KUASA MENJUAL NOTARIIL SEBAGAI INSTRUMEN … · pemenuhan kewajiban debitur yang wanprestasi dalam...

40
i TESIS KUASA MENJUAL NOTARIIL SEBAGAI INSTRUMEN PEMENUHAN KEWAJIBAN DEBITUR YANG WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG GEDE DICKA PRASMINDA NIM:1492461017 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KENOTARIATAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016

Transcript of KUASA MENJUAL NOTARIIL SEBAGAI INSTRUMEN … · pemenuhan kewajiban debitur yang wanprestasi dalam...

i

TESIS

KUASA MENJUAL NOTARIIL SEBAGAI

INSTRUMEN PEMENUHAN KEWAJIBAN DEBITUR

YANG WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN

UTANG PIUTANG

GEDE DICKA PRASMINDA

NIM:1492461017

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KENOTARIATAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

ii

KUASA MENJUAL NOTARIIL SEBAGAI

INSTRUMEN PEMENUHAN KEWAJIBAN DEBITUR

YANG WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN

UTANG PIUTANG

Tesis ini dibuat untuk memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

Pada Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana

GEDE DICKA PRASMINDA

NIM.1492461017

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KENOTARIATAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

iii

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL20DESEMBER 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Yohanes Usfunan, Drs., S.H., M.H. Dr. I Made Udiana, S.H., M.H.

NIP. 19551126 198511 1 001 NIP.19550925 198610 1 001

Mengetahui :

Ketua Direktur

Program Magister Kenotariatan Program Pascasarjana

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Universitas Udayana

Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum.Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S. (K)

NIP. 19640402 198911 2 001 NIP. 195902151985102001

iv

TESIS INI TELAH DIUJI

PADA TANGGAL 20 DESEMBER 2016

Panitia Penguji Tesis

Berdasarkan Surat KeputusanRektor Universitas Udayana

Nomor: 6032/UN14.4/HK/2016

Ketua : Prof. Dr. Yohanes Usfunan, Drs., S.H., M.H.

Sekretaris : Dr. I Made Udiana, S.H., M.H.

Anggota : 1. Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, S.H., M.Hum.

2. Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, S.H., M.Hum., LLM.

3. Dr. I Gede Yusa, S.H., M.H.

v

PERNYATAAN PLAGIAT

Dengan ini saya menyatakan yang sebenarnya bahwa :

Nama : Gede Dicka Prasminda

NIM : 1492461017.

Program Studi : Kenotariatan

Judul Tesis : Kuasa Menjual Notariil Sebagai Instrumen Pemenuhan

Kewajiban Debitur Yang Wanprestasi Dalam Perjanjian

Utang Piutang.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas dari plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 dan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 21Desember 2016

Yang membuat pernyataan,

Gede Dicka Prasminda

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Hyang Widhi Wasa (Tuhan

Yang Maha Esa) yang maha pengasih dan penyayang, telah melimpahkan

anugerah sehingga tesis ini akhirnya dapat juga selesai ditulis. Motivasi yang

mendorong ditulisnya tesis ini adalah semata-mata karena penulis ingin turut

berperan serta pada ikhtiar membangun hari esok yang lebih baik bagi kita semua,

betapapun kecilnya, sekalipun hasilnya ternyata hanya sekedar mampu

menawarkan sebutir pasir pada pantai laut. Bagi penulis yang terpenting adalah

bahwa penulis telah ikut berbuat dan mengambil peran sesuai kemampuan yang

ada dan semua ini dilakukan dengan penuh pengabdian serta keikhlasan.

Dalam ikhtiar untuk ikut berperan serta itu, penulis melihat peluang

sehubungan dengan tuntutan kenyataan bahwa untuk membangun hari esok yang

lebih baik bagi bangsa dan negara Indonesia pada umumnya dan profesi Notaris

pada khususnya, perlu memanfaatkan ilmu pada bidang yang bersangkutan. Salah

satunya adalah pemanfaatan ilmu hukum untuk penyelenggaraan kehidupan

berbangsa dan bernegara guna mewujudkan keadilan yang berkepastian hukum,

kepastian hukum yang berkeadilan dan bermanfaat bagi masyarakat. Dalam

rangka pemanfaatan ilmu hukum itulah penulis mencoba untuk ikut mengkaji

salah satu aspek penting pemberian surat kuasa menjual dari debitur kepada

kreditur yang dibuat dihadapan notaris dalam perjanjian utang piutang yang

pengaturan mengenai pengertian, bentuk, dan tata cara pemberian kuasa menjual

tersebut belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, sehingga penulis

vii

menuangkan hasilnya dalam tesis ini, dengan judul : KUASA MENJUAL

NOTARIIL SEBAGAI INSTRUMEN PEMENUHAN KEWAJIBAN DEBITUR

YANG WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG.

Terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam dan penghargaan yang

setinggi-tingginya penulis haturkan kepada Prof. Dr. Yohanes Usfunan, Drs.,

S.H., M.H.selaku pembimbing I dan juga Dr. I Made Udiana, S.H., M.H.sebagai

pembimbing II dalam penyusunan tesis ini, yang dengan penuh perhatian dan

dedikasi yang sangat tinggi serta kesabaran yang luar biasa telah memberikan

dorongan, arahan dan bimbingan dengan kemampuan akademik yang demikian

tinggi dalam proses penulisan tesis ini. Karena tanpa bantuan, arahan dan

bimbingan beliau sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Semoga semua budi baik beliau mendapat limpahan rahmat dan kasihnya dari

Tuhan Yang Maha Pengasih.

Terima kasih juga penulis haturkan kepada Tim Penguji Tesis yaitu : Prof.

Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, S.H., M.Hum., Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan,

S.H., M.Hum., LLM., Dr. I Gede Yusa, S.H., M.H., yang telah memberikan

arahan dan bimbingan demi kesempurnaan tesis ini sehingga tesis ini bermanfaat

bagi kalangan akademisi dan praktisi berkaitan dengan pemberian kuasa menjual

notariil.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankan penulis mengucapkan terima

kasih dengan penuh ketulusan hati kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika SP.PD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana

yang telah berkenan menerima dan memberikan kesempatan kepada penulis

viii

untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pasca Sarjana

Magister Kenotariatan Universitas Udayana ;

2. Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S(K) selaku Direktur Program

Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk menjadi salah satu mahasiswa Program Pasca Sarjana

Universitas Udayana;.

3. Dekan beserta Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana;

5. Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH. M.Hum., sebagai Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.

6. Dr. I Made Sarjana, SH. MH.,selaku Sekretaris Program Studi Magister

Kenotariatan pada Program Pascasarjana Universitas Udayanabeserta para

pengelola dan seluruh staf pegawai yang telah memberikan bantuan

administrasi, fasilitas dan pelayanan selama pendidikan.

