KRITIK TERHADAP TEOLOGI WAHABIYYAH DI INDONESIA...
Transcript of KRITIK TERHADAP TEOLOGI WAHABIYYAH DI INDONESIA...
-
KRITIK TERHADAP TEOLOGI WAHABIYYAH
DI INDONESIA DALAM PEMIKIRAN
SAID AQIL SIRADJ
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Nama: Fatmawatun
NIM: 11140331000055
PROGRAM STUDI AQIDAH & FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2019 M
-
LEMBAR PERSETUttAN PEL711BIMBING
KRITIK TERⅡ ADAP TEOLOGI WAHABIYYAⅡ DIINDONESIA DALAM
PEPIIKIRAN SAID AQIL SIRADJ
Skripsi
Dittuktt ke Fakulttt Ushuluddinunmk Memenuhi Persyttatan
Gelar SttanaAgaFna(S.Ag)
″げF‐ Oleh:
FatmawatunNINI:11140331000055
PROGRAMA STUDI AQIDAⅡ DAN FILSAFAT ISLAIVIFAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITASISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA 1441/2019M
ah Bimbingan
rcazy H
-
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
SkHpsi bettudul (`KRITIK TERHADAP TEOLOGI WAHABIYYAH DI
NDONESIA DALAM PEMIKIRAN SAID AQIL SIRADJマtelⅢ dittukan dalam dalam
iding munaqasy〔 通,Fakultas Ushuluddin Univcrsitas lslam Negeri(UIN)SyarifHidayatullah
akarta.Skripsi ini telah diterima sebagai slah sttu Syarat untuk mcmperoleh gelar Sttana
gゝarlla(S.Ag)pada PrOgram Studi Aqidah dan Filsafat lslam. ‐
Ciputat,12 Novelnbcr 2019
Sidang Munaqasyah
I(etua
F一 眈 1968031994032002 NIP:196806181999032001
Penguji
enguji I,
Sekretaris
1993031002
Pembimbing,
-
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
Tempat, Tanggal Lahir
NIM
Program Studi/ Univ.
Judul Skripsi
Fatmawatun
Sumenep, l8 Oktober 1995
I I 14033 l0000ss
Aqidah dan Filsafat Islam, UIN Syarif HidayatullahJakartaKritik Terhadap Teologi Wahabiyyah Di IndonesiaDalam Pemikiran Said Aqil Siradj
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
l. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhisalah satu persyaratan memperoleh gelar Strata I (Sl) di Universitas lslamNegeri (U$D Syarif Hidayatullah Jakarra.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan inisesuai dengan ketentuan yang berlaku di UniversitasSyari f Hi dayatul lah Jakarta"
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa kary4 ini bukan' atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain,
menerima sanksi yang berlaku di Universitas IslamHidayatullah Jakarta.
Jakarta, 04 Mei 2019
telah saya cantumkan
Islam Negeri (UIN)
hasil karya asli saya
maka saya bersedia
Negeri (UIN) Syarif
31000055
-
i
ABSTRAK
Fatmawatun, NIM: 11140331000055, Judul Skripsi “Kritik Terhadap Teologi
Wahabiyyah Di Indonesia dalam Pemikiran Said Aqil Siradj”.
Dalam skripsi ini penulis membahas tentang Kritik Terhadap Teologi Wahabiyyah
Di Indonesia Dalam Pemikiran Said Aqil Siradj. Kajian terhadap skripsi ini cukup
penting dilakukan, karena eksistensi Wahabi saat ini menyebar dan
pemahamannya mulai mempengaruhi kultur damai dan saling menghormati
perbedaan, yaitu munculnya pernyataan bid’ah dan takfiri dari kaum Wahabi
terhadap ritual-ritual ibadah yang biasa berjalan dan menjadi kebiasaan terutama
pada masyarakat NU. Karena NU sendiri dalam paham ritual ibadahnya sangat
kental dengan tradisi lokal keindonesiaan atau nusantara, sehingga menjadi ciri
khas yang tidak bisa dipisahkan, karena Islam di Indonesia sendiri penyebarannya
lewat jalur kultural dengan cara mendekati budaya yang ada di Indonesia,
sehingga Islam cepat diterima dan Islam menjadi agama mayoritas di negeri ini.
Kajian ini merupakan studi terhadap kritik Said Aqil Siradj yang notabene dari
NU, bagaimana Said Aqil memberikan pemahaman bahwa berdirinya NU
memang untuk mengkonter paham Wahabi yang mulai meresahkan masyarakat
dengan cara dakwahnya yang mudah membid’ahkan dan mengkafirkan
saudaranya se-muslim yang tidak sejalan dengan paham ritual keagamaannya.
Dalam hal ini Said Aqil menolak keras paham Wahabi yang dianggapnya sebagai
embrio atau benih penyebaran radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Dari hasil penelitian ini, penulis menemukan bahwa kritik Said Aqil terhadap
teologi Wahabi sangat berdasar, karena banyak didapatkan kelompok yang
terindikasi penyebar kebencian, membid’ahkan dan mengkafirkan di tengah
masyarakat muslim Indonesia yang awal dengan cara sembunyi-sembunyi, tapi
sekarang dengan terang-terangan kelompok Wahabi mengembangkan dan
melebarkan dakwahnya dengan mengajarkan pada sekelompok masyarakat,
bahwa banyak ajaran ritual keagamaan di Indonesia yang keluar dari ajaran
Sunnah atau yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sehingga, kritik
Said Aqil terhadap teologi Wahabi menjadi penting diangkat dan dikaji secara
mendalam untuk menghidari munculnya kelompok yang mudah membid’ahkan
dan mengkafirkan sesama muslim.
Kata kunci: Wahabi, Takfir, Tabdi’, Tawasul
-
ii
KATA PENGANTAR.
Segala Puji serta rasa syukur yang sangat mendalam penulis panjatkan
kepada Allah SWT. Tuhan Yang Maha Menguasai segala sesuatu, di bumi
maupun di langit. Yang Maha Memudahkan segala urusan hamba-Nya. Karena
atas kuasa-Nya lah penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muḥ ammad
SAW. yang telah memberikan tauladan bagi umat manusia dengan perilaku
qur’ānī-nya. Dan atas izin-Nya pula ia memiliki keistimewaan untuk dapat
memberikan syafaat kepada umatnya.
Penulisan Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana pada program studi Aqidah dan Filsafat Islam fakultas
Ushuluddin Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul yang
penulis ajukan adalah “Kritik Terhadap Teologi Wahabiyyah di Indonesia Dalam
Pemikiran Said Aqil Siradj.
Penulisan skripsi ini tentu melibatkan berbagai pihak yang turut membantu
dari awal proses penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini. Oleh karena itu,
penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada:
Dr. Arrazy Hasyim.MA sebagai Dosen Pembimbing Skripsi terbaik bagi
penulis. Terima kasih telah meluangkan banyak waktunya untuk membimbing,
menasehati, sekaligus memberikan gagasan-gagasannya kepada penulis. Sehingga
penulisan skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.
-
iii
Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, MA. selaku Rektor
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarann.
Lebih khusus, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Dra. Tien
Rohmatin, MA. selaku Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam dan Dra.Banun
Binaningrum, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih atas
nasehat dan bimbingannya, akhirnya penulis tetap konsisten menyelesaikan judul
skripsi ini.
Seluruh Dosen dan Guru Besar Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan
begitu banyak pengetahuan sekaligus bimbingannya selama empat tahun ini,
khususnya kepada Hanafi S.Ag, MA selaku Dosen Pembimbing Akademik
penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para pimpinan dan
segenap civitas akademik Fakultas Ushuluddin, segenap Staf Perpustakaan
Fakultas Ushuluddin dan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta yang turut membantu penulis dalam menemukan
buku-buku referensi untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Keluarga penulis, khususnya kedua orang tua penulis yang telah
membesarkan dan mendidik penulis dengan kasih sayang, perjuangan, dan
pengorbanan yang begitu luar biasa. Teruntuk Ayahanda tercinta, H. Maksum
yang telah menanamkan semangat berjuang, yang selalu mendampingi penulis
sampai akhir penulisan skripsi ini. Teruntuk Ibunda tercinta,Hj.Siti Salama, yang
selalu memberikan doa terbaiknya di setiap langkah penulis. Semoga Allah SWT.
senantiasa memberikan umur panjang, kesehatan, serta kepada adik tersayang
-
iv
,Mulhatul Hasanah dan Siti Ruqayyah. Terima kasih untuk doa, semangat, dan
dukungannya kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
Teman-teman terbaik penulis di Aqidah dan Filsafat Islam Angkatan 2014-
B, khususnya kepada Hidayanti Fadillah Tunnisa, Ita Nurul Faizah, Khairiyah,
aya. Terimakasih karena telah menjadi yang selalu ada bagi penulis selama kurang
lebih empat tahun ini. Teman-teman lainnya yang selalu membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini yaitu Ulfiyatul khairoh, Eva dan Laila .Dan kepada
seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang banyak
membantu, mempermudah dan memperlancar hingga skripsi ini akhirnya selesai.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT. selalu membimbing
langkah kita menuju jalan yang benar dan diridhai-Nya. Āmīn yā Rabb al-
‘ālamīn.
Jakarta, 20 Oktober 2019
Penulis
Fatmawatun
NIM. 11140331000063
-
v
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ...................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 7
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 7
E. Metode Penelitian........................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan ................................................................... 11
BAB II WAHABIYYAH DALAM LINTAS SEJARAH .............................. 14
A. Sejarah Munculnya Wahabi .......................................................... 15
B. Tokoh-tokoh Yang Mendukung Wahabi ...................................... 25
C. Perkembangan Wahabi di Indonesia ............................................. 27
BAB III BIOGRAFI SAID AQIL SIRADJ .................................................... 35
A. Silsilah Said Aqil Siradj ............................................................... 35
B. Pendidikan dan Guru-guru ............................................................ 39
1. Nusantara .......................................................................................... 39
-
vi
2. Timur Tengah ................................................................................ 40
C. Kiprah kang said dan kontribusi PBNU ............................................... 43
D. Karya Said Aqil Siradj ......................................................................... 47
BAB IV KRITIK SAID AQIL SIRADJ TERHADAP TEOLOGI WAHABIYYAH
DI INDONESIA ................................................................................ 49
A. Ushûl al-Tsalâtsah .......................................................................... 49
1. Ulûhîyah ................................................................................ .. 50
2. Rubûbîyah ................................................................................ 50
3. al-Asmâ’ wa al-Shifât.................................................................. 52
B. Tawasul ......................................................................................... 58
C. Konsep Takfîr dan Tabdî’ ............................................................. 62
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 73
A. Kesimpulan ................................................................................... 73
B. Kritik dan Saran ............................................................................. 74
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 75
-
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Arab
ا
ب
ت
ث
ج
ح
خ
د
ذ
ر
ز
س
ش
ص
ض
Indonesia
a
b
t
ts
j
ḥ
kh
d
dz
r
z
s
sy
sh
dl
Inggris
a
b
t
th
j
ḥ
kh
d
dh
r
z
s
sh
ṣ
ḍ
Arab
ط
ظ
ع
غ
ف
ق
ك
ل
م
ن
و
ه
ء
ي
ة
Indonesia
th
zh
‘
gh
f
q
k
l
m
n
w
h
y
h
Inggris
ṭ
ẓ
‘
gh
f
q
k
l
m
n
w
h
y
h
Vokal Pendek
Arab Latin
a أ
i إ
u ا
-
viii
Vokal Panjang
Arab Indonesia
ā آ
ī ِإْى
Ū اْو
Diftong
Arab Indonesia
Au أو
Ai أي
Kata Sandang al- (ال)
Arab Indonesia
-al ال
-wa al وال
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam secara historis termasuk agama semitik yang dibawa Nabi
Muhammad SAW, sebagai penutup para nabi. Agama semitik yang lain dan
muncul sebelum Islam adalah agama Yahudi yang dibawa Nabi Musa dan agama
Nashrani yang dipelopori oleh Nabi Isa. Tiga agama semitik ini sama-sama
mengimani keesaan Tuhan (al-tawḥ îd). Namun, ketiganya memiliki syariat dan
spirit yang berbeda.
