KPE JASA SINTANG
-
Upload
eyank-omie-jenggot -
Category
Documents
-
view
183 -
download
4
Transcript of KPE JASA SINTANG
Strategi Pengembangan Kawasan Perbatasan Negara Indonesia :
Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE)
Jasa Kabupaten Sintang
MAKALAH
OLEH:
IMAM INDRATNO
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Strategi Pengembangan Kawasan Perbatasan Negara Indonesia
: Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE)
Jasa Kabupaten Sintang
MAKALAH
oleh
IMAM INDRATNO
Mengesahkan,
H. ERNADI SYAODIH, Ir., MT.Ketua Program Studi PWK
Strategi Pengembangan Kawasan Perbatasan Negara Indonesia : Kawasan
Pengembangan Ekonomi (KPE) Jasa Kabupaten Sintang
Oleh : IMAM INDRATNO
ABSTRAK
Di Indonesia terdapat empat provinsi yang wilayahnya berbatasan langsung dengan negara lain, yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Sebagian besar kawasan perbatasan tersebut masih merupakan kawasan tertinggal, dengan sarana dan prasarana yang masih terbatas. Paradigma yang menganggap bahwa kawasan perbatasan negara hanya menjadi “halaman belakang” suatu negara sehingga tidak mendapat perhatian yang penuh sudah saatnya berubah. Dengan mempertimbangkan potensi ekonomi daerah yang ada, sudah sepantasnyalah kawasan perbatasan negara dijadikan “halaman/beranda depan” negara yang lengkap dengan infrastruktur wilayah yang mendukung.
Key words: kawasan perbatasan, potensi, ekonomi
PENDAHULUAN
Kebijakan penataan ruang mengenai
kawasan perbatasan negara, dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional dimasukkan ke
dalam kategori kawasan tertentu yang
didefinisikan sebagai kawasan yang
ditetapkan secara nasional dan memiliki nilai
strategis, sehingga penataan ruangnya
diprioritaskan, salah satunya adalah Kawasan
Perbatasan Kalimantan-Sarawak Sabah
(KASABA). Perhatian khusus dan prioritas
pembangunan kawasan perbatasan negara
sebagai kawasan tertentu diperlukan untuk
meningkatkan kehidupan sosial-ekonomi dan
ketahanan sosial masyarakat, mengelola
potensi wilayah, serta menciptakan ketertiban
dan keamanan kawasan perbatasan.
Kawasan perbatasan negara, khususnya
yang ada di Propinsi Kalimantan Barat
merupakan kawasan yang memerlukan
pemercepatan pembangunan untuk mengejar
ketertinggalan dengan negara tetangga.
Untuk mendukung tujuan tersebut, kebijakan
umum penataan ruang dituangkan ke dalam
Rancangan Peraturan Presiden mengenai
Penataan Ruang Kawasan Perbatasan
Kalimantan-Sarawak dan Sabah yang sampai
saat ini masih dalam tahap penyelesaian.
Salah satu tujuan penataan ruang kawasan
perbatasan negara tersebut adalah untuk
mempercepat pembangunan kawasan melalui
upaya pengembangan pusat pertumbuhan
ekonomi dan membuka keterisolasian wilayah
dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan
dan nilai sosial budaya setempat.
Pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi
tersebut dijabarkan ke dalam pengaturan
pemanfaatan ruang kawasan budidaya yang
diwujudkan dalam penetapan sektor ekonomi
unggulan untuk setiap kawasan
pengembangan ekonomi. Selanjutnya
ditetapkan Kawasan Pengembangan Ekonomi
(KPE) yang mencakup beberapa kecamatan
di kawasan perbatasan yang terikat secara
fungsional mengembangkan sektor ekonomi
unggulan secara terpadu
Berdasarkan Raperpres Kawasan Perbatasan
Kalimantan – Sarawak – Sabah (KASABA),
telah ditetapkan 10 (sepuluh) Kawasan
Pengembangan Ekonomi (KPE) yaitu; 1).
KPE Temajok – Aruk dengan pintu gerbang
Aruk, 2). KPE Jasa dengan pintu gerbang
Jasa, 3). KPE Entikong dengan pintu gerbang
Entikong, 4). KPE Jasa dengan pintu gerbang
Jasa, 5). KPE Nanga Badau dengan pintu
gerbang Nanga Badau di Propinsi Kalimantan
Barat dan 6). KPE Long Apari – Long
Pahangai dengan pintu gerbang LasanTuyan,
7). KPE Long Nawang dengan pintu gerbang
Long Nawang, 8). KPE Long Midang dengan
pintu gerbang Long Midang, 9). KPE
Simanggaris dengan pintu gerbang
Simanggaris dan 10). KPE Nunukan – Sebatik
dengan pintu gerbang Nunukan di Propinsi
Kalimantan Timur. Sampai dengan tahun
Anggaran 2004 telah disusun 5 RTR KPE
yaitu : Entikong, Nanga Badau, Temajok –
Aruk, Nunukan – Sebatik dan Simanggaris.
