kering - OIB (oost indische bereiding)

1. Sortasi Biji Kopi

Pengolahan Cara Basah 1. WIB I : kopi yang utuh, tidak terserang bubuk dan tidak ada cacat

dalam bentuk dan warna

2. WIB II : kopi yang utuh, terserang bubuk, ada cacat sedikit dalam bentuk dan warna

3. WIBp : kopi yang pecah, kecil dan banyak cacat dalam bentuk dan warna

Pengolahan Cara Kering

1. OIB I : kopi yang utuh, tidak ada cacat dalam bentuk dan warna

2. OIB II : kopi yang utuh, ada cacat sedikit dalam bentuk dan warna

3. OIBp : kopi yang pecah, terlalu kecil dan banyak cacat

Standar Mutu Kopi di Indonesia

1. Kadar Air : maks 8% 2. Kadar Abu : maks 6%

3. Kealkalian Abu : 66%

4. Mikroskopis : tdk mengandung campuran

5. Logam Beerbahaya : Negatif

6. Keadaan (Rasa, bau, warna) : normal

2. Pengupasan Buah

Page 75: kuliah perkebunan 1

Dilakukan secara mekanik - mesin Pulper Kulit tanduk masih melekat

Prinsip Kerja: menggencet buah kopi dengan silinder yg berputar thd suatu dasar plat yg bertonjolan

Jenis Mesin Pulper

1. Vis-pulper - 3 silinder, untuk menghindari pengulangan pengupasan

2. Raung pulper - pengupasan dan membersihkan lendir, shg tidak diperlukan proses fermentasi dan pencucian terdiri 4 silinder, masing-masing berfungsi: mendorong buah kopi masukmelepaskan daging buah, memudahkan pencucian, mendorong biji kopi keluar

3. Fermentasi

Tujuan: Melepaskan lapisan lendir yang masih melekat pada kulit tanduk Perubahan Selama Fermentasi

1. Pemecahan getah komponen mucilage

2. Komponen gula terpecah menjadi asam

3. Terjadi kesempurnaan warna terutama warna lapisan kulit ari menjadi lebih coklat

Kondisi Fermentasi

o pH 5.5 – 6

o pH 4 (menurun) - fermentasi lebih cepat 2 kali lipat

o pH 3.65 (menurun) - lebih cepat 3 kali lipat

o Penambahan enzim pektinase - lama fermentasi 5 – 10 jam

o Fermentasi spontan selama 36 jam

Perubahan Kulit Ari Biji Kopi

Coklat terjadi dari proses “ browning “ yg disebabkan oleh Oksidasi Polifenol

dicegah dengan pencucian menggunakan air yg bereaksi alkali

Ada 3 Cara Pengolahan yang terkait dengan fermentasi

1. Cara Basah Tanpa Fermentasi2. Cara Basah Dengan Fermentasi Kering3. Cara Basah Dengan Fermentasi Basah

Fermentasi Kering

Page 76: kuliah perkebunan 1

pencucian pendahuluan, digunduk-gundukkan  ditutup dengan karung goni, dilakukan pengadukan  Apabila lendir mudah lepas - fermentasi selesai 

Fermentasi Basah

pencucian pendahuluan, ditimbun dan direndam dalam bak fermentasi  dilakukan pengantian air rendaman  lama fermentasi: (1.5 – 4.5 hari tergantung iklim dan daerah)  Suhu Fermentasi yang paling baik: 27 –29 oC; pH 5.5 – 6 

4. Pencucian

Tujuan : memisahkan lapisan lendir yang melekat pada biji  Proses: ~ Cara Manual - diaduk dengan tangan/diinjak 

~ Mesin Pencuci - mesin pengaduk yg berputar pada sumbu horisontal

Pencucian telah selesai apabila biji diraba tidak terasa licin - K.A 55% 

 

 

5. Pengeringan

Tujuan : menurunkan kadar air - 6% (syarat pasaran kopi beras)  Proses : 1. Mesin Pengering Masson - lama pengeringan 18-20 jam 

2. Rumah Pengering - 30 – 40 jam

Tahapan Suhu Pengeringan  Tahap I : T=100oC - K.A 30%

Tahap II : T 50 – 60oC - K.A 6 – 8%

Page 77: kuliah perkebunan 1

 

 

 

6. Pengupasan Kulit Tanduk

Dilakukan dengan Mesin Huller - tipe Engelberg  Sebelum dikupas, kopi didiamkan selama 24 jam untuk menyesuaikan

dengan lingkungan  Hasil : 80% dari biji kering berkulit tanduk

 

 

Pengolahan Cara Basah

Page 78: kuliah perkebunan 1

B u ah K op i

S o rtasi K o p i H ijau /H itam

K o pi M erah

P eren dam an(bak syphon )

K o p i K am bang

K o pi M erah /M asak

P en gupasan K u lit B uah(pu lp in g)

K u lit

Ferm entasi(36-96 jam )

P eren dam an &P en cucian

P en gering an80-85 oC (6 jam )75-80 oC (20-24)