Islam, sebagai agama semitik terakhir, dikenal luas bukan hanya di tanah
Arab saja melainkan di penjuru dunia termasuk di Indonesia sendiri. Tersebarnya
Islam di tengah-tengah masyarakat bahkan diterima secara legowo tanpa unsur
paksaan tindak terlepas dari visi yang diembanya. Islam membawa misi raḥ mah
li al-ālamīn (rahmat bagi semesta alam). Di samping itu, Islam datang untuk
menegakkan keadilan dan membela kaum yang tertindas sehingga hak-hak yang
dirampas dapat diraih kembali.
Mulai diturunkannya Islam sampai perkembangannya di era kontemporer,
banyak bermunculan dalam tubuh Islam beberapa kelompok yang
mengatasnamakan Islam. Secara historis, tercatat sejak terjadi tahkim (arbitrase)
antara Alî bin Abi Ṭ âlib dan „Abû Sufyân, pengikut Alî terpecah menjadi tiga:
Pertama, Syiah, kelompok yang mengikuti Alî sebagai pemimpin. Kedua,
-
2
Khawârij, kelompok yang memisahkan diri dari Alî. Adapun yang ketiga, Sunni,
kelompok yang berada di posisi tengah.1
Tiga kelompok yang muncul pada beberapa abad yang lalu,
perkembangannya sampai sekarang masih tetap terasa. Kelompok Khawârij yang
dikenal sebagai kelompok ekstrem mengkafirkan pengikut Alî bin Abi Ṭ âlib ,
karena mereka memutuskan hukum di luar keputusan Allah. Di era modern,
ajaran Khawârij dicangkok oleh kelompok-kelompok keras, seperti kelompok
Wahabi2 yang dicetuskan oleh Muḥ ammad bin „Abd al-Wahhâb, yang lahir pada
tahun 1115 H/1703 M. Pendiri kelompok ekstrem ini banyak mempelajari
pemikiran-pemikiran Ibn Taymîyah (w. 728 H/1328 M). Karena, ketertarikannya
pada pemikiran Ibn Taymîyah , maka ia sering kali diklaim mencerminkan
kemunculan yang tertunda dari Ibn Taymîyah .3
Sebagai perkembangan dari kelompok Khawârij, kelompok Wahabi
memiliki doktrin yang hampir sama. Di antara doktrin-doktrin Wahabi adalah
Pertama, doktrin tasyrīk atau menilai sebuah amaliyah tertentu sebagai bagian
dari syirik atau menyekutukan Allah. Doktrin tasyrīk ini misalkan memuat
larangan agar umat tidak meminta pertolongan atau tawassul kepada para wali
1 Syaikh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2011), h. 12-13. 2 Pada dasarnya, tidak ada perbedaan antara Salafī dan Wahābī. Keduanya merupakan dua
istilah yang digunakan untuk bentuk yang sama. Bahkan, mereka memiliki keyakinan yang sama.
Di dalam Jazirah Arab mereka dikenal dengan istilah Kaum Wahābī Ḥanbalī, sedangkan di luar mereka disebut dengan istilah Salafī. Kenapa sebutan Ḥanbalī disematkan kepada Wahabi? Kaum Wahabi menganut mazhab Hanbali, yakni pengikut Imam Ahmad bin Hanbal yang berpaham
tajsīm dan nawāshib, sekalipun ada sebagian di antara mereka yang berbeda dalam sejumlah
hukum Islam. Selengkapnya, baca Sayyid Hasan al-Saqqaf, Mini Eksiklopedi Wahabi, terj. Ahmad
Anis, (t.t.p.: Kasyafa, 2013), h. 4-5. 3 Ahmad Shidqi, Respon Nahdlatul Ulama (NU) terhadap Wabisme dan Implikasinya bagi
Deradikalisasi Pendidikan Islam, Jurnal, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. II, No. 1, Juni 2013, h.
112-113
-
3
dan orang saleh. Apabila seorang muslim melakukan hal tersebut, maka ia
termasuk sebagai musyrik atau kafir sehingga darahnya halal dan wajib diperangi.
Kedua, doktrin bid’ah. Bid‟ah menurut Wahabi, adalah praktik-praktik
keagamaan yang tidak didasarkan atau tidak ada dasarnya dalam Al-Qur‟an dan
sunnah serta otoritas sahabat Nabi SAW. Kaum Wahabi tidak mengakui adanya
bid‟ah yang baik (bid’ah ḥ asanah), melainkan seluruh bid‟ah itu adalah negatif.
Maka, dengan demikian, melakukan tindakan taqlîd (mengikuti secara konsisten
salah satu dari empat madzhab fikih, yaitu Syafi‟ie, Malik, Imam Hanafi, dan
Hanbali) dipandang sebagai bid‟ah, sebab hasil ijtihad dari empat madzhab ini
banyak yang tidak tercakup secara tekstualis dalam dua rujukan Islam, yaitu Al-
Qur‟an dan hadis. Di samping itu, beberapa praktrek keagamaan yang
berkembang di tengah-tengah masyarakat dipandang bid‟ah, seperti memperingati
hari kelahiran Nabi Muḥ ammad SAW. atau yang biasa dikenal dengan Maulid
Nabi. Demikian pula, memperingati kematian seseorang seperti haul atau tahlilan
dalam rangka kematian seseorang juga dianggap bid‟ah.
Beberapa doktrin Wahabi tersebut banyak mendapatkan pertentangan yang
begitu keras dari masyarakat di Nusantara. Mayoritas masyarakat Nusantara
menganut doktrin Sunni yang terbentang kuat di tubuh Nahdhatul Ulama (NU),
sebuah organisasi yang dibangun oleh Ḥadrah al-Syakh Hâsyim „Asy‟ari.
Sedangkan, motif didirikannya NU adalah untuk mempertahankan paham „Ahl al-
Sunnah wa al-Jamā‟ah. Lebih khususnya, NU membentengi umat Islam agar tetap
teguh pada ajaran Islam „Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ‟ah, sehingga tidak tergiur
dengan ajaran-ajaran baru yang gemar membid‟ahkan dan mengkafirkan
-
4
saudaranya sendiri, sehingga dengan keberadaan NU ditanamkan konsep
tawassuṭ (pertengahan), tawâzun (proporsional), ta’âdul (adil), dan tasâmuḥ
(moderat).4 Konsep-konsep NU ini secara tidak langsung mencegah paham-
paham radikal yang mulai berkecambah di negara pluralistik Indonesia.
Kehadiran kelompok Wahabi di Indonesia benar-benar meresahkan
kelompok Sunnī atau „Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ‟ah, bahkan mencederai ajaran-
ajaran Sunnī, seperti menganut fikih empat madzhab, mengikuti tasawuf al-
Ghazâlî, dan menganut teologi sekte „Asy‟ariyyah dan Maturidiyyah. Muhammad
Fiqih Maskumambang (1857-1937 M) membongkar kesesatan pemikiran Wahabi
yang merebak di Indonesia. Misalkan, kesesatan dalam menafsirkan kata fî sabîl-
Allah dalam QS. at-Taubah [9]: 60.5 Kata fî sabîl-Allah, menurut Jamāl al-Dīn al-
Dimasyqī, tidak dapat dipahami sebagai pejuang yang maju ke medan perang.
Pandangan Jamāl al-Dīn ini secara tidak langsung mengeklaim para ulama salaf
yang berpendapat bahwa kata fî sabîl-Allah hanya boleh ditafsirkan dengan makna
pejuang perang adalah pendapat yang rapuh tidak ditopang dengan dalil nash Al-
Qur‟an dan hadis. Sehingga dengan demikian pula, Jamāl al-Dīn menganggap
bahwa para ulama Khalaf (mereka yang hidup setelah periode ulama salaf)
mengikuti jejak para ulama salaf hanya berlandaskan pada sikap fanatisme buta
tanpa disertai dalil-dalil. Asumsi Jamāl al-Dīn kurang tepat dan tidak sesuai
4 Amin Farih, “Nahdlatul Ulama (NU) dan Kontribusinya dalam Memperjuangkan
Kemerdekaan dan Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”, Jurnal,
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 24, No. 2, November 2016, h. 258-259 5 “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mukallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang
yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Baca, QS.
at-Taubah [9]: 60.
-
5
dengan Sunnī. Sementara, pemahaman kata fî sabîl-Allah, menurut Ahl al-Sunnah
wa al-Jamā‟ah, adalah suatu jalan (kebaikan) yang dapat membawa pelakunya
sampai kepada Allah swt. Dengan pemahaman seperti ini, kata fî sabîl-Allah
mencakup semua amal ibadah.6
Tindakan ekstrim kelompok Wahabi demikian ditanggapi oleh pendiri NU,
Ḥadrah al-Syakh Hāsyim „Asy‟arī dalam pernyataannya:
“Wahai ulama-ulama! Kalau kamu lihat orang berbuat suatu amalan
berdasar qaul (pendapat) imam-imam yang boleh ditaklid (diikuti),
meskipun qaul itu marjuh (tidak kuat alasannya), jika kamu tidak setuju,
jangan kamu cerca mereka, tetapi berilah petunjuk dengan halus! Dan jika
mereka tidak sudi mengikuti kamu, janganlah mereka dimusuhi. Kalau
kamu berbuat demikian, samalah kamu dengan orang yang membangun
sebuah istana dengan menghancurkan lebih dahulu sebuah kota.”7
Seruan Hāsyim „Asy‟ārī ini bukan hanya ajakan untuk bersatu, melainkan
pula penegasan untuk saling menghormati dan menghargai pendapat masing-
masing, serta menghindari efek negatif seperti kalimat metafor yang digunakan
beliau, yaitu “membangun istana dengan menghancurkan sebuah kota”. Artinya,
tindakan Wahabi yang membabi buta secara tidak langsung dianggap merobohkan
persatuan dan persaudaraan masyarakat Indonesia yang berpegang pada semboyan
Bineka Tunggal Ika, yaitu berbeda-beda tetapi tetapi satu. Di samping itu,
tindakan ekstrem tersebut berseberangan dengan misi Islam yang menebar rahmat
bagi semesta alam, tidak ada paksaan di dalamnya, bahkan menolak kemafsadatan
di muka bumi.
6 Muhammad Fiqih Maskumambang, Menolak Wahabi: Membongkar Penyimpangan Sekte
Wahabi dari Ibnu Taimiyah hingga Abdul Qadir at-Tilmisani, terj. Abdul Aziz Masyhuri, (Depok:
Sahifa, 2015), h. 25-26 7 Mohammad Guntur Romli, Islam Kita, Islam Nusantara: Lima Nilai Dasar Islam
Nusantara, (Ciputat: Ciputat School, 2016), h. 56
-
6
Usaha yang dilakukan kelompok Sunnī, khususnya NU, patut diapresiasi. Di
mana prinsip moderat yang diajarkan Hāsyim „Asy‟ārī tetapi dipegang kuat
sampai sekarang, tepatnya periode Said Aqil Siradj. Menurut Said Aqil, Wahabi
berbeda bukanlah teroris yang gemar mengebom, tetapi ia adalah sekelompok
yang mengantarkan seseorang menjadi teroris, karena ajarannya yang ekstrem,
gemar mengkafirkan, membid‟ahkan, dan mensyirikan kelompok lain.8 Di
samping itu, Wahabi secara historis bukanlah Khawârij yang muncul pada tahun
ke-37 Hijriyah di awal perkembangan Islam, sementara Wahabi baru hadir pada
abad ke-18 Masehi. Kendati pun demikian, kedua sekte ini memiliki banyak
kesamaan: sama-sama ekstrem dam mengkafirkan.9
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik menulis skripsi ini
dengan judul Kritik terhadap Teologi Wahhabiyah di Indonesia dalam
Pemikiran Said Aqil Siradj.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas, maka pertanyaan akedemik yang
muncul adalah: “Bagaimana pandangan Said Aqil Siradj tentang teologi Wahabi
di Indonesia dalam karyanya, Islam Kalap, Islam Karib?”, yang terbagi ke dalam
dua sub pembahasan, yaitu:
1. Bagaimana kritik Said Aqil Siradj terhadap teologi Wahabi di
Indonesia?