Pada kesempatan ini juga penulis dengan ketulusan hati mengucapkan

terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen Pengampu mata kuliah pada Program

Pascasarjana Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana atas

segala ilmu pengetahuan yang diberikan sehingga memperluas wawasan keilmuan

penulis, yang terhormat : Prof. Dr. I Dw. Gd. Atmadja, SH. MS., Prof. Dr. I

Nyoman Sirtha, SH. MS., Prof. Dr. T.I.P. Astiti, SH. MS., Prof. Dr. I Gusti Ayu

Agung Ariani, SH. MS., Prof. Dr. Ibrahim R. SH. MH., Prof. Dr.Yohanes

Usfunan, Drs., SH. MH., Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH. M.Hum., Prof. Dr. I

Made Subawa, SH. MS., Prof. Dr. R.A. Retno Murni, SH.MH. PhD., Prof. Dr. I

Wayan Parsa, SH. M.Hum., Prof. Dr. I Wayan Windia, SH. M.Si., Prof. Dr. I

ix

Ketut Rai Setiabudhi, SH. MS., Dr. I Wayan Wiryawan, SH. MH., Dr. I Ketut

Wirawan, SH. MH., Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH. M.Hum. LLM., Dr.

Putu Tuni Cakabawa Landra, SH. M.Hum., Dr. I Ketut Westra, SH. MH., I

Nyoman Sumardika, SH. MKn., Dr. Putu Bagiartha, SH. MH., Dr. Ida Bagus

Agung Putra Santika, SH. MKn., Dr. I Gusti Putu Anom Kerti, SH. MKn., I Made

Puryatma, SH. MKn., J.S. Wibisono, SH. MKn.

Terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada Ibunda

tercinta Putu Indriati, SH, yang telah mendidik dan membesarkan penulis dengan

penuh kasih sayang, selalu memberikan dorongan moral dan selalu berusaha

untuk menyekolahkan anak-anaknya meski dalam keadaan sulit, karena berpegang

pada keyakinan bahwa dengan pendidikan yang baik akan dapat memperbaiki

kualitas hidup seseorang. Sudah barang tentu ungkapan terima kasih yang

sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada Ni Wayan Sariyati, yang dengan

caranya yang khas tersendiri memberikan dukungan dan berusaha mendorong

semangat penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini. Terima kasih juga kepada

adik-adik tersayang, Kadek Welly Prasminda,S.Farm., Apt., dan Komang Dephy

Prasminda, S.Kom.

Akhirnya, penulis sangat berterima kasih kepada seluruh rekan-rekan

seperjuangan di Program Pascasarjana Program Studi Magister Kenotariatan

Universitas Udayana yang telah dengan tulus saling membantu dan memberikan

dukungan, menjadi teman diskusi, membantu bahan-bahan perkuliahan dengan

semangat kebersamaan dan kekeluargaan yang demikian tinggi. Terselesaikannya

penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, atas bantuan yang

x

diberikan kepada penulis, semoga budi baik dan segala pengorbanan yang telah

diberikan kepada saya mendapat limpahan rahmat oleh Tuhan Yang Maha

Pengasih dan Penyayang.

Tentu saja apa yang tersaji dalam tesis ini masih jauh dari sempurna, dan

mengandung banyak kekurangan, meskipun telah banyak menerima masukan dari

berbagai pihak terutama dari pembimbing. Namun semua kekurangan yang

terdapat di dalamnya disebabkan kelemahan penulis sendiri dan sepenuhnya

menjadi tanggung jawab penulis.

Denpasar, 21Desember 2016

Gede Dicka Prasminda

xi

ABSTRAK

KUASA MENJUAL NOTARIIL SEBAGAI INSTRUMEN PEMENUHAN

KEWAJIBAN DEBITUR YANG WANPRESTASI DALAM

PERJANJIAN UTANG PIUTANG

Pemberian kuasa menjual hak atas tanah sebagai instrumen pemenuhan

kewajiban debitur dalam suatu perjanjian utang piutang dalam bentuk akta notariil

masih dapat ditemui dalam praktik kenotariatan sehari-hari. Kuasa menjual

notariil ini digunakan penerima kuasa untuk menjual hak atas tanah pemberi

kuasa ketika pemberi kuasa (debitur) mengalami wanprestasi. Di dalam Kitab

Undang-undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No 4 Tahun 1996 tentang

Hak Tanggungan tidak dijelaskan mengenai kuasa menjual sebagai suatu

instrument dalam perjanjian utang piutang.

Ada dua isu hukum yang dikaji dari kekosongan norma mengenai kuasa

menjual tersebut, yakni : (1) bagaimana pengaturan pemberian kuasa menjual hak

atas tanah sebagai instrumenpemenuhan kewajiban atas perjanjian utang piutang

dalam peraturan perundang-undangan tentang hukum jaminan dan (2) akibat

hukum dari pemberian kuasa menjual hak atas tanah sebagai instrumen

pemenuhan kewajiban debitur yang wanprestasi dalam perjanjian utang piutang

dalam kaitannya dengan pelaksanaan eksekusi jaminan. Adapun jenis penelitian

yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif dengan

pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan kasus.

Berdasarkan hasil penelitian ini, terungkap bahwa kuasa menjual

didasarkan atas kesepakatan para pihak yang membuatnya dengan berpijak pada

asas kebebasan berkontrak. Akta Kuasa Menjual sah sepanjang tidak dibatalkan

oleh hakim dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang

tetap. Penggunaan akta kuasa menjual dianggap lemah karena kuasa menjual tidak

dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengeksekusi objek jaminan antara pemberi

dan penerima kuasa.

Akta kuasa menjual dirasa belum mendapat kepastian hukum karena pada

saat pendaftaran peralihan hak atas tanah kuasa menjual tidak dapat diterima oleh

Kantor Pertanahan setempat. Untuk tanggung jawab pemberi dan penerima kuasa

terkait dengan akta kuasa menjual yang dibuatnya berhubungan dengan kewajiban

dan hak pemberi dan penerima kuasa. Sedangkan untuk tanggung jawab notaris

yang membuat akta kuasa menjual dikaji dari 3 aspek, yaitu : (1). Tanggung

jawab perdata; (2). Tanggung jawab administratif; dan (3). Tanggung jawab

pidana. Upaya hukum yang dapat ditempuh jika debitur mengalami wanprestasi

dapat dilakukan dengan cara somasi terlebih dahulu tanpa menjual hak atas tanah

yang dimiliki oleh pemberi kuasa (debitur).

