KRITIK TERHADAP TEOLOGI WAHABIYYAH DI INDONESIA...

88
KRITIK TERHADAP TEOLOGI WAHABIYYAH DI INDONESIA DALAM PEMIKIRAN SAID AQIL SIRADJ Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Nama: Fatmawatun NIM: 11140331000055 PROGRAM STUDI AQIDAH & FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2019 M

Transcript of KRITIK TERHADAP TEOLOGI WAHABIYYAH DI INDONESIA...

  • KRITIK TERHADAP TEOLOGI WAHABIYYAH

    DI INDONESIA DALAM PEMIKIRAN

    SAID AQIL SIRADJ

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

    Oleh:

    Nama: Fatmawatun

    NIM: 11140331000055

    PROGRAM STUDI AQIDAH & FILSAFAT ISLAM

    FAKULTAS USHULUDDIN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1441 H / 2019 M

  • LEMBAR PERSETUttAN PEL711BIMBING

    KRITIK TERⅡ ADAP TEOLOGI WAHABIYYAⅡ DIINDONESIA DALAM

    PEPIIKIRAN SAID AQIL SIRADJ

    Skripsi

    Dittuktt ke Fakulttt Ushuluddinunmk Memenuhi Persyttatan

    Gelar SttanaAgaFna(S.Ag)

    ″げF‐ Oleh:

    FatmawatunNINI:11140331000055

    PROGRAMA STUDI AQIDAⅡ DAN FILSAFAT ISLAIVIFAKULTAS USHULUDDIN

    UNIVERSITASISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA 1441/2019M

    ah Bimbingan

    rcazy H

  • PENGESAHAN PANITIA UJIAN

    SkHpsi bettudul (`KRITIK TERHADAP TEOLOGI WAHABIYYAH DI

    NDONESIA DALAM PEMIKIRAN SAID AQIL SIRADJマtelⅢ dittukan dalam dalam

    iding munaqasy〔 通,Fakultas Ushuluddin Univcrsitas lslam Negeri(UIN)SyarifHidayatullah

    akarta.Skripsi ini telah diterima sebagai slah sttu Syarat untuk mcmperoleh gelar Sttana

    gゝarlla(S.Ag)pada PrOgram Studi Aqidah dan Filsafat lslam. ‐

    Ciputat,12 Novelnbcr 2019

    Sidang Munaqasyah

    I(etua

    F一 眈 1968031994032002 NIP:196806181999032001

    Penguji

    enguji I,

    Sekretaris

    1993031002

    Pembimbing,

  • LEMBAR PERNYATAAN

    Yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama

    Tempat, Tanggal Lahir

    NIM

    Program Studi/ Univ.

    Judul Skripsi

    Fatmawatun

    Sumenep, l8 Oktober 1995

    I I 14033 l0000ss

    Aqidah dan Filsafat Islam, UIN Syarif HidayatullahJakartaKritik Terhadap Teologi Wahabiyyah Di IndonesiaDalam Pemikiran Said Aqil Siradj

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    l. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhisalah satu persyaratan memperoleh gelar Strata I (Sl) di Universitas lslamNegeri (U$D Syarif Hidayatullah Jakarra.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan inisesuai dengan ketentuan yang berlaku di UniversitasSyari f Hi dayatul lah Jakarta"

    3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa kary4 ini bukan' atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain,

    menerima sanksi yang berlaku di Universitas IslamHidayatullah Jakarta.

    Jakarta, 04 Mei 2019

    telah saya cantumkan

    Islam Negeri (UIN)

    hasil karya asli saya

    maka saya bersedia

    Negeri (UIN) Syarif

    31000055

  • i

    ABSTRAK

    Fatmawatun, NIM: 11140331000055, Judul Skripsi “Kritik Terhadap Teologi

    Wahabiyyah Di Indonesia dalam Pemikiran Said Aqil Siradj”.

    Dalam skripsi ini penulis membahas tentang Kritik Terhadap Teologi Wahabiyyah

    Di Indonesia Dalam Pemikiran Said Aqil Siradj. Kajian terhadap skripsi ini cukup

    penting dilakukan, karena eksistensi Wahabi saat ini menyebar dan

    pemahamannya mulai mempengaruhi kultur damai dan saling menghormati

    perbedaan, yaitu munculnya pernyataan bid’ah dan takfiri dari kaum Wahabi

    terhadap ritual-ritual ibadah yang biasa berjalan dan menjadi kebiasaan terutama

    pada masyarakat NU. Karena NU sendiri dalam paham ritual ibadahnya sangat

    kental dengan tradisi lokal keindonesiaan atau nusantara, sehingga menjadi ciri

    khas yang tidak bisa dipisahkan, karena Islam di Indonesia sendiri penyebarannya

    lewat jalur kultural dengan cara mendekati budaya yang ada di Indonesia,

    sehingga Islam cepat diterima dan Islam menjadi agama mayoritas di negeri ini.

    Kajian ini merupakan studi terhadap kritik Said Aqil Siradj yang notabene dari

    NU, bagaimana Said Aqil memberikan pemahaman bahwa berdirinya NU

    memang untuk mengkonter paham Wahabi yang mulai meresahkan masyarakat

    dengan cara dakwahnya yang mudah membid’ahkan dan mengkafirkan

    saudaranya se-muslim yang tidak sejalan dengan paham ritual keagamaannya.

    Dalam hal ini Said Aqil menolak keras paham Wahabi yang dianggapnya sebagai

    embrio atau benih penyebaran radikalisme dan terorisme di Indonesia.

    Dari hasil penelitian ini, penulis menemukan bahwa kritik Said Aqil terhadap

    teologi Wahabi sangat berdasar, karena banyak didapatkan kelompok yang

    terindikasi penyebar kebencian, membid’ahkan dan mengkafirkan di tengah

    masyarakat muslim Indonesia yang awal dengan cara sembunyi-sembunyi, tapi

    sekarang dengan terang-terangan kelompok Wahabi mengembangkan dan

    melebarkan dakwahnya dengan mengajarkan pada sekelompok masyarakat,

    bahwa banyak ajaran ritual keagamaan di Indonesia yang keluar dari ajaran

    Sunnah atau yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sehingga, kritik

    Said Aqil terhadap teologi Wahabi menjadi penting diangkat dan dikaji secara

    mendalam untuk menghidari munculnya kelompok yang mudah membid’ahkan

    dan mengkafirkan sesama muslim.

    Kata kunci: Wahabi, Takfir, Tabdi’, Tawasul

  • ii

    KATA PENGANTAR.

    Segala Puji serta rasa syukur yang sangat mendalam penulis panjatkan

    kepada Allah SWT. Tuhan Yang Maha Menguasai segala sesuatu, di bumi

    maupun di langit. Yang Maha Memudahkan segala urusan hamba-Nya. Karena

    atas kuasa-Nya lah penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

    Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muḥ ammad

    SAW. yang telah memberikan tauladan bagi umat manusia dengan perilaku

    qur’ānī-nya. Dan atas izin-Nya pula ia memiliki keistimewaan untuk dapat

    memberikan syafaat kepada umatnya.

    Penulisan Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

    memperoleh gelar sarjana pada program studi Aqidah dan Filsafat Islam fakultas

    Ushuluddin Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul yang

    penulis ajukan adalah “Kritik Terhadap Teologi Wahabiyyah di Indonesia Dalam

    Pemikiran Said Aqil Siradj.

    Penulisan skripsi ini tentu melibatkan berbagai pihak yang turut membantu

    dari awal proses penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini. Oleh karena itu,

    penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada:

    Dr. Arrazy Hasyim.MA sebagai Dosen Pembimbing Skripsi terbaik bagi

    penulis. Terima kasih telah meluangkan banyak waktunya untuk membimbing,

    menasehati, sekaligus memberikan gagasan-gagasannya kepada penulis. Sehingga

    penulisan skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.

  • iii

    Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, MA. selaku Rektor

    Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarann.

    Lebih khusus, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Dra. Tien

    Rohmatin, MA. selaku Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam dan Dra.Banun

    Binaningrum, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam

    Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih atas

    nasehat dan bimbingannya, akhirnya penulis tetap konsisten menyelesaikan judul

    skripsi ini.

    Seluruh Dosen dan Guru Besar Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan

    begitu banyak pengetahuan sekaligus bimbingannya selama empat tahun ini,

    khususnya kepada Hanafi S.Ag, MA selaku Dosen Pembimbing Akademik

    penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para pimpinan dan

    segenap civitas akademik Fakultas Ushuluddin, segenap Staf Perpustakaan

    Fakultas Ushuluddin dan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri (UIN)

    Syarif Hidayatullah Jakarta yang turut membantu penulis dalam menemukan

    buku-buku referensi untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

    Keluarga penulis, khususnya kedua orang tua penulis yang telah

    membesarkan dan mendidik penulis dengan kasih sayang, perjuangan, dan

    pengorbanan yang begitu luar biasa. Teruntuk Ayahanda tercinta, H. Maksum

    yang telah menanamkan semangat berjuang, yang selalu mendampingi penulis

    sampai akhir penulisan skripsi ini. Teruntuk Ibunda tercinta,Hj.Siti Salama, yang

    selalu memberikan doa terbaiknya di setiap langkah penulis. Semoga Allah SWT.

    senantiasa memberikan umur panjang, kesehatan, serta kepada adik tersayang

  • iv

    ,Mulhatul Hasanah dan Siti Ruqayyah. Terima kasih untuk doa, semangat, dan

    dukungannya kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

    Teman-teman terbaik penulis di Aqidah dan Filsafat Islam Angkatan 2014-

    B, khususnya kepada Hidayanti Fadillah Tunnisa, Ita Nurul Faizah, Khairiyah,

    aya. Terimakasih karena telah menjadi yang selalu ada bagi penulis selama kurang

    lebih empat tahun ini. Teman-teman lainnya yang selalu membantu dalam

    menyelesaikan skripsi ini yaitu Ulfiyatul khairoh, Eva dan Laila .Dan kepada

    seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang banyak

    membantu, mempermudah dan memperlancar hingga skripsi ini akhirnya selesai.

    Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT. selalu membimbing

    langkah kita menuju jalan yang benar dan diridhai-Nya. Āmīn yā Rabb al-

    ‘ālamīn.

    Jakarta, 20 Oktober 2019

    Penulis

    Fatmawatun

    NIM. 11140331000063

  • v

    DAFTAR ISI

    LEMBAR JUDUL

    LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

    LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

    LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

    ABSTRAK ...................................................................................................... i

    KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

    DAFTAR ISI ................................................................................................... v

    PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... vii

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

    A. Latar Belakang .............................................................................. 1

    B. Batasan dan Rumusan Masalah ...................................................... 6

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 7

    D. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 7

    E. Metode Penelitian........................................................................... 10

    F. Sistematika Penulisan ................................................................... 11

    BAB II WAHABIYYAH DALAM LINTAS SEJARAH .............................. 14

    A. Sejarah Munculnya Wahabi .......................................................... 15

    B. Tokoh-tokoh Yang Mendukung Wahabi ...................................... 25

    C. Perkembangan Wahabi di Indonesia ............................................. 27

    BAB III BIOGRAFI SAID AQIL SIRADJ .................................................... 35

    A. Silsilah Said Aqil Siradj ............................................................... 35

    B. Pendidikan dan Guru-guru ............................................................ 39

    1. Nusantara .......................................................................................... 39

  • vi

    2. Timur Tengah ................................................................................ 40

    C. Kiprah kang said dan kontribusi PBNU ............................................... 43

    D. Karya Said Aqil Siradj ......................................................................... 47

    BAB IV KRITIK SAID AQIL SIRADJ TERHADAP TEOLOGI WAHABIYYAH

    DI INDONESIA ................................................................................ 49

    A. Ushûl al-Tsalâtsah .......................................................................... 49

    1. Ulûhîyah ................................................................................ .. 50

    2. Rubûbîyah ................................................................................ 50

    3. al-Asmâ’ wa al-Shifât.................................................................. 52

    B. Tawasul ......................................................................................... 58

    C. Konsep Takfîr dan Tabdî’ ............................................................. 62

    BAB V PENUTUP .......................................................................................... 73

    A. Kesimpulan ................................................................................... 73

    B. Kritik dan Saran ............................................................................. 74

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 75

  • vii

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

    Arab

    ا

    ب

    ت

    ث

    ج

    ح

    خ

    د

    ذ

    ر

    ز

    س

    ش

    ص

    ض

    Indonesia

    a

    b

    t

    ts

    j

    kh

    d

    dz

    r

    z

    s

    sy

    sh

    dl

    Inggris

    a

    b

    t

    th

    j

    kh

    d

    dh

    r

    z

    s

    sh

    Arab

    ط

    ظ

    ع

    غ

    ف

    ق

    ك

    ل

    م

    ن

    و

    ه

    ء

    ي

    ة

    Indonesia

    th

    zh

    gh

    f

    q

    k

    l

    m

    n

    w

    h

    y

    h

    Inggris

    gh

    f

    q

    k

    l

    m

    n

    w

    h

    y

    h

    Vokal Pendek

    Arab Latin

    a أ

    i إ

    u ا

  • viii

    Vokal Panjang

    Arab Indonesia

    ā آ

    ī ِإْى

    Ū اْو

    Diftong

    Arab Indonesia

    Au أو

    Ai أي

    Kata Sandang al- (ال)

    Arab Indonesia

    -al ال

    -wa al وال

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Islam secara historis termasuk agama semitik yang dibawa Nabi

    Muhammad SAW, sebagai penutup para nabi. Agama semitik yang lain dan

    muncul sebelum Islam adalah agama Yahudi yang dibawa Nabi Musa dan agama

    Nashrani yang dipelopori oleh Nabi Isa. Tiga agama semitik ini sama-sama

    mengimani keesaan Tuhan (al-tawḥ îd). Namun, ketiganya memiliki syariat dan

    spirit yang berbeda.

