.KORUPSI DAN PENGEWLAAN PROYEK PEMBANGUNAN

10
494 .KORUPSI DAN PENGEWLAAN PROYEK PEMBANGUNAN _________ Oleh : Andi HanlZah ________ -.J Tujuan Penulisan Setelah menelaah perkara-perkara korupsi yang diselesaikan melalui pe- nuntut pidana ke pengadilan, temyata kelemahan-kelemahan pengelolaan pembangunan sekarang ini tidak terle- tak hanya pada bidang kontrol (peng- awasan) seperti biasa dikatakan orang, tetapi juga di bidang perencanaan yang sangat kurang sempuma. Di sam ping itu, para pengawas pada umumnya ti- dak atau belum dibekali dengan pe- ngetahuan sekitar masalah korupsi, terutama dalam arti hukum pidana, sehingga sering terjadi mereka dalam melaksanakan tugasnya memeriksa pe- ngelolaan proyek pembangunan dan hasil pekerjaan hanya meninjau dari sudut ketentuan administrasi belaka. Mereka pun memberikan petunjuk- petunjuk dan nasihat-nasihat yang me- lulu didasarkan atas segi administrasi itu saja. Bahkan sering terjadi bahwa apa yang dinasihatkan itu justru ter- jaring dalam perumusan delik korup- si. Sebaliknya yang disebutnya sebagai pelanggaran, hanya merupakan pelang- garan administrasi belaka, dengan atau tanpa sanksi administratif. Untuk tujuan itulah, maka tulisan ini dibuat, agar dalam hal pengeiolaan proyek pembangunan baik pimpinan proyek, bendaharawan proyek mau- pun para pemeriksa baik yang intern instansi maupun yang ekstern selain memahami masalah tehnis administra- tif yang pada umumnya mereka sudah kuasai, juga pengetahuan di sekitar korupsi, khususnya dari sudut pidana, dalam hal ini Un dang-un dang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (disingkat: UUPTPK). Dengan demikian, diharapkan di waktu-waktu mendatang tidak lagi menjadi penyimp'angan-penyimpangan, baik yang bersifat pelanggaran admi- nistratif, maupun pelanggaran pidana korupsi. Jika ini dapat rriembawa hasil yang bermanfaat, maka tercapai- lah kelancaran -proses pembangunan dan juga tujuan hukum pidana yaitu terciptanya kedamaian dalam masyara- kat. Pemidanaan itu merupakan alat dalam hukum pidana. Ia me- rupakan obat yang terakhir (ultimum remedium), yang baru dipergunakan jika upaya lain, seperti pencegahan atau prevensi dan pem binaan sudah tidak berj alan. Dalam tulisan ini, diusahakan oleh penulis suatu perbandingan antara ketentuan administrasi sebagaimana di- maksud tadi dan ketentuan hukum pidana korupsi, baik yang paralel, a!tinya sejalan, maupun yang tidak paralel. Mungkin pelanggaran hukum pidana korupsi, mungkin pula tidak. Pembatasan Ruang Lingkup Mas- alah Kalau dalam tulisan ini dicantum- kan istilah ketentuan adrilinistrasi ma- , ka tidak semua ketentuan administrasi yang dimaksud. Ketentuan administra-

Transcript of .KORUPSI DAN PENGEWLAAN PROYEK PEMBANGUNAN

Page 1: .KORUPSI DAN PENGEWLAAN PROYEK PEMBANGUNAN

494

.KORUPSI DAN PENGEWLAAN PROYEK PEMBANGUNAN

_________ Oleh : Andi HanlZah ________ -.J

Tujuan Penulisan Setelah menelaah perkara-perkara

korupsi yang diselesaikan melalui pe­nuntut pidana ke pengadilan, temyata kelemahan-kelemahan pengelolaan pembangunan sekarang ini tidak terle­tak hanya pada bidang kontrol (peng­awasan) seperti biasa dikatakan orang, tetapi juga di bidang perencanaan yang sangat kurang sempuma. Di sam ping itu, para pengawas pada umumnya ti­dak atau belum dibekali dengan pe­ngetahuan sekitar masalah korupsi, terutama dalam arti hukum pidana, sehingga sering terjadi mereka dalam melaksanakan tugasnya memeriksa pe­ngelolaan proyek pembangunan dan hasil pekerjaan hanya meninjau dari sudut ketentuan administrasi belaka. Mereka pun memberikan petunjuk­petunjuk dan nasihat-nasihat yang me­lulu didasarkan atas segi administrasi itu saja. Bahkan sering terjadi bahwa apa yang dinasihatkan itu justru ter­jaring dalam perumusan delik korup­si. Sebaliknya yang disebutnya sebagai pelanggaran, hanya merupakan pelang­garan administrasi belaka, dengan atau tanpa sanksi administratif.

