Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer di rsud wonosari
kontrasepsi pasca persalinan
-
Upload
ahmadcaesar -
Category
Documents
-
view
204 -
download
4
description
Transcript of kontrasepsi pasca persalinan
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagian wanita setelah melahirkan tidak menginginkan adanya
kehamilan atau menunda kehamilan sampai 2 tahun setelah persalinan.
Akan tetapi masih sangat sedikit wanita yang meninggalkan rumah sakit
dengan mendapat konseling mengenai metoda kontrasepsi ( Widyastuti, 2011)
Konsep mengenai kontrasepsi pasca persalinan bukanlah hal yang
baru, akan tetapi tidak banyak perhatian yang diberikan pada masa yang
penting dari kehidupan wanita ini. Pada saat sekarang ini perhatian dari
pengelola program kesehatan, penyedia jasa pelayanan kesehatan dan
pembuat kebijakan semakin meningkat , karena menyadari akan tingginya
efektifitas dan keberhasilan program keluarga berencana jika pengenalan
kontrasepsi dilakukan pada saat pasca persalinan ( Widyastuti, 2011)
Meningkatnya perhatian pemerintah mengenai kontrasepsi pasca
persalinan juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan rekomendasi dari the
National Meeting on Family Planning Programs pada tahun 2008 , KB
pasca persalinan dan pasca keguguran ( KB PP & PK) , merupakan salah
satu program utama yang harus tersedia di seluruh propinsi. Tujuan dari
program ini sendiri adalah untuk meningkatkan tingkat kesehatan ibu dan
anak disamping untuk meningkatkan angka penggunaan kontrasepsi
(JNPK, 2008) . Namun, studi tentang penggunaan kontrasepsi di kalangan
perempuan pasca persalinan di Indonesia sangat terbatas, kecuali
beberapa studi banding yang dilakukan oleh Thapa et.al(1992), Ross
dan Winfrey (2001), dan Becker dan Ahmed (2001)menggunakan
data DHS dari berbagai Negara. ( Widyastuti, 2011)
Jumlah kelahiran di Indonesia diperkirakan sekitar 4.2-4.5 juta
( BPS 2009) dan 19.7 % merupakan kehamilan yang tidak diinginkan dari
1
jumlah kelahiran . mengingat tingginya jumlah kelahiran dan keguguran
maka diperlukan suatu perencanaan kehamilan sehingga kehamilan yang
terjadi merupakan kehamilan yang diinginkan. Salah satu program
strategis untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan menjadi 15%
pada tahun 2014 adalah melalui KB pasca persalinan dan pasca
keguguran. ( Widyastuti, 2011)
2
BAB II
KONTRASEPSI PASCA PERSALINAN
A. Definisi
Kontrasepsi adalah cara untuk menghindari/mencegah terjadinya
kehamilan akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel
sperma sehingga dapat mencegah terjadinya kehamilan(JHPIEGO, 2008)
B. Arti penting KB pasca persalinan
Alasan pelaksanaan KB pasca persalinan antara lain termasuk
kembalinya fertilitas dan resiko terjadinya kehamilan, jarak kehamilan
yang dekat , resiko terhadap bayi dan ibu serta ketidaktersediaan
kontrasepsi( Widyastuti, 2011)
1. Ovulasi pertama pasca persalinan terjadi < 6 minggu pada wanita
yang tidak menyusui ( rata-rata 45 hari ), dan bisa berlangsung
lebih lama pada wanita yang menyusui.
2. Masa anovulasi pasca persalinan mempunyai hubungan yang erat
dengan lama menyusui. Kajian yang dilakukan pada 29 wanita
menyusui dan 10 wanita yang tidak menyusui menunjukkan semua
wanita yang menyusui tetap menjadi anovulasi sampai 3 bulan
pasca persalinan dan 96 % diantaranya berlanjut sampai 6 bulan
pasca persalinan. Pada penelitian yang dilakukan di Skotlandia,
tidak menemukan adanya ovulasi pada wanita yang menyusui
secara ekslusif.
3. Pelaksanaan kontrasepsi pasca persalinan mempunyai pengaruh
besar dalam mengatur waktu kehamilan dan memberikan jarak
yang optimal untuk persalinan selanjutnya Dalam rangka
menurunkan resiko terhadap ibu dan luaran bayi, WHO pada tahun
2006 merekomendasikan jarak kehamilan yang optilmal untuk
3
kehamilan selanjutnya adalah 24 bulan. Beberapa penelitian
menunjukkan pendeknya interval antara persalinan dan kehamilan
selanjutnya memberikan sumbangan terhadap angka kematian
janin dan anak. Analisa dari survey demografi dan kesehatan pada
17 negara berkembang menunjukkan angka kematian anak dan
janin menurun pada jarak interval kehamilan > 36 bulan. (Rustein
2005). Sebagai tambahan jarak kehamilan yang < 24 bulan juga
meningkatkan angka kematian ibu dan kejadian komplikasi pada
kehamilan (Conde-Agudelo & Belizán, 2000).
