Kortikosteroid Sistemik Dan Topikal

15
KORTIKOSTEROI D SISTEMIK DAN TOPIKAL 3.1. KORTIKOSTEROID SISTEMIK 3.1.1 Pendahuluan Kortikosteroid sistemik banyak digunakan dalam bidang dermatologi karena obat tersebut mempunyai efek imunosupresan dan antiinflamasi. Sejak kortikosteroid digunakan dalam bidang dermatologi, obat tersebut sangat menolong penderita. Berbagai penyakit yang dahulu lama penyembuhannya dapat dipersingkat, misalnya dermatitis. Penyakit berat yang dahulu dapat menyebabkan kematian, misalnya pemfigus, angka kematiannya dapat ditekan  berkat pengobatan dengan kortikosteroid, demikian pula sindrom Stevens Johnson yang berat dan nekrolisis epidermal toksik. 3.1.2 Cara Pengobatan Kortikosteroid secara sistemik dapat diberikan secara intralesi, oral, intramuskular, intravena. Pemilihan preparat yang digunakan tergantung dengan keparahan penyakit. Pada suatu penyakit dimana kortikosteroid digunakan karena efek samping seperti pada alopesia areata, kortikosteroid yang diberikan adalah kortikosteroid dengan masa kerja yang panjang. Kortikosteroid biasanya digunakan setiap hari atau selang sehari.  Initial dose yang digunakan untu mengontrol penyakit rata-rata dari 2,5 mg hingga beberapa ratus mg setiap hari. Jika digunakan kurang dan 3    4 minggu, kortikosteroid diberhentikan tanpa tapering off. Dosis yang paling kecil dengan masa keija yang pendek dapat diberikan setiap pagi untuk meminimal efek samping karena kortisol mencapai puncaknya sekitar jam 08.00 pagi dan terjadi umpan balik yang maksimal dari sekresi ACTH. Sedangkan pada malam hari kortikosteroid level yang rendah dan dengan sekresi ACTH yang normal sehingga dosis rendah dari prednison (2,5 sampai 5mg)  pada malam han sebelum tidur dapat digunakan untuk memaksimalkan supresi adrenal pada kasus akne maupun birsustisme. Pada pengobatan dengan kortikosteroid hendaknya jangan lupa mencari penyebabnya. Kortikosteroid yang banyak dipakai ialah prednison karena telah lama digunakan dan harganya murah. Bila ada gangguan hepar digunakan prednisolon karena prednison

Transcript of Kortikosteroid Sistemik Dan Topikal

KORTIKOSTEROID SISTEMIK DAN TOPIKAL 3.1. KORTIKOSTEROID SISTEMIK

3.1.1 Pendahuluan

Kortikosteroid sistemik banyak digunakan dalam bidang dermatologi karena obat tersebut mempunyai efek imunosupresan dan antiinflamasi. Sejak kortikosteroid digunakan dalam bidang dermatologi, obat tersebut sangat menolong penderita. Berbagai penyakit yang dahulu lama penyembuhannya dapat dipersingkat, misalnya dermatitis. Penyakit berat yang dahulu dapat menyebabkan kematian, misalnya pemfigus, angka kematiannya dapat ditekan berkat pengobatan dengan kortikosteroid, demikian pula sindrom Stevens Johnson yang berat dan nekrolisis epidermal toksik.

3.1.2 Cara Pengobatan

Kortikosteroid secara sistemik dapat diberikan secara intralesi, oral, intramuskular, intravena. Pemilihan preparat yang digunakan tergantung dengan keparahan penyakit. Pada suatu penyakit dimana kortikosteroid digunakan karena efek samping seperti pada alopesia areata, kortikosteroid yang diberikan adalah kortikosteroid dengan masa kerja yang panjang. Kortikosteroid biasanya digunakan setiap hari atau selang sehari. Initial dose yang digunakan untu mengontrol penyakit rata-rata dari 2,5 mg hingga beberapa ratus mg setiap hari. Jika digunakan kurang dan 3 4 minggu, kortikosteroid diberhentikan tanpa tapering off. Dosis yang paling kecil dengan masa keija yang pendek dapat diberikan setiap pagi untuk meminimal efek samping karena kortisol mencapai puncaknya sekitar jam 08.00 pagi dan terjadi umpan balik yang maksimal dari sekresi ACTH. Sedangkan pada malam hari kortikosteroid level yang rendah dan dengan sekresi ACTH yang normal sehingga dosis rendah dari prednison (2,5 sampai 5mg) pada malam han sebelum tidur dapat digunakan untuk memaksimalkan supresi adrenal pada kasus akne maupun birsustisme.