8 Untuk lebih lengkapnya, simak channel YouTobe Shofiyah Channel tentang Islam
Nusantara Wahabi dan Syiah yang disampaikan oleh Said Aqil Siradj, dipublikasikan pada tanggal
12 Januari 2018. 9 Said Aqil Siradj dalam buku Syaikh Idahram, Mereka Memalsukan Kitab-kitab Karya
Ulama Klasik, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011), h. 15
-
7
2. Apakah tawaran pemikiran Said Aqil dalam karyanya masih dapat
dianggap relevan dalam konteks Wahabi di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini mengacu terhadap rumusan masalah skripsi ini.
Berdasarkan rumusah masalah di atas, peneliti menulis skripsi ini dengan tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pandangan Said Aqil Siradj tentang teologi Wahabi di
Indonesia
2. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan pemikiran Said Aqil Siradj.
Sedangkan, manfaat penelitian dan penulisan skripsi ini sebagai berikut:
1. Memotret perkembangan teologi Wahabi di Indonesia, baik menyangkut
ritual-ritual ibadah maupun menyangkut tindakan ekstrem;
2. Menelaah kritik Said Aqil Siradj terhadap doktrin Wahabi yang
berkembang di Indonesia.
3. Menghasilkan kesimpulan yang komprehensif dan tepat terkait respons
Said Aqil Siradj menyangkut perkembangan teologi Wahabi di Indonesia
4. Memberikan ruang atau sumbangsih pengetahuan kepada peneliti
berikutnya.
D. Tinjauan Pustaka
Setelah menguraikan rumusan masalah kemudian diikuti tujuan dan
kegunaan penilitian, penulis menyertakan telaah pustaka. Bagian ini berfungsi
-
8
untuk melacak penelitian-penilitian sebelumnya, sehingga terhindar dari plagiat
(pencangkokan karya).
Ada beberapa penilitan yang penulis baca. Pertama, jurnal bertema “Respon
Nahdlatul Ulama (NU) terhadap Wahabisme dan Implikasinya bagi Deradikalisasi
Pendidikan Islam” yang ditulis Ahmad Shidqi. Tulisan ini menggambarkan
maraknya aksi radikalisme Islam di Indonesia yang dipelopori gerakan
Wahabisme. Kelompok ini kerap mengkafirkan, membid‟ahkan dan mensyirikkan
tindakan kelompok Islam yang lain. NU sebaga salah satu kelompok umat Islam
yang setia mengamalkan beberapa ritus keagamaan seperti tahlil, ziarah kubur,
maulid, kerap dijadikan sasaran dakwah kaum Wahabi ini. Maka, NU, baik dari
struktural maupun dari kultural, berkonsolidasi untuk meretas gerakan
Wahabisme.10
Pada tulisan ini Shidqi jelas meneliti doktrin Wahābi yang
berkembang di Indonesia yang kemudian direspons negatif oleh Nadlatul Ulama,
sebagai salah satu organisasi terbesar di Nusantara yang mencita-citakan prinsip
moderasi Islam. Akan tetapi, penelitian ini tidak menspesikkan kepada pemikiran
tokoh, khususnya pemikiran Said Aqil Siradj sebagai ketua umum PBNU
(Pengurus Besar Nahdlatul Ulama).
Kedua, jurnal bertema “Global Sufism dan Pengaruhnya di Indonesia” yang
ditulis oleh Ubaidillah. Tulisan ini mendiskripsikan upaya gerakan Salafī-Wahabi
dalam menyebarkan ideologinya di penjuru dunia (global salafism) serta
pengaruhnya di Nusantara. Upaya penyebaran ideologi Salafī ke seluruh penjuru
dunia ini antara lain berupa pemberian beasiswa kepada mahasiswa di negara
10
Ahmad Shidqi, Respon Nahdlatul Ulama (NU) terhadap Wahabisme dan Implikasinya
bagi Deradikalisasi Pendidikan Islam, h. 109.
-
9
Arab Saudi dengan dana petrodollar yang mereka miliki, lalu alumninya didaulat
untuk menjadi agen penyebaran ideologi mereka di negara asal para mahasiswa
tersebut. Selain itu, penerjemahan-penerjemahan buku berbahasa Arab yang
mengandung ideologi ajaran Salafī juga digalakkan. Bahkan, saat ini gerakan
Salafī mulai merambah pada ranah ekonomi, seperti penjualan madu dan habbah
al-Sawdā’, serta pengobatan bekam di berbagai klinik terapi di berbagai negara,
termasuk di Indonesia.11
Tulisan ini mengkaji gerakan Salafī (sebutan lain dari
Wahabi) dalam menyebarkan doktrinnya. Kendati pun demikian, objek penelitian
tulisan ini bersifat global, tidak fokus di negara Indonesia. Bahkan, objek yang
dikaji bukan tokoh yang mengkritik gerakan ekstrem ini. Objek kajian global
semacam ini belum menyentuh persoalan yang terjadi di negara Indonesia.
Ketiga, skripsi bertema “Analisis Wacana Citra Wahabi dalam Majalah
Aula Edisi Februari 2016” yang ditulis oleh Arina Rahmatika. Penelitian ini
menghasilkan, bahwa majalah Aula memaparkan tema-tema yang mencitrakan
perilaku Wahabi yang berbahaya, Wahabi yang meresahkan masyarakat dengan
mengacak kitab, Wahabi Indonesia yang salah paham dalam melihat Wahabi di
Saudi, Wahabi sebagai penyebar virus radikal dan Wahabi yang salah menunjuk
ulama panutan.12
Pada tulisan ketiga ini, penelitian yang dihidangkan mulai fokus
dibandingkan penelitian pertama dan kedua. Tulisan ini menghidangkan
pemikiran penulis Nusantara dalam merespons doktrin Wahabi yang
11
Ubaidillah, Global Salafism dan Pengaruhnya di Indonesia, Jurnal, Thaqafiyyat, Vol.
13, No. 1, Juni 2012, h. 35. 12
Arina Rahmatika, “Analisa Wacana Citra Wahabi dalam Majalah Aula Edisi Februari
2016”, Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017, h. 214
-
10
menyesatkan. Namun, belum dikaji pemikiran Said Aqil Siradj sebagai tokoh
moderat dalam merespons teologi Wahabi yang merebak di Indonesia.
Dari beberapa penelitian di atas, penulis belum mendapatkan hasil
penelitian yang fokus mengkaji pemikiran tokoh moderat Said Aqil Siradj dalam
merespons teologi Wahabi di Indonesia. Maka, dengan demikian, penelitian ini
termasuk langkah awal dan belum dikaji oleh peneliti sebelumnya.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pengkajian/penelitian ini dapat dikategorikan ke dalam penelitian library
research (studi kepustakaan), karena obyek penelitian ini adalah literatur, yaitu
mengusahakan sintesis atas buku Islam Kalap, Islam Karib karya Said Aqil
Siradj. Penelitian ini bersifat analisis-deskriptif-kritis yaitu dengan
mengumpulkan data yang telah ada.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua bagian: data primer
dan data sekunder. Sumber data primernya berupa pemikiran Said Aqil Siradj,
baik yang dibukukan maupun tidak, seperti buku Islam Kalap, Islam Karib.
Sedangkan, sumber data sekundernya, yaitu semua buku yang dianggap
berkenaan dengan penelitian ini, baik itu secara langsung atau tidak, terutama
yang menyangkut tentang kritik Said Aqil Siradj terhadap teologi Wahabi.
3. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Kemudian data yang diperoleh akan diolah dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
-
11
a. Pengolahan data dengan cara editing, yaitu data-data yang telah dihimpun
diperiksa kembali secara cermat dari segi kelengkapan, keterbatasan,
kejelasan makna, dan pengertian, kesesuaian satu sama lain, relevansi, dan
keseragaman data.
b. Pengorganisasian data, yaitu pengaturan dan penyusunan data sedemikian
rupa, sehingga menghasilkan bahan-bahan untuk dideskripsikan.
c. Pengalisaan data yang telah terorganisir dengan merumuskan beberapa
pokok persoalan mengenai kritik Said Aqil Siradj terhadap teologi Wahabi
di Indonesia. Kemudian, hasil analisis ini diharapkan mampu menjawab
beberapa pokok permasalahan dalam penelitian ini.
4. Teknik Analisis Data
Setelah semuanya selesai, kemudian penulis menyajikan penelitian ini
dalam bentuk laporan atas hasil yang telah diperoleh dari penelitian tersebut.
Tentunya, dengan cara diskriptif-analisis, yaitu penulis berupaya memaparkan
secara jelas tentang hasil dari penelitian terhadap buku Islam Kalap, Islam Karib
karya Said Aqil Siradj.
F. Sistematika Penulisan
Secara garis besar memuat tiga bagian utama, yaitu memuat pendahuluan,
isi, dan penutup. Berdasarkan uraian dan tujuan penelitian ini, maka sistematika
pembahasan penelitian ini disusun sebagai berikut:
Bab I memuat latar belakang masalah untuk menjelaskan secara akademik
mengapa penelitian ini penting untuk dilakukan. Pada bagian pendahuluan ini
juga diuraikan beberapa alasan mengapa penulis memilih tema kritik Said Aqil
-
12
Siradj terhadap teologi Wahabi di Indonesia, apa yang menari dan unik dari tema
tersebut. Selanjutnya dirumuskan beberapa rumusan masalah atau problem
akademik yang hendak dipecahkan dalam penelitian ini sehingga jelaslah masalah
yang akan dijawab. Sedangkan tujuan dan signifikansinya dimaksudkan untuk
menjelaskan pentingnya penelitian ini dan kontribusinya bagi perkembangan
keilmuan. Kajian pustakan disertakan untuk menghindari plagiasi atau
pencangkokan karya dari penelitian sebelumnya. Sedangkan metode dan langkah-
langkahnya dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana proses dan prosedur serta
langkah-langkah yang akan dilakukan penulis dalam penelitian ini, sehingga
sampai kepada tujuan menjawab problem-problem akademik yang menjadi
kegelisahan penulis.
Bab II merupakan uraian tentang sejarah polemik Wahabi, mulai
kemunculan pertama hingga kemunculan ketiga. Selain itu, bagian ini
menguraikan tokoh-tokoh polemik Wahabi dan kemudian dilanjutkan dengan
uraian tentang perkembangan Wahabi di Indonesia.
Bab III membahas tentang biografi Said Aqil Siradj sebagai objek penelitian
dalam skripsi ini. Beberapa bagian yang penting untuk dibahas adalah silsilah,
pendidikan, guru-guru, dan karya-karyanya.
Masuk pada bagian bab IV adalah menjelaskan ushul al-tsalatsah (tiga
prinsip) Wahabi, meliputi uluhiyyah, rububiyyah, dan asma’. Dilanjutkan
kemudian dengan pembahasan tawassul dan diakhiri dengan analisa takfir
(pengkafiran) dan tab’di’ (pembid‟ahan).
-
13
Baru masuk bab V adalah penutup berisi kesimpulan yang merupakan
jawaban rumusan masalah sebelumnya dan diakhiri saran-saran kontruktif bagi
penelitian lebih lanjut dan lebih sistematis.
