Kuda Generasi dan Kuda Pacu Indonesia - repository.ipb.ac.id · (G3) dan generasi keempat (G4) atau...

14
TINJAUAN PUSTAKA Kuda Generasi dan Kuda Pacu Indonesia Kuda pacu Indonesia (KPI) merupakan kuda Indonesia hasil grading up dari kuda betina Indonesia dengan pejantan Thoroughbred sampai generasi ketiga (G3) dan generasi keempat (G4) atau hasil perkawinan diantaranya yang memiliki sertifikat kuda pacu Indonesia yang terdaftar pada biro registrasi kuda. Perkembangan perkudaan di Indonesia mengikuti arah persilangan terhadap darah Thoroughbred dengan sistem persilangan grading up sesuai keputusan Pordasi tahun 1975. Grading up adalah usaha persilangan untuk membentuk ras baru yang memanifestasikan karakter tertentu dengan cara menyilangkan betina lokal dengan pejantan ras lain yang diinginkan. Komposisi darah kuda pacu Indonesia hasil grading up adalah 87,5% darah kuda Thoroughbred dan 12,5% darah kuda lokal untuk G3, 93,75% darah kuda Thoroughbred dan 6,25 % darah kuda lokal untuk G4, dan 90,625% darah kuda Thoroughbred dan 9,375% darah kuda lokal untuk perkawinan G4 x G4. Jumlah kuda pacu Indonesia sampai tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah kuda yang terdaftar di Biro Registrasi Kuda Indonesia tahun 2009 - 2010 (Widyananta 2011). Jenis Kuda Jumlah Total Kuda di tahun 2009 (ekor) Penambahan tahun 2010 (ekor) G1 1986 9 G2 2289 30 G3 1806 85 G4 795 87 KPI 120 24 G5 101 23 G6 11 2 Jumlah Total 7108 260 Sistem Reproduksi Kuda Betina Pemahaman mengenai anatomi normal saluran reproduksi kuda betina sangat penting untuk membedakan antara kondisi normal dan kelainan reproduksi. Tampilan morfologi bagian caudal saluran reproduksi dan kondisi normal perineum sangat penting untuk menjaga fertilitas kuda. Distorsi umum dari anatomi normal dapat menyebabkan adanya udara di dalam vagina sehingga memungkinkan bakteri dapat mencapai bagian cranial saluran reproduksi

Transcript of Kuda Generasi dan Kuda Pacu Indonesia - repository.ipb.ac.id · (G3) dan generasi keempat (G4) atau...

3

TINJAUAN PUSTAKA

Kuda Generasi dan Kuda Pacu Indonesia

Kuda pacu Indonesia (KPI) merupakan kuda Indonesia hasil grading up

dari kuda betina Indonesia dengan pejantan Thoroughbred sampai generasi ketiga

(G3) dan generasi keempat (G4) atau hasil perkawinan diantaranya yang memiliki

sertifikat kuda pacu Indonesia yang terdaftar pada biro registrasi kuda.

Perkembangan perkudaan di Indonesia mengikuti arah persilangan terhadap darah

Thoroughbred dengan sistem persilangan grading up sesuai keputusan Pordasi

tahun 1975. Grading up adalah usaha persilangan untuk membentuk ras baru

yang memanifestasikan karakter tertentu dengan cara menyilangkan betina lokal

dengan pejantan ras lain yang diinginkan. Komposisi darah kuda pacu Indonesia

hasil grading up adalah 87,5% darah kuda Thoroughbred dan 12,5% darah kuda

lokal untuk G3, 93,75% darah kuda Thoroughbred dan 6,25 % darah kuda lokal

untuk G4, dan 90,625% darah kuda Thoroughbred dan 9,375% darah kuda lokal

untuk perkawinan G4 x G4. Jumlah kuda pacu Indonesia sampai tahun 2010

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah kuda yang terdaftar di Biro Registrasi Kuda Indonesia tahun 2009 - 2010 (Widyananta 2011).

Jenis Kuda Jumlah Total Kuda di tahun 2009 (ekor)

Penambahan tahun 2010 (ekor)

G1 1986 9 G2 2289 30 G3 1806 85 G4 795 87 KPI 120 24 G5 101 23 G6 11 2

Jumlah Total 7108 260

Sistem Reproduksi Kuda Betina

Pemahaman mengenai anatomi normal saluran reproduksi kuda betina

sangat penting untuk membedakan antara kondisi normal dan kelainan reproduksi.