Kata Kunci : Kuasa Menjual, Hak Atas Tanah, Wanprestasi, Utang Piutang.

xii

ABSTRACT

NOTARIAL POWER OF ATTORNEY TO LAND SELLING AS AN

INSTRUMENT OF LIABILITY FULFILLMENT OF THE DEBTOR

EXPERIENCING DEFAULT IN A LOAN AGREEMENT

The granting of power of attorney to sell the land rights as an instrument

for the fulfillment of the obligations of the debtor in a loan agreement of a

notarial deed may commonly be found in the everyday practice of the notaries.

Power of Attorney to sell is used by the proxy to sell the land of the authorizer in

the event that the authorizer (debtor) experienced defaults. The Civil Law Code

and the Law No. 4 of 1996 on Mortgage do notstipulate the power attorney to sell

as an instrument in the loan agreement.

There are two legal contentsanalyzed from the vacancy of norms

regarding the power of attorney to sell, namely: (1) how the arrangement of

power of attorney to sell of the land rights as an instrument for the fulfillment of

obligations on the loan agreement in the legislation on the guarantee law and (2)

the legal effect of power of attorney to sell the land rights as an instrument for the

fulfillment of obligations of the debtor in case of default under the loan

agreements in connection with the execution of the law of guarantee. The type of

research used in this thesis is a normative legal research with the statutory,

concept and case approaches.

Based on the research results, it was revealed that the power of attorney to

sell is based on the agreement of the parties which make the basis of the principle

of freedom of contract. The Power of Attorney Deed shall be validunless

otherwise it is canceled by the judge with a court ruling that has the binding legal

force. The use the deed of power of attorney to sell is considered weak because

the power of attorney to sell can not be used as a basis for executing security

object between the grantor and the recipient of the power of attorney.

Deed of power of attorney to sell is deemed not obtain legal certainty

because at the time of registration of transfer of land rights, thepower of attorney

to sell can not be accepted by the local Land Registry Office. Responsibility for

the grantor and the recipient of power of attorney is relatedto the obligations and

rights of the grantor and the recipient ofthe power of attorney. As for the

responsibility of the notary who made the deed of power of attorney to sell can be

studied from three aspects, namely: (1). Civil responsibility; (2). Administrative

responsibility; and (3). Criminal responsibility. Legal remedies that can be taken

if the debtor is experiencing defaults can be done by way of a summons in

advance without selling the rights of the land owned by the grantor of the power

of attorney to sell (the debtor).

Keywords: Power of Attorney to Sell, Land Rights, Default, Debt.

xiii

RINGKASAN

Penelaahan Kuasa Menjual Notariil Sebagai Instrumen Pemenuhan

Kewajiban Debitur Yang Wanprestasi Dalam Perjanjian Utang Piutang akan

difokuskan pada 2 (dua) hal pokok yaitu tentang pengaturan pemberian kuasa

menjual hak atas tanah serta akibat hukum dari pemberian kuasa menjual hak atas

tanah sebagai instrumen pemenuhan kewajiban debitur yang wanprestasi dalam

perjanjian utang piutang dalam kaitannya dengan pelaksanaan eksekusi jaminan.

Bab I memaparkan latar belakang masalah yang memuat isu hukum yaitu

adanya kekosongan norma terkait tidak adanya suatu peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang pengertian kuasa menjual, tata cara pemberian

kuasa menjual dan akibat yang ditimbulkan dari kuasa menjual. Dari latar

belakang tersebut dapat diuraikan mengenai rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, landasan teoritis dan metode penelitian.

Bab II memaparkan teori konsep dan pemikiran-pemikiran tentang Notaris

yang akan mendukung dalam pemahaman akan penelitian ini. Adapun teori,

konsep dan pemikiran-pemikiran tersebut meliputi Hakekat Jabatan Notaris,

Hakekat Akta Notaris dan Hakekat Utang Piutang.

Bab III memaparkan dan menganalisis isu hukum pertama yang terkait

dengan pengaturan pemberian kuasa menjual hak atas tanah sebagai instrument

pemenuhan kewajiban atas perjanjian utang piutang dalam peraturan perundang-

undangan tentang hukum jaminan. Dalam Bab III ini dibagi menjadi 3 (tiga) sub

bab bahasan yaitu, pengaturan pemberian kuasa menjual hak atas tanah,

keabsahan menjual hak atas tanah dalam perjanjian utang piutang serta mengenai

kepastian hukum kuasa menjual yang dibuat dihadapan notaris bagi para pihak

yang membuatnya.

Bab IV memaparkan dan menganalisis isu hukum kedua yang terkait

dengan akibat hukum pemberian kuasa menjual hak atas tanah sebagai instrument

pemenuhan kewajiban debitur yang wanprestasi dalam perjanjian utang piutang.

Dalam Bab IV ini dibagi menjadi 3 (tiga) bagian sub bab bahasan yaitu, tanggung

jawab pemberi dan penerima kuasa dalam akta kuasa menjual yang dibuat

dihadapan Notaris, tanggung jawab notaris terhadap Akta Kuasa Menjual yang

dibuat dihadapannya serta upaya hukum yang dapat ditempuh dalam hal debitur

mengalami wanprestasi.

Bab V adalah kesimpulan dan saran berdasarkan apa yang dikemukakan

dalam bab-bab terdahulu. Adapun dalam hasil penelitian ini terungkap bahwa

pengaturan Kuasa Menjual tidak ditemukan di dalam berbagai ketentuan peraturan

perundang-undangan di Indonesia. Kuasa Menjual didasarkan atas kesepakatan

para pihak yang membuatnya dengan berpijak pada asas kebebasan berkontrak.

Penggunaan akta kuasa menjual dianggap lemah karena kuasa menjual tidak dapat

dijadikan sebagai dasar untuk mengeksekusi objek jaminan antara pemberi dan

penerima kuasa, dengan demikian akta kuasa menjual dirasa belum mendapat

kepastian hukum karena pada saat pendaftaran peralihan hak atas tanah kuasa

menjual tidak dapat diterima oleh Kantor Pertanahan setempat. Tanggung jawab

notaris yang membuat akta kuasa menjual dibagi menjadi 3 yaitu : (1). Tanggung

jawab perdata; (2). Tanggung jawab administratif; dan (3). Tanggung jawab

xiv

pidana. Penerima kuasa (kreditur) berhak menjual hak atas tanah yang dijadikan

sebagai objek jaminan utang piutangnya untuk melunasi sisa utangnya. Upaya

hukum yang dapat ditempuh jika debitur mengalami wanprestasi dapat dilakukan

dengan cara somasi terlebih dahulu tanpa menjual hak atas tanah yang dimiliki

oleh pemberi kuasa (debitur).

xv

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ............................................................................................. i

PRASYARAT GELAR ....................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ...................................... iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ....................................................................... v

UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. vi

ABSTRAK ............................................................................................................. xi

ABSTRACT .......................................................................................................... xii

RINGKASAN ...................................................................................................... xiii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah .......................................................................... 7