Kondisi perekonomian Kawasan Perbatasan
Negara Kalimantan – Sarawak –Sabah yang
tertinggal berdampak sangat luas terutama
dalam hal kesenjangan ekonomi antara
penduduk Warga Negara Indonesia dengan
Warga Negara Malaysia dengan segala
dampak negatifnya, misalnya penjarahan
kayu (illegal logging), TKI illegal dan lain-lain,
sehingga diperlukan strategi pembangunan
yang tepat, guna mengatasi masalah
kesenjangan ekonomi tersebut. Beberapa
permasalahan yang dihadapi di wilayah
kawasan perbatasan, antara lain :
a. Penyediaan infrastruktur yang terbatas
telah menyebabkan sulitnya mobilisasi dan
aktivitas pergerakan barang, peralatan dan
jasa, sehingga dengan kondisi ini telah
menimbulkan banyaknya kawasan-
kawasan permukiman atau konsentrasi
penduduk menjadi terisolir dan tertinggal
dibandingkan dengan masyarakat yang
hidup di daerah lain (terutama masyarakat
negara tetangga), serta mengalami
kesulitan dalam mengadakan transaksi jual
beli sebagai upaya dalam meningkatkan
kesejahteraan mereka.
b. Kesenjangan tersedianya infrastruktur
antara wilayah perbatasan dengan negara
tetangga, dimana wilayah Serawak dan
Sabah jauh lebih baik dibandingkan
dengan wilayah yang ada di Kalimantan
Barat maupun Kalimantan Timur.
c. Adanya keterbatasan dan kesenjangan di
bidang infrastruktur (jaringan transportasi
darat), menyebabkan masyarakat sulit
untuk berkomunikasi dan berinteraksi
dengan lingkungan atau wilayah yang ada
di kawasan perbatasan Indonesia.
Sehingga kondisi demikian akan
mengakibatkan terjadinya kesenjangan
ekonomi, sosial, lingkungan dan
keamanan yang semakin besar pada
kawasan perbatasan tersebut, dan tidak
menutup kemungkinan ter-erosi-nya rasa
kebangsaan Indonesia di wilayah
perbatasan.
d. Pengelolaan hutan yang hanya
mementingkan aspek ekonomis telah
menyebabkan kerusakan lingkungan
seperti terjadinya kebakaran hutan, banjir
dan tanah longsor.
Berdasarkan penetapan kriteria Kawasan
Tertentu maka Kawasan Perbatasan Negara
adalah kawasan yang terkait dengan
kepentingan HANKAM. Sebagai perwujudan
penetapan kawasan perbatasan yang
mempunyai pertimbangan dan permasalahan
dengan kepentingan HANKAM (antar negara),
maka perlu dipersiapkan Rencana Tata
Ruang Kawasan Pengembangan Ekonomi
(RTR KPE) yang akan diusulkan untuk
menjadi bagian dari RTRW Nasional.
Berdasarkan kondisi lapangan telah diketahui
bahwa hampir sebagian besar wilayah yang
berbatasan langsung dengan negara tetangga
Malaysia masih mempunyai tingkat
perkembangan yang relatif rendah meskipun
mempunyai potensi yang besar untuk dapat
berkembang. Penyusunan RTR KPE
merupakan kebutuhan yang harus segera
dipenuhi dengan memperhatikan kondisi
obyektif dan pemahaman situasi lapangan.
Rencana Tata Ruang yang dimaksud, salah
satu fungsinya adalah harus dapat menjawab
pertanyaan dari Pemerintah Daerah
mengenai batas (deliniasi) antara kawasan
lindung dan kawasan budidaya.
ARAHAN KEBIJAKAN RTR PULAU
KALIMANTAN
Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau
Kalimantan merupakan bentuk operasional
dari Peraturan Pemerintah tentang RTRWN
sebagai wujud fasilitasi Pemerintah dalam
penataan ruang lintas wilayah propinsi. Dalam
konteks RTR Pulau Kalimantan, disebutkan
bahwa arahan pola pengelolaan kawasan
perbatasan lintas Negara didasarkan atas
beberapa strategi sebagai berikut:
a. Mengembangkan pola-pola kerjasama
pembangunan lintas batas dengan negara
tetangga dalam penanganan
penyelundupan dan perdagangan ilegal;
b. Mengembangkan kawasan perbatasan
sebagai “beranda depan” sekaligus pintu
gerbang menuju dunia internasional;
c. Mengembangkan kawasan perbatasan
dengan menganut keserasian antara
prinsip keamanan dan prinsip
kesejahteraan masyarakat;
d. Mengembangkan pusat-pusat
pertumbuhan pada kawasan perbatasan
secara selektif yang didukung oleh
prasarana dan sarana yang memadai;
e. Meningkatkan Kerjasama Ekonomi Sub-
Regional (KESR) melalui skema KESR
BIMP-EAGA (Brunei Darussalam,
Indonesia, Malaysia, Philipina-East Asia
Growth Area);
f. Memaduserasikan struktur dan pola
pemanfaatan ruang kawasan perbatasan
dengan wilayah negara tetangga.
Tabel 1 merupakan uraian kebijakan Rencana
Tata Ruang Pulau Kalimantan.
Tabel 1. Tinjauan Kebijakan Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan
Ruang Lingkup Substansi
Kebijakan
Arahan pola pengelolaan struktur ruang
a) Arahan pola pengelolaan sistem kota PKN (Pusat Kegiatan Nasional)
Pusat pelayanan primer : Kota Balikpapan Pusat pelayanan sekunder : Kota Pontianak, dan Banjarmasin Pusat pelayanan tersier :Samarinda, Bontang, Tarakan, Aruk, Jagoibabang,
Nangabadau, Entikong, Nunukan, Simanggaris, Long Midang, dan Long Pahangai
PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) Pusat pelayanan sekunder: Palangkaraya, Batulicin, Tanjung Redep,
Sangatta, Tanjung Selor, Malinau dan Tenggarong. Pusat pelayanan tersier :Mempawah, Ketapang, Putussibau, Singkawang,
Sampit, Pangkalan Bun, Amuntai, dan Muarabahan.
