KONSTRUKSI REALITAS DALAM SEKUEL FILM DIVERGENT …. KONSTRUKSI REALITAS D… · dikembangkan dari...
Transcript of KONSTRUKSI REALITAS DALAM SEKUEL FILM DIVERGENT …. KONSTRUKSI REALITAS D… · dikembangkan dari...
KONSTRUKSI REALITAS DALAM SEKUEL FILM DIVERGENT
(Analisis Codes Of Television John Fiske Terhadap Realitas Dalam Film
Divergent dan Insurgent).
SKRIPSI
DIAJUKAN KEPADA SEKOLAH TINGGI KOMUNIKASI “ALMAMATER WARTAWAN SURABAYA”
UNTUK MEMENUHI SALAH SATU PERSYARATAN DALAM MENYELESAIKAN PROGRAM
SARJANA ILMU KOMUNIKASi
Disusun Oleh :
Edgar Tidy Genedy
NPM : 11.31.3744
KEKHUSUSAN : Broadcasting
SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI
ALMAMATER WARTAWAN SURABAYA
2016
ABSTRAKSI
Kehadiran media massa tidak dapat dipandang dengan sebelah mata dalam proses
pemberian makna terhadap realitas yang terjadi di sekitar kita. Salah satunya melalui
media film. Film dianggap sebagai medium sempurna untuk merepresentasikan dan
mengkonstruksi realitas kehidupan. Film yang merupakan hasil konstruksi bukan
hanya sebagai media yang menjadi hiburan secara fiktif, namun seni film sebenarnya
dikembangkan dari proses replikasi kehidupan sosial sebuah komunitas. Film
mewakili realitas kelompok masyarakat tertentu, baik realitas dalam bentuk khayalan
ataupun realitas dalam arti sebenarnya.
Diantara sekian banyak gambaran realitas yang ter-konstruksi dengan baik dalam
audio visual sebuah film, peneliti akan berfokus pada realitas yang terdapat dalam
sekuel film Divergent yaitu “Divergent” dan “Insurgent”.
Sekuel film yang diadaptasi dari novel ini mengambil latar belakang kota Chicago,
Amerika Serikat. Chicago kini menjadi sebuah negara akibat adanya peperangan di
masa lalu. Untuk melindungi diri dari serangan negara lain maka dibangunlah
benteng raksasa mengelilingi perbatasan Chicago dengan dunia luar. Penduduk dibagi
dalam tujuh kelompok yang terdiri dari lima kelompok. Kelompok ini biasa disebut
dengan „Faction‟ yang ada dalam tatanan kehidupan masyarakat berdasarkan
sifatnya, yang terdiri dari, Candor, Amity, Erudite, Dauntless dan Abnegation.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis semiotik dengan teori Codes
of Television (kode-kode televisi) milik John Fiske yang terdiri dari 3 level; Level
Realita, Level Representasi, dan Level Ideologi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa realitas yang
dikonstruksikan dalam film Divergent dan Insurgent menunjukan kemiripan yang
cukup kuat dengan kenyataan.
Keyword: Film, Divergent, Semiotika, Codes of Television, Konstruksi realitas
-
KATA PENGANTAR
Dalam Ruang Putih Kata Pengantar ini, Penulis mengungkapkan rasa terima
kasih, Puji dan syukur yang tidak terhingga kepada pemilik semesta alam Allah SWT.
Karena berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini
sebagai syarat kelulusan program sarjana yang telah lama ditempuh.
Tidak ada kata yang mampu untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada
kedua Orang tua kandung yang tidak lelah membesarkan dan mendidik hingga
penulis mencapai saat saat seperti ini, serta kedua Orang tua tiri yang selalu
mendewasakan pemikiran dan mental penulis.
Penulis menyadari tanpa bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak dari
masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi, sangat sulit bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu, sebagai penulis, saya juga mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Drs. Ismojo Herdono, M.Med.Kom, Selaku ketua STIKOSA AWS
Surabaya sekaligus dosen pembimbing skripsi yang sabar menghadapi
mahasiswan sejenis saya.
2. Nenek, maaf nek belum bisa wisuda sebelum nenek berpulang, ini buat
nenek.
3. Keluarga kedua saya, Aisyah terkasih yang selalu ada ketika saya drop
dan butuh dukungan, serta Mimim Shofiyah yang merelakan tempat, air,
listrik, dan suplai makanannya selama pengerjaan skripsi ini.
4. Kawan seperjuangan, Bondra, Icang, Cacing, yang sempat hampir putus
asa namun akhirnya menemukan kembali semangatnya walaupun dalam
waktu yang berbeda. Ayo rekk!!
5. Keluarga besar KOPI Production, angkatan Reincarnation, Expansion,
Escalation, Affirmation. Tempat segala macam pengalaman, pahit dan
manis saya dapatkan sebagai motivasi untuk selalu belajar dan terus
belajar. Terutama angkatan REVOLUTION yang tanpa mereka
perjuangan saya selama ini akan terasa sia sia.
6. Adik Adik dirumah, yang paling disayang Vasha Tizy Amanah, si kembar
Agam dan Adam Rizky Ramadhan yang suka bikin kesel, boss kecil
Kirana Putri Amanah. Semoga kedepannya bisa terus jadi motivasi yang
positif buat kakak.
7. Saudara saudara yang masih mau menemani, sharing, dan kasih semangat,
Aditya Poundra, Zulfikar Firdaus, Rosita Sahara, Shrek, Cindy Dinda
Andani, Anggie Randy F, Julia Jupss, Entong dan yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. SUWON!
8. Kawan kawan Amazingers 2011, ada yang mendahului, ada yang bareng,
ada yang tertinggal, ada yang membatu, ada yang mencemooh. Kalian
tetap AMAZING!
9. Seluruh dosen Stikosa AWS, terima kasih ilmunya.
10. Semua pihak yang turut membantu dan mendukung penulis yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak.
Pada akhirnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Penulis menyadari
akan banyaknya kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun diharapkan dengan
semangat dan berbekal ilmu yang semakin berkembang peneliti lain di masa yang
akan datang akan mampu menyusun karya ilmiah yang lebih baik. Semoga karya ini
bermanfaat dan dapat membantu.
Surabaya, 19 Agustus 2016
Penulis
-
DAFTAR ISI
Persetujuan Pembimbing Skripsi ............................................................................ ii
Pengesahan Tim penguji Skripsi ............................................................................. iii
Pernyataan Orisinalitas............................................................................................ iv
Motto dan Persembahan .......................................................................................... v
Abstraksi ................................................................................................................. vi
Kata Pengantar ........................................................................................................ viii
Daftar Gambar ......................................................................................................... ix
Daftar Lampiran ...................................................................................................... xii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................................ 4
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................................... 5
1.3.1 Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
1.3.2 Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
1.3.2.1 Manfaat Teoritis ................................................................................ 5
1.3.2.2 Manfaat Praktis ................................................................................. 6
1.4 KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... 6
1.4.1 Penelitian terdahulu ............................................................................. 8
1.4.2 Komunikasi Massa ............................................................................... 9
1.4.3 Film ...................................................................................................... 10
1.4.4 Film Sebagai Media Komunikasi Massa ............................................. 11
1.4.5 Film Sebagai Media Konstruksi dan Representasi .............................. 13
1.4.6 Semiotika .............................................................................................. 14
1.4.7 Semiotika John Fiske ............................................................................ 15
1.4.8 Representasi .......................................................................................... 16
1.4.9 Ideologi ................................................................................................. 18
1.5 KERANGKA BERFIKIR ........................................................................... 18
1.6 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 20
1.6.1 Jenis dan Tipe Pnelitian ....................................................................... 20
1.6.2 Unit Analisis ......................................................................................... 20
1.6.3 Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 20
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 21
1.6.5 Teknik Analisis dan Interpretasi Data ................................................. 21
BAB II : GAMBARAN OBYEK PENELITIAN
2.1 Divergent ...................................................................................................... 23
2.1.1 Sinopsis Film DIvergent ...................................................................... 24
2.1.2 Pengenalan Tokoh Utama .................................................................... 26
2.1.3 Struktural Produksi Film Divergent .................................................... 29
2.2 Insurgent ....................................................................................................... 30
2.2.1 Sinopsis Film DIvergent ...................................................................... 31
2.2.2 Pengenalan Tokoh Utama .................................................................... 32
2.2.3 Struktural Produksi Film Divergent .................................................... 35
2.3 Factions ........................................................................................................ 36
2.3.1 Abnegation ........................................................................................... 36
2.3.2 Amity ................................................................................................... 37
2.3.3 Candor .................................................................................................. 37
2.3.4 Dauntless............................................................................................... 38
2.3.5 Erudite................................................................................................... 38
BAB III : ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN
3.1 Analisis Data ................................................................................................ 39
3.1.1 Analisis Level Realita ........................................................................... 39
3.1.2 Analisis Level Representasi .................................................................. 62
3.1.3 Analisis Level Ideologi ......................................................................... 64
3.2 Hasil Penelitian ............................................................................................. 65
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................................... 67
3.1 Saran ............................................................................................................. 69
Daftar Pustaka ......................................................................................................... xiii
Lampiran ............................................................................................................... xvi
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehadiran media massa tidak dapat dipandang dengan sebelah mata dalam proses
pemberian makna terhadap realitas yang terjadi di sekitar kita. Salah satunya melalui
media film. Film dianggap sebagai medium sempurna untuk merepresentasikan dan
mengkonstruksi realitas kehidupan yang bebas dari konflik-konflik ideologis baik
individu maupun golongan, serta berperan serta dalam pelestarian budaya suatu
bangsa.