-
13
BAB II
WAHABI DALAM LINTASAN SEJARAH
Wahabi lebih tepatnya Wahabisme atau Salafi adalah sebuah aliran
reformasi keagamaan dalam Islam. Aliran ini dirintis oleh seorang teolog muslim
abad ke-18 yang bernama Muhammad bin ‘Abd al-Wahhâb yang berasal dari
Najd, Arab Saudi. Aliran ini digambarkan sebagai sebuah aliran Islam yang
ultrakonservatif, keras, atau puritan.1
Pendukung aliran ini percaya bahwa gerakan mereka adalah gerakan
reformasi Islam untuk kembali kepada ajaran monoteisme murni yang
berdasarkan kepada al-Qur’an dan hadis, bersih dari segala ketidakmurnian seperti
praktik-praktik yang dianggap bid’ah, syirik dan khurafat. Sementara penentang
ajaran ini menyebut Wahabi sebagai gerakan sektarian yang menyimpang, sekte
keji, dan sebuah distorsi ajaran Islam.2
Saat ini Wahabisme merupakan aliran Islam yang dominan di Arab Saudi
dan Qatar. Ia dapat berkembang di dunia Islam melalui pendanaan masjid, sekolah
dan program sosial.3 Dakwah utama Wahabisme adalah Tauhid yaitu Keesaan dan
Kesatuan Allah. Muhammad bin ‘Abd al-Wahhâb dipengaruhi oleh tulisan-
tulisan Ibn Taymîyah dan mempertanyakan interpretasi Islam dengan
mengandalkan al-Qur’an dan hadis. Ia mengincar kemerosotan moral yang
1 Zaenal Abidin, Wahabisme, Transnasionalisme dan Gerakan-Gerakan Radikal Islam di
Indonesia, Jurnal Tasâmuh, Vol. 12 No. 2, Juni 2015, h. 130 2 Ahmad Shidqi, Respon Nahdlatul Ulama (NU) terhadap Wahabisme dan Implikasinya
bagi Deradikalisasi Pendidikan Islam, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. II No. 1, Juni 2013, h. 112-
113 3 Abu Muhammad waskito,Mendamaikan Ahlus Sunnah di Nusantara (Jakarta: pustaka
alkautsar2012), h. 133
-
14
dirasakan, kelemahan politik di Semenanjung Arab, mengutuk penyembahan
berhala, pengkultusan orang-orang suci, pemujaan kuburan orang yang saleh, dan
melarang menjadikan kuburan sebagai tempat beribadah.4
A. Sejarah Kemunculan Wahabi
Berdirinya Kerajaan Saudi Arabia dan paham Wahabi. Dr. Abdullâh
Mohammad Sindi, di dalam sebuah artikelnya yang berjudul Britain and the Rise
of Wahhabism and the House of Saud menyajikan tinjauan ulang tentang sejarah
Wahabisme serta pemerintah Inggris di dalam perkembangan dan hubungannya
dengan peran keluarga kerajaan Saudi. Wahabi merupakan salah satu sekte Islam
yang paling kaku dan paling reaksioner saat ini. Dan kita tahu bahwa Wahabi
adalah ajaran resmi Kerajaaan Saudi Arabia, tambahnya.5
Wahabisme dan keluarga Kerajaan Saudi telah menjadi satu kesatuan yang
tak terpisahkan sejak kelahiran keduanya. Wahabisme telah menciptakan kerajaan
Saudi, dan sebaliknya keluarga Saudi membalas jasa itu dengan menyebarkan
paham Wahabi ke seluruh penjuru dunia. Wahabisme memberi legitimasi bagi
Istana Saudi, dan Istana Saudi memberi perlindungan serta mempromosikan
Wahabisme ke seluruh penjuru dunia. Keduanya tak terpisahkan karena saling
mendukung satu dengan yang lain.6
4 Sayyid Hasan Al-Saqqaf , Mini Ensiklopedi Wahabi,Penerjemah Ahmad Anis (Beirut:
Dar Al Imam Ar Rawwas, 2013), h. 6 5 Asep Saifuddin Chalim, Aswaja; Pedoman untuk Pelajar, Guru, dan Warga NU,
(Jakarta: Emir 2017), h. 100 6Edwar Mortimer, Islam dan Kekuasaan, terj. Enna Hadi dan Rahmani Astuti, (Bandung:
Mizan 1984), h. 52
-
15
Wahabisme memperlakukan perempuan sebagai warga kelas tiga,
membatasi hak-hak mereka seperti: menyetir mobil, bahkan pada dekade lalu
membatasi pendidikan mereka. Bahkan, Wahabisme melarang perayaan Maulid
Nabi Muhammad SAW, melarang kebebasan berpolitik dan secara konstan
mewajibkan rakyat untuk patuh secara mutlak kepada pemimpin-pemimpin
mereka, melarang mendirikan bioskop sama sekali, menerapkan hukum Islam
hanya atas rakyat jelata, dan membebaskan hukum atas kaum bangsawan, kecuali
karena alasan politis, dan mengizinkan perbudakan sampai tahun 60-an.7
Mereka juga menyebarkan mata-mata atau agen rahasia yang selama 24 jam
memonitor demi mencegah munculnya gerakan anti-kerajaan. Wahabisme juga
sangat tidak toleran terhadap paham Islam lainnya, seperti terhadap Syi’ah dan
Sufisme (Tasawuf). Wahabisme juga menumbuhkan rasialisme Arab pada
pengikut mereka. Tentu saja rasialisme bertentangan dengan konsep Ummah
Wahidah di dalam Islam. Wahabisme juga memproklamirkan bahwa hanya ajaran
mereka yang paling benar dari semua ajaran-ajaran Islam yang ada dan siapapun
yang menentang Wahabisme dianggap telah melakukan bid’ah dan kafir.
B. Lahirnya Ajaran Wahabi
Wahabisme atau ajaran Wahabi muncul pada pertengahan abad 18 di
Dir’iyyah sebuah dusun terpencil di Jazirah Arab, Najd. Kata Wahabi sendiri
diambil dari nama pendirinya, Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb (1703-1792).8 Ia
7 Zainal Abidin Syihab, Wahabi dan Reformasi Islam Internasional, (Jakarta: Pustaka Dian,
1986), h. 25 8 Khaled Abu El Fadl, Sejarah Wahabi dan Salafi, terj. Helmi Mustofa, (Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta), cet I, h.7
-
16
lahir di Najd, Uyayna. Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb adalah seorang mubaligh
yang fanatik dan telah menikahi lebih dari 20 wanita (tidak lebih dari 4 pada
waktu bersamaan) dan mempunyai 18 orang anak. Sebelum menjadi seorang
mubaligh, Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb secara ekstensif mengadakan
perjalanan untuk keperluan bisnis, pelesiran, dan memperdalam agama ke Hijaz,
Mesir, Siria, Irak, Iran, dan India.9
Walaupun Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb dianggap sebagai Bapak
Wahabisme, namun aktualnya Kerajaan Inggris-lah yang membidani kelahirannya
dengan gagasan-gagasan Wahabisme dan merekayasa Muhammad Ibn ‘Abd al-
Wahhâb sebagai Imam dan Pendiri Wahabisme untuk tujuan menghancurkan
Islam dari dalam dan meruntuhkan Daulah Utsmaniyyah yang berpusat di Turki.
Seluk-beluk dan rincian tentang konspirasi Inggris dengan Muhammad Ibn ‘Abd
al-Wahhâb ini dapat ditemukan dalam memori Mr. Hempher, Confessions of a
British Spy.10
Selagi di Basra, Iraq, Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb muda jatuh
dalam pengaruh dan kendali seorang mata-mata Inggris yang dipanggil dengan
nama Hempher yang sedang menyamar (undercover). Salah seorang mata-mata
yang dikirim London untuk negeri-negeri Muslim (di Timur Tengah) dengan
tujuan menggoyang kekhalifahan Utsmaniyyah dan menciptakan konflik di antara
sesama kaum Muslim. Hempher pura-pura menjadi seorang Muslim, dan
memakai nama Muhammad, dan dengan cara yang licik, ia melakukan pendekatan
9 Muhammad bin Sa’ad Asyy-suwa’ir, Wahabi dan Imprealisme, penerjemah Abu
muawiyah Hammad (Jakarta:Gria ilmu, 2010), cet.I, h.89 10
Nur Kholik Ridwan, Doktrin Wahabi dan Benih-benih Citra Islam, (Yogyakarta: Tanah
Air 2009), h. 3
-
17
dan persahabatan dengan Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb dalam waktu yang
relatif lama.11
Hempher, yang memberikan Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb uang dan
hadiah-hadiah lainnya serta mencuci-otak Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb
dengan meyakinkannya bahwa orang-orang Islam mesti dibunuh karena mereka
telah melakukan penyimpangan berbahaya kaum Muslim yang telah keluar dari
prinsip-prinsip Islam yang mendasar. Baginya mereka telah melakukan perbuatan-
perbuatan bid’ah dan syirik.12
Hempher juga merekayasa sebuah mimpi liar (wild
dream) dan mengatakan bahwa dia bertemu Nabi Muhammad Saw mencium
kening (di antara kedua mata) Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb. Ia mengatakan
kepada Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb bahwa dia akan jadi orang besar serta
meminta kepadanya untuk menjadi orang yang dapat menyelamatkan Islam dari
berbagai bid’ah dan takhayul. Setelah mendengar mimpi Hempher, Muhammad
Ibn ‘Abd al-Wahhâb menjadi lebih percaya diri dan terobsesi untuk melahirkan
suatu aliran baru di dalam Islam yang bertujuan memurnikan dan mereformasi
Islam.13
C. Kerajaan Saudi-Wahabi Pertama: 1744-1818
Setelah kembali ke Najd dari perjalanannya, Muhammad Ibn ‘Abd al-
Wahhâb mulai berdakwah dengan gagasan-gagasannya di Uyayna. Bagaimana
11
Ahmad Syafi’i Mufid, Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional di Indonesia,
(Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI 2011), h. 6 12
Khaled Abu El Fadl, Sejarah wahabi dan Salafi, terj. Helmi Mustofa, (Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta), cet I, h. 31
13 Edwar Mortimer, Islam dan Kekuasaan, h. 52
-
18
pun, dakwahnya yang keras dan kaku membuatnya diusir dari tempat
kelahirannya. Lalu ia berdakwah di sekitar Dir’iyyah, dimana sahabat karibnya
Hempher dan beberapa mata-mata Inggris berada dalam penyamaran ikut
bergabung dengannya.14
‘Abd al-Wahhâb juga tanpa ampun membunuh seorang pezina penduduk
setempat di hadapan orang banyak dengan cara kasar seperti menghajar kepala
pezina dengan batu besar. Padahal, hukum Islam tidak mengajarkan hal seperti itu
(ayat al-Qur’an). Para ulama Islam (Ahlus Sunnah) tidak membenarkan tindakan
Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb yang sangat berlebihan seperti itu.
Walaupun banyak orang yang menentang ajaran Muhammad Ibn ‘Abd al-
Wahhâb yang keras, kaku termasuk ayah dan saudaranya Sulaiman Muhammad
Ibn ‘Abd al-Wahhâb. Keduanya adalah orang-orang yang benar-benar memahami
ajaran Islam. Dengan uang, mata-mata Inggris telah berhasil membujuk
Muhammad Saud untuk mendukung Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb.15
Pada 1744, al-Saud menggabungkan kekuatannya dengan Muhammad Ibn
‘Abd al-Wahhâb untuk membangun sebuah aliansi politik, agama dan
perkawinan. Dengan aliansi ini, antara keluarga Saud dan Muhammad Ibn ‘Abd
al-Wahhâb lahirlah wahhabisme sebagai agama dan gerakan politik telah lahir.