1.3. Orisinalitas Penelitian .................................................................... 7

1.4. Tujuan Penelitian .............................................................................. 9

a. Tujuan Umum ............................................................................... 9

b. Tujuan Khusus ............................................................................... 9

1.5. Manfaat Penelitian .......................................................................... 10

a. Manfaat Teoritis ........................................................................... 10

b. Manfaat Praktis ............................................................................ 10

1.6. Landasan Teoritis ............................................................................ 11

xvi

1.7. Metode Penelitian ............................................................................ 17

a. Jenis Penelitian ............................................................................. 18

b. Jenis Pendekatan .......................................................................... 18

c. Sumber Bahan Hukum ................................................................. 20

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ........................................... 21

e. Teknik Analisis Bahan Hukum .................................................... 22

BAB II TEORI, KONSEP DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN

TENTANG JABATAN NOTARIS, AKTA NOTARIS

DAN UTANG PIUTANG ...................................................................... 24

2.1 Pengertian dan Kewenangan Notaris .............................................. 24

2.2 Syarat Pengangkatan Notaris .......................................................... 30

2.3 Kewajiban dan Larangan bagi Notaris ............................................ 33

2.4 Hakekat Akta Notaris .................................................................... 38

2.5 Akta Notaris sebagai Akta Autentik ............................................... 46

2.6 Keabsahan Akta Notaris Sebagai Akta Autentik ............................ 49

2.7 Hakekat Utang Piutang, Jaminan dan Hak Tanggungan ................. 53

2.8 Subjek dan Objek Jaminan Hak Tanggungan ................................. 58

2.9 Bentuk Wanprestasi dalam Perjanjian Utang Piutang .................... 66

BAB III PENGATURAN PEMBERIAN KUASA MENJUAL HAK

ATAS TANAH DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG ............. 70

3.1 Pengaturan Pemberian Kuasa Menjual Hak Atas Tanah ................ 70

3.2 Keabsahan Kuasa Menjual Hak Atas Tanah dalam

Perjanjian Utang Piutang ................................................................. 85

xvii

3.3 Kepastian Hukum Kuasa Menjual yang Dibuat di Hadapan

Notarisbagi Para Pihak yang Membuatnya .................................... 103

BAB IV AKIBAT HUKUM PEMBERIAN KUASA MENJUAL HAK ATAS

TANAH SEBAGAI INSTRUMEN PEMENUHAN KEWAJIBAN

DEBITUR YANG WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG

PIUTANG ............................................................................................ 116

4.1 Tanggung Jawab Pemberi dan Penerima Kuasa dalam

Akta Kuasa Menjual yang Dibuat Dihadapan Notaris ................... 117

4.2 Tanggung Jawab Notaris terhadap Akta Kuasa Menjual yang

DibuatDihadapannya ..................................................................... 130

4.3 Upaya Hukum yang Dapat Ditempuh dalam Hal Debitur

MengalamiWanprestasi ................................................................. 150

BAB V PENUTUP ............................................................................................ 160

5.1 Kesimpulan ................................................................................... 160

5.2 Saran .............................................................................................. 161

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 163

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pemberian kuasa menjual hak atas tanah sebagai instrumen pemenuhan

kewajiban debitur dalam suatu perjanjian utang piutang dalam bentuk akta notariil

sebagaimana pembahasan dalam proposal tesis ini masih dapat ditemui dalam

praktik kenotariatan sehari-hari.Pemberian kuasa menjual tersebut perlu kajian

yuridis lebih lanjut, sebab pemberian kuasa tersebut kurang tepat karena alasan-

alasan antara lain:

1. Untuk menjaminkan hak atas tanah sebagai jaminan pelunasan utang

debitur sudah ada lembaga jaminan yaitu Hak Tanggungan yang diatur

dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah,

sehingga tidak perlu lagi kuasa menjual untuk menjamin pelunasan utang

debitur;

2. Pembuatan akta kuasa menjual sebagai instrument pemenuhan kewajiban

debitur sangat beresiko karena merugikan debitur itu sendiri, mengingat

dengan akta kuasa menjual maka setiap saat kreditur dapat menjual obyek

yang dijaminkan oleh debitur. Dengan demikian maka tidak ada

perlindungan hukum bagi debitur untuk mempertahan haknya. Meskipun

debitur telah menjaminkan hak atas tanah yang dimilikinya bukan berarti

hak tersebut telah beralih kepada kreditur;

2

3. Perjanjian utang piutang yang diikuti dengan pemberian kuasa menjual

bertentangan dengan asas kepentingan umum sebab penjualan benda

jaminan harus dilakukan secara sukarela atau dimuka umum melalui

lelang. Sehingga pemberian kuasa semacam ini adalah batal demi hukum.

Mengenai penjualan bawah tangan sudah diatur pula didalam Pasal 20

Undang-Undang Hak Tanggungan, apabila pelaksanaan penjualan secara

bawah tangan tidak sesuai dengan yang ada dalam Pasal tersebut

dinyatakan batal demi hukum.

4. Apabila dilihat dari konstruksi hukum dalam pemberian kuasa ini adalah

apabila debitur wanprestasi, maka kreditur berdasarkan kuasa jual yang

telah diberikan kepadanya akan menjual obyek jaminan tersebut untuk

mengambil pelunasan piutangnya. Dalam konteks ini kuasa yang diberikan

seperti kuasa mutlak yang tidak dapat ditarik kembali oleh si pemberi

kuasa, yang mana kuasa tersebut dilarang berdasarkan Instruksi Menteri

Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan

Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah.

Dari keempat alasan kurang tepatnya pemberian kuasa menjual dalam

perjanjian utang-piutang menunjukkan bahwa kuasa menjual yang dipakai oleh

para pihak tidak mempunyai kepastian hukum karena tidak bermanfaat bagi salah

satu pihak.Kurang bermanfaatnya kuasa menjual tersebut akibat tidak adanya

perlindungan hukum terhadap para pihak dalam membuat perjanjian utang-

piutang tersebut. Dengan kata lain, pihak kreditur dirugikan haknya karena

kedudukan kreditur menjadi kreditur konkuren yang berarti pemberi kredit tidak

3

didahulukan hak-haknya dari kreditur lainnya sedangkan pihak debitur dirugikan

jika jaminan yang berupa hak atas tanah menjadi beralih haknya walaupun debitur

tidak wanprestasi.

Munculnya perjanjian pemberian kuasa tentu saja membawa suatu

konsekuensi logis terhadap dunia hukum, yang sangat dibutuhkan dalam

kehidupan masyarakat untuk memudahkan seseorang untuk melakukan hak dan

kewajibannya yang karena keterbatasan waktu, jarak, dan alasan-alasan lainya

tidak dapat dilakukannya sendiri.Sehingga demi terciptanya kepastian dan

perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat dalam perjanjian pemberian

kuasa tersebut diperlukan suatu pranata hukum yang memadai untuk mengatur

perjanjian pemberian kuasa tersebut.