Film diproduksi secara khusus untuk dipertunjukan di gedung bioskop. Salah satu
yang menyebabkan dapat merubah khalayak adalah dari segi tempat atau mediumnya.
Karena pengaruh film yang sangat besar terhadap khalayak. Biasanya pengaruh
timbul tidak hanya di tempat atau di gedung bioskop saja, akan tetapi setelah
penonton keluar dari bioskop dan melanjutkan aktivitas kesehariannya, secara
tidak sadar pengaruh film itu akan terbawa terus sampai waktu yang cukup lama
(Effendy, 2003 : 208). Yang mudah dan dapat terpengaruh biasanya anak-anak
dan pemuda – pemuda. Mereka sering menirukan gaya atau tingkah laku para
bintang film.
2
Film menjadi alat presentasi dan distribusi yang menawarkan cerita, drama,
humor, panggung, musik, hingga politik guna kepentingan tertentu. Film yang
merupakan hasil konstruksi bukan hanya sebagai media yang menjadi hiburan secara
fiktif, namun seni film sebenarnya dikembangkan dari proses replikasi kehidupan
sosial sebuah komunitas. Film mewakili realitas kelompok masyarakat tertentu, baik
realitas dalam bentuk khayalan ataupun realitas dalam arti sebenarnya.
Berger & Luckmann berpandangan bahwa kenyataan itu dibangun secara
sosial, dalam pengertian individu-individu dalam masyarakat itulah yang membangun
masyarakat. Maka pengalaman individu tidak terpisahkan dengan masyarakatnya.
Berger memandang manusia sebagai pencipta kenyataan sosial yang objketif melalui
tiga momen dialektis yang simultan yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.
Menurut Barry Salt (Dalam Film Style and Technology : History and Analysis)
film tidak memilki kapasitas untuk dapat tumbuh dan kemudian berkembang menjadi
sains murni dikarenakan sifat dasar dari film itu sendiri yang cenderung bersifat
eksperimental, inovatif, serta kental dengan aroma kompleksifitas.
Sekarang ini hampir segala bentuk realitas seakan bisa dirasakan tanpa harus
menguras kemampuan indera kita secara maksimal. Sebagai bagian dari realitas,
setiap manusia tidak hanya mengambil peran dengan menjadi penonton, tetapi juga
menjadi pemeran dalam panggung realitas itu sendiri.
3
Diantara sekian banyak gambaran realitas yang ter-konstruksi dalam audio visual
sebuah film, peneliti akan berfokus pada realitas yang terdapat dalam sekuel film
Divergent yaitu “Divergent” dan “Insurgent”.
Sekuel film yang diadaptasi dari novel ini mengambil latar belakang kota Chicago,
Amerika Serikat. Chicago kini menjadi sebuah negara akibat adanya peperangan di
masa lalu. Untuk melindungi diri dari serangan negara lain maka dibangunlah
benteng raksasa mengelilingi perbatasan Chicago dengan dunia luar.
Penduduk dibagi dalam tujuh kelompok yang terdiri dari lima kelompok resmi dan
dua kelompok tidak resmi. Kelompok resmi ini biasa disebut dengan „Faction‟ yang
ada dalam tatanan kehidupan masyarakat berdasarkan sifatnya, yang terdiri dari,
Candor, Amity, Erudite, Dauntless dan Abnegation.
Film ini menarik untuk diteliti karena film ini menyuguhkan konsep Faction atau
golongan yang mirip dengan realitas di dunia dan didukung dengan dialog yang
memperkuat penyampaian ideologi pembuatnya ke dalam film tersebut. Banyak
simbol-simbol yang mempunyai pesan tersirat dan tersurat dalam film ini yang bisa
dikaji.
Sebagai media komunikasi yang menyajikan konstruksi dan representasi sosial
yang ada di dalam masyarakat, film menjadi bidang kajian yang amat relevan bagi
analisis struktural atau Cultural Studies (kajian budaya).
Menurut Barker, inti kajian budaya bisa dipahami sebagai kajian tentang budaya
sebagai praktik-praktik pemaknaan dari representasi (Barker, 2000: 10). Cultural
4
studies adalah suatu arena interdisipliner dimana perspektif dari disiplin yang
berlainan secara selektif dapat digunakan untuk menguji hubungan kebudayaan
dengan kekuasaan. Cultural studies juga terkai dengan semua pihak, institusi dan
system klasifikasi tempat tertanamnya nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan,
kompetensi-kompetensi, rutinitas kehidupan dan bentuk-bentuk kebiasaan perilaku
masyarakat.
Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural And Communication Studies,
disebutkan bahwa terdapat dua perspektif dalam mempelajari ilmu komunikasi.
Perspektif yang pertama melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Sedangkan
perspektif yang kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna.
Berkaitan dengan penelitian ini, maka peneliti hanya akan menggunakan perspektif
yang kedua, yaitu dari sisi produksi dan pertukaran makna.
Perspektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasanya pada
bagaimana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya
untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Perspektif ini seringkali menimbulkan
kegagalan dalam berkomunikasi karena pemahaman yang berbeda antara pengirim
pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah
signifikasinya dan bukan kejelasan sebuah pesan disampaikan (Fiske, 2006 :9).
Fiske juga menyampaikan, tanda tanda yang sering digunakan dalam sinema (film)
dan program televisi dapat dikategorikan menjadi tiga level (kode-kode televisi)
yaitu; level realitas, level representasi, dan level ideology.
5
Menurut Fiske, kode-kode yang muncul atau yang digunakan dalam tayangan
televisi tersebut saling berhubungan sehingga terbentuk sebuah makna. Menurut
teori ini pula, sebuah realitas tidak muncul begitu saja melalui kode kode yang
timbul, namun juga diolah melalui penginderaan serta referensi yang telah
dimiliki oleh pemirsa televisi, sehingga sebuah kode akan dipersepsi secara berbeda
oleh orang yang berbeda juga. Maka dari latar belakang masalah diatas, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul KONSTRUKSI REALITAS
DALAM SEKUEL FILM DIVERGENT (Analisis Codes of Television John Fiske
Terhadap Realitas Dalam Film “Divergent” dan “Insurgent”).
1.2 Rumusan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, pengambilan adegan-adegan dalam film
„Divergent‟ dan „Insurgent‟ terbatas untuk adegan yang dianggap memiliki hubungan
konstruktif antara Faction dalam film-film tersebut dan realitas. Maka dapat
dirumuskan masalah yang akan dikaji adalah:
1) Bagaimana level realitas, level representasi dan level ideology dikonstruksikan
dalam Film Divergent dan Insurgent?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui bagaimana realitas dikonstruksikan dalam Film Divergent
dan Insurgent
6
1.3.2 Manfaat Penelitian
Setiap hasil penelitian pada prisipnya harus bermanfaat baik bagi perkembangan
ilmu pengetahuan, manfaat bagi obyek yang diteliti, maupun manfaat bagi pembaca
dan peneliti sendiri.
Manfaat penelitian ini dipilah menjadi dua kategori manfaat, yakni teoritis dan
praktis.
1.3.2.1 Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam rangka
pengembangan Ilmu Komunikasi khususnya di bidang kajian cultural studies dan
semiotika film, yang dalam hal ini tercakup pada konsentrasi broadcasting. Selain
itu penelitian ini juga diharapkan mampu menjadi bahan rujukan bagi mahasiswa
yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut ataupun dapat mempergunakan
penelitian ini sebagai bahan penulisan karya ilmiah sejenis.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menjelaskan kepada pembaca
bahwa film dapat dikaji dalam berbagai ilmu, salah satunya adalah semiotika yang
dapat digunakan dalam membaca tanda-tanda yang digunakan sepenuhnya atas dasar
kekuasaan sutradara dan diinterpretasikan penuh atas dasar kekuasaan penonton.
Selain itu pembaca dapat mengetahui dan memahami bagaimana film Divergent
dan Insurgent sebagai salah satu media komunikasi massa mengonstruksikan realitas
7
saat ini, sehingga nantinya diharapkan dapat menggugah kesadaran kritis masyarakat
terhadap pesan-pesan yang terkonstruksikan dalam sebuha Film.