Atas penggabungan ini setiap kepala keluarga al-Saud beranggapan bahwa mereka
menduduki posisi Imam Wahhabi (pemimpin agama), sementara itu setiap kepala
14
Kekerasan Wahabi salah satunya diwujudkan dalam persoalan jihad. Ahmad Syafi’i
Ma’arif, Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, (Jakarta: The
Wahid Institute, 2009), h. 67 15
Ahmad bin Zaini Dahlan, Mutiara Bercahaya dalam Menolak paham Wahabi,
penerjemah Aan najib Mustofa (Pasuruan: Garoeda Buana indah pasuruan, 1995), cet III, h.106
-
19
keluarga Wahhabi memperoleh wewenang untuk mengontrol ketat setiap
penafsiran agama (religious interpretation).16
Hasil aliansi Saudi-Wahabi pada 1774, sebuah kekuatan angkatan perang
yang terdiri dari orang-orang Arab Badui yang terbentuk dari bantuan para mata-
mata Inggris.17
Sampai pada waktunya, angkatan perang ini pun berkembang
menjadi sebuah ancaman besar yang pada akhirnya melakukan teror di seluruh
Jazirah Arab sampai ke Damaskus (Suriah), serta menjadi penyebab munculnya
fitnah terburuk dalam Sejarah Islam (pembantaian atas orang-orang sipil dalam
jumlah yang besar). Dengan cara ini, angkatan perang mampu menaklukkan
hampir seluruh Jazirah Arab untuk menciptakan Negara Saudi-Wahhabi yang
pertama.18
Sebagai contoh, untuk memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai
syirik dan bid’ah yang dilakukan oleh kaum Muslim, Saudi-Wahhabi telah
mengejutkan seluruh dunia Islam pada 1801. Tindakannya yang menghancurkan
dan menodai kesucian makam Imam Husein bin Ali (cucu Nabi Muhammad Saw)
di Karbala, Irak. Mereka juga tanpa ampun membantai lebih dari 4.000 orang di
Karbala dan merampok lebih dari 4.000 unta yang mereka bawa sebagai harta
rampasan. Pada 1810, Wahabi membunuh penduduk yang tidak berdosa di
sepanjang Jazirah Arab. Mereka menggasak dan menjarah banyak kafilah
16
Muhammad bin Sa’ad Asyy-suwa’ir, Wahabi dan Imprealisme, h. 97 17
Faizah, Pergulatan Teologi Salafi dalam Mainstream Keberagamaan Masyarakat
Sasak, Jurnal, Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16 Nomor 2 (Desember) 2012, h. 377 18
Sayyid Hasan Al-Saqqaf , Mini Ensiklopedi Wahabi,Penerjemah Ahmad Anis (Beirut:
Dar Al Imam Ar Rawwas, 2013), h. 9
-
20
peziarah dan sebagian besar di kota Hijaz, termasuk 2 kota suci Makkah dan
Madinah.19
Di Makkah, mereka membubarkan para peziarah dan di Madinah mereka
menyerang, menodai Masjid Nabawi, membongkar makam Nabi, dan menjual
serta membagi-bagikan peninggalan bersejarah dan permata-permata yang mahal.
Para teroris Saudi-Wahhabi ini telah melakukan tindak kejahatan yang
menimbulkan kemarahan kaum Muslim di seluruh dunia termasuk kekhalifahan
Utsmaniyyah di Istanbul. Sebagai penguasa yang bertanggung jawab atas
keamanan Jazirah Arab dan penjaga masjid-masjid suci Islam, Khalifah Mahmud
II memerintahkan sebuah angkatan perang Mesir dikirim ke Jazirah Arab untuk
menghukum klan Saudi-Wahhabi.20
Pada 1818, angkatan perang Mesir yang dipimpin Ibrahim Pasha (putra
penguasa Mesir) menghancurkan Saudi-Wahhabi dan meratakan kota Dir’iyyah.
Imam kaum Wahhabi saat itu, Abdullah al-Saud dan dua pengikutnya dikirim ke
Istanbul untuk dihukum pancung dan dirantai dihadapan orang banyak. Sisa klan
Saudi-Wahhabi ditangkap di Mesir.
D. Kerajaan Saudi-Wahabi ke-II: 1843-1891
Walaupun Wahabisme berhasil dihancurkan pada 1818, namun dengan
bantuan Kolonial Inggris mereka dapat bangkit kembali. Setelah pelaksanaan
hukuman mati atas Imam Abdullah al-Saud di Turki, sisa-sisa Saudi-Wahhabi
19
Faizah, Pergulatan Teologi Salafi dalam Mainstream Keberagamaan Masyarakat
Sasak, h. 382 20
Khaled Abou El-Fadhl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, terj. Helmi Mustafa,
(Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta 2006), h. 61
-
21
memandang saudara-saudara Arab dan Muslim mereka sebagai musuh yang
sesungguhnya dan sebaliknya mereka menjadikan Inggris dan Barat sebagai
sahabat sejati mereka. Maka ketika Inggris menjajah Bahrain pada 1820 dan mulai
mencari jalan untuk memperluas area jajahannya, Dinasti Saudi-Wahhabi
menjadikan kesempatan ini untuk memperoleh perlindungan dan bantuan
Inggris.21
Pada 1843, Imam Wahhabi yaitu Faisal Ibn Turki al-Saud berhasil
melarikan diri dari penjara di Cairo dan kembali ke Najd. Imam Faisal kemudian
mulai melakukan kontak dengan Pemerintah Inggris. Pada 1848, dia memohon
kepada Residen Politik Inggeris di Bushire agar mendukung perwakilannya di
Trucial Oman. Pada 1851, Faisal kembali memohon bantuan dan dukungan
Pemerintah Inggris. Pada 1865, Pemerintah Inggris mengirim Kolonel Lewis
Pelly ke Riyadh untuk mendirikan sebuah kantor perwakilan Pemerintahan
Kolonial Inggris dengan perjanjian bersama Dinasti Saudi-Wahhabi untuk
mengesahkan Kolonel Lewis Pelly.
Imam Faisal mengatakan bahwa perbedaan besar dalam strategi Wahhabi
antara perang politik dengan perang agama adalah tidak akan ada kompromi
membunuh semua orang. Pada 1866, Dinasti Saudi-Wahhabi menandatangani
sebuah perjanjian dengan pemerintah Kolonial Inggris kekuatan yang dibenci oleh
semua kaum Muslim karena kekejaman kolonialnya di dunia Muslim. Perjanjian
21
Mahmud Hibatul Wafi, Diskursus Reformasi Arab Saudi: Kontestasi Kerajaan Saudi
Dan Wahabi, Jurnal Islamic World and Politics, Vol.2. No.1 January-Juni, h. 228-229
-
22
ini serupa dengan banyak perjanjian tidak adil yang selalu dikenakan kolonial
Inggris di Teluk Arab (sekarang dikenal dengan Teluk Persia).22
Sebagai pertukaran atas bantuan pemerintah kolonial Inggris yang berupa
uang dan senjata pihak Dinasti Saudi-Wahhabi menyetujui untuk bekerja sama
dengan pemerintah kolonial Inggris. Isi perjanjiannya ialah pemberian otoritas
atau wewenang kepada pemerintah kolonial Inggris atas area yang dimilikinya.
Perjanjian yang dilakukan Dinasti Saudi-Wahhabi dengan musuh paling getir
bangsa Arab dan Islam yaitu Inggris, pihak Dinasti Saudi-Wahhabi telah
membangkitkan kemarahan yang hebat dari bangsa Arab dan Muslim lainnya baik
negara-negara yang berada di dalam maupun yang diluar wilayah Jazirah Arab.23
Dari semua penguasa Muslim yang paling merasa disakiti atas
pengkhianatan Dinasti Saudi-Wahhabi ini adalah seorang patriotik bernama al-
Rasyid dari klan al-Hail di Arabia tengah. Dengan dukungan orang-orang Turki,
al-Rasyid menyerang Riyadh lalu menghancurkan klan Saudi-Wahhabi.
Bagaimanapun, beberapa anggota Dinasti Saudi-Wahhabi sudah mengatur untuk
melarikan diri diantaranya adalah Imam Abdul-Rahman al-Saud dan putranya
yang masih remaja, Abd al-Aziz. Dengan cepat keduanya melarikan diri ke
Kuwait untuk mencari perlindungan dan bantuan Inggris.
22
Mahmud Hibatul Wafi, Diskursus Reformasi Arab Saudi Kontestasi Kerajaan Saudi
Dan Wahabi, h. 230 23
Mahmud Hibatul Wafi, Diskursus Reformasi, h. 232
-
23
E. Kerajaan Saudi-Wahhabi ke III (Saudi Arabia): Sejak 1902
Ketika di Kuwait Imam Abdul Rahman dan putranya, Abd al-Aziz
menghabiskan waktu mereka menyembah-nyembah tuan Inggris mereka dan
memohon-mohon akan uang, persenjataan serta bantuan untuk keperluan merebut
kembali Riyadh. Namun pada akhir penghujung 1800-an, usia dan penyakit nya
telah memaksa Abdul Rahman untuk mendelegasikan Dinasti Saudi Wahhabi
kepada putranya yang kemudian menjadi Imam Wahhabi yang baru.24
Pada abad 20 melalui strategi licin kolonial Inggris di Jazirah Arab dengan
cepat menghancurkan Kekhalifahan Islam Utsmaniyyah dan sekutunya klan al-
Rasyid secara menyeluruh, kolonial Inggris langsung memberi sokongan kepada
Imam baru Wahhabi Abd al-Aziz. Dibentengi dengan dukungan kolonial Inggris,
uang dan senjata. Imam Wahhabi yang baru, akhirnya dapat merebut Riyadh dan
ia menteror penduduknya dengan memaku kepala al-Rasyid pada pintu gerbang
kota. Abdul-Aziz dan para pengikut fanatik Wahhabinya juga membakar hidup-
hidup 1.200 orang. 25
Abd al-Aziz yang dikenal di Barat sebagai Ibn Saud, ia sangat dicintai oleh
majikan Inggrisnya. Banyak pejabat dan utusan Pemerintah Kolonial Inggris di
wilayah Teluk Arab yang menemui atau menghubunginya, dan dengan murah-hati
mereka mendukungnya dengan uang, senjata dan para penasihat. Sir Percy Cox,
Captain Prideaux, Captain Shakespeare, Gertrude Bell, dan Harry Saint John
Philby (yang dipanggil Abdullah) adalah di antara banyak pejabat dan penasihat
24
Idahram, Sejarah Berdarah Sehte Salafi Wahabi, h. 120 25
Mahmud Hibatul Wafi, Diskursus Reformasi Arab Saudi : Kontestasi Kerajaan Saudi
Dan Wahabi, h. 234
-
24
kolonial Inggris yang secara rutin mengelilingi Abdul Aziz demi membantunya
memberikan apa pun yang dibutuhkannya.
Dengan senjata, uang dan para penasihat dari Inggris berangsur-angsur Abd
al-Aziz menaklukkan hampir seluruh Jazirah Arab di bawah panji-panji
Wahhabisme untuk mendirikan Kerajaan Saudi-Wahhabi ke-3, yang saat ini
disebut Kerajaan Saudi Arabia. Ketika mendirikan Kerajaan Saudi Abd al-Aziz
beserta para pengikut melakukan pembantaian yang mengerikan, khususnya di
daratan suci Hijaz.
Pada May 1919 di Turbah, pada tengah malam mereka menyerang angkatan
perang Hijaz, membantai lebih 6.000 orang. Pada tahun1924 tepatnya bulan
Agustus tentara Saudi-Wahabi mendobrak memasuki rumah-rumah di Hijaz, Taif.
