KTI AYU

98
i KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010 Oleh: WAHYU DWI ASTUTI NIM : P 17433107157 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO PROGRAM STUDI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN 2010

Transcript of KTI AYU

Page 1: KTI AYU

i

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

Oleh:

WAHYU DWI ASTUTI

NIM : P 17433107157

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN

2010

Page 2: KTI AYU

ii

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

Oleh:

WAHYU DWI ASTUTI

NIM : P 17433107157

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN

2010

Page 3: KTI AYU

iii

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang

Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto

Program Studi Diploma III Kesehatan Lingkungan Purwokerto

Karya Tulis Ilmiah, Juli 2010

ABSTRAK

Wahyu Dwi Astuti ([email protected])

”PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI TERHADAP C/N

RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA

USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010”

xiv + 71 halaman; gambar, tabel, lampiran

Pengomposan kotoran sapi dengan serbuk gergaji dapat mengatasi

masalah pencemaran lingkungan. Kompos dapat dimanfaatkan untuk memupuk

berbagai tanaman, selain itu memberi peluang kepada peternak sapi untuk

memperoleh tambahan pendapatan dan masalah limbah serbuk gergaji di industri

penggergajian kayu dapat dipecahkan.

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian Pre-Experiment dengan

disain The One Shot Case Study. Sampel berupa kotoran sapi dengan pemberian

serbuk gergaji sebesar 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%. Data diperoleh dari hasil

observasi, pengukuran, dan hasil pemeriksaan kompos diperiksa di Laboratorium

Ilmu Pertanahan UNSOED.

Hasil penelitian menunjukkan nilai C/N ratio kompos kotoran sapi dengan

variasi pemberian serbuk gergaji 5% (13:1), serbuk gergaji 10% (21:1), serbuk

gergaji 15% (23:1), serbuk gergaji 20% (28:1), dan serbuk gergaji 25% (33:1).

C/N ratio kompos kotoran sapi yang ideal ada pada serbuk gergaji 5% yaitu 13:1.

Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan nilai signifikan 0,111 > 0,05, sehingga

tidak ada perbedaan yang bermakna antara variasi pemberian serbuk gergaji

terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi.

Peneliti menyarankan, waktu untuk proses pengomposan diperpanjang

agar memperoleh hasil kompos yang optimal dan untuk penelitian selanjutnya,

diharapkan untuk memperbanyak replikasi dan konsentrasi dipersempit.

Daftar bacaan : 12 (1982-2009)

Kata kunci : kompos, serbuk gergaji, C/N ratio

Klasifikasi : -

Page 4: KTI AYU

iv

Health Ministry of Indonesia Republic

Health Polytechnic Health Ministry of Semarang

Environmental Health Program Study of Purwokerto

DIII Program Study of Environmental Health of Purwokerto

Scientific Research, July 2010

ABSTRACT

Wahyu Dwi Astuti ([email protected])

THE VARIOUS AFFECT OF SAWDUST TOWARD C/N COMPOS RATIO OF

COW FECAL AT TECHNICAL UNIT OF VARY HUSBANDRY AT

PURBALINGGA REGENCY YEARS OF 2010”

xiv + 71 pages; picture, table, attachment

Compost of cow fecal mixed with sawdust can overcome the environment

problem. Compost can be useful for plant nutrition; beside that compost also

giving a chance for a farmer to get more income and more over the problem of

saw mill waste can be solved.

This was pre-experiment research with one shot case study design. The

sample was from the cow fecal sample with sawdust amounts are 5%, 10%, 15%,

20%, and 25%. Data was determined from observation, measurement, and

compos experimented at laboratory of soil science faculty of Unsoed.

The research result shows C/N ratio value of cow fecal with 5% (13:1),

10% of sawdust (21:1), 15% of wood residue (23:1), 20% sawdust (28:), for the

25% sewn wood residue (33:1). The ideal fecal compost C/N ratio was the 5%

sewn wood residue (13:1). Based on Kruskal-Wallis test, the significance value

was 0,111 > 0,05, therefore no significant difference between various sewn

residue toward C/N compos ratio of cow fecal.

The researcher suggests for prolonging the composting process so that an

optimal result can be gained and for the further researcher should multiple the

replications and narrowing the concentration.

Literatures : 12 (1982-2009)

Keywords : compost, sawdust, C/N ratio

Classification : -

Page 5: KTI AYU

v

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

Karya Tulis Ilmiah ini sebagai salah satu persyaratan

untuk mencapai derajat Ahli Madya Kesehatan Lingkungan

Oleh:

WAHYU DWI ASTUTI

NIM : P 17433107157

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN

2010

Page 6: KTI AYU

vi

Page 7: KTI AYU

vii

Page 8: KTI AYU

viii

BIODATA

Nama : Wahyu Dwi Astuti

Tempat, tanggal lahir : Purbalingga, 21 Agustus 1989

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Desa Kalitinggar Kidul Rt 04 Rw 01, Kecamatan

Padamara, Kabupatan Purbalingga, Kode Pos

53372

Riwayat pendidikan : 1. Tahun 2001, lulus SD Negeri 03 Kalitinggar

2. Tahun 2004, lulus SMP Negeri 1 Purbalingga

3. Tahun 2007, lulus SMA Negeri 1 Purbalingga

4. Tahun 2007, diterima di Program Studi

Diploma III Kesehatan Lingkungan Politeknik

Kesehatan Kemenkes Semarang

Page 9: KTI AYU

ix

LEMBAR PERSEMBAHAN

**SEE WITH LOVING EYES, LIFE IS BEAUTIFUL**

**SPEAK WITH TENDER VOICES, LIFE IS SPEACEFUL**

**HELP WITH GENTLE HANDS, LIFE IS FULL**

**CARE WITH COMPASSIONATE HEARTS, LIFE IS GOOD BEYOND ALL

MEASURE**

**COMPLETE LOVE AT LIFE IS WONDERFULL**

Karya Tulis Ilmiah ini ku Persembahkan untuk :

1. Kedua orang tua ku yang tiada henti slalu mendukung dan mendoakan ku

2. Kepada Miyu_Erhaz yang selalu memberi dukungan dan semangatnya

3. Kepada keluarga besar Ku, LuvU all

Page 10: KTI AYU

x

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Wahyu Dwi Astuti

NIM : P 17433107157

Judul Karya Tulis Ilmiah : Pengaruh Variasi Pemberian Serbuk

Gergaji Terhadap C/N Ratio Kompos

Kotoran Sapi di Unit Pelaksana Teknis

Aneka Usaha Peternakan Kabupaten

Purbalingga Tahun 2010

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah betul-

betul hasil karya saya bukan hasil penjiplakan dari hasil karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dan apabila kelak dikemudian hari terbukti ada unsur

penjiplakan, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Purwokerto, 15 Juli 2010

Yang menyatakan,

Wahyu Dwi Astuti

NIM : P 17433107157

Page 11: KTI AYU

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan

Karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini

dengan judul “Pengaruh Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Terhadap C/N

Ratio Kompos Kotoran Sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha

Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010”.

Karya Tulis Ilmiah ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan

untuk mencapai derajat Ahli Madya Kesehatan Lingkungan.

Penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini peneliti banyak mendapat bantuan

baik materiil maupun moril dari berbagai pihak, untuk itu peneliti mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Sugiyanto, S.Pd, M.App.Sc., selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kemenkes Semarang.

2. Bapak Marsum, BE, S.Pd, M.HP., selaku Ketua Jurusan Kesehatan

Lingkungan Purwokerto.

3. Bapak Sugeng Abdullah, SST, M.Si., selaku Ketua Program Studi DIII

Kesehatan Lingkungan Purwokerto.

4. Bapak Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purbalingga yang

telah memberi izin penelitian Karya Tulis Ilmiah.

5. Bapak Budi Santoso, S.Sos., selaku Kepala Unit Pelaksanan Teknis Aneka

Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga.

Page 12: KTI AYU

xii

6. Bapak Hari Rudijanto IW, ST, M.Kes., selaku Pembimbing I Karya Tulis

Ilmiah yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran masukan.

7. Bapak Budi Triyantoro, ST, M.Kes., selaku Pembimbing II Karya Tulis

Ilmiah yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran masukan.

8. Seluruh dosen pengajar dan karyawan Politeknik Kesehatan Kemenkes

Semarang yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

9. Bapak dan Ibu tercinta serta segenap keluarga yang senantiasa selalu

memberikan dorongan, dukungan, dan pengorbanan serta menjadi

penyemangat dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

10. Orang-orang terdekat, terimakasih atas dukungan dan semangatnya.

11. Seluruh teman-teman satu angkatan, terimakasih untuk segala kerja samanya.

12. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu atas dukungan

dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Purwokerto, 15 Juli 2010

Peneliti

Wahyu Dwi Astuti

NIM : P 17433107157

Page 13: KTI AYU

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .............................................................................. x

DAFTAR ISI ............................................................................................ xii

DAFTAR TABEL .................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvi

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................. 5

C. Tujuan ................................................................................... 6

D. Manfaat ................................................................................. 6

E. Ruang Lingkup Materi .......................................................... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian-pengertian ........................................................... 8

B. Jenis Bahan Baku Kompos ................................................... 8

C. Proses Pengomposan ............................................................. 11

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompos ........................ 13

E. Ciri-ciri Kompos ................................................................... 17

F. Manfaat Kompos ................................................................... 18

G. Kerangka Teori ..................................................................... 18

H. Hipotesis ............................................................................... 19

Page 14: KTI AYU

xiv

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian ................................................................ 20

B. Jenis Penelitian ..................................................................... 22

C. Waktu dan Lokasi ................................................................. 23

D. Populasi dan Sampel ............................................................. 23

E. Pengumpulan Data ................................................................ 24

F. Pengolahan Data ................................................................... 25

G. Analisis Data ......................................................................... 26

BAB IV. HASIL

A. Gambaran Umum .................................................................. 27

B. Gambaran Khusus ................................................................. 28

BAB V. PEMBAHASAN

A. Pembahasan Umum .............................................................. 36

B. Pembahasan Khusus ............................................................. 38

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ............................................................................... 48

B. Saran ..................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 15: KTI AYU

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Organisme yang Terlibat dalam Proses Pengomposan 11

2.2 Suhu dan Waktu yang Dibutuhkan untuk Mematikan

Organisme Phatogen

15

3.1 Definisi Operasional Variabel 21

4.1 Hasil Pengukuran Suhu Kompos Kotoran Sapi Dengan

Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Di Unit Pelaksana

Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga

Tahun 2010

28

4.2 Hasil Pengukuran pH Kompos Kotoran Sapi Dengan

Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Di Unit Pelaksana

Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga

Tahun 2010

30

4.3 Hasil Pengukuran Kelembaban Kompos Kotoran Sapi

Dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Di Unit

Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten

Purbalingga Tahun 2010

31

4.4 Hasil Pengukuran C/N Ratio Kompos Kotoran Sapi

Dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Di Unit

Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten

Purbalingga Tahun 2010

32

4.5 Hasil Analisis Homogenitas 34

4.6 Hasil Analisis Statistik Uji Kruskal-Wallis 34

4.7 Hasil Analisis Statistik Uji U Mann-Whitney 35

5.1 Distribusi status kepegawaian di unit pelaksana teknis

aneka usaha peternakan

Kabupaten purbalingga tahun 2010

37

Page 16: KTI AYU

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Proses Umum Pengomposan Limbah Padat Organik 12

2.2 Kerangka Teori 18

3.1 Struktur Hubungan Variabel 21

4.1 Grafik Perubahan Suhu Kompos Kotoran Sapi dengan

Variasi Pemberian Serbuk Gergaji

29

4.2 Grafik Perubahan pH Kompos Kotoran Sapi dengan

Variasi Pemberian Serbuk Gergaji

30

4.3 Grafik Kelembaban Kompos Kotoran Sapi dengan

Variasi Pemberian Serbuk Gergaji

31

4.4 Grafik Nilai C/N Ratio Kompos Kotoran Sapi dengan

Variasi Pemberian Serbuk Gergaji

32

Page 17: KTI AYU

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

Prosedur Pembuatan Kompos

Skema Prosedur Pembuatan Kompos

Prosedur Pemeriksaan Suhu

Prosedur Pemeriksaan pH

Prosedur Pemeriksaan Kelembaban

Prosedur Pemeriksaan C–Organik

Prosedur Pemeriksaan Nitrogen

Tabel C/N Ratio Bahan Organik

Rumus Perhitungan Jenis Bahan Baku Kompos

Hasil Pengukuran Suhu Kompos Kotoran Sapi Dengan Variasi

Pemberian Serbuk Gergaji di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha

Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010

Hasil Pengukuran Rata-rata pH Kompos pada Pembuatan Kompos

Kotoran Sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan

Kabupaten Purbalingga Tahun 2010

Hasil Analisis Pengukuran C/N Ratio

Hasil Analisis Uji ANOVA

Surat Izin Penelitian

Foto Penelitian

Page 18: KTI AYU

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan terciptanya

kehidupan yang sejahtera lahir dan batin dalam suatu lingkungan hidup yang

baik dan sehat. Pengelolaan sampah dengan paradigma yang sampai saat ini

dianut tidaklah kondusif untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar

1945 tersebut. Untuk dapat melaksanakan amanat Undang-undang Dasar 1945

tersebut pengelolaan sampah harus melandaskan diri pada paradigma baru

yang memandang sampah sebagai sumber daya yang dapat memberikan

manfaat. Paradigma baru pengelolaan sampah ini membawa konsekuensi

harus dilakukannya pergeseran pendekatan dari pendekatan ujung-pipa ke

pendekatan sumber.

Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah

sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang

perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu

pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut,

dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah

dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah

berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas

rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global.

1

Page 19: KTI AYU

2

Perkotaan atau pusat permukiman selalu menghasilkan limbah cair dan

padat (sampah) dalam jumlah yang cukup banyak. Dari waktu ke waktu

sampah merupakan masalah yang cukup rumit untuk ditangani, tidak hanya

menyangkut masalah kebersihan, tetapi juga membuangnya. Di beberapa

negara dimanfaatkan sebagai bahan menimbun cekungan, dibuang ke laut atau

dibakar. Cara-cara ini telah menimbulkan polusi udara dan air, penyebaran

parasit dan penyakit. Beberapa negara yang sudah mempunyai peraturan yang

ketat tentang lingkungan, masalah ini dapat ditangani dengan perlakuan

tertentu atau dikomposkan sebelum disebar di lahan.

Pupuk organik yang dihasilkan, meskipun mempunyai kualitas rendah,

tetapi cukup memberikan manfaat sementara untuk menanggulangi masalah

sampah. Beberapa kota besar di Indonesia yang berpenduduk lebih dari 2 juta,

banyak menghadapi masalah sampah. Setiap hari terkumpul sampah yang

sangat bervariasi dari bahan yang mudah terdekomposisi sampai dengan bahan

yang sukar terdekomposisi oleh mikroorganisme.

Pengomposan merupakan salah satu solusi teknis yang digunakan oleh

negara berkembang dalam rangka mereduksi sampah domestik, terutama bagi

negara-negara dengan iklim tropis dan mempunyai masalah dengan tanah

yang kurang subur. WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa

agar pengomposan dengan bahan baku sampah domestik dapat berjalan

dengan sukses, maka harus dapat dicapai beberapa persyaratan sebagai

berikut:

1. Jenis sampah sesuai untuk pengomposan;

Page 20: KTI AYU

3

2. Pangsa pasar untuk kompos maksimal berjarak 25 km dari kota;

3. Dukungan dari instansi yang terkait dengan pertanian;

4. Harga kompos terjangkau oleh petani.

Purbalingga merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi

dalam bidang pengembangan peternakan. Salah satu peternakan yang

memiliki potensi untuk meningkatkan SDM masyarakat Kabupaten

Purbalingga yaitu peternakan sapi yang penyebarannya hampir ada di setiap

desa. Sebagai peternak sapi akan sangat efektif apabila limbah dari kotoran

sapi dipakai untuk membuat kompos. Peternak sapi menumpuk kotoran

sebelum membuang atau membawanya ke kebun. Penimbunan yang terlalu

lama dapat mengakibatkan bersarangnya hama-hama dan bau yang tidak

diinginkan serta memungkinkan tersebarnya bibit penyakit bagi sapi maupun

peternaknya. Ada pula peternak yang langsung mengalirkan kotoran sapi ke

got atau sungai, sehingga berakibat polusi udara, air, dan tanah. (Profil Dinas

Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purbalingga, 2009).

Industri penggergajian kayu sering kali menghasilkan limbah berupa

serbuk gergaji dengan volume yang cukup besar. Limbah tersebut belum

tertangani dengan baik oleh pengelola, karena hanya ditumpuk di tempat

pembuangan dan menunggu masyarakat sekitar mengambilnya. Jika tidak,

limbah serbuk gergaji tersebut dibuang langsung ke aliran sungai atau dibakar.

Pesatnya pembangunan industri penggergajian kayu yang ada di

Kabupaten Purbalingga dapat menyumbangkan investasi yang sangat besar

Page 21: KTI AYU

4

bagi wilayah Kabupaten Purbalingga, akan tetapi dampak limbah yang

dihasilkan juga tidak sedikit jumlahnya.

Serbuk gergaji mempunyai C/N ratio tinggi yaitu 500:1 dapat menjadi

bahan pencampur dalam proses pengomposan karena kotoran sapi

mengandung C/N ratio rendah yaitu 20:1, oleh karena itulah sering timbul bau

yang menyengat dari kotoran ternak. Pengomposan kotoran sapi dengan

serbuk gergaji dapat mengatasi masalah polusi lingkungan. Hasilnya dapat

dimanfaatkan untuk memupuk tanaman sayuran, bunga, rumput dan rumput

lapangan golf. Selain itu, pengomposan memberi peluang kepada peternak

sapi untuk memperoleh tambahan pendapatan dari kotoran sapi yang semula

hanya dibuang saja. Selain itu juga, masalah limbah serbuk gergaji di indsutri

penggergajian kayu terpecahkan (http://pustaka.unpad.ac.id/wp-

content/uploads/2009/03/pengaruh_imbangan_kotoran_sapi_perah_dan_serb

uk_gergaji_terhadap_kualitas_kompos.pdf).

Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten

Purbalingga merupakan salah satu instansi pemerintah yang mengelola dalam

bidang peternakan dan hasil olahannya, salah satunya adalah pembuatan

kompos. Komposisi kompos yang digunakan di Unit Pelaksana Teknis Aneka

Usaha Peternakan ini meliputi kotoran sapi, serbuk gergaji 10 % dari kotoran

sapi, dan bahan baku kompos lainnya.

Peneliti pada kesempatan ini ingin mengambil suatu penelitian tentang

pembuatan kompos dengan menggunakan variasi bahan baku kompos berupa

serbuk gergaji sebanyak 5 % dari kotoran sapi sebagai awal penelitian dan

Page 22: KTI AYU

5

dilanjutkan dengan pemberian serbuk gergaji dengan kelipatan 5, yaitu 10%,

15%, 20%, dan 25% dari kotoran sapi. Hal ini diharapkan agar peneliti

memperoleh hasil penelitian yang terperinci.

Berdasarkan alasan tersebut, sehingga peneliti tertarik untuk

mengambil judul Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Pengaruh Variasi

Pemberian Serbuk Gergaji Terhadap C/N Ratio Kompos Kotoran Sapi

Di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten

Purbalingga Tahun 2010”.

B. Rumusan Masalah

1. Masalah

Adakah pengaruh variasi pemberian serbuk gergaji terhadap C/N

ratio kompos kotoran sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha

Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010?

2. Sub Masalah

a. Berapa nilai C/N ratio kompos kotoran sapi dengan variasi pemberian

serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dari kotoran sapi?

b. Berapakah prosentase pemberian serbuk gergaji yang paling baik

untuk mendapatkan nilai C/N ratio kompos kotoran sapi yang ideal?

c. Apakah ada perbedaan nilai C/N ratio kompos kotoran sapi terhadap

variasi pemberian serbuk gergaji?

Page 23: KTI AYU

6

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mendeskripsikan pengaruh variasi pemberian serbuk gergaji

terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka

Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui nilai C/N ratio kompos kotoran sapi dengan variasi

pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dari kotoran

sapi.

b. Mengetahui prosentase pemberian serbuk gergaji yang paling baik

untuk mendapatkan nilai C/N ratio kompos kotoran sapi yang ideal.

c. Mengetahui perbedaan nilai C/N ratio kompos kotoran sapi terhadap

variasi pemberian serbuk gergaji.

D. Manfaat

1. Bagi Masyarakat

Memberi informasi kepada masyarakat tentang pengolahan dan

pemanfaatan kompos dari kotoran ternak sapi sehingga diharapkan akan

timbul partisipasi aktif dari masyarakat dalam upaya pemanfaatan limbah

padat.

2. Bagi Pemerintah

Memberi informasi dan masukan kepada pemerintah tentang

pengolahan kompos secara baik dan efektif.

Page 24: KTI AYU

7

3. Bagi Almamater

Menambah informasi dan perbendaharaan kepustakaan bagi pihak

institusi dalam bidang persampahan.

4. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang pengolahan

kompos dari kotoran ternak sapi.

E. Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu pengaruh variasi pemberian

serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi. Dimana penelitian

ini membatasi waktu penelitian hanya satu bulan (30 hari).

Page 25: KTI AYU

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian-pengertian

1. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah

berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia,

dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-

produk yang tidak bergerak. (Wikipedia Indonesia, 2009).

2. Limbah padat adalah semua buangan yang berbentuk padat termasuk

buangan yang berasal dari kegiatan perkantoran. (KepMenKes No.1405

tahun 2002).

3. Kompos adalah hasil penguraian parsial/ tidak lengkap dari campuran

bahanbahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi

berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab,

dan aerobik atau anaerobik (Wikipedia Indonesia, 2009).

B. Jenis Bahan Baku Kompos

Banyak bahan yang berasal dari hewan dan tumbuhan dapat dijadikan

kompos. Berikut ini beberapa contoh bahan yang mempunyai peluang untuk

dijadikan kompos (Willyan Djaja, 2008, h. 12):

1. Kotoran sapi

Kotoran sapi umumnya banyak mengandung air, akan tetapi

kotoran sapi potong mengandung air lebih sedikit dari pada kotoran sapi

8

Page 26: KTI AYU

9

perah. Karena itu kotoran sapi potong perlu dicampur dengan bahan lain

yang mengandung karbon kering untuk membuat kompos, misalnya jerami

atau serbuk gergaji.

Kandungan zat hara kotoran sapi perah dipengaruhi oleh jumlah

dan kualitas hijauan, konsentrat, serta sisa rumput yang tidak dimakan. Hal

ini tentunya berbeda jika dibandingkan dengan kotoran sapi potong yang

hanya mengonsumsi rumput.

2. Kotoran ayam

Kualitas kompos kotoran ayam lebih banyak ditentukan oleh pakan

yang diberikan. Kualitas kotoran ayam petelur berbeda dengan ayam

potong dan ayam kampung. Selain itu, jika kotoran ayam banyak

tercampur dengan bulu atau gabah alas lantai, kualitasnya akan kurang

bagus.

3. Limbah ternak lainnya

Limbah lain yang berasal dari ternak adalah limbah rumah potong

dan industri pengolahan ikan. Limbah yang berasal dari rumah potong dan

industri pengolahan ikan biasanya berupa bagian tubuh yang tidak

dimanfaatkan, seperti jeroan, tulang, sisa daging, dan lemak. Bahan baku

ini berpotensi menghasilkan bau selama proses pengomposan karena

banyak mengandung air dan senyawa lainnya. Untuk itu, limbah ternak

perlu dicampur dengan bahan yang dapat menyerap air dan bau, seperti

jerami cacah dan serbuk gergaji.

Page 27: KTI AYU

10

4. Serbuk gergaji

Serbuk gergaji cukup baik digunakan sebagai bahan baku kompos,

meskipun tidak seluruh komponennya dapat dirombak dengan sempurna.

Serbuk gergaji ada yang berasal dari kayu lunak dan ada pula dari kayu

keras. Kekerasan jenis kayu menentukan lamanya proses pengomposan

akibat kandungan lignin di dalamnya.

Kayu albasia merupakan kayu yang banyak digunakan dalam

industri perkayuan. Jenis kayu ini lunak dan berserat kayu panjang. Serbuk

gergaji dari kayu inilah yang banyak dimanfaatkan untuk membuat

kompos.

Kualitas serbuk gergaji tergantung pada macam kayu, asal daerah

penanaman, dan umur kayu. Pasalnya, semakin tua umur kayu, semakin

sedikit kandungan air dan zat haranya. Semakin halus ukuran partikel

serbuk gergaji, semakin baik daya serap air dan bau yang dimilikinya.

5. Jerami padi

Jerami padi biasanya mengandung sedikit air, tetapi banyak

memiliki karbon. Umumnya, jerami mudah dirombak dalam

pengomposan. Nitrogen yang terdapat didalamnya lebih sedikit karena

sudah dipakai untuk pertumbuhan dan produksi. Penggunaan jerami padi

sebagai bahan baku kompos sebaiknya dicacah dahulu sebelum dicampur

dengan bahan yang lainnya.