1.4 Kajian Pustaka
1.4.1 Penelitan Terdahulu
Dalam kajian pustaka, peneliti mengawali dengan menelaah penelitian terdahulu
yang memiliki keterkaitan serta relevansi dengan penelitian yang dilakukan. Dengan
demikian, peneliti mendapatkan rujukan pendukung, pelengkap serta pembanding
yang memadai sehingga penulisan skripsi ini lebih memadai.
Banyak sekali skripsi serupa pernah dilakukan didunia ini, tapi peneliti
memasukkan 2 penelitian terdahulu sebagai bahan reverensi. Hal ini dimaksudkan
untuk memperkuat kajian pustaka berupa penelitian yang ada. Selain itu, karena
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang
menghargai berbagai perbedaan yang ada serta cara pandang mengenai objek-objek
tertentu, sehingga meskipun terdapat kesamaan maupun perbedaan adalah suatu hal
yang wajar dan dapat disinergikan untuk saling melengkapi.
a) Skripsi Claudita Sastris Paskanonka, Universitas Pembangunan
Nasional Veteran, Jawa Timur, Surabaya, 2010
Penelitian sejenis pertama yang berjudul “Representasi Kekerasan dalam film
Punk in Love”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kekerasan
direpresentasikan dalam film melalui tokoh-tokoh utama.
8
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan semiotika. Pendekatan semiotik yang dikemukakan John Fiske (grammar
and tv culture) melalui level realitas, level representasi, dan level ideologi.
Data dibagi menjadi tiga level yaitu level realitas, level representasi dan level
ideologi. Pada level realitas, dianalisis penandaan yang terdapat pada kostum, make
up, setting dan dialog. Pada level representasi dianalisis penandaan pada level kerja
kamera, pencahayaan dan penataan suara. Pada ideologi dianalisis penandaan
terhadap ideologi yang terkandung dalam film. Teori-teori yang digunakan antara
lain; Teori Konstruksi Realitas Sosial, Kekerasan, Kategori kekerasan, Kekerasan
Dalam Media, Respon Psikologi Warna, Semiotika, Representasi, Efek Media Massa
Dalam Kehidupan Masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa film Punk In Love merupakan film yang
mempresentasikan kekerasan, baik kekerasan spiritual, Kekerasan fungsional,
kekerasan psikologis, kekerasan seksual, dan kekerasan finansial.
Kekerasan tersebut dilakukan karena latar belakang ekonomi atau kemiskinan
yang dialami tokoh-tokoh utama dan kekerasan yang dihadirkan merupakan bumbu
penyedap dan sarana humor dari film ini.
b) Skripsi Novayana Kharisma, Universitas Pembangunan Nasional
Veteran, Jawa Timur, Surabaya, 2011
9
Penelitian sejenis kedua adalah penelitian yang berjudul “Representasi Kekerasan
dalam film Rumah Dara”, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
kekerasan direpresentasikan dalam film tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan semiotika. Pendekatan semiotik yang dikemukakan John Fiske (grammar
and tv culture) melalui level realitas, level representasi, dan level ideologi.
Data dibagi menjadi tiga level yaitu level realitas, level representasi dan level
ideologi. Pada level realitas, dianalisis penandaan yang terdapat pada kostum, make
up, setting dan dialog. Pada level representasi dianalisis penandaan pada level kerja
kamera, pencahayaan dan penataan suara. Pada ideologi dianalisis penandaan
terhadap ideologi yang terkandung dalam film.
Teori-teori yang digunakan antara lain; Teori Konstruksi Realitas Sosial,
Kekerasan Dalam Media, Semiotika, Representasi, Efek Media Massa Dalam
Kehidupan Masyarakat.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian yang sama
sama menggunakan teori codes of television milik John Fiske, namun lebih condong
ke cultural studies bukan ke semiotika. Tidak seperti penelitian penelitian
sebelumnya yang sudah di temukan sebagai bahan perbandingan.
10
1.4.2 Komunikasi Massa
Film merupakan salah satu bentuk penyampaian pesan melalui media komunikasi
massa. Film tidak lagi dimaknai sekedar sebagai karya seni, tetapi sekarang film
lebih sebagai “praktik social” serta “komunikasi massa”.
Komunikasi Massa sendiri adalah komunikasi yang terjadi melalui media massa
seperti surat kabar, film, radio dan televisi. Jadi dalam artian yang lain komunikasi
massa adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang di tujukan
kepada masyarakat yang abstrak, yaitu sejumlah orang yang tidak tampak oleh
penyampai pesan (Effendy, 2002).
Komunikasi yang menggunakan media massa yang dikelola oleh suatu lembaga
atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang
tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen. Pesan – pesannya bersifat
umum, disampaikan secara cepat, serentak, selintas (kuhususnya media elektronik).
Komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi organisasi
berlangsung juga dalam proses untuk mempersiapkan pesan yang disampaikan
media massa ini (Mulyana, 2000).
Menurut Wright (1959) Definisi komunikasi massa juga dapat didefinisikan
ke dalam tiga ciri:
a. Komunikasi massa diarahkan kepada auidens yang relatif besar,
heterogen dan anonim.
11
b. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum. Sering dijadwalkan
untuk bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara
serempak dan sifatnya sementara.
c. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah
organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang
besar.
1.4.3 Film
Secara etimologis, film adalah gambar hidup, cerita hidup, sedangkan
menurut beberapa pendapat, film adalah susunan gambar yang ada dalam selliloid,
kemudian diputar dengan mempergunakan teknologi proyektor yang sebetulnya telah
menawarkan nafas demokrasi, dan bisa ditafsirkan dalam berbagai makna.
Menurut Onong Uchyana Effendi film merupakan medium komunikasi
yang ampuh, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan
pendidikan. Film dikenal dengan movie yang mengandung arti gambar hidup, dan
bioskop.
Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di
belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film
televisi dan film video laser setiap minggunya. Di Amerika Serikat dan Kanada
lebih dari satu juta tiket film terjual setiap tahunnya. Film lebih dahulu menjadi
menjadi media hiburan dibanding radio siaran dan televisi. Menonton film ke
12
bioskop ini menjadi aktivitas popular bagi orang Amerika pada tahun 1920-an
sampai 1950-an.
Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser anggapan
orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang diproduksi
secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh
estetika (keindahan) yang sempurna. Meskipun pada kenyataannya adalah bentuk
karya seni, industri film adalah bisnis yang memberi keuntungan, kadang-
kadang menjadi mesin uang yang seringkali, demi uang, keluar dari kaidah artistik
film itu sendiri. (Elvinaro,2007:143)
Menururt Barry Salt , film haruslah memiliki eksisitensi yang sama bagaimanapun
bentuk narasi, teknik maupun editing yang digunakannya sebab film merupakan satu
entitas yang empiris. Mengkaji film berdasarkan persepsi dan interpretasi hanya akan
memetakan film menjadi dua kelas; yang bagus/baik dan yang jelek/buruk.
Analisa film versi Barry Salt terbagi atas tiga unsur, yaitu :1) Berdasarkan
Konstruksi teknisnya (jenis kamera yang digunakan, ukuran lensa, angle, editing, art
direction dan tata ruang); 2) Style (executive and artistic decision) sang sutradara.
Dimana menurut Salt faktor kedua ini lebih banyak diabaikan dalam perumusan teori
film dewasa ini; 3) dan relatif kurang signifikan dari dua faktor diatas adalah film
dapat dianalisa dengan mengukur seberapa besar tingkat respon dari penonton.
Sedang dalam kriteria evaluasi film, Barry mengklasifikasikan 3 aspek utama
yaitu; (1) Originalitas, (2) Pengaruh film tersebut dengan film lainnya dan (3)
13
seberapa besar visi dan pengaruh kreatif sang filmaker terpenuhi dalam film
garapannya.
1.4.4 Film Sebagai Media Komunikasi Masaa
Komunikasi massa menyiarkan informasi yang banyak dengan menggunakan
saluran yang disebut media massa.Dalam perkembangannya film banyak digunakan
sebagai alat komunikasi massa, seperti alat propaganda, alat hiburan, dan alat – alat
pendidikan. Media film dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah alat atau
sarana komunikasi, media massa yang disiarkan dengan menggunakan peralatan
film; alat penghubung berupa film.
Sebagai salah satu bentuk dari komunikasi massa, film ada dengan tujuan
untuk memberikan pesan – pesan yang ingin disampaikan dari pihak kreator film.
Pesan – pesan itu terwujud dalam cerita dan misi yang dibawa film tersebut serta
terangkum dalam bentuk drama, action, komedi, dan horor. Jenis – jenis film inilah
yang dikemas oleh seorang sutradara sesuai dengan tendensi masing – masing. Ada
yang tujuannya sekedar menghibur, memberi penerangan, atau mungkin kedua-
duanya. Ada juga yang memasukan ideologi tertentu sekaligus mengajarkan sesuatu
kepada khalayak.
Sebagai media massa, content film adalah informasi. Informasi akan mudah
dipahami dan tertangkap dengan visualisasi. Pada hakekatnya film seperti juga pers
berhak untuk menyatakan pendapat atau protesnya tentang sesuatu yang dianggap
14
salah. Kelebihan film dibanding media massa lainnya terletak pada susunan gambar
yang dapat membentuk suasana. Film mampu membuat penonton terbawa emosinya.