    Islam, sebagai agama semitik terakhir, dikenal luas bukan hanya di tanah

    Arab saja melainkan di penjuru dunia termasuk di Indonesia sendiri. Tersebarnya

    Islam di tengah-tengah masyarakat bahkan diterima secara legowo tanpa unsur

    paksaan tindak terlepas dari visi yang diembanya. Islam membawa misi raḥ mah

    li al-ālamīn (rahmat bagi semesta alam). Di samping itu, Islam datang untuk

    menegakkan keadilan dan membela kaum yang tertindas sehingga hak-hak yang

    dirampas dapat diraih kembali.

    Mulai diturunkannya Islam sampai perkembangannya di era kontemporer,

    banyak bermunculan dalam tubuh Islam beberapa kelompok yang

    mengatasnamakan Islam. Secara historis, tercatat sejak terjadi tahkim (arbitrase)

    antara Alî bin Abi Ṭ âlib dan „Abû Sufyân, pengikut Alî terpecah menjadi tiga:

    Pertama, Syiah, kelompok yang mengikuti Alî sebagai pemimpin. Kedua,

  • 2

    Khawârij, kelompok yang memisahkan diri dari Alî. Adapun yang ketiga, Sunni,

    kelompok yang berada di posisi tengah.1

    Tiga kelompok yang muncul pada beberapa abad yang lalu,

    perkembangannya sampai sekarang masih tetap terasa. Kelompok Khawârij yang

    dikenal sebagai kelompok ekstrem mengkafirkan pengikut Alî bin Abi Ṭ âlib ,

    karena mereka memutuskan hukum di luar keputusan Allah. Di era modern,

    ajaran Khawârij dicangkok oleh kelompok-kelompok keras, seperti kelompok

    Wahabi2 yang dicetuskan oleh Muḥ ammad bin „Abd al-Wahhâb, yang lahir pada

    tahun 1115 H/1703 M. Pendiri kelompok ekstrem ini banyak mempelajari

    pemikiran-pemikiran Ibn Taymîyah (w. 728 H/1328 M). Karena, ketertarikannya

    pada pemikiran Ibn Taymîyah , maka ia sering kali diklaim mencerminkan

    kemunculan yang tertunda dari Ibn Taymîyah .3

    Sebagai perkembangan dari kelompok Khawârij, kelompok Wahabi

    memiliki doktrin yang hampir sama. Di antara doktrin-doktrin Wahabi adalah

    Pertama, doktrin tasyrīk atau menilai sebuah amaliyah tertentu sebagai bagian

    dari syirik atau menyekutukan Allah. Doktrin tasyrīk ini misalkan memuat

    larangan agar umat tidak meminta pertolongan atau tawassul kepada para wali

    1 Syaikh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,

    2011), h. 12-13. 2 Pada dasarnya, tidak ada perbedaan antara Salafī dan Wahābī. Keduanya merupakan dua

    istilah yang digunakan untuk bentuk yang sama. Bahkan, mereka memiliki keyakinan yang sama.

    Di dalam Jazirah Arab mereka dikenal dengan istilah Kaum Wahābī Ḥanbalī, sedangkan di luar mereka disebut dengan istilah Salafī. Kenapa sebutan Ḥanbalī disematkan kepada Wahabi? Kaum Wahabi menganut mazhab Hanbali, yakni pengikut Imam Ahmad bin Hanbal yang berpaham

    tajsīm dan nawāshib, sekalipun ada sebagian di antara mereka yang berbeda dalam sejumlah

    hukum Islam. Selengkapnya, baca Sayyid Hasan al-Saqqaf, Mini Eksiklopedi Wahabi, terj. Ahmad

    Anis, (t.t.p.: Kasyafa, 2013), h. 4-5. 3 Ahmad Shidqi, Respon Nahdlatul Ulama (NU) terhadap Wabisme dan Implikasinya bagi

    Deradikalisasi Pendidikan Islam, Jurnal, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. II, No. 1, Juni 2013, h.

    112-113

  • 3

    dan orang saleh. Apabila seorang muslim melakukan hal tersebut, maka ia

    termasuk sebagai musyrik atau kafir sehingga darahnya halal dan wajib diperangi.

    Kedua, doktrin bid’ah. Bid‟ah menurut Wahabi, adalah praktik-praktik

    keagamaan yang tidak didasarkan atau tidak ada dasarnya dalam Al-Qur‟an dan

    sunnah serta otoritas sahabat Nabi SAW. Kaum Wahabi tidak mengakui adanya

    bid‟ah yang baik (bid’ah ḥ asanah), melainkan seluruh bid‟ah itu adalah negatif.

    Maka, dengan demikian, melakukan tindakan taqlîd (mengikuti secara konsisten

    salah satu dari empat madzhab fikih, yaitu Syafi‟ie, Malik, Imam Hanafi, dan

    Hanbali) dipandang sebagai bid‟ah, sebab hasil ijtihad dari empat madzhab ini

    banyak yang tidak tercakup secara tekstualis dalam dua rujukan Islam, yaitu Al-

    Qur‟an dan hadis. Di samping itu, beberapa praktrek keagamaan yang

    berkembang di tengah-tengah masyarakat dipandang bid‟ah, seperti memperingati

    hari kelahiran Nabi Muḥ ammad SAW. atau yang biasa dikenal dengan Maulid

    Nabi. Demikian pula, memperingati kematian seseorang seperti haul atau tahlilan

    dalam rangka kematian seseorang juga dianggap bid‟ah.

    Beberapa doktrin Wahabi tersebut banyak mendapatkan pertentangan yang

    begitu keras dari masyarakat di Nusantara. Mayoritas masyarakat Nusantara

    menganut doktrin Sunni yang terbentang kuat di tubuh Nahdhatul Ulama (NU),

    sebuah organisasi yang dibangun oleh Ḥadrah al-Syakh Hâsyim „Asy‟ari.

    Sedangkan, motif didirikannya NU adalah untuk mempertahankan paham „Ahl al-

    Sunnah wa al-Jamā‟ah. Lebih khususnya, NU membentengi umat Islam agar tetap

    teguh pada ajaran Islam „Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ‟ah, sehingga tidak tergiur

    dengan ajaran-ajaran baru yang gemar membid‟ahkan dan mengkafirkan

  • 4

    saudaranya sendiri, sehingga dengan keberadaan NU ditanamkan konsep

    tawassuṭ (pertengahan), tawâzun (proporsional), ta’âdul (adil), dan tasâmuḥ

    (moderat).4 Konsep-konsep NU ini secara tidak langsung mencegah paham-

    paham radikal yang mulai berkecambah di negara pluralistik Indonesia.

    Kehadiran kelompok Wahabi di Indonesia benar-benar meresahkan

    kelompok Sunnī atau „Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ‟ah, bahkan mencederai ajaran-

    ajaran Sunnī, seperti menganut fikih empat madzhab, mengikuti tasawuf al-

    Ghazâlî, dan menganut teologi sekte „Asy‟ariyyah dan Maturidiyyah. Muhammad

    Fiqih Maskumambang (1857-1937 M) membongkar kesesatan pemikiran Wahabi

    yang merebak di Indonesia. Misalkan, kesesatan dalam menafsirkan kata fî sabîl-

    Allah dalam QS. at-Taubah [9]: 60.5 Kata fî sabîl-Allah, menurut Jamāl al-Dīn al-

    Dimasyqī, tidak dapat dipahami sebagai pejuang yang maju ke medan perang.

    Pandangan Jamāl al-Dīn ini secara tidak langsung mengeklaim para ulama salaf

    yang berpendapat bahwa kata fî sabîl-Allah hanya boleh ditafsirkan dengan makna

    pejuang perang adalah pendapat yang rapuh tidak ditopang dengan dalil nash Al-

    Qur‟an dan hadis. Sehingga dengan demikian pula, Jamāl al-Dīn menganggap

    bahwa para ulama Khalaf (mereka yang hidup setelah periode ulama salaf)

    mengikuti jejak para ulama salaf hanya berlandaskan pada sikap fanatisme buta

    tanpa disertai dalil-dalil. Asumsi Jamāl al-Dīn kurang tepat dan tidak sesuai

    4 Amin Farih, “Nahdlatul Ulama (NU) dan Kontribusinya dalam Memperjuangkan

    Kemerdekaan dan Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”, Jurnal,

    Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 24, No. 2, November 2016, h. 258-259 5 “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin,

    pengurus-pengurus zakat, para mukallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang

    yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu

    ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Baca, QS.

    at-Taubah [9]: 60.

  • 5

    dengan Sunnī. Sementara, pemahaman kata fî sabîl-Allah, menurut Ahl al-Sunnah

    wa al-Jamā‟ah, adalah suatu jalan (kebaikan) yang dapat membawa pelakunya

    sampai kepada Allah swt. Dengan pemahaman seperti ini, kata fî sabîl-Allah

    mencakup semua amal ibadah.6

    Tindakan ekstrim kelompok Wahabi demikian ditanggapi oleh pendiri NU,

    Ḥadrah al-Syakh Hāsyim „Asy‟arī dalam pernyataannya:

    “Wahai ulama-ulama! Kalau kamu lihat orang berbuat suatu amalan

    berdasar qaul (pendapat) imam-imam yang boleh ditaklid (diikuti),

    meskipun qaul itu marjuh (tidak kuat alasannya), jika kamu tidak setuju,

    jangan kamu cerca mereka, tetapi berilah petunjuk dengan halus! Dan jika

    mereka tidak sudi mengikuti kamu, janganlah mereka dimusuhi. Kalau

    kamu berbuat demikian, samalah kamu dengan orang yang membangun

    sebuah istana dengan menghancurkan lebih dahulu sebuah kota.”7

    Seruan Hāsyim „Asy‟ārī ini bukan hanya ajakan untuk bersatu, melainkan

    pula penegasan untuk saling menghormati dan menghargai pendapat masing-

    masing, serta menghindari efek negatif seperti kalimat metafor yang digunakan

    beliau, yaitu “membangun istana dengan menghancurkan sebuah kota”. Artinya,

    tindakan Wahabi yang membabi buta secara tidak langsung dianggap merobohkan

    persatuan dan persaudaraan masyarakat Indonesia yang berpegang pada semboyan

    Bineka Tunggal Ika, yaitu berbeda-beda tetapi tetapi satu. Di samping itu,

    tindakan ekstrem tersebut berseberangan dengan misi Islam yang menebar rahmat

    bagi semesta alam, tidak ada paksaan di dalamnya, bahkan menolak kemafsadatan

    di muka bumi.