Pada pengobatan dengan kortikosteroid hendaknya jangan lupa mencari penyebabnya. Kortikosteroid yang banyak dipakai ialah prednison karena telah lama digunakan dan harganya murah. Bila ada gangguan hepar digunakan prednisolon karena prednison dimetabolisme dihepar menjadi prednisolon. Pada penderita dengan hipertensi, gangguan kor, atau keadaan lain yang retensi garam merupakan masalah, maka dipilih kortikosteroid yang efek kortikosteroidnya sedikit/tidak ada, lebih-lebih bila diperlukan dosis kortikosteroid yang tinggi.Kortikosteroid yang memberi banyak efek mineralokortikoid jangan dipakai pada pemberian jangka panjang (lebih dan pada sebulan). Triamsinolon lebih sering memberi efek samping berupa miopati dan anoreksia sehingga berat badan menurun. Pada penyakit berat dan sukar menelan, misalnya toksik epidermal nekrolisis dan sindroma steven johnson harus diberikan kortikosteroid dengan dosis tinggi. Biasanya yang digunakan yaitu deksametason i.v karena lebih praktis. Jika masa kritis telah diatasi dan penderita telah dapat menelan diganti dengan tablet prednison.Pada pengobatan berbagai dermatosis dengan kortikosteroid, bila telah mengalami perbaikan dosisnya diturunkan berangsur-angsur agar penyakitnya tidak mengalami eksaserbasi, tidak terjadi supresi korteks kelenjar adrenal dan sindrom putus obat. Jika terjadi supresi korteks kelenjar adrenal, penderita tidak dapat melawan stress. Supresi terjadi kalau dosis prednison meebihi 5 mg per han dan kalau lebih dan sebulan. Pada sindrom putus obat terdapat keluhan lemah, lelah, anoreksia dan demam ringan yang jarang melebihi 39C.Pada pengobatan penyakit autoimun diperlukan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dan dicani dosis pemelihanaan. Dosis pemeliharaan ditentukan dengan menurunkan dosisnya berangsur-angsur. Untuk mencegah terjadinya supresi korteks kelenjar adrenal kortikosteroid dapat diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal pada pagi han (jam8), karena kadar kortisol tertinggi dalam darah pada pagi hari. Keburukan pemberian dosis selang sehari ialah pada hari bebas obat penyakit dapat kambuh. Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih diberikan kortikosteroid dengan dosis yang lebih rendah danipada dosis pada han pemberian obat. Kemudian perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis telah mencapi 7,5 mg prednison, selanjutnya pada hari yang seharusnya bebas obat tidak diberikan kortikosteroid lagi. Alasannya ialah bila diturunkan berarti hanya 5 mg dan dosis ini merupakan dosis fisiologik. Seterusnya dapat diberikan selang sehari.Terjadinya efek samping tergantung pada dosis, lama pengobatan dan macam kortikosterid. Pada pengobatan jangka pendek (beberapa hari / minggu) umumnya tidak terjadi efek samping yang gawat. Sebaliknya pada pengobatan jangka panjang (beberapa bulan / tahun) harus diadakan tindakan untuk mencegah terjadinya efek tersebut, yaitu:1. Diet tinggi protein dan rendah garam. 2. Pemberian KC1 3x500 mg sehari untuk orang dewasa, jika terjadi defisiensi Kalium3. Obat anabolik 4. ACTH diberikan 4 minggu sekali, yang biasanya diberikan ialah ACTH sintetik, yaitu synacthen depot sebanyak 1 mg (100 IU), pada pemberian kortikosteroid dosis tinggi dapat diberikan seminggu sekali. 5. Antibiotik perlu diberikan, jika dosis prednison melebihi 40 mg sehari 6. Antasida

3.1.3 Efek Samping

Tabel 2. Berikut efek samping kortikosteroid sistemik secara umum.

Tempat Macam efek samping

1Saluran cernaHipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis ulseratif.

2OtotHipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu

3Susunan saraf pusatPerubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambah.