PKL (Pusat Kegiatan Lokal) Kota-kota PKL:Rasau Jaya, Bengkayang, Pemangkat, Sambas,
Kendawangan, Nangatayap, Lanjak, Kedukul, Sekadau, Nangapinoh, Kotabesi, Kuala Kuayan, Tambang Sumba, Kumai, Nangabulik, Tamiang
Ruang Lingkup Substansi
Kebijakan
Layang, Purukcahu, Kualakurun, Bahaur, Lupakdolom, Pleihari, Banjarbaru, Rantau, Kandangan, Tanjung, Kotabaru, Pagatan, Stagen, Tanjung Selor, Tanjung Palas, Muara Wahau, Sangatta, Tau Lumbis, Muara Telake, Muara Badak, dan Loa Janan.
b) Arahan pola pengelolaan sistem jaringan prasarana wilayah1. Transportasi
Sistem jaringan arteri primer dengan prioritas rendah pada ruas-ruas : Entikong–Balai Karangan– Bengkayang–Pontianak;Putussibau–Nangabadau; Nunukan–Malinau–Simanggaris–Longmidang–Long Pahangai; dan Sintang–Nangapinoh-Tumbangsamba– Kualakurun–Muarateweh–Sendawar–Tenggarong–Samarinda;
Sistem jaringan jalan lintas kolektor primer dengan prioritas tinggi pada ruas-ruas: Ngabang–Mempawah dan Bengkayang–Mempawah
2. Prasarana energi dan listrikPeningkatan kapasitas dan pengembangan jaringan tenaga listrik untuk Sistem Kalimantan Barat dengan prioritas tinggi pada: PLTD Ketapang 1,2; PLTD Putussibau 1,2,3; PLTD Sambas 1,2,3; PLTD Singakawang 1; PLTD Sanggau 1-2, 3,4; PLTD Sentebang 1, 2-3; PLTD Sintang 1, 2-4, 5,6; PLTG Baru
3. Prasarana sumber daya air Menjamin ketersediaan air baku untuk kebutuhan irigasi pada
sentra-sentra pangan, kawasan permukiman perkotaan, kawasan industri dan sumber energi tenaga air secara berkelanjutan untuk mendukung pengembangan kawasan-kawasan andalan dan pusat koleksi-distribusi;
Mendukung pengembangan sektor-sektor produktif, khususnya sentra-sentra produksi pangan dan sentra-sentra perkebunan
Arahan pola pengelolaan pemanfaatan ruang
Kawasan lindung Penetapan kawasan sempadan pantai, yakni di kawasan Pantai Barat, Timur
dan Selatan Pulau Kalimantan; Penetapan kawasan sempadan sungai, meliputi DAS Kapuas, Landak,
Mempawah, Sambas, Pawah, Membuluh, Airhitam Besar, Jelai, Paloh, Kahayan, Barito, Kapuas, Mentayan, Seruyan, Katingan, Lamandau, Murung, Barito, Riam Kiri, Riam Kanan, Negara, Kusan, Samponahan, Mahakam, Sesayap, Kayan, Kelai dan Sebakung;
Penetapan kawasan sekitar danau/waduk sebagai kawasan berfungsi lindung pada RTRW Propinsi, Kabupaten, dan Kota;
Pengelolaan kawasan sekitar danau/waduk mencakup Danau Sentarum, Danau Jempang, Danau Melitang, dan Danau Semayang;
Penetapan kawasan sekitar mata air sebagai kawasan berfungsi lindung pada RTRW Propinsi, Kabupaten, dan Kota
Kawasan budidaya meningkatkan kualitas fungsi kawasan budidaya pertanian; yang diprioritaskan
penanganannya adalah Sentra produksi pangan di Pontianak dan Singkawang, Sukamara, Kuala Kapuas, Banjarmasin, Marabahan, Kandangan, Amuntai, dan Tanjung. Sentra perkebunan di Sambas, Bengkayang, Mempawah, Ngabang, Sanggau, Sintang, Putusibau, Nangayatap, Nangabulik, Sukamara, Kualakuayan, Pangkalan Bun, Sampit, Plehairi, Sendawar, Tenggarong, Tanah Grogot, Tanjung Selor, dan Malinau
Arahan pola pengelolaan kawasan perbatasan
Peningkatan akses dari kota-kota kecil di perbatasan menuju kota-kota utama terdekat di Pulau Kalimantan, yaitu Entikong–Pontianak, Jagoibabang–Singkawang, Nangabadau–Putusibau, Longmidang–Malinau, Simanggaris–Nunukan;
Ruang Lingkup Substansi
Kebijakan
Pengembangan pelayanan penunjang kegiatan perdagangan internasional, baik berskala kecil hingga besar;
Penerapan insentif–disinsentif untuk pengembangan kawasan perbatasan yang meliputi pembebasan pajak untuk investor, kemudahan perizinan, dan bentuk-bantuk lain yang sah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku
Sumber: Raperpres Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan
Sedangkan arahan kebijakan pengembangan
kawasan perbatasan Kalbar-Serawak di
dalam RTRW Kabupaten Sintang termasuk ke
dalam kawasan prioritas. Pengembangan
kawasan perbatasan dipusatkan di Kota
Nanga Merakai, ibukota Kecamatan Ketungau
Tengah.
Beberapa issu strategis yang berkembang di
KAPET Khatulistiwa, diantaranya adalah
sebagai berikut:
Pengembangan Kawasan Perbatasan
Kalimantan Barat yang berfungsi sebagai
outlet dengan pendekatan
pengembangan cluster yaitu cluster
Paloh, cluster Jagoi Babang, cluster
Entikong, cluster Badau.
Pembangunan Kawasan Industri
Pemangkat untuk menunjang pelabuhan
Sintete dengan luas 25,6 ha dan
berperan sebagai hinterlandnya kawasan
industri Batam yang berorientasi pasar
internasional dengan pengembangan
segitiga pertumbuhan SIJORI.
Perluasan wilayah Kapet Sanggau
(sebelum berubah namanya menjadi
KAPET Kahatulistiwa) dalam rangka
penanganan pengembangan kawasan
perbatasan, juga merupakan antisipasi
kerjasama Ekonomi Sub Regional BIMP
– EAGA, IMS-GT.