Untuk tujuan itulah, maka tulisan ini dibuat, agar dalam hal pengeiolaan proyek pembangunan baik pimpinan proyek, bendaharawan proyek mau­pun para pemeriksa baik yang intern instansi maupun yang ekstern selain memahami masalah tehnis administra­tif yang pada umumnya mereka sudah

kuasai, juga pengetahuan di sekitar ~eluk-beluk korupsi, khususnya dari sudut huk~m pidana, dalam hal ini Un dang-un dang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (disingkat: UUPTPK).

Dengan demikian, diharapkan di waktu-waktu mendatang tidak lagi menjadi penyimp'angan-penyimpangan, baik yang bersifat pelanggaran admi­nistratif, maupun pelanggaran pidana korupsi. Jika ini dapat rriembawa hasil yang bermanfaat, maka tercapai­lah kelancaran -proses pembangunan dan juga tujuan hukum pidana yaitu terciptanya kedamaian dalam masyara­kat. Pemidanaan itu merupakan alat terakh~r dalam hukum pidana. Ia me­rupakan obat yang terakhir (ultimum remedium), yang baru dipergunakan jika upaya lain, seperti pencegahan atau prevensi dan pem binaan sudah tidak berj alan.

Dalam tulisan ini, diusahakan oleh penulis suatu perbandingan antara ketentuan administrasi sebagaimana di­maksud tadi dan ketentuan hukum pidana korupsi, baik yang paralel, a!tinya sejalan, maupun yang tidak paralel. Mungkin pelanggaran hukum pidana korupsi, mungkin pula tidak.

Pembatasan Ruang Lingkup Mas­alah

Kalau dalam tulisan ini dicantum­kan istilah ketentuan adrilinistrasi ma-, ka tidak semua ketentuan administrasi yang dimaksud. Ketentuan administra-

Page 2: .KORUPSI DAN PENGEWLAAN PROYEK PEMBANGUNAN

K orupsi dan Proyek Pembangunan

si yang' sangat luas itu , yang an tara lain meliputi juga masalah perizman, lisensi dan dispensasi, pajak dan bea cukai, maka dalam tulisan ini dibatasi sehingga hanya meliputi ketentuan administrasi di bidang pengelolaan ke­uangan dan pembangunan fisik, khu­susnya ketentuan yang tercantum da­lam Indische Comptabiliteits Wet (lCW) dan Keputusan Presiden Nomor 14 A Tahun 1980 dan Nomor 18 Tahun 1981, yang dapat dipandang sebagai peraturan pelaksanaan ICW terse but.

Sebagai dimaklum, dalam banyak ketentuanadministrasi yang berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah dan seterusnya tercantum juga keten­tuan pidana, sebagai ketentuan akhir -in cauda venenum - yang mengandung ancaman pidana pula.

Jika hukum pidana itu yang me­ngandung sanksi luar biasa, ditujukan kepada kaidah hukum umum, maka disebut oleh Scholten sebagai hukum pidana umum , dan jika ditujukan kepada pelanggaran peraturan-peratur­an hukum administrasi negara disebut hukum pidana pemerintahan (Prins, 1953 : 19, menunjuk Scholten, Al­gemeen Deel : 32) .

Tetapi penulis tidak bermaksud untuk menguraikan secara luas dalam tulisan ini ten tang hukum pidana pemerintah itu. Untuk itu, dapat di-

• baca tulisan penulis yang berjudul Delik-Delik Di Luar KUHP, Pradnya Paramita Jakarta, 1982.

J ustru dalam tulisan ini yang akan diuraikan ialah bagian hukum pidana umum itu, karena delik korupsi itu menurut pembagian Scholten tersebut, termasuk hukum pidana umum. Lebih­lebih karena 74% perumusan delik korupsi yang terdapat dalam UUP­TPK berasal dari KUHP (A. Hamzah , Korupsi di Indonesia, Masalah dan Pemecahannya, 1983).

495

Pengertian Korupsi dan Masalah yang dihadapi

Dalam kamus dapat ditemukan is­tilah korupsi yang telah masuk keper­bendaharaan bahasa Indonesia itu. la berasal dari kat a Latin corruptio, yang artinya suatu perbuatan yang busuk, buruk, bejat, tidak jujur, dapat disuap , tidak berm oral, me­nyimpang dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau mem­fitnah (The Lexicon: 1978).

Menilik arti asal korupsi terse but, maka ruang lingkupnya sangat luas. Dalam Kamus Indonesia susunan Poer­wadarminta, arti kata korupsi terse but

telah diciutkan menjadi perbuatan bu- . ruk dan dapat disuap. Sekarang ini, jika kita mendengar kat a korupsi itu, kita asosiasikan sebagai perbuatan manipulasi dan curang.