Page 28: KTI AYU

11

C. Proses Pengomposan

Menurut Departemen Pertanian, Dirjen Peternakan (2009, h. 9),

pengomposan merupakan prose perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi

bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan terkendali

(terkontrol). Hasil akhir dari proses ini adalah humus (kompos) yang cukup

stabil untuk disimpan. Pengomposan dilakukan oleh sejumlah mikroorganisme

termasuk bakteri, jamur, protozoa, cacing tanah, dan serangga. Populasi dari

semua mikroorganisme sangat berfluktuasi tergantung dari kondisi

pengomposan.

Tabel 2.1

ORGANISME YANG TERLIBAT DALAM PROSES PENGOMPOSAN

No Kelompok Organisme Organisme Jumlah/g kompos

1. Mikroflora

Bakteri

Actinomycetes

Kapang

108-10

9

105-10

8

10410

6

2. Mikrofauna Protozoa 10410

5

3. Makroflora Jamur tingkat tinggi

4. Makrofauna Cacing tanah, rayap,

semut, kutu, dll.

Sumber: Wikipedia Indonesia, 2009

Proses pengomposan yang selama ini dilakukan dengan cara

konvensional membutuhkan waktu yang relatif lama, yaitu 1,5-2 bulan, namun

dengan menggunakan bantuan aktivator berupa inokulan mikroorganisme

komersial dipasaran, proses pengomposan dapat dipercepat sehingga hanya

membutuhkan waktu 7-30 hari.

Menurut Rachman Sutanto (2002, h. 48), proses pengomposan dapat

digolongkan menjadi:

Page 29: KTI AYU

12

1. Aerob

Dalam sistem ini, kurang lebih ⅔ unsur karbon (C) menguap

(menjadi CO2) dan sisanya ⅓ bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel

hidup. Selama proses pengomposan aerob tidak timbul bau busuk. Selama

proses pengomposan berlangsung akan terjadi reaksi eksotermik sehingga

timbul panas akibat pelepasan energi. Kenaikkan temperatur dalam

timbunan bahan organik menghasilkan temperatur yang menguntungkan

mikroorganisme termofilik. Akan tetapi, apabila temperatur melampaui

65°C – 70°C, kegiatan mikroorganisme akan menurun karena kematian

organisme akibat panas yang tinggi.

Gambar 2.1

PROSES UMUM PENGOMPOSAN LIMBAH PADAT ORGANIK

(dimodifikasi dari Rynk, 1992)

2. Anaerob

Penguraian bahan organik akan terjadi pada kondisi anaerob

(kelangkaan oksigen). Pertama kali, bakteri fakultatif penghasil asam

menguraikan bahan organik menjadi asam lemak, aldehida, dll. Kemudian

Page 30: KTI AYU

13

bakteri kelompok lain mengubah asam lemak menjadi metana, amoniak,

CO2, dan hidrogen. Dengan demikian oksigen juga diperlukan untuk

proses dekomposisi anaerob tetapi sumbernya senyawa kimia yang tidak

terlarut dalam oksigen.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompos

Menurut Dipo Yuwono (2009, h. 25), faktor-faktor yang

memperngaruhi proses pengomposan antara lain:

1. Keseimbangan Nutrien (Rasio C/N)

Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar

nitrogen (N) dalam suatu bahan. Dalam proses pengurai terjadi reaksi

antara karbon dan oksigen sehingga menimbulkan panas (CO2). Nitrogen

akan ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan. Apabila

mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap tinggal dalam

kompos sebagai sumber nutrisi bagi mikroorganisme.

Besarnya perbandingan antara unsur karbon dengan nitrogen

tergantung pada jenis sampah sebagai bahan baku. Perbandingan C dan N

yang ideal dalam proses pengomposan yaitu 30:1. Setelah matang,

kompos memiliki nilai C/N ratio antara 10:1 hingga 20:1. (Wikipedia

Indonesia, 2009)

2. Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan kompos

secara aerobik berkisar pada pH netral (6 – 8,5), sesuai dengan pH yang

Page 31: KTI AYU

14

dibutuhkan tanaman. Pada proses awal, sejumlah mikroorganisme akan

mengubah sampah organik menjadi asam-asam organik, sehingga derajat

keasaman akan selalu menurun. Pada proses selanjutnya derajat keasaman

akan meningkat secara bertahap yaitu pada masa pematangan, karena

beberapa jenis mikroorganisme memakan asam-asam organik yang

terbentuk tersebut.

Derajat keasaman dapat menjadi faktor penghambat dalam proses

pembuatan kompos, yaitu dapat terjadi apabila :

a. pH terlalu tinggi (diatas 8) , unsur N akan menguap menjadi NH3. NH3

yang terbentuk akan sangat mengganggu proses karena bau yang

menyengat. Senyawa ini dalam kadar yang berlebihan dapat

memusnahkan mikroorganisme.

b. pH terlalu rendah (dibawah 6), kondisi menjadi asam dan dapat

menyebabkan kematian jasad renik.

3. Suhu (Temperatur)

Proses biokimia dalam proses pengomposan menghasilkan panas

yang sangat penting bagi mengoptimumkan laju penguraian dan dalam

menghasilkan produk yang secara mikroorganisme aman digunakan. Pola

perubahan temperatur dalam tumpukan sampah bervariasi sesuai dengan

tipe dan jenis mikroorganisme. Pada awal pengomposan, temperatur

mesofilik, yaitu antara 25°C – 45 C akan terjadi dan segera diikuti oleh

temperatur termofilik antara 46°C – 65 C.

Page 32: KTI AYU

15

Temperatur termofilik dapat berfungsi untuk:

a. Mematikan bakteri atau bibit penyakit baik phatogen maupun bibit

vektor penyakit seperti lalat.

b. Mematikan bibit gulma. Tabel 2.2 menunjukkan suhu dan waktu yang

dibutuhkan untuk mematikan beberapa organisme patogen dan parasit.

Kondisi termofilik, kemudian berangsur-angsur akan menurun

mendekati tingkat ambien.

Tabel 2.2

SUHU DAN WAKTU YANG DIBUTUHKAN UNTUK

MEMATIKAN BAKTERI PHATOGEN

No Organisme Phatogen Suhu dan Waktu yang Dibutuhkan

Suhu ( C) Waktu (menit)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

Salmonella typhosa

Salmonella sp.

Shigella sp.

Escerichia coli

Entamoeba hystolitica

Taenia saginata

Trichinella spiralis sp.

Brucella abortus

Micrococcus pyogenes var

aureus

Srteptococcus pyogenes

Mycobacterium tubercolosis

varhominis

Corynebacterium diphtheriae

Necator americanus

Ascaris lumbricoides (telur)

55-60

60

55

60

55

55

60

45

55

55

62-63

55

50

54

66

67

55

45

50

30

20

60

15-20

60

60

15-20

beberapa menit

beberapa detik

beberapa saat

3

60

10

10

15-20

Sesaat setelah

pemanasan

45

50

< 1

Sumber: Rynk, 1992

Proses pengomposan akan berjalan baik jika bahan kompos berada

dalam suhu yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme pengurai.

Page 33: KTI AYU

16

Untuk mempertahankan suhu pengomposan perlu diperhatikan ketinggian

tumpukan bahan kompos. Ketinggian tumpukan yang baik dari berbagai

jenis bahan adalah 1 – 1,2 m dan tinggi maksimum 1,5 – 1,8 m.Tumpukan

bahan yang terlalu rendah akan membuat bahan lebih cepat kehilangan

panas sehingga suhu tinggi tidak tercapai. Selain itu, mikroorganisme

phatogen tidak akan mati dan proses dekomposisi oleh mikroorganisme

termofilik tidak akan tercapai. (Nan Djuarnani, 2005, h. 28).

4. Kelembaban Udara

Kandungan kelembaban udara optimum sangat diperlukan dalam

proses pengomposan. Kisaran kelembaban yang ideal adalah 40% – 60 %

dengan nilai yang paling baik adalah 50 %. Kelembaban yang optimum

harus terus dijaga untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang

maksimal sehingga proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat.

Apabila kondisi tumpukan terlalu lembab, tentu dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme karena molekul air akan mengisi rongga

udara sehingga terjadi kondisi anaerobik yang akan menimbulkan bau.

Bila tumpukan terlalu kering (kelembaban kurang dari 40%), dapat

mengakibatkan berkurangnya populasi mikroorganisme pengurai.

5. Ukuran Partikel Sampah

Ukuran partikel sampah yang digunakan sebagai bahan baku

pembuatan kompos harus sekecil mungkin untuk mencapai efisiensi aerasi

dan supaya lebih mudah dicerna atau diuraikan oleh mikroorganisme.

Page 34: KTI AYU

17

Semakin kecil partikel, semakin luas permukaan yang dicerna sehingga

pengurai dapat berlangsung dengan cepat.

6. Homogenitas Campuran Sampah

Komponen sampah organik sebagai bahan baku pembuatan

kompos perlu dicampur menjadi homogen atau seragam jenisnya,

sehingga diperoleh pemerataan oksigen dan kelembaban. Oleh karena itu

kecepatan pengurai disetiap tumpukan akan berlangsung secara seragam.

7. Aerasi

Udara mutlak diperlukan oleh mikroba aerobik, tetapi mikroba

anaerobik tidak membutuhkannya. Pada komposting aerobik dikondisikan

agar setiap bagian kompos mendapatkan suplai udara yang cukup. Suhu

kompos yang meningkat akan membuat bahan hancur dengan cepat dan

akhirnya memadat. Pemadatan pada bahan ini akan menghambat suplai O2

yang dibutuhkan mikroba. Agar aerasi lancar, pengomposan dilakukan di

tempat terbuka sehingga udara dapat masuk dari berbagai sisi dan secara

berkala dilakukan pembalikan kompos.

E. Ciri-ciri Kompos

Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut (Wikipedia

Indonesia, 2009):

1. Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,

2. Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan yaitu ± 25oC,

3. Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,

4. Nisbah C/N sebesar 10:1 – 20:1,

Page 35: KTI AYU

18

5. Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,

6. Tidak berbau dan tidak menjijikan,

7. Struktur remah dan tidak menggumpal.

F. Manfaat Kompos

Menurut Willyan Djaja (2008, h. 54) empat manfaat kompos untuk

tanah dan tanaman antara lain:

1. Memperkaya mikroba tanah,

2. Meningkatkan unsur hara tanah,

3. Memperbaiki struktur tanah, dan

4. Menyehatkan tanah dan tanaman.

G. Kerangka Teori

Kotoran Sapi

Serbuk gergaji 0,5 kg,

1 kg, 1,5 kg, 2 kg, dan

2,5 kg Kompos

Ciri kompos:

1. Coklat tua hingga hitam

2. Suhu ± 25oC

3. C/N Ratoi 10:1 – 20:1

4. Tidak larut dalam air

5. Struktur remah

6. Tidak berbau

Faktor-faktor yang

mempengaruhi kompos:

1. C/N Rasio

2. pH

3. Suhu

4. Ukuran Partikel Sampah

5. Kelembaban Udara

6. Homogenitas Campuran

Sampah

7. Aerasi

Gambar 2.2

KERANGKA TEORI

Page 36: KTI AYU

19

H. Hipotesis

Tidak ada pengaruh antara variasi pemberian serbuk gergaji terhadap

C/N ratio kompos kotoran sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha

Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010.

Page 37: KTI AYU

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian

1. Jenis variabel

a. Variabel bebas adalah variabel yang berpengaruh dan menyebabkan

berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah variasi pemberian serbuk gergaji.

b. Variabel terikat adalah variabel yang diduga nilainya akan berubah

karena adanya pengaruh dari variabel bebas. Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah C/N ratio kompos kotoran sapi.

c. Variabel pengganggu adalah variabel yang mempengaruhi variabel

terikat, tetapi tidak diteliti sejauh mana pengaruhnya tersebut.

Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah cuaca.

d. Variabel kontrol adalah variabel yang dibuat konstan sehingga tidak

akan mempengaruhi variabel utama yang diteliti. Variabel kontrol

penelitian ini adalah bahan kompos, bahan pengaktif, kelembaban,

suhu, dan pH.

20

Page 38: KTI AYU

21

2. Struktur hubungan variabel

Gambar 3.1

STRUKTUR HUBUNGAN VARIABEL

3. Definisi operasional variabel

Tabel 3.1

DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

No. Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Satuan Skala

data

1. Variasi

pemberian

serbuk

gergaji

Banyaknya pemberian

serbuk gergaji

sebanyak 5%, 10%,

15%, 20%, dan 25%

dari kotoran sapi.