Sosialisasi Eksistensi Badan Pengelola
Kapet Sanggau untuk menunjang
hubungan dan keberadaan BP dengan
Pemda sesuai semangat pelaksanaan
otonomi Daerah.
Pelimpahan kewenangan perijinan dalam
rangka menunjung Badan Pengelola
Kapet yang berfungsi sebagai fasilitator
dalam menarik investasi ke wilayah Kapet
Sanggau.
ARAHAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN
KASABA
Secara umum arahan kebijakan
pengembangan Kawasan Perbatasan
KASABA (Kalimantan Sabah-Sarawak)
tercantum dalam Raperpres tentang Rencana
Tata Ruang Kawasan Perbatasan KASABA.
Raperpres tersebut merupakan suatu bentuk
dari prioritas pembangunan kawasan
perbatasan negara sebagai kawasan tertentu
untuk meningkatkan kehidupan sosial-
ekonomi dan ketahanan sosial masyarakat,
mengelola potensi wilayah, serta menciptakan
ketertiban dan keamanan di kawasan
perbatasan. Dalam konteks yang lebih makro
Raperpres ini merupakan acuan spasial
dalam percepatan pembangunan di kawasan
perbatasan sekaligus acuan dalam penataan
ruang propinsi dan kabupaten yang
berbatasan langsung dengan negara
Malaysia.
Pola pemanfaaatan ruang kawasan
perbatasan dibedakan berdasarkan fungsi
utama kawasan, meliputi kawasan lindung
dan kawasan budidaya. Untuk pola
pemanfaatan kawasan budidaya diwujudkan
dalam penetapan sektor ekonomi unggulan
untuk setiap kawasan pengembangan
ekonomi
Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE)
didefinisikan sebagai kawasan yang
mencakup beberapa kecamatan yang terikat
secara fungsional untuk mengembangkan
sektor ekonomi unggulan secara terpadu.
Untuk Propinsi Kalimantan Barat terdapat 5
KPE yang telah ditetapkan, meliputi KPE
Temajok-Aruk dengan pintu gerbang Aruk,
KPE Jagoi Babang dengan pintu gerbang
Jagoi Babang, KPE Entikong dengan pintu
gerbang Entikong, KPE Jasa dengan pintu
gerbang Jasa, KPE Nanga Badau dengan
pintu gerbang Nanga Badau.
Kawasan tersebut dilengkapi dengan rencana
tata ruang kawasan pengembangan yang
mengatur alokasi pemanfaatan ruang sektor-
sektor unggulan dalam kawasan dengan
kedalaman peta skala 1:50.000. Tabel 2
menjelaskan beberapa point kebijakan yang
penting dalam Raperpres.
Tabel 2. Kebijakan Raperpres Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan
No Faktor Kebijakan1 Cakupan wilayah Meliputi sebagian wilayah pada 5 (lima) kabupaten yang
terdiri 15 (lima belas) kecamatan di Propinsi Kalimantan Barat, di mana empat diantaranya adalah Kecamatan Jagoibabang, Kecamatan Siding (Kab Bengkayang) dan Kecamatan Ketungau Hulu, Kecamatan Ketungau Tengah (Kab. Sintang)
2 Struktur Ruang (sistem permukiman)
Sistem Pusat Permukiman meliputi hirarki pusat permukiman, yaitu: PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional): Temajok-
Aruk, Jagoi Babang, Jasa, Entikong, Nanga Badau
PKW: Sambas, Temajok, Singkawang, Bengkayang, Sanggau, Puttusibau, Sintang
PKL: Sajingan, Saparan, Liku, Sekura, Galing, Pemangkat, Sejangkung, Kaliau, Jagoi Babang, Sentabeng, Seluas, Siding
3 Pola Pemanfaatan Ruang
Kawasan Lindung: Kawasan hutan lindung, kawasan konservasi, dan
resapan air meliputi seluruh kecamatan perbatasan di Propinsi Kalimantan Barat
Penetapan pusat perlindungan sesuai dengan jenis dan kondisi konservasi meliputi Kawasan Pusat Perlindungan Cagar Alam Sinjang Perinsen, Kawasan Pusat Perlindungan TN Betung Kerihun, Kawasan Pusat Perlindungan TN Danau Sentarum, dan Kawasan Pusat Perlindungan TN Kayan Mentarang dan Kawasan Lindung Batu Brok
Kawasan Budidaya: Ditetapkan 5 KPE di Kalimantan Barat yang
mengembangkan sektor ekonomi unggulannya secara terpadu, salah satunya adalah KPE Jagoibabang, dan KPE Jasa
Penetapan sektor mempertimbangakn kondisi SDM, SDA, sumber daya vuatan, sosial, budaya, ekonomi, teknologi, informasi, administrasi, dan pertahanan
No Faktor Kebijakankeamanan untuk jangka waktu 20 tahun
Pola pemanfaatan ruang KPE mencakup:- hutan produksi meliputi kawasan hutan produksi
terbatas, kawasan hutan produksi biasa dan kawasan hutan yang dapat dikonversi yang terletak di 26 kecamatan perbatasan
- pertanian dan perkebunan (Paloh, Sajingan Besar,Jagoibabang, Siding, Ketungau Hulu, Ketungau Hilir, Entikong, Sekayam)
- pertambangan skala nasional(Paloh, Ketungau Hulu, Ketungau Hilir)
- peternakan (Jagoi Babang, Siding, Ketungau Hulu, Kecamatan Ketungau Hilir, Badau)
- kawasan perikanan (Paloh, Jagoi Babang, Siding, Ketungau Hulu, Ketungau Tengah, Nunukan dan Kecamatan Sebatik
- Industri (Aruk, Jagoi Babang, Entikong, Jasa, Nanga Bada)
Sumber: Raperpres Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan
KARAKTERISTIK WILAYAH
Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE)
Jasa terletak di bagian utara dari Kabupaten
Sintang atau di antara 00411 LU-10051 LU dan
1110121 BT-1110441 BT. Dilihat dari wilayah
administratifnya, KPE Jasa mencakup wilayah
Kecamatan Ketungau Hulu dan Ketungau
Tengah. Di Kecamatan Ketungau Tengah
dengan ibu kota Nanga Merakai, melingkupi
13 desa, dengan luas total 2.182,4 km2.