4. Komplikasi yang serius dan lebih dari setengah kematian ibu terjadi
pada masa pasca persalinan, terutama di Negara-negara
berkembang Penggunaan kontrasepsi pasca persalinan bisa
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan anak. (Li et al.
1996; Rivera 1997).
5. Penelitian yang dilakukan oleh Ross dan Frankenberg (1993)
mendapatkan wanita pada periode pasca persalinan memiliki
kebutuhan yang tidak terpenuhi untuk kontrasepsi. Penelitian ini
juga memperlihatkan sebagian besar wanita pasca persalinan
menyatakan keinginan untuk mencegah kehamilan selama 2 tahun
pertama setelah melahirkan tetapi tidak mendapat pelayanan
kontrasepsi. Selain itu menurut itu survey yang dilakukan DHS di
27 negara menunjukkan hanya 3-8 % wanita di sub-Sahara Afrika,
Asia dan Amerika latin menginginkan kehamilan lagi dalam 2 tahun
setelah melahirkan (Ross & Winfrey 2001). Sisanya 92-97 % dari
wanita tersebut , tidak menginginkan anak lagi dalam waktu 2 tahun
setelah melahirkan.
4
C. Metoda kontrasepi pasca persalinan
Semua metoda kontrasepsi bisa diberikan pada ibu pada masa
pascapersalinan. Waktu untuk memulai suatu kontrasepsi tergantung dari
status menyusui ibu. Metoda yang bisa digunakan jika pasangan
melakukan hubungan seksual meskipun segera setelah melahirkan
adalah :( LINKAGES,2004; Sumadikarya,2009)
Spermisida
Kondom
Koitus interuptus
Diafragma tidak bisa digunakan hingga setelah 6 minggu pasca
persalinan karena tidak akan menempel dengan sempurna, jika dilakukan
pemasangan segera akan menimbulkan ketidaknyamanan, terutama pada
wanita yang dengan episiotomi.
1. Wanita menyusui
Wanita yang menyusui tidak perlu menggunakan kontrasepsi untuk
minimal 6 minggu pasca persalinan dan 6 bulan jika mereka
menggunakan metoda amenore laktasi. ( gambar 1) menunjukkan waktu
yang direkomendasikan untuk memulai kontrasepsi pada wanita
menyusui.(ABM, 2005; Sumadikarya,2009, Reproline,2011)
5
Gambar 1. Metoda kontrasepsi pada wanita menyusui
Jika wanita yang menyusui memutuskan untuk
menggunakan kontrasepsi selain metode amenorea laktasi (MAL),
harus melakukan konsultasi terlebih dahulu mengenai efek yang
mungkin ditimbulkan oleh kontrasepsi terhadap laktasi dan bayi.
Sebagai contoh kontrasepsi hormonal merupakan pilihan terakhir
kontrasepsi pada wanita yang menyusui. Semua pil oral kombinasi,
meskipun dengan dosis rendah ( 30-35 µg EE) menurunkan
produksi ASI, dan dari berbagai penelitian yang menunjukkan efek
pertumbuhan bayi pada minggu 6-8 pasca persalinan. Disarankan
untuk menunda pemakaian kontrasepsi pil setelah kehamilan 8-12
minggu.(LINKAGES,2004; ABM,2005; Reproline, 2011)
2. Wanita tidak menyusui
Meskipun sebagian besar wanita yang tidak menyusui akan
mendapat haid dalam 4-6 minggu pascapersalinan, hanya 1/3 dari
menstruasi pertama yang terjadi ovulasi dan hanya sebagian kecil
6
yang terjadi kehamilan. Jika pasangan menginginkan untuk
menghindari terjadinya kehamilan , kontrasepsi harus dimulai
sebelum ( dengan menggunakan KB hormonal, IUD)atau saat
( barrier, spermisida, koitus interuptus) melakukan hubungan
seksual untuk pertama kalinya . Karena gangguan pembekuan
darah yang dipicu oleh kehamilan ( peningkatan faktor koagulasi)
masih terdapat sampai 2-3 minggu pascapersalinan, pil kontrasepsi
kombinasi oral dan injeksi sebaiknya dimulai setelah saat itu.