Pengukuran Timbangan Gram Ratio

2. C/N ratio

kompos

kotoran sapi

Perbandingan kadar

karbon (C) dan kadar

nitrogen (N) dalam

kompos kotoran sapi.

Pengukuran Penyulingan

dan titrimetri -

Ratio

3. Kelembaban Banyaknya kandungan

uap air dalam bahan

pengomposan.

Pengukuran Hygrometer % Ratio

Variabel bebas

Variasi pemberian serbuk

gergaji

Variabel pengganggu

Cuaca

Variabel kontrol

- Bahan kompos

- Bahan pengaktif

- Kelembaban

- Suhu

- pH

Variabel terikat

C/N ratio kompos kotoran sapi

Page 39: KTI AYU

22

No. Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Satuan Skala

data

4. Cuaca Kondisi atmosfer atau

keadaan lingkungan

karena faktor alam,

missal cerah atau hujan.

Observasi Prakiraan

cuaca

Cerah,

berawan,

hujan,

mendung

Nominal

5. Suhu Derajat panas

dinginnya dalam

celcius yang diukur

dengan alat

thermometer alkohol.

Pengukuran Thermometer °C Interval

6. pH Derajat keasaman dan

kebasaan dari bahan

kompos di dalam

keranjang

Pengukuran pH Stick

Indicator -

Ratio

7. Bahan

kompos

Bahan yang dipilih dari

bahan yang sama dalam

hal ini berupa kotoran

sapi yang diperoleh dari

peternak sapi setempat,

sebuk gergaji, bahan

pengaktif, abu jerami,

kapur bangunan.

Pengukuran Timbangan Kilo

gram

Ratio

8. Bahan

pengaktif

Sejumlah kultur

mikroorganisme

tertentu yang telah

dibiarkan dalam media

kaya protein sebagai

stater pada proses

pembuatan kompos

yaitu Aplivator.

Pengukuran Timbangan Kilo

gram

Ratio

B. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian Verifikasi

(membuktikan kebenaran hasil penelitian sebelumnya) dengan disain The

One Shot Case Study. Desain ini digunakan untuk meneliti pada satu

kelompok dengan diberi satu kali perlakuan dan pengukurannya dilakukan

satu kali.

Pola : X1 → O

X 2 → O

Page 40: KTI AYU

23

X3 → O

X 4 → O

X 5 → O

Keterangan :

1. X1, X2, X3, X4, dan X5 adalah kelompok dengan diberi perlakuan, yaitu

kompos kotoran sapi dengan variasi serbuk gergaji sebanyak 5%, 10%,

15%, 20%, dan 25%.

2. O adalah hasil pengukuran yang telah dilakukan, dalam penelitian ini

adalah hasil pemeriksaan dari laboratorium.

C. Waktu dan lokasi

1. Waktu

a. Persiapan : 2 Desember 2009 sampai 28 Pebruari 2010

b. Pelaksanaan : 5 April sampai 5 Mei 2010

c. Penyelesaian : Juni 2010

2. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis Aneka

Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga yang berada dibawah naungan

Dinas Peternakan Kabupaten Purbalingga.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua bahan kompos yang

ada di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten

Purbalingga.

Page 41: KTI AYU

24

2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah kotoran sapi sebanyak 10 kg,

dengan penambahan bahan baku kompos lain seperti serbuk gergaji

dengan variasi 5% (0,5 kg), 10% (1 kg), 15% (1,5 kg), 20% (2 kg), dan

25% (2,5 kg), kapur bangunan 2 kg, abu jerami 1 kg, dan bahan

pengaktif (aplivator) 0,025 kg. Peneliti melakukan replikasi sebanyak 2

kali untuk masing-masing variasi pemberian serbuk gergaji, sehingga

seluruhnya ada 10 perlakuan.

E. Pengumpulan Data

1. Jenis data

a. Data umum

Data umum dalam penelitian ini meliputi kondisi geografis

dan kondisi topografis di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha

Peternakan Kabupaten Purbalingga.

b. Data khusus

Data khusus dalam penelitian ini meliputi suhu, pH,

kelembaban, C/N ratio, dan pengaruh variasi pemberian serbuk

gergaji.

2. Sumber data

a. Data primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil

observasi, pengukuran terhadap obyek di lokasi penelitian, dan hasil

pemeriksaan laboratorium.

Page 42: KTI AYU

25

b. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari hasil

wawancara dengan Kepala Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha

Peternakan Kabupaten Purbalingga.

3. Cara pengumpulan data

a. Pencatatan data.

b. Survei, persiapan, dilanjutkan dengan pemeriksaan dan pengukuran

di lokasi penelitian berupa pengukuran data khusus.

4. Instrumen yang digunakan

a. Thermometer

b. pH Stick Indikator

c. Alat tulis

F. Pengolahan Data

1. Editing adalah pengecekan terhadap kemungkinan adanya kesalahan.

2. Coding adalah pemberian kode supaya proses pengolahan lebih

sederhana.

3. Saving adalah penyimpana data dapat berupa CD, flaskdisk, hardisk,

lembaran print out, dan manual.

4. Klasifikasi adalah metode untuk menyusun data secara sistematis atau

menurut beberapa aturan atau kaidah yang telah ditetapkan.

5. Tabulating adalah mengumpulkan data dan fakta yang sesuai dengan

cakupan bidang masing-masing menjadi suatu daftar atau tabel, sehingga

Page 43: KTI AYU

26

tidak terjadi pengulangan kata atau kalimat. Pengumpulan data

menggunakan cara manual dan software SPSS versi 17.00.

G. Analisis Data

1. Univariate merupakan analisis dari satu variabel. Tujuan dari analisis ini

adalah untuk menjelaskan/mendeskripsikan karakteristik masing-masing

variabel yang diteliti.

2. Bivariate merupakan analisis dari dua kategori data atau tiga kategori

atau lebih dari dua variabel yang diteliti. Metode yang digunakan dalam

analisis ini yaitu uji Z-test dan t-test untuk antar dua kelompok

independen. Jika digunakan antar tiga atau lebih kelompok independen

menggunakan One Way Anova. Analisis data dilakukan dengan bantuan

software SPSS versi 17.00.

Page 44: KTI AYU

27

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum

Kabupaten Purbalingga termasuk wilayah Propinsi Jawa Tengah

bagian barat daya dengan luas wilayah 77.764,122 Ha atau 777,64 km2

yang

meliputi 18 kecamatan dan 237 desa/ kelurahan. Kabupaten Purbalingga

merupakan daerah pertanian yang cukup subur, sebagai penghasil biji-bijian

terutama beras, disamping itu juga melimpah hasil pakan ternaknya. Oleh

karena itu Kabupaten Purbalingga merupakan wilayah yang sangat cocok

untuk mengembangkan komoditas ternak.

Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan merupakan suatu

wadah yang didirikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Purbalingga untuk

mengembangkan peternakan yang mengarah pada agribisnis dan

agroindustri. Unit Pelaksana Teknis ini berada dibawah Dinas Peternakan

dan Perikanan Kabupaten Purbalingga dimana dalam pelaksanaannya

mengadakan kerjasama dengan salah satu universitas negeri yang ada di

Kabupaten Banyumas. Didirikan pada tahun 2008 dan dibangun diatas tanah

seluas 250 m2 dengan luas tanah keseluruhan 1 Ha yang terletak di Desa

Mipiran, Kecamatan Padamara, Kabupaten Purbalingga.

Jumlah pegawai yang ada di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha

Peternakan sebanyak 28 orang, dengan 8 orang sudah menjadi Pegawai

27

Page 45: KTI AYU

28

Negeri Sipil, 10 orang sebagai tenaga honorer, dan 10 orang sebagai tenaga

harian lepas.

B. Gambaran Khusus

1. Suhu

Pengukuran suhu kompos dilakukan setiap hari selama proses

pengomposan. Data hasil pengukuran suhu untuk masing-masing variasi

pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dapat dilihat

pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1

HASIL PENGUKURAN SUHU KOMPOS KOTORAN SAPI

DENGAN VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

No Minggu ke- Rata-rata Suhu (

oC)

5% 10% 15% 20% 25%

1. I 31,00 31,25 31,18 31,38 31,56

2. II 31,68 31,81 31,81 31,93 32,25

3. III 31,37 31,18 31,50 31,81 31,87

4. IV 30,75 31,41 31,58 31,66 31,71

Perubahan suhu pengomposan selama 30 hari dari variasi

pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dapat dilihat

pada gambar grafik 4.1 berikut:

Page 46: KTI AYU

29

Perubahan Suhu Kompos Kotoran Sapi dengan

Variasi Pemberian Serbuk Gergaji

30

31

32

33

1 2 3 4

Minggu Ke-

Su

hu

(oC

) 5%

10%

15%

20%

Gambar 4.1

Grafik Perubahan Suhu Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi

Pemberian Serbuk Gergaji

2. pH

Pengukuran pH tumpukan kompos dilakukan setiap hari

bersamaan dengan pengukuran suhu. Data hasil pengukuran pH untuk

masing-masing variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%,

dan 25% dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:

Page 47: KTI AYU

30

Tabel 4.2

HASIL PENGUKURAN pH KOMPOS KOTORAN SAPI DENGAN

VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

No Minggu ke- Rata-rata pH

5% 10% 15% 20% 25%

1. I 8,43 8,31 8,37 8,56 8,56

2. II 8,37 8,31 8,50 8,50 8,43

3. III 8,37 8,37 8,37 8,18 8,18

4. IV 8,08 8,08 8,25 7,75 7,83

Perubahan suhu pengomposan selama 30 hari dari variasi

pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dapat dilihat

pada gambar grafik 4.2 berikut:

Perubahan pH Kompos Kotoran Sapi dengan

Variasi Pemberian Serbuk Gergaji

7.5

7.8

8.1

8.4

8.7

9

1 2 3 4

Minggu Ke-

pH

5%

10%

15%

20%

Gambar 4.2

Grafik Perubahan pH Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi Pemberian

Serbuk Gergaji

Page 48: KTI AYU

31

Kelembaban Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi

Serbuk Gergaji

89

90

91

92

10% 15% 20% 25%

Variasi Serbuk Gergaji

Kel

emb

ab

an

(%

)

3. Kelembaban

Hasil pemeriksaan kelembaban kompos kotoran sapi dengan

variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dapat

dilihat pada tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3

HASIL PENGUKURAN KELEMBABAN KOMPOS KOTORAN

SAPI DENGAN VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

No Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Rata-rata Kelembaban

1. 5% 91,9

2. 10% 89,5

3. 15% 91,3

4. 20% 91,0

5. 25% 90,2

Hasil pengukuran kelembaban kompos kotoran sapi dengan

variasi serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dapat dilihat pada

gambar grafik 4.3 berikut:

Gambar 4.3

Diagram Kelembaban Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi

Pemberian Serbuk Gergaji

Page 49: KTI AYU

32

Nilai C/N Ratio Komos Kotoran Sapi dengan Variasi

Pemberian Serbuk Gergaji

10

15

20

25

30

35

10% 15% 20% 25%

Variasi Pemberian Serbuk Gergaji

Nil

ai

C/N

Ra

tio

4. C/N Ratio

Pemeriksaan C/N ratio dilakukan setelah proses pengomposan

berakhir, yaitu selama 30 hari. Hasil pemeriksaan C/N ratio kompos

kotoran sapi dengan variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%,

20%, dan 25% dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4

HASIL PEMERIKSAAN C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI

DENGAN VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

No Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Rata-rata C/N Ratio

1. 5% 13:1

2. 10% 21:1

3. 15% 23:1

4. 20% 28:1

5. 25% 33:1

Nilai C/N ratio kompos kotoran sapi dengan variasi serbuk

gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dapat dilihat pada gambar grafik

4.4 berikut:

Gambar 4.4

Diagram Nilai C/N Ratio Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi

Pemberian Serbuk Gergaji

Page 50: KTI AYU

33

5. Pembalikan dan Pengayakan

Proses pembalikan dilakukan setiap 1 minggu sekali atau 7 hari

sekali. Peralatan yang digunakan dalam proses pembalikan yaitu garu

dan sekop. Fungsi dari proses pembalikan ini adalah agar campuran

bahan kompos dapat tercampur sehingga menjadi homogen.

Proses pengayakan dilakukan setelah minggu ke-4 yaitu minggu

terakhir pengomposan. Alat yang digunakan dalam proses pengayakan

ini yaitu saringan lembut dengan diameter 20 cm. Tujuan dari proses ini

adalah untuk mendapatkan ukuran butiran kompos yang seragam.