    6 Muhammad Fiqih Maskumambang, Menolak Wahabi: Membongkar Penyimpangan Sekte

    Wahabi dari Ibnu Taimiyah hingga Abdul Qadir at-Tilmisani, terj. Abdul Aziz Masyhuri, (Depok:

    Sahifa, 2015), h. 25-26 7 Mohammad Guntur Romli, Islam Kita, Islam Nusantara: Lima Nilai Dasar Islam

    Nusantara, (Ciputat: Ciputat School, 2016), h. 56

  • 6

    Usaha yang dilakukan kelompok Sunnī, khususnya NU, patut diapresiasi. Di

    mana prinsip moderat yang diajarkan Hāsyim „Asy‟ārī tetapi dipegang kuat

    sampai sekarang, tepatnya periode Said Aqil Siradj. Menurut Said Aqil, Wahabi

    berbeda bukanlah teroris yang gemar mengebom, tetapi ia adalah sekelompok

    yang mengantarkan seseorang menjadi teroris, karena ajarannya yang ekstrem,

    gemar mengkafirkan, membid‟ahkan, dan mensyirikan kelompok lain.8 Di

    samping itu, Wahabi secara historis bukanlah Khawârij yang muncul pada tahun

    ke-37 Hijriyah di awal perkembangan Islam, sementara Wahabi baru hadir pada

    abad ke-18 Masehi. Kendati pun demikian, kedua sekte ini memiliki banyak

    kesamaan: sama-sama ekstrem dam mengkafirkan.9

    Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik menulis skripsi ini

    dengan judul Kritik terhadap Teologi Wahhabiyah di Indonesia dalam

    Pemikiran Said Aqil Siradj.

    B. Batasan dan Rumusan Masalah

    Berangkat dari latar belakang di atas, maka pertanyaan akedemik yang

    muncul adalah: “Bagaimana pandangan Said Aqil Siradj tentang teologi Wahabi

    di Indonesia dalam karyanya, Islam Kalap, Islam Karib?”, yang terbagi ke dalam

    dua sub pembahasan, yaitu:

    1. Bagaimana kritik Said Aqil Siradj terhadap teologi Wahabi di

    Indonesia?

    8 Untuk lebih lengkapnya, simak channel YouTobe Shofiyah Channel tentang Islam

    Nusantara Wahabi dan Syiah yang disampaikan oleh Said Aqil Siradj, dipublikasikan pada tanggal

    12 Januari 2018. 9 Said Aqil Siradj dalam buku Syaikh Idahram, Mereka Memalsukan Kitab-kitab Karya

    Ulama Klasik, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011), h. 15

  • 7

    2. Apakah tawaran pemikiran Said Aqil dalam karyanya masih dapat

    dianggap relevan dalam konteks Wahabi di Indonesia?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Tujuan penelitian ini mengacu terhadap rumusan masalah skripsi ini.

    Berdasarkan rumusah masalah di atas, peneliti menulis skripsi ini dengan tujuan

    sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui pandangan Said Aqil Siradj tentang teologi Wahabi di

    Indonesia

    2. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan pemikiran Said Aqil Siradj.

    Sedangkan, manfaat penelitian dan penulisan skripsi ini sebagai berikut:

    1. Memotret perkembangan teologi Wahabi di Indonesia, baik menyangkut

    ritual-ritual ibadah maupun menyangkut tindakan ekstrem;

    2. Menelaah kritik Said Aqil Siradj terhadap doktrin Wahabi yang

    berkembang di Indonesia.

    3. Menghasilkan kesimpulan yang komprehensif dan tepat terkait respons

    Said Aqil Siradj menyangkut perkembangan teologi Wahabi di Indonesia

    4. Memberikan ruang atau sumbangsih pengetahuan kepada peneliti

    berikutnya.

    D. Tinjauan Pustaka

    Setelah menguraikan rumusan masalah kemudian diikuti tujuan dan

    kegunaan penilitian, penulis menyertakan telaah pustaka. Bagian ini berfungsi

  • 8

    untuk melacak penelitian-penilitian sebelumnya, sehingga terhindar dari plagiat

    (pencangkokan karya).

    Ada beberapa penilitan yang penulis baca. Pertama, jurnal bertema “Respon

    Nahdlatul Ulama (NU) terhadap Wahabisme dan Implikasinya bagi Deradikalisasi

    Pendidikan Islam” yang ditulis Ahmad Shidqi. Tulisan ini menggambarkan

    maraknya aksi radikalisme Islam di Indonesia yang dipelopori gerakan

    Wahabisme. Kelompok ini kerap mengkafirkan, membid‟ahkan dan mensyirikkan

    tindakan kelompok Islam yang lain. NU sebaga salah satu kelompok umat Islam

    yang setia mengamalkan beberapa ritus keagamaan seperti tahlil, ziarah kubur,

    maulid, kerap dijadikan sasaran dakwah kaum Wahabi ini. Maka, NU, baik dari

    struktural maupun dari kultural, berkonsolidasi untuk meretas gerakan

    Wahabisme.10

    Pada tulisan ini Shidqi jelas meneliti doktrin Wahābi yang

    berkembang di Indonesia yang kemudian direspons negatif oleh Nadlatul Ulama,

    sebagai salah satu organisasi terbesar di Nusantara yang mencita-citakan prinsip

    moderasi Islam. Akan tetapi, penelitian ini tidak menspesikkan kepada pemikiran

    tokoh, khususnya pemikiran Said Aqil Siradj sebagai ketua umum PBNU

    (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama).

    Kedua, jurnal bertema “Global Sufism dan Pengaruhnya di Indonesia” yang

    ditulis oleh Ubaidillah. Tulisan ini mendiskripsikan upaya gerakan Salafī-Wahabi

    dalam menyebarkan ideologinya di penjuru dunia (global salafism) serta

    pengaruhnya di Nusantara. Upaya penyebaran ideologi Salafī ke seluruh penjuru

    dunia ini antara lain berupa pemberian beasiswa kepada mahasiswa di negara

    10

    Ahmad Shidqi, Respon Nahdlatul Ulama (NU) terhadap Wahabisme dan Implikasinya

    bagi Deradikalisasi Pendidikan Islam, h. 109.

  • 9

    Arab Saudi dengan dana petrodollar yang mereka miliki, lalu alumninya didaulat

    untuk menjadi agen penyebaran ideologi mereka di negara asal para mahasiswa

    tersebut. Selain itu, penerjemahan-penerjemahan buku berbahasa Arab yang

    mengandung ideologi ajaran Salafī juga digalakkan. Bahkan, saat ini gerakan

    Salafī mulai merambah pada ranah ekonomi, seperti penjualan madu dan habbah

    al-Sawdā’, serta pengobatan bekam di berbagai klinik terapi di berbagai negara,

    termasuk di Indonesia.11

    Tulisan ini mengkaji gerakan Salafī (sebutan lain dari

    Wahabi) dalam menyebarkan doktrinnya. Kendati pun demikian, objek penelitian

    tulisan ini bersifat global, tidak fokus di negara Indonesia. Bahkan, objek yang

    dikaji bukan tokoh yang mengkritik gerakan ekstrem ini. Objek kajian global

    semacam ini belum menyentuh persoalan yang terjadi di negara Indonesia.

    Ketiga, skripsi bertema “Analisis Wacana Citra Wahabi dalam Majalah

    Aula Edisi Februari 2016” yang ditulis oleh Arina Rahmatika. Penelitian ini

    menghasilkan, bahwa majalah Aula memaparkan tema-tema yang mencitrakan

    perilaku Wahabi yang berbahaya, Wahabi yang meresahkan masyarakat dengan

    mengacak kitab, Wahabi Indonesia yang salah paham dalam melihat Wahabi di

    Saudi, Wahabi sebagai penyebar virus radikal dan Wahabi yang salah menunjuk

    ulama panutan.12

    Pada tulisan ketiga ini, penelitian yang dihidangkan mulai fokus

    dibandingkan penelitian pertama dan kedua. Tulisan ini menghidangkan

    pemikiran penulis Nusantara dalam merespons doktrin Wahabi yang

    11

    Ubaidillah, Global Salafism dan Pengaruhnya di Indonesia, Jurnal, Thaqafiyyat, Vol.

    13, No. 1, Juni 2012, h. 35. 12

    Arina Rahmatika, “Analisa Wacana Citra Wahabi dalam Majalah Aula Edisi Februari

    2016”, Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017, h. 214

  • 10

    menyesatkan. Namun, belum dikaji pemikiran Said Aqil Siradj sebagai tokoh

    moderat dalam merespons teologi Wahabi yang merebak di Indonesia.

    Dari beberapa penelitian di atas, penulis belum mendapatkan hasil

    penelitian yang fokus mengkaji pemikiran tokoh moderat Said Aqil Siradj dalam

    merespons teologi Wahabi di Indonesia. Maka, dengan demikian, penelitian ini

    termasuk langkah awal dan belum dikaji oleh peneliti sebelumnya.

    E. Metode Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Pengkajian/penelitian ini dapat dikategorikan ke dalam penelitian library

    research (studi kepustakaan), karena obyek penelitian ini adalah literatur, yaitu

    mengusahakan sintesis atas buku Islam Kalap, Islam Karib karya Said Aqil

    Siradj. Penelitian ini bersifat analisis-deskriptif-kritis yaitu dengan

    mengumpulkan data yang telah ada.

    2. Sumber Data

    Sumber data dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua bagian: data primer

    dan data sekunder. Sumber data primernya berupa pemikiran Said Aqil Siradj,

    baik yang dibukukan maupun tidak, seperti buku Islam Kalap, Islam Karib.

    Sedangkan, sumber data sekundernya, yaitu semua buku yang dianggap

    berkenaan dengan penelitian ini, baik itu secara langsung atau tidak, terutama

    yang menyangkut tentang kritik Said Aqil Siradj terhadap teologi Wahabi.

    3. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

    Kemudian data yang diperoleh akan diolah dengan langkah-langkah sebagai

    berikut:

  • 11

    a. Pengolahan data dengan cara editing, yaitu data-data yang telah dihimpun

    diperiksa kembali secara cermat dari segi kelengkapan, keterbatasan,

    kejelasan makna, dan pengertian, kesesuaian satu sama lain, relevansi, dan

    keseragaman data.

    b. Pengorganisasian data, yaitu pengaturan dan penyusunan data sedemikian

    rupa, sehingga menghasilkan bahan-bahan untuk dideskripsikan.

    c. Pengalisaan data yang telah terorganisir dengan merumuskan beberapa

    pokok persoalan mengenai kritik Said Aqil Siradj terhadap teologi Wahabi

    di Indonesia. Kemudian, hasil analisis ini diharapkan mampu menjawab

    beberapa pokok permasalahan dalam penelitian ini.

    4. Teknik Analisis Data

    Setelah semuanya selesai, kemudian penulis menyajikan penelitian ini

    dalam bentuk laporan atas hasil yang telah diperoleh dari penelitian tersebut.

    Tentunya, dengan cara diskriptif-analisis, yaitu penulis berupaya memaparkan

    secara jelas tentang hasil dari penelitian terhadap buku Islam Kalap, Islam Karib

    karya Said Aqil Siradj.

    F. Sistematika Penulisan

    Secara garis besar memuat tiga bagian utama, yaitu memuat pendahuluan,

    isi, dan penutup. Berdasarkan uraian dan tujuan penelitian ini, maka sistematika

    pembahasan penelitian ini disusun sebagai berikut:

    Bab I memuat latar belakang masalah untuk menjelaskan secara akademik

    mengapa penelitian ini penting untuk dilakukan. Pada bagian pendahuluan ini

    juga diuraikan beberapa alasan mengapa penulis memilih tema kritik Said Aqil

  • 12

    Siradj terhadap teologi Wahabi di Indonesia, apa yang menari dan unik dari tema

    tersebut. Selanjutnya dirumuskan beberapa rumusan masalah atau problem

    akademik yang hendak dipecahkan dalam penelitian ini sehingga jelaslah masalah

    yang akan dijawab. Sedangkan tujuan dan signifikansinya dimaksudkan untuk

    menjelaskan pentingnya penelitian ini dan kontribusinya bagi perkembangan

    keilmuan. Kajian pustakan disertakan untuk menghindari plagiasi atau

    pencangkokan karya dari penelitian sebelumnya. Sedangkan metode dan langkah-

    langkahnya dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana proses dan prosedur serta

    langkah-langkah yang akan dilakukan penulis dalam penelitian ini, sehingga

    sampai kepada tujuan menjawab problem-problem akademik yang menjadi

    kegelisahan penulis.