Sementara itu pil progesteron bisa dimulai segera pasca persalinan
karena tidak meningkatkan terjadinya resiko gangguan pembekuan
darah. Gambar 2 menunjukkan waktu yang direkomendasikan
untuk memulai kontrasepsi pada wanita yang tidak menyusui. .(LINKAGES,2004; ABM,2005; Reproline, 2011)
Gambar 2. Metoda kontrasepsi pada wanita yang tidak menyusuia jika persalinan dilakukan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnnya , insersi IUD pascapersalinan segera ( 48 jam) bisa dilakukan dengan pertimbangan ( konseling dan tenaga yang terlatih
7
bVasectomy bisa dilakukan kapan saja cNFP mungkin sulit dilakukan pada wanita yang menyusui karena fungsi ovarium berkuran membuat tanda-tanda kesuburan ( perubahan mucus, suhu tubuh basal ) lebih sulit diinterpretasikan , sehingga NFP membutuhkan jangka waktu yang lebih lama. dSelama 6 bulan pertama postpartum , COCs dan CICS mempengaruhi jumlah air susu dan pertumbuhan bayi. Jika wanita menyusui tetai tidak LAM , bisa menggunakan COCs dan CiCs segera setelah 6 minggu post partum jika metoda lain tiidak bisa digunakan
D. Metode Amenore Laktasi ( MAL)
Metoda amenore laktasi adalah metode kontrasepsi sementara
yang bisa dimulai sejak bayi lahir sampai 6 bulan pasca persalinan jika
pasien memenuhi 3 kriteria yang telah ditetapkan.(LINKAGES,2004; ABM, 2005)
3 kriteria itu adalah
a. Pasien belum menstruasi ( lochia pada 8 minggu awal masa pasca
persalinan tidak dianggap sebagai perdarahan menstruasi. Setelah
perode ini 2 hari perdarahan atau bercak pada pasien dianggap
sebagai menstruasi pasien sudah kembali )
b. Bayi menyusui secara penuh atau hampir penuh, didefinisikan
sebagai
a. Bayi disusui pada saat siang dan malam,
b. Bayi disusui dengan jarak tidak boleh lebih dari 4 jam
c. Bayi tidak mendapat makanan atau minuman tambahan
lainnya
c. Umur bayi kurang dari 6 bulan.
1. Mekanisme kontrasepsi
Mekanisme metoda amenore laktasi adalah stimulasi yang
dihasilkan dari proses penghisapan yang dilakukan oleh bayi akan diubah
menjadi sinyal yang akan diteruskan ke hipotalamus dan hipofisis anterior.
Sinyal yang dikirim akan menyebabkan perubahan kadar FSH dan LH
8
yang mencegah terjadinya ovulasi . Kadar hormon tinggi ini dipertahankan
oleh proses penghisapan puting susu yang sering oleh bayi, dengan jarak
antar menyusui tidak lebih dari 4-6 jam . keberhasilan metoda amenora
laktasi sangat dipengaruhi oleh frekuensi menyusui, hal ini dipengaruhi
oleh , penggunaan dot, botol untuk menyusui, pemberian makanan selain
asi, jarak yang panjang diantara menyusui, stress dan penyakit pada ibu
atau anak.(LINKAGES,2004; ABM,2005))
2. Efektifitas
Penelitian yang dilakukan menunjukkan wanita yang memenuhi 3
kriteria metoda amenore laktasi ( amenore, menyusui secara penuh dan
< 6 bulan pascapersalinan) memiliki angka keberhasilan 98% atau lebih
sebagai metoda kontrasepsi. .(LINKAGES,2004; ABM, 2005)
9
Gambar 3. Kriteria Metoda Amenore Laktasi
3. Keuntungan
a. Bisa dimulai segera setelah persalinan
b. Sangat efektif
c. Sangat ekonomis dan mudah
d. Tidak mempunyai efek samping hormonal
e. Tidak mempengaruhi hubungan sexual
f. Meningkatkan proses menyusui
10
4. Kerugian
a. Metoda jangka pendek ( hingga 6 bulan )
b. Membutuhkan proses menyusui yang mungkin tidak nyaman
bagi sebagian wanita
c. Tidak melindungi wanita dari penyakit menular sexual atau HIV
5. Keuntungan proses menyusui (LINKAGES, 2004; ABM, 2005)
a. Bagi ibu
1. Proses menyusui yang dimulai segera pasca persalinan ,
mengurangi resiko perdarahan pasca persalinan.
Penghisapan yang dilakukan oleh bayi menyebabkan
pelepasan oksitosin yang menyebabkan kontraksi pada
uterus
2. Mengurangi resiko kanker payudara dan kanker ovarium
3. Melindungi wanita dari anemia dan osteoporosis
4. Bisa menjadikan waktu istirahat untuk ibu , karena ibu
tidak bisa melakukan aktifitas lain selama menyusui
b. Bagi bayi
1. Bayi mendapat imunitas dari colostrums dan air susu ibu
2. Proses menyusui memenuhi kebutuhan bayi dengan
nutrisi yang lengap, disamping pertubuhan gigi dan
rahang
3. Merangsang pertumbuhan otak
Disamping itu proses menyusui meningkatkan ikatan antara ibu dan
anak. Selain itu ASI merupakan sumber makanan yang bisa diberikan
kapan saja, bersih dan mudah diberikan pada saat kapanpun.