Mereka mengancam, mencuri uang, persenjataan, memenggal kepala anak-anak
kecil dan orang-orang yang sudah tua. Banyak wanita Taif yang segara meloncat
ke dasar sumur air demi menghindari pemerkosaan dan pembunuhan yang
dilakukan tentara-tentara Saudi-Wahhabi.26
Tentara primitif Saudi-Wahhabi ini juga membunuhi para ulama dan orang-
orang yang sedang melakukan shalat di masjid. Hampir seluruh rumah-rumah di
Taif diratakan dengan tanah tanpa pandang bulu. Mereka membantai beberapa
laki-laki yang ditemui di jalan-jalan juga. Lebih dari 400 orang tak berdosa ikut
dibantai dengan cara mengerikan di Taif.
26
Mahmud Hibatul Wafi, Diskursus Reformasi Arab Saudi : Kontestasi Kerajaan Saudi
Dan Wahabi, h. 235
-
25
F. Tokoh-tokoh Yang Mendukung Wahabi
Sekte Wahabi yang telah berkembang di belahan dunia tentunya diajarkan
oleh beberapa tokoh.
1. Muhammad bin Abd al-Wahhâb
Muhammad bin Abd Wahhâb lahir pada tahun 1111H. Dan wafat pada
tahun 1217. Jadi usia hidupnya sekitar 92 tahun. Jabatan penting di Kerajaan
Arab Saudi: Pendiri dan pelopor gerakan Wahabi/Salafi dan Mufti Kerajaan Arab
Saudi.27
Karya-karyanya mencakup Rasâ’il al-‘Aqīdah, Kitâb al-Kabâ’ir,
Mukhtashar al-‘Insâb wa al-Syarh al-Kabīr, Mabhats al-‘Ijtihâd wa al-Khilâf,
Kitâb al-Thahârah, Syurūth al-Shalâh wa ‘Arkânihâ wa wâjibâtihâ, Kitâb ‘Âdâb
al-Masyy ‘ila al-Salâh, ‘Ahkâm Tamannī al-Maut, dan beberapa kitab yang lain.28
2. Abd al-‘Azīz bin Abdullâh bin Baz
Abd al-‘Azīz bin Abdullâh bin Baz (1330 H-1420 H / 1910 M-1999 M).
Jabatan penting di Kerajaan Arab Saudi: Qadhi (Hakim) di daerah al-Kharaj
semenjak tahun 1357-1371 H, Tahun 1390 H-1395 H Rektor Universitas Islam
Madinah tahun 1414 H Mufti Umum Kerajaan. Kitab atau buku karya tulis bin
Baz: Al-Imâm Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb: Da’watuhu wa Sīratuhu, Bayan
Ma’na Kalimah Lâ Ilah Illâ-Llâh, Al-Aqīdah al-Shahīhah wamâ Yudhadduhâ, Al-
Da’wah ila-Llâh, dan beberapa karya yang lain.29
3. Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin
27
Muhammad Faqih bin Abdul Djabbar maskumambang, menolak wahabi, (Depok:
Sahifa, 2015), h. 4 28
Mukhamad Syamsul Huda, Pengaruh Pemikiran Teologi Muammad bin Abd al-
Wahhab terhadap Pemerintahan Dinasti Saudi Arabia Ketiga, Tesis, UIN Sunan Kalijaga, 2014,
h. 27-28 29
‘Abd al-Azīz bin ‘Abdullâh bin Baz, Fatwa-Fatwa Terkini, terj. Musthafa Aini,
(Jakarta: Darul Haq 2003), h. 14.
-
26
Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin (1347 H-1421 H). Al-Utsaimin adalah
pakar fiqih-nya kalangan Wahabi Salafi. Banyak persoalan hukum baru yang
difatwakan olehnya. Seperti haramnya mengucapkan selamat natal, dan lain-lain.
Jabatan penting di Kerajaan Arab Saudi: Imam masjid jami’ al Kabir Unaizaih,
Mengajar di perpustakaan nasional Unaizah, Dosen fakultas syariah dan fakultas
ushuluddin cabang Universitas Islam Imam Muhammad bin saud di Qasim.30
Kitab atau buku karya tulis Al-Utsaimin: Usūl fī al-Tafsīr, Syarh
Muqaddimah al-Tafsīr, Tafsīr al-Qur’ân al-Karīm, Majmū’ al-Fatâwâ, Al-Qaul
al-Mufīd fī al-Syarh Kitâb al-Tauhīd, Al-Ibdâ’, fī Kamâl al-Syar’i wa Khathr al-
Ibtidâ’, Risâlah al-Hijâb, Syarhr, dan beberapa karya yang lain.
4. Muhammad Nashir al-Dīn al-Albânī
Muhammad Nashir al-Dīn al-Albânī (1333 H-1420 H/1914 M-1999 M).
Jabatan penting di Kerajaan Arab Saudi: Tahun 1381-1383 H: Dosen Hadits
Universitas Islam Madinah. Kitab atau buku karya tulis Al-Albani, antara lain,
Silsilah al-Ahâdīts al-Shahīhah, Silsilah al-Ahâdīts al-Dha’īfah, Shahīh al-
Targhīb wa al-Tarhīb, Dha’īf al-Targhīb wa al-Tarhīb, Shahīh wa Dha’īf al-Adab
al-Mufrad, Dha’īf Sunan al-Tirmidzī, dan beberapa kitab yang lain. 31
5. Shâlih bin Fauzân bin Abdullâh Al-Fauzân
Shâlih bin Fauzân bin Abdullâh Al-Fauzân (1345 H). Jabatan penting di
Kerajaan Arab Saudi: Dosen Institut Pendidikan Riyad, Dosen Fakultas Syari’ah,
Fakultas Ushulud Dien, Mahkamah Syariah, Anggota Lajnah Daimah lil Buhuts
30
Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin, Fatâwâ Nūr alâ al-Darb, h. 1
31
Arrazy Hasyim, Teologi Muslim Puritan, Genealogi dan Ajaran Salafi, (Ciputat:
Yayasan Waqaf Darsun, 2107), h. 181
-
27
wal Ifta’ (Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa), Anggota Haiah Kibaril Ulama’
dan Komite Fiqh Rabithah Alam Islamiy di Mekkah, Anggota Komite Pengawas
Du’at Haji, Ketua Lajnah Daimah lil buhuts wal ifta’, Imam, Khatib dan Pengajar
di Masjid Pangeran Mut’ib bin Abdil Aziz di Al Malzar.32
Kitab atau buku karya tulis Al-Fauzân: Muntaqâ min Fatâwâ al-Fauzân,
Syarh Lum’ah al-I’tiqâd al-Hadī ilâ Sabīl al-Rasyâd, Al-Mulkhish fī Syarh Kitâb
al-Tauhīd, Al-Ta’līq al-Mukhtashar alâ al-Qashīdah al-Nūniyyah, dan beberapa
karya yang lain.
G. Perkembangan Wahabi di Indonesia
Berawal dari abad 18 di Arab Saudi penguasa lokal Dir’iyah, Muhammad
al-Saūd (1745-1965) dan Muhammad Ibn Abd al-Wahab (1703-1987) ialah
seorang pembaharu puritan yang bersemangat mendirikan negara Islam. Akan
tetapi tidak bershasil sehingga kedua tokoh tersebut membentuk aliansi yang
menguntungkan kedua belah pihak. Aliansi ini mendorong Ibn Saud untuk
menguasai semenanjung Arab dan menggalang wahabisme sebagai gerakan
reformasi besar dalam sejarah muslim modern. Kedua tokoh ini berhasil merebut
kota Makkah dan Madinah pada tahun 1925 yang tidak lepas dari dukungan
Inggris. Gerakan ini menyapu bersih Arabia tengah dengan merebut Mekkah dan
Madinah serta mempersatukan kabilah-kabilah kedalam apa yang diyakini oleh
32
Muhammad Thâhir al-Qadr, Fatwa tentang Terorisme dan Bom Bunuh Diri, (Jakarta:
Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam LPPI 2014), h. 376
-
28
para pengikutnya sebagai pembentukan kembali masa-masa Islam pada abad ke-7
dibawah pimpinan Nabi Muhammad Saw.33
Ibn Sa’ud memandang gerakan wahabi adalah senjata politik potensial yang
ampuh dan strategis. Karena bagi siapapun yang tidak terbiasa memperlakukan
teks-teks ajaran agama secara rasional, dewasa dan penuh perasaan klaim dan
tuduhan teologis akan sulit ditolak.34
Ketidakberdayaan dihadapan klaim dan
tuduhan teologis inilah yang menjajikan kekuasaan politik. Hal ini terlihat dari
perjanjian kedua tokoh tersebut. Bahwa Abd al-Wahab dan keturunan laki-lakinya
akan mengendalikan otoritas keagamaan, sedangkan Ibn Sa’ud dan keturunan
laki-lakinya akan memegang kekuasaan politik yang nantinya mereka akan
menikahi keturunan wanita yang lain agar aliansi ini bisa terus dilestarikan.
Dalam perkembangannya, Abd al-Wahab mengatakan untuk membuat suatu
perubahan tidak hanya dengan perkataan saja akan tetapi harus dibarengi dengan
perbuatan. Maka dilakukanlah jihad dengan perbuatan bertujuan untuk
merealisasikan ajarannya. Aksi kekerasan pertama wahabi ketika itu
menghancurkan makam Zaid Ibn al-Khaththâb, sahabat Nabi dan saudara Umar
Ibn Khaththab. Didukung oleh Utsmân Ibn Mu’ammar dan menyiapkan 600 orang
pasukan serta pengikut wahabi pada waktu itu demi melancarkan rencana tersebut.
Aksi kekerasan wahabi ini tidak lepas dari ideologi yang ingin menciptarakan
negara Islam yang bebas dari TBC.
33
Faizah, Pergulatan Teologi Salafi dalam Mainstream Keberagamaan Masyarakat
Sasak, h. 375 34
Abu Muhammad waskito, Mendamaikan Ahlus Sunnah di Nusantara”Mencari Titik
kesepakatan Antara as’ariyah dan Wahhabiyah, (Jakarta: Pstaka Alkautsar 2012), h. 83
-
29
Dalam penaklukan Jazirah Arab 1920 lebih dari 400 ribu umat Islam
dibunuh diekskusi secara publik atau di amputasi, perlakuan ini tidak lepas dari
tindak kekerasan baik dari doktrinal, kultural, maupun sosial. Dengan tindakan
kekerasan, sultan Utsmani merasa wajib menghentikan gerakan wahabi dan
berusaha menguburnya walapun idasari dengan kepentingan politik, juga
pertimbangan agama. Ketika Muhammad Ali Pasya berhasil menangkap para
tokoh wahabi mereka diajak berdialog untuk mencari kebenaran tetapi ajakan ini
ditolak dan menganggap pahamnya yang paling benar.35
Kemudian pada tahun 1979 Ayatullâh Khomeini melakukan kritik dan
penolakan terhadap kerajaan Saudi karena kebiasaan buruk keluarga istana Sa’ud
yang tidak sesuai dengan norma ajaran Islam. Ketika itu Ayatullâh melontarkan
gagasan penting yakni pembebasan Mekah dan Madinah dari cengkraman wahabi
dan menetapkannya dibawah pengelolaan dan pengawasan internasional. Sebagai
pemimpin Iran, Khomeini mungkin punya agenda politik tersendiri, tetapi
gagasannya sangat penting dan berharga. Pendudukan bersenjata atas masjid al-
Haram oleh Juhayman al-Utaybi dan para pengikutnya pada 1 Muharram 1400
tepatnya 20 november 1979 serta kritik keras dan gagasan Ayatullah Khomeini
telah membuat penguasa wahabi-saudi sadar bahwa borok-borok mereka terugkap
secara telanjang ke dunia Internasional yang mengakibatkan menurunkan citra
mereka sebagai Khadim alHaramain.