Tampilan morfologi bagian caudal saluran reproduksi dan kondisi normal

perineum sangat penting untuk menjaga fertilitas kuda. Distorsi umum dari

anatomi normal dapat menyebabkan adanya udara di dalam vagina sehingga

memungkinkan bakteri dapat mencapai bagian cranial saluran reproduksi

4

(England 2005). Saluran reproduksi kuda betina berbentuk tubular seperti huruf

“Y”. Perineum, vulva, vagina dan serviks membentuk serangkaian pelindung bagi

struktur yang lebih halus di bagian lebih dalam (uterus, tuba fallopi dan ovarium)

yang berfungsi untuk memproduksi gamet, fertilisasi dan perkembangan embrio

(Morel 2005). Ilustrasi saluran reproduksi kuda betina terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Gambaran lateral dari saluran reproduksi kuda betina. Sumber: Morel (2005).

Tipe uterus kuda menurut Morel (2005) disebut uterus simpleks bipartitus

karena ukuran corpus uteri lebih besar dari kornua uteri dengan perbandingan 60 :

40. Posisi uterus dapat berubah-ubah akibat tingkat pengisian vesika urinaria atau

usus. Corpus uteri terletak di cranial pelvis bagian ventral dan caudal abdomen.

Uterus yang normal terletak di dorsal, dorso-lateral atau lateral vesika urinaria.

Corpus uteri memiliki panjang sekitar 20-25 cm dan diameter 8-12 cm. Bagian

cornua memiliki diameter yang semakin mengecil pada bagian ujungnya.

Ketebalan dinding uterus dan tonus miometrium sangat bervariasi tergantung

status reproduksi dan umur. Kebuntingan menyebabkan distorsi yang mencolok

dari bentuk uterus (England 2005).

Ovarium kuda umumnya terletak di bagian paling anterior dari saluran

reproduksi pada kuda yang tidak bunting. Ukuran ovarium berkisar antara 6

sampai 8 cm panjangnya dan 3 sampai 4 cm lebarnya dengan rata-rata berat 70

sampai 80 gram. Ovarium kanan berciri khas lebih anterior sekitar 2 sampai 3 cm

5

daripada ovarium kiri. Ovarium memiliki dua fungsi yaitu sebagai kelenjar

eksokrin yang menghasilkan gamet dan kelenjar endokrin yang memproduksi

hormon (Blanchard et al. 2003).

Panjang siklus estrus pada kuda berlangsung selama 22 hari dengan panjang

fase estrus 5-7 hari (Aurich 2011). Sedangkan kuda bangsa Caspian memiliki

siklus estrus, lama estrus, dan diestrus sepanjang 22.1±0.40, 8.3±0.86 dan 13.8±

0.59 hari secara berturut-turut (Shirazi et al. 2005). Panjang siklus estrus juga

dipengaruhi oleh tahap reproduksi, 21,2 ± 1,8 hari dalam keadaan menyusui dan

22,8 ± 1,4 hari pada-kuda yang tidak menyusui (Heidler et al. 2004). Durasi

estrus bergantung pada jenis spesies dan bervariasi satu sama lain dalam spesies

yang sama, dan terkait dengan waktu pencapaian ovulasi, pada kuda adalah 4-6

hari setelah mulainya estrus atau 1-2 hari sebelum akhir estrus. Panjang siklus

estrus dan waktu ovulasi bervariasi dalam hubungannya dengan faktor-faktor

eksternal maupun internal (Hafez 1993). Namun, kuda tua memiliki interval

siklus estrus dapat lebih lama daripada kuda muda dan usia pertengahan karena

tingkat pertumbuhan folikel dominan lebih lambat (Ginther et al. 2008).

Ovarium kuda betina memiliki struktur yang unik ditandai dengan ukuran

yang sangat besar (35-120 cm3) dan berat (40-80 g) jika dibandingkan dengan

spesies hewan domestik lainnya (Kimura et al. 2005), adanya fosa ovulasi dan

lokasi yang terbalik antara korteks dengan medula. Selama satu siklus estrus

terdapat satu sampai dua gelombang folikel berbeda yang berkembang. Sebuah

gelombang folikular pertama bisa terjadi pada awal fase luteal. Folikel dominan

pada gelombang awal mungkin tidak ovulasi dan mengalami regresi, tetapi

peningkatan konsentrasi progesteron dapat menyebabkan terjadinya ovulasi.

