Koordinasi Kebijakan Fiskal Dan Moneter Di Indonesia

10
KOORDINASI KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DI INDONESIA Oleh Dono Iskandar Djojosubroto I. Pendahuluan Secara umum terdapat empat permasalahan ekonomi makro, yaitu: (1) tingkat harga agregat (inflasi); (2) produk domestik bruto (PDB); (3) penyerapan tenaga kerja (employment); dan (4) neraca pembayaran atau balance of payment (BOP). Keempat permasalahan ekonomi makro tersebut dapat dipengaruhi oleh pemerintah melalui kebijakan fiskal dan moneter, yang umumnya dilaksanakan oleh dua institusi yang berbeda, yaitu, institusi fiskal (Departemen Keuangan) dan institusi moneter (Bank Indonesia). Dengan demikian koordinasi antara dua institusi ini sangat diperlukan untuk mencapai target-target ekonomi makro yang sudah ditetapkan. Di Indonesia, dan juga di banyak negara lain, koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter selalu menjadi masalah. Sumber-sumber dari permasalahan tersebut, antara lain (1) Ketidakjelasan penugasan dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku kepada Departemen Keuangan dan Bank Sentral ; (2) Kedudukan Bank Sentral dalam pemerintahan, yaitu sejauh mana Bank Sentral mempunyai kedudukan yang independen dari pemerintah;

description

ekonomi

Transcript of Koordinasi Kebijakan Fiskal Dan Moneter Di Indonesia

Page 1: Koordinasi Kebijakan Fiskal Dan Moneter Di Indonesia

KOORDINASI KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DI INDONESIA

Oleh

Dono Iskandar Djojosubroto

I. Pendahuluan

Secara umum terdapat empat permasalahan ekonomi makro, yaitu: (1)

tingkat harga agregat (inflasi); (2) produk domestik bruto (PDB); (3) penyerapan

tenaga kerja (employment); dan (4) neraca pembayaran atau balance of

payment (BOP). Keempat permasalahan ekonomi makro tersebut dapat

dipengaruhi oleh pemerintah melalui kebijakan fiskal dan moneter, yang

umumnya dilaksanakan oleh dua institusi yang berbeda, yaitu, institusi fiskal

(Departemen Keuangan) dan institusi moneter (Bank Indonesia). Dengan

demikian koordinasi antara dua institusi ini sangat diperlukan untuk mencapai

target-target ekonomi makro yang sudah ditetapkan. Di Indonesia, dan juga di

banyak negara lain, koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter

selalu menjadi masalah. Sumber-sumber dari permasalahan tersebut, antara lain

(1) Ketidakjelasan penugasan dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku kepada Departemen Keuangan dan Bank Sentral ;

(2) Kedudukan Bank Sentral dalam pemerintahan, yaitu sejauh mana Bank

Sentral mempunyai kedudukan yang independen dari pemerintah;

(3) Persepsi dari pimpinan tertinggi Bank Sentral dan Departemen Keuangan

mengenai koordinasi yang harus dilakukan;

(4) Instrumen yang dipakai oleh Bank Sentral dalam operasi pasar;

(5) Tingkat kemajuan pasar modal.

Oleh karena itu mungkin tidak atau sulit sekali memperoleh suatu bentuk

koordinasi yang universal, yang dapat diterapkan di semua negara. Khususnya

di negara-negara berkembang, di mana struktur keuangan dan finansial masih

berkembang, diperlukan koordinasi yang berbeda-beda sesuai dengan

perkembangan yang ada.

II. Kebijakan fiskal dan pengaruhnya terhadap perekonomian

Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan

negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara

Page 2: Koordinasi Kebijakan Fiskal Dan Moneter Di Indonesia

penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga

dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang

dibiayai pengeluaran negara.

Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan

belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat

dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang

dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang

dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai

pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang

menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari

negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan

negara.

Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua

pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di

sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran

bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan

pengeluaran negara.

Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan

diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam

APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang

besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus

tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang

pemerintah (prepayment). Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat

dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan

pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman

perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara

(government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa

penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam

negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan

yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar

hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas

Page 3: Koordinasi Kebijakan Fiskal Dan Moneter Di Indonesia

kemampuan negara (sustainable). Pada dasarnya defisit dalam APBN akan

menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian . Dalam hal defisit APBN

dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan

inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-

barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama

ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli

barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai

pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Demikian juga

jika, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan

menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.

Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar

negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas

modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat

ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun kinerja

pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas

moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow.

III. Kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap perekonomian

Pada dasarnya, kebijakan moneter ditujukan agar likuiditas dalam

perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan

transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya

pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh

bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations

(OMOs). Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral menjual atau

membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam perekonomian

dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah obligasi

negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah. Dilain pihak bila

bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan

menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank sentral.

Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral tersebut

memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.

Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki

Page 4: Koordinasi Kebijakan Fiskal Dan Moneter Di Indonesia

obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia

telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi

bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru

pada tahap awal dan volume transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih

sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih mempergunakan Sertifikat Bank

Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan beban

pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup tinggi,

jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga

instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs.

IV. Perlunya koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter

Perlunya koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter adalah

untuk menetapkan dan mencapai target-target moneter dan defisit APBN secara

konsisten dalam rangka mencapai pembangunan ekonomi yang cukup tinggi dan

stabil. Disamping itu koordinasi yang baik juga diperlukan untuk mendorong

perkembangan pasar finansial, serta mendukung pelaksanaan kebijakan

moneter dan fiskal melalui pertukaran informasi. Bentuk koordinasi antara

kebijakan fiskal (Departemen Keuangan) dan kebijakan moneter (Bank

Indonesia) sangat tergantung kepada :

(1) Apakah bank sentral mempunyai otonomi penuh dan mempunyai objectives

dan instruments yang terpisah, dan

(2) Apakah pasar modal dan pasar uang sudah berada pada tingkat yang

cukup maju.