11
E. AKDR ( Alat Kontrasepsi Dalam Rahim )
1. Definisi
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim ( AKDR ) atau yang lebih dikenal
dengan IUD ( Intra Uterine Devices ) adalah bahan inert sintetik ( dengan
atau tanpa unsur tambahan untuk sinergi efektifitas) dengan berbagai
bentuk yang dipasangkan de dalam rahim untuk menghasilkan efek
kontraseptif.
2. Mekanisme kerja
. Intra uterine devices (IUD) merupakan benda asing yang
dimasukkan ke dalam rahim. Keberadannya dapat merangsang timbulnya
reaksi tubuh terhadap benda asing berupa fagositosis oleh leukosit,
makrofag dan limfosit. Pemadatan endometrium akibat reaksi fagositosis
menyebabkan blastokis rusak sehingga nidasi terhalangi. Selain itu IUD
juga menimbulkan terjadinya perubahan pengeluaran cairan dan
prostaglandin yang dapat menghalangi kapasitasi spermatozoa. Pada IUD
yang mengandung logam , misalnya tembaga, ion yang dilepaskan oleh
logam akan menganggu gerakan spermatozoa dan mengurangi
kemampuan melakukan konsepsi.
3. Jenis-jenis IUD
Pada saat ini IUD telah memasuki generasi ke-4. karena itu
berpuluh-puluh macam IUD telah dikembangkan. Mulai dari genersi
pertama yang terbuat dari benang sutra dan logam sampai
generasi plastik(polietilen) baik yang ditambah obat maupun tidak.
Menurut bentuknya IUD dibagi menjadi :
1. Bentuk terbuka (oven device)
Misalnya: LippesLoop, CUT, Cu-7. Marguiles, Spring Coil,
Multiload,Nova-T
12
2. Bentuk tertutup(closed device)
Misalnya: Ota-Ring, Atigon, dan Graten Berg Ring.
Menurut Tambahan atau Metal
1. Medicated IUD
Misalnya: Cu T 200, Cu T 220, Cu T 300, Cu T 380 A, Cu-7,
Nova T, ML-Cu 375
2. Un Medicated IUD
Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon.
Gambar 4a. Berbagai macam IUD
13
Gambar 4b. Berbagai macam IUD
14
Gambar 4c. Berbagai macam IUD
4. Jenis Pemasangan IUD pasca persalinan
IUD merupakan pilihan kontrasepsi yang tepat digunakan pada
masa pasca persalinan tanpa melihat status menyusui ibu, karena tidak
mempengaruhi kadar hormonal. (Shulman , 2011)
Pemasangan IUD pasca persalinan bisa dibagi menjadi 3 macam (USAID,
2008)
a. Pemasangan post plasenta
Pemasangan IUD dalam 10 menit setelah lahirnya plasenta pada
persalinan pervaginam. Pemasangan bisa dilakukan dengan
menggunakan ringed forceps atau secara manual. Pada saat ini
serviks masih berdilatasi sehingga memungkinkan untuk
penggunaan tangan atau forsep. Penggunaan inserter IUD interval
tidak bisa digunakan pada pemasangan post plasenta , karena
15
ukuran inserter yang pendek sehingga tidak bisa mencapai fundus
selain itu , karena uterus yang masih lunak sehingga
memungkinkan terjadinya perforasi lebih besar dibandingkan
dengan menggunakan ringed forceps atau secara manual.
b. Pemasangan segera pasca persalinan
Pemasangan IUD pada masa ini dilakukan setelah periode post
plasenta sampai 48 jam pasca persalinan. Teknik pemasangan IUD
pada saat ini masih bisa dengan menggunakan ringed forsep ,
karena serviks masih berdilatasi, tetapi tidak bisa dilakukan secara
manual. Penggunaan inserter IUD interval sebaiknya tidak
digunakan, karena kemungkinan terjadinya perforasi yang lebih
tinggi.
c. Pemasangan IUD transcesarian
Pemasangan pada transcesarian dilakukan sebelum penjahitan
insisi uterus. Bisa dilakukan dengan meletakkan IUD pada fundus
uteri secara manual atau dengan menggunakan alat.
