Kortikosteroid Pada Penyakit Alergi Anak

9
Kortikosteroid pada Penyakit Alergi Anak 1. Pendahuluan Penyakit atopi seperti asma dan eksim merupakan kondisi alergi yang cenderung diturunkan dalam keluarga dan dikaitkan dengan pembentukan antibodi IgE spesifik terhadap alergen lingkungan. Tatalaksana medikamentosa yang diberikan berdasarkan pada reaksi inflamasi alergi yang mendasari penyakit. Pada individu yang rentan terhadap alergi, paparan dengan alergen menghasilkan aktivasi sel Th2 dan produksi antibodi IgE. Reaksi kerusakan jaringan yang disebabkan oleh respons imun tersebut merupakan reaksi hipersensitivitas dan istilah alergi sering disamakan dengan hipersensitivitas segera (tipe I). Pada reaksi alergi juga terjadi proses inflamasi yang terjadi pada fase lambat. Histamin merupakan mediator utama dalam reaksi alergi. Oleh karena itu, salah satu terapi utama dalam alergi adalah pemberian antihistamin. Kortikosteroid juga mengurangi jumlah sel inflamasi dengan menghambat penarikan sel inflamasi ke jaringan inflamasi melalui penekanan produksi mediator kemotaktik dan molekul adesi, serta juga menghambat keberadaan (survival) sel inflamasi tersebut. Penggunaan kortikosteroid oral pada keadaan

description

Kortikosteroid Pada Penyakit Alergi Anak

Transcript of Kortikosteroid Pada Penyakit Alergi Anak

Page 1: Kortikosteroid Pada Penyakit Alergi Anak

Kortikosteroid pada Penyakit Alergi Anak

1. Pendahuluan

Penyakit atopi seperti asma dan eksim merupakan kondisi alergi yang cenderung

diturunkan dalam keluarga dan dikaitkan dengan pembentukan antibodi IgE spesifik terhadap

alergen lingkungan. Tatalaksana medikamentosa yang diberikan berdasarkan pada reaksi

inflamasi alergi yang mendasari penyakit. Pada individu yang rentan terhadap alergi, paparan

dengan alergen menghasilkan aktivasi sel Th2 dan produksi antibodi IgE. Reaksi kerusakan

jaringan yang disebabkan oleh respons imun tersebut merupakan reaksi hipersensitivitas dan

istilah alergi sering disamakan dengan hipersensitivitas segera (tipe I). Pada reaksi alergi juga

terjadi proses inflamasi yang terjadi pada fase lambat. Histamin merupakan mediator utama

dalam reaksi alergi. Oleh karena itu, salah satu terapi utama dalam alergi adalah pemberian

antihistamin. Kortikosteroid juga mengurangi jumlah sel inflamasi dengan menghambat

penarikan sel inflamasi ke jaringan inflamasi melalui penekanan produksi mediator kemotaktik

dan molekul adesi, serta juga menghambat keberadaan (survival) sel inflamasi tersebut.

Penggunaan kortikosteroid oral pada keadaan alergi fase cepat/ akut membutuhkan potensi

glukokortikoid yang lebih tinggi dibandingkan potensi mineralkortikoid untuk menghindari efek

samping retensi natrium. Selain itu pemilihan bentuk formula dan rasa juga berperan dalam

kepatuhan anak dalam berobat dengan kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid pada inflamasi

alergi tergantung pada beberapa faktor yang menentukan manfaat dan risiko pada tiap anak (1).

2. Kortikosteroid

Mediator inflamasi yang diproduksi pada penyakit alergi antara lain mediator lipid, peptida

inflamasi, kemokin, sitokin dan faktor pertumbuhan. Selain itu, juga terdapat bukti bahwa sel

struktural dari saluran nafas, seperti sel epitel, sel otot polos, sel endotel dan fibroblas merupakan

Page 2: Kortikosteroid Pada Penyakit Alergi Anak

sumber utama mediator inflamasi pada asma. Pada tingkat selular, kortikosteroid mengurangi

jumlah sel inflamasi di saluran nafas, termasuk eosinofil, limfosit T, sel mast dan sel dendritik.