Dalam peIjalanan sejarah arti istilah korupsi itu telah berkaitan erat dengan

sistem kekuasaan dan pemerintahan di zaman modern ini. Hal ini pertama kali didengungkan oleh Lord Acton (John Emerich Edward Dalberg Acton, 1834-1902), seorang sejarawan Inggeris yang telah mengucapkan kata-kata termasy­hur: "The power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely" (Kekuasaan itu cenderung ke korupsi, kekuasaan mutlak mengakibatkan ko­rupsi mutlak pula).

Di dalam UUD 1945 sebenarnya telah tersurat dan tersirat suatu per­ingatan dan petunjuk mengenai hal ini, bahwa kekuasaan Pemerintah (Presi­den) bukanlah tanpa batas. Indonesia'" adalah negara hukum. Kekuasaan Pe­merintah ditentukan, diatur dan diba­tasi oleh hukum. Pengaturannya ter­utama dalam Undang-undang Dasar se­bagai hukum dasar, dalam undang­undang, dalam hukum adat, dan pen­jabarannya dalam peraturan yang Ie­bih rendah tingkatnya.

Nopember 1983

Page 3: .KORUPSI DAN PENGEWLAAN PROYEK PEMBANGUNAN

496

Dalam mengendalikan negara dan melaksanakan administrasi pemerin­tahan, para penguasa, petugas negara dUkat oleh seperangkat peraturan ad­mjoistrasi negara yang selain berfung-

. si sebagai pedoman pelaksanaan, juga berfungsi kontrol (pengawasan).

Sehubungan dengan pengertian ka­rupsi tersebut, yang paling diutamakim ialah penciptaan ketentuan-ketentuan tentang pengawasan keuangan dan per­bendaharaan negara. Hal ini dapat di­lihat pada peIjalanan sejarah peme­riotahan. Kita dapat melihat fakta visual disekitar kita, bahwa bangunan­bangunan kuno milik pemerintah di Jakarta menunjukkan bahwa penguasa (pemerintah) kolonial membangun pertama-tama benteng sebagai pusat temp at berpijak untuk menanamkan kekuasaannya, kemudian pengadilan dan penjara sebagai alat untuk mem­pertahankan dan mengamankan ke­kuasaan, diikuti dengan gedung kant or keuangan. Uang dan ekonomi merupa­kan nafas !1uatu kekuasaan pemerin­tahan. Dalam rangka pengelolaan ke­uangan yang rumit itu, p ertam a­tama diciptakan peraturan yang meng­aturnya secara cermat, yaitu Indische Comptabiliteits Wet (disingkat : leW) atau diindonesiakan "Undang-undang Perbendaharaan Indonesia".

Di dalamnya penuh dengan per­aturan-peraturan yang selain berfungsi kontrol, juga prevensi umum terhadap

penyalah­,nnaan uang negara atau korupsi. Ketentuan bahwa kurangnya satu sen atau lebih satu sen di dalamkas, merupakan penyimpangan atau kesa­lahan yang dapat °mengakibatkan pe­mecatan bendaharawan, bahkan pe-nuntutan pidana, berfungsi sebagai

atau prevensi terhadap perbuatan mencampuradukkan ke-

dengan keuangan priba­eli, yang merupakan indikasi dini suatu perbuatan korupsi.

Hukum dan Pembangunan

Di sinilah dapat dilihat kaitan an­tara pengertian administrasi peme­rintahan modern dan korupsi. Di za­man feodal, baik di Indonesia sebelum kedatangan Belanda dan di Belanda sendiri sebelum dijajah Perancis, tidak ada pemisahan antara keuangan pri­badi penguasa atau raja dan keuang­an negara. J adi, tidak teIjadi pula pemisahan yang tajam antara penger­tian pajak untuk kas negara dan upeti kepada penguasa atau raja.

J adi, dalam pengertian feodal itu, sebenarnya tidak ada korupsi dalam artinya sebagai kita kenal sekarang, bahkan korupsi atau upeti itu merupa­kan suatu sistem. Hal ini jelas jika kita lihat "pembangkangan" Douwes Dekker atau Multatuli terhadap atasan­nya, karena Multatuli memakai ukuran administrasi modern untuk menilai tingkah pola Bupati Lebak, di mana "keIja bakti" dan "upeti" rakyat di situ untuk kepentingan pribadi Bupati, merupakan sistem tradisional. Untuk ini jelas jika dibaca buku Max Have­laar nya Multatulio

Sudah tentu Pemerintah Belanda pada waktu itu membela Bupati Le­bak untuk kepentingan politik kola­nialnya, yaitu menjajah seluruh rakyat melalui "penguasa pribadi".

Sistem administrasi modern rupa­nya diterapkan oleh Pemerintah Kola­nial secara bertahap. Pada pengelolaan keuangan negara di­adakan pengawasan ketat, tetapi di­tingkat desa dan swapraja diberikan kelonggaran kepada penguasa pribumi untuk menerima penghasilan seperti hasil tanah bengkok di J awa, arajang atau kelompok di Sulawesi Selatan, yang berupa hutan yang dikuasai, pungutan-pungutan adat tertentu dari rakyat, hasH danau dan lain-lain.