6. Pengaruh Variasi Pemberian Serbuk Gergaji

Berdasarkan hasil pemeriksaan C/N ratio kompos kotoran sapi,

diketahui bahwa serbuk gergaji memiliki peran penting dalam proses

pengomposan. Pemberian serbuk gergaji di dalam proses pengomposan

bertujuan untuk mengatur kadar air dalam bahan baku kompos kotoran

sapi sehingga serbuk gergaji dapat dipakai sebagai campuran untuk

pembuatan kompos kotoran sapi.

7. Analisis Statistik

Penelitian ini menggunakan uji One Way Anova untuk

mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna dari variasi

pemberian serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi.

Untuk mengetahui dapat tidaknya penelitian menggunakan uji One Way

Anova dengan melihat uji homogenitas varian. Hasil uji homogenitas

varian dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:

Page 51: KTI AYU

34

Tabel 4.5

HASIL ANALISIS HOMOGENITAS

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2E+015 4 5 ,000

Hasil perhitungan uji levene diperoleh nilai signifikan sebesar

0,000. Nilai signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dibandingkan dengan

nilai α sebesar 5% atau 0,05, maka Ho ditolak yang berarti uji One Way

Anova tidak dapat digunakan.

Penggunaan uji One Way Anova memiliki empat syarat yang

harus dipenuhi terlebih dahulu yaitu homogenitas varian, distribusi

normal, gambar grafik berbentuk lonceng bel, dan sampel kelompok

independen. Jika tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih syarat

tersebut, maka pengujian hipotesis harus dilakukan dengan statistik Non-

Parametrik. Salah satu uji Non-Parametrik untuk menguji hipotesis

dalam penelitian ini adalah dengan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan

dengan uji U Mann-Whitney.

Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan uji Kruskal-

Wallis dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut:

Tabel 4.6

HASIL ANALISIS STATISTIK UJI KRUSKAL-WALLIS

C/N

Chi-Square

df

Asymp. Sig.

7,527

4

,111

Hasil perhitungan uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai signifikan

sebesar 0,111. Nilai signifikan sebesar 0,111 lebih besar dibandingkan

Page 52: KTI AYU

35

dengan nilai α (0,05), maka Ho diterima yang berarti tidak ada

perbedaan yang bermakna antara variasi pemberian serbuk gergaji

terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka

Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010.

Analisis statistik dengan menggunakan uji U Mann-Whitney

untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan variasi serbuk gergaji

dapat dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut:

Tabel 4.7

HASIL ANALISIS STATISTIK UJI U MANN-WHITNEY

No Varian Serbuk Sergaji Asymp. Sig. (2-tailed)

1. 5% dengan 10% ,121

2. 5% dengan 15% ,121

3. 5% dengan 20% ,121

4. 5% dengan 25% ,121

5. 10% dengan 15% ,439

6. 10% dengan 20% ,121

7. 10% dengan 25% ,121

8. 15% dengan 20% ,439

9. 15% dengan 25% ,333

10. 20% dengan 25% ,667

Hasil perhitungan uji U Mann-Whitney diperoleh nilai signifikan

diatas nilai α sebesar 0,05 untuk setiap variannya, maka Ho diterima

yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara perlakuan variasi

pemberian serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi di

Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga

Tahun 2010.

Page 53: KTI AYU

36

BAB V

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Umum

Kabupaten Purbalingga mempunyai potensi untuk pengembangan

peternakan sebagai modal telah dimiliki seperti sumber daya lahan, sumber

daya ternak, sumber daya pakan ternak, dan sumber daya petani. Untuk

mengembangkan potensi tersebut perlu adanya peningkatan pemilikan modal

bagi masing-masing petani agar mereka dapat memiliki satu unit usaha

peternakan sebagai usaha pokok, karena selama ini dirasa kemauan bagi para

petani untuk mengembangkan usahanya banyak banyak yang terbentur

masalah permodalan.

Pengetahuan dan keterampilan bagi para petani ternak juga masih perlu

ditingkatkan terus karena pengembangan usaha peternakan yang rasional

untuk mengarah pada agrobisnis ini, jiwa kewirausahaannya masih perlu

ditumbuhkan dengan berbagai pendidikan atau latihan ketermpilan yang

dilaksanakan secara intensif sehingga akan timbul wirausaha-wirausaha yang

handal.

Kerjasama yang terpadu dari masing-masing intansi yang terkait

diharapkan dapat menciptakan suatu kondisi masyarakat peternak sebagai

wirausaha yang mandiri yang tergabung dalam suatu kelompok ternak.

Kabupaten Purbalingga merancang suatu pola untuk mengembangkan

peternakan yang mengarah pada agribisnis dan agroindustri dengan

36

Page 54: KTI AYU

37

membangun Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan. Unit Pelaksana

Teknis ini berada dibawah Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Purbalingga dimana dalam pelaksanaannya mengadakan kerjasama dengan

salah satu universitas negeri yang ada di Kabupaten Banyumas.

Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten

Purbalingga didirikan pada tahun 2008 dibangun diatas tanah seluas 250 m2

dengan luas tanah keseluruhan 1 Ha yang terletak di Desa Mipiran,

Kecamatan Padamara, Kabupaten Purbalingga.

Susunan Organisasi dan Tata Kerja di Unit Pelaksana Teknis Aneka

Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga menggunakan Peraturan Bupati

Purbalingga Nomor 67 Tahun 2008. Struktur organisasi di Unit Pelaksana

Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga terdiri dari Kepala

Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga, Sub

Bagian Tata Usaha, Satgas Produksi Ternak, Satgas Pakan Ternak, Satgas

Pengolahan Limbah Ternak, dan Kelompok Jabatan Fungsional.

Tabel 5.1

DISTRIBUSI STATUS KEPEGAWAIAN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS

ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

No Status Kepegawaian Jumlah (orang)

1 Pegawai Negeri Sipil 8

2 Honorer 10

3 Harian Lepas 10

Total 28

Sumber : Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten

Purbalingga 2010

Page 55: KTI AYU

38

Hasil produksi yang ada di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha

Peternakan antara lain pupuk organik/ kompos, makanan ternak, dan pedet

(hasil insiminasi buatan). Koperasi Produksi Subur KIKKU tahun 2008

dibentuk untuk mengurusi proses produksi penjualan pupuk organik dan

makanan ternak sapi potong. Untuk insiminasi buatan ditangani oleh Unit

Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga.

B. Pembahasan Khusus

1. Suhu

Tahap awal pengomposan aerobik terjadi pada suhu 25 C – 45 C,

mikroba yang bekerja pada tahap ini adalah bakteri mesofilik dan segera

diikuti oleh kenaikan suhu yang didiami oleh bakteri termofilik yaitu

antara 46 C – 65 C yang merupakan suhu ideal untuk pengomposan.

(Dipo Yuwono, 2009, h. 25).

Awal pengomposan (minggu pertama) dalam penelitian ini didapat

rata-rata suhu dari tiap-tiap variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%,

15%, 20%, dan 25% dengan hasil berbeda-beda. Hasil pengukuran rata-

rata suhu kompos terendah terdapat pada variasi serbuk gergaji 5% yaitu

31oC dan suhu tertinggi terdapat pada variasi serbuk gergaji 25% yaitu

31,56oC.

Minggu kedua, rata-rata suhu yang diperoleh dari pemeriksaan

tiap-tiap variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%

hasil pengukuran suhu tertinggi terdapat pada variasi serbuk gergaji 25%

Page 56: KTI AYU

39

yaitu 32,25 C dan suhu terendah terdapat pada variasi serbuk gergaji 5%

yaitu 31,68 C.

Minggu ketiga, rata-rata suhu yang diperoleh dari pemeriksaan

tiap-tiap variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%

hasil pengukuran suhu tertinggi masih terdapat pada variasi serbuk gergaji

25% yaitu 31,87 C dan suhu terendah terdapat pada variasi serbuk gergaji

10% yaitu 31,18 C.

Minggu keempat, rata-rata suhu yang diperoleh dari pemeriksaan

tiap-tiap variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%

hasil pengukuran suhu tertinggi masih terdapat pada variasi serbuk gergaji

25% yaitu 31,71 C dan suhu terendah terdapat pada variasi serbuk gergaji

5% yaitu 30,75 C.

Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen

dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu terjadi

pada minggu kedua yang berkisar antara 32 C – 33oC. Suhu kemudian

turun kembali pada minggu ke-3 dan ke-4. Penurunan suhu ini belum

optimal dikarenakan oleh keterbatasan waktu penelitian yang hanya

mengambil waktu 30 hari. Menurut Rynk (1992), kompos dikatakan

matang jika suhunya hampir sama dengan suhu lingkungan yaitu ± 25 oC.

Pengaruh suhu terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi pada

penelitian ini belum terlihat dikarenakan dari semua variasi serbuk gergaji,

suhu kompos cenderung sama, yaitu antara 30 C – 31 oC.

Page 57: KTI AYU

40

Proses pengomposan akan berjalan baik jika bahan kompos berada

dalam suhu yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme pengurai.

Untuk mempertahankan suhu pengomposan perlu diperhatikan ketinggian

tumpukan bahan kompos. Ketinggian tumpukan yang baik dari berbagai

jenis bahan adalah 1 – 1,2 m dan tinggi maksimum 1,5 – 1,8 m.Tumpukan

bahan yang terlalu rendah akan membuat bahan lebih cepat kehilangan

panas sehingga suhu tinggi tidak tercapai. Selain itu, mikroorganisme

phatogen tidak akan mati dan proses dekomposisi oleh mikroorganisme

termofilik tidak akan tercapai. (Nan Djuarnani, 2005, h. 28).

2. pH

Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan kompos

secara aerobik berkisar pada pH netral (6 – 8,5), sesuai dengan pH yang

dibutuhkan tanaman. Pada proses awal, sejumlah mikroorganisme akan

mengubah sampah organik menjadi asam-asam organik, sehingga derajat

keasaman akan selalu menurun. Pada proses selanjutnya derajat keasaman

akan meningkat secara bertahap yaitu pada masa pematangan, karena

beberapa jenis mikroorganisme memakan asam-asam organik yang

terbentuk tersebut. (Dipo Yuwono, 2009, h. 25).

Rata-rata pH yang diperoleh dari pemeriksaan tiap-tiap variasi

pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% pada awal

pengomposan, hasil pengukuran pH tertinggi terdapat pada variasi serbuk

gergaji 20% dan 25% yaitu 8,56 dan pH terendah terdapat pada variasi

serbuk gergaji 10% yaitu 8,31.

Page 58: KTI AYU

41

Minggu kedua, rata-rata pH yang diperoleh dari pemeriksaan tiap-

tiap variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% hasil

pengukuran pH tertinggi terdapat pada variasi serbuk gergaji 15% dan

20% yaitu 8,50 dan pH terendah terdapat pada variasi serbuk gergaji 10%

yaitu 8,31.

Minggu ketiga, rata-rata pH yang diperoleh dari pemeriksaan tiap-

tiap variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% hasil

pengukuran pH tertinggi terdapat pada variasi serbuk gergaji 5%, 10%,

dan 15% yaitu 8,37 dan pH terendah terdapat pada variasi serbuk gergaji

20% dan 25% yaitu 8,18.

Minggu keempat, rata-rata pH yang diperoleh dari pemeriksaan

tiap-tiap variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%

hasil pengukuran pH tertinggi terdapat pada variasi serbuk gergaji 15%

yaitu 8,25 dan pH terendah terdapat pada variasi serbuk gergaji 20% yaitu

7,75.

Kenaikan pH pada kompos ini terjadi sejak minggu pertama

sampai minggu kedua yaitu berkisar antara pH 8 – 9. Kemudian pH turun

sedikit demi sedikit pada minggu ketiga dan keempat. Kenaikan pH

diiringi pula dengan kenaikan suhu kompos, begitu juga dengan penurunan

pH diiringi dengan penurunan suhu yang terjadi pada minggu ketiga.

Pengaruh pH terhadap C/N ratio kompos pada penelitian ini

terlihat bahwa semakin banyak variasi pemberian serbuk gergji semakin

rendah pH dan nilai C/N ratio semakin tinggi. Sebaliknya, semakin sedikit

Page 59: KTI AYU

42

variasi pemberian serbuk gergaji semakin tinggi pH dan nilai C/N ratio

semakin kecil.

3. Kelembaban

Kelembaban kompos harus dijaga agar bakteri pengurai dapat

bekerja seoptimal mungkin, karena dalam proses pengomposan mikroba

membutuhkan keadaan lembab untuk kelangsungan hidup mikroorganisme

itu sendiri.