Pada saat ini Indonesia masih dalam tahap awal dan menuju ke tahap

peralihan ke arah ekonomi yang maju. Hal ini ditandai oleh :

(1) Obligasi negara baru saja diperkenalkan, yaitu dengan adanya program

rekapitalisasi sektor perbankan sehubungan dengan terjadinya krisis

ekonomi;

(2) Pasar sekunder bagi obligasi negara baru saja terbentuk dan masih dalam

tahap awal;

(3) Interbank loan masih lemah, akibat dari krisis ekonomi; dan

Page 5: Koordinasi Kebijakan Fiskal Dan Moneter Di Indonesia

(4) Obligasi negara belum dipakai sebagai instrumen moneter oleh Bank

Indonesia.

Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia, pemerintah tidak dimungkinkan lagi untuk meminjam uang dari

Bank Indonesia untuk menutup defisit APBN, bahkan tidak dimungkinkan untuk

meminjam uang untuk jangka pendek dalam hal pemerintah menghadapi

masalah cash- flow. Dalam hal ini Bank Indonesia mempunyai kekuasaan penuh

di dalam menetapkan/mengatur jumlah uang yang beredar dalam perekonomian,

karena mempunyai objective yang terpisah (inflation targeting). Akan tetapi

asumsi yang dipakai dalam hal ini adalah bahwa kurs mata uang adalah tetap

(fixed exchange rate). Dalam hal floating exchange rate system, pelaksanaannya

akan lebih rumit, oleh karena kebijakan fiskal akan mempengaruhi kurs rupiah,

yang pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Oleh

karena itu, walaupun Bank Indonesia mempunyai “kebebasan penuh” dalam

mengatur jumlah uang yang beredar dalam perekonomian, koordinasi antara

kebijakan fiskal dan kebijakan moneter tetap diperlukan walaupun detail

koordinasi tersebut akan berubah dari masa ke masa, tergantung kepada

perkembangan ekonomi dan pasar uang atau pasar modal.

A. Kelembagaan dan Pengaturan Operasional

Koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter harus didukung

oleh pembentukan lembaganya dan pengaturan operasionalnya.

Pertama, mengenai ketentuan otonomi bank sentral, yaitu seberapa jauh Bank

Indonesia dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah. Dalam hal ini

berdasarkan undang-undang yang berlaku (UU No.23 Tahun 1999) Bank

Indonesia tidak diijinkan untuk memberi pinjaman kepada pemerintah, dengan

alasan dan jangka waktu apapun.

Kedua, pembentukan suatu komite yang beranggotakan pejabat-pejabat Bank

Indonesia dan pejabat-pejabat Departemen Keuangan akan sangat membantu

menghilangkan perbedaan pendapat mengenai peranan dari tingkat suku bunga.

Apalagi karena instrumen yang dipakai oleh Bank Indonesia dalam OMO adalah

SBI, dan bukan obligasi.

Page 6: Koordinasi Kebijakan Fiskal Dan Moneter Di Indonesia

Ketiga, pengaturan operasional, di mana perlu dilakukan tukar menukar

informasi antara Bank Indonesia dan Departemen Keuangan akan sangat

membantu operasi sehari-hari Departemen Keuangan dan Bank Indonesia di

dalam mencapai target-target yang telah ditetapkan.

Keempat, baik Departemen Keuangan maupun Bank Indonesia mempunyai

kepentingan yang sama untuk mempunyai pasar sekunder bagi obligasi negara

yang berfungsi baik.

Akan tetapi koordinasi ini tidak terlalu penting artinya bila instrumen yang

dipakai oleh Bank Indonesia (bank sentral) berbeda dengan instrumen yang

dipakai oleh Departemen Keuangan. Walaupun demikian, Bank Indonesia

terlibat dalam penerbitan obligasi negara, paling tidak dalam dua hal. Pertama,

Bank Indonesia bertindak sebagai penasihat pemerintah yang akan memberitahu

pemerintah mengenai situasi likuiditas dalam perekonomian, perkembangan

tingkat bunga, kredit perbankan, dan sebagainya. Kedua, sebagai fiscal agent,

Bank Indonesia melakukan pembayaran kepada dan menerima pembayaran dari

investor. Di samping itu Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir pemerintah

atas simpanan pemerintah di Bank Indonesia.

B. Koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter

Koordinasi antara Departemen Keuangan sebagai pengelola fiskal dan

Bank Indonesia sebagai pengelola moneter perlu dilakukan. Masing-masing

pihak perlu memanfaatkan informasi dan data yang diterbitkan oleh pihak lain,

untuk dipakai dalam penentuan target-target. Bank Indonesia dan Departemen

Keuangan dapat membentuk tim koordinasi yang akan membantu dalam

pencapaian target-target secara lebih akurat. Selain dari itu secara bertahap

harus diusahakan agar instrument utama Bank Sentral dalam pengendalian

moneter diubah dari SBI menjadi obligasi negara.

Latihan :

Dengan mencermati artikel di atas, analisislah kebijakan fiskal dan moneter yang

dapat mengatasi masalah makroekonomi!

Page 7: Koordinasi Kebijakan Fiskal Dan Moneter Di Indonesia

Petunjuk Jawaban Latihan :

Untuk menjawab pertanyaan ini, Anda harus ingat faktor-faktor dan aspek-aspek

yang dapat mempengaruhi makroekonomi baik dalam kerangka teoritis maupun

praktis. Kemudian Anda gunakan kerangka teoritis tentang kebijakan fiskal dan

moneter untuk menganalisisnya.