Efek ini dicapai dengan menghambat rekrutmen atau penarikan sel inflamasi tersebut ke saluran

nafas melalui penekanan produksi mediator kemotaktik dan molekul adhesi, serta juga

menghambat keberadaan (survival) sel inflamasi di saluran nafas, seperti eosinofil, limfosit T

dan sel mast. Oleh karena itu, kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi spektrum luas,

melalui inhibisi mediator inflamasi dan sel inflamasi serta sel struktural (sel epitel, endotel, otot

polos saluran nafas dan kelenjar mukus), sehingga berdampak pada berkurangnya infiltrat atau

aktivasi inflamasi, stabilisasi kebocoran vaskular, penurunan produksi mukus dan

peningkatan respons β-adrenergik (19,20).

Pada tingkat molekular, kortikosteroid secara difus menembus membran sel target dan terikat

dengan reseptor glukokortikoid di sitoplasma. Reseptor tersebut secara normal terikat dengan

protein pengantar, seperti heat shock protein-90 (HSP90) dan Fκ-binding protein, yang

melindungi reseptor dan mencegah lokalisasi nuklearnya dengan cara menutupi lokasi reseptor

yang diperlukan untuk transpor dari membran nuklear ke nukleus. Setelah kortikosteroid terikat

dengan glukokortikoid, terjadi perubahan struktur reseptor yang menghasilkan disosiasi

molekular protein pengantar, sehingga memaparkan signal lokalisasi nuklear ke glukokortikoid.

Pemaparan ini menghasilkan transpor cepat kompleks kortikosteroid glukokortikoid teraktivasi

ke nukleus, yang akan terikat dengan DNA dan menyebabkan perubahan pada transkripsi Gen

(19).

Sebagian besar protein inflamasi diregulasi oleh transkripsi gen, yang diatur oleh faktor

transkripsi proinflamasi, seperti nuclear factor-κB (NF-κB) dan activator protein-1 (AP-1), yang

biasanya teraktivasi di saluran nafas yang mengalami asma. Dalam mengatur inflamasi, efek

Page 3: Kortikosteroid Pada Penyakit Alergi Anak

utama glukokortikoid terutama berasal dari interaksi glukokortikoid teraktivasi dengan

transkripsi faktor nuklear NF-κB dan AP-1, yang menyebabkan inhibisi ekspresi molekul

proinflamasi (trans-reppresive), sehingga menekan gen yang mengkode protein inflamasi

tersebut, antara lain gen yang mengkode sitokin (IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-11,

IL-12, IL-13, IL-16, IL-17, IL-18, TNF-α, GM-CSF), kemokin, molekul adesi (ICAM-1,

VCAM-1), enzim inflamasi, reseptor inflamasi dan peptida (19).

Beberapa studi juga menunjukkan bahwa glukokortikoid juga dapat enghambat ekspresi

ICAM-1 yang diinduksi oleh IL-1 (11). Dengan adanya efek penekanan produksi sitokin dan

pelepasan mediator maka dapat mengurangi reaksi inflamasi alergi. Efek trans-activation di sisi

lain akan menginduksi transkripsi gen yang terlibat dalam efek yang tidak diinginkan dalam

terapi kortikosteroid (19).

Pemakaian kortikosteroid pada inflamasi alergi dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik

dari segi obat maupun individu. Faktor yang berhubungan dengan obat, antara lain:

1. jenis pemakaian obat, oral atau topikal,

2. besarnya absorpsi sistemik yang dikaitkan dengan rute pemberian dan efek samping

klinis,

3. dosis, durasi dan jadwal pemberian,

4. perbedaan farmakokinetik dan farmakodinamik.

Sedangkan faktor yang berhubungan dengan individu, antara lain:

1. respons penyakit terhadap kortikosteroid,

2. perubahan derajat keparahan penyakit,

3. risiko terapi yang tidak optimal,

4. kerentanan terhadap efek samping (21).

Page 4: Kortikosteroid Pada Penyakit Alergi Anak

Pemakaian kortikosteroid topikal memberikan target yang selektif pada saluran nafas,

sehingga konsentrasi tinggi lokal tidak disertai dengan paparan sistemik yang tinggi. Namun efek

samping yang muncul dapat berupa mulut kering, kandidiasis oral, perdarahan pada penggunaan

intranasal dan disfonia pada penggunaan inhalasi. Penggunaan obat topikal juga membutuhkan

saluran nafas proksimal yang paten agar obat dapat mencapai jaringan target. Pemberian topikal

lebih dipilih pada keadaan yang kronik karena tidak memberikan efek samping sistemik (21).