S o rtasi

P en gupasan K u litTan duk

K OP IB E R AS K .A

14.5%

D ijem u r

S ecaraK ering

P en gering an d i rum ahasap T 35 oC

K .A 10-13%

Pengolahan Cara Kering

Kebanyakan dilakukan oleh penduduk

Bagi perkebunan besar

kopi yg masih hijau  kopi kering terserang hama  kopi kambangan 

Page 79: kuliah perkebunan 1

B uah K op i

P enjem uran 10-14 hariR um ah p engering T=35oC

K opi Gelon don gan,K .A 18-20%

Tu mb uk & AyakK ulit

K opi Asalan , K .A 18%

P engerin gan K emb aliT=50-60 oC

S o rtasi, K .A 13-14%

K OP I B E R ASK .A 14.5%

Perendangan Kopi

Suhu 200 – 250oC selama 16 – 17 menit  Berdasdrkan suhu perendangan: 

1. Light Roast (rasa lebih asam dari dark ) > 193 – 199oC > berat turun 12 %

2. Medium Roast (pH 5.1) > 204oC > berat turun 14 %3. Dark Roast (pH 5.3 ) > 213 – 221oC > berat turun 16 %

Tahapan dalam proses perendangan 1. Tahap penguapan air (gyrolisis), T = 100oC2. Tahap pyrolisis, Tmulai = 140-160oC; Tpuncak = 190-210oC

Kadar air Kopi Rendang > 1.15%  Perendangan dalam silinder tertutup > rasa asam 

Penggilingan

standar gilingan kopi - menggunakan 3 gilingan dasar (reguler, drip dan fine grind) 

partikel-partikel kopi mempengeruhi aroma > (ukuran 0.3 mm + 40 gram air) lebih baik daripada (0.5 mm + 50 gram air) 

 

Kembali ke Kelompok Materi 4

Page 80: kuliah perkebunan 1

Komoditas Selanjutnya

Presentasi PowerPoint

Mater II-d: Karakteristik Hasil Perkebunan

Hasil tanaman perkebunan sangat beragam sifatnya, tergantung produk berasal dari bagian apa dari tanaman yang diusahakan, dan hasil akhir yang diharapkan dari pengolahan hasil perkebunan tersebut. Berdasarkan sifatnya, biasanya pengolahan dibedakan menjadi pengolahan primer dan sekunder. Pengolahan primer menghasilkan produk antara, dan dapat dianggap sebagai penanganan pascapanen, sedangkan pengolahan sekunder merupakan lanjutan dari pengolahan primer dan menghasilkan produk yang siap dikonsumsi.

Pada teh, bagian yang diambil adalah pucuk daun dari tanaman teh, sehingga harus segera diolah di pabrik setelah dipanen (pemetikan). Dengan demikian tidak penanganan pascapanen yang diperlukan dalam produksi teh kecuali pengangkutan dari lahan ke pabrik. Tetapi pada tembakau, meski sama-sama berasal dari daun tanaman, penanganan seperti perajangan dan pemeraman dapat dianggap sebagai penanganan primer karena prosesnya cukup sederhana sehingga dapat dilakukan oleh petani dengan peralatan sederhana.

Demikian pula dengan tebu, yang harus segera digiling dan diolah menjadi gula di pabrik-pabrik penggilingan tebu, juga getah karet yang harus segera diolah menjadi salah satu produk antara karet seperti RSS, crepe, crumb rubber, dan lain sebagainya.

Berbeda halnya dengan kopi dan kakao. Kopi dan kakao biasanya mengalami pengolahan sekunder di tingkat petani baru kemudian mengalami pengolahan sekunder di pabrik. Pengolahan primer akan menghasilkan produk biji kopi atau kakao kering yang tahan lama disimpan sehingga meningkatkan kepraktisan dalam hal penanganan selanjutnya, terutama dalam perdagangan dan penyetokan.

Banyak hasil tanaman perkebunan yang harus segera diolah untuk menghindari kerusakan dan penurunan mutu. Tebu misalnya, dalam 24 jam harus segera digiling, bila tidak mutu gula yang dihasilkan akan rendah. Demikian halnya denga sawit, bila tidak segera diolah kandungan minyak akan

Page 81: kuliah perkebunan 1

mengalami reaksi kimia yang berujung pada penurunan mutu dan rendeman pengolahan. Demikian halnya dengan hasil-hasil perkebunan lainnya.

Kembali ke Tabel Materi

Presentasi PowerPoint

TEP440: TEKNIK

PASCAPANENe-Learning Course Content

Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor

Home

Informasi Mata KuliahMateri Kuliah

Soal-soal

Kelompok Materi 3

Panen dan Penanganan Pascapanen

 

Perubahan pada hasil pertanian yang umumnya adalah penurunan mutu dimulai saat produk dipanen, jadi penanganan pascapanen harus dimulai sejak produk dipanen. Dengan kata lain, masa simpan hasil pertanian dihitung sejak ketika produk dipanen. Dengan demikian, ketuaan saat panen, cara panen, dan pada beberapa kasus, waktu panen adalah faktor-faktor penting yang berkaitan dengan mutu dan masa simpan dari hasil pertanian dan dapat mempengaruhi cara penanganan produk, pentyimpanan, transportasi, dan pemasaran. Segera setelah dipanen, penanganan di lahan, pengepakan dan transportasi produk dari lahan dapat mencegah penurunan mutu akibat perubahan fisiologis. Hal utama yang harus dilakukan pada periode ini adalah perlindungan produk untuk mencegah terjadinya peristiwa-peristiwa penyebab turunnya mutu sebagai dasar bagi penanganan pascapanen pada tahap-tahap selanjutnya.

 

             Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan pascapanen berbeda untuk

Presentasi Powerpoint