Kuda poni biasanya mengembangkan satu gelombang folikel, sementara dua

gelombang folikel adalah khas dari kuda Thoroughbred dan Warmblood (Ginther

2000).

Munculnya setiap gelombang folikel secara temporal dikaitkan dengan

lonjakan FSH. FSH mencapai puncaknya ketika folikel terbesar mencapai ukuran

sekitar diameter 13 mm (Gastal et al. 1997). Selanjutnya, FSH menurun dengan

konsentrasi yang tidak mendukung pertumbuhan folikel skunder lebih lanjut tetapi

cukup untuk melanjutkan pertumbuhan folikel dominan (Ginther 2000).

6

Perkembangan folikel praovulasi dan ovulasi kuda berbeda dari spesies hewan

ternak lainnya. Folikel praovulasi jauh lebih besar dan pecah di bagian fosa

ovulasi. Setelah folikel skunder deviasi, folikel praovulasi tumbuh pada tingkat

rata-rata 3 mm per hari sampai sekitar 35 mm pada empat hari sebelum ovulasi.

Pertumbuhan terus terjadi hingga 2 hari sebelum ovulasi ketika ukuran folikel

mencapai sekitar 40 mm (Ginther et al. 2008). Namun, folikel praovulasi dapat

tumbuh sampai dengan ukuran 55 mm atau lebih, dengan diameter praovulasi

yang konsisten serupa dalam siklus berturut-turut (Cuervo-Arango dan

Newcombe 2008).

Korpus luteum (CL) kuda membesar ke bagian internal dari ovarium dan

tidak menonjol ke permukaan ovarium luar seperti pada spesies lain. CL kuda

memiliki bentuk pearlike dan terdiri dari kompartemen kecil dengan tekstur

permukaan yang kasar (Kimura et al. 2005). Struktur CL kuda dibentuk oleh sel-

sel luteal dan non-luteal. Sel luteal dari kuda ini tidak berasal dari teka, tetapi

berasal eksklusif dari sel granulosa dari folikel praovulasi. Saat ovulasi, sel teka

berada pada berbagai tahap degenerasi dan kemudian diganti oleh fibroblas

hipertrofi (van Niekerk et al. 1975).

Gambar 2 Siklus estrus kuda. Siklus estrus berkisar antara 21-22 hari dengan 4-7 hari fase

folikular dan 14-15 hari fase luteal (Blanchard et al. 2003).

Pada kuda, konsentrasi progesteron segera meningkat pada saat ovulasi

terlihat pada Gambar 2. Konsentrasi progesteron maksimal dicapai pada hari ke-8

setelah ovulasi dan kemudian perlahan-lahan menurun sampai timbulnya luteolisis

yang dimulai pada sekitar hari ke-14. Pemeriksaan USG menunjukkan penurunan

7

paralel dan progresif dalam luas penampang rata-rata CL dari hari ke-4 hingga

hari ke-19 siklus (Ginther et al. 2007). Seperti spesies lain, fungsi CL kuda

berada di bawah kendali estrogen dan progesteron melalui mekanisme umpan

balik negatif terhadap LH.

Luteolisis dalam kuda ditandai oleh penurunan konsentrasi progesteron

darah di sekitar hari 15-17 dari siklus (Ginther et al. 2005). Sinyal awal untuk

luteolisis adalah sekresi PGF2α oleh endometrium selama fase luteal akhir yang

dirangsang oleh oksitosin dari endometrium dan hipotalamus. PGF2α disekresikan

ke dalam sirkulasi perifer dan tidak ada sistem arus lokal counter (yaitu antara

vena uterus dan arteri ovarium) (Aurich 2011).

Ultrasonografi

Peralatan instrumentasi ultrasonografi (USG) modern telah tersedia dalam

berbagai varian, dan memungkinkan bagi sebagian besar manusia untuk

mengoperasikannya dengan mudah, namun demikian, harus disertai dengan

pemahaman yang baik terhadap sifat fisika ultrasonografi dan interaksi fungsi

peralatan dengan jaringan untuk memperoleh hasil yang baik. Kualitas gambar

yang dihasilkan juga akan sangat dipengaruhi oleh keterampilan seorang

sonographer. Diagnostik ultrasonografi menggunakan prinsip pulse-echo yang

dapat menghasilkan gambar pada tayangan scanner yang berhubungan dengan

accoustis impedance atau resistensi jaringan yang dijumpai ultrasound

(gelombang suara frekuensi tinggi). Ultrasound tidak dapat berpindah melalui

udara (acoustic barrier). Medium terbaik untuk penghantaran ultrasound adalah

cairan dan dihantarkan melalui kompresi atau penghalusan gelombang-gelombang

(Goddard 1995).