Sebagai seni, film sangat berbeda dengan seni sastra, teater, seni rupa, seni suara,
musik, dan arsitektur yang muncul sebelumnya. Seni film sangat mengandalkan
teknologi, baik sebagai bahan baku produksi maupun dalam hal ekshibisi ke
hadapan penontonnya. Film merupakan penjelmaan keterpaduan antara berbagai
unsur, sastra, teater, seni rupa, teknologi, dan sarana publikasi. Dalam kajian
media massa, film masuk ke dalam jajaran seni yang ditopang oleh industri hiburan
yang menawarkan impian kepada penonton yang ikut menunjang lahirnya karya
film.
Film diproduksi secara khusus untuk dipertunjukan di gedung bioskop. Salah satu
yang menyebabkan dapat merubah khalayak adalah dari segi tempat atau mediumnya.
Karena pengaruh film yang sangat besar terhadap khalayak. Biasanya pengaruh
timbul tidak hanya di tempat atau di gedung bioskop saja, akan tetapi setelah
penonton keluar dari bioskop dan melanjutkan aktivitas kesehariannya, secara
tidak sadar pengaruh film itu akan terbawa terus sampai waktu yang cukup lama
(Effendy, 2003 : 208). Yang mudah dan dapat terpengaruh biasanya anak-anak
dan pemuda – pemuda. Mereka sering menirukan gaya atau tingkah laku para
bintang film.
Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial, lantas
membuat para ahli bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi
15
khalayaknya. sejak itu, maka merebaklah berbagai penelitian yang hendak
melihat kepada dampak film terhadap masyarakat. Dalam banyak penelitian
tentang dampak film terhadap masyarakat, hubungan antara film dan masyarakat
selalu dipahami secara linier. Artinya, film selalu mempengaruhi dan membentuk
masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya, tanpa pernah berlaku
sebaliknya.
1.4.5 Film sebagai media konstruksi dan representasi
Sebagai media komunikasi massa yang menyajikan konstruksi dan
representasi sosial yang ada di dalam masyarakat, film memiliki beberapa fungsi
komunikasi diantaranya : pertama ; sebagai sarana hiburan, film dengan tujuan untuk
memberikan hiburan kepada khalayaknya dengan isi cerita film, geraknya,
keindahannya, suara dan sebagainya agar penonton mendapat kepuasan secara
psikologis. Kedua ; sebagai penerangan, film ini yang memberikan penjelasan kepada
penonton tentang suatu hal atau permasalahan, sehingga penonton mendapat
kejelasan atau paham tentang hal tersebut dan dapat melaksanakannya. Ketiga ;
sebagai propaganda film mengarah pada sasaran utama untuk mempengaruhi
khalayak atau penontonnya, agar khalayak mau menerima atau menolak pesan, sesuai
dengan keinginan si pembuat film.
Film yang merupakan hasil konstruksi bukan hanya sekedar media yang bisa
menjadi pembujuk, namum media ini juga bisa membelokkan pola prilaku atau sikap-
16
sikap yang ada terhadap suatu hal. Seperti yang diungkapkan oleh Wilbur Schramm
dalam River dan Peterson, 2008 : 252) sebagai berikut:
Semua komunikasi yang sampai ke orang dewasa akan masuk ke situasi yang
juga dialami oleh jutaan komunikasi sebelumnya, di mana kelompok rujukan siap
menyeleksi dan kerangka pikir sudah terbentuk untuk menentukan penting tidaknya
komunikasi itu. Karena itu komunikasi baru itu tidak akan menimbulkan goncangan,
melainkan sekedar memunculkan sedikit riak perubahan yang prosesnya berjalaan
lambat dan arahnya ditentukan oleh kepribadian kita sendiri
1.4.6 Cultural Studies
Cultural studies sendiri mempunyai beberapa definisi sebagaimana dinyatakan
oleh Barker antara lain yaitu sebagai kajian yang memiliki perhatian pada: hubungan
atau relasiantara kebudayaan dan kekuasaan
Seluruh praktik, institusi dan sistem klasifikasi yang tertanam dalam nilai-nilai
partikular, kepercayaan, kompetensi, kebiasaan hidup, dan bentuk-bentuk perilaku
yang biasa dari sebuah populasi berbagai kaitan antara bentuk-bentuk kekuasaan
gender, ras, kelas, kolonialisme dan sebagainya dengan pengembangan cara-cara
berpikir tentang kebudayaan dan kekuasaan yang bisa digunakan oleh agen-agen
dalam mengejar perubahan berbagai kaitan wacana di luar dunia akademis dengan
gerakan-gerakan sosial dan politik, para pekerja di lembaga lembaga kebudayaan, dan
manajemen kebudayaan.
17
Cultural studies adalah suatu arena interdisipliner dimana perspektif dari disiplin
yang berlainan secara selektif dapat digunakan untuk menguji hubungan kebudayaan
dengan kekuasaan.
Cultural studies terkai dengan semua pihak, institusi dan system klasifikasi tempat
tertanamnya nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, kompetensi-kompetensi, rutinitas
kehidupan dan bentuk-bentuk kebiasaan perilaku masyarakat.
1.4.7 Konstruksi Realitas Sosial
Konstruksi realitas sosial merupakan teori kontemporer yang dicetuskan oleh
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Menurut kedua ahli tersebut, teori ini
dimaksudkan sebagai satu kajian teoritis dan sistematis mengenai sosiologi
pengetahuan (penalaran teoritis yang sistematis), dan bukan sebagai suatu tinjauan
historis mengenai perkembangan disiplin ilmu. Oleh karena itu, teori ini tidak
memfokuskan pada hal-hal semacam tinjauan tokoh, pengaruh dan sejenisnya. Tetapi
lebih menekankan pada tindakan manusia sebagai aktor yang kreatif dan realitas
sosialnya.
Berger & Luckmann berpandangan bahwa kenyataan itu dibangun secara
sosial, dalam pengertian individu-individu dalam masyarakat itulah yang membangun
masyarakat. Maka pengalaman individu tidak terpisahkan dengan masyarakatnya.
Berger memandang manusia sebagai pencipta kenyataan sosial yang objketif melalui
tiga momen dialektis yang simultan yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.
18
1. Eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia kedalam
dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Proses ini merupakan bentuk
ekspresi diri untuk menguatkan eksistensi individu dalam masyarakat. Pada tahap ini
masyarakat dilihat sebagai produk manusia (Society is a human product ).
2. Objektifikasi, adalah hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari
kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu berupa realitas objektif yang bisa
jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada
diluar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya (hadir dalam wujud yang
nyata). Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjketif perorangan. Ia
menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang. Pada tahap ini
masyarakat dilihat sebagai realitas yang objektif ( Society is an objective reality), atau
proses interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami
proses institusionalisasi.
3. Internalisasi, lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam
kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur
dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifikasi tersebut
akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala
internal bagi kesadaran.
Eksternalisasi, objektifikasi dan internalisasi adalah tiga dialektis yang
simultan dalam proses (re)produksi. Secara berkesinambungan adalah agen sosial
yang mengeksternalisasi realitas sosial. Pada saat yang bersamaan, pemahaman akan
19
realitas yang dianggap objektif pun terbentuk. Pada akhirnya, melalui proses
eksternalisasi dan objektifasi, individu dibentuk sebagai produk sosial. Sehingga
dapat dikatakan, tiap individu memiliki pengetahuan dan identitas sosial sesuai
dengan peran institusional yang terbentuk atau yang diperankannya.
1.4.8 John Fiske
John Fiske pada buku nya Cultural and Communication Studies,
mengungkapkan bahwa semiotika memiliki 3 bidang studi utama:
1. Tanda itu sendiri. Hal itu terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang
berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara
tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu
terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia
dan hanya bisa dipahami dalam artian
manusia yang menggunakannya.
2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai
kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya
atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk
mentransmisikannya.
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung
pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya
sendiri.
20
John Fiske mengungkapkan kode-kode televisi (Codes of Television) atau
yang biasa disebut kode-kode yang digunakan dalam dunia pertelevisian.
Menurut Fiske, kode-kode yang muncul atau yang digunakan dalam tayangan
televisi tersebut saling berhubungan sehingga terbentuk sebuah makna. Menurut
teori ini pula, sebuah realitas tidak muncul begitu saja melalui kode kode yang
timbul, namun juga diolah melalui penginderaan serta referensi yang telah
dimiliki oleh pemirsa televisi, sehingga sebuah kode akan dipersepsi secara berbeda
oleh orang yang berbeda juga.
Terdapat tiga level kode dalam Codes of Television, yaitu level realitas
dimana merupakan struktur appereances atau penampilan yang terdapat dalam film;
level representasi, yaitu pengggambaran dalam film yang bisa berupa gesture, dialog
atau penggambaran secara teknis; dan level ideology yang merupakan ideology
bawaan pembuat film dalam menyampaikan pesannya.