Di sini pengertian "pungutan liar" "pungli" tidak dapat dipisahkan dati pengertian seperti ini. Tetapi sesudah swapraja dibubarkan dan kepala-kepala

Page 4: .KORUPSI DAN PENGEWLAAN PROYEK PEMBANGUNAN

Korupsi dan Proyek Pembangunan

desa dipegawainegerikan, maka ber­ubahlah tata nilai tersebut. Perbuatan­perbuatan memungut upeti dan kerja bakti dari rakyat yang semula merupa­kan adat atau tradisi, berubah bentuk menjadi korupsi dan terjaring ke dalam pelanggaran Pasal 423 dan 425 KUHP yang dimasukkan pula sebagai salah satu perbuatan korupsi menurut Undang-undang Pemberantasan Tindak Pi dana Korupsi tahun 1971.

Di sinilah letak kesulitannya, kare­na mungkin manusianya sendiri belum menyadari perubahan tersebut, sehing­ga masih saja ada yang eenderung mengikuti irama tradisi lama itu. Dieeritakan bah wa seorang anak bupa­ti membeli buku komik di suatu toko buku dengan peullintaan agar bon atau pembayarannya ditagih di kant or bupati. J adi, meskipun anak itu tidak mengalami zaman feodal, namun sisa­sisa jiwa feodal yang meneampur­adukkan keuangan pribadi ayah dan

keuangan kantor daerah masih berse-mayam pada dirinya. Teranglah ini merupakan perbuatan korupsi (yang dilakukan oleh swasta !) seeara keeil­keeilan, pada gilirannya jika tidak dihentikan seeara dini akan mening­kat dan membangkak, mungkin men­jadi perusahaan "plat merah" yang ikut memborong proyek-proyek IN­PRES dan sebagainya, yang j~las ter­jaring ke dalam pasal 435 KUHP, yang ditarik pula menjadi delik korup-

• • SI menurut UUPTPK.

sebaliknya, mungkin banyak pe­nyimpangan-penyimpangan terhadap KEPRES 14 A tahun 1980 dan 18 tahun 1981, yang justru hanya berupa pelanggaran administratif belaka (bu­kan pidana korupsi) diteriaki sebagai perbuatan korupsi. Misalnya ditunjuk pemborong yang berasal dari luar kabupaten, jelas melanggar KEPRES Nomor 14 Tahun 1980 dan Nomor 18 Tahun 1981, tetapi tidak merupakan

497

perbuatan korupsi, sepanjang pimpin­an proyek tidak menerima suap. Bahkan mungkin dapat dipandang su­atu kebijaksanaan demi suksesnya pembangunan tersebut yang terkenal dengan nama das freis Ermessen yang " dapat dibenarkan oleh hukUin ad­ministrasi . .

Dalam rangka masalah korupsi dan pem bangunan ini Mahkamah Agung dengan yurisprudensinya melangkah lebih jauh, putusan pertama 1966 (era Subekti) dan putusan kedua 1977 (era Oerriar Seni Adji) meru­muskan bahwa suatu perbuatan ko­rupsi hilang sifat melawan hukum­nya jika dilakukan:

1) demi untuk kepentingan umum (kepentingan umum dilayani);

2) negara tidak dirugikan; 3) pembuat tidak mendapat untung.

Ajaran Mahkamah Agung ini meru­pakan suatu jalan tengah, atau ajaran keseimbangan (edequate) antara keru­gian yang ditimbulkan karena terjadi­nya pelanggaran pidana dan manfaat yang diperoleh yaitu lanearnya pem­bangunan.

Dalam praktek banyak terjadi mas­alah antara pengertian korupsi dan lanearnya pembangunan. Sesudah ter­jadi devaluasi banyak pemborong mengalami kesulitan. Terjadilah dua alternatif, yaitu meneruskan peker­jaan dengan resiko menderita ' keru­gian yang besar, atau menghentikan­nya dengan resiko dapat dituntut. Jika pemborong yang bersangkutan

mempunyai modal yang besar, ' maka tidak banyak menim bulk an masalah. Tetapi pemborong di kabupaten seba­gai akibat ketentuan KEPRES Nomor 14 A tumbuh sebagai eendawan di musim hujan itu banyak yang benno­dal dengkul, menimbulkan masalah BO­

rius, yaitu macetnya pekerjaan secara total. Serins terjadi pimpinan proyek

Nopember 1983

Page 5: .KORUPSI DAN PENGEWLAAN PROYEK PEMBANGUNAN

498

terpaksa harus memilih alternatif me­merintahkan meneruskan pekerjaan dengan "kebijaksanaan tertentu", se­

. perti penurunan kualitas bahan terten­tu menyimpang dati bestek atau mem­biarkan pekerjaan terbengkalai. Begitu pula dalarn anggaran proyek INPRES tidak dicantumkan keuntungan pem­borong sebesar 10% sebagairnana pada proyek Jain, menimbulkan kepastian babwa terjadi pengurangan kualitas bahan menyimpang dati bestek secara diam-diarn.