Sedangkan Kecamatan Ketungau Hulu
melingkupi 9 desa, dengan luas total
mencapai 2.138,2 km2
KONSEP DASAR PENGEMBANGAN
KAWASAN PERBATASAN
Selama ini pembangunan fisik, ekonomi, dan
sosial budaya di wilayah perbatasan kurang
mendapat perhatian pemerintah sehingga
salah satu akibatnya tingkat kesejahteraan
penduduk rendah. Akhir-akhir ini
pengembangan wilayah perbatasan menajdi
perhatian pemerintah karena memiliki arti
penting dan strategis terkait dengan otonomi
daerah, perdagangan bebas dan
globalisasi.Pengembangan wilayah
perbatasan perlu dipercepat mengingat
semakin rawannya situasi dan kondisi di
wilayah tersebut baik dari aspek ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, serta
pertahanan dan keamanan. Fenomena yang
sangat menonjol adalah maraknya kegiatan
illegal loging,illegal trading, arus migrasi
illegal, serta begesernya patok-patok
pembatas antar negara.
Konsep dasar yang digunakan dalam
pengembangan kawasan perbatasan
sekaligus sebagai Kawasan Pengembangan
Ekonomi (KPE) di Jasa, Kecamatan
Ketungau Hulu, Kabupaten Sintang mengacu
pada tiga pendekatan yang digunakan yaitu :
pendekatan kesejahteraan, pendekatan
keamanan, dan pendekatan lingkungan.
A. Konsep Kesejahteraan
Pada dasarnya pendekatan konsep
kesejahteraan (prosperity approach)
merupakan upaya yang dilakukan
berdasarkan pengembangan kegiatan
ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di wilayah perbatasan. Untuk
KPE Jasa, pengembangan aktivitas ekonomi
diarahkan berbasis perkebunan kelapa sawit.
Konsep kesejahteraan untuk
mengembangkan KPE Jasa meliputi :
Pengembangan perdagangan dengan
Negara Bagian Sarawak melalui pintu
masuk Jasa dan atau Nanga Bayan yang
didukung oleh fasilitas PPLB (Custom,
Immigration, Quarantina, Security) dan
pembangunan kawasan industri
perkebunan kelapa sawit di Kecamatan
Ketungau Hulu dan Ketungau Tengah .
Pengembangan Kota Nanga Merakai (Ibu
Kota Kecamatan Ketungau Tengah)
sebagai pusat Wilayah Pembangunan di
Kabupaten Sintang wilayah utara didukung
oleh beberapa sub pusat pertumbuhan
yang memberikan fungsi pelayanan publik
bagi desa-desa yang jauh dari Ibukota
kecamatan
Pengembangan aktivitas perkebunan
kelapa sawit sebagai basis pengembangan
ekonomi kawasan
Pembentukan satuan-satuan kawasan
permukiman berbasis perkebunan kelapa
sawit guna meningkatkan tingkat
kesejahteraan masrakat perbatasan.
Pengembangan sumber daya manusia
baik untuk tenaga kerja maupun
Peningkatan akses skala regional dan
lokal kawasan dengan meningkatkan,
mengembangkan, maupun membangun
jaringan jalan transportasi terutama
jaringan jalan darat.
B. Konsep Keamanan
Konsep Keamanan (Security) memandang
kawasan perbatasan sebagai kawasan yang
bersebelahan langsung dengan negara lain
sehingga perlu pengawasan terhadap
keamanan untuk menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pendekatan
keamanan akan melihat kawasan perbatasan
sebagai kawasan yang memiliki nilai strategis
bagi kepentingan nasional sesuai dengan
fungsinya dalam pertahanan dan keamanan
negara.
Konsep struktur ruang pertahanan dan
keamanan yang dikembangkan ialah
membentuk sabuk komando perbatasan
negara. Sabuk komando perbatasan negara
ini berupa buffer area atau security zone
sejauh ±4 km dari garis perbatasan sebagai
wilayah pengawasan. Pertimbangan tersebut
juga memperhatikan batasan fisik, meliputi
ketinggian topografi, kelerangan tanah,
maupun keberadaan sungai. Salah satu
bentuk pengawasan ini berupa penyediaan
pos-pos pengwasan di sepanjang sabuk
komando yang berfungsi memantau aset-aset
sumber daya negara serta benteng
pertahanan terdepan.
Konsep keamanan untuk mengembangkan
KPE Jasa meliputi :
Pembangunan pos lintas batas lengkap
dengan sarana pendukungnya di sekitar
garis perbatasan
Pengembangan pos-pos TNI lainnya di
sekitar garis perbatasan sebagai wujud riil
dari pengawasan keamanan guna
keutuhan NKRI
Sinergitas pengembangan dengan
pengembangan ekonomi : peningkatan
pos keamanan darat di Pos Gabungan
(Indonesia dan Malaysia), peningkatan
kewibawaan aparat keamanan dan
pemerintahan, dan kesadaran bela negara
bagi seluruh stakeholder.
Peningkatan fasilitas keimigrasian untuk
pengendalian sekaligus mendukung
kelancaran arus masuk barang dan
masyarakat.