1.4.9 Realitas
Menurut Berger & Luckman, terdapat 3 (tiga) bentuk realitas sosial, antara lain:
1. Realitas Sosial Objektif
Merupakan suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk ideologi dan
keyakinan) gejala-gejala sosial, seperti tindakan dan tingkah laku yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari dan sering dihadapi oleh individu sebagai fakta.
21
2. Realitas Sosial Simbolik
Merupakan ekspresi bentuk-bentuk simbolik dari realitas objektif, yang
umumnya diketahui oleh khalayak dalam bentuk karya seni, fiksi serta berita-berita di
media.
3. Realitas Sosial Subjektif
Realitas sosial pada individu, yang berasal dari realitas sosial objektif dan
realitas sosial simbolik, merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki individu
dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subjektif yang dimiliki masing-
masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi
atau proses interaksi sosial dengan individu lain dalam sebuah struktur sosial.
Setiap peristiwa merupakan realitas sosial objektif dan merupakan fakta yang
benar-benar terjadi. Realitas sosial objektif ini diterima dan diinterpretasikan sebagai
realitas sosial subjektif dalam diri pekerja media dan individu yang menyaksikan
peristiwa tersebut. Pekerja media mengkonstruksi realitas subjektif yang sesuai
dengan seleksi dan preferensi individu menjadi realitas objektif yang ditampilkan
melalui media dengan menggunakan simbol-simbol. Tampilan realitas di media inilah
yang disebut realitas sosial simbolik dan diterima pemirsa sebagai realitas sosial
objektif karena media dianggap merefleksikan realitas sebagaimana adanya.
1.4.10 Representasi
Representasi adalah menggunakan bahasa untuk menggungkapkan suatu hal
yang memiliki arti. Representasi juga merupakan bagian yang penting dalam proses
22
di mana sebuah arti dibentuk dan dibenturkan dengan budaya. Hal ini meliputi
penggunaaan bahasa, tanda–tanda, dan gambar yang mewakili untuk
merepresentasikan suatu hal (Hall, 2002: 15).
Representasi dapat hadir dalam sebuah percakapan, tulisan, dan didalam
sebuah media adio–visual. Representasi tidak hanya mengacu pada bagaiman cara
identitas tersebut direpresentasikan dalam bentuk teks. Inti kajian representasi
memokuskan kepada isu–isu yang dibentuk sehingga menjadi sesuatu yang kelihatan
alami. Maka representasi itu dikatakan berhasil bila apa yang ditampilkan dimedia
massa dipercayai oleh masyarakat sebagai sebuah normalisasi alami yang tidak perlu
di pertanyakan kembali karena sudah dianggap sebuah kewajaran.
Persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek
tersebut ditampilkan. Menurut John Fiske dalam Eriyanto, saat menampilkan objek,
peristiwa, gagasan, kelompok, paling tidak ada tiga proses :
a. Peristiwa yang ditandakan sebagai realitas, bagaimana peristiwa itu di kontroksikan
sebagai realitas oleh media. Dalam bahasa gambar, ini umumnya berhubungan
dengan aspek seperti pakian, lingkungan, ucapan dan ekspresi.
b. Ketika kita memandang sesuatu sebagai realitas dan bagaimana realitas itu
digambarkan, disini kita menggunakan perangkat secara teknik. Dalam bahasa
gambar alat itu berupa kamera, pencahayaan, editing, atau musik.
c. Bagaimana peristiwa itu diorganiserkan kedalam konveksi– konveksi yang
diterima secara idiologis. Bagaimana kode–kode representasi dihubungkan dan
23
diorganisasikan kedalam koherensi sosial seperti kelas sosial atau kepercayaan
dominan yang ada di dalam masyarakat (Eriyanto, 2001:120)
1.4.11 Ideology
Dalam Pengertiannya, ideologi sangat bervariasi. Berbagai penulis dari aneka
disiplin telah menuliskan pengertian mereka mengenai ideologi. Tentu saja, mereka
memiliki tingkat kebenaran sendiri sesuai dengan cakupan disiplin keilmuannya.
Kathleen Knight menyatakan bahwa istilah idelogi pertama kali dipopulerkan oleh
Count Antoine Destutt de Tracy dalam karyanya Elements d‟Ideologie yang terbit di
Perancis pada era Napoleon tahun 1817.
Ideology adalah proses penggunaan alat produksi yang dimaknai sebagai
simbol dan nilai-nilai dalam kehidupan sosial; seperangkat gagasan yang mencirikan
kelompok atau kelas sosial tertentu; gagasan yang digunakan untuk melegitimasi
kekuasaan politik dominan; kesadaran palsu yang digunakan untuk melegitimasi
kekuasaan politik dominan; komunikasi yang didistorsikan secara sistematis; sesuatu
yang menawarkan posisi tertentu bagi seseorang; bentuk pemikiran yang muncul
akibat adanya kepentingan sosial; berpikir secara identitas; ilusi yang penting secara
sosial; pertemuan antara wacana dengan kekuasaan; suatu medium dalam mana para
pelaku sosial memahami keberadaan mereka; seperangkat kepercayaan yang
diorientasikan kepada tindakan; suatu proses dengan mana kehidupan sosial
dikonversikan ke dalam kenyataan alamiah. (Terry Eagleton dalam Ideology: An
Introduction)
24
Ideologi yang bermunculan cukup banyak, dan ini diakibatkan bervariasinya
kenyataan dan individu yang menerjemahkannya ke dalam ideologi yang
dicetuskannya. Namun, untuk kebutuhan penelitian ini akan dicukupkan pada
beberapa ideologi saja.
1. Kapitalisme
2. Sosialisme
3. Fasisme
1.5 Kerangka Berfikir
Semiotika merupakan bagian dari cultural studies dimana salah satu
substansinya adalah ideologi. Teori ideologi merupakan teori yang berkaitan
dengan penelitian semiotika dalam film Divergent dan Insurgent ini. Teori – teori
ideologi menekankan bahwa semua komunikasi dan makna memiliki dimensi
sosial politik, dan bahwa kedua hal tersebut tidak dapat dipahami di luar
konteks sosial.
Fiske berpendapat bahwa realitas adalah produk pokok yang dibuat oleh manusia.
Dari ungkapan tersebut diketahui bahwa Fiske berpandangan apa yang
ditampilkan di layar kaca, seperti film, adalah merupakan realitas sosial.
25
KESIMPULAN
KODE-KODE TELEVISI
JOHN FISKE
LEVEL REALITAS LEVEL IDEOLOGI
FILM DIVERGENT
DAN INSURGENT
LEVEL REPRESENTASI
CULTURAL
STUDIES
26
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1 Jenis dan Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini
memungkinkan peneliti untuk melakukan pengamatan dan analisis secara mendalam
terhadap topik yang akan diteliti. Sedangkan analisis dalam penelitian ini adalah
deskriptif, ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran dan penjelasan terkait
dengan rumusan masalah.
1.6.2 Unit Analisis
Dengan Objek penelitian berupa film Divergent dan Insurgent, maka dapat
diambil unit analisis penelitiannya adalah potongan potongan gambar yang
terdapat dalam film Divrgent dan Insurgent. Juga dari dialog yang ada pada film
tersebut yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian
1.6.3 Jenis dan Sumber Data
Data primer, yakni data pokok atau data utama yang digunakan peneliti. Dalam
hal ini adalah segala bentuk data yang berasal dari dokumentasi film, baik itu
berupa audio, visual gambar, teks, dialog, dan lain-lain yang berhubungan dengan
rumusan masalah.
Data sekunder, diperoleh dari penelusuran peneliti melalui literatur tentang kajian
semiotika film dan buku-buku, internet serta sumber lain sebagai landasan untuk
mendukung penelitian ini.
27
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data
a. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan fenomena atau peristiwa, yang sudah berlalu
dan dikumpulkan dalam bentuk tulisan, gambar, atau karya monumental dari
seseorang. Dokumen yang berbentuk lisan misalnya catatan harian, sejarah
kehidupan, cerita, biografi. Sedang dokumen yang berbentuk gambar misalnya
foto, karya seni yang berupa gambar, patung, film, dan lain-lain.
Oleh karena itu, dalam mengumpulkan data guna menganalisa film Divergent
dan Insurgent, peneliti melakukan teknik dokumentasi film secara keseluruhan ke
dalam bentuk soft file.
b. Observasi
Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung dan bebas terhadap objek
penelitian dan unit analisis dengan cara menonton dan mengamati teliti dialog-
dialog, serta adegan-adegan dalam film Divergent dan Insurgent yang sesuai
dengan rumusan masalah kemudian mencatat memilih dan menganalisanya sesuai
dengan model penelitian yang digunakan.