Kisaran kelembaban yang ideal adalah 40% – 60% dengan nilai

yang paling baik adalah 50%. Kelembaban yang optimum harus terus

dijaga untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang maksimal

sehingga proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat. Apabila

kondisi tumpukan terlalu lembab, tentu dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme karena molekul air akan mengisi rongga udara sehingga

terjadi kondisi anaerobik yang akan menimbulkan bau. Bila tumpukan

terlalu kering (kelembaban kurang dari 40%), dapat mengakibatkan

berkurangnya populasi mikroorganisme pengurai. (Dipo Yuwono, 2009, h.

25).

Berdasarkan hasil pemeriksaan kelembaban kompos kotoran sapi

dengan variasi pemberian serbuk gergaji, diperoleh bahwa hasil

pemeriksaan kelembaban tertinggi ada pada variasi serbuk gergaji 5% dan

hasil terendah ada pada variasi serbuk gergaji 10% dan 25%.

Hasil pemeriksaan kelembaban tiap variasi serbuk gergaji dalam

penelitian ini berbeda-beda. Hal ini disebabkan banyak tidaknya variasi

Page 60: KTI AYU

43

serbuk gergaji pada bahan kompos. Semakin banyak serbuk gergaji,

kelembaban berkurang tiap harinya. Karena air yang ada pada bahan

kompos akan meresap ke serbuk gergaji.

Pengaruh kelembaban terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi

pada penelitian ini terlihat bahwa semakin banyak variasi pemberian

serbuk gergaji kelembaban semakin rendah dan nilai C/N ratio semakin

tinggi. Sebaliknya, semakin sedikit variasi pemberian serbuk gergaji

kelembaban semakin tinggi kompos kotoran sapi dan nilai C/N ratio

semakin kecil.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelembaban kompos

antara lain pembalikan kompos secara rutin (seminggu sekali), pemberian

air secukupnya pada kompos, proses pengomposan berada pada tempat

tertutup/ terlindung dari matahari, dan atau tumpukan bahan kompos yang

terlalu tebal.

4. C/N Ratio

Parameter nutrien yang paling penting dalam proses pembuatan

kompos adalah unsur karbon dan nitrogen. Dalam proses pengurai terjadi

reaksi antara karbon dan oksigen sehingga menimbulkan panas (CO2).

Nitrogen akan ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan.

Apabila mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap tinggal

dalam kompos sebagai sumber nutrisi bagi makanan.

Besarnya perbandingan antara unsur karbon dengan nitrogen

tergantung pada jenis sampah sebagai bahan baku. Perbandingan C dan N

Page 61: KTI AYU

44

yang ideal dalam proses pengomposan yaitu 30:1. Setelah matang,

kompos memiliki nilai C/N ratio antara 10:1 hingga 20:1. (Wikipedia

Indonesia, 2009).

Berdasarkan hasil pemeriksaan C/N ratio kompos kotoran sapi

diperoleh nilai C/N ratio tertinggi pada variasi pemberian serbuk gergaji

25%, yaitu 33:1. Nilai C/N ratio kompos kotoran sapi terkecil ada pada

variasi pemberian serbuk gergaji 5%, yaitu 13:1.

Hasil pemeriksaan C/N ratio kompos kotoran sapi yang ideal ada

pada variasi pemberian serbuk gergaji 5% yaitu 13:1.

5. Pembalikan dan Pengayakan

Pembalikan bahan kompos dilakukan dengan meletakkan lapisan

teratas bahan pada lapisan bawah dan meletakkan lapisan bawah pada

bagian atas, yaitu dengan cara sebagai berikut:

a. Bahan dikeluarkan dari bak pengomposan selapis demi selapis

kemudian diletakkan di luar bak pengomposan.

b. Setelah bahan dikeluarkan seluruhnya, mulailah bahan dimasukkan

kembali ke dalam bak pengomposan selapis demi selapis sambil diatur

supaya lapisan bahan yang semula berada paling atas akan berubah

posisi pada bagian paling bawah, dan sebaliknya.

Pengayakan bertujuan untuk mendapatkan kualitas kompos yang

baik, yaitu ukuran butiran kompos yang seragam. Pengayakan dilakukan

dengan bantuan alat pengayak (penyaring) yang sederhana. Ukuran lubang

penyaringan bervariasi. Semakin kecil ukuran lubang penyaring maka

Page 62: KTI AYU

45

kompos yang didapatkan semakin halus. Hal ini tergantung selera masing-

masing penyaring.

6. Pengaruh Variasi Pemberian Serbuk Gergaji

Kotoran sapi umumnya banyak mengandung air sehingga perlu

dicampur dengan bahan lain yang mengandung karbon kering untuk

membuat kompos, misalnya jerami atau serbuk gergaji. Kompos yang

diperoleh dari hasil pengomposan bahan baku dengan volume seimbang

akan menghasilkan kompos dengan C/N ratio terendah. (Willyan Djaja,

2008, h. 12).

Berdasarkan hasil pemeriksaan C/N ratio kompos kotoran sapi

terhadap variasi pemberian serbuk gergaji, diperoleh hasil bahwa semakin

banyak variasi serbuk gergaji, semakin banyak pula nilai C/N ratio

kompos kotoran sapi. Sebaliknya, semakin sedikit variasi serbuk gergaji,

semakin kecil pula nilai C/N ratio kompos kotoran sapi. Oleh sebab itu

komposisi campuran serbuk gergaji dengan kotoran sapi yang ideal ada

pada variasi serbuk gergaji 5% dan 10%.

7. Analisis Statistik

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis

diperoleh nilai signifikan sebesar 0,111 lebih besar dari nilai α yaitu

sebesar 5% atau 0,05, maka hipotesis nol dalam penelitian ini diterima,

yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara variasi pemberian

serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi di Unit Pelaksana

Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010.

Page 63: KTI AYU

46

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji U Mann-Whitney

antar perlakuan sebagai berikut:

a. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 5% dengan 10%, diperoleh

nilai signifikannya adalah 0,121. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan

suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian serbuk gergaji.

b. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 5% dengan 15%, diperoleh

nilai signifikannya adalah 0,121. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan

suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian serbuk gergaji.

c. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 5% dengan 20%, diperoleh

nilai signifikannya adalah 0,121. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan

suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian serbuk gergaji.

d. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 5% dengan 25%, diperoleh

nilai signifikannya adalah 0,121. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan

suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian serbuk gergaji.

e. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 10% dengan 15%,

diperoleh nilai signifikannya adalah 0,439. Hal ini dipengaruhi oleh

perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian

serbuk gergaji.

f. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 10% dengan 20%,

diperoleh nilai signifikannya adalah 0,121. Hal ini dipengaruhi oleh

perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian

serbuk gergaji.

Page 64: KTI AYU

47

g. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 10% dengan 25%,

diperoleh nilai signifikannya adalah 0,121. Hal ini dipengaruhi oleh

perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian

serbuk gergaji.

h. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 15% dengan 20%,

diperoleh nilai signifikannya adalah 0,439. Hal ini dipengaruhi oleh

perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian

serbuk gergaji.

i. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 15% dengan 25%,

diperoleh nilai signifikannya adalah 0,333. Hal ini dipengaruhi oleh

perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian

serbuk gergaji.

j. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 20% dengan 25%,

diperoleh nilai signifikannya adalah 0,667. Hal ini dipengaruhi oleh

perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian

serbuk gergaji.

Hasil nilai signifikan antar varian untuk semua uji U Mann-

Whitney memiliki nilai lebih besar dari nilai α yaitu sebesar 0,05, maka

hipotesis nol dalam penelitian ini diterima, yang berarti tidak ada

perbedaan yang bermakna antara variasi pemberian serbuk gergaji

terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka

Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010.

Page 65: KTI AYU

48

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Nilai C/N ratio kompos kotoran sapi dengan variasi pemberian serbuk

gergaji 5% (13:1), serbuk gergaji 10% (21:1), serbuk gergaji 15% (23:1),

serbuk gergaji 20% (28:1), dan serbuk gergaji 25% (33:1).

2. C/N ratio kompos kotoran sapi yang ideal ada pada serbuk gergaji 5%

yaitu 13:1.

3. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan nilai signifikan 0,111>0,05,

sehingga tidak ada perbedaan yang bermakna antara variasi pemberian

serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi.

B. Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan untuk memperbanyak replikasi

dan konsentrasi dipersempit.

2. Diharapkan waktu untuk proses pengomposan diperpanjang agar

memperoleh hasil kompos yang optimal.

Page 66: KTI AYU

DAFTAR PUSTAKA

Aris Santjaka. 2008. Bio Statistika. Politeknik Kesehatan Depkes Semarang

Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. KepMenKes No.1405 tahun

2002. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Departemen Pertanian, Dirjen Peternakan. 2009. Pedoman Teknis Pengembangan

Pupuk Organik Cair dan Padat. Jakarta : Dirjen peternakan Direktorat

Budidaya Ternak Ruminansia

Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purbalingga. 2009. Profil Dinas

Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purbalingga. Purbalingga

Dipo Yuwono. 2009. Kompos. Jakarta : Penebar Swadaya.

___________, Nur Kasim S., dan Lia Budimuljati S. Pengaruh Imbangan

Kotoran Sapi Perah dan Serbuk Gergaji Terhadap Kualitas Kompos.

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/03/pengaruh_imbanga

n_kotoran_sapi_perah_dan_serbuk_gergaji_terhadap_kualitas_kompos.pd

f. (diakses tanggal 19 Oktober 2009, pukul 16.45 WIB)

Handoko Riwidikdo. 2007. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia

Press

Indriani, Yovita Hety. 2007. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta : penebar

Swadaya

L. Murbandono. 2007. Membuat Kompos. Jakarta : penebar Swadaya

Nan Djuarnani, Kristian, dan Budi Susilo S. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos.

Jakarta : AgroMedia Pustaka

Page 67: KTI AYU

Rachman Sutanto. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta : Kanisius

Republik Indonesia. Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Jakarta : Departemen RI

Rynk R, 1992. On Farm Composting Handbook. Northeast Regional Agricultural

Engineering Service Pub. No. 54. Cooperative Extension Service. Ithaca,

N.Y. 1992; 186pp. A classic in onfarm composting.

Setiawan, Ade Iwan. 2008. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Jakarta : penebar

Swadaya

Tim Penulis PS. 2008. Penanganan dan Pengolahan Sampah. Jakarta : penebar

Swadaya

Tri Cahyono. 2009. Pedoman Penulisan Proposal Penelitian dan Karya Tulis

Ilmiah. Purwokerto : Politeknik Kesehatan Depkes Semarang Jurusan

Kesehatan Lingkungan Purwokerto

Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. Kompos.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos (diakses tanggal 19 Oktober 2009,

pukul 16.45 WIB)

Willyan Djaja. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan

Sampah. Jakarta : AgroMedia Pustaka

Page 68: KTI AYU

LAMPIRAN 1

PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

Prosedur Pembuatan Kompos

(Sumber : Unit Pelaksanaan Teknis Aneka Usaha Peternakan, 2009)

A. Alat :

1. Keranjang ukuran P:L:T=60:50:40 cm3 sebanyak 10 buah

2. Garu

3. Timbangan

4. Paralon dengan panjang 60 cm dan diameter 4 inci

5. Alat tulis

B. Bahan :

1. Kotoran Sapi : 10 kg

2. Abu jerami : 1 kg

3. Bahan pengaktif : 25 grm

4. Kapur bangunan : 2 kg

5. Serbuk gergaji : 0,5 kg; 1 kg; 1,5 kg; 2 kg; dan 2,5 kg

C. Cara Kerja :

1. Siapkan Keranjang sebanyak 10 buah.

2. Menimbang kotoran sapi sebanyak 10 kg untuk setiap keranjang.

3. Menimbang bahan campuran berupa serbuk gergaji sebanyak 0,5 kg; 1 kg;

1,5 kg; 2 kg; dan 2,5 kg.

4. Urutan bahan yang ditumpuk dari bawah yaitu:

a. Lapisan pertama kotoran sapi

Page 69: KTI AYU

b. Lapisan kedua bahan pengaktif

c. Lapisan ketiga abu jerami

d. Lapisan keempat kapur bangunan

e. Lapisan kelima serbuk gergaji

5. Aduk sampai rata kemudian masukkan ke dalam keranjang.

6. Masukkan paralon ke dalam keranjang (ditengah-tengah), dimana paralon

ini berfungsi sebagai lubang penghawaan.

7. Beri label/ tanda pada setiap keranjang.

8. Mengukur suhu dan pH bahan kompos setiap hari (sore) dan catat hasil

pengukuran pada kertas kerja.

9. Melakukan proses pengadukan atau pembalikan setiap 7 hari sekali

sampai ± 3 minggu.

10. Pada minggu ke-4 masuk pada proses pendinginan, selanjutnya diayak dan

siap digunakan.