Di dalam kuasa menjual semestinya pemberi dan penerima kredit serta

pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan

yang kuat dan yang dapat pula memberikan kepastian hukum bagi semua pihak

yang berkepentingan.

Dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria yang disebut juga Undang-Undang Pokok Agraria,

sudah disediakan lembaga jaminan yang kuat yang dapat dibebankan pada hak

atas tanah, yaitu Hak Tanggungan, sebagai pengganti lembaga Hypotheek dan

Credietverband.

Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang

tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu

terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam arti, jika debitur cidera janji, kreditur

4

pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang

dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditur yang lain. Kedudukan

diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang

negara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah(selanjutnya disebut

UUHT) bertujuan memberikan landasan untuk dapat berlakunya lembaga Hak

Tanggungan yang kuat, diantaranya mengenai kedudukan Surat Kuasa

Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Dalam hal pemberi Hak Tanggungan

tidak dapat hadir di hadapan PPAT atau notaris, Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 memberikan kesempatan kepada pemberi Hak Tanggungan

untuk menggunakan SKMHT.

Pembuatan SKMHT juga dimungkinkan dalam hal hak atas tanah yang

menjadi obyek Hak Tanggungan belum mempunyai sertipikat.Dalam perjanjian

kredit pemilikan rumah (KPR) debitur penerima kredit memberikan jaminan

berupa rumah dan tanah yang dibeli dari fasilitas kredit bank tersebut.Pihak bank

pemberi kredit biasanya hanya sebagai pemegang SKMHT saja, karena setipikat

hak atas tanah yang menjadi obyek jaminan belum dilakukan secara individual.

Akan tetapi, jalan yang ditempuh oleh pihak bank dengan cara lain yaitu membuat

kuasa menjual, dengan alasan antara lain :

a. Proses penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sampai keluarnya

Sertipikat Hak Tanggungan memerlukan waktu yang lama;

5

b. Biaya mahal;

c. Pihak kreditur yang sudah mengenal debitur dengan baik merasa tidak perlu

menempuh pembebanan secara langsung karena merasa cukup aman.

Perjanjian Pemberian Kuasa (lastgeving) telah dikenal sejak abad

pertengahan, yang dalam hukum Romawi disebut mandatum yang bersumber dari

kata manus dan datum.Manus berarti tangan dan datum memiliki pengertian

memberikan tangan.Pada mulanya mandatum dilakukan karena pertemanan, dan

dilakukan secara cuma-cuma.Baru kemudian dapat diberikan suatu honorarium

yang bersifat bukan pembayaran tapi lebih bersifat penghargaan atas pekerjaan

yang telah dilaksanakan oleh si penerima mandatum.

Pemberian kuasa terbentuk didalam kehidupan kemasyarakatan, yang

kemudian dituangkan dalam peraturan yang disahkan negara atau dalam undang-

undang.Dalam perkembangan selanjutnya, khususnya pada saat sekarang ini

dimana kegiatan manusia semakin berkembang, nyata terlihat bentuk-bentuk

hubungan hukum dengan cara membuat suatu perjanjian, yang dalam perjanjian

tersebut sering kali mencantumkan klausula kuasa sesuai dengan apa yang

dikehendaki. Memang pemberian kuasa merupakan perbuatan hukum yang paling

banyak dijumpai dalam masyarakat, selain itu pemberian kuasa adalah perbuatan

yang mendasar sekali dan penting dalam proses hubungan hukum maupun bukan

hubungan hukum, dalam hal seseorang menghendaki dirinya diwakili oleh orang

lain untuk menjadi kuasanya, untuk melaksanakan segala sesuatu yang merupakan

kepentingan sipemberi kuasa dalam segala hal, termasuk dalam hubungan-

hubungan dengan pihak-pihak lain selainkuasanya.

6

Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut

KUHPerdata) maupun di UUHT tidak dijelaskan mengenai pengertian kuasa

menjual.Para pihak yang membuat kuasa menjual hanya mengacu pada asas

kebebasan berkontrak yang pemerintah tidak bisa intervensi dalam penentuan

klausul perjanjiannya.Tidak diperlukannya intervensi pemerintah bukan berarti

pemerintah tidak boleh memberikan suatu pranata hukum untuk menjaga keadilan

sesuai fungsi negara dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia.Pemberian kuasa dalam hukum positif Indonesia diatur di dalam Buku

III Bab XVI mulai dari Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 KUHPerdata.

Bertitik tolak dari penjelasan diatas maka terdapat kekosongan norma di

dalam penelitian ini. Kekosongan norma ini terjadi karena tidak adanya suatu

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengertian kuasa menjual,

tata cara pemberian kuasa menjual dan akibat yang ditimbulkan dari kuasa

menjual tersebut. Ketentuan tersebut yang menyebabkan perlu adanya pengaturan

lebih jelas mengenai kuasa menjual sehingga para pihak yang membuat kuasa

menjual dapat dilindungi hak-haknya.

Implikasi dari kekosongan norma tersebut, masyarakat membentuk hukum

sendiri dengan cara membuat kuasa menjual dihadapan Notaris. Cara ini dianggap

praktis karena para pihak memperoleh kemudahan-kemudahan terkait dengan

perbuatan hukum utang piutang yang mana jaminan dari utang tersebut yang

berupa tanah tidak perlu didaftarkan di Kantor Pertanahan. Akan tetapi,

kemudahan tersebut akan menimbulkan resiko yang sangat riskan bagi para pihak

7

maupun Notaris karena kuasa menjual tidak bermanfaat dan tidak menimbulkan

keadilan apabila debitur mengalami wanprestasi.

Adapun contoh kuasa menjual yang akan diangkat yakni Kuasa Untuk

Menjual Agunan No.33 tertanggal 25 Mei 2015 yang dibuat dihadapan Notaris A,

SH (bukan nama sebenarnya). Kuasa menjual tersebut dibuat berdasarkan atas

Surat Pengakuan Hutang antara Tuan B (bukan nama sebenarnya) dengan Tuan C

(bukan nama sebenarnya) selaku kepala Bank D Unit Canggu (bukan nama

sebenarnya) berkedudukan di kabupaten Badung yang ditandatangani pada

tanggal 25 Mei 2015. Kuasa menjual tersebut dibuat untuk menjamin pelunasan

utang Tuan B, bila suatu hari nanti Tuan B wanprestasi.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan pemberian kuasa menjual hak atas tanah sebagai

instrumenpemenuhan kewajiban atas perjanjian utang piutang dalam peraturan

perundang-undangan tentang hukum jaminan?