Pemasangan IUD setelah 48 jam sampai 4 minggu pasca persalinan tidak
dianjurkan karena angka kejadian ekspulsi yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan pemasangan segera pasca persalinan dan
pemasangan IUD interval. ( WHO 2004)
d. Pemasangan IUD pasca abortus
Merupakan pemasangan IUD setelah terjadinya abortus
o Trimester 1 : bisa dilakukan dengan teknik pemasangan IUD
interval karena serviks berdilatasi minimal dan hanya
inserter IUD yang bisa masuk kedalam kavum uteri. Selain
itu ukuran uterus relatif tidak mengalami perbesaran dan
16
lebih kaku sehingga mempunyai angka resiko perforasi yang
kecil .
o Trimester 2 : bisa dilakukan dengan menggunakan teknik
interval atau dengan menggunakan teknik forsep . forsep
digunakan jika serviks cukup berdilatasi.
e. Pemasangan IUD interval
Merupakan pemasangan IUD yang dilakukan lebih dari 4 minggu
pasca persalinan. Pemasangan IUD dilakukan dengan
menggunakan inserter IUD
5. Persiapan alat(USAID,2008)
Alat yang dibutuhkan untuk pemasangan IUD :
Tabel 1 . Alat-alat yang dibutuhkan untuk pemasangan IUD
6. Teknik pemasangan (USAID,2008)
a. Pemasangan dengan menggunakan ringed forsceps
17
Pada teknik pemasangan ini dibutuhkan seorang asisten untuk
memastikan tindakan aspesis dan pemasangan IUD yang aman. Tahap –
tahap pemasangan IUD
Palpasi uterus untuk menentukan tinggi fundus dan kuatnya
kontraksi
Lakukan cuci tangan
Gunakan sarung tangan steril
Letakkan duk steril pada abdomen bagian bawah dan di bawah
bokong
Susun semua instrumen yang dibutuhkan pada tempat steril
Pastikan bokong pasien pada ujung meja tindakan , hal ini akan
memudahkan dalam pemasangan spekulum
Pada kasus pemasangan post plasenta, masukan spekulum ke
dalam vagina untuk eksplorasi apakan terdapat laserasi , jika ada
dilakukan penjahitan sebelum pemasangan IUD
Pada pemasangan pasca persalinan , masukkan spekulum ke
dalam vagina untuk menampakkan serviks
Dengan menggunakan tangan yang lain bersihkan serviks dan
dinding vagina dengan menggunakan cairan antiseptik
Jepit serviks anterior dengan menggunakan ring forceps
Asisten membuka IUD dari kemasannya , dan jepit IUD dengan
menggunakan forseps Kelly atau dengan menggunakan penster
yang panjang.
18
Gambar 5. Cara menjepit IUD
IUD harus dijepit pada lengan vertikal , dan lengan horizontal
dari IUD diluar dari cincin penjepit. Hal ini akan memudahkan
pelepasan IUD pada fundus dan mengurangi resiko tertariknya
IUD ketika forsep dilepaskan
Gambar 6a. Posisi ringed forsep pada IUD
Letakkan IUD menghadap lingkar dalam forsep kelly dengan
benang menjauhi forsep. Setelah itu setelah forsep
19
dilepaskanaka n lebih mudah untuk mengeluarkan forsep
secara menyamping dan benang IUD tidak akan tertarik keluar .
( asisten menahan spekulum ketika operator memasang IUD
dengan forsep kedalam uterus.
Gambar 6b. Posisi ringed forsep pada IUD
Setelah itu , tarik keluar forsep yang memegang servik sampai
servik terlihat
Masukkan forsep yang sedah menjepit IUD kedalam vagina
searah dengan lengkungan tubuh wanita
20
Gambar 7a. Posisi ringed forsep saat masuk ke dalam vagina
Setelah forsep yang berisi IUD melewati serviks, asisten
melepaskan spekulum dari vagina
Gambar 7b. Posisi ringed forsep saat masuk ke dalam vagina
21
Gambar 7c. Posisi ringed forsep saat masuk ke dalam vagina
Lepaskan forsep yang memegang serviks dan tangan operator
dipindahkan ke abdomen untuk meraba fundus.
Dengan posisi tangan di abdomen, fiksasi uterus dengan
melakukan tekanan pada dinding abdomen, hal ini akan
mencegah uterus bergerak pada saat pemasangan IUD
Gambar 8. Posisi tangan kiri pada fundus
Arahkan forsep yang berisi IUD ke arah fundus
22
Gambar 9. Mengarahkan ringed forceps ke arah fundus
Pada pasien dengan bekas sectio sesaria , arahkan forsep ke
posterior untuk mencegah ruptur pada bekas insisi pada SBR
Setelah forsep mencapai fundus, putar forsep 45 derajat
sehingga IUD akan berada pada posisi horizontal
Buka forsep untuk melepaskan IUD , dan lepaskan secara
perlahan forsep dalam keadaan sedikit terbuka.