    Bab II merupakan uraian tentang sejarah polemik Wahabi, mulai

    kemunculan pertama hingga kemunculan ketiga. Selain itu, bagian ini

    menguraikan tokoh-tokoh polemik Wahabi dan kemudian dilanjutkan dengan

    uraian tentang perkembangan Wahabi di Indonesia.

    Bab III membahas tentang biografi Said Aqil Siradj sebagai objek penelitian

    dalam skripsi ini. Beberapa bagian yang penting untuk dibahas adalah silsilah,

    pendidikan, guru-guru, dan karya-karyanya.

    Masuk pada bagian bab IV adalah menjelaskan ushul al-tsalatsah (tiga

    prinsip) Wahabi, meliputi uluhiyyah, rububiyyah, dan asma’. Dilanjutkan

    kemudian dengan pembahasan tawassul dan diakhiri dengan analisa takfir

    (pengkafiran) dan tab’di’ (pembid‟ahan).

  • 13

    Baru masuk bab V adalah penutup berisi kesimpulan yang merupakan

    jawaban rumusan masalah sebelumnya dan diakhiri saran-saran kontruktif bagi

    penelitian lebih lanjut dan lebih sistematis.

  • 13

    BAB II

    WAHABI DALAM LINTASAN SEJARAH

    Wahabi lebih tepatnya Wahabisme atau Salafi adalah sebuah aliran

    reformasi keagamaan dalam Islam. Aliran ini dirintis oleh seorang teolog muslim

    abad ke-18 yang bernama Muhammad bin ‘Abd al-Wahhâb yang berasal dari

    Najd, Arab Saudi. Aliran ini digambarkan sebagai sebuah aliran Islam yang

    ultrakonservatif, keras, atau puritan.1

    Pendukung aliran ini percaya bahwa gerakan mereka adalah gerakan

    reformasi Islam untuk kembali kepada ajaran monoteisme murni yang

    berdasarkan kepada al-Qur’an dan hadis, bersih dari segala ketidakmurnian seperti

    praktik-praktik yang dianggap bid’ah, syirik dan khurafat. Sementara penentang

    ajaran ini menyebut Wahabi sebagai gerakan sektarian yang menyimpang, sekte

    keji, dan sebuah distorsi ajaran Islam.2

    Saat ini Wahabisme merupakan aliran Islam yang dominan di Arab Saudi

    dan Qatar. Ia dapat berkembang di dunia Islam melalui pendanaan masjid, sekolah

    dan program sosial.3 Dakwah utama Wahabisme adalah Tauhid yaitu Keesaan dan

    Kesatuan Allah. Muhammad bin ‘Abd al-Wahhâb dipengaruhi oleh tulisan-

    tulisan Ibn Taymîyah dan mempertanyakan interpretasi Islam dengan

    mengandalkan al-Qur’an dan hadis. Ia mengincar kemerosotan moral yang

    1 Zaenal Abidin, Wahabisme, Transnasionalisme dan Gerakan-Gerakan Radikal Islam di

    Indonesia, Jurnal Tasâmuh, Vol. 12 No. 2, Juni 2015, h. 130 2 Ahmad Shidqi, Respon Nahdlatul Ulama (NU) terhadap Wahabisme dan Implikasinya

    bagi Deradikalisasi Pendidikan Islam, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. II No. 1, Juni 2013, h. 112-

    113 3 Abu Muhammad waskito,Mendamaikan Ahlus Sunnah di Nusantara (Jakarta: pustaka

    alkautsar2012), h. 133

  • 14

    dirasakan, kelemahan politik di Semenanjung Arab, mengutuk penyembahan

    berhala, pengkultusan orang-orang suci, pemujaan kuburan orang yang saleh, dan

    melarang menjadikan kuburan sebagai tempat beribadah.4

    A. Sejarah Kemunculan Wahabi

    Berdirinya Kerajaan Saudi Arabia dan paham Wahabi. Dr. Abdullâh

    Mohammad Sindi, di dalam sebuah artikelnya yang berjudul Britain and the Rise

    of Wahhabism and the House of Saud menyajikan tinjauan ulang tentang sejarah

    Wahabisme serta pemerintah Inggris di dalam perkembangan dan hubungannya

    dengan peran keluarga kerajaan Saudi. Wahabi merupakan salah satu sekte Islam

    yang paling kaku dan paling reaksioner saat ini. Dan kita tahu bahwa Wahabi

    adalah ajaran resmi Kerajaaan Saudi Arabia, tambahnya.5

    Wahabisme dan keluarga Kerajaan Saudi telah menjadi satu kesatuan yang

    tak terpisahkan sejak kelahiran keduanya. Wahabisme telah menciptakan kerajaan

    Saudi, dan sebaliknya keluarga Saudi membalas jasa itu dengan menyebarkan

    paham Wahabi ke seluruh penjuru dunia. Wahabisme memberi legitimasi bagi

    Istana Saudi, dan Istana Saudi memberi perlindungan serta mempromosikan

    Wahabisme ke seluruh penjuru dunia. Keduanya tak terpisahkan karena saling

    mendukung satu dengan yang lain.6

    4 Sayyid Hasan Al-Saqqaf , Mini Ensiklopedi Wahabi,Penerjemah Ahmad Anis (Beirut:

    Dar Al Imam Ar Rawwas, 2013), h. 6 5 Asep Saifuddin Chalim, Aswaja; Pedoman untuk Pelajar, Guru, dan Warga NU,

    (Jakarta: Emir 2017), h. 100 6Edwar Mortimer, Islam dan Kekuasaan, terj. Enna Hadi dan Rahmani Astuti, (Bandung:

    Mizan 1984), h. 52

  • 15

    Wahabisme memperlakukan perempuan sebagai warga kelas tiga,

    membatasi hak-hak mereka seperti: menyetir mobil, bahkan pada dekade lalu

    membatasi pendidikan mereka. Bahkan, Wahabisme melarang perayaan Maulid

    Nabi Muhammad SAW, melarang kebebasan berpolitik dan secara konstan

    mewajibkan rakyat untuk patuh secara mutlak kepada pemimpin-pemimpin

    mereka, melarang mendirikan bioskop sama sekali, menerapkan hukum Islam

    hanya atas rakyat jelata, dan membebaskan hukum atas kaum bangsawan, kecuali

    karena alasan politis, dan mengizinkan perbudakan sampai tahun 60-an.7

    Mereka juga menyebarkan mata-mata atau agen rahasia yang selama 24 jam

    memonitor demi mencegah munculnya gerakan anti-kerajaan. Wahabisme juga

    sangat tidak toleran terhadap paham Islam lainnya, seperti terhadap Syi’ah dan

    Sufisme (Tasawuf). Wahabisme juga menumbuhkan rasialisme Arab pada

    pengikut mereka. Tentu saja rasialisme bertentangan dengan konsep Ummah

    Wahidah di dalam Islam. Wahabisme juga memproklamirkan bahwa hanya ajaran

    mereka yang paling benar dari semua ajaran-ajaran Islam yang ada dan siapapun

    yang menentang Wahabisme dianggap telah melakukan bid’ah dan kafir.

    B. Lahirnya Ajaran Wahabi

    Wahabisme atau ajaran Wahabi muncul pada pertengahan abad 18 di

    Dir’iyyah sebuah dusun terpencil di Jazirah Arab, Najd. Kata Wahabi sendiri

    diambil dari nama pendirinya, Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb (1703-1792).8 Ia

    7 Zainal Abidin Syihab, Wahabi dan Reformasi Islam Internasional, (Jakarta: Pustaka Dian,

    1986), h. 25 8 Khaled Abu El Fadl, Sejarah Wahabi dan Salafi, terj. Helmi Mustofa, (Jakarta: PT

    Serambi Ilmu Semesta), cet I, h.7

  • 16

    lahir di Najd, Uyayna. Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb adalah seorang mubaligh

    yang fanatik dan telah menikahi lebih dari 20 wanita (tidak lebih dari 4 pada

    waktu bersamaan) dan mempunyai 18 orang anak. Sebelum menjadi seorang

    mubaligh, Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb secara ekstensif mengadakan

    perjalanan untuk keperluan bisnis, pelesiran, dan memperdalam agama ke Hijaz,

    Mesir, Siria, Irak, Iran, dan India.9

    Walaupun Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb dianggap sebagai Bapak

    Wahabisme, namun aktualnya Kerajaan Inggris-lah yang membidani kelahirannya

    dengan gagasan-gagasan Wahabisme dan merekayasa Muhammad Ibn ‘Abd al-

    Wahhâb sebagai Imam dan Pendiri Wahabisme untuk tujuan menghancurkan

    Islam dari dalam dan meruntuhkan Daulah Utsmaniyyah yang berpusat di Turki.

    Seluk-beluk dan rincian tentang konspirasi Inggris dengan Muhammad Ibn ‘Abd

    al-Wahhâb ini dapat ditemukan dalam memori Mr. Hempher, Confessions of a

    British Spy.10

    Selagi di Basra, Iraq, Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb muda jatuh

    dalam pengaruh dan kendali seorang mata-mata Inggris yang dipanggil dengan

    nama Hempher yang sedang menyamar (undercover). Salah seorang mata-mata

    yang dikirim London untuk negeri-negeri Muslim (di Timur Tengah) dengan

    tujuan menggoyang kekhalifahan Utsmaniyyah dan menciptakan konflik di antara

    sesama kaum Muslim. Hempher pura-pura menjadi seorang Muslim, dan

    memakai nama Muhammad, dan dengan cara yang licik, ia melakukan pendekatan

    9 Muhammad bin Sa’ad Asyy-suwa’ir, Wahabi dan Imprealisme, penerjemah Abu

    muawiyah Hammad (Jakarta:Gria ilmu, 2010), cet.I, h.89 10

    Nur Kholik Ridwan, Doktrin Wahabi dan Benih-benih Citra Islam, (Yogyakarta: Tanah

    Air 2009), h. 3

  • 17

    dan persahabatan dengan Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb dalam waktu yang

    relatif lama.11

    Hempher, yang memberikan Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb uang dan

    hadiah-hadiah lainnya serta mencuci-otak Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb

    dengan meyakinkannya bahwa orang-orang Islam mesti dibunuh karena mereka

    telah melakukan penyimpangan berbahaya kaum Muslim yang telah keluar dari

    prinsip-prinsip Islam yang mendasar. Baginya mereka telah melakukan perbuatan-

    perbuatan bid’ah dan syirik.12

    Hempher juga merekayasa sebuah mimpi liar (wild

    dream) dan mengatakan bahwa dia bertemu Nabi Muhammad Saw mencium

    kening (di antara kedua mata) Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb. Ia mengatakan

    kepada Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb bahwa dia akan jadi orang besar serta

    meminta kepadanya untuk menjadi orang yang dapat menyelamatkan Islam dari

    berbagai bid’ah dan takhayul. Setelah mendengar mimpi Hempher, Muhammad

    Ibn ‘Abd al-Wahhâb menjadi lebih percaya diri dan terobsesi untuk melahirkan

    suatu aliran baru di dalam Islam yang bertujuan memurnikan dan mereformasi

    Islam.13

    C. Kerajaan Saudi-Wahabi Pertama: 1744-1818

    Setelah kembali ke Najd dari perjalanannya, Muhammad Ibn ‘Abd al-

    Wahhâb mulai berdakwah dengan gagasan-gagasannya di Uyayna. Bagaimana

    11

    Ahmad Syafi’i Mufid, Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional di Indonesia,

    (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI 2011), h. 6 12

    Khaled Abu El Fadl, Sejarah wahabi dan Salafi, terj. Helmi Mustofa, (Jakarta: PT

    Serambi Ilmu Semesta), cet I, h. 31

    13 Edwar Mortimer, Islam dan Kekuasaan, h. 52

  • 18

    pun, dakwahnya yang keras dan kaku membuatnya diusir dari tempat

    kelahirannya. Lalu ia berdakwah di sekitar Dir’iyyah, dimana sahabat karibnya

    Hempher dan beberapa mata-mata Inggris berada dalam penyamaran ikut

    bergabung dengannya.14

    ‘Abd al-Wahhâb juga tanpa ampun membunuh seorang pezina penduduk

    setempat di hadapan orang banyak dengan cara kasar seperti menghajar kepala

    pezina dengan batu besar. Padahal, hukum Islam tidak mengajarkan hal seperti itu

    (ayat al-Qur’an). Para ulama Islam (Ahlus Sunnah) tidak membenarkan tindakan

    Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb yang sangat berlebihan seperti itu.