1.6.5 Teknik Analisis dan Interpretasi Data
Setelah data primer dan sekunder terkumpul, akan dilakukan analisis data
dengan menggunakan teknik analisis data penelitian berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh John Fiske tentang “the codes of television”. Teknik ini berguna
28
untuk menunjukkan bagaimana konstruksi realitas dalam film Divergent dan
Insurgent, dengan memilah-milah setiap scene ke dalam kategori tanda yang
menggunakan acuan unit analisis sintagmatik dan paradigmatik.
Analisis sintagmatik digunakan untuk mengurai satuan-satuan tanda dari unit
analisis yang dianggap penting dalam pemaknaaan. Sedangkan untuk mengetahui
kedalaman makna dari suatu tanda diperlukan analisis paradigmatik untuk membedah
lebih lanjut kode-kode tersembunyi di balik berbagai macam tanda dalam sebuah
teks. Peristiwa yang ditayangkan telah diencode oleh kode-kode sosial yang
terkonstruksi dalam beberapa level, yaitu level realitas, level representasi, dan level
ideologi.
29
BAB II
GAMBARAN OBYEK PENELITIAN
2.1 Divergent
Studio: Summit Entertainment, Red Wagon Entertainment
Distributor: Summit Entertainment, Lionsgate
Tanggal Rilis: 21 Maret 2014
30
2.1.1 Sinopsis Film Divergent
Kisah ini berlatar belakang di masa depan, pasca kehancuran besar-besaran, di
kota Chicago. Mereka yang bertahan dibagi menjadi lima kelompok kepribadian
berdasarkan kecenderungan mereka: Abnegation, tidak mementingkan diri sendiri;
Amity, perdamaian; Candor, jujur; Dauntless, keberanian dan; Erudite, intelek.
Setiap tahunnya, seluruh remaja yang berusia 16 tahun mengikuti tes untuk
mengetahui kecenderungan kepribadian mereka. Setelah menerima hasil tes, mereka
harus memutuskan apakah akan tetap bersama keluarga mereka atau pindah ke
kelompok baru.
Tokoh protagonis, Beatrice lahir dari keluarga Abnegation, namun ia tidak
merasa secara alami memiliki sifat tanpa pamrih seperti kakaknya. Tes bakatnya juga
menunjukkan bahwa ia memiliki tiga bakat, yakni Abnegation, Erudite dan
Dauntless. Hasil ini membuat ia diperingatkan agar jangan membuka informasi ini
kepada siapa pun, karena bisa mengancam nyawanya.
Suatu hari, Beatrice memutuskan meninggalkan Abnegation dan bergabung
dengan Dauntless, sementara kakanya yang bernama Caleb memilih bergabung ke
Erudite. Beatrice mengganti namanya dengan Tris saat ia mulai mengikuti inisiasi
bergabung dalam kelompok itu. Ia berteman dengan anggota baru lainnya, yakni
Christina. Anggota pindahan lainnya, Peter dan teman-temannya mencoba untuk
menghalangi Beatrice selama masa inisiasi.
31
Instruktur inisiasi mereka, Four menjelaskan mereka harus lulus proses
inisiasi sebelum diterima menjadi anggota penuh Dauntless. Mereka harus masuk
sepuluh besar di akhir inisiasi atau mereka diberhentikan dan tidak memiliki
kelompok.
Ibu Beatrice datang mengunjungi Tris, dan ia menyadari bahwa ibunya dulu
dibesarkan di Dauntless. Sementara itu, kelompok Erudite membuat laporan yang
menyebutkan pimpinan Abnegation melawan pemerintah. Peter dan kawannya, Molly
dan Drew semakin mempersulit posisi Tris yang berasal dari Abnegation. Laporan
Erudite menyebutkan pimpinan pelepasan diri, Marcus memperalat anaknya, Tobias.
Tobias dikenal sebagai “pengkhianat” di Abnegation karena ia pindah dari
Abnegation ke Dauntless. Skenario penghancurkan kelompok Abnegation telah
disiapkan secara diam-diam.
Pada akhir tes peserta inisiasi ditempatkan ke dalam simulasi, seperti saat tes
bakat, di mana mereka akan menghadapi berbagai ketakutan. Mereka diuji seberapa
cepat mampu menenangkan diri. Karena Tris adalah divergen, ia dapat dengan cepat
mengendalikan ketakutannya, bahkan ia dapat memanipulasi sistem. Setelah
memantau hasil tes Tris, Four menyadari Tris adalah divergen. Sekali lagi, Tris
mendapatkan peringatan dari Four untuk tidak membiarkan siapapun tahun bahwa ia
adalah seorang divergent. Jika ketahuan, Tris akan dibunuh oleh pemimpin
kelompok.
32
2.1.2 Pengenalan Tokoh Utama
A. Shailene Woodley Sebagai Beatrice ‘TRIS’ Prior.
Tris adalah protagonis utama dan narator dari seri
divergent. Tris adalah seorang gadis tujuh belas tahun
berkemauan keras yang membenci menunjukkan
kelemahannya pada orang lain. Meskipun Tris lahir di
fraksi abnegation, ia akhirnya memutuskan pindah ke
fraksi Dauntless dan harus akhirnya harus menghadapi
kenyataan bahwa dia adalah seorang divergent.
B. Theo James Sebagai Tobias ‘Four’
Eaton. Four, adalah putra dari Evelyn
Johnson dan Marcus Eaton. Dia adalah
salah seorang instruktur Tris selama masa
pelatihan di Dauntless yang akhirnya jatuh cinta dan percaya sepenuhnya pada
Tris. Four menjalani kehidupannya dengan melindungi Tris.
C. Kate Winslet Sebagai Jeanine Matthews. Jeanine
adalah pemimpin faksi Erudite yang juga pemeran
antagonis utama. Dia merupakan pemimpin di balik
penyerangan Erudite dan aliansi Dauntless terhadap
Abnegation dan pengejaran Divergent.
33
D. Ansel Elgort Sebagai Caleb Prior.
Selama bertahun-tahun, ia bertindak sebagai
Abnegation sejati, selalu siap untuk melayani
orang lain bila perlu. Tanpa diketahui
keluarganya pada saat itu, Caleb memiliki
sifat Erudite yang kuat .Pada hari pemilihan, ia dan Tris memilih meninggalkan
keluarga mereka untuk fraksi yang berbeda. Dia kemudian menjadi Erudite.
E. Zoë Kravitz Sebagai Christina. Christina adalah
sahabat Tris yang mengalami fase pelatihan bersama-sama.
Chris berasal dari fraksi Candor yang memiliki budaya
berkata apa adanya. Dia menjadi teman setia Tris dalam
menghadapi segala masalah dan menjadi salah satu
pelindung Tris ketika terjadi perburuan Divergent.
F. Miles Teller Sebagai Peter Hayes. Peter merupakan
salah satu musuh bebuyutan Tris. Peter terbukti menjadi
kejam, antagonis, pemarah, dan mudah cemburu. Dia
biasanya terlihat dengan beberapa antek-anteknya, serta
perilakunya sering tidak terduga dan labil.
34
G. Jai Courtney Sebagai Eric. Eric adalah seorang
pemimpin Dauntless yang kejam yang bekerja dengan
Jeanine Matthews. Eric ditransfer dari Erudite pada usia 16
tahun dan menjadi musuh Four sejak saat itu.
H. Maggie Q Sebagai Tori Wu. Tori Wu adalah anggota
Dauntless yang kemudian menjadi teman penting dan baik
untuk Tris. Dia mengawasi dan diberikan wewenang
memandu tes bakat Tris, dan merupakan orang pertama
yang menyadari bahwa Tris adalah seorang Divergent.
35
2.1.3 Struktural Produksi Film Divergent
Executive Producer : John J. Kelly
Producer : Lucy Fisher
Film Director : Neil Burger
Screenplay : Evan Daugherty
Vanessa Taylor
Veronica Roth (Novel)
Music Director : Junkie XL
Director Of Photography : Alwin H. Küchler
Film Editing : Richard Francis-Bruce
Nancy Richardson
Casting by : Venus Kanani
Mary Vernieu
Production Design by : Andy Nicholson
Art Director : Andrew Max Cahn
36
2.2 Insurgent
Produksi: Red Wagon Entertainment, Summit Entertainment, Mandeville Films
Distribusi: Summit Entertainment, Lionsgate
Tanggal Rilis: 20 Maret 2015
37
2.2.1 Sinopsis Film Insurgent
Setelah meninggalkan Dauntless, Tris yang melakukan pemberontakan pun
mencari sekutu dan jawaban atas runtuhnya Chicago masa depan. Tris dan Four
terpaksa harus melakukan pelarian, karena mereka merasa tidak bisa untuk mematuhi
aturan di Amity yang melarang penggunaan senjata.
Bersama Peter (Miles Teller), Caleb (Ansel Elgort) dan Marcus Eaton (Ray
Stevenson), Tris dan Four kembali melanjutkan perjuangannya. Dia juga mencoba
untuk mengatasi rasa bersalah karena kematian Will, Natalie dan Andrew Prior,
meskipun itu terjadi karena untuk membela diri. Namun, sekarang Tris dan
kelompoknya diburu oleh pemimpin kelompok Erudite, Jeanine Mathews (Kate
Winslet), yang merupakan kelompok elit dan sangat haus akan kekuasaan.