Setelah forsep dikeluarkan, tekan introitus vagina dengan
menggunakan 2 jari untuk melihat benang IUD, pada uterus yang
berkontraksi dengan baik , benang IUD mungkin terlihat, pada kasus ini
tidak perlu dilakukan tindakan apapun. Pada uterus yang besar sesuai
pada pemeriksaan awal, jika benang IUD terlihat dari serviks , hal ini
menandakan IUD belum mencapai fundus. Dan harus dilakukan
pemasangan ulang IUD dengan menggunakan IUD baru
b. Pemasangan IUD post plasenta secara manual (USAID,2008)
Teknik ini hanya bisa dilakukan dalam 10 menit setelah lahirnya
plasenta
Perbedaan mendasar teknik ini jika dibandingkan dengan teknik yang
menggunakan alat adalah :
23
Fungsi forsep digantikan oleh tangan
IUD dijepit diantara jari telunjuk dan jari tengah pada lengan vertikal
Gambar 10. Posisi tangan menjepit IUD
Dengan bantuan spekulum , serviks diidentifikasi dan jepit
dengan menggunakan forsep
24
Gambar 11a. Posisi tangan yang menjepit IUD saat masuk vagina
Lepaskan spekulum dan masukkan tangan yang sudah menjepit
IUD, searah dengan lengkung panggul ke dalam vagina sampai
kedalam uterus.
Lepaskan forsep yang menjepit serviks dan letakkan tangan
pada abdomen untuk memfiksasi uterus
25
Gambar 11b. Posisi tangan yang menjepit IUD saat masuk vagina
Setelah tangan jari yang memegang IUD mencapai fundus,
putar 45 derajat ke kanan untuk memposisikan IUD pada posisi
horizondal pada fundus uteri
Lepaskan jari yang menjepit IUD dan keluarkan secara perlahan
dan hati-hati untuk mencegah terlepasnya IUD
26
Gambar 12. Posisi tangan di dalam uterus
c. Pemasangan IUD pada sectio sesaria
Lakukan masase pada uterus sehingga perdarahan berkurang,
pastikan tidak terdapat sisa jaringan plasenta didalam cavum uteri
Pasang IUD pada fundus secara manual atau dengan
menggunakan alat
Sebelum melakukan penutupan sayatan , letakkan benang IUD
pada segmen bawah rahim, dekat ke OUI . jangan sampai benang
melewati servik karena akan meningkatkan resiko infeksi.
F. Hormonal
27
1. Kontrasepsi hormonal kombinasi
Rekomendasi dari Centers for disease control ( CDC) Amerika
Serikat menganjurkan wanita pasca persalinan untuk tidak menggunakan
kontrasepsi hormonal kombinasi pada 21 hari pertama pasca persalinan
karena tingginya angka kejadian trombo emboli vena. Pada hari ke 21
sampai 42 pasca persalinan , kontrasepsi hormonal kombinasi bisa
diberikan pada wanita yang tidak memiliki resiko tromboemboli vena. Dan
setelah 42 hari pasca persalinan kontrasepsi hormonal kombinasi bisa
digunakan. (jhpiego,2008; who,200))
Perubahan hematologi selama kehamilan , termasuk peningkatan
faktor koagulasi dan fibrinogen dan penurunan antokoagulan
menyebabkan resiko terjadinya tromboemboli vena menigkat. Disamping
itu beberapa faktor yang terdapat pada ibu , juga meningkatkan resiko ini
seperti umur >35 tahun , merokok, persalinan dengan sectio sesaria . Hal
ini juga mejadi pertimbangan dalam pemilihan kontrasepsi hormonal
kombinasi pada wanita pasca persalinan , karenaberhubungan dengan
peningkatan resiko Trombemboli vena. (WHO,2010)
Dari tinjauan yang dilakukan oleh WHO dan CDC terhadap 13 studi
yang dilakukan menunjukkan resiko tromboemboli vena pada wanita
dalam 42 hari pasca persalinan adalah 22 sampa 84 kali lebih besar
dibandingkan pada wanita yang tidak hamil pada usia reproduksi. Resiko
tertinggi adalah segera setelah persalinan dan menurun secara cepat
pada 21 hari pertama pasca persalinan tetapi menetap sampai 42 hari
pasca persalinan pada sebagian besar studi yang dilakukan. Penggunaan
kontrasepsi hormonal kombinasi yang bisa meningkatkan resiko
tromboemboli vena pada wanita sehat pada usia reproduksi , resikonya
akan lebih meningkat jika digunakan pada wanita pasca persalinan(WHO,2010)
Rekomendasi dari CDC mengenai penggunaan kontrasepsi
hormonal kombinasi pada perode pasca persalinan pada wanita yang
tidak menyusui seperti pada tabel(WHO,2010)
28
Kondisi Kategori* Klarifikasi / evidence
Pasca persalinan ( tidak menyusui )
a. <21 hari 4 Bukti: tidak ada bukti langsung mengenai resiko VTE pada penggunaan
kontrasepsi hormonal kontrasepsi . Resiko VTE meningkat selama kehamilan dan pascapersalinan, resiko ini paling tinggi pada minggu 1 pasca persalinan dan menurun ke normal pada 42 hari pasca persalinan.