4TulangOsteoporosis, fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur tulang panjang.

5KulitHirsutisme, hipotropi, striae atrofise, dermatosis akneiformis, purpura,

6MataGlaukoma dan katarak subkapsular posterior

7DarahKenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit

8Pembuluh darahKenaikan tekanan darah

9Kelenjar adrenal bagian kortekAtrofi, tidak bisa melawan stres

10Metabolisme protein,KH dan lemakKebilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia, gulameninggi, obesitas, buffalo hump, perlemakan hati.

11ElektrolitRetensi Na/air, kehilangan kalium.(astenia, paralisis, tetani, aritmia kor)

12Sistem immunitasMenurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Th herpes simplek,. dan keganasan dapat timbul

Efek samping pada tulang terjadi umumnya pada manula dan wanita saat menopause. Efek samping lain adalah sindrom Cushing yang terdiri atas moon face, buffalo hump, penebalan lemak suprakavikula, obesitas sentral, striae atrofise, purpura, dermatosis akneformis dan hirsustisme. Selain itu juga gangguan menstruasi, nyeri kepala, pseudotumor serebri, impotensi, hiperhidrosis, flushing, vertigo, hepatomegali dan keadaan ateroskierosis dipercepat. Pada anak memperlambat pertumbuhan.

Tabel 3. Mengenal lama kerja, potensi glukokortikoid, dosis ekuivalen, dan potensi mineralokortikoidMacam Kortikosteroid Potensi glukokortikoid Dosis ekuivalen (mg) Potensi mineralokortikoid

1. Kerja singkat a. Hidrokortison b. Kortison 1 0,8 20,0 25,0 2+ 2+

2. Kerjasedang a. Meprednison b. Metilprednisolon c. Prednisolon d. Prednison e. Triamsinolon 4-5 5 4 4 5 4,0 4,0 5,0 5,0 4,0 0 0 1+ 1+ 0

3. Kerjalama a. Betametason b. Deksametason c. Parametason 20-30 20-30 10 0,60 0,75 2,0 0 0 0

Keteragan: Masa paruh biologik kortikostreroid Kerja singkat : 8-12 jam Kerja sedang : 12-36 jam Kerja lama : 36-72 jam

Pada tabel diatas terlihat bahwa triamsinolon, parametason, betametason, dan deksametason tidak mempunyai efek mineralokortikoid. Hampir semua golongan kortikosteroid mempunyai efek glukokortikoid. Pada tabel ini obat disusun menurut kekuatan (potensi) dan yang paling lemah sampai yang paling kuat. Parametason, betametason, dan deksametason mempunyai potensi paling kuat dengan waktu paruh 36-72 jam. Sedangkan kortison dan hidrokortison mempunyai waktu paruh paling singkat yaitu kurang dari 12 jam. Harus diingat semakin kuat potensinya semakin besar efek samping yang terjadi.

3.1.4 Monitor Dasar evaluasi yang digunakan sebelum dilakukan pengobatan kortikosteroid untuk mengurangi potensi terjadinya efek samping adalah riwayat personal dan keluarga dengan perhatian khusus kepada penderita yang memiliki predisposisi diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, glaukoma dan penyakit yang terpengaruh dengan pengobatan steroid. Tekanan darah dan berat badan harusrus tetap di ukur. Jika dilakukan pengobatan jangka lama perlu dilakukan pemeriksaan mata, test PPD, pengukuran densitas tulang spinal dengan menggunakan computed tomography (CT), dual-photon absorptiometry, atau dual-energy x ray absorptiometry (DEXA).Sedangakan selama penggunaan kortikosteroid tetap perlu dilakukan evaluasi diantaranya menanyakan kepada pasien terjadinya poliuri, polidipsi, nyeri abdomen, demam, gangguan tidur dan efek psikologi. Penggunaan glukokortikoid dosis besar mempunyai kemungkinan terjadi efek yang serius terhadap afek bahkan psikosis. Berat badan dan tekanan darah tetap selalu di monitor. Elektrolit serum, kadar gula darah puasa, kolesterol, dan trigliserida tetap diukur dengan regular. Pemeriksaan tinja perlu dilakukan pada kasus darah yang menggumpal. Selain itu, pemeriksaan lanjut pada mata karena ditakutkan terjadinya katarak dan glaukoma