    Walaupun banyak orang yang menentang ajaran Muhammad Ibn ‘Abd al-

    Wahhâb yang keras, kaku termasuk ayah dan saudaranya Sulaiman Muhammad

    Ibn ‘Abd al-Wahhâb. Keduanya adalah orang-orang yang benar-benar memahami

    ajaran Islam. Dengan uang, mata-mata Inggris telah berhasil membujuk

    Muhammad Saud untuk mendukung Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb.15

    Pada 1744, al-Saud menggabungkan kekuatannya dengan Muhammad Ibn

    ‘Abd al-Wahhâb untuk membangun sebuah aliansi politik, agama dan

    perkawinan. Dengan aliansi ini, antara keluarga Saud dan Muhammad Ibn ‘Abd

    al-Wahhâb lahirlah wahhabisme sebagai agama dan gerakan politik telah lahir.

    Atas penggabungan ini setiap kepala keluarga al-Saud beranggapan bahwa mereka

    menduduki posisi Imam Wahhabi (pemimpin agama), sementara itu setiap kepala

    14

    Kekerasan Wahabi salah satunya diwujudkan dalam persoalan jihad. Ahmad Syafi’i

    Ma’arif, Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, (Jakarta: The

    Wahid Institute, 2009), h. 67 15

    Ahmad bin Zaini Dahlan, Mutiara Bercahaya dalam Menolak paham Wahabi,

    penerjemah Aan najib Mustofa (Pasuruan: Garoeda Buana indah pasuruan, 1995), cet III, h.106

  • 19

    keluarga Wahhabi memperoleh wewenang untuk mengontrol ketat setiap

    penafsiran agama (religious interpretation).16

    Hasil aliansi Saudi-Wahabi pada 1774, sebuah kekuatan angkatan perang

    yang terdiri dari orang-orang Arab Badui yang terbentuk dari bantuan para mata-

    mata Inggris.17

    Sampai pada waktunya, angkatan perang ini pun berkembang

    menjadi sebuah ancaman besar yang pada akhirnya melakukan teror di seluruh

    Jazirah Arab sampai ke Damaskus (Suriah), serta menjadi penyebab munculnya

    fitnah terburuk dalam Sejarah Islam (pembantaian atas orang-orang sipil dalam

    jumlah yang besar). Dengan cara ini, angkatan perang mampu menaklukkan

    hampir seluruh Jazirah Arab untuk menciptakan Negara Saudi-Wahhabi yang

    pertama.18

    Sebagai contoh, untuk memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai

    syirik dan bid’ah yang dilakukan oleh kaum Muslim, Saudi-Wahhabi telah

    mengejutkan seluruh dunia Islam pada 1801. Tindakannya yang menghancurkan

    dan menodai kesucian makam Imam Husein bin Ali (cucu Nabi Muhammad Saw)

    di Karbala, Irak. Mereka juga tanpa ampun membantai lebih dari 4.000 orang di

    Karbala dan merampok lebih dari 4.000 unta yang mereka bawa sebagai harta

    rampasan. Pada 1810, Wahabi membunuh penduduk yang tidak berdosa di

    sepanjang Jazirah Arab. Mereka menggasak dan menjarah banyak kafilah

    16

    Muhammad bin Sa’ad Asyy-suwa’ir, Wahabi dan Imprealisme, h. 97 17

    Faizah, Pergulatan Teologi Salafi dalam Mainstream Keberagamaan Masyarakat

    Sasak, Jurnal, Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16 Nomor 2 (Desember) 2012, h. 377 18

    Sayyid Hasan Al-Saqqaf , Mini Ensiklopedi Wahabi,Penerjemah Ahmad Anis (Beirut:

    Dar Al Imam Ar Rawwas, 2013), h. 9

  • 20

    peziarah dan sebagian besar di kota Hijaz, termasuk 2 kota suci Makkah dan

    Madinah.19

    Di Makkah, mereka membubarkan para peziarah dan di Madinah mereka

    menyerang, menodai Masjid Nabawi, membongkar makam Nabi, dan menjual

    serta membagi-bagikan peninggalan bersejarah dan permata-permata yang mahal.

    Para teroris Saudi-Wahhabi ini telah melakukan tindak kejahatan yang

    menimbulkan kemarahan kaum Muslim di seluruh dunia termasuk kekhalifahan

    Utsmaniyyah di Istanbul. Sebagai penguasa yang bertanggung jawab atas

    keamanan Jazirah Arab dan penjaga masjid-masjid suci Islam, Khalifah Mahmud

    II memerintahkan sebuah angkatan perang Mesir dikirim ke Jazirah Arab untuk

    menghukum klan Saudi-Wahhabi.20

    Pada 1818, angkatan perang Mesir yang dipimpin Ibrahim Pasha (putra

    penguasa Mesir) menghancurkan Saudi-Wahhabi dan meratakan kota Dir’iyyah.

    Imam kaum Wahhabi saat itu, Abdullah al-Saud dan dua pengikutnya dikirim ke

    Istanbul untuk dihukum pancung dan dirantai dihadapan orang banyak. Sisa klan

    Saudi-Wahhabi ditangkap di Mesir.

    D. Kerajaan Saudi-Wahabi ke-II: 1843-1891

    Walaupun Wahabisme berhasil dihancurkan pada 1818, namun dengan

    bantuan Kolonial Inggris mereka dapat bangkit kembali. Setelah pelaksanaan

    hukuman mati atas Imam Abdullah al-Saud di Turki, sisa-sisa Saudi-Wahhabi

    19

    Faizah, Pergulatan Teologi Salafi dalam Mainstream Keberagamaan Masyarakat

    Sasak, h. 382 20

    Khaled Abou El-Fadhl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, terj. Helmi Mustafa,

    (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta 2006), h. 61

  • 21

    memandang saudara-saudara Arab dan Muslim mereka sebagai musuh yang

    sesungguhnya dan sebaliknya mereka menjadikan Inggris dan Barat sebagai

    sahabat sejati mereka. Maka ketika Inggris menjajah Bahrain pada 1820 dan mulai

    mencari jalan untuk memperluas area jajahannya, Dinasti Saudi-Wahhabi

    menjadikan kesempatan ini untuk memperoleh perlindungan dan bantuan

    Inggris.21

    Pada 1843, Imam Wahhabi yaitu Faisal Ibn Turki al-Saud berhasil

    melarikan diri dari penjara di Cairo dan kembali ke Najd. Imam Faisal kemudian

    mulai melakukan kontak dengan Pemerintah Inggris. Pada 1848, dia memohon

    kepada Residen Politik Inggeris di Bushire agar mendukung perwakilannya di

    Trucial Oman. Pada 1851, Faisal kembali memohon bantuan dan dukungan

    Pemerintah Inggris. Pada 1865, Pemerintah Inggris mengirim Kolonel Lewis

    Pelly ke Riyadh untuk mendirikan sebuah kantor perwakilan Pemerintahan

    Kolonial Inggris dengan perjanjian bersama Dinasti Saudi-Wahhabi untuk

    mengesahkan Kolonel Lewis Pelly.

    Imam Faisal mengatakan bahwa perbedaan besar dalam strategi Wahhabi

    antara perang politik dengan perang agama adalah tidak akan ada kompromi

    membunuh semua orang. Pada 1866, Dinasti Saudi-Wahhabi menandatangani

    sebuah perjanjian dengan pemerintah Kolonial Inggris kekuatan yang dibenci oleh

    semua kaum Muslim karena kekejaman kolonialnya di dunia Muslim. Perjanjian

    21

    Mahmud Hibatul Wafi, Diskursus Reformasi Arab Saudi: Kontestasi Kerajaan Saudi

    Dan Wahabi, Jurnal Islamic World and Politics, Vol.2. No.1 January-Juni, h. 228-229

  • 22

    ini serupa dengan banyak perjanjian tidak adil yang selalu dikenakan kolonial

    Inggris di Teluk Arab (sekarang dikenal dengan Teluk Persia).22

    Sebagai pertukaran atas bantuan pemerintah kolonial Inggris yang berupa

    uang dan senjata pihak Dinasti Saudi-Wahhabi menyetujui untuk bekerja sama

    dengan pemerintah kolonial Inggris. Isi perjanjiannya ialah pemberian otoritas

    atau wewenang kepada pemerintah kolonial Inggris atas area yang dimilikinya.

    Perjanjian yang dilakukan Dinasti Saudi-Wahhabi dengan musuh paling getir

    bangsa Arab dan Islam yaitu Inggris, pihak Dinasti Saudi-Wahhabi telah

    membangkitkan kemarahan yang hebat dari bangsa Arab dan Muslim lainnya baik

    negara-negara yang berada di dalam maupun yang diluar wilayah Jazirah Arab.23

    Dari semua penguasa Muslim yang paling merasa disakiti atas

    pengkhianatan Dinasti Saudi-Wahhabi ini adalah seorang patriotik bernama al-

    Rasyid dari klan al-Hail di Arabia tengah. Dengan dukungan orang-orang Turki,

    al-Rasyid menyerang Riyadh lalu menghancurkan klan Saudi-Wahhabi.

    Bagaimanapun, beberapa anggota Dinasti Saudi-Wahhabi sudah mengatur untuk

    melarikan diri diantaranya adalah Imam Abdul-Rahman al-Saud dan putranya

    yang masih remaja, Abd al-Aziz. Dengan cepat keduanya melarikan diri ke

    Kuwait untuk mencari perlindungan dan bantuan Inggris.

    22

    Mahmud Hibatul Wafi, Diskursus Reformasi Arab Saudi Kontestasi Kerajaan Saudi

    Dan Wahabi, h. 230 23

    Mahmud Hibatul Wafi, Diskursus Reformasi, h. 232

  • 23

    E. Kerajaan Saudi-Wahhabi ke III (Saudi Arabia): Sejak 1902

    Ketika di Kuwait Imam Abdul Rahman dan putranya, Abd al-Aziz

    menghabiskan waktu mereka menyembah-nyembah tuan Inggris mereka dan

    memohon-mohon akan uang, persenjataan serta bantuan untuk keperluan merebut

    kembali Riyadh. Namun pada akhir penghujung 1800-an, usia dan penyakit nya

    telah memaksa Abdul Rahman untuk mendelegasikan Dinasti Saudi Wahhabi

    kepada putranya yang kemudian menjadi Imam Wahhabi yang baru.24

    Pada abad 20 melalui strategi licin kolonial Inggris di Jazirah Arab dengan

    cepat menghancurkan Kekhalifahan Islam Utsmaniyyah dan sekutunya klan al-

    Rasyid secara menyeluruh, kolonial Inggris langsung memberi sokongan kepada

    Imam baru Wahhabi Abd al-Aziz. Dibentengi dengan dukungan kolonial Inggris,

    uang dan senjata. Imam Wahhabi yang baru, akhirnya dapat merebut Riyadh dan

    ia menteror penduduknya dengan memaku kepala al-Rasyid pada pintu gerbang

    kota. Abdul-Aziz dan para pengikut fanatik Wahhabinya juga membakar hidup-

    hidup 1.200 orang. 25

    Abd al-Aziz yang dikenal di Barat sebagai Ibn Saud, ia sangat dicintai oleh

    majikan Inggrisnya. Banyak pejabat dan utusan Pemerintah Kolonial Inggris di

    wilayah Teluk Arab yang menemui atau menghubunginya, dan dengan murah-hati

    mereka mendukungnya dengan uang, senjata dan para penasihat. Sir Percy Cox,

    Captain Prideaux, Captain Shakespeare, Gertrude Bell, dan Harry Saint John

    Philby (yang dipanggil Abdullah) adalah di antara banyak pejabat dan penasihat

    24

    Idahram, Sejarah Berdarah Sehte Salafi Wahabi, h. 120 25

    Mahmud Hibatul Wafi, Diskursus Reformasi Arab Saudi : Kontestasi Kerajaan Saudi

    Dan Wahabi, h. 234

  • 24

    kolonial Inggris yang secara rutin mengelilingi Abdul Aziz demi membantunya

    memberikan apa pun yang dibutuhkannya.

    Dengan senjata, uang dan para penasihat dari Inggris berangsur-angsur Abd

    al-Aziz menaklukkan hampir seluruh Jazirah Arab di bawah panji-panji

    Wahhabisme untuk mendirikan Kerajaan Saudi-Wahhabi ke-3, yang saat ini

    disebut Kerajaan Saudi Arabia. Ketika mendirikan Kerajaan Saudi Abd al-Aziz

    beserta para pengikut melakukan pembantaian yang mengerikan, khususnya di

    daratan suci Hijaz.