b. 21-42 hari a. Dengan resiko lain VTE( >35 th, VTE
sebelumnya, trombofilia, immobilitas, riwayat tranfusi, BMI> 30, HHP, post SC, preeklampsi, atau merokok
b. Tanpa resiko VTE
3
2
Klarifikasi: untuk wanita dengan resiko lain VTE, kategori bisa menjadi 4 ( merokok, DVT/ emboli paru, PPCM)
Bukti: tidak ada bukti langsung mengenai resiko VTE pada penggunaan kontrasepsi hormonal kontrasepsi. Resiko VTE meningkat selama kehamilan dan pascapersalinan, resiko ini paling tinggi pada minggu 1 pasca persalinan dan menurun ke normal pada 42 hari pasca persalinan.
c. > 42 hari 1
VTE: venous tromboembolism, KHK: kontrasepsi hormonal kombinasi; DVT: deep vein thrombosis; Kategori : 1:= tidak ada kontraindikasi penggunaan kontrasepsi; 2= keuntungan penggunaan kontrasepsi lebih besar dari resiko yang ditimbulkan; 3= resiko lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan kontrasepsi ; 4= resiko yang tidak bisa diterima jika kontrasepsi digunakan
29
Tabel 2. Rekomendasi penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi pada wanita yang tidak menyusui
30
Pada wanita yang kurang dari 21 hari pasca persalinan
penggunaan kontasepsi hormonal kombinasi menunjukkan resiko yang
tinggi dan sebaiknya tidak digunakan ( kategori 4 ). Pada wanita pada 21
hari sampai 42 hari pasca persalinan dan mempunyai resiko lain trombo
emboli vena resiko penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi lebih
tinggi , oleh karena itu sebaiknya tidak digunakan ( kategori 3), sedangkan
pada wanita yang tidak memiliki faktor resiko tromboemboli vena yang lain
, penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi bisa digunakan ( kategori 2
) . Pada wanita > 42 hari pasca persalinan tidak ada halangan untuk
penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi (kategori 1).(WHO,2010)
Rekomendasi terpisah oleh US MEC pada tahun 2010 pada wanita
< 1 bulan pasca persalinan ,pada wanita menyusui penggunaan
kontrasepsi hormonal pasca persalinan termasuk kategori 3. Setelah 1
bulan pasca persalinan penggunaan kontrasepsi hormonal termasuk
kategori 2 pada wanita menyusui. (WHO,2010)
31
Kondisi Kategori* Klarifikasi / evidence
Pasca persalinan ( menyusui )Klarifikasi : kementerian kesehatan AS merekomendasikan bayi seharusnya mendapatkan ASI secara eksklusif selama 4-6 bulan pertama, dan dianjurkan selama 6 bulan dan idealnya dilanjutkan sampai 1 tahun.
Bukti: uji klinik yang dilakukan menunjukkan hasil yang berbeda mengenai efek pada produksi ASI pada wanita yang menggunaka KOK ; dan tidak terdapat bukti yang cukup mengenai efek pada berat bayi. Efek samping pada kesehatan bayi karena paparan estrogen tidak bisa dibuktikan. Secara umum uji klinik yang dilakukan memiliki kualitas yang rendah, tidak memiliki standar mengenai defenisi dan luaran mengenai proses menyusui, dan tidak memasukkan bayi premature dan sakit. Kajian ilmiah menunjukkan efek dari KHK pda produksi ASI lebih besar pada awal masa pasca persalinan
a. <21 hari 4 Bukti: tidak ada bukti langsung mengenai resiko VTE pada penggunaan kontrasepsi hormonal kontrasepsi . Resiko VTE meningkat selama kehamilan dan pascapersalinan, resiko ini paling tinggi pada minggu 1 pasca persalinan dan menurun ke normal pada 42 hari pasca persalinan.
32
b. 21-30 hari 1. Dengan resiko lain VTE( >35 th,
VTE sebelumnya, trombofilia, immobilitas, riwayat tranfusi, BMI> 30, HHP, post SC, preeklampsi, atau merokok
2. Tanpa resiko VTE
3
3
Klarifikasi: untuk wanita dengan resiko lain VTE, kategori bisa menjadi 4 ( merokok, DVT/ emboli paru, PPCM)
Bukti: tidak ada bukti langsung mengenai resiko VTE pada penggunaan kontrasepsi hormonal kontrasepsi. Resiko VTE meningkat selama kehamilan dan pascapersalinan, resiko ini paling tinggi pada minggu 1 pasca persalinan dan menurun ke normal pada 42 hari pasca persalinan.