Penerapan sanksi yang tegas terhadap
bentuk pelanggaran sebagai wujud
pengendalian pemanfaatan ruang baik
praktek illegal logging maupun illegal
fishing.
C. Konsep Lingkungan
Pendekatan yang dilakukan dengan
memperhatikan aspek lingkungan merupakan
perspektif penting dalam menjaga
keberlanjutan lingkungan dan meminimasi
dampak yang akan ditimbulkan oleh kegiatan
pembangunan.
Konsep lingkungan untuk
mengembangkan KPE Jasa meliputi :
Menjaga keseimbangan lingkungan dalam
melakukan proses pembangunan terutama
dalam melakukan pengendalian
pemanfaatan ruang dengan melakukan
pengendalian pada penebangan liar dan
pengendalian serta penegasan mengenai
larangan adanya aktivitas budidaya di
lahan kawasan lindung, maupun kawasan
konservasi lainya.
Menjaga keseimbangan lingkungan dalam
melakukan eksploitasi sumberdaya alam,
khusus untuk KPE Jasa yang terindikasi
memiliki potensi bahan tambang batu bara,
emas, dan minyak bumi
KONSEP PENGEMBANGAN STRUKTUR
TATA RUANG
Konsep pengembangan struktur ruang
mengacu pada rencana pembukaan gerbang
perbatasan dan pusat pengembangan
perbatasan (BDC) sebagai pusat
pengembangan ekonomi KPE. Dengan
rencana ini maka pusat pengembangan
kawasan akan berada di kawasan BDC atau
di kawasan gerbang perbatasan atau pada
jaringan jalan utama menuju gerbang
perbatasan. Pada dasarnya konsep
pengembangan struktur ruang terdiri dari
pengembangan pusat-pusat pelayanan,
pengembangan jaringan infrastruktur
khususnya jaringan jalan serta rencana
pemanfaatan ruang.
A. Konsep Pengembangan Pusat-pusat
Pelayanan
Pengembangan pusat pelayanan dan struktur
pelayanan didasarkan pada rencana
pengembangan gerbang atau pusat
pengembangan kawasan perbatasan (BDC).
Dengan demikian maka pengembangan pusat
pelayanan akan berada di sekitar gerbang
perbatasan yang direncanakan. Berdasarkan
evaluasi rencana lokasi gerbang maka
terdapat 2 alternatif gerbang yaitu Desa Jasa
dan Desa Nangga Bayan. Maka pusat
pengembangan kawasan akan berada pada
kedua titik ini. Hal ini mengingat tidak ada
kawasan perkotaan atau pusat pelayanan
yang melingkupi pelayanan regional
kecamatan kecuali Ibukota Kecamatan
Senaning. Tetapi jarak Senaning cukup jauh
dari kedua desa ini dan tidak tersedia sarana
perhubungan yang memadai. Pelayanan
kebutuhan sehari-hari saat ini masyarakat
kawasan ini masih berorientasi ke wilayah
Malaysia, mengingat kelengkapan kebutuhan
hanya ada di sana. Adapun konsep
pengembangan pusat pelayanan adalah
sebagai berikut :
1. Mengembangkan dan menyediakan pusat
pelayanan bagi masyarakat di kawasan ini,
sehingga masyarakat tidak harus ke
Serawak untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
2. Pengembangan pusat pelayanan ini
diharapkan menjadi pusat orientasi
berbagai kegiatan dan pengembangan
kawasan.
3. Untuk optimalnya pusat pelayanan ini,
maka perlu dikembangkan berbagai
aktifitas ekonomi pendukung kawasan
serta pengembangan jaringan jalan
pelayanan bagi masyarakat pedesaan
yang ada di sekitar kawasan ini.
4. Tahap awal pengembangan pusat
pelayanan hanya di pusat atau di gerbang
perbatasan yang akan dibuka saja.
B. Konsep Pemanfaatan Ruang
Konsep pemanfaatan ruang didasarkan pada
optimalisasi pemanfaatan lahan sesuai
dengan kesesuaian lahan serta ketersediaan
sarana dan prasarana pendukung
pengembangan kawasan. Konsep
pemanfaatan lahan adalah sebagai berikut :
1. Semaksimal mungkin mempertahankan
kawasan lindung yang ada baik dalam
bentuk hutan lindung, taman nasional,
maupun cagar alam serta sempadan-
sempadan sungai dan mata air.
2. Mengembangkan lahan sesuai dengan
evaluasi lahan untuk pengembangan yang
paling optimal, baik dari nilai ekonomi
maupun nilai kelestarian lingkungan
3. Mengembangan pemanfaatan lahan yang
mempunyai nilai ekonomi yang
memungkinkan masyarakat terlibat secara
langsung dalam mengelola dan mengolah
lahan yang tersedia.
4. Mengembangkan jaringan infrastruktur
pendukung pengembangan dan
pemanfaatan lahan.
KONSEP PENGEMBANGAN EKONOMI
A. Investasi Minimum Serentak
Seperti yang telah dijelaskan dalam
pembahasan sebelumnya, pengembangan
KPE Jasa akan dilandasai pula oleh
pemikiran perlunya investasi minimum yang
cukup besar yang harus disediakan oleh
pemerintah dalam berbagai tingkatan. Tesis
seperti ini dikenal dalam literatur
pengembangan ekonomi pembangunan
wilayah dengan big push theory.
Teori pertumbuhan big push termasuk ke
dalam kategori teori pertumbuhan berimbang
yang berarti investasi harus berlangsung
secara serentak di semua sektor atau industri,
dimana dibutuhkan tingkat investasi minimum
yang tinggi. Sedangkan pengertian lainnya
adalah pembangunan berimbang antara
industri manufaktur dengan sektor pertanian.
Karenanya pertumbuhan berimbang
membutuhkan keseimbangan antara berbagai
industri barang konsumen, dan antara barang
konsumen dengan industri barang modal.