Pertanyaan sekarang ini ialah apa­kab pimpinan proyek dan pem borong seperti digarnbarkan terse but harus di­tuotut korupsi semuanya ? Jawaban atas pertanyaan seperti ini ialah hu­kum (pidana) tidak lagi mempunyai kata penghabisan. Benarlah yang di­katakan D. Simons lebih 50 tahun larnpau ketika baru saja undang­undang hukum acara pidana Belanda tercipta, bahwa dalam hal penuntut­an (pidana), bukan semata-mata me­rupakan masalah yutidis tehnis tetapi juga masalah politik (maksudnya poli­tile penuntutan).

Dapat dibandingkan di sini tujuan hukum dan pengambilan keputusan atau kebijaksanaan itu. Hukum ber­gema untuk peristiwa yang akan da­tang. Ia merupakan seperangkat kaidah­kaidah yang bertujuan mencapai keda­maian dalarn masyarakat dan mempu­nyai sifat-sifat utama, yaitu keadilan dan kemanfaatan .

Pengarnbilan keputusan atau kebi­jaksanaan yang lebih konkret itu merupakan seni tersendiri. Ia tidak

" boleh bertentangan dengan hukum dan dihiin pihak mempunyai persamaan dengan sifat hukum, yaitu kemanfaat­an. Suatu keputusan atau kebijaksa­naan yang diambil harus bel'lllanfaat yang juga merupakan salah satu sifat utarna hukum itu sendiri.

Dal.m situasi konkret sebagaimana

Hukum dan Pembangunan

diIukiskan di muka penegak hukum tidak boleh bersifat kaku seperti ro­bot, karena hukum itu sendiri meru­pakan sarana pembangunan. Di lain pihak para pengambiI keputusan atau kebijaksanaan tidak boleh selalu ber­lindung di bawah ' naungan "demi suksesnya pembangunan" sebagai dalih untuk mengesampingkan hukum itu dengan sengaja.

Perbuatan-perbuatan korupsi yang menyangkut pegawai negeri dan peja­bat Indonesia sudah demikian meluas­nya sehingga jika semua pelaku per­buatan korupsi dipidana dengan pida-

na penjara, maka Pemerintah seharus-nya membuat penjara raksasa sebesar kota Bogor di mana beratur-ratus ,

pegawai dan pejabat terse but berada di dalamnya. ,

Perbuatan korupsi at au suap terjadi dimana-mana, di loket penjualan karcis

kereta api, di bagian kepegawaian suatu instansi, ' di bagian pem belian barang Pemerintah, di perpajakan dan bea cukai, di perkreditan bank, di lalulintas jalan, di bidang penegakan hukum, di bidang pembangunan fisik seperti jalan dan jembatan, gedung, reboisasi, penghijauan, Bimas, bantu an sosial dan di mana saja ada kegiatan pembangunan.

Di sinilah terjadi alternatif yang mesti dipilih, antara menjalani dengan tegas UUPTPK menurut bunyi per­aturan atau diadakan tindakan penun­tutan yang bersifat selektif. Memang tidak dapat diingkar bahwa penuntut­an pidana itu tidak h~ya merupakan masalah yuridis tehnis semata-mata seperti dikatakim D. Simons tersebut.

Di dalam kasus-kasus korupsi yang •

telah diajukan ke pengadilan, ternyata bahwa benar teIjadi perbuatan-per­buatan korupsi yang sangat menyolok.

Pada kasus rcboisasi di Sulawesi Te­ngah, Sulawesi Selatan dan di Lam­pung, bennilyar-milyar uang negara

Page 6: .KORUPSI DAN PENGEWLAAN PROYEK PEMBANGUNAN

Korupsi dan Proyek Pemban~nan

telah dikorupsi. Terjadi penanaman •

pohon fiktif, .manipulasi mutu bibit, kuitansi pem bay aran rtktif. Begitu pu­la pada kredit Bimas, sampai terjadi "orang yang telah mati" menerima kredit (terdakwa: bekas camat MSD di Sulawesi Selatan). Dalam hal seper­ti ini, 'tidak ada pilihan lain selain penuntutan pidana di pengadilan.

Korupsi di Indonesia menurut Syed Husain Alatas (Tempo 1983) telah mencapai tahap ketiga (tallap lanjut yang sudah sangat kritis). Pada umum­nya kasus-kasus korupsi yang disidik dalam tahun 1983 sampai bulan Juli, umumnya berkaitan dengan masalah administrasi. Pada perincian berikut ini terlukis macam-macam korupsi terse but yang ditangani oleh Kejak­saan di seluruh Indonesia sampai bu­lan Jull 1983.