    Pada May 1919 di Turbah, pada tengah malam mereka menyerang angkatan

    perang Hijaz, membantai lebih 6.000 orang. Pada tahun1924 tepatnya bulan

    Agustus tentara Saudi-Wahabi mendobrak memasuki rumah-rumah di Hijaz, Taif.

    Mereka mengancam, mencuri uang, persenjataan, memenggal kepala anak-anak

    kecil dan orang-orang yang sudah tua. Banyak wanita Taif yang segara meloncat

    ke dasar sumur air demi menghindari pemerkosaan dan pembunuhan yang

    dilakukan tentara-tentara Saudi-Wahhabi.26

    Tentara primitif Saudi-Wahhabi ini juga membunuhi para ulama dan orang-

    orang yang sedang melakukan shalat di masjid. Hampir seluruh rumah-rumah di

    Taif diratakan dengan tanah tanpa pandang bulu. Mereka membantai beberapa

    laki-laki yang ditemui di jalan-jalan juga. Lebih dari 400 orang tak berdosa ikut

    dibantai dengan cara mengerikan di Taif.

    26

    Mahmud Hibatul Wafi, Diskursus Reformasi Arab Saudi : Kontestasi Kerajaan Saudi

    Dan Wahabi, h. 235

  • 25

    F. Tokoh-tokoh Yang Mendukung Wahabi

    Sekte Wahabi yang telah berkembang di belahan dunia tentunya diajarkan

    oleh beberapa tokoh.

    1. Muhammad bin Abd al-Wahhâb

    Muhammad bin Abd Wahhâb lahir pada tahun 1111H. Dan wafat pada

    tahun 1217. Jadi usia hidupnya sekitar 92 tahun. Jabatan penting di Kerajaan

    Arab Saudi: Pendiri dan pelopor gerakan Wahabi/Salafi dan Mufti Kerajaan Arab

    Saudi.27

    Karya-karyanya mencakup Rasâ’il al-‘Aqīdah, Kitâb al-Kabâ’ir,

    Mukhtashar al-‘Insâb wa al-Syarh al-Kabīr, Mabhats al-‘Ijtihâd wa al-Khilâf,

    Kitâb al-Thahârah, Syurūth al-Shalâh wa ‘Arkânihâ wa wâjibâtihâ, Kitâb ‘Âdâb

    al-Masyy ‘ila al-Salâh, ‘Ahkâm Tamannī al-Maut, dan beberapa kitab yang lain.28

    2. Abd al-‘Azīz bin Abdullâh bin Baz

    Abd al-‘Azīz bin Abdullâh bin Baz (1330 H-1420 H / 1910 M-1999 M).

    Jabatan penting di Kerajaan Arab Saudi: Qadhi (Hakim) di daerah al-Kharaj

    semenjak tahun 1357-1371 H, Tahun 1390 H-1395 H Rektor Universitas Islam

    Madinah tahun 1414 H Mufti Umum Kerajaan. Kitab atau buku karya tulis bin

    Baz: Al-Imâm Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb: Da’watuhu wa Sīratuhu, Bayan

    Ma’na Kalimah Lâ Ilah Illâ-Llâh, Al-Aqīdah al-Shahīhah wamâ Yudhadduhâ, Al-

    Da’wah ila-Llâh, dan beberapa karya yang lain.29

    3. Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin

    27

    Muhammad Faqih bin Abdul Djabbar maskumambang, menolak wahabi, (Depok:

    Sahifa, 2015), h. 4 28

    Mukhamad Syamsul Huda, Pengaruh Pemikiran Teologi Muammad bin Abd al-

    Wahhab terhadap Pemerintahan Dinasti Saudi Arabia Ketiga, Tesis, UIN Sunan Kalijaga, 2014,

    h. 27-28 29

    ‘Abd al-Azīz bin ‘Abdullâh bin Baz, Fatwa-Fatwa Terkini, terj. Musthafa Aini,

    (Jakarta: Darul Haq 2003), h. 14.

  • 26

    Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin (1347 H-1421 H). Al-Utsaimin adalah

    pakar fiqih-nya kalangan Wahabi Salafi. Banyak persoalan hukum baru yang

    difatwakan olehnya. Seperti haramnya mengucapkan selamat natal, dan lain-lain.

    Jabatan penting di Kerajaan Arab Saudi: Imam masjid jami’ al Kabir Unaizaih,

    Mengajar di perpustakaan nasional Unaizah, Dosen fakultas syariah dan fakultas

    ushuluddin cabang Universitas Islam Imam Muhammad bin saud di Qasim.30

    Kitab atau buku karya tulis Al-Utsaimin: Usūl fī al-Tafsīr, Syarh

    Muqaddimah al-Tafsīr, Tafsīr al-Qur’ân al-Karīm, Majmū’ al-Fatâwâ, Al-Qaul

    al-Mufīd fī al-Syarh Kitâb al-Tauhīd, Al-Ibdâ’, fī Kamâl al-Syar’i wa Khathr al-

    Ibtidâ’, Risâlah al-Hijâb, Syarhr, dan beberapa karya yang lain.

    4. Muhammad Nashir al-Dīn al-Albânī

    Muhammad Nashir al-Dīn al-Albânī (1333 H-1420 H/1914 M-1999 M).

    Jabatan penting di Kerajaan Arab Saudi: Tahun 1381-1383 H: Dosen Hadits

    Universitas Islam Madinah. Kitab atau buku karya tulis Al-Albani, antara lain,

    Silsilah al-Ahâdīts al-Shahīhah, Silsilah al-Ahâdīts al-Dha’īfah, Shahīh al-

    Targhīb wa al-Tarhīb, Dha’īf al-Targhīb wa al-Tarhīb, Shahīh wa Dha’īf al-Adab

    al-Mufrad, Dha’īf Sunan al-Tirmidzī, dan beberapa kitab yang lain. 31

    5. Shâlih bin Fauzân bin Abdullâh Al-Fauzân

    Shâlih bin Fauzân bin Abdullâh Al-Fauzân (1345 H). Jabatan penting di

    Kerajaan Arab Saudi: Dosen Institut Pendidikan Riyad, Dosen Fakultas Syari’ah,

    Fakultas Ushulud Dien, Mahkamah Syariah, Anggota Lajnah Daimah lil Buhuts

    30

    Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin, Fatâwâ Nūr alâ al-Darb, h. 1

    31

    Arrazy Hasyim, Teologi Muslim Puritan, Genealogi dan Ajaran Salafi, (Ciputat:

    Yayasan Waqaf Darsun, 2107), h. 181

  • 27

    wal Ifta’ (Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa), Anggota Haiah Kibaril Ulama’

    dan Komite Fiqh Rabithah Alam Islamiy di Mekkah, Anggota Komite Pengawas

    Du’at Haji, Ketua Lajnah Daimah lil buhuts wal ifta’, Imam, Khatib dan Pengajar

    di Masjid Pangeran Mut’ib bin Abdil Aziz di Al Malzar.32

    Kitab atau buku karya tulis Al-Fauzân: Muntaqâ min Fatâwâ al-Fauzân,

    Syarh Lum’ah al-I’tiqâd al-Hadī ilâ Sabīl al-Rasyâd, Al-Mulkhish fī Syarh Kitâb

    al-Tauhīd, Al-Ta’līq al-Mukhtashar alâ al-Qashīdah al-Nūniyyah, dan beberapa

    karya yang lain.

    G. Perkembangan Wahabi di Indonesia

    Berawal dari abad 18 di Arab Saudi penguasa lokal Dir’iyah, Muhammad

    al-Saūd (1745-1965) dan Muhammad Ibn Abd al-Wahab (1703-1987) ialah

    seorang pembaharu puritan yang bersemangat mendirikan negara Islam. Akan

    tetapi tidak bershasil sehingga kedua tokoh tersebut membentuk aliansi yang

    menguntungkan kedua belah pihak. Aliansi ini mendorong Ibn Saud untuk

    menguasai semenanjung Arab dan menggalang wahabisme sebagai gerakan

    reformasi besar dalam sejarah muslim modern. Kedua tokoh ini berhasil merebut

    kota Makkah dan Madinah pada tahun 1925 yang tidak lepas dari dukungan

    Inggris. Gerakan ini menyapu bersih Arabia tengah dengan merebut Mekkah dan

    Madinah serta mempersatukan kabilah-kabilah kedalam apa yang diyakini oleh

    32

    Muhammad Thâhir al-Qadr, Fatwa tentang Terorisme dan Bom Bunuh Diri, (Jakarta:

    Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam LPPI 2014), h. 376

  • 28

    para pengikutnya sebagai pembentukan kembali masa-masa Islam pada abad ke-7

    dibawah pimpinan Nabi Muhammad Saw.33

    Ibn Sa’ud memandang gerakan wahabi adalah senjata politik potensial yang

    ampuh dan strategis. Karena bagi siapapun yang tidak terbiasa memperlakukan

    teks-teks ajaran agama secara rasional, dewasa dan penuh perasaan klaim dan

    tuduhan teologis akan sulit ditolak.34

    Ketidakberdayaan dihadapan klaim dan

    tuduhan teologis inilah yang menjajikan kekuasaan politik. Hal ini terlihat dari

    perjanjian kedua tokoh tersebut. Bahwa Abd al-Wahab dan keturunan laki-lakinya

    akan mengendalikan otoritas keagamaan, sedangkan Ibn Sa’ud dan keturunan

    laki-lakinya akan memegang kekuasaan politik yang nantinya mereka akan

    menikahi keturunan wanita yang lain agar aliansi ini bisa terus dilestarikan.

    Dalam perkembangannya, Abd al-Wahab mengatakan untuk membuat suatu

    perubahan tidak hanya dengan perkataan saja akan tetapi harus dibarengi dengan

    perbuatan. Maka dilakukanlah jihad dengan perbuatan bertujuan untuk

    merealisasikan ajarannya. Aksi kekerasan pertama wahabi ketika itu

    menghancurkan makam Zaid Ibn al-Khaththâb, sahabat Nabi dan saudara Umar

    Ibn Khaththab. Didukung oleh Utsmân Ibn Mu’ammar dan menyiapkan 600 orang

    pasukan serta pengikut wahabi pada waktu itu demi melancarkan rencana tersebut.

    Aksi kekerasan wahabi ini tidak lepas dari ideologi yang ingin menciptarakan

    negara Islam yang bebas dari TBC.

    33

    Faizah, Pergulatan Teologi Salafi dalam Mainstream Keberagamaan Masyarakat

    Sasak, h. 375 34

    Abu Muhammad waskito, Mendamaikan Ahlus Sunnah di Nusantara”Mencari Titik

    kesepakatan Antara as’ariyah dan Wahhabiyah, (Jakarta: Pstaka Alkautsar 2012), h. 83

  • 29

    Dalam penaklukan Jazirah Arab 1920 lebih dari 400 ribu umat Islam

    dibunuh diekskusi secara publik atau di amputasi, perlakuan ini tidak lepas dari

    tindak kekerasan baik dari doktrinal, kultural, maupun sosial. Dengan tindakan

    kekerasan, sultan Utsmani merasa wajib menghentikan gerakan wahabi dan

    berusaha menguburnya walapun idasari dengan kepentingan politik, juga

    pertimbangan agama. Ketika Muhammad Ali Pasya berhasil menangkap para

    tokoh wahabi mereka diajak berdialog untuk mencari kebenaran tetapi ajakan ini

    ditolak dan menganggap pahamnya yang paling benar.35

    Kemudian pada tahun 1979 Ayatullâh Khomeini melakukan kritik dan

    penolakan terhadap kerajaan Saudi karena kebiasaan buruk keluarga istana Sa’ud

    yang tidak sesuai dengan norma ajaran Islam. Ketika itu Ayatullâh melontarkan

    gagasan penting yakni pembebasan Mekah dan Madinah dari cengkraman wahabi

    dan menetapkannya dibawah pengelolaan dan pengawasan internasional. Sebagai

    pemimpin Iran, Khomeini mungkin punya agenda politik tersendiri, tetapi

    gagasannya sangat penting dan berharga. Pendudukan bersenjata atas masjid al-

    Haram oleh Juhayman al-Utaybi dan para pengikutnya pada 1 Muharram 1400

    tepatnya 20 november 1979 serta kritik keras dan gagasan Ayatullah Khomeini

    telah membuat penguasa wahabi-saudi sadar bahwa borok-borok mereka terugkap

    secara telanjang ke dunia Internasional yang mengakibatkan menurunkan citra

    mereka sebagai Khadim alHaramain.