Menurut Barr (1988) terdapat tiga jenis echo yang digunakan sebagai

prinsip dasar dalam mendeskripsikan gambar pada sonogram, yaitu;

1. Hyperechoic; echogenic artinya echogenitas terang, menampakkan warna

putih pada sonogram atau memperlihatkan echogenitas yang lebih tinggi

dibandingkan sekelilingnya, contohnya tulang, udara, kolagen dan lemak.

2. Hypoechoic; echopoor menampilkan warna abu-abu gelap pada

sonogram atau memperlihatkan area dengan echogenitas lebih rendah dari pada

sekelilingnya, contohnya jaringan lunak.

8

3. Anechoic yang menunjukkan tidak adanya echo, menampilkan warna

hitam pada sonogram dan memperlihatkan transmisi penuh dari gelombang

contohnya cairan.

Pemerikasaan menggunakan USG memiliki potensi penting untuk

pemeriksaan pada saluran reproduksi kuda, seperti penggunaan x-ray untuk

pemeriksaan kaki. Prinsip-prinsip USG didasarkan pada kemampuan dari

berbagai jaringan dan berisi cairan yang mampu mencerminkan atau menyebarkan

gelombang suara frekuensi tinggi. Sebuah sinar suara dipancarkan dari sebuah

transduser, dilakukan secara perektal. Proporsi sinar yang dipantulkan (bergema)

diterima oleh transduser, dikonversi menjadi impuls listrik, dan ditampilkan pada

layar sebagai gambar bergerak. Struktur yang berisi cairan tidak mencerminkan

gelombang suara dan tampak hitam di layar. Pada ekstrem yang lain, jaringan

padat mencerminkan banyak balok dan tampak putih. Jaringan lain terlihat dalam

berbagai warna dari skala abu-abu, tergantung pada echogenisitasnya

(kemampuan untuk mencerminkan gelombang suara). Formasi jaringan tertentu

dapat menyebabkan gelombang suara untuk menekuk (membiaskan), dipantulkan

kembali dan bergaung, atau menjadi lemah (dilemahkan) atau seluruhnya diblokir.

Oleh karena itu artefak dapat muncul pada layar dan harus diinterpretasikan oleh

ultrasonographer tersebut. Kemampuan alat USG untuk menghasilkan gambar

yang baik tergantung pada frekuensi gelombang suara yang diukur dalam satuan

megahertz (MHz). Sebuah transduser 5 MHz lebih cocok untuk memeriksa

saluran reproduksi kuda daripada transduser 3 atau 3,5 MHz yang tersedia secara

umum (Ginther dan Pierson 1984).

Pemerikasaan saluran reproduksi kuda dengan USG menggunakan

gambaran B-mode. Gambaran B-mode merupakan pencitraan gelombang suara

jamak. Echo yang direfleksikan akan memberikan gambaran berupa titik atau dot

pada layar monitor. Posisi yang terlihat pada layar merupakan posisi dari refleksi

struktur organ. Kekuatan dari echo ditunjukkan oleh keterangan berupa titik pada

layar sehingga gambaran dua dimensi menunjukkan potongan organ yang

ditampilkan pada layar. Gambaran B-mode hanya menampilkan echo yang kuat.

Hal ini berarti tepi dari struktur organ yang diperiksa dapat dilihat tetapi hanya

9

seperti gambaran yang tidak begitu jelas (Mannion 2006). Gambaran hasil

pencitraan B-mode dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Salah satu pencitraan ultrasonografi perektal B-mode. Kiri: folikel praovulatori.

Kanan: udema uterus pada kuda masa estrus atau birahi (Aurich 2011).

Gambar 4 Skema representasi uterus kuda yang tidak bunting, menunjukkan posisi tranduser

USG pada cornua uteri (a) dan corpus uteri (b).