Page 70: KTI AYU

LAMPIRAN 3

PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

Prosedur Pemeriksaan Suhu

(Sumber : Suparmin, 2003 )

A. Alat :

1. Thermometer

2. Alat tulis

B. Bahan :

Kompos

C. Cara Kerja :

1. Ambil thermometer alkohol.

2. Masukkan ke dalam tumpukan kompos selama 5 menit dengan kedalaman

±15 cm.

3. Catat suhu bahan kompos tersebut.

Page 71: KTI AYU

LAMPIRAN 4

PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

Prosedur Pemeriksaan pH

(Sumber : Suparmin, 2003)

A. Metode pemeriksaan

Metode yang digunakan yaitu Colorimetri

B. Alat :

1. pH indikator universal

2. Standar warna universal

3. Alat tulis

C. Bahan :

Kompos

D. Cara Kerja :

1. Ambil satu buah pH indikator universal.

2. Masukkan ± setengah panjang stik tersebut ke dalam kompos.

3. Tunggu sampai basah sempurna (± 3 menit), kemudian ambil dan

cocokkan dengan standar warna universal.

4. Catat nilai pH pada standar warna universal yang paling cocok.

Page 72: KTI AYU

LAMPIRAN 5 hal. 1

PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

Prosedur Pemeriksaan Kelembaban

(Sumber : Dipo Yuwono, 2009)

A. Alat :

Organoleptik (telapak tangan)

B. Bahan :

Kompos

C. Cara Kerja :

1. Letakkan sedikit kompos ke telapak tangan.

2. Genggam dan diperas kompos yang ada di telapak tangan hingga bisa

dirasakan basah atau kering.

Page 73: KTI AYU

LAMPIRAN 5 hal. 2

PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

Prosedur Pemeriksaan Kelembaban

(Sumber : IM. Widjik Suranta, M.Sc dan Dr. A. Hardjono, 1999)

A. Alat :

Hygrometer

B. Bahan :

Kompos

C. Cara Kerja :

1. Letakkan alat hygrometer di tempat yang akan diukur kelembabannya.

2. Tunggu beberapa menit dan catat skalanya.

Page 74: KTI AYU

LAMPIRAN 6

PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

Prosedur Pemeriksaan C–Organik

(Sumber : IM. Widjik Suranta, M.Sc dan Dr. A. Hardjono, 1999)

A. Metode Pemeriksaan:

Metode yang digunakan yaitu penyulingan dan titrimetri

B. Alat :

1. Labu erlenmeyer 300 ml

2. statip dan buret

C. Bahan :

1. Kompos 100 gram

2. Air murni

D. Pereaksi :

1. Asam fosfat 85 % pa.

2. Larutan standar fero sulfat 1 N. Dilarutkan 278 gram FeSO4.7H2O dengan

750 ml air murni, lalu ditambahkan 15 ml H2SO4 pekat dalam labu ukur 1

liter. Diencerkan dengan air murni sampai tanda garis 1 liter. Larutan ini

distandarisasi dengan larutan standar KmnO4.

3. Indikator barium difenilamina sulfonat 0,16 %. Dilarutkan 1,6 gram

barium difenilamina sulfonat dalam 1 liter air murni.

Page 75: KTI AYU

E. Cara Kerja :

1. Timbang sampel kompos sebanyak 0,5 gram, masukkan ke dalam labu

erlenmeyer 300 ml.

2. Tambahkan 5 ml larutan K2Cr2O7 2 N dan digoyang sampai sampai

sampel terendam rata.

3. Tambahkan 7,5 ml H2SO4 pekat, kocok dan biarkan selama 45 menit

sambil setiap 10 menit digoyang.

4. Buat 2 buah blanko tanpa sampel kompos lalu dikerjakan sama seperti

sampel untuk menstandarisasi larutan ferosulfat 1 N.

5. Encerkan dengan 150 ml air murni lalu tambahkan 10 ml asam fosfat

pekat dan setelah dingin ditambahkan beberapa tetes indikator barium

difenilamina sulfonat dan dititrasi dengan larutan ferosulfat 1 N.

6. Titrasi dilakukan sampai mendekati titik akhir warna keungu-ungan.

Setelah itu titrasi diperlambat sampai mencapai titik akhir pada perubahan

warna kehijauan.

7. Hitung dengan rumus:

Dimana: a = ml FeSO4 titrasi sampel

b = ml FeSO4 titrasi blanko

N = kenormalan ferosulfat

1,3 = koreksi oksidasi bahan organik

FK = faktor koreksi kelembaban

% C – Organik = 0,6 x (b-a) x N x 1,3 x FK

Page 76: KTI AYU

LAMPIRAN 7

PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

Prosedur Pemeriksaan Nitrogen

(Sumber : IM. Widjik Suranta, M.Sc dan Dr. A. Hardjono, 1999)

A. Metode Pemeriksaan:

Metode yang digunakan yaitu penyulingan dan titrimetri

B. Alat :

1. Alat ”Digestion Block”, 40 lubang dengan pengatur

2. Tabung destruksi 75 ml dengan tanda garis pada 30 m

3. Alat penyulingan nitrogen

4. Labu didih

5. Labu erlenmeyer 300 ml

6. Statip dan buret

C. Bahan :

1. Kompos 100 gram

2. Air murni

D. Pereaksi :

1. Asam sulfat pekat pa.

2. Campuran selen. Dicampurkan 100 gram K2SO4 atau Na2SO4 anhidrous

dan 1 gram tepung selen, ditumbuk sampai halus dan homogen.

3. Larutan natrium hidroksida 30 %. Dilarutkan 800 gram hablur NaOH

teknis dalam piala gelas dengan 1 liter air murni. Setelah dingin

diencerkan sampai menjadi 2 liter.

Page 77: KTI AYU

4. Larutan asam borat 1 %. Dilarutkan 10 gram hablur H3BO3 pa dengan air

murni sampai menjadi 1 liter.

5. Indikator campuran MM – HBK. Dilarutkan 0,155 gram hijau

bromokresol dan 0,1 gram merah metil dengan 200 ml etil alkohol 95 %.

6. Larutan standar asam sulfat 0,05 N. Dipipet 50 ml larutan standar H2SO4 1

N ke dalam labu ukur 1000 ml. Diencerkan dengan air murni sampai tanda

garis 1 liter. Larutan standar H2SO4 dibuat dari larutan standar ”titrisol”

H2SO4.

7. Batu didih atau batu apung yang dihancurkan.

E. Cara Kerja :

1. Timbang 0,6 gram sampel kompos yang akan diperiksa.

2. Masukkan sampel tersebut ke dalam destruksi. Tambahkan 0,5 gram

campuran selendan 3 ml H2SO4 pekat. Diaduk dan didestruksi diatas alat

”Digestion Block”.

3. Didestruksi mula-mula pada suhu 150 oC selama 30 menit. Setelah itu,

suhu dinaikkan sampai 350 oC dan destruksi dilanjutkan sampai larutan

destruksi jernih dan keluar uap putih.

4. Tabung destruksi diturunkan, setelah dingin ditambahkan air murni, kocok

lalu pindahkan ke dalam labu didih, tambahkan setengah sendok batu

didih lalu diencerkan dengan air murni sampai terisi 100ml.

5. Labu erlenmeyer 125 ml diisi 20 ml larutan asam borat 1 % dan 5 tetes

indikator campuran MM – HBK dan dihubungkan dengan alat penyuling

sebagai penampung NH3 yang tersuling.

6. Sampel dalam labu didih ditambahkan 20 ml larutan NaOH 30% lalu

segera dihubungkan dengan alat penyuling dan dipanaskan untuk

menyuling NH3. penyulingan dihentikan setelah 25 ml cairan tersuling.

7. Labu erlenmeyer diturunkan, lalu pembakaran dihentikan dan NH3 yang

tertampung dititran dengan larutan standar H2SO4 0,05 N. Larutan standar

yang digunakan dicatat.

Page 78: KTI AYU

8. Hitung dengan rumus:

Dimana: a = ml H2SO4 titrasi sampel

b = ml H2SO4 titrasi blanko

FK = faktor koreksi kelembaban

% N = (a-b) x 0,117 x FK

Page 79: KTI AYU

LAMPIRAN 8 hal. 1

PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

Tabel C/N Ratio Bahan Organik

(Sumber : Dipo Yuwono, 2009)

No Nama Bahan Organik C/N Ratio

1 Urin 0,8 : 1

2 Darah 3 : 1

3 Buangan Pemotongan Hewan 2 : 1

4 Tinja 6 : 1 hingga 10 : 1

5 Lumpur Aktif 6 : 1

6 Sampah Sayur-sayuran 12 : 1 hingga 20 : 1

7 Sampah Dapur Campur 15 : 1

8 Pupuk Hijau 14 : 1

9 Ganggang Laut 19 : 1

10 Kulit Kentang 25: 1

11 Jerami Gandum 40 : 1 hingga 125 : 1

12 Jerami Padi 50 : 1 hingga 70 : 1

13 Jerami Jagung 100 : 1

14 Serbuk Gergaji 500 : 1

15 Kertas Koran 50 : 1 hingga 200 : 1

16 Kayu 200 : 1 hingga 400 : 1

17 Kertas 150 : 1 hingga 200 : 1

18 Daun-daunan (segar) 10 : 1 hingga 40 : 1

19 Daun-daunan (kering) 50 : 1 hingga 60 : 1

20 Daun Dadap Muda 11 : 1

21 Daun Tephrosia 11 : 1

22 Kulit Kopi 15 : 1 hingga 20 : 1

23 Batang Pohon Pangkasan, Cabang 15 : 1 hingga 60 : 1

24 Pangkasan Teh 15 : 1 hingga 17 : 1

25 Bungkil Biji Kapuk 10 : 1 hingga 12 : 1

26 Bungkil Kacang Tanah 7 : 1

27 Kotoran Sapi 20 : 1

28 Kotoran Ayam 10 : 1

29 Kotoran Kuda 25 : 1

Page 80: KTI AYU

LAMPIRAN 8 hal. 2

No Nama Bahan Organik C/N Ratio

30 Cemara 60 : 1 hingga 110 :1

31 Kopo Bubuk, Endapan 20 : 1

32 Apel, Buah 21 : 1

33 Kulit Kayu 100 : 1 hingga 130 : 1

34 Sampah Buah-buahan 35 : 1

35 Rumput-rumputan Potongan/ Liar (segar) 12 : 1 hingga 25 : 1

36 Jagung, Bonggol 60 : 1

37 Kacang-kacangan 15 : 1

Page 81: KTI AYU

LAMPIRAN 9

PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

Rumus Perhitungan Jenis Bahan Baku Kompos

(Sumber : Dipo Yuwono, 2009)

Dimana: A = Berat bahan A

B = Berat bahan B

C/N Ratio A = C/N Ratio bahan A

C/N Ratio B = C/N Ratio bahan B

(A x C/N Ratio A) + (B x C/N Ratio B)

= 30

A + B

Page 82: KTI AYU

LAMPIRAN 10 hal. 1

HASIL PENGUKURAN SUHU KOMPOS KOTORAN SAPI DENGAN VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

Hari

Ke-

Suhu (°C) Suhu

Lingkungan

(°C)

5% 10% 15% 20% 25%

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

1 31 31 31 31 30 30,5 31 31 31 31 31 31 31 31 31 33

2 31 31 31 31 30 30,5 30 31 30,5 31 31 31 31 31 31 30

3 30 31 30,5 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 32 31,5 31

4 31 31 31 31 32 31,5 31 32 31,5 32 32 32 31 32 31,5 31

5 31 31 31 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 31

6 32 31 31,5 32 31 31,5 32 31 31,5 31 32 31,5 32 33 32,5 30

7 32 31 31,5 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32

8 30 31 30,5 31 31 31 30 30 30 30 31 30,5 31 31 31 30

9 31 32 31,5 32 31 31,5 31 31 31 31 32 31,5 31 32 31,5 28

10 31 32 31,5 32 31 31,5 31 32 31,5 31 31 31 31 32 31,5 32

11 32 31 31,5 32 31 31,5 31 31 31 31 32 31,5 32 32 32 30

12 32 32 32 33 32 32,5 32 32 32 32 32 32 32 33 32,5 29

13 33 32 31,5 33 32 32,5 33 32 32,5 33 33 33 33 33 33 28

14 33 33 33 32 32 32 33 33 33 33 32 32,5 33 33 33 28

15 32 33 31,5 32 33 32,5 32 33 32,5 33 33 33 33 33 33 29

16 31 31 31 31 30 30,5 31 31 31 31 31 31 32 31 31,5 30

Page 83: KTI AYU

LAMPIRAN 10 hal. 2

Hari

Ke-

Suhu (°C) Suhu

Lingkungan

(°C)