Selain itu teori ini juga menyatakan
keseimbangan antara overhead sosial dengan
overhead ekonomi. Singkatnya teori
pertumbuhan berimbang mengharuskan
adanya pembangunan yang serentak dan
harmonis dari berbagai sektor ekonomi
sehingga semua sektor tumbuh bersama.
Untuk itu diperlukan keseimbangan antara sisi
permintaan dengan sisi penawaran. Sisi
penawaran memberikan penekanan pada
pembangunan serentak dari semua sektor
yang saling berkaitan dan yang berfungsi
meningkatkan penawaran barang. Ini meliputi
pembangunan serentak dari barang setengah
jadi, bahan mentah, sektor pertanian,
angkutan dan lain-lain, serta semua industri
yang memproduksi barang konsumen.
Sebaliknya, sisi permintaan berhubungan
dengan penyediaan kesempatan kerja yang
lebih besar agar permintaan barang dan jasa
dapat tumbuh di fihak penduduk. Sisi ini
berkaitan dengan industri yang sifatnya saling
melengkapi, industri barang konsumsi,
khususnya pertanian dan sektor manufaktur.
Jika semua industri dibangun secara serentak
maka tenaga yang terserap akan cukup
besar. Dengan cara ini akan tercipta
permintaan barang-barang dari masing-
masing industri satu sama lain.
Tesis big push memerlukan tercapai
eksternalitas ekonomis yang muncul dari
pendirian serentak sektor-sektor yang saling
terkait. Berkaitan dengan hal ini paling tidak
dapat dibedakan 2 macam syarat mutlak
minimal dan eksternalitas ekonomis yakni :
Pertama, Syarat mutlak minimal dalam fungsi
produksi. Kedua, syarat mutlak minimal pada
permintaan (saling melengkapinya
permintaan).
Yang dimaksud dengan syarat minimal dalam
fungsi produksi adalah perlunya investasi
minimal dalam input, output dan proses.
Investasi seperti ini akan meningkatkan
penghasilan yang akan menurunkan rasio
modal-output (COR). Dengan meningkatnya
capital to output ratio itu maka akan
meningkatkan eksternalitas ekonomis berupa
peningkatan modal overhead. Jasa dari modal
overhead sosial terdiri dari industri dasar
seperti energi, angkutan dan perhubungan
yang secara tidak langsung bersifat produktif
dan mempunyai masa persiapan lama yang
membutuhkan modal awal yang cukup besar.
Di negara terbelakang investasi untuk sektor-
sektor ini mencapai 1/3 dari total investasi
yang dibutuhkan.
Yang dimaksud dengan syarat mutlak minimal
pada permintaan adalah pendirian secara
serentak industri yang saling berkaitan. Hal ini
perlu dilakukan mengingat investasi secara
sendiri-sendiri mempunyai risiko sebagai
akibat dari ketidakpastian apakah produknya
akan mendapatkan pasar.
B. Rencana Pengembangan KPE Jasa
Rencana pengembangan KPE Jasa selain
didasarkan pada argumentasi perlunya
investasi minimnal (yang besar) secara
serentak, juga didasarkan hasil komparasi
dengan pengembangan Kota Entikong. Pada
bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa
pengembangan Entikong didukung oleh
pengembangan di beberapa sektor yakni
sektor pertanian, sektor perdagangan dan
sektor informal lainnya, (embrio) pusat bisnis
UKM, serta adanya balai latihan tenaga kerja.
Setelah kurang lebih 16 tahun (1989-2005)
berdiri, kini Entikong berkembang seperi
adanya saat ini. Terdapat ekspektasi yang
cukup baik bagi perkembangan peran
Entikong walaupun masalah illegal logging
masih membayangi hingga tahun 2005. Ada
beberapa argumentasi yang dapat diajukan
untuk menjelaskan mengapa selama 16
tahun, Entikong tidak terlalu pesat juga
perkembangannya. Salah satu penjelasannya
adalah dekatnya Kota Entikong dengan Kota
Balai Karangan yang juga menjalankan
fungsi-fungsi pelayananan penduduk sekitar.
Dengan kondisi ini diduga terdapat semacam
pembagian peran antara Kota Entikong
dengan Kota Balai Karangan.
Dengan seluruh analisis ekonomi yang telah
dipaparkan berikut adalah kriteria
pengembangan aktivitas yang akan
dilakukan dalam rangka rencana
pengembangan KPE Jasa :
1. Dibutuhkan investasi minimum yang cukup
besar untuk mengembangkan
perekonomian di KPE Jasa.
2. Investasi yang dimaksud harus dilakukan
secara secara berimbang dalam arti
berimbang antara industri manufaktur
dengan sektor pertanian, berimbang
antara berbagai industri barang konsumen,
berimbang antara sisi penawaran dengan
sisi permintaan.
3. Sektor pertanian yang akan dikembangkan
adalah sektor yang didukung oleh potensi
yang saat ini ada di KPE Jasa.
4. Sektor manufaktur yang akan
dikembangkan adalah sektor yang
mendukung pengembangan sektor
pertanian.
5. Sektor perdagangan yang akan
dikembangkan adalah yang mendukung
pengembangan sektor pertanian dan
manufaktur.
6. Selain pengembangan sektor dalam skala
besar perlu diupayakan pengembangan
usaha skala kecil bagi masyarakat.
7. Perlu adanya pusat-pusat layanan oleh
pemerintah daerah untuk membentuk
aktivitas ekonomi di KPE Jasa.
8. Perlu adanya antisipasi pembagian peran
antara KPE Jasa dengan pengembangan
kota lain di sekitarnya.