    Maka sejak 30 tahun yang lalu penguasa wahabi-Saudi telah

    membelanjakan uang yang mungkin lebih dari USD 90 milyar yang disalurkan

    35

    Ubaidillah, Global Salafism dan Pengaruhnya di Indonesia, Jurnal ThaqafiyyaT, Vol.

    13, No. 1, Juni 2012, h. 39

  • 30

    melalui Rabithat al-Alam al-Islami, International Islamic Relief Organization

    (IIRO) dan yayasan lain keseluruh dunia untuk membela diri dan memperbaiki

    citra melaluai wahabisasi global. Di Indonesia IIRO menyalurkan dananya

    diantaranya melalui DDII, LIPIA, MMI, Kompak, dan lain-lain.36

    Sebelum serangan ke World Trade Center (WTC) pemerintah Saudi

    memang membiayai al-Qaeda. Namun setelah serangan 11 september 2001,

    terutama setelah al-Qaeda menyerang kerajaan Saudi, pemerintah Saudi berhenti

    mebiayai gerakan teror tersebut tetapi menggantinya dengan pembiayaan

    penyebaran ideologi keseluruh dunia (wahabisasi global).37

    Pergerakan kaum

    wahabi yang dimulai oleh Ibn Taymîyah dan di sokong oleh Ibn Qayyim al-

    Djauziah (1292-1350), kemudian disebarluaskan oleh Muhammad ibn Abdul

    Wahab (1703-1787) di intensipkan oleh Djamaludin al Afgani (1838-1897) dan

    muridnya Rasyid Ridha (1856-1935), yang menitik beratkan pada reform ajaran

    agama murni serta mengharmoniskan dalam kehidupan kemasyarakatan dan

    politik. Di Indian dipopulerkan oleh Sayyid Ahmad Khan, sedangkan di Indonesia

    dikenal dengan Kaum Padri walaupun akhirnya gerakan ini kandas dan

    ditumpaskan oleh penjajah meski sudah di hanguskan oleh penjajah namun ide

    besarnya terus berkembang, mendaging, menjalar ke darah rakyat, menjelma

    dalam kancah pendidikan dan dakwah Thawalib di Sumatra Barat, al-Irsyad di

    Suamatra dan Jawa.38

    36

    Kishwar Rizvi, Regiliour Icon and National Symbol: The Tomb of Ayatollah Khoimeini

    in Iran, (Leden: Brill, 2003), h. 209 37

    Sayyid Hasan Al-Saqqaf , Mini Ensiklopedi Wahabi,Penerjemah Ahmad Anis (Beirut:

    Dar Al Imam Ar Rawwas, 2013), h. 11 38

    Hanan Qisthina Sindi, Analisis Perilaku Kejahatan Terorisme Osama Bin Laden,

    Jurnal Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, h. 94.

  • 31

    Di Indonesia, interaksi antara pemikiran Wahabi dengan masyarakat

    Indonesia mulai terlihat pada abad 18.39

    Ide dakwah Ibn Abdul Wahhab dianggap

    menginspirasi ulama asal sumatera Barat yang dikenal dengan kaum Paderi yang

    dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Namun, fakta sejarah ini menurut Martin

    Van Bruinessen kurang kuat dalam mendukung argumen pengaruh Wahabi dalam

    gerakan Paderi. Bahkan banyak fakta lain yang justru tidak menunjukkan

    argumen tersebut. Pemikiran Wahabi di Indonesia juga dianggap telah

    mempengaruhi pemikiran Syaikh Ahmad Syurkati pendiri Madrasah al-Irsyad di

    awal-awal abad 20.40

    Pengaruh pemikiran Wahabi secara masif masuk ke Indonesia melalui

    peran Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang didirikan oleh

    Muhammad Natsir. Melalui dukungan dana dari Arab Saudi, lembaga ini banyak

    mengirimkan mahasiswa ke Timur Tengah untuk belajar Islam. Melalui dukungan

    dari Arab Saudi pula, DDII mendirikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan

    Arab (LIPIA) tahun 1981 yang kurikulumnya mengikut Universitas al-Imam

    Muhammad bin Suud al-Islamiyyah di Riyadh. 41

    Dari LIPIA inilah lahir kader-kader dakwah wahabi di Indonesia serta

    menjadi sarana diseminasi pemikiran Wahabi melalui kitab-kitab yang dicetak

    39

    Abdurrahman Wahid, edt.Ilusi Negara Islam: EkspansiGerakan Islam Transnasional di

    Indonesia.(Jakarta: The Wahid Institute, 2009), h. 78 40

    ”Perkembangan Dakwah Salafiyah Di Indonesia”, Abdurrahman bin Abdul Karim At-

    Tamimi, 21 February 2015, dilihat 12 juli 2019, https://almanhaj.or.id/1128-perkembangan-

    dakwah-salafiyah-di-indonesia.html. Lihat pula Ahmad Syafi’iMufid, edt.Perkembangan Paham

    Keagamaan Transnasional di Indonesia.(Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan

    Keagamaan Kementerian Agama RI, 2011), h. 227-230. 41

    Abu Muhammad Waskito, Wajah Salafi Ekstrim di Dunia Interne, (Bandung: AD

    DIFA press, 2009), h. 59

  • 32

    serta dibagikan gratis oleh lembaga ini.42

    Melalui LIPIA pula banyak mahasiswa

    yang setiap tahun dikirim ke Arab Saudi untuk belajar Islam. Beberapa alumni

    LIPIA yang saat ini telah menjadi tokoh penting di kalangan wahabi di Indonesia,

    seperti: Yazid Jawwas di Minhaj as-Sunnah Bogor; Farid Okbah, direktur al-

    Irsyad; Ainul Harits, Yayasan Nida''ul Islam Surabaya; Abubakar M. Altway,

    Yayasan al-Sofwah, Jakarta; Ja'far PLN Arab Saudi dan Wahabi di Indonesia.

    Umar Thalib, pendiri Forum Ahlussunnah Wal Jamaah; dan Yusuf Utsman Ba’isa

    direktur Pesantren al-Irsyad, Tengaran.43

    Pendirian Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) yang

    didanai oleh Arab Saudi merupakan salah satu kesuksesan diplomasi Wahabi-

    Islam Saudi melalui jalur pendidikan di Indonesia. 44

    Para Alumni LIPIA ini,

    setelah lulus akan kembali dan menyebarkan pemikiran-pemikiran Wahabi di

    lingkungan masyarakatnya. Pada tahun 2009, jumlah alumni LIPIA telah

    berjumlah sekitar 8.604 orang dan menyebar di berbagai wilayah di Indonesia

    dengan profesi yang berbeda-beda, bahkan banyak diantaranya yang menjadi

    pejabat. 45

    Pendirian LIPIA tahun 1980an, menurut Amanda Kovacs, tidak hanya

    bermotifkan kepentingan dakwah Islam ke Indonesia, namun menjadi sarana Arab

    Saudi untuk membendung eskpansi pemikiran Syiah pasca revolusi Iran 1979.

    42

    Idahram, Sejarah Berdarah Sehte Salafi Wahabi, (Yogyakarta: Pustaka Pesanten 2011),

    h. 43 43

    Abdurrahman Wahid, edt.Ilusi Negara Islam: EkspansiGerakan Islam Transnasional di

    Indonesia, 78. 44

    Arrazy Hasyim, Teologi Muslim Puritan , hal .171 45

    Hanan Qisthina Sindi, Analisis Perilaku Kejahatan Terorisme Osama Bin Laden, Jurnal Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, h. 96

  • 33

    Keberadaan Iran dianggap membahayakan legitimasi Saudi sebagai sebuah negara

    Islam yang menjadi patron Islam seluruh dunia. Apalagi Iran sering menyerang

    hubungan antara Arab Saudi dan Amerika Serikat yang dianggap sebagai

    pengkhianat terhadap agama Islam sendiri. Institusi LIPIA dibentuk dan didanai

    oleh Arab Saudi sebagai containment policy, kebijakan pembendungan terhadap

    efek domino revolusi Iran di Asia Tenggara. Kebijakan pendirian LIPIA ini

    menurut Kovac sama persis dengan usaha Arab Saudi mendirikan universitas

    Islam Madinah tahun 1961 sebagai usaha untuk membendung kebijakan Jamal

    Abdul Nasser yang menjadikan Universitas al-Azhar sebagai representasi dakwah

    Islam ke seluruh dunia serta sebagai pusat penyebaran visi sosialisme Arab ala

    Abdul Nasser. Selain menjadikan LIPIA sebaga sarana pencetak kader-kader

    dakwah Wahabi, Saudi juga rutin memberikan beasiswa setiap tahun kepada

    mahasiswa-mahasiswa Indonesia untuk belajar di Arab Saudi seperti Universitas

    Islam Madinah dan Universitas Imam Muhammad ibn Sa’ud di Riyadh.46

    Setelah menjadi alumni, mereka pulang dan ikut menyebarkan aliran

    paham Wahabi di daerah masing-masing baik melalui ceramah di masjid-masjid,

    membentuk pesantren, mendirikan radio, membuat majalah, tabloid, bahkan

    membangun siaran TV. Di Indonesia, siaran TV dan Radio Rodja merupakan

    salah satu saluran televisi yang terkenal dan memiliki jangkauan seluruh

    Indonesia. Konten-konten dari ceramah para Ustad wahabi ini berisi ajakan untuk

    terikat pada ajaran salafussholeh versi pemahaman Wahabi dan meninggalkan

    praktek-praktek bidah yang sesat seperti perayaan Maulid Nabi, Perayaan Isra`

    46

    Asep Saifuddin Chalim, Aswaja; Pedoman untuk Pelajar, h. 100

  • 34

    Mi`raj, Qunut Shubuh, Tahlilan 3, 7, 14, sampai 40 hari, mengaji di depan

    jenazah, mengaji di kuburan, membaca Yasin malam jumat, dan seterusnya.

    Semua praktek di atas dipandang sesat karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi

    Muhammad SAW.47

    Salah satu ormas berskala nasional yang mendakwahkan ajaran wahabi di

    Indonesia adalah Wahdah Islamiyah. Lembaga ini didirikan tahun 2002 di

    Makassar Sulawesi Selatan sebagai sebuah ormas resmi di Indonesia. Salah satu

    pendirinya, Ustad Zaitun Rasmin, Lc adalah lulusan universitas Islam Madinah.

    Wahdah Islamiah hingga saat ini sangat aktif dalam mendakwahkan Islam Wahabi

    khususnya di wilayah Indonesia bagian timur dan juga telah memiliki cabang di

    hampir seluruh wilayah Indonesia. Ormas ini memiliki sekolah-sekolah dan

    pesantren. Lembaga pendidikan yang paling penting sebagai wadah kaderisasi

    dakwah wahabiyyah adalah STIBA, Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab

    yang diasuh oleh para alumni Universitas Islam Madinah. Zaitun Rasmin sebagai

    ketua umum DPP Wahdah Islamiyah saat ini telah menjadi salah satu tokoh Islam

    yang diakui di Indonesia. Beliau menduduki jabatan di Majelis Ulama Indonesia

    dan sebagai wakil ketua MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda

    Indonesia).48

    Demikianlah pengaruh besar dari politik luar negeri Arab Saudi di bidang

    pendidikan bagi penyebaran ajaran Wahabi di Indonesia. Ajaran yang awalnya

    berada di Arab Saudi ini akhirnya menyebar ke Indonesia melalui pelajar-pelajar

    yang telah diberikan beasiswa oleh pemerintah Arab Saudi untuk belajar di

    47

    Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, h. 45 48

    Ubaidillah, Global Salafism dan Pengaruhnya di Indonesia, h. 42-43

  • 35

    universitas-universitas di Arab Saudi. Para alumni tersebut mendirikan berbagai

    lembaga dakwah dan pendidikan untuk mereproduksi kader bagi dakwah Wahabi

    di Indonesia. Bisa dibilang, Indonesia merupakan salah satu tempat tumbuh subur

    dan berkembangnya aliran Wahabi. Pemerintah Indonesia pun tidak

    mempersoalkan keberadaan aliran pemikiran ini, bahkan pemerintah memberikan

    kebebasan kepada pemerintah Arab Saudi untuk menjalin kerjasama pendidikan

    dengan berbagai perguruan tinggi Islam di Indonesia, baik negeri maupun

    swasta.49

    49

    Said Aqil Siradj, Islam Kalap dan Islam Karib, (Jakarta: Daulat Press 2014), h. 86

  • 35

    BAB III

    BIOGRAFI SAID ‘AQIL SIRADJ

    Pada bab ini peneliti akan memaparkan bagaimana kehidupan Said Aqil

    Siradj di masa kecil sampai saat ini. Peneliti juga akan memaparkan karya-karya

    beserta silsilah Said Aqil Siradj sehingga kita akan dapat mengenalnya lebih jauh

    lagi. Selain itu, peneliti juga akan memaparkan bagaimana kehidupan dari Kang

    Said.