Persiapan untuk pemeriksaan USG secara perektal mirip dengan persiapan

untuk pemeriksaan perektal, tetapi ada pertimbangan lain, seperti perlindungan

peralatan dan manajemen pencahayaan eksternal. Sebuah transduser jenis linier-

array digenggam dan umumnya berorientasi pada bidang sagital sehubungan

dengan tubuh kuda itu. Gambaran dari serviks dan corpus uteri berorientasi

longitudinal, dan corpus uteri adalah cross-sectional. Saat penggunaan USG,

berkas suara umumnya bergerak melintang sehubungan dengan tubuh kuda dan

gambar dari serviks dan corpus uteri adalah cross-sectional dan gambar cornua

adalah longitudinal atau miring. Ilustrasi teknik pemeriksaan USG pada saluran

reproduksi kuda betina ditunjukkan pada Gambar 4. Ketersediaan instrumen

pemeriksaan USG pada saluran reproduksi harus memberikan nilai lebih bagi

10

dokter hewan untuk meningkatkan pengetahuan tentang anatomi dan patologi

reproduksi (Ginther dan Pierson 1984).

Masalah yang terjadi akibat turunnya fertilitas dan gangguan selama

kebuntingan dapat mempengaruhi performa reproduksi kuda. Gangguan yang

terjadi selama kebuntingan kuda yang umum terjadi yaitu kebuntingan kembar,

kematian embrio dini dan abortus. Baberapa masalah yang dapat menurunkan

fertilitas pada kuda antara lain silent heat, hipofungsi ovari dan infeksi saluran

reproduksi yang mengakibatkan endometritis maupun pyometra (England 2005).

Kebuntingan Kembar

Asal terbentuknya kebuntingan kembar umumnya adalah dizigotik.

Zigositas mengacu pada asal kembar. Kembar dizigotik berasal dari dua buah

oosit yang dibuahi secara terpisah oleh dua spermatozoa. Sedangkan monozigotik

mengacu pada kembar identik yang berasal dari pembuahan satu oosit. Tiga hal

umum yang telah dikenal mengenai kebuntingan kembar, yaitu kembar berulang

pada indukan yang sama, tingkat kebuntingan kembar bervariasi berdasarkan

jenis, dan pejantan yang sangat fertil. Secara historis kebuntingan kembar

menyebabkan kerugian ekonomi karena akan terjadi aborsi, kematian fetus atau

embrio, atau kelahiran anak kuda kerdil. Kuda yang mengalami aborsi

menyebabkan terjadinya kerusakan pada saluran reproduksi dan sulit untuk

dikembangbiakan lagi (McKinnon et al. 2011).

Ovulasi ganda dapat terjadi pada kuda. Tingkat ovulasi ganda dipengaruhi

oleh berbagai faktor seperti ras, status reproduksi, usia dan manipulasi

farmakologis dari siklus estrus. Kejadian spontan ovulasi ganda bervariasi antara

sekitar 2% pada poni dan 25% pada thoroughbred. Ketika dua folikel dominan

(dua folikel> 28mm) berkembang dalam gelombang folikel yang sama, ovulasi

ganda terjadi pada sekitar 40% dari kuda (Ginther et al. 2008). Ini dapat terjadi

serentak (dalam waktu 12 jam), namun interval sampai dua hari dan lebih telah

dilaporkan antara ovulasi dan dapat menyebabkan pembentukan kebuntingan

kembar. Pada 2,5 hari sebelum ovulasi, tingkat pertumbuhan folikel dominan

dalam kuda berovulasi ganda lebih rendah daripada kuda berovulasi tunggal

mengakibatkan diameter folikel praovulasi lebih kecil pada kuda berovulasi

kembar. Rendahnya pertumbuhan folikel terkait dengan konsentrasi FSH lebih

11

rendah, kemungkinan besar karena konsentrasi estradiol yang lebih tinggi dari dua

folikel preovulatori (Ginther et al. 2008).

Kematian Embrio Dini

Kematian embrio dini umumnya didefinisikan sebagai kegagalan

kebuntingan yang terjadi hingga hari 40 dari kebuntingan, sesuai dengan masa

transisi dari tahap embrio ke tahap fetus dari perkembangan kebuntingan.