Aceh: - manipulasi pukat harimau; - manipulasi pada sub dinas pem-

berantasan penyakit menular; dan - pemalsuan cek dan retribusi ternak;

Sumatera Utara: •

- manipulasi ganti rugi tanah; - manipulasi dana pembangunan kan-

tor Departemen Agama; - pem bangunan SD Inpres; - pungli; - tabanas; - dana proyek peremajaan rehabili-

tasi dan perluasan tanaman ekspor (PPRPTE);

Sumatera Barat :

- manipulasi KUD; - manipulasi Kredit Bimas; - manipulasi Ipeda; - manipulasi ta banas ; - pupuk palsu; dan - manipulasi dana kesehatan;

Riau: - manipulasi dana reboisasi; - manipulasi dana pembuatan jalan

I

499

dan jem batan; - manipulasi dana PPRPTE; - manipulasi penjualan tanah caltex; - manipulasi pembangunan gedung

kesenian Rengat; dan - manipulasi pertanian;

Sumatera Selatan:

- manipulasi ganti rugi tanah; - manipulasi proyek pemukiman kem-

bali penduduk di Muara Enim; - manipulasi KUD; , - manipulasi pajak kendaraan; - manipulasi proyek penyiapan lahan

transmigrasi ; - manipulasi penjualan bahan bakar

minyak; dan - manipulasi pasar Kodya Palembang;

Jambi:

- manipulasi proyek pencetakan sa­wah . ,

- manipulasi Rumah Sakit Jiwa Jam-bi; dan

- manipulasi di Kanwil Koperasi;

Bengkulu :

- manipulasi penjualan tanah di Ma-na ;

- manipulasi proyek Bimas; dan - manipulasi pembuatall jalan pro-

• • pmSl.

Lampung:

- manipulasi proyek reboisasi; - manipulasi proyek padi gogo ran-

cah; dan - manipulasi proyek Bimas.

D KI Jakarta : - manipulasi pajak; - maliipulasi keuangan IKIP Jakarta; , - korupsi di Biro Kerjasama Luar

Negeri Departemen Pertanian; manipulasi pembayaran pensillo ;

- manipulasi bunga tabanas; - kasus pupuk PT Curah Niaga; - manipulasi di PT Asuransi Jiwa-

sraya; - manipulasi di PT Cipta Niaga;

NopemHr 1983

Page 7: .KORUPSI DAN PENGEWLAAN PROYEK PEMBANGUNAN

500

- manipulasi di PN Industri Sandang; dan

- manipulasi di Ditjen Transmigrasi.

Jawa Barat :

- manipulasi proyek Bimas; - manipulasi ganti rugi tanah ; - manipulasi di Puskud ; - manipulasi.di Puskud ; - manipulasi di PT Panca Niaga; - manipulasi pembuatan jalan Inpres; - manipulasi subsidi desa ; - manipulasi pengadaan pangan; - manipulasi di PN Industri Sandang;

dan - upah fiktif perkebunan PTP XII .

Jawa Tengah :

manipulasi kredit BRI; - manipulasi pada KUD;

manipulasi proyek Bimas; - manipulasi bahan bakar minyak; - manipulasi proyek Gizi; dan - manipulasi pada PT Panca Niaga.

Di Yogyakarta :

- manipulasi kredit BRI; - manipulasi ganti rugi tanah; dan - manipulasi kas desa.

Jawa Timur:

- manipulasi pelaksanaan Prona Bojo­negoro;

- manipulasi di PN Pertani Malang; manipulasi di Pertamina Surabaya ;

- manipulasi pada Perumnas Sura-baya; .

- manipulasi proyek penghijauan Pa-suruan;

- manipulasi proyek Bimas ; - manipulasi di KUD ; dan - manipulasi sebuah proyek di Sura-

baya.

Bali :

manipulasi Banpres Singaraja; - manipulasi pada Dinas Agraria

Tabanan; .

Hukum dan Pembangunan

- manipulasi gedung serba guna; - manipulasi Bimas di Gianjar; dan - manipulasi KIK/KMKP dari BRI

Gianjar.

Nusatengaara Barat :

- manipulasi proyek reboisasi; - manipulasi pada KUD; - manipulasi pembuatan bendungan; - manipulasi tanah; dan - manipulasi kredit BR!.

Nusatenggara Timur :

- manipulasi reboisasi; - manipulasi pencetakan sawah; - manipulasi penghijauan; - manipulasi ganti rugi; - manipulasi dinas.Kehutanan; - manipulasi KUD; - manipulasi sumbangan Negara; - manipulasi Dolog; dan - manipulasi pembelian truk tangki

air untuk NTT yang kasusnya di­tangani di Jakarta.

Kalimantan Barat :

- maipulasi proyek Bimas; - manipulasi pada KUD; - mari.ipulasi pembuatan dennaga; - manipulasi reboisasi; - manipulasi pem bayaran gaji guru;

dan - manipulasi pajak tontonan.

Kalimantan Tengah :

- manipulasi kredit BR!.

Kalimantan Selatan :

- manipulasi pemberian kredit; - manipulasi pada BKKBN; - manipulasi reboisasi; - manipulasi kredit nelayan ; dan - manipulasi subsidi desa.

Kalimantan Timur :

- manipulasi BBM; - mani] ulasi reboisasi; - manipulasi SD Inpres ;

,

,

Page 8: .KORUPSI DAN PENGEWLAAN PROYEK PEMBANGUNAN

Karupsi dan Prayek Pembangunan

- manipulasi di Kanwil Penerangan; dan

- manipulasi di Kanwil Depsos.

Sulawesi Utara :

- manipulasi proyek PRPTE; - manipulasi reboisasi; - manipulasi proyek Bimas; - manipulasi pencetakan sa wah ; - manipulasi KUD; - manipulasi proyek pembangunan

pus at latihan pertanian; - manipulasi kredit BRI; - manipulasi keuangan pemda; - manipulasi gaji guru; dan - manipulasi pada kantor Agraria.

Sulawesi Tengah :

- manipulasi reboisasi; - manipulasi KUD; - manipulasi bantuan desa; dan - manipulasi tunjangan.

Sulawesi Tenggara :

manipulasi pembinaan pertanian pangan daerah transmigrasi;

- manipulasi SD Inpres; - manipulasi reboisasi; dan - manipulasi proyek transmigrasi ban-

tuan ADB.

Sulawesi Selatan :

- manipulasi reboisasi; manipulasi dana pensiun; manipulasi gaji guru; ,

- manipulasi proyek penghijauan ; manipulasi SD Inpres;

- manipulasi proyek Bimas ; - manipulasi kredit B RI;

manipulasi pada BKKBN ; - manipulasi pasar Inpres; - manipulasi KUD; - manipulasi pembangunan check

dam manipulasi pemukiman masyarakat terasing; dan

- manipulasi Bank Pembangunan Da­erah Sulawesi Selatan.

501

Maluku:

- manipulasi subsidi desa; - manipulasi SD Inpres; .

- manipulasi KUD; dan - manupulasi trayek laut.

Irian laya :

- Manipulasi pertanian; - manipulasi SD Inpres; - manipulasi MPO dan PPn; - manipulasi pajak upah; dan - sebuah perusahaan daerah.

. Korupsi Menuru t UUPTPK

Yang dimaksud dengan korupsi menu­rut asal kata (Latin) berbeda dengan perbuatan korupsi menurut pengertian sosiologis, begitu pula dengan perbuat­an korupsi menurut UUPTPK. Banyak perbuatan-perbuatan buruk dan curang merupakan korupsi dalam arti harfiah dan begitu pula korupsi dalam arti dan seperti nepotisme (memasang atau mengangkat keluarga atau ternan pada posisi tertentu, di mana yang bersang­kutan tidak atau belum memenuhi syarat untuk itu), tidak termasuk korupsi dalam rumusan UUPTPK.

Demikian pula halnya dengan per" aturan administrasi seperti lew dan KEPRES Nomor 14 A Tahun 1980 dan Nomor 18 Tahun 1981, di mana banyak penyimpangan-penyimpangan menurut peraturan terse but yang tid!\k termasuk korupsi dalam arti rumusan UUPTPK.

·Rumusan delik dalam UUPTPK hanya terdapat pada satu pasal saja, yaitu Pasal 1. Tetapi Pasal 1 itu me­nunjuk beraneka ragam perbuatan yang dipandang sebagai delik korupsi, baik yang diciptakan sendiri oleh pem­buat undang-undang maupun perumus­an yang ditarik dari KUHP. Jadi, mes­disebut di dalam satu pasal saja, na­mun bercabang-cabang jangkauannya sehingga perumusan korupsi (pidana) terse but menjadi sangat luas. Pasal 1

Napember 1983

Page 9: .KORUPSI DAN PENGEWLAAN PROYEK PEMBANGUNAN

502

UUPTPK terse but berbunyi :

'Vihukum karena tindak pidana korupsi ia­lah:

1. a. Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu badan, yang secara langsung atau ti­dak langsung merugikan keuangan ne­gara dan perekonomian negara atau diketahui atau patut disangka oleh­nya bahwa perbuatan tersebut meru­gikan keuangan negara atau pereko­nomian negara.

b. Barang siapa dengan tujuan mengun­tungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan, menyalahgunakan kewenangan , kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang secara lang­sung atau tidak langsung dapat meru­gikan keuangan negara atau pereko-

• nomum negara.

c. Barangsiapa melakukan kejahatan ter­cantum dalam pasal-pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423,425 dan 435 KUHP.

d. Barang siapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti negeri seperti dimaksud dalam pasal 2 dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau sesuatu wewenang yang melekat pada jabtannya atau kedudukanny a atau oleh si pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu.

e. Barangsiapa tanpa alasan yang wajar, dalam waktu yang sesingkat-singkat­nya setelah menerima pemberian atau janji yang diberikan kepadanya, ' se­perti yang terse but dalam pasal-pasal 418,419 dan 420 KUHP tidak mela­porkan pemberian janji tersebut ke­pada yang berwajib . .

2. Barangsiapa melakukan percobaan atau permufakatan uruuk melakukan tindak pidllna-tindak pidana tersebut dalam ayat (1) a, b, c, d, e pasal ini".

Kalau delik-delik terse but diberi nama (tidak semua delik di dalam Pa­sal 1 UUPTPK terse but mempunyai

Hukum dan Pembangunan

nama atau kualifikasi), maka secara berturut-turut sebagai berikut :

1) me1awan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang merugikan ne­gara (Pasal 4 ayat 1 sub a);

2) menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan de­ngan menyalahgunakan ' kewe­nangan, kesempatan atau saran a yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan negara;

3) memberi suap pegawai negeri (Pasa! 209 KUHP); ,

4) memberi suap hakim (Pasal 210 KUHP); .

5) pemborong yang me1akukan per­buatan tipu yang dapat menda­tangkan bahaya bagi kese1amat­an orang atau benda atau negara dalam keadaan perang, dan peng­awas yang .membiarkan perbuat­an tipu tersebut (Pasal 387 ayat 1 dan 2 KUHP);

6) leveransir ten tara yang melaku­kan perbuatan tipu yang dapat mendatangkan bahaya bagi kese­lamatan negara pada waktu pe­rang (Pasal 388 KUHP);

7) penggelapan oleh pegawai negeri dan Pejabat (Pasal 415 KUHP);

8) pegawai negeri atau pejabat (Pa­sal416 KUHP);

9) pegawai negeri atau pejabat yang menggelapkan barang bukti (Pa­sal417 KUHP);

. 10) pegawai negeri menerima suap (Pasal418) KUHP);

11) Pegawai negeri menerima suap yang berlawanan dengan kewa­jibannya (Pasal419 KUHP);

12) hakim menerima suap (Pasal 420 KUHP);

Page 10: .KORUPSI DAN PENGEWLAAN PROYEK PEMBANGUNAN

Korupsi dan Proyek Pembangunan

13) peIlllintaan memaksa (Knevela­rij) (Pasal 423 KUHP);

14) peullintaan memaksa (Knevela­rij) pada waktu menjalankan ja­batannya (Pasal425 KUHP);

15) pegawai negeri yang ~ut dalam pem borongan leveransir dan te­bas (pacht) (Pasal435 KUHP);

16) memberi suap kepada pegawai negeri dalam arti pasal 2 UUP­TPK (Pasal 1 ayat 1 sub d UUP­TPK);

17) tanpa alasan yang wajar tidak melaporkan suapan yang ia te­rima (Pasal 1 ayat 1 sub e UUP­TPK).

503

Jadi, ada 17 macam perbuatan yang disebut sebagai delik korupsi (tindak

. pidana korupsi) menurut Pasall UUP­TPK itu, dengan catatan bahwa Ayat 2 Pasal 1 itu menyebut bahwa teIlllasuk perbuatan korupsi percobaan atau permu[akatan melakukan perbuatan korupsi yangjumlahnya 17 macam itu.

Inilah yang dimaksud dengan per­buatan korupsi menurut UUPTPK. Ka­tau suatu pelanggaran atau penyim­pangan ketentuan administrasi paralel dengan perbuatan tersebut, maka ter­jadilah korupsi yang berkaitan dengan ketentuan administrasi.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abidin, A.Z. Bunga Rampai Hukum Pidana, Pradnya Pram ita, 1983.

Hamzah, A. Undang·Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korups; Sebagai Sarana Pembangunan, Disertasi, UNHAS, 1982.

--------- "Subyek Delik Korupsi", Majalah Caraka Adhyaksa Nomor 2 Tahun II 1983.

• Keputusan Presiden Nomor 14 A Tahun 1980 dan 18 Tahun 1981 . Panitia Pusat Penyelenggaraan Upgrading Bendaharawan Departemen Keuangan, Buku Pe­doman untuk Bendaharawan, Pegawai Administrasi dan Pengawas Keuangan, J ilid I, II dan III, 1971.

- Slikses semenit dapat membayar kekecewaan yang te/ah berja/al/ bertahun·tahun. (Robert Drawning).

- Tetap/all merangkak sebagaimana biasanya, niscaya tercapai juga keinginan anda. (Braumarchais).

Nopemlwr 1983