    A. Silsilah Said Aqil Siradj

    KH. Said Aqil Siroj dilahirkan pada tanggal 3 juli 1953 didesa kempek

    kecamatan palimanan, 18 km arah barat kota cirebaon jawa baerat.1 Lulus S1 dari

    Universitas King Abd al-Aziz arab Saudi, Fakultas Syariah, tahun 1982. Lulus S2

    dari Universitas Ummul al-Qura Makkah, Fakultas Ushuluddin, tahun 1987, dan

    S3 diperoleh dari Universitas Ummul al-Qura Makkah, Fakultas Ushuluddin,

    tahun 1994 dengan predikat Cumlaude. Panggilan akrabnya ialah Kang Said,

    ayahnya bernama KH. Aqil Siradj sedangkan ibunya bernama Nyai H. Afifah

    binti Kyai Harun. Ia adalah putra kedua dari lima bersaudara yaitu Abuya KH.

    Ja’far Shadiq Aqil Siradj (Alm), KH. Said Aqil Siradj, KH. Muh. Musthofa Aqil

    Siradj, KH. Ahsin Syifa Aqil Siradj (Alm) dan KH. Ni’amillah Aqil Sirad2.

    Kelima saudaranya berdomisili di Cirebon, kecuali kang Said karena tuntutan

    1 Said Aqil Siradj, Ahlussunnah Wallamaah Sebuah Kritik Historis,(Jakarta: Pustaka

    Cendekiamuda, 2008), h. 101 2 Ahmad Mustofa Haroen, Meneneguhkan Islam Nusantra, (Jakartta: Khalista 2015). h.

    33

  • 36

    profesi dan karir mengharuskan pindah ke daerah Jalan Sadar Raya No. 3-A Rt 08

    Rw 04 Ciganjur Jakarta Selatan 12630.

    Said Aqil Siradj nasabnya tersambung dengan Syekh Syarif Hidayatullah

    (Sunan Gunung jati) berasal dari jalur ayahandanya (Kyai Aqiel) yang merujuk

    pada pesantren Gedongan,dari jalur ibunya dari Pesantren Kempek. Akan tetapi,

    pendapat yang kuat dan dapat diverifikasi secara jelas berasal dari jalur

    ayahandanya, yakni Kyai Aqil bin Kyai Siradj bin Kyai Said. Selain itu, Said Aqil

    Siradj juga tersambung dengan jalur silsilah keluarga Syekh Ahmad Mutamakkin

    Kajen. Hal ini, pernah terdengar ketika bersilaturahmi dengan kyai Sahal

    Mahfudh. Kang Said masih memiliki hubungan famili yang akrab dengan Kyai

    Sahal Mahfudh.3

    Keluarga Said Aqil Juga memeiliki hubungan silsilah dengan Syekh Syarif

    Hidayatullah. Hubungan darah yang tersambung dari kakeknya, Kyai harun

    membuktikan bahwa pesantre-pesantren di Cirebon memiliki hubungan

    kekeluargaan yang yang kental. Silsilah ini, bukan dimaksudkan sebagai

    penghormatan diri, atau pencitraan semata. Akan tetapi untuk menjaga silaturahmi

    antar keluaraga, pesantren dan menjaga amanah perjuangan Islam yang sudah

    diwariskan oleh Walisongo, terutama Syekh Syarif Hidayatullah.

    Runtutan silsilah ini, bermula dari kang said bin Ny. Afifah binti Kyai

    Harun bin Ny. Madrawi binti Pangeran Hasanudin bin Sultan Anom Moh.

    Kaharuddin I bin Sultan Anom Abu Sholeh Imamuddin bin Sultan Anom

    Khaeruddin bin Sultan Anom Alimuddin bin Sultan Anom Raja Mandura Raja

    3 Ahmad Mustofa Haroen : Meneneguhkan Islam Nusantra, h. 37

  • 37

    Kadiruddin bin Sultan Anom Muhammad Badruddin bin Panembahan Girilaya

    bin Pangeran Dipati Anom Cirebon bin Panembahan Ratu bin Pangeran Dipati

    Carbon bin Pangeran Pasarean bin Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung

    Jati).

    Selanjutnya, dari Syekh Syarif Hidayatullah, nasabnya tersambung secara

    runtut dengan Fatimah Az-Zahra binti Rasulallah SAW. Dengan demikian,

    silsilah keluarga dan genealogi pengaetahuan pesantren, yang menjadi akar

    keilmuan Kang Said dapat ditelusuri secara jelas ini menjadi ciri khas pesantren

    yang mewarisi keilmuan islam secara runtut, bukan secara serampangan

    mengamalkan keilmuan Islam4.

    Sejak kecil ia tinggal di lingkungan pesantren Tarbiyatul Mubtadien atau

    Kempek, Paliman, Cirebon. Pada dasarnya sejarah Pesantren Kempek tidak bisa

    dilepaskan dari pejuangan kakeknya yaitu KH. Harun. KH. Harun ialah seorang

    ulama yang terkemuka dan mewarisi tradisi intelektual dari Kiyai-Kiyai Cirebon.

    Pada tahun 1935, beliau wafat dan perjuangannya untuk mengurus pesantren itu

    dilanjutkan oleh bapaknya yaitu KH. Aqil Siradj. Karna kecerdasannya pula ia

    mulai mengembangkan sistem pendidikan madrasah dengan merintis Majlis

    Tarbiyatul Mubtadien tahun 1960-an, sampai saat ini pondok pesantren tersebut

    masih eksis di Cirebon dan semua putra KH.5 Aqil Siradj menjadi pengasuh

    4 Ahmad Mustofa Haroen : Meneneguhkan Islam Nusantra, (Jakartta: Khalista 2015). h.

    36 5 Said Aqil Siroj, Islam Sebagai Sumber Inspirasi Budaya Nusantara,(Jakarta: LTN NU

    2014) h. 273

  • 38

    pesantren dengan mempertahankan metode kesalafiannya yang berfokus pada

    kitab kuning (klasik) khususnya Nahwu Shorof juga konsentrasi Al-Qur'an6.

    Kang Said menikah dengan Hj. Nurhayati Abdul Qadir dan dikaruniai

    empat orang anak yaitu : Muhammad Said Aqil, Aqil Said Aqil, Nisrin Said Aqil

    dan Rihab Said Aqil. Dalam kehidupannya, kang Said selalu mandiri walaupun

    terlahir dari keluarga yang mapan dan serba berkecukupan. Baginya, pendidikan

    ialah penting dan harus diperioritaskan. Hidup dalam keluarga yang bersahaja dan

    memiliki dedikasi tinggi dalam dunia pendidikan terutama pendidikan agama7.

    Said Aqil Siradj mempunyai hobi berwisata beserta keluarganya terutama

    disaat terhenti sejenak dari aktifitasnya yang super sibuk dan sangat padat karena

    jabatan beliau sekarang sebagai ketua PBNU yang setiap hari mengharuskan Kang

    Said beraktivitas di kantor PBNU Jalan kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat 10430.

    Pengalaman organisasi kang Said berawal sebagai aktivis IPNU anak cabang

    Palimanan Cirebon, PMII Yogyakarta ketua KMNU (Keluarga Mahasiswa

    Nahdlatul Ulama) Makkah, tahun 1983-1987). Wakil katib ‘Am PBNU tahun

    1994-1998, Katib ‘Am PBNU tahun 1998-1999, dan Rois Syuriah PBNU tahun

    1999-2004. Ketua PBNU periode 2004-2010. Ketua Umum PBNU 2010 hingga

    sekarang.8

    Kang Said juga nampak dipercaya sebagai wakil ketua Tim Gabungan

    Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan medio Mei 1998 sekaligus ketua Tim

    Investigasi pembantaian Kasus Dukun Santet Banyuwangi, hingga akhirnya

    6 Mohammad Dawam Sukardi, NU sejak Lahir (Dari Pesantren Untuk Bangsa; Kado

    Buat Kyai Said), (Jakarta: SAS Center, 2010). h. 25 7 Mohammad Dawam Sukardi, NU sejak Lahir, h. 67

    8 Said Aqil Siroj, Islam Sebagai Sumber Inspirasi Budaya Nusantara, h. 274

  • 39

    diangkat sebagai salah seorang anggota Komnas HAM. Pada tahun yang sama

    beliau juga diangkat juga menjadi Wakil Ketua Konseptor Tim Lima Perumus

    Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (ADART) PKB dan menjadi

    anggota MPR RI Fraksi Utusan Golongan dari NU. Karir ayah empat anak ini

    benar-benar dan terhitung super sukses jika dilihat dari masa domisili di tanah air

    selepas studi yang baru menginjak tahun ke-59.

    B. Pendidikan dan Guru-guru

    a) Nusantara

    Pendidikan kang Said bermulai dari mengaji di pesantren ayahnya dengan

    metode tradisional khas pesantren salafiyyah, disini ia menemukan kecintaan akan

    ilmu pengetahuan yang menuntun langkahnya untuk menemukan sumber-sumber

    pengetahuan dalam Islam yang luas10

    . Selain itu, ia juga tetap belajar formal di

    Sekolah Rakyat sampai tahun 1965 dan melanjutkan studi ke pondok pesantren

    Hidayatul Mubtadin Lirboyo Kediri. Disana, ia mulai belajar dari Madrasah

    Tsanawiyyah (MTs) hingga menyelesaikan tingkat menengah atas (SLTA)

    dibawah asuhan KH. Mahrus Ali pada tahun 1965-1970. Di tanah Lirboyo Kang

    Said merasakan mondok sebenarnya, ia belajar banyak kitab dari nahwu, sharaf,

    balaghah hingga fiqh. Kang Said juga mengaji kepada kiyai Muzzajad yang

    menjadi ustadz di Pesantren Lirboyo. Ia sangat dikenal sebagai santri yang tekun

    dalam mencari sumber-sumber keilmuan sebagai pondasi pengetahuan pesantern.

    Di Pesantren ini, kang Said merasakan kenikmatan pengetahuan yang kelak

    9 KH. Said Aqil Siradj, Islam Kebangsaan Fiqh Demokratik Kaum Santri, (Jakarta:

    Pustaka Ciganjur 1999). h. 90 10

    Ahmad Mustofa Haroen : Meneneguhkan Islam Nusantra, (Jakartta: Khalista 2015). h.

    34

  • 40

    menjadi modal untuk mengabdikan diri di Nahdlatul Ulama dan bangsa

    Indonesia11

    .

    Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya di Pesantren al-Munawwir

    Krapyak Yogyakarta dibawah bimbingan KH. Ali Ma’sum. Di pesantren inilah

    kang Said mendapatkan gemblengan KH. Ali Ma’sum, kiyai ialah sosok ulama

    tegas nan beribawa. Beliaupun pernah menjadi Rais’Am PBNU pada tahun 1980-

    an. Kang Said merasa mendapatkan didikan yang berharga dibawah naungan

    kiyai, bahkan ia mengembangkan bakatnya dalam bidang seni. Ia juga menjadi

    salah satu prioner berdirinya jama’ah shalawat di Krapyak. Kemampuan vocal

    yang baik menjadikan Kang Said cepat dikenal sebagai vokalis shalawat12

    Ketika nyantri di Pesantren Krapyak, kang Said bertemu dengan tetangga

    sedesanya di Cirebon yaitu Nurhayati. Kedekatannya dengan gadis itu membawa

    keduanya kepelaminan pada tanggal 13 Juli 1977. Setelah mnikah, kang Said

    melanjutkan studinya ke Mekkah Saudi Arab hingga tahun 1994.13

    b) Timur Tengah

    Setela