Sambil berusaha melindungi orang-orang yang dicintainya, Tris dan Four
harus berpacu dengan waktu untuk menumbangkan kekuasaan Jeanine. Tris juga
harus mencari tahu kebenaran tentang masa lalu keluarganya yang telah berkoban
untuk kehidupan mereka, dan menyiapkan masa depan. Dia juga harus segera
mengetahui apa yang dimiliki oleh Erudite, untuk mengungkap kebenaran yang telah
tertutup selama ini dan telah mengorbankan banyak nyawa.
Erudite melakukan berbagai cara untuk menghentikan Tris dan kelompoknya.
Kenangan masa lalu yang terus menghantui, sempat membuat dirinya menjadi putus
asa untuk melindungi kelompoknya. Namun, dia harus segera bangkit dan
menghadapi setiap tantangan
38
2.2.2 Pengenalan Tokoh Utama
A. Shailene Woodley Sebagai Beatrice ‘TRIS’ Prior.
Tris adalah protagonis utama dan narator dari seri
divergent. Tris adalah seorang gadis tujuh belas tahun
berkemauan keras yang membenci menunjukkan
kelemahannya pada orang lain. Meskipun Tris lahir di
fraksi abnegation, ia akhirnya memutuskan pindah ke
fraksi Dauntless dan harus akhirnya harus menghadapi
kenyataan bahwa dia adalah seorang divergent.
B. Theo James Sebagai Tobias ‘Four’
Eaton. Four, adalah putra dari Evelyn
Johnson dan Marcus Eaton. Dia adalah
salah seorang instruktur Tris selama masa
pelatihan di Dauntless yang akhirnya jatuh cinta dan percaya sepenuhnya pada
Tris. Four menjalani kehidupannya dengan melindungi Tris.
C. Kate Winslet Sebagai Jeanine Matthews. Jeanine
adalah pemimpin faksi Erudite yang juga pemeran
antagonis utama. Dia merupakan pemimpin di balik
penyerangan Erudite dan aliansi Dauntless terhadap
Abnegation dan pengejaran Divergent.
39
D. Ansel Elgort Sebagai Caleb Prior.
Selama bertahun-tahun, ia bertindak sebagai
Abnegation sejati, selalu siap untuk melayani
orang lain bila perlu. Tanpa diketahui
keluarganya pada saat itu, Caleb memiliki
sifat Erudite yang kuat .Pada hari pemilihan, ia dan Tris memilih meninggalkan
keluarga mereka untuk fraksi yang berbeda. Dia kemudian menjadi Erudite.
E. Zoë Kravitz Sebagai Christina. Christina adalah
sahabat Tris yang mengalami fase pelatihan bersama-sama.
Chris berasal dari fraksi Candor yang memiliki budaya
berkata apa adanya. Dia menjadi teman setia Tris dalam
menghadapi segala masalah dan menjadi salah satu
pelindung Tris ketika terjadi perburuan Divergent.
F. Miles Teller Sebagai Peter Hayes. Peter merupakan
salah satu musuh bebuyutan Tris. Peter terbukti menjadi
kejam, antagonis, pemarah, dan mudah cemburu. Dia
biasanya terlihat dengan beberapa antek-anteknya, serta
perilakunya sering tidak terduga dan labil.
40
G. Naomi Watts Sebagai Evelyn Eaton.
Evelyn adalah ibu dari Four dan pemimpin
Factionless. Dia bertanggung jawab atas ide
menghancurkan Dauntless dan dominasi
Jeanine Matthews dari pemerintahan.
H. Octavia Spencer Sebagai Johanna Reyes. Johanna
adalah tokoh dan juru bicara dari Amity dan bertanggung
jawab atas penyediaan tempat persembunyian selama Tris
serta teman-temannya kabur dari kejaran pasukan Jeanine
dan bersembunyi di Amity.
41
2.2.3 Struktural Produksi Film Insurgent
Executive Producer : Neil Burger
Producer : Lucy Fisher
Film Director : Robert Schwentke
Screenplay : Brian Duffield
Akiva Goldsman
Mark Bomback
Music Director : Joseph Trapanese
Director Of Photography : Florian Ballhaus
Film Editing : Stuart Levy
Nancy Richardson
Casting by : Venus Kanani
Mary Vernieu
Production Design by : Alec Hammond
Art Director : Alan Hook
42
2.3 Factions
Dalam Film Divergent dan Insurgent, terdapat fraksi dalam kehidupan sosial
yang mengklasifikasikan warga berdasarkan bakat dan nilai-nilai mereka.
Terdapat 5 Fraksi resmi dan 2 Fraksi tidak resmi, yaitu; Dauntless, Amity, Erudite,
Abnegation, dan Candor. Sedangkan Fraksi atau golongan bentukan tidak resmi
adalah Divergent dan Factionless.
Pada hari yang ditentukan setiap tahunnya, warga yang berusia enam belas
tahun harus memilih fraksi dimana mereka akan mengabdikan sisa hidup mereka
disana setelah mengambil tes penempatan. Tes penempatan menunjukkan fraksi yang
sesuai dengan karakteristik tiap tiap individu. Namun setiap individu dapat memilih
untuk mengabdikan diri pada fraksi yang dipilih oleh tes penempatan, atau fraksi
yang sesuai keinginan hati, terlepas dari hasil tes penempatan.
2.3.1 Abnegation
Abnegation dibentuk oleh orang-orang yang
menyalahkan keegoisan dalam kehidupan.
Mereka percaya dalam tindakan tanpa pamrih
serta kemampuan mencapai perdamaian melalui
penghapusan keegoisan. Dengan demikian
mereka diharapkan untuk mengabdikan diri
hanya untuk melayani orang lain.
43
2.3.2 Amity
Amity adalah fraksi yang tidak suka perang, dan
perselisihan apapun. Mereka menyalahkan agresi
sebagai akar dari segala kejahatan. Hampir
keseluruhan anggota Fraksi Amity bekerja di
dunia pertanian dan perkebunan. Kehidupan
Amity sangat damai antara lain seperti memetik
buah dan bernyanyi bersama.
2.3.3 Candor
Bagi kaum Candor nilai kejujuran adalah mutlak,
dan dipercaya sebagai pembentuk kedamaian
yang sebenarnya. Mereka mengatakan apa pun
berdasarkan kebenaran, bahkan jika itu membuat
mereka kesulitan. Maka dari itu kaum Candor
ditunjuk sebagai pengadil oleh masyarakat.
44
2.3.4 Dauntless
Dauntless dibentuk oleh orang-orang yang
menyalahkan pengecut dalam masalah
masyarakat. Satu-satunya jawaban adalah
menghadapi ketakutan melalui keberanian.
Mereka berlatih dan mempersiapkan tubuh
mereka untuk merespon ancaman dan
tantangan. Atas keberaniannya, Dauntless
dipercaya menjadi pengaman atau tentara kota.
2.3.5 Erudite
Erudite menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah,
kecerdasan dan logika lebih dari yang lain. Para
anggota Erudite fokus dalam mengejar ilmu
pengetahuan. Kaum Erudite diharapkan untuk
mendelegasikan diri mereka dalam perkembangan
teknologi dan pendidikan. Erudite juga dikenal
sangat fasih dalam geografi dan sejarah.
45
BAB III
ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN
3.1 Analisis Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis semiotik dengan teori
Codes of Television (kode-kode televisi) milik John Fiske yang terdiri dari 3 level;
Level Realita, Level Representasi, dan Level Ideologi.
3.1.1 Level Realita
a. Abnegation
Gambar 3.1
Gambar 3.2
46
Para anggota Abnegation tinggal di daerah pemukiman yang terletak di
tengah-tengah kota. Setiap rumah memiliki ukuran dan bentuk yang hampir identik.
Memiliki letak pintu dan jendela yang sama dengan atap yang tidak menggunakan
genteng (flat), terlihat seperti perumahan yang sangat sederhana.
Gambar 3.3
z
Gambar 3.4
47
Para anggota Abnegation memakai pakaian serba abu-abu menjadikan mereka
tidak mencolok. Pakaian Abnegation juga biasanya sangat longgar, jubah abu-abu,
celana, dan T-shirt dress umum. Perempuan Abnegation biasanya mengikat rambut
mereka atau melakukan pin up dan laki-laki berambut pendek simpel. Satu-satunya
aksesoris yang mereka pakai adalah tas samping.
Gambar 3.5
Gambar 3.6
48
Anggota Abnegation saling menyapa dengan menundukkan kepala, namun
formal dan terbuka terhadap luar anggota walaupun itu dengan orang yang dibenci
sekalipun. Abnegation biasanya sangat tenang, karena mereka tidak suka untuk
menarik perhatian orang lain serta sebisa mungkin menghindari kontak mata ketika
berbicara dengan orang yang baru saja dikenal atau ditemui.