Diagnosis kematian embrio dini dan faktor yang berkontribusi telah ditingkatkan

secara luas menggunakan pemerikasaan ultrasonografi transrektal untuk diagnosis

awal kebuntingan. Kondisi di lapangan secara umum, pemeriksaan USG rutin

digunakan untuk diagnosis kebuntingan pada hari 12-14 setelah ovulasi,

sedangkan untuk penelitian digunakan pada hari 10-11. Pemeriksaan USG

memungkinkan secara langsung untuk menilai konseptus selama sekitar fase tiga

perempat kebuntingan ketika terjadi kematian embrio dini. Penggunaan

ultrasonografi untuk pemeriksaan kebuntingan kuda pada hari 10 sampai 14

setelah ovulasi memungkinkan untuk evaluasi insidensi kematian embrio pada

hari 14 sampai 40. Studi yang dilakukan menunjukkan bahwa peningkatan umur

kuda menurunkan tingkat kebuntingan dan meningkatkan angka kematian embrio

dini. Insidensi kematian embrio dini akhir-akhir ini mencapai sekitar 7,7%.

Sebelum hari 10, pemeriksaan USG tidak dapat mendeteksi konseptus awal secara

akurat. Embrio kuda memasuki uterus pada hari 6 sampai 7, sehingga penurunan

jumlah dan kelangsungan viabilitas blastosis terkait dengan abnormalitas uterus,

oviduk atau perlekatan embrio. Beberapa penelitian telah mempelajari karakter

awal embrio kuda selama perjalanan di oviduk pada berbagai usia dan fertilitas.

Perkiraan kematian embrio dini antara fertilisasi sampai hari 10 adalah 10% pada

kuda muda dan 80-90% pada kuda tua. Meskipun tingkat kebuntingan serupa

pada hari 2 antara kuda muda dan tua, tetapi setelah 4 hari fertilisasi reduksi

kebuntingan sangat signifikan terjadi pada kuda tua. Temuan ini menyarankan

bahwa periode kritis dalam kegagalan kebuntingan terjadi pada hari 2 sampai 4

(McKinnon et al. 2011).

12

Abortus

Aborsi berarti pengeluaran isi kandungan sebelum waktu kelahiran normal.

Abortus dapat terjadi pada kuda di paddock dan tidak akan teramati karena kuda

biasanya tidak menunjukkan adanya efek setelah abortus dan fetus yang keluar

dimakan oleh predator. Aborsi dapat terjadi akibat ketiadaan atau hilangnya

korpus luteum. Lama kebuntingan kuda biasanya tidak terprediksikan, oleh

karena itu perbandingan kelahiran normal dengan kelahiran dini sulit

didefinisikan. Deskripsi selanjutnya melihat kemampuan anak kuda untuk

mampu bertahan hidup (England 2005).

Tingkat aborsi sebesar 10% setelah 60 hari kebuntingan biasanya terjadi

pada kuda. Aborsi kuda dapat dibagi menjadi non-infeksi (70%), infeksi (15%)

dan tidak diketahui (15%). Dalam prakteknya, penting untuk membedakan

penyebab aborsi menular dari non-menular. Pengeluaran cairan dari vagina,

laktasi dini dan kolik pada kuda bunting dapat mengindikasikan akan terjadi

aborsi. Ketika aborsi terjadi, kuda betina itu harus diisolasi, sejarah dicatat dan

fetus dikirim ke laboratorium untuk nekropsi. Pemeriksaan post-mortem

dilakukan pada hati, paru-paru, timus, limpa dan chorioallantois harus dikirimkan

dalam larutan salin untuk pemeriksaan histologis. Selain itu, sampel beku hati

segar dan paru-paru fetus harus disimpan dalam deep freeze pada -20 ° C untuk

investigasi isolasi virus jika dibutuhkan pada tahap berikutnya. Sampel serum

dari kuda pasien dan sekelompok juga harus diambil untuk investigasi serologis.

Swab dari jantung atau hati dan chorion fetus digunakan untuk screening infeksi

bakteri. Fetus dan selaput fetus (amnion, chorioallantois dan tali umbilikus) harus

diperiksa hati-hati untuk adanya kelainan dan perubahan warna (McKinnon et al.

2011).

Pyometra

adalah akumulasi eksudat inflamasi dalam jumlah besar di dalam uterus

yang menyebabkan distensi. Distensi tersebut harus dibedakan dari akumulasi

cairan yang dapat dideteksi oleh ultrasonografi pada endometritis akut. Pyometra

terjadi karena interferensi dengan drainase alami cairan dari uterus yang mungkin

karena adesi, abnormalitas atau cervix tidak teratur. Pada beberapa kasus, cairan

terakumulasi karena adanya gangguan kemampuan untuk menghilangkan eksudat

13

tersebut. Faktor predisposisi adalah infeksi kronis P. aeruginosa atau fungi.