2. Apakah akibat hukum dari pemberian kuasa menjual hak atas tanah sebagai

instrumen pemenuhan kewajiban debitur yang wanprestasi dalam perjanjian

utang piutang dalam kaitannya dengan pelaksanaan eksekusi jaminan?

1.3. Orisinalitas Penelitian

Orisinalitas penelitianadalah bagian penting dalam penelitian hukum dan

tentunya penelitian-penelitian dalam ilmu lainnya.Penelitian hukum untuk

kepentingan akademis (terutama untuk kepentingan skripsi, tesis dan disertasi)

8

disyaratkan harus bersifat original.Orisinalitas penelitiandiwujudkan melalui

pernyataan penulis yang menyatakan bahwa tesis benar-benar dibuat sendiri dan

tidak melakukan plagiat serta kesediaan menerima sanksi apabila dikemudian hari

terbukti melakukan plagiat.

Orisinalitas bertujuan untuk mencegah tindakan plagiat.Orang yang

melakukan tindakan plagiat disebut plagiator.Plagiat di dunia pendidikan harus

dicegah dan bila terjadi harus segera ditanggulangi.Untuk menghindari plagiat

dalam penulisan tesis ini, maka dilakukan studi kepustakaan yang terkait dengan

tesis ini, yaitu :

1. Tesis dari Fransiska Nona Kartika, NIM 1006738235, alumni Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 2012 dengan

judul “Analisis Mengenai Akta Pengakuan Utang Dengan Jaminan Hak Atas

Tanah Yang Diikuti Kuasa Menjual”. Adapun yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian tesis tersebut yakni Bagaimanakah

pelaksanaan kuasa menjual atas jaminan hakatas tanah yang berdasarkan pada

Akta Pengakuan Utang?Serta Bagaimanakah keabsahan perjanjian jual beli

dengan kuasa menjual yang dilakukan antara suami istri dikaitkan dengan

ketentuan pasal 1467 KUHPerdata dan asas kebebasan berkontrak?

2. Tesis dari Gemi Sugiyarti, SH, NIM. B4B006127, alumni Program Studi

Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Tahun 2008 dengan judul

“Pelaksanaan Kuasa Menjual Dalam Kaitannya Dengan Perjanjian Utang

Piutang Di Wilayah Jakarta Selatan”.Adapun yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian tesis tersebut yakni Bagaimanakah

9

pelaksanaan kuasa menjual yang terkait dengan perjanjian utang piutang

dalam praktek?Serta Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pemberi kuasa

dalam pelaksanaan kuasa menjual yang terkait dengan perjanjian utang

piutang?

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari pada penelitian dalam tesis ini

meliputi tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu :

a. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk pengembangan ilmu hukum

terkait paradigma Science as a process (ilmu sebagai proses). Ikhwal tersebut

menunjukkan bahwa ilmu hukum tidak akan terhambat dalam penggalian atas

kebenarannya, khususnya terkait dengan materi Kuasa Menjual Sebagai

Instrumen pemenuhan Kewajiban Debitur Yang Wanprestasi Dalam Perjanjian

Utang-Piutang.

b. Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian tesis ini sesuai

dengan permasalahan yang akan dibahas, yaitu:

1. Untuk mengetahui dasar hukum dari pemberian kuasa menjual sebagai

instrumen pemenuhan kewajiban debitur yang wanprestasi dan untuk

mengetahui akibat hukum dari pemberian kuasa menjual tersebut.

10

2. Untuk mengetahui akibat hukum dari pemberian kuasa menjual sebagai

instrumen pemenuhan kewajiban debitur yang wanprestasi terkait eksekusi

jaminan.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Secara Teoritis Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Untuk Memberikan sumbangan pemikiran khususnya dalam penemuan asas

asas, konsep-konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan teori ini.

2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum pada umumnya,

maupun di bidang keperdataan dan jaminan pada khususnya terutama di

bidang pembuatan kuasa.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Dapat memberikan dasar pertimbangan yuridis baik bagi kreditur maupun

bagi debitur dalam membuat perjanjian utang piutang yang diikuti dengan

kuasa menjual.

2. Dapat memberikan dasar bagi notaris dalam membuat pengikatan antara

kreditur dan debitur yang hendak membuat perjanjian utang piutang dengan

diikuti kuasa menjual.

11

1.6. Landasan Teoritis

a. Teori Kepastian Hukum

Pengertian asas kepastian hukum terdapat di dalam Penjelasan Pasal 6

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan yang menyebutkan :

“yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah

bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan harus dapat

mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian

hukum”

Gustav Radbruch mengemukakan dalam pengertian hukum dapat

dibedakan menjadi tiga aspek yang ketiga-tiganya diperlukan untuk sampai

kepada pengertian hukum yang memadai.Aspek yang pertama adalah keadilan

dalam arti yang sempit. Keadilan ini berarti kesamaan hak untuk semua orang di

depan pengadilan.Aspek yang kedua ialah tujuan keadilan atau finalitas, aspek ini

menentukan isi hukum, sebab isi hukum memang sesuai dengan tujuan yang

hendak dicapai.Aspek yang ketiga adalah kepastian hukum atau legalitas.Aspek

ini menjamin bahwa hukum dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus ditaati.

Peter Mahmud Marzuki mengemukakan, kepastian hukum mengandung

dua pengertian, yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat

individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan

kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah

karena adanya aturan yang bersifat umum itu, individu dapat mengetahui apa saja

yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara kepada setiap individu.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang,

12

melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim yang lainnya untuk

kasus serupa yang telah diputus.

Menurut J.M Otto kepastian hukum memiliki unsur-unsur sebagai

berikut:1

a. Adanya aturan yang konsisten dan dapat diterapkan yang ditetapkan

Negara

b. Aparat pemerintah menerapkan aturan hukum tersebut secara konsisten

dan berpegang pada aturan hukum tersebut.

c. Rakyat pada dasarnya tunduk pada hukum

d. Hakim yang bebas dan tidak memihak secara konsisten menerapkan aturan

hukum tersebut

e. Putusan Hakim dilaksanakan secara nyata

Mengenai konsep kepastian hukum menurut Jimmy Zeravianus Usfunan

dalam disertasinya Konsep Kepastian Hukum Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan dikatakan Kajian filosofis dan teoritis tentang “Konsep Kepastian

Hukum” dari perspektif positivisme hukum, dapat diidentifikasi dengan beberapa

unsur, yaitu:

a. Aturan harus diundangkan terlebih dahulu (tidak mempermasalahkan

peraturan perundang-undangan itu sarat dengan moral).

b. Aturan diundangkan oleh lembaga yang berwenang.

c. Aturan yang diundangkan harus bersumber dari aturan yang lebih tinggi.

d. Adanya kejelasan ketentuan dalam aturan.

e. Adanya kepastian dalam penerapan hukum sesuai dengan apa yang

diundangkan (agar membatasi kekuasaan, dan masyarakat tahu akan hak

dan kewajibannya).