Maka sejak 30 tahun yang lalu penguasa wahabi-Saudi telah
membelanjakan uang yang mungkin lebih dari USD 90 milyar yang disalurkan
35
Ubaidillah, Global Salafism dan Pengaruhnya di Indonesia, Jurnal ThaqafiyyaT, Vol.
13, No. 1, Juni 2012, h. 39
-
30
melalui Rabithat al-Alam al-Islami, International Islamic Relief Organization
(IIRO) dan yayasan lain keseluruh dunia untuk membela diri dan memperbaiki
citra melaluai wahabisasi global. Di Indonesia IIRO menyalurkan dananya
diantaranya melalui DDII, LIPIA, MMI, Kompak, dan lain-lain.36
Sebelum serangan ke World Trade Center (WTC) pemerintah Saudi
memang membiayai al-Qaeda. Namun setelah serangan 11 september 2001,
terutama setelah al-Qaeda menyerang kerajaan Saudi, pemerintah Saudi berhenti
mebiayai gerakan teror tersebut tetapi menggantinya dengan pembiayaan
penyebaran ideologi keseluruh dunia (wahabisasi global).37
Pergerakan kaum
wahabi yang dimulai oleh Ibn Taymîyah dan di sokong oleh Ibn Qayyim al-
Djauziah (1292-1350), kemudian disebarluaskan oleh Muhammad ibn Abdul
Wahab (1703-1787) di intensipkan oleh Djamaludin al Afgani (1838-1897) dan
muridnya Rasyid Ridha (1856-1935), yang menitik beratkan pada reform ajaran
agama murni serta mengharmoniskan dalam kehidupan kemasyarakatan dan
politik. Di Indian dipopulerkan oleh Sayyid Ahmad Khan, sedangkan di Indonesia
dikenal dengan Kaum Padri walaupun akhirnya gerakan ini kandas dan
ditumpaskan oleh penjajah meski sudah di hanguskan oleh penjajah namun ide
besarnya terus berkembang, mendaging, menjalar ke darah rakyat, menjelma
dalam kancah pendidikan dan dakwah Thawalib di Sumatra Barat, al-Irsyad di
Suamatra dan Jawa.38
36
Kishwar Rizvi, Regiliour Icon and National Symbol: The Tomb of Ayatollah Khoimeini
in Iran, (Leden: Brill, 2003), h. 209 37
Sayyid Hasan Al-Saqqaf , Mini Ensiklopedi Wahabi,Penerjemah Ahmad Anis (Beirut:
Dar Al Imam Ar Rawwas, 2013), h. 11 38
Hanan Qisthina Sindi, Analisis Perilaku Kejahatan Terorisme Osama Bin Laden,
Jurnal Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, h. 94.
-
31
Di Indonesia, interaksi antara pemikiran Wahabi dengan masyarakat
Indonesia mulai terlihat pada abad 18.39
Ide dakwah Ibn Abdul Wahhab dianggap
menginspirasi ulama asal sumatera Barat yang dikenal dengan kaum Paderi yang
dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Namun, fakta sejarah ini menurut Martin
Van Bruinessen kurang kuat dalam mendukung argumen pengaruh Wahabi dalam
gerakan Paderi. Bahkan banyak fakta lain yang justru tidak menunjukkan
argumen tersebut. Pemikiran Wahabi di Indonesia juga dianggap telah
mempengaruhi pemikiran Syaikh Ahmad Syurkati pendiri Madrasah al-Irsyad di
awal-awal abad 20.40
Pengaruh pemikiran Wahabi secara masif masuk ke Indonesia melalui
peran Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang didirikan oleh
Muhammad Natsir. Melalui dukungan dana dari Arab Saudi, lembaga ini banyak
mengirimkan mahasiswa ke Timur Tengah untuk belajar Islam. Melalui dukungan
dari Arab Saudi pula, DDII mendirikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan
Arab (LIPIA) tahun 1981 yang kurikulumnya mengikut Universitas al-Imam
Muhammad bin Suud al-Islamiyyah di Riyadh. 41
Dari LIPIA inilah lahir kader-kader dakwah wahabi di Indonesia serta
menjadi sarana diseminasi pemikiran Wahabi melalui kitab-kitab yang dicetak
39
Abdurrahman Wahid, edt.Ilusi Negara Islam: EkspansiGerakan Islam Transnasional di
Indonesia.(Jakarta: The Wahid Institute, 2009), h. 78 40
”Perkembangan Dakwah Salafiyah Di Indonesia”, Abdurrahman bin Abdul Karim At-
Tamimi, 21 February 2015, dilihat 12 juli 2019, https://almanhaj.or.id/1128-perkembangan-
dakwah-salafiyah-di-indonesia.html. Lihat pula Ahmad Syafi’iMufid, edt.Perkembangan Paham
Keagamaan Transnasional di Indonesia.(Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan
Keagamaan Kementerian Agama RI, 2011), h. 227-230. 41
Abu Muhammad Waskito, Wajah Salafi Ekstrim di Dunia Interne, (Bandung: AD
DIFA press, 2009), h. 59
-
32
serta dibagikan gratis oleh lembaga ini.42
Melalui LIPIA pula banyak mahasiswa
yang setiap tahun dikirim ke Arab Saudi untuk belajar Islam. Beberapa alumni
LIPIA yang saat ini telah menjadi tokoh penting di kalangan wahabi di Indonesia,
seperti: Yazid Jawwas di Minhaj as-Sunnah Bogor; Farid Okbah, direktur al-
Irsyad; Ainul Harits, Yayasan Nida''ul Islam Surabaya; Abubakar M. Altway,
Yayasan al-Sofwah, Jakarta; Ja'far PLN Arab Saudi dan Wahabi di Indonesia.
Umar Thalib, pendiri Forum Ahlussunnah Wal Jamaah; dan Yusuf Utsman Ba’isa
direktur Pesantren al-Irsyad, Tengaran.43
Pendirian Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) yang
didanai oleh Arab Saudi merupakan salah satu kesuksesan diplomasi Wahabi-
Islam Saudi melalui jalur pendidikan di Indonesia. 44
Para Alumni LIPIA ini,
setelah lulus akan kembali dan menyebarkan pemikiran-pemikiran Wahabi di
lingkungan masyarakatnya. Pada tahun 2009, jumlah alumni LIPIA telah
berjumlah sekitar 8.604 orang dan menyebar di berbagai wilayah di Indonesia
dengan profesi yang berbeda-beda, bahkan banyak diantaranya yang menjadi
pejabat. 45
Pendirian LIPIA tahun 1980an, menurut Amanda Kovacs, tidak hanya
bermotifkan kepentingan dakwah Islam ke Indonesia, namun menjadi sarana Arab
Saudi untuk membendung eskpansi pemikiran Syiah pasca revolusi Iran 1979.
42
Idahram, Sejarah Berdarah Sehte Salafi Wahabi, (Yogyakarta: Pustaka Pesanten 2011),
h. 43 43
Abdurrahman Wahid, edt.Ilusi Negara Islam: EkspansiGerakan Islam Transnasional di
Indonesia, 78. 44
Arrazy Hasyim, Teologi Muslim Puritan , hal .171 45
Hanan Qisthina Sindi, Analisis Perilaku Kejahatan Terorisme Osama Bin Laden, Jurnal Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, h. 96
-
33
Keberadaan Iran dianggap membahayakan legitimasi Saudi sebagai sebuah negara
Islam yang menjadi patron Islam seluruh dunia. Apalagi Iran sering menyerang
hubungan antara Arab Saudi dan Amerika Serikat yang dianggap sebagai
pengkhianat terhadap agama Islam sendiri. Institusi LIPIA dibentuk dan didanai
oleh Arab Saudi sebagai containment policy, kebijakan pembendungan terhadap
efek domino revolusi Iran di Asia Tenggara. Kebijakan pendirian LIPIA ini
menurut Kovac sama persis dengan usaha Arab Saudi mendirikan universitas
Islam Madinah tahun 1961 sebagai usaha untuk membendung kebijakan Jamal
Abdul Nasser yang menjadikan Universitas al-Azhar sebagai representasi dakwah
Islam ke seluruh dunia serta sebagai pusat penyebaran visi sosialisme Arab ala
Abdul Nasser. Selain menjadikan LIPIA sebaga sarana pencetak kader-kader
dakwah Wahabi, Saudi juga rutin memberikan beasiswa setiap tahun kepada
mahasiswa-mahasiswa Indonesia untuk belajar di Arab Saudi seperti Universitas
Islam Madinah dan Universitas Imam Muhammad ibn Sa’ud di Riyadh.46
Setelah menjadi alumni, mereka pulang dan ikut menyebarkan aliran
paham Wahabi di daerah masing-masing baik melalui ceramah di masjid-masjid,
membentuk pesantren, mendirikan radio, membuat majalah, tabloid, bahkan
membangun siaran TV. Di Indonesia, siaran TV dan Radio Rodja merupakan
salah satu saluran televisi yang terkenal dan memiliki jangkauan seluruh
Indonesia. Konten-konten dari ceramah para Ustad wahabi ini berisi ajakan untuk
terikat pada ajaran salafussholeh versi pemahaman Wahabi dan meninggalkan
praktek-praktek bidah yang sesat seperti perayaan Maulid Nabi, Perayaan Isra`
46
Asep Saifuddin Chalim, Aswaja; Pedoman untuk Pelajar, h. 100
-
34
Mi`raj, Qunut Shubuh, Tahlilan 3, 7, 14, sampai 40 hari, mengaji di depan
jenazah, mengaji di kuburan, membaca Yasin malam jumat, dan seterusnya.
Semua praktek di atas dipandang sesat karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW.47
Salah satu ormas berskala nasional yang mendakwahkan ajaran wahabi di
Indonesia adalah Wahdah Islamiyah. Lembaga ini didirikan tahun 2002 di
Makassar Sulawesi Selatan sebagai sebuah ormas resmi di Indonesia. Salah satu
pendirinya, Ustad Zaitun Rasmin, Lc adalah lulusan universitas Islam Madinah.
Wahdah Islamiah hingga saat ini sangat aktif dalam mendakwahkan Islam Wahabi
khususnya di wilayah Indonesia bagian timur dan juga telah memiliki cabang di
hampir seluruh wilayah Indonesia. Ormas ini memiliki sekolah-sekolah dan
pesantren. Lembaga pendidikan yang paling penting sebagai wadah kaderisasi
dakwah wahabiyyah adalah STIBA, Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab
yang diasuh oleh para alumni Universitas Islam Madinah. Zaitun Rasmin sebagai
ketua umum DPP Wahdah Islamiyah saat ini telah menjadi salah satu tokoh Islam
yang diakui di Indonesia. Beliau menduduki jabatan di Majelis Ulama Indonesia
dan sebagai wakil ketua MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda
Indonesia).48
Demikianlah pengaruh besar dari politik luar negeri Arab Saudi di bidang
pendidikan bagi penyebaran ajaran Wahabi di Indonesia. Ajaran yang awalnya
berada di Arab Saudi ini akhirnya menyebar ke Indonesia melalui pelajar-pelajar
yang telah diberikan beasiswa oleh pemerintah Arab Saudi untuk belajar di
47
Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, h. 45 48
Ubaidillah, Global Salafism dan Pengaruhnya di Indonesia, h. 42-43
-
35
universitas-universitas di Arab Saudi. Para alumni tersebut mendirikan berbagai
lembaga dakwah dan pendidikan untuk mereproduksi kader bagi dakwah Wahabi
di Indonesia. Bisa dibilang, Indonesia merupakan salah satu tempat tumbuh subur
dan berkembangnya aliran Wahabi. Pemerintah Indonesia pun tidak
mempersoalkan keberadaan aliran pemikiran ini, bahkan pemerintah memberikan
kebebasan kepada pemerintah Arab Saudi untuk menjalin kerjasama pendidikan
dengan berbagai perguruan tinggi Islam di Indonesia, baik negeri maupun
swasta.49
49
Said Aqil Siradj, Islam Kalap dan Islam Karib, (Jakarta: Daulat Press 2014), h. 86
-
35
BAB III
BIOGRAFI SAID ‘AQIL SIRADJ
Pada bab ini peneliti akan memaparkan bagaimana kehidupan Said Aqil
Siradj di masa kecil sampai saat ini. Peneliti juga akan memaparkan karya-karya
beserta silsilah Said Aqil Siradj sehingga kita akan dapat mengenalnya lebih jauh
lagi. Selain itu, peneliti juga akan memaparkan bagaimana kehidupan dari Kang
Said.