Gambar 3.7
Gambar 3.8
49
Gambar 3.9
Gambar 3.10
Abnegation di kenal sebagai fraksi yang tidak mementingkan diri sendiri atau
egois. Mereka menolak kesombongan bahkan tidak menatap cermin untuk jangka
waktu yang lama. Fokus hidup mereka berada dalam melayani orang lain bukan diri
mereka sendiri.
50
b. Amity
Gambar 3.11
Gambar 3.12
51
Gambar 3.13
Gambar 3.14
Markas besar Amity terletak di hutan dan tanah pertanian di tepi tembok
perbatasan. Anggota mereka tinggal di daerah perumahan rumah pohon yang
tersebar di hutan dan berkumpul di sebuah kubah yang mengelilingi pohon di mana
mereka makan dan mengadakan pertemuan di dalamnya.
Gambar 3.15
52
Sebagian besar anggota Amity memakai pakaian sejenis pakaian tradisional
dengan dominasi warna cokelat dan jingga atau kombinasi keduanya. Pakaian yang
dikenakan serta make up dan gaya rambut mereka sekedar santai dan nyaman, jauh
dari formal ataupun modern. Kebanyakan dari anggota lelaki mereka menumbuhkan
jenggot dan yang perempuan hanya mengurai rambutnya begitu saja.
Gambar 3.16
Gambar 3.17
Amity adalah faksi yang penuh damai, mereka menghindari adanya
perselisihan apapun. Anggotanya hidup dengan penuh tawa dan senyum. Hampir
53
tidak terlihat sama sekali jika anggota Amity murung, bahkan ketika emosi pun
mereka mempertahankan senyum hanya agar tidak terjadi gesekan antara satu dengan
yang lain. Salah satu salam yang selalu di ucapkan anggota Amity adalah „go with
happiness‟ (pergi dengan keceriaan).
Gambar 3.18
Gambar 3.19
Anggota Amity hidup dengan demikian memegang peran paling penting di
antara faksi-faksi: sebagai pemasok makanan hasil pertanian, dan peternakan. Mereka
menghasilkan bahan bahan pokok yang dikirimkan menggunakan truk dan kereta
menuju kota. Amity juga satu satunya faksi yang diijinkan keluar tembok perbatasan
untuk mengelola lahan pertanian di sana.
54
c. Candor
Gambar 3.20
Gambar 3.21
Candor bermarkas di sebuah gedung tinggi berwarna putih di tengah kota
tanpa jendela. Di dalamnya terdapat beberapa ruang pertemuan tempat para anggota
Candor berkumpul, juga ruang sidang tempat anggota Candor bekerja sebagai
pengadil.
55
Gambar 3.22
Gambar 3.23
Candor selalu terlihat berpakaian secara formal, dengan jas menjadi seragam
standar. Sementara pakaian sehari-hari mereka biasanya celana hitam dan kemeja
putih. Dominasi warna Hitam dan Putih membuat anggota Candor lebih mudah
dikenali. Anggota Candor berpenampilan elegan secara pakaian namun tidak dalam
hal make up.
56
Gambar 3.24
Gambar 3.25
Gambar 3.26
57
Candor menjunjung tinggi nilai kejujuran dan tidak suka menutup nutupi
apapun. Mereka mengatakan apapun yang ada di kepala mereka dengan terus terang
dan terbuka tanpa berpikir jika itu membuat mereka dan atau orang lain kesulitan.
Candor juga dianggap memiliki pengadilan yang paling terbuka dan jujur. Ada
beberapa kalimat khas faksi Candor, antara lain; „may the truth set you free‟ dan
„thank you for your candor‟.
d. Dauntless
Gambar 3.27
Gambar 3.28
58
Gambar 3.29
Dauntless bermarkas di The Pit, jaringan gua bawah tanah gua yang terletak di
bawah kota. Di dalamnya terdapat asramah, arena latihan, hall makan, laboratorium
dan bahkan jurang. Anggota Dauntless laki dan perempuan tidur dalam satu kamar
tidur. Kekompakan anggota Dauntless terlihat jelas selama dalam markas mereka,
dikarenakan mereka dibiasakan untuk hidup berdampingan secara massal dalam
jangka waktu lama.
Gambar 3.30
59
Gambar 3.31
Gambar 3.32
Gambar 3.33
60
Dauntless selalu berpakaian nyentrik dengan dominasi warna hitam dan merah
maroon. Anggota Duntless memakai celana kulit ketat, baju atau kaos ketat, sepatu
bot hitam dan jaket kulit. Dauntless juga identik dengan tattoo dan piercing pada
tubuh mereka. Untuk anggota perempuan, beberapa mungkin memakai eyeliner gelap
dan make up serta warna dan model rambut yang nyentrik. Dalam bertugas, para
anggota Dauntless menggunakan seragam hitam dilengkapi dengan rompi dan
senjata.
Gambar 3.34
Dauntless menjunjung tinggi keberanian lebih dari yang lain. Mereka melatih
diri untuk melawan rasa takut dan sakit serta melatih menggunakan senjata untuk
mempersiapkan diri dari ancaman dan tantangan. Selain menekankan ide kebebasan
dari rasa takut, para anggota Dauntless juga diwajibkan memiliki rasa loyalitas yang
tinggi, mengikuti perintah bahkan yang bertentangan dengan kemanusiaan sekalipun.
61
Gambar 3.35
Gambar 3.36
Dauntless bertanggung jawab atas keamanan kota, melindungi penduduknya
dari ancaman dan sebagai pasukan penjaga perdamaian kota. Tugas utama mereka
adalah untuk menjaga pagar yang mengelilingi kota. Hal ini dianggap sebagai
pekerjaan yang berbahaya, tetapi juga merupakan salah satu yang diperlukan dan
mungkin itulah salah satu alasan tidak ada faksi lain yang memiliki perselisihan
dengan Dauntless. Mereka menjaga gerbang kota yang dikunci dari luar.
62
Gambar 3.37
Gambar 3.38
Gambar 3.39
63
Dauntless menciptakan tentara. Itulah mengapa para anggota Dauntless
terutama para pemimpinnya memiliki ketegesan dalam setiap nada bicara mereka, hal
ini dapat dilihat dari cara mereka memberikan perintah. Bahkan dalam beberapa
kasus para pimpinan Dauntless tidak segan segan memberikan hukuman yang sangat
berat jika anak buahnya melakukan kesalahan sekecil apapun.
e. Erudite
Gambar 3.40
Gambar 3.41
64
Gambar 3.42
Erudite berkantor pusat di sebuah gedung mewah yang sangat besar. Gedung
yang sangat futuristik dibandingkan dengan markas faksi lainnya. Siapa pun yang
ingin masuk markas mereka akan dipindai untuk mengidentifikasi faksi asal mereka
Erudite mampu melarang masuknya anggota keluarga abnegation ketika mengunjungi
kerabatnya, hal ini karena permusuhan antara Erudite dan Abnegation.
Dalam gedung Erudite terdapat beberapa laboratorium dan ruang kerjayang
memungkinkan mereka untuk melakukan penelitian, hingga menciptakan teknologi
untuk membantu masyarakat lain.
65
Gambar 3.43
Gambar 3.44
Erudite sangat identic dengan pakaian berwarna biru.Kebanyakan anggota
Erudite menggunakan jas yang menyerupai pakaian laboratorium atau rompi. Para
anggota Erudite selalu terlihat rapid an terpelajar, hal ini bisa dilihat dari cara
berpakaian mereka dan tatanan rambut serta make up yang elegan.
66
Gambar 3.45
Gambar 3.46
Anggota Erudite dipercaya sebagai orang orang yang ber-IQ tinggi disbanding
dengan anggota faksi lain, karena itu Erudite memiliki tugas untuk mengembangkan
teknologi serta ilmu pengetahuan dalam masyarakat. Keseharian mereka tidak
terlepas dari ilmu pengetahuan dan teknologi, maka tidak heran jika para anggota
Erudite rutin melakukan eksperimen serta penelitian setiap harinya.
67
Gambar 3.47
Gambar 3.48
Gambar 3.49
68
Sebagai faksi yang beranggotakan orang orang terpelajar, Erudite memiliki
gaya berbicara tersendiri. Selain selalu terlihat tenang dan biijaksana dalam berbicara,
Erudite juga selalu berbicara berdasarkan logika dan ilmu pengetahuan yang mereka
miliki bahkan sering kali Erudite tidak mau kalah dalam perdebatan karena mereka
menganggap bahwa ilmu yang mereka miliki adalah yang paling benar. Beberapa
anggota faksi luar Erudite banyak yang menjuluki „mereka yang tahu segalanya‟.
3.1.2 Level Representasi
a. Abnegation
Dalam penggambarannya, Abnegation ditampilkan sebagai faksi yang lemah
dan tidak berdaya dibandingkan faksi yang lain. Dengan warna dominan abu-abu,
kontras warna sangat terasa ketika Abnegation berdampingan dengan faksi lain dalam
satu frame.Dari