Tabel 4. Berikut hal - ha1 yang perlu di monitor selama penggunaan glukokortikoid jangka panjang

NoEfek sampingMonitor

1HipertensiTekanan darah

2Berat badan meningkatBerat badan

3Reaktivasi infeksiPPD, (12 han setelah pemakaian prednison)

4Abnormalitas metabolikElektrolit, lipid, glukosa (t.u penderita diabetes dan hiperlipidemia)

5OsteoporosisDensitas tulang

6MataKatarakGlaukoma Pemeriksaan slit lamp (setiap 6 sampai 12 bulan) Tekanan intraokular (saat bulan pertama dan ke enam)

7Ulkus peptikPertimbangkan pengunaan antagonis H2 atau proton pump inhibitor

8Supresi kelenjar adrenalDosis tunggal di pagi hari, periksa serum kortisol pada jam 8 pagi sebelum tapering off.

Pada pengobatan jangka panjang harus waspada terhadap efek samping, hendaknya diperiksa tensi, berat badan (seminggu sekali), EKG (sebulan sekali) terutama pada usia di atas 40 tahun, dan pemeriksaan laboratorium: Hb, jumlah leukosit, hitung jenis, LED, urin lengkap, kadar Na dan K dalam darah, gula darah (seminggu sekali), foto toraks, apakah ada tuberkulosis paru (3 bulan sekali).Efek samping yang juga berat ialah osteoporosis yang dapat menyebabkan fraktur. Pada pemberian kortikosteroid yang jangka panjang, misalnya pada penyakit autoimun hendaknya sejak semula diusahakan pencegahannya. Penderita dikonsultasikan ke sub bagian ortopedi. Pada wanita saat menopouse dikonsultasikan ke bagian kebidanan untuk kemungkinan terapi hormonal, karena pada masa tersebut rentan mendapat osteoporosis.

3.1.5 Indikasi Dan Dosis

Indikasi kortikosteroid ialah dermatosis alergik atau yang dianggap mempunyai dasar alergik, Pada tabel dibawah lni dicantumkan berbagai penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid serta dosisnya. Tabel 5. Dosis inisial kortikosteroid sistemik sehari untuk orang dewasa pada berbagai dermatosisNama penyakit Macam kortikosteroid dan dosisnya sehari

Dermatitis Prednison 4x5 mg atau 3xl0 mg

Erupsi alergi obat ringan Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg

SSJ berat dan NET Deksametason 6x5 mg

Eritroderma Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg

Reaksi lepra Prednison 3x10 mg

LEDPrednison 3x10 mg

Pemfigoid bulosa Prednison 40-80 mg

Pemfigus vulgaris Prednison 60-150 mg

Pemfigus foliaseus Prednison 3x20 mg

Pemfigus eritematosa Prednison 3x20 mg

Psoriasis pustulosa Prednison 4x 10 mg

Reaksi Jarish-Herxheimer Prednison 20-40 mg

Dosis yang tertulis ialah dosis patokan untuk orang dewasa menurut pengalaman, tidak bersifat mutlak karena bergantung pada respons penderita. Dosis untuk anak disesuaikan dengan berat badan / umur. Jika setelah beberapa hari belum tampak perbaikan, dosis ditingkatkan sampai ada perbaikan.

3.2. KORTIKOSTEROID TOPIKAL 3.2.1. Pendahuluan

Pada tahun 1952 SULZBERGER dan WITTEN memperkenalkan hidrokortison dan hidrokortison asetat sebagai obat topikal pertama dan golongan kortikosteroid. Hal im merupakan kemajuan yang sangat besar dalam pengobatan penyakit kulit karena kortikosteroid mempunyai khasiat yang sangat luas yaitu anti inflamasi, anti alergi, anti pruritus, anti mitotik, dan vasokontriksi. Pada penyelidikan ternyata bahwa kortison dan adreno cortico trophic hormone (ACTH) tidak efektif sebagai obat topikal.Pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1960 diperkenalkan kortikosteroid yang lebih poten dari pada hidrokortison, yaitu kortikosteroid yang bersenyawa halogen yang dikenal sebagai fluorinated corticosteroid. Penambahan 1 atom F pada posisi 6 dan 9 dan satu rantai samping pada posisi 16 dan 17, menghasilkan bentuk yang mempunyai potensi tinggi. Zat-zat ini pada konsentrasi 0,025% sampai 0,1% memberikan pengaruh anti inflamasi yang kuat, yang termasuk golongan ini ialah, antara lain ; betametason, betametason valerat, betametason benzoat, fluosinolon asetonid dan triamsinolon asetonid.