A. Silsilah Said Aqil Siradj
KH. Said Aqil Siroj dilahirkan pada tanggal 3 juli 1953 didesa kempek
kecamatan palimanan, 18 km arah barat kota cirebaon jawa baerat.1 Lulus S1 dari
Universitas King Abd al-Aziz arab Saudi, Fakultas Syariah, tahun 1982. Lulus S2
dari Universitas Ummul al-Qura Makkah, Fakultas Ushuluddin, tahun 1987, dan
S3 diperoleh dari Universitas Ummul al-Qura Makkah, Fakultas Ushuluddin,
tahun 1994 dengan predikat Cumlaude. Panggilan akrabnya ialah Kang Said,
ayahnya bernama KH. Aqil Siradj sedangkan ibunya bernama Nyai H. Afifah
binti Kyai Harun. Ia adalah putra kedua dari lima bersaudara yaitu Abuya KH.
Ja’far Shadiq Aqil Siradj (Alm), KH. Said Aqil Siradj, KH. Muh. Musthofa Aqil
Siradj, KH. Ahsin Syifa Aqil Siradj (Alm) dan KH. Ni’amillah Aqil Sirad2.
Kelima saudaranya berdomisili di Cirebon, kecuali kang Said karena tuntutan
1 Said Aqil Siradj, Ahlussunnah Wallamaah Sebuah Kritik Historis,(Jakarta: Pustaka
Cendekiamuda, 2008), h. 101 2 Ahmad Mustofa Haroen, Meneneguhkan Islam Nusantra, (Jakartta: Khalista 2015). h.
33
-
36
profesi dan karir mengharuskan pindah ke daerah Jalan Sadar Raya No. 3-A Rt 08
Rw 04 Ciganjur Jakarta Selatan 12630.
Said Aqil Siradj nasabnya tersambung dengan Syekh Syarif Hidayatullah
(Sunan Gunung jati) berasal dari jalur ayahandanya (Kyai Aqiel) yang merujuk
pada pesantren Gedongan,dari jalur ibunya dari Pesantren Kempek. Akan tetapi,
pendapat yang kuat dan dapat diverifikasi secara jelas berasal dari jalur
ayahandanya, yakni Kyai Aqil bin Kyai Siradj bin Kyai Said. Selain itu, Said Aqil
Siradj juga tersambung dengan jalur silsilah keluarga Syekh Ahmad Mutamakkin
Kajen. Hal ini, pernah terdengar ketika bersilaturahmi dengan kyai Sahal
Mahfudh. Kang Said masih memiliki hubungan famili yang akrab dengan Kyai
Sahal Mahfudh.3
Keluarga Said Aqil Juga memeiliki hubungan silsilah dengan Syekh Syarif
Hidayatullah. Hubungan darah yang tersambung dari kakeknya, Kyai harun
membuktikan bahwa pesantre-pesantren di Cirebon memiliki hubungan
kekeluargaan yang yang kental. Silsilah ini, bukan dimaksudkan sebagai
penghormatan diri, atau pencitraan semata. Akan tetapi untuk menjaga silaturahmi
antar keluaraga, pesantren dan menjaga amanah perjuangan Islam yang sudah
diwariskan oleh Walisongo, terutama Syekh Syarif Hidayatullah.
Runtutan silsilah ini, bermula dari kang said bin Ny. Afifah binti Kyai
Harun bin Ny. Madrawi binti Pangeran Hasanudin bin Sultan Anom Moh.
Kaharuddin I bin Sultan Anom Abu Sholeh Imamuddin bin Sultan Anom
Khaeruddin bin Sultan Anom Alimuddin bin Sultan Anom Raja Mandura Raja
3 Ahmad Mustofa Haroen : Meneneguhkan Islam Nusantra, h. 37
-
37
Kadiruddin bin Sultan Anom Muhammad Badruddin bin Panembahan Girilaya
bin Pangeran Dipati Anom Cirebon bin Panembahan Ratu bin Pangeran Dipati
Carbon bin Pangeran Pasarean bin Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung
Jati).
Selanjutnya, dari Syekh Syarif Hidayatullah, nasabnya tersambung secara
runtut dengan Fatimah Az-Zahra binti Rasulallah SAW. Dengan demikian,
silsilah keluarga dan genealogi pengaetahuan pesantren, yang menjadi akar
keilmuan Kang Said dapat ditelusuri secara jelas ini menjadi ciri khas pesantren
yang mewarisi keilmuan islam secara runtut, bukan secara serampangan
mengamalkan keilmuan Islam4.
Sejak kecil ia tinggal di lingkungan pesantren Tarbiyatul Mubtadien atau
Kempek, Paliman, Cirebon. Pada dasarnya sejarah Pesantren Kempek tidak bisa
dilepaskan dari pejuangan kakeknya yaitu KH. Harun. KH. Harun ialah seorang
ulama yang terkemuka dan mewarisi tradisi intelektual dari Kiyai-Kiyai Cirebon.
Pada tahun 1935, beliau wafat dan perjuangannya untuk mengurus pesantren itu
dilanjutkan oleh bapaknya yaitu KH. Aqil Siradj. Karna kecerdasannya pula ia
mulai mengembangkan sistem pendidikan madrasah dengan merintis Majlis
Tarbiyatul Mubtadien tahun 1960-an, sampai saat ini pondok pesantren tersebut
masih eksis di Cirebon dan semua putra KH.5 Aqil Siradj menjadi pengasuh
4 Ahmad Mustofa Haroen : Meneneguhkan Islam Nusantra, (Jakartta: Khalista 2015). h.
36 5 Said Aqil Siroj, Islam Sebagai Sumber Inspirasi Budaya Nusantara,(Jakarta: LTN NU
2014) h. 273
-
38
pesantren dengan mempertahankan metode kesalafiannya yang berfokus pada
kitab kuning (klasik) khususnya Nahwu Shorof juga konsentrasi Al-Qur'an6.
Kang Said menikah dengan Hj. Nurhayati Abdul Qadir dan dikaruniai
empat orang anak yaitu : Muhammad Said Aqil, Aqil Said Aqil, Nisrin Said Aqil
dan Rihab Said Aqil. Dalam kehidupannya, kang Said selalu mandiri walaupun
terlahir dari keluarga yang mapan dan serba berkecukupan. Baginya, pendidikan
ialah penting dan harus diperioritaskan. Hidup dalam keluarga yang bersahaja dan
memiliki dedikasi tinggi dalam dunia pendidikan terutama pendidikan agama7.
Said Aqil Siradj mempunyai hobi berwisata beserta keluarganya terutama
disaat terhenti sejenak dari aktifitasnya yang super sibuk dan sangat padat karena
jabatan beliau sekarang sebagai ketua PBNU yang setiap hari mengharuskan Kang
Said beraktivitas di kantor PBNU Jalan kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat 10430.
Pengalaman organisasi kang Said berawal sebagai aktivis IPNU anak cabang
Palimanan Cirebon, PMII Yogyakarta ketua KMNU (Keluarga Mahasiswa
Nahdlatul Ulama) Makkah, tahun 1983-1987). Wakil katib ‘Am PBNU tahun
1994-1998, Katib ‘Am PBNU tahun 1998-1999, dan Rois Syuriah PBNU tahun
1999-2004. Ketua PBNU periode 2004-2010. Ketua Umum PBNU 2010 hingga
sekarang.8
Kang Said juga nampak dipercaya sebagai wakil ketua Tim Gabungan
Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan medio Mei 1998 sekaligus ketua Tim
Investigasi pembantaian Kasus Dukun Santet Banyuwangi, hingga akhirnya
6 Mohammad Dawam Sukardi, NU sejak Lahir (Dari Pesantren Untuk Bangsa; Kado
Buat Kyai Said), (Jakarta: SAS Center, 2010). h. 25 7 Mohammad Dawam Sukardi, NU sejak Lahir, h. 67
8 Said Aqil Siroj, Islam Sebagai Sumber Inspirasi Budaya Nusantara, h. 274
-
39
diangkat sebagai salah seorang anggota Komnas HAM. Pada tahun yang sama
beliau juga diangkat juga menjadi Wakil Ketua Konseptor Tim Lima Perumus
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (ADART) PKB dan menjadi
anggota MPR RI Fraksi Utusan Golongan dari NU. Karir ayah empat anak ini
benar-benar dan terhitung super sukses jika dilihat dari masa domisili di tanah air
selepas studi yang baru menginjak tahun ke-59.
B. Pendidikan dan Guru-guru
a) Nusantara
Pendidikan kang Said bermulai dari mengaji di pesantren ayahnya dengan
metode tradisional khas pesantren salafiyyah, disini ia menemukan kecintaan akan
ilmu pengetahuan yang menuntun langkahnya untuk menemukan sumber-sumber
pengetahuan dalam Islam yang luas10
. Selain itu, ia juga tetap belajar formal di
Sekolah Rakyat sampai tahun 1965 dan melanjutkan studi ke pondok pesantren
Hidayatul Mubtadin Lirboyo Kediri. Disana, ia mulai belajar dari Madrasah
Tsanawiyyah (MTs) hingga menyelesaikan tingkat menengah atas (SLTA)
dibawah asuhan KH. Mahrus Ali pada tahun 1965-1970. Di tanah Lirboyo Kang
Said merasakan mondok sebenarnya, ia belajar banyak kitab dari nahwu, sharaf,
balaghah hingga fiqh. Kang Said juga mengaji kepada kiyai Muzzajad yang
menjadi ustadz di Pesantren Lirboyo. Ia sangat dikenal sebagai santri yang tekun
dalam mencari sumber-sumber keilmuan sebagai pondasi pengetahuan pesantern.
Di Pesantren ini, kang Said merasakan kenikmatan pengetahuan yang kelak
9 KH. Said Aqil Siradj, Islam Kebangsaan Fiqh Demokratik Kaum Santri, (Jakarta:
Pustaka Ciganjur 1999). h. 90 10
Ahmad Mustofa Haroen : Meneneguhkan Islam Nusantra, (Jakartta: Khalista 2015). h.
34
-
40
menjadi modal untuk mengabdikan diri di Nahdlatul Ulama dan bangsa
Indonesia11
.
Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya di Pesantren al-Munawwir
Krapyak Yogyakarta dibawah bimbingan KH. Ali Ma’sum. Di pesantren inilah
kang Said mendapatkan gemblengan KH. Ali Ma’sum, kiyai ialah sosok ulama
tegas nan beribawa. Beliaupun pernah menjadi Rais’Am PBNU pada tahun 1980-
an. Kang Said merasa mendapatkan didikan yang berharga dibawah naungan
kiyai, bahkan ia mengembangkan bakatnya dalam bidang seni. Ia juga menjadi
salah satu prioner berdirinya jama’ah shalawat di Krapyak. Kemampuan vocal
yang baik menjadikan Kang Said cepat dikenal sebagai vokalis shalawat12
Ketika nyantri di Pesantren Krapyak, kang Said bertemu dengan tetangga
sedesanya di Cirebon yaitu Nurhayati. Kedekatannya dengan gadis itu membawa
keduanya kepelaminan pada tanggal 13 Juli 1977. Setelah mnikah, kang Said
melanjutkan studinya ke Mekkah Saudi Arab hingga tahun 1994.13
b) Timur Tengah
Setela