1 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Perdana Media Group,

Jakarta, hal. 158.

13

f. Kepastian hukum memberi peluang bagi aturan tersebut diubah sesuai

dengan perkembangan (mempertimbangkan putusan pengadilan, dan fakta

social lainnya).

Dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan ekonomi dan

perdagangan di negara manapun termasuk di Indonesia diperlukan dana yang

salah satunya diperoleh dari kegiatan perkreditan melalui perbankan. Untuk ini

Pemerintah telah memfasilitasi dengan melakukan penyehatan perbankan dan

lembaga keuangan non-bank, hal ini dimaksudkan agar lembaga-lembaga

keuangan tersebut menjadi kuat dan tangguh didalam menyalurkan dananya ke

masyarakat dalam bentuk fasilitas-fasilitas kredit yang dibutuhkan oleh para

pelaku usaha.Mengingat pentingnya kepastian akan tersalurkannya dana tersebut,

sudah semestinya perlu adanya jaminan yang memadai dalam memberikan

perlindungan dan kepastian hukum bagi pemberi dan penerima kredit serta pihak

lain yang berkepentingan salah satunya adalah jaminan berupa hak atas tanah.

Relevansi teori kepastian hukum ini akan digunakan untuk menjawab

permasalahan yang pertama Teori Kepastian Hukum dalam penelitian ini

berkaitan dengan pengaturan pelaksanaan pemberian kuasa menjual hak atas tanah

sebagai jaminan atas perjanjian utang piutang dalam peraturan perundang-

undangan tentang hukum jaminan.

b. Teori Tentang Terjadinya Kesepakatan

Kesepakatan atau konsensus merupakan langkah awal dari para pihak

yang membuat suatu perjanjian.Jika kesepakatan itu merupakan langkah awal dari

14

para pihak yang membuat perjanjian maka timbul suatu permasalahan mengenai

kapan saat terjadinya kesepakatan tersebut.Ada beberapa teori yang menyatakan

kapan terjadinya kesepakatan. Teori-teori itu adalah:

a). Teori kehendak (Wills Theory), teori menitikberatkan pada kehendak para

pihak yang merupakan unsur essensil dalam pernjanjian. Dengan kata lain

teori ini mengatakan bahwa terjadinya suatu perjanjian atau konsensus adalah

karena adanya persesuaian kehendak di para pihak yang membuat perjanjian

tersebut;

b). Teori pernyataan (Ultings Theory), teori ini menganut sistem dimana

penawaran ditawarkan dan disetujui maka perjanjian tersebut sudah sempurna

dan mengikat kedua belah pihak sebagai undang-undang.Teori pernyataan ini

berkaitan dengan kebebasan berpendapat yang dikemukakan oleh Yohanes

Usfunan yang menyatakan kebebasan berpendapat harus mendapatkan

perlindungan peraturan perundang-undangan karena kebebasan berpendapat

merupakan salah satu hak dasar.2 Dengan kata lain teori pernyataan ini

mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kebebasan berpendapat karena

perjanjian yang akan dibuat awal mulanya berdasarkan kesepakatan para

pihak yang awal mulanya para pihak mengemukakan pendapatnya sesuai

dengan keinginannya masing-masing.

Urgensi dari pada teori berkaitan dengan pembuatan perjanjian utang

piutang dan pembuatan perjanjian pemberian kuasa menjual. teori ini akan

digunakan untuk menjawab permasalahan kedua

2 Yohanes Usfunan, 2015, Hukum, Ham, dan Pemerintahan, Udayana University Press,

Denpasar (selanjutnya disingkat Yohanes Usfunan I), hal. 172.

15

c. Teori Perlindungan Hukum

Awal mula dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari

teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato,

Aristoteles (murid Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum

alam menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat

universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan.Para

penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan

aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan

melalui hukum dan moral.Menurut Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum

alam adalah ketentuan akal yang bersumber dari Tuhan yang bertujuan untuk

kebaikan dan dibuat oleh orang yang mengurus masyarakat untuk disebarluaskan.

Keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana untuk

menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, dalam hubungan antar

anggota masyarakat yang satu dengan yang lainya dapatdijaga kepentinganya.

Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subyek hukum dengan objek

hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban.Hak dan

kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh

hukum, agar anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan

kepentinganya. Hal ini perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu

pemberian jaminan atau kepastian hukum bahwa seseorangakan mendapatkan apa

yang telah menjadi hak dan kewajibannya, yang menyebabkan bersangkutan

merasa aman.3Artinya manusia yang melakukan kontrak sosial adalah manusia

3Marwan Mas, 2004, Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, hal. 116.

16

yang tertib dan menghargai kebebasan, hak hidup dan pemilikan harta sebagai hak

bawaan manusia.

Menurut Locke masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang tidak

melanggar hak-hak dasar manusia, hak-hak tersebut tidak ikut diserahkan kepada

penguasa ketika kontrak sosial dilakukan.Oleh karena itu, kekuasaan penguasa

yang diberikan lewat kontrak sosial, dengan sendirinya tidak mungkin bersifat

mutlak.Kalau begitu, adanya kekuasaan tersebut justru untuk melindungi hak-hak

kodrat dimaksud dari bahaya-bahaya yang mungkin mengancam, baik datang dari

dalam maupun dariluar.Begitulah, hukum yang dibuat dalam negara pun bertugas

melindungi hak-hak dasar tersebut.

Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan

pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan

perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-

hak yang diberikan oleh hukum.

Menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra berpendapat bahwa hukum dapat

difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif

dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif.Pendapat Sunaryati Hartono

mengatakan bahwa hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat

secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.4Artinya

Fungsi primer hukum, yakni melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang

dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun

penguasa.Di samping itu berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi

4Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, 1993, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja

Rosdakarya, Bandung, hal. 118.

17

sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.Perlindungan,

keadilan, dan kesejahteraan tersebut ditujukan pada subyek hukum yaitu

pendukung hak dan kewajiban, tidak terkecuali kaum wanita.

Menurut pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi

rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan

represif.Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya

sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam

pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan yang represif

bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di

lembaga peradilan.

1.7. Metode Penelitian

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu

masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan

tuntas terhadapsuatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode

penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk

memecahkan masalah dalam melakukan penelitian.5

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan

ilmiahyang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang

bertujuan untuk mempelajari suatu gejala hukum tertentu, dengan jalan

menganalisis dan memeriksa secara mendalam terhadap fakta hukum tersebut,

5Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-

Press), Jakarta, hal.6.

18

untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul

di dalam gejala yang bersangkutan.6

a. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam tesis ini merupakan penelitian hukum

normatif. Penelitian hukum normatif tersebut mencakup penelitian asas-asas

hukum, penelitian terhadap sistematik hukum,penelitian terhadap taraf

sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum.