c. 30- 42 hari 1. Dengan resiko lain VTE( >35 th,
VTE sebelumnya, trombofilia, immobilitas, riwayat tranfusi, BMI> 30, HHP, post SC, preeklampsi, atau merokok
2. Tanpa resiko VTE
3
2
Klarifikasi: untuk wanita dengan resiko lain VTE, kategori bisa menjadi 4 ( merokok, DVT/ emboli paru, PPCM)
Bukti: tidak ada bukti langsung mengenai resiko VTE pada penggunaan kontrasepsi hormonal kontrasepsi. Resiko VTE meningkat selama kehamilan dan pascapersalinan, resiko ini paling tinggi pada minggu 1 pasca persalinan dan menurun ke normal pada 42 hari pasca persalinan.
d. > 42 hari2
VTE: venous tromboembolism, KHK: kontrasepsi hormonal kombinasi; DVT: deep vein thrombosis; Kategori : 1:= tidak ada kontraindikasi penggunaan kontrasepsi; 2= keuntungan penggunaan kontrasepsi lebih besar dari resiko yang ditimbulkan; 3= resiko lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan kontrasepsi ; 4= resiko yang tidak bisa diterima jika kontrasepsi digunakan
Tabel 3. Rekomendasi penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi pada wanita yang menyusui
33
2. Kontrasepsi hormon progesteron
Penggunaan kontrasepsi yang mengandung hormone progesteron
tidak menekan proses laktasi dan bisa digunakan pada wanita pasca
persalinan. Meskipun hormon progesteron bisa melewati air susu akan
tetapi tidak menunjukkan efek pada pertumbuhan bayi. Penggunaan
kontrasepsi yang hanya mengandung hormon progesteron termasuk pil
progesterone, injeksi depot medroxyprogesterone acetate, dan implant
aman digunakan pada wanita pasca melahirkan termasuk wanita yang
menyusui dan bisa diberikan segera pada pasca persalinan (kategori 1
dan 2 ). Penggunaan IUD termasuk yang mengandung levonorgestrel dan
Cu-IUD bisa di pasang pada periode pasca persalinan , termasuk segera
setelah pasca persalian ( kategori 1 dan 2 ). Penggunaan kondom bisa
dilakukan kapan saja ( kategori 1 ) , penggunaan diafragma sebaiknya
pada 6 minggu pasca persalinan ( kategori 1 setelah 6 minggu ) (WHO,2010;
Shulman,2011)
34
BAB III
KESIMPULAN
1. Penggunaan kontrasepsi pasca persalinan perlu
mempertimbangkan status menyusui ibu.
2. Metode amenore laktasi sangat efektif pada ibu yang menyusui
secara eksklusif.
3. Efektifitas IUD pasca persalinan sama dengan pemakaian IUD
interval jika dilakukan dengan benar.
4. Penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi paling cepat
diberikan pada hari 21 pasca persalinan pada wanita yang tidak
menyusui
5. Kontrasepsi yang mengandung progesteron bisa diberikan segera
pasca persalinan tanpa melihat status menyusui dari ibu .
35
DAFTAR PUSTAKA`
Lesnewski R, Prine L Initiating Hormonal Contraception accessed from www.aafp.org/afp on august 22 nd 2011
Postpartum Contraception accessed from http://www.reproline.jhu.edu/english/6read/6multi/pg/ppc1.htm#Introduction on august 22nd 2011
Shulman LP, Kautniz AM, Postpartum contraception diakses dari http://www.glowm.com/index.html?p=glowm.cml/section_view&articleid=382 pada tanggal 24 november 2011.
Sumadikarya IK, Nugroho AW , Rekomendasi Praktik Pilihan untuk Penggunaan Kontrasepsi ( Selected Practice Recommendation for Contraceptive Use ) Penerbit Buku Kedokteran EGC , Jakarta , 2009
The Academy of Breastfeeding Medicine , Clinical Protocol Number #13 ; Contraception during Breastfeeding 2005
The LINKAGES Project , LAM ( Lactational Amenorrhea Method ) : A Modern Postpartum Contraceptive Method for Women who Breastfeed , Training Module for Health and Family Service Providers , Washington , 2004
USAID- Engender Health / The ACQUIRE Project ., The Postpartum Intrautrine Device, A Training Course for Service Providers , Participant Handbook, 2008
Update to CDC’s U.S. Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use, 2010: Revised Recommendations for the Use of Contraceptive Methods During the Postpartum Period MMWR / July 8, 2011 / Vol. 60 / No. 26
Widyastuti L , Saikia US, Postpartum Contraceptive Use in Indonesia : Recent Patterns and Determinants BKKBN
Workshop on Comprehensive Postpartum Family Planning Care, Jhpiego Baltimore 2008
36
World Health Organization , Department of Reproductive Health and Research, Combined hormonal contraceptive use during the postpartum period, Geneva, 2010
37