Ketika endometrium rusak parah, ada kehilangan luas permukaan epitel,

endometrium fibrosis dan atrofi kelenjar menyebabkan fase luteal

berkepanjangan, mungkin karena gangguan pada sintesis atau pelepasan PGF2α.

Hal ini kontras dengan endometritis ringan dengan koleksi sejumlah kecil cairan

intraluminal uterus yang lebih mungkin menyebabkan pelepasan dini PGF2α dan

luteolisis (Noakes et al. 2008).

Beberapa dokter membatasi istilah pyometra, selain akumulasi eksudat

dalam lumen uterus, korpus luteum berlangsung di luar rentang masa normal.

Beberapa kuda dengan pyometra telah normal dan aktivitas siklus ovarium

kembali teratur. Persistensi korpus luteum mungkin karena kegagalan sintesis dan

atau pelepasan prostaglandin dari uterus. Kuda induk yang memiliki aktivitas

luteal berkepanjangan memiliki kerusakan endometrium terbesar. Kuda betina

dengan pyometra jarang menunjukkan tanda-tanda penyakit sistemik bahkan

ketika ada hingga 60 liter eksudat dalam lumen uterus. Jarang ada penurunan

berat badan, depresi dan anoreksia. Pyometra telah diklasifikasikan ke dalam dua

kategori pada kuda, yaitu terbuka dan tertutup. Dalam kasus pyometra tertutup,

cairan terakumulasi karena cervix tertutup. Dalam pyometra terbuka, cervix tetap

terbuka, tetapi bahan purulen terakumulasi karena pembersihan uterus terganggu.

Discharge atau kotoran pada vulva sering diamati dalam pyometra terbuka,

terutama pada saat birahi, yang mungkin bervariasi konsistensinya dari encer

sampai seperti krim. Meskipun pembiakan swab endometrium kadang-kadang

dapat mengakibatkan pertumbuhan berbagai macam organisme atau kadang-

kadang tidak ada pertumbuhan bakteri sama sekali, dalam kebanyakan kasus

organisme terisolasi adalah S. Zooepidemicus (Noakes et al. 2008).

Diagnosis pyometra adalah berdasarkan palpasi perektal, pemeriksaan USG

dari uterus yang membesar berisi cairan dan analisis cairan uterus. Karena tidak

munculnya tanda penyakit sistemik, kasus pyometra sering menjadi kronis

sebelum pengobatan dilakukan. Dalam beberapa kasus memiliki prognosis buruk

karena kerusakan endometrium yang parah, yang tidak mungkin untuk dapat

mempertahankan kehamilan normal (Noakes et al. 2008).

14

Endometritis

Endometritis adalah masalah utama dalam memaksimalkan tingkat konsepsi

dan tingkat kelahiran. Beberapa penelitian terbaru tentang endometritis telah

meningkatkan pemahaman tentang patogenesis dan menghasilkan metode yang

lebih efektif untuk meminimalkan pengaruhnya terhadap kesuburan. Kegagalan

pengeluaran secara mekanik terhadap cairan, kotoran dan sel-sel radang dari

lumen uterus diakui sebagai faktor predisposisi utama yang terkait dengan

perkembangan penularan endometritis (Reed et al. 2004). Endometritis

dilaporkan sebagai penyakit ketiga paling umum terjadi pada kuda (Card 2005).

Endometritis meliputi perubahan endometrium yang terkait dengan

peradangan akut atau kronis. Perubahan ini dimodulasi oleh sistem kekebalan

lokal dan dipengaruhi sistem hormonal. Endometritis yang terjadi pada kuda

setelah kawin alami maupun buatan merupakan reaksi peradangan sebagai respon

terhadap keberadaan sperma dalam uterus, tetapi endometritis akut ini tampaknya

merupakan peradangan normal dan akan hilang setelah 2-3 hari. Deteksi cairan

uterus dengan ultrasonografi perektal 24 jam setelah kawin menunjukkan

tertundanya proses pembersihan (clearance). Endometritis akut yang diinduksi

melalui proses perkawinan merupakan kejadian klinis yang diakui sebagai

penyebab utama infertilitas (Reed et al. 2004), disebut juga sebagai persistent

mating-induced endometritis/post-coital endometritis/the susceptible mare.