Pemberian topikal juga dapat diserap ke sirkulasi sistemik melalui saluran cerna dan

memberikan efek samping sistemik, meskipun jarang. Hal ini tergantung pada bioavailabilitas

oral (penyerapan usus dan jalur pertama metabolisme hepatik). Kortikosteroid inhalasi meliputi

beklometason dipropionat, budesonid, siklesonid, flunisonid, flutikason propionat, mometason

furoat dan triamsinolon asetat (21).

Sebagian besar agen, seperti beklometason dipropionat, budesonid, flunisonid dan

triamsinolon asetat dapat diabsorbsi di saluran cerna ke sirkulasi sistemik dan mengalami jalur

pertama metabolisme hepatik. Hasil bioavaiabilitas dapat mencapai 50%. Agen flutikason

propionat dan mometason furoat juga diserap dengan baik di saluran cerna, namun hanya

sebagian kecil yang mencapai sirkulasi portal dan dimetabolisme. Availabiltas sistemik yang

rendah tersebut penting pada anak yang sedang tumbuh dan pasien yang sudah menggunakan

kortikosteroid inhalan untuk asma (22).

Efek samping kortikosteroid intranasal atau inhalasi dosis rekomendasi terhadap aksis

hipotalamushipofisis-adrenal atau gangguan metabolisme tulang relatif rendah. Selain itu, dari

hasil beberapa penelitian juga tidak didapatkan adanya retardasi pertumbuhan ataupun glaukoma

akibat penggunaan kortikosteroid tersebut. Efek samping lokal dapat berupa iritasi nasal,

kekeringan dan epistaksis. Di sisi lain, kortikosteroid sistemik mempunyai efek hipotensi,

Page 5: Kortikosteroid Pada Penyakit Alergi Anak

hiperglikemia, kenaikan berat badan, purpura, atrofi otot dan gangguan pertumbuhan, sehingga

sedapat mungkin dihindari pada terapi inflamasi saluran nafas atas, namun risiko ini juga

tergantung pada durasi penggunaan (23).

Pada pemberian kortikosteroid oral, obat mencapai target saluran nafas setelah absorpsi

disaluran cerna dan distribusi melalui sirkulasi sistemik. Distribusi ini tidak mencapai jaringan

target dengan selektif, sehingga memerlukan dosis yang lebih besar dan risiko efek samping

yang besar. Namun pemberian oral dapat digunakan pada keadaan akut. Untuk memperoleh

manfaat yang baik pada sirkulasi sistemik, obat harus diserap di usus dan mempunyai jalur

pertama metabolisme hepatik (hepatic first-pass metabolism) yang rendah (21).

Perbedaan golongan kortikosteroid oral terletak pada aktivitas mineralokortikoid dan

glukokortikoid. Aktivitas mineralkortikoid tidak mempunyai efek dalam inflamasi alergi dan

dapat menyebabkan efek samping, antara lain retensi air dan natrium yang menyebabkan edema

dan hipertensi, serta peningkatan ekskresi kalium dengan risiko alkalosis hipokalemik.

Hidrokortison mempunyai efek mineralokortikoid terbesar dan lebih banyak efek samping

dibandingkan kortikosteroid sintetik, seperti prednisolon (21).

Golongan triamsinolon dan deksametason mempunyai aktivitas mineralokortikoid yang

paling rendah, sehingga berpotensi rendah dalam menyebabkan retensi natrium dan efek samping

yang lain. Golongan triamsinolon juga mempunyai durasi kerja sedang (intermediate) dan

potensi antiinflamasi yang sesuai untuk mengatasi gejala alergi akut (24).

Hal menarik yang perlu diperhatikan pada pemberian kortikosteroid oral pada anak,

khususnya pada penyakit alergi, adalah pemilihan bentuk formula dan rasa. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa rasa obat (palatibility) yang diikuti dengan persepsi rasa yang baik akan

meningkatkan kepatuhan (compliance) anak dalam pengobatan dengan kortikosteroid (25,26).

Page 6: Kortikosteroid Pada Penyakit Alergi Anak

Golongan triamsinolon merupakan kortikosteroid oral yang mempunyai rasa tidak pahit,

sehingga dapat berguna dalam kepatuhan anak dalam berobat. Selain itu, kepatuhan yang baik

akan menghasilkan pengobatan yang efisien, terutama dari segi biaya pengobatan (cost-efficient)

(25).

Secara garis besar, pemberian kortikosteroid pada inflamasi alergi tergantung pada

beberapa faktor yang menentukan manfaat dan risiko pada tiap anak.