5% 10% 15% 20% 25%

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

17 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31 32 31 31 30

18 31 32 31,5 31 31 31 31 31 31 31 32 31,5 32 31 31,5 31

19 31 32 31,5 31 31 31 32 32 32 32 32 32 32 32 32 28

20 32 33 32,5 32 31 31,5 32 32 32 33 31 32 32 31 31 28

21 31 33 32 32 32 32 31 32 31,5 32 32 32 33 32 32,5 29

22 31 30 30,5 30 31 30,5 31 31 31 32 31 31,5 33 32 32,5 28

23 31 30 30,5 31 32 31,5 32 32 32 32 23 32,5 32 33 32,5 30

24 32 31 31,5 31 31 31 31 32 31,5 32 32 32 31 33 32 30

25 32 31 31,5 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 33

26 31 31 31 33 32 32,5 33 32 32,5 33 32 32,5 32 33 32,5 29

27 31 31 31 32 32 32 32 32 32 32 32 32 33 32 32,5 31

28 30 31 30,5 31 31 31 32 31 31,5 31 32 31,5 32 31 31 29

29 30 30 30 31 31 31 31 31 31 31 31 31 32 31 31 29

30 31 30 30,5 30 30 30 30 31 30,5 31 31 31 31 32 31,5 30

Page 84: KTI AYU

LAMPIRAN 11 hal. 1

HASIL PENGUKURAN RATA-RATA pH KOMPOS PADA PEMBUATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DENGAN

VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN

KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2010

Hari

Ke-

pH

5% 10% 15% 20% 25%

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

1 9 8 8,5 8 8 8 8 9 8,5 9 9 9 8 9 8,5

2 9 8 8,5 8 9 8,5 8 8 8 9 8 8,5 8 8 8

3 8 8 8 9 8 8,5 9 9 9 8 8 8 9 9 9

4 8 9 8,5 9 8 8,5 8 9 8,5 8 8 8 9 9 9

5 8 9 8,5 9 8 8,5 8 8 8 8 9 8,5 9 9 9

6 8 9 8,5 8 8 8 8 8 8 9 9 9 8 9 8,5

7 9 9 9 9 8 8,5 9 8 8,5 9 9 9 8 8 8

8 8 8 8 8 8 8 8 9 8,5 8 9 8,5 9 8 8,5

9 9 8 8,5 9 9 9 8 9 8,5 8 9 8,5 9 9 9

10 9 8 8,5 8 8 8 8 9 8,5 8 8 8 8 9 8,5

11 8 8 8 8 8 8 8 8 8 9 8 8,5 9 9 9

12 9 8 8,5 8 8 8 8 8 8 9 8 8,5 9 9 9

13 8 9 8,5 8 8 8 9 8 8,5 9 9 9 8 8 8

14 8 8 8 9 8 8,5 9 9 9 8 9 8,5 8 8 8

15 8 8 8 9 9 9 9 9 9 9 9 9 8 8 8

16 9 9 9 8 8 8 8 9 8,5 8 8 8 8 8 8

Page 85: KTI AYU

LAMPIRAN 11 hal. 2

Hari

Ke-

pH

5% 10% 15% 20% 25%

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

Rep

I

Rep

II

Rata-

Rata

17 9 8 8,5 8 9 8,5 8 9 8,5 8 8 8 8 8 8

18 9 8 8,5 8 9 8,5 8 9 8,5 8 8 8 8 8 8

19 9 9 9 9 9 9 8 8 8 8 8 8 9 8 8,5

20 8 9 8,5 9 8 8,5 9 8 8,5 9 8 8,5 8 8 8

21 8 9 8,5 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8

22 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 8 8,5 8 9 8,5

23 8 8 8 8 9 8,5 8 8 8 9 8 8,5 8 8 8

24 8 8 8 8 8 8 9 8 8,5 8 8 8 9 8 8,5

25 8 8 8 9 8 8,5 8 9 8,5 8 8 8 8 9 8,5

26 8 8 8 8 9 8,5 8 9 8,5 8 8 8 8 8 8

27 9 8 8,5 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8

28 8 8 8 8 8 8 8 8 8 7 8 7,5 8 8 8

29 8 8 8 7 8 7,5 9 8 8,5 8 8 8 7 8 7,5

30 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 7 7,5 7 7 7

Page 86: KTI AYU

Lampiran 12.

Page 87: KTI AYU

Lampiran 13. Hal 1

Page 88: KTI AYU

Lampiran 13. Hal 2

Page 89: KTI AYU

Lampiran 14 hal. 1

Oneway

Descriptives

CN

2 13,0235 1,06561 ,75350 3,4494 22,5976 12,27 13,78

2 20,7590 2,83267 2,00300 -4,6915 46,2095 18,76 22,76

2 22,8270 4,24405 3,00100 -15,3043 60,9583 19,83 25,83

2 27,9520 4,26244 3,01400 -10,3445 66,2485 24,94 30,97

2 33,2465 4,03404 2,85250 -2,9979 69,4909 30,39 36,10

10 23,5616 7,64962 2,41902 18,0894 29,0338 12,27 36,10

5%

10%

15%

20%

25%

Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Low er Bound Upper Bound

95% Conf idence Interval for

Mean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

CN

2E+015 4 5 ,000

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA

CN

465,037 4 116,259 9,435 ,015

61,613 5 12,323

526,651 9

Betw een Groups

Within Groups

Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Page 90: KTI AYU

Multiple Com parisons

Dependent Variable: CN

-7,73550 3,51037 ,309 -21,8174 6,3464

-9,80350 3,51037 ,168 -23,8854 4,2784

-14,92850* 3,51037 ,040 -29,0104 -,8466

-20,22300* 3,51037 ,012 -34,3049 -6,1411

7,73550 3,51037 ,309 -6,3464 21,8174

-2,06800 3,51037 ,971 -16,1499 12,0139

-7,19300 3,51037 ,362 -21,2749 6,8889

-12,48750 3,51037 ,077 -26,5694 1,5944

9,80350 3,51037 ,168 -4,2784 23,8854

2,06800 3,51037 ,971 -12,0139 16,1499

-5,12500 3,51037 ,623 -19,2069 8,9569

-10,41950 3,51037 ,140 -24,5014 3,6624

14,92850* 3,51037 ,040 ,8466 29,0104

7,19300 3,51037 ,362 -6,8889 21,2749

5,12500 3,51037 ,623 -8,9569 19,2069

-5,29450 3,51037 ,598 -19,3764 8,7874

20,22300* 3,51037 ,012 6,1411 34,3049

12,48750 3,51037 ,077 -1,5944 26,5694

10,41950 3,51037 ,140 -3,6624 24,5014

5,29450 3,51037 ,598 -8,7874 19,3764

-7,73550 3,51037 ,787 -24,4917 9,0207

-9,80350 3,51037 ,383 -26,5597 6,9527

-14,92850 3,51037 ,081 -31,6847 1,8277

-20,22300* 3,51037 ,022 -36,9792 -3,4668

7,73550 3,51037 ,787 -9,0207 24,4917

-2,06800 3,51037 1,000 -18,8242 14,6882

-7,19300 3,51037 ,958 -23,9492 9,5632

-12,48750 3,51037 ,163 -29,2437 4,2687

9,80350 3,51037 ,383 -6,9527 26,5597

2,06800 3,51037 1,000 -14,6882 18,8242

-5,12500 3,51037 1,000 -21,8812 11,6312

-10,41950 3,51037 ,312 -27,1757 6,3367

14,92850 3,51037 ,081 -1,8277 31,6847

7,19300 3,51037 ,958 -9,5632 23,9492

5,12500 3,51037 1,000 -11,6312 21,8812

-5,29450 3,51037 1,000 -22,0507 11,4617

20,22300* 3,51037 ,022 3,4668 36,9792

12,48750 3,51037 ,163 -4,2687 29,2437

10,41950 3,51037 ,312 -6,3367 27,1757

5,29450 3,51037 1,000 -11,4617 22,0507

(J) gergaji

10%

15%

20%

25%

5%

15%

20%

25%

5%

10%

20%

25%

5%

10%

15%

25%

5%

10%

15%

20%

10%

15%

20%

25%

5%

15%

20%

25%

5%

10%

20%

25%

5%

10%

15%

25%

5%

10%

15%

20%

(I) gergaji

5%

10%

15%

20%

25%

5%

10%

15%

20%

25%

Tukey HSD

Bonferroni

Mean

Dif ference

(I-J) Std. Error Sig. Low er Bound Upper Bound

95% Conf idence Interval

The mean dif ference is s ignif icant at the .05 level.*.

Post Hoc Tests

Page 91: KTI AYU

Lampiran 14 hal. 2

Kruskal-Wallis Test

Ranks

2 1,50

2 4,00

2 5,50

2 7,50

2 9,00

10

gergaji

5%

10%

15%

20%

25%

Total

CN

N Mean Rank

Test Statisticsa,b

7,527

4

,111

Chi-Square

df

Asymp. Sig.

CN

Kruskal Wallis Testa.

Grouping Variable: gergajib.

Page 92: KTI AYU

Lampiran 14 hal. 3

Mann-Whitney Test

Ranks

2 1,50 3,00

2 3,50 7,00

4

gergaji

5%

10%

Total

CN

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statis ticsb

,000

3,000

-1,549

,121

,333a

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

CN

Not corrected for ties .a.

Grouping Variable: gergajib.

Mann-Whitney Test

Ranks

2 1,50 3,00

2 3,50 7,00

4

gergaji

5%

15%

Total

CN

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statis ticsb

,000

3,000

-1,549

,121

,333a

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

CN

Not corrected for ties .a.

Grouping Variable: gergajib.

Page 93: KTI AYU

Mann-Whitney Test

Ranks

2 1,50 3,00

2 3,50 7,00

4

gergaji

5%

20%

Total

CN

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statis ticsb

,000

3,000

-1,549

,121

,333a

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

CN

Not corrected for ties .a.

Grouping Variable: gergajib.

Mann-Whitney Test

Ranks

2 1,50 3,00

2 3,50 7,00

4

gergaji

5%

25%

Total

CN

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statis ticsb

,000

3,000

-1,549

,121

,333a

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

CN

Not corrected for ties .a.

Grouping Variable: gergajib.

Page 94: KTI AYU

Mann-Whitney Test

Ranks

2 2,00 4,00

2 3,00 6,00

4

gergaji

10%

15%

Total

CN

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statis ticsb

1,000

4,000

-,775

,439

,667a

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

CN

Not corrected for ties .a.

Grouping Variable: gergajib.

Mann-Whitney Test

Ranks

2 1,50 3,00

2 3,50 7,00

4

gergaji

10%

20%

Total

CN

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statis ticsb

,000

3,000

-1,549

,121

,333a

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

CN

Not corrected for ties .a.

Grouping Variable: gergajib.

Page 95: KTI AYU

Mann-Whitney Test

Ranks

2 1,50 3,00

2 3,50 7,00

4

gergaji

10%

25%

Total

CN

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statis ticsb

,000

3,000

-1,549

,121

,333a

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

CN

Not corrected for ties .a.

Grouping Variable: gergajib.

Mann-Whitney Test

Ranks

2 2,00 4,00

2 3,00 6,00

4

gergaji

15%

20%

Total

CN

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statis ticsb

1,000

4,000

-,775

,439

,667a

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

CN

Not corrected for ties .a.

Grouping Variable: gergajib.

Page 96: KTI AYU

Mann-Whitney Test

Ranks

2 1,50 3,00

2 3,50 7,00

4

gergaji

15%

25%

Total

CN

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statis ticsb

,000

3,000

-1,549

,121

,333a

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

CN

Not corrected for ties .a.

Grouping Variable: gergajib.

Mann-Whitney Test

Ranks

2 2,00 4,00

2 3,00 6,00

4

gergaji

20%

25%

Total

CN

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statis ticsb

1,000

4,000

-,775

,439

,667a

Mann-Whitney U

Wilcoxon W

Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)]

CN

Not corrected for ties .a.

Grouping Variable: gergajib.

Page 97: KTI AYU

LAMPIRAN 15

FOTO PENELITIAN

Gambar 1. Pencampuran Bahan Baku

Kompos

Gambar 2. Pewadahan Bahan Baku

Kompos

Gambar 3. Pengukuran Suhu Kompos

Gambar 4. Pengukuran pH Kompos

Gambar 5. Pembalikan Kompos

Gambar 6. Pengayakan Kompos

Page 98: KTI AYU

Gambar 7. Penimbangan Sampel

Kompos

Gambar 8. Jumlah Sampel Kompos

Gambar 9. Pengukuran pH

Gambar 10. Destruksi

Gambar 11. Penyulingan

Gambar 12. Titrasi