Endometritis akut merupakan konsekuensi alami dari infeksi mikrobiologi

oportunistik pada uterus, umumnya terjadi pada saat partus atau kawin (Zerbe et

al. 2003). Endometritis akut mirip proses peradangan akut yang terjadi pada

jaringan lain pada kuda dan respon yang signifikan terjadi 30 menit setelah infeksi

eksperimental yang ditandai peningkatan neutrofil (Pycock dan Allen 1990).

Pengamatan pada kuda betina yang resisten terhadap endometritis menunjukkan

bahwa neutrofil yang terdapat pada saat estrus lebih aktif dibandingkan dengan

neutrofil yang dikoleksi pada saat fase luteal (Asbury dan Hansen 1987).

Konsentrasi PGF intra uteri dipengaruhi oleh tahapan siklus dan dapat

menginduksi endometritis akut yang dapat menggangu fungsi normal ovarium.

Kuda induk dengan endometritis persisten memiliki konsentrasi PGF, protein total

dan persentase neutrofil dan PMN yang sangat tinggi dibandingkan dengan kuda

15

induk normal. Penelitian Watson et al. (1987) mengemukakan bahwa sel darah

putih yang diambil dari kuda endometritis mampu menghasilkan PGF dan PGE2

secara invitro. PGE2 yang terdeteksi setelah infeksi merupakan proses

imunoreaktif (Pycock dan Allen 1990).

Endometritis persisten dianggap sebagai penyakit multifaktorial yang

berkaitan dengan buruknya anatomi saluran reproduksi, gangguan kontraktilitas

miometrium, gangguan sistem kekebalan, produksi lendir yang berlebih dan

drainase limfatik yang tidak memadai. Peradangan uterus merupakan sebuah

mekanisme pertahanan akibat gangguan kontraktilitas miometrium dan akumulasi

produk radang di dalam lumen uterus rentan menyebabkan endometritis.

Akumulasi cairan di dalam lumen uterus mempengaruhi fertilitas dengan

menurunkan motilitas dan viabilitas sperma atau menyebabkan kegagalan

implantasi embrio jika endometritis berlangsung pada hari ke-5 dan ke-6 setelah

ovulasi (saat embrio berpindah dari oviduk ke lumen uterus) (Rohrbach et al

2007). Tingkat IgA, IgG dan IgG(T) secara umum lebih tinggi dihasilkan dari

kuda endometritis daripada kuda normal (Asbury et al. 1980).

Hipofungsi Ovari

Hipofungsi ovari merupakan kegagalan folikel mengalami perkembangan

dalam kurang lebih 21 hari atau satu siklus normal kuda. Hipofungsi ovari

menurunkan efisiensi reproduksi dan menyebabkan kerugian ekonomi peternak.

Faktor penyebab hipofungsi ovari dapat dihubungkan dengan ketidakcukupan

nutrisi, umur yang sudah tua dan terapi iatrogenik. Kondisi tubuh yang buruk

dapat mempengaruhi performa reproduksi kuda, termasuk memperpanjang onset

ovulasi pertama pada musim kawin, menurunkan tingkat kebuntingan dan

meningkatkan kematian embrio dini. sedangkan kuda dengan kondisi tubuh yang

bagus akan cenderung menunjukkan siklus estrus yang normal selama musim

kawin (McKinnon et al. 2011).

Kuda tua (umur >20 tahun) mengalami penurunan performa reproduksi

yang berhubungan dengan perubahan fungsi ovari, kesehatan kandungan,

konformasi perineal dan faktor lainnya. Kuda tua memiliki masa interval

interovulatori yang lebih panjang dibandingkan dengan kuda yang lebih muda,

sehingga menyebabkan fase folikular yang lebih panjang. Folikel primordial pada

16

kuda tua juga semakin berkurang sehingga kesempatan untuk berkembangnya

folikel dan ovulasi semakin sedikit. Pemberian anabolik steroid, glukokortikoid,

dan gonadal steroid dapat menghambat perkembangan folikel. Pemberian

anabolik steroid pada dosis rendah menyebabkan kuda lebih agresif atau

menunjukkan sifat kejantanan, ketika digunakan pada dosis tinggi akan

menghambat aktifitas ovari dan menghasilkan kegagalan perkembangan folikel

dan ovulasi (McKinnon et al. 2011).