Penelitian hukum normatif yang mengacu pada bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder serta bahan hukum tertier. Bahan hukum primer yaitu

bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum (perundang-

undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan

(kontrak, konvensi, dokumen hukum, dan putusan hakim), Bahan hukum

sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum

primer (buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, dan media cetak atau

elektronik). Sedangkan bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

(rancangan undang-undang, kamus hukum, dan ensiklopedi).7

b. Jenis Pendekatan

a) Pendekatan Perundang-Undangan (The Statute Approach)

Pendekatan perundang-undangan dalam tesis ini dilakukan dengan

menelaah peraturan perundang-undangan dan regulasi yang terkait

denganpengaturan pelaksanaan pemberian kuasa menjual hak atas tanah sebagai

6Ibid, hal. 42.

7Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet I, Citra Aditya Bakti,

Bandung, hal.82.

19

instrument pemenuhan kewajiban debitur yang wanprestasidalam perjanjian utang

piutang dalam peraturan perundang-undangan tentang hukum jaminan, serta

kepastian hukumnya, yakni dilakukan untuk meneliti peraturan perundang-

undangan, khususnya UUHT, serta peraturan perundang-undangan lainnya.

b) Pendekatan Konsep Hukum (Conceptual Approach)

Konsep dalam bahasa Inggris menyebut Concept dan bahasa Latin

menyebut Conceptus dari Concipere yang memiliki arti memahami, menerima

atau menangkap.Konsep secara umum dijelaskan sebagai unsur-unsur abstrak

yang mewakili kelas-kelas fenomena dalam suatu bidang studi yang kadangkala

menunjuk pada hal-hal universal yang diabstraksikan dari hal-hal yang particular.

Penggabungan itu memungkinkan ditentukannya arti kata-kata secara tepat dan

menggunakannya dalam proses pemikiran.8Pendekatan ini digunakan untuk

mengkaji konsep pengaturan pelaksanaan pemberian kuasa menjual hak atas tanah

sebagai instrument pemenuhan kewajiban debitur yang wanprestasidalam

perjanjian utang piutang dalam peraturan perundang-undangan tentang hukum

jaminan.Selain itu dalam kajiannya dikaitkan dengan teori kepastian Hukum dan

teori perlindungan Hukum.

c) Pendekatan Kasus (Case Approach)

Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu dipahami oleh peneliti

adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim

untuk sampai pada putusannya. Menurut Goodheart, ratio decidendi dapat

8 Johnny Ibrahim, 2007, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif,Cet. III,

Bayumedia Publishing, Malang, hal. 306.

20

diketemukan dengan memperhatikan fakta materiil.9 Fakta-fakta tersebut berupa

orang, tempat, waktu, dan segala yang menyertainya asalkan tidak terbukti

sebaliknya. Perlunya fakta materiil tersebut diperhatikan karena baik hakim

maupun para pihak akan mencari aturan hukum yang tepat untuk dapat diterapkan

pada fakta tersebut. Ratio decidendiinilah yang menunjukkan bahwa ilmu hukum

merupakan ilmu yang bersifat preskriptif, bukan deskriptif. Sedangkan diktum,

yaitu putusannya merupakan sesuatu yang bersifat deskriptif. Oleh karena itulah

pendekatan kasus bukanlah merujuk kepada diktum putusan pengadilan,

melainkan merujuk kepada ratio decidendi.

c. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum dalam penelitian ini berasal dari penelitian

kepustakan (library research) artinya terdiri dari bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder dan bahan hukum tertier.Bahan hukum primer adalah bahan

yang isinya mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah, contohnya berbagai

peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan traktat.Bahan hukum

sekunder adalah bahan-bahan yang isinya membahas bahan hukum primer,

contohnya makalah, buku-buku, laporan hukum dalam bentuk akademik, tesis,

laporan dan karya tulis lain, majalah yang berhubungan dengan penelitian

ini.Bahan hukum tertier adalah bahan-bahan hukum yang bersifat menunjang

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, contohnya kamus, buku

pegangan.

9Ian McLeod, 1999, Legal Method, Macmillan, London, hal. 144.

21

Adapun sumber bahan hukum primer yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat yaitu:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria;

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah;

4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Adapun bahan hukum sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer.

Bahan hukum sekunder dalam penulisan tesis ini meliputi : buku – buku literatur,

jurnal, makalah dan bahan – bahan hukum tertulis lainnya yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian.

Adapun bahan hukum tertier yang dimaksud dalam penulisan tesis ini

yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tertier dalam

penulisan tesis ini meliputi kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia.

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan

dengan metode bola salju (snowball method).Metode bola salju adalah metode

dimana bahan hukum dikumpulkan melalui beberapa literatur kemudian dari

22

beberapa literatur tersebut diambil sejumlah sumber yang mendukung literatur

tersebut.

e. Teknik Analisis Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan kemudian dilanjutkan

dengan proses analisis, yaitu menganalisis bahan-bahan yang terkumpul dengan

menggunakan beberapa teknik yaitu teknik deskripsi, sistematisasi, dan evaluasi

lalu disimpulkan dengan teknik argumentasi.

Teknik diskripsi adalah teknik menganalisa bahan hukum dengan cara

menguraikan dan menghubungkan permasalahan yang dibahas. Terkait dengan

permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai pengaturan pemberian kuasa

menjual dengan teori-teori dan literatur-literatur yang telah dikumpulkan.

Langkah selanjutnya dengan menggunakan teknik sistematisasi, yang

merupakan proses pencarian kaitan antar perundang-undangan yang satu dengan

yang lainnya, khususnya dalam hal ini yang mempunyai keterkaitan dengan kuasa

menjual dalam perjanjian utang-piutang.

Selanjutnya dengan menggunakan teknik evaluasi dengan tujuan untuk

menilai ada atau tidaknya undang-undang yang mengatur tentang pemberian

kuasa menjual dalam perjanjian utang-piutang sebagaimana yang telah dijelaskan

sebelumnya dengan bahan-bahan hukum yang diperoleh.

Setelah melalui pengolahan, hasilnya akan disimpulkan dengan

menggunakan teknik argumentasi, sehingga hasil penelitian tersebut di atas akan

berbentuk argumentasi hukum yang diikuti dengan penalaran hukum terkait

dengan permasalahan yang dibahas yakni terkait dengan pemberian kuasa menjual

23

dalam perjanjian utang-piutang. Mengenai akibat hukum dari pemberian kuasa

menjual hak atas tanah jika debitur wanprestasi dikaji dan dianalisis dengan

menggunakan teori-teori dan juga bahan-bahan hukum yang diperoleh dan yang

telah dijelaskan di atas.