Konsumsi Makanan Berlemak Tak Sebabkan Penyakit Jantung

3

Click here to load reader

description

Copy dari Kompas.com

Transcript of Konsumsi Makanan Berlemak Tak Sebabkan Penyakit Jantung

  • Konsumsi Makanan Berlemak Tak Sebabkan Penyakit

    Jantung?

    Rabu, 11 Februari 2015 | 07:10 WIB

    Shutterstock Ilustrasi

    KOMPAS.com - Membatasi asupan makanan berlemak sejak tahun 1970-an sudah dianjurkan

    para ahli untuk menghindari penyakit. Tetapi, sebuah hasil tinjauan terbaru menyebutkan, pesan

    pola makan rendah lemak tersebut sebenarnya tak memiliki alasan kuat.

    Sedikit lemak memang tak berbahaya, tapi jika berlebihan akan berbahaya, bahkan berakibat

    fatal. Sebuah penelitian terbaru menyelidiki kaitan antara diet lemak dan penyebab kematian.

    Hasilnya, pedoman diet rendah lemak tersebut sebenarnya salah. Bahkan rekomendasi untuk

    mengurangi lemak dari asupan tiap hari seharusnya tidak pernah dibuat.

    Dalam jurnal OpenHeart, peneliti dari University of the West of Scotland, Zoe Harcombe

    bersama rekan-rekannya, mengatakan, data hasil keputusan pada 1977, saat panduan diet lemak

    di Amerika Serikat dibuat pertama kalinya, tidak mendukung gagasan bahwa mengonsumsi

    sedikit lemak akan menurunkan penyebab penyakit jantung, atau bahkan bisa menyelamatkan

    nyawa.

    "Intinya yakni tidak ada bukti panduan tersebut harus diperkenalkan. Satu hal penting yang harus

    mendukung panduan itu adalah pengetahuan akan gizi, yang jelas kurang di sini," kata

    Harcombe.

  • Ketika panduan itu dibuat pada 1970, penyakit jantung menjadi penyebab dominan kasus

    kematian di AS sehingga para ahli kesehatan dan pemerintah ingin membuat panduan pola

    makan yang sehat.

    Panduan yang didukung oleh ahli kesehatan ini dan diikuti oleh dokter di seluruh negara bagian,

    menyampaikan pesan kepada warga AS untuk mengurangi 30 persen kalori total harian dan

    pembatasan lemak jenuh dari daging merah, telur, serta produk susu, paling tidak jumlahnya

    tidak lebih dari 10 persen total kalori.

    Masalahnya, Harcombe menyebutkan dalam penelitiannya bahwa saran itu semena-mena,

    "Jumlah tiga puluh persen itu tidak teruji, apalagi terbukti," ujarnya.

    Beberapa data bahkan bertentangan dengan gagasan bahwa lemak dari makanan berpengaruh

    terhadap penyumbatan arteri yang bisa menyebabkan penyakit jantung. Dalam penelitian

    lainnya, orang yang diberi makanan tinggi lemak (mentega, telur, krim, dan lainnya) tidak

    menunjukkan tingginya kadar kolesterol dalam darah. Hal itu menunjukkan, lemak dari makanan

    sedikit berpengaruh pada kolesterol tubuh.

    Menurut profesor epidemiologi dan kesehatan masyarakat sekaligus juru bicara American Heart

    Association (AHA), Judith Wylie-Rosset, sepertiga dari kolesterol yang berasal dari makanan

    menjadi bagian dari kolesterol beredar dan berpotensi menumpuk di pembuluh jantung, tetapi

    bukan penyebab yang utama.

    Maka dari itu, AHA dan kelompok kedokteran lain merevisi panduannya dan sudah beralih dari

    panduan ketat konsumsi rendah lemak. Dalam panduan terbarunya mereka fokus pada tipe-tipe

    lemak dalam makanan dan diet secara keseluruhan.

    Harcombe menilai bahwa fokus pada lemak dan kolesterol serta lemak jenuh dapat memberikan

    efek bumerang pada kesehatan.

    Ketika kita mengurangi lemak, kita justru menggantinya dengan karbohidrat, yang akan dipecah

    oleh tubuh menjadi gula dan bentuk berbeda dari lemak, trigliserida. Justru hal itu sebenarnya

    bisa lebih berbahaya bagi jantung dibandingkan kolesterol dari produk hewani seperti daging

    merah dan susu.

    Walau AHA masih mengingatkan banyak orang untuk berhati-hati pada jumlah lemak jenuh

    yang dikonsumsi, namun tak lagi membatasi total konsumsi lemak. "Pesan ini masih berlaku

    pada daging tanpa lemak dan ikan, namun penekanannya adalah tidak terlalu banyak pada total

    lemak," ujar Wylie-Rosset.

    Dalam analisis Harcombe terhadap enam orang yang dipilih secara acak, mereka diminta untuk

    mengonsumsi makanan rendah dan tinggi lemak. Ia tidak menemukan perbedaan dalam penyakit

    jantung dan angka kematian dari dua grup tersebut.

    "Hal yang ingin saya sampaikan yaitu intervensi diet tidak membuktikan lemak makanan

  • berkaitan dengan timbulnya penyakit jantung," katanya.

    Apakah itu berarti diet harian daging dan telur tak akan mengganggu jantung? Harcome

    mengaku kalau ia tak punya bukti akan hal itu, tetapi temuannya mengungkap kekurangan

    rekomendasi saat ini dan kebutuhan untuk penelitian lanjutan.

    Solusi dari Harcombe yakni tetap pada aturan awal. "Satu pesan, tiga kata: makan makanan

    sebenarnya," ujarnya.

    Jika makanan lebih sedikit tercemar dan tidak diproses sama sekali atau sedikit diproses, lemak

    yang diperoleh akan lebih bernutrisi dan sehat. Protein dan karbohidrat yang diserap tubuh pun

    demikian, sehingga Anda tak perlu pedoman khusus atau saran yang mungkin tidak didasari

    bukti. (Purwandini Sakti Pratiwi)

    Editor : Lusia Kus Anna

    Sumber : Healthland