Berdasarkan kriteria itu maka rencana
pengembangan aktivitas ekonomi di KPE
Jasa adalah sektor-sektor sebagai berikut :
1. Prasarana Jalan dan komunikasi untuk
menunjang aktivitas ekonomi.
2. Sektor pertanian: padi, lada.
3. Sektor perkebunan : Karet, Sawit dan
Lada.
4. Sektor peternakan : Sapi, babi, dan
kambing.
5. Sektor manufaktur : agrobisnis yang
berbasis pengolahan karet, sawit.
Pengolahan pendukung pertanian seperti
pupuk dan pakan ternak.
6. Sektor perdagangan : Pasar barang
konsumen (primer, sekunder dan tersiser),
Pasar kebutuhan pengolahan pertanian,
Pasar output hasil produksi sektor
pertanian.
7. Lokasi pengembangan embrio usaha kecil
(dan menengah).
8. Pusat-pusat layanan Pemerintah dan
Pemerinta Daerah :
(i) Dinas Kimpraswil
(ii) Dinas Perhubungan
(iii) Dinas Pertanian
(iv) Dinas Kehutanan dan Perkebunan
(v) Dinas Tenaga Kerja
(vi) Dinas Pedagangan dan Industri
(vii) Dinas Sosial
(viii) Dinas UKM
(ix) Dinas Pendidikan
(x) Dinas Kesehatanan
(xi) Kantor Keimigrasian.
9. Pengembangan lembaga perkreditan baik
bank maupun non bank.
KONSEP PENGEMBANGAN PELAYANAN
SARANA DAN PRASARANA
Prinsip pengembangan perlayanan sarana
dan prasarana adalah terpenuhinya
prasarana dan sarana dasar masyarakat,
sehingga terpenuhinya kebutuhan
masyarakat. Saat ini pelayanan di kawasan ini
sangat minim, baik pelayanan umum dan
sosial seperti sekolah dan kesehatan,
maupun pelayanan listrik dan air bersih.
Konsep pengembangan pelayanan sarana
dan prasarana adalah :
1. Mengembangkan sarana dan prasarana
untuk memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat di kawasan ini.
2. Pengembangan sarana dan prasarana
secara bersama-sama dengan
pengembangan aspek lainnya harus dapat
menunjang pengembangan kawasan Jasa
sebagai pusat pengembangan perbatasan
yang baru, sehingga kawasan ini menjadi
lebih menarik untuk didatangi baik oleh
masyarakat maupun oleh investor.
3. Pengembangan sarana dan prasarana
selaras dengan kebutuhan masyarakat.
KONSEP PENGEMBANGAN SISTEM
TRANSPORTASI
Konsep utama pengembangan sistem
transportasi adalah untuk menunjang
pembukaan dan pengembangan kawasan
perbatasan Jasa dan sekitarnya. Bagian awal
dari konsep ini adalah membuka keterisoliran
daerah ini dengan membuka aksesibilitas ke
kawasan ini. Saat ini untuk mencapai
kawasan hanya dapat dicapai dengan
menggunakan transportasi sungai, dengan
ketersediaan sarana transportasi yang sangat
minim. Konsep pembukaan isolasi ini adalah
dengan pengembangan transportasi darat
dengan mengembangkan dan miningkatkan
jaringan jalan dari jalan setapak menjadi jalan
yang dapat dilewati kendaraan roda empat.
Selanjutnya adalah membuka jaringan jalan
menuju desa-desa yang ada di kawasan ini,
sehingga semua desa dapat mengakses jalan
utama dan mengakses BDC sebagai pusat
pelayanan masyarakat.
Tahap selanjutnya setelah membuka isolasi
daerah adalah menyediakan sarana
perangkutan yang memadai. Sarana ini untuk
melayani masyarakat antar desa, dan menuju
pusat kabupaten maupun untuk mencapai
kawasan Serawak Malaysia.
KONSEP PENGEMBANGAN PERTAHANAN
DAN KEAMANAN
Aspek pertahanan dan keamanan merupakan
faktor penting dalam mengembangkan
kawasan perbatasan. Semua pengembangan
aktifitas, sarana prasarana maupun
pengembangan ekonomi dan mobilisasi
penduduk tidak dapat ditinggalkan harus
dilihat juga dengan perspektif pertahanan dan
keamanan. Konsep pengembangan
pertanahan dan keamanan dalam rangka
menunjang pengembangan kawasan ekonomi
Jasa adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan berbagai aktifitas harus
memperhatikan kepentingan pertahanan
dan keamanan.
2. Pengembangan aktifitas serta sarana dan
prasarana yang dibangun harus dapat
bersinergi dengan konsep pertahanan dan
keamanan.
3. Mengakomodasi pendekatan-pendekatan
tertentu yag khas militer dalam
pengembangan kawasan ini.
Menempatkan sarana pertahanan,
termasuk prajurit sebagai bagian dari
pengembangan ekonomi kawasan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Douglas, M. 1998. A Regional Network
Strategy for Reciprocal Rural-Urban
Linkages: An Agenda for Policy Research
with Reference to Indonesia. Third World
Planning Review, Vol.20. No.1, 1998.
2. Friedmann, John and Clyde Weaver. 1979.
Teritory and Function: The Evaluation of
Regional Planning. University of California
Press. California.
3. Firman, Tommy. 1985. Perspektif Neo-
Klasik, Dependensi, dan Humanitarian
dalam Teori-teori Pembangunan,
Keterbelakangan dan Pengembangan
Wilayah. ITB. Bandung.
4. Glasson, John. 1977. Pengantar
Perencanaan Regional. Terjemahan Paul
Sitohang. Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi UI. Jakarta.
5. Nurzaman, Siti. 2002. Perencanaan
Wilayah di Indonesia Pada Masa Krisis.
Penerbit ITB. Bandung.
6. Raperpres Rencana Tata Ruang Pulau
Kalimantan.