3.2.2 Penggolongan

Kortikosteroid topikal bagi menjadi 7 golongan besar, diantaranya berdasarkan anti inflamasi dan anti mitotik, Golongan 1 yang paling kuat daya anti inflamasi dan anti mitotiknya (superpoten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi lemah). Tabel 6. Penggolongan kortikosteroid topikal berdasarkan potensi kilnis: Kiasifikasi Nama Dagang Nama Generik

Golongan 1: (super poten)Diprolene ointmentDiprolene AF cream Psorcon ointment Temovate ointment Temovate creamOlux foamUltravate ointmentUltravate cream 0,05% betamethason dipropionate

0,05% diflorasone diacetate0,05% clobetasol propionate

0,05% halobetasol propionate

Golongan II: (potensi tmggi)

Cyclocort ointment Diprosone ointment Elocon ointment Florone ointment Halog ointment Halog cream Halog solution Lidex ointment Lidex cream Lidex gel Lidex solution Maxiflor ointment Maxivate ointment Maxivate cream Topicort ointment Topicort cream Topicort gel0,1% ameinonide 0,05% betamethasoiie dipropionate 0,01% mometasone fuorate 0,05% diflorasone diacetate 0,01% halcinonide

0,05% fluocinonide

0,05% diflorasone diacetate 0,05% betamethasone dipropionate

0,25% desoximetasone

0,05% desoximetasone

Golongan III: (potensi finggi)

Aristocort A ointment Cultivate ointment Cyclocort cream Cyclocort lotion Diprosone creamFlurone cream Lidex E cream Maxiflor cream Maxivate lotionTopicort LP creamValisone ointment 0,1% triamcinolone acetonide 0,005% fluticasone propionate 0,1 amcinonide

0,05% betamethasone dipropionate0,05% diflorosone diacetate0,05% fluocmomde0,05% diflorosone diacetate0,05% betamethasone dipropionate 0,05% desoxitnetasone 0,01% betamethasone valerate

Golongan IV: (potensi medium)Aristocort omtment Cordran ointment Elocon cream Elocon lotion Kenalog ointment Kenalog cream Synalar ointment Westcort ointment 0,1% traamcinolone acetomde0,05% flurandrenolide 0,1% mometasone furoate

0,1% triamcinolone acetonide

0,025% fluocinolone acetonide0,2% hydrocortisone valerate

Golongan V: (potensi medium)Cordran cream Cutivate cream Dermatop cream Diprosone lotion Kenalog lotion Locoid ointment Locoid cream Synalar cream Tridesilon ointment Valisone cream Westcort cream0,05% flurandrenolide0,05% fluticasone propionate0,1% prednicarbate 0,05% betamethasone dipropionate 0,1% triamcinolone acetonide0,1% hydrocortisone butyrate

0,025% fluocinolone acetonide0,05% desonide0,1% betamethasone valerate0,2% hydrocortisone valerate

Golongan VI: (potensi medium)Aclovate ointment Aclovate cream Aristocort cream Desowen cream Kenalog cream Kenalog lotion Locoid solution Synalar cream Synalar solution Tridesilon cream Valisone lotion 0,05% aclometasone

0,1% triamcinolone acetonide0,05% desonide 0,025% triamcinolone acetonide

0,1% hydrocortisone butyrate0,01% fluocinolone acetonide

0,05% desonide0,1% betamethasone valerate

Golongan VII: Potensi lemah)Obat topical dengan hidrokortison, dekametason, glumetalone, prednisolone, dan metilprednisolone

3.2.3 Penggunaan Klinik

Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat paliatjf dan supresjf terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal. Biasanya pada kelainan akut dipakai kortikosteroid dengan potensi lemah contohnya pada anak-anak dan usia lanjut, sedangkan pada kelainan subakut digunakan kortikosteroid sedang contonya pada dermatitis kontak alergik, dermatitis seboroik dan dermatitis intertriginosa. Jika kelainan kronis dan tebal dipakai kortikosteroid potensi kuat contohnya pada psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis dishidrotik, dan dermatitis numular.Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai dengan harapan agar remisi lebih cepat terjadi. Yang harus diperhatikan adalah kadar kandungan steroidnya. Dermatosis yang kurang responsif terhadap kortikosteroid ialah lupus eritematosus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipiodika diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid, eksantema fikstum. Erupsi eksematosa biasanya diatasi dengan salep hidrokortison 1%. Pada penyakit kulit akut dan berat serta pada eksaserbasi penyakit kulit kronik, kortikosteroid diberikan secara sistemik.Pengobatan kortikosteroid pada bayi dan anak harus dilakukan dengan lebih hati-hati. Penggunaan pada anak-anak memiliki efektifitas yang tinggi dan sedikit efek samping terhadap pemberian kortikosteroid topikal dengan potensi lemah dan dalam jangka waktu yang singkat. Sedangkan pada bayi memiliki risiko efek samping yang tinggi karena kulit bayi masih belum sempurna dan fungsinya belum berkembang seutuhnya. Secara umum, kulit bayi lebih tipis, ikatan sel-sel epidermisnya masih longgar, lebih cepat menyerap obat sehingga kemungkinan efek toksis lebih cepat terjadi serta sistem imun belum berfungsi secara sempurna Pada bayi prematur lebih berisiko karena kulitnya lebih tipis dan angka penetrasi obat topikal sangat tinggi. Pada geriatri memiliki kulit yang tipis sehingga penetrasi steroid topikal meningkat. Selain itu, pada geriatric juga telah mengalami kulit yang atropi sekunder karena proses penuaan. Kortikosteroid topikal harus digunakan secara tidak sering, waktu singkat dan dengan pengawasan yang ketat.Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Pada kasus kelahiran prematur, sering digunakan steroid untuk mempercepat kematangan paru-paru janin (SOP). Percobaan pada hewan menunjukkan penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi di absorbsi di kulit memasuki aliran darah wanita hamil terutama pada penggunaan dalam jumlah yang besar, jangka waktu lama dan steroid potensi tinggi. Analisis yang baru saja dilakukan memperlihatkan hubungan yang kecil tetapi penting antara kehamilan terutama trisemester pertama dengan bibir sumbing. Kemungkinannya 1 % dapat terjadi cleft lip atau cleft palate saat penggunaan steroid selama kehamilan. Kortikosteroid sistemik yang biasa digunakan pada saat kehamilan adalah prednison dan kortison. Sedangkan untuk topikal biasa digunakan hidrokortison dan betametason. Begitu juga pada waktu menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal harus dihindari dan diperhatikan. Belum diketahui dengan pasti apakah steroid topikal diekskresi melalui ASI, tetapi sebaiknya tidak digunakan pada wanita sedang menyusui.Kortikosteroid dapat menyebabkan gangguan mental bagi penggunanya. Rata-rata dosis yang dapat menyebabkan gangguan mental adalah 60 mg/ hari, sedangkan dosis dibawah 30 mg/hari tidak bersifat buruk pada mental penggunanya. Bagi pengguna yang sebelumnya memiliki gangguan jiwa dan sedang menggunakan pengobatan kortikosteroid sekitar 20% dapat menginduksi timbulnya gangguan mental sedangkan 80% tidak.

3.2.4 Indikasi

Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk suatu penyakit kulit (MARKS 1985). Harus selalu diingat bahwa kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal. Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid topikal ialah psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis numularis, dermatitis stasis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa dan dermatitis solaris (fotodermatitis). Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus eritematosus diskoid, psoriasis ditelapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipoidika diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis. liken planus, pemfigoid, eksantema fikstum. Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid intralesi ialah keloid, jaringan parut hipertrofik, alopesia areata, akne berkista, prurigo nodularis, morfea, dermatitis dengan likenifikasi, liken amiloidosis, dan vitiligo sebagian responsif). Disamping kortikosteroid topikal tersebut ada pula kortikosteroid yang disuntikan intralesi, misalnya triamsinolon asetonid.

3.2.5 Pemilihan Jenis Kortikosteroid Topikal

Pada saat memilih kortikosteroid topikal yang sesuai, aman, efek samping sedikit dan harga murah, disamping itu ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit, luas atau tidaknya lesi, dalam atau dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi. Perlu juga dipertimbangkan umur penderita. Steroid topikal terdiri dan berbagai macam vehikulum dan bentuk dosis. Salep (ointments) ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula lanolin atau minyak. Jenis ini merupakan yang terbaik untuk pengobatan kulit yang kering karena banyak mengandung pelembab. Selain itu juga baik untuk pengobatan pada kulit yang tebal contoh telapak tangan dan kaki. Salep mampu melembabkan stratum komeum sehingga meningkatkan penyerapan dan potensi obat. Krim adalah suspensi minyak dalam air. Krim meniiliki komposisi yang bervaniasi dan biasanya lebih berminyak dibandingkan ointments tetapi berbeda pada daya hidrasi terhadap kulit. Banyak pasien lebih mudah menemukan krim untuk kulit dan secara kosmetik lebih baik dibandingkan ointments. Meskipun itu, krim terdiri dari emulsi dan bahan pengawet yang mempermudah terjadi reaksi alergi pada beberapa pasien. Lotion (bedak kocok) tediri atas campuran air dan bedak, yang biasanya ditambah dengan gliserin sebagai bahan perekat, lotion mirip dengan krim. Lotion terdiri dan agents yang membantu melarutkan kortikosteroid dan lebih mudah menyebar ke kulit. Solution tidak mengandung minyak tetapi kandungannya terdini dan air, alkohol dan propylene glycol. Gel komponen solid pada suhu kamar tetapi mencair pada saat kontak dengan kulit. Lotion, solution, dan gel memiliki daya penyerapan yang lebih rendah dibandingkan ointment tetapi berguna pada pengobatan area rambut contoh pada daerah scalp dimana lebih berminyak dan secara kosmerik lebih tidak nyaman pada pasien.

3.2.6 Aplikasi KIinis a. Cara aplikasi Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3x/hari sampai penyakit tersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis ialah menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang berupa toleransi akut yang berarti efek vasokonstriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek vasokonstriksi akan timbul kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan.b. Lama pemakaian steroid topikalLama pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dan 4-6 minggu untuk steroid potensi lemah dan tidak lebih dan 2 minggu untuk potensi kuat.

3.2.7 Efek Samping

Efek samping terjadi bila:1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan2. Penggunaan kortikosteroid topilcal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan secara okiusifHarus diingat bahwa makin tinggi potensi kortikosteroid topikal, makin cepat terjadinya efeksamping. Gejala efek samping:1. Atrofi2. Strie atrofise3. Telengiektasis4. Purpura5. Dermatosis akneiformis6. Hipertrikosis setempat7. Hipopigmentasi8. Dermatitis perioral9. Menghambat penyembuhan ulkus10. Infeksi mudah terjadi dan meluas11. Gambaran kilnis penyakit infeksi menjadi kabur

Dermatofitosis yang diobati dengan kortikosteroid topikal gambaran klinisnya menjadi tidak khas karena efek anti inflamasinya. Pinggir yang eritematosa dan berbatas tegas menjadi kabur dan meluas dikenal sebagai tinea incognito.

3.2.8 Pencegahan Efek Samping

Efek sampmg sistemik jarang sekali terjadi, agar aman dosis yang dianjurkan ialah jangan melebihi 30 gram sehari .Pada bayi kulit masih tipis, hendaknya dipakai kortikosteroid topikal yang lemah. Pada kelainan akut dipakai pula kortikosteroid topikal yang lemah. Pada kelainan subakut digunakan kortikosteroid topikal sedang. Jika kelainan kronis dan tebal dipakai kortikosteroid topikal kuat. Bila telah membaik pengolesan dikurangi, yang semula dua kali sehari menjadi sehari sekali atau diganti dengan kortikosteroid topikal sedang/lemah untuk mencegah efek samping.Jika hendak menggunakan cara oklusi jangan melebihi 12 jam sehari dan pemakaiannya terbatas pada lesi yang resisten. Pada daerah lipatan (inguinal, ketiak) dan wajah digunakan kortikosteroid topikal lemah / sedang. kortikosteroid topikal jangan digunakan untuk infeksi bakterial, infeksi mikotik, infeksi virus, dan skabies. Di sekitar mata hendaknya berhati-bati untuk menghindari timbulnya glaukoma dan katarak. Terapi intralesi dibatasi I mg pada satu tempat, sedangkan dosis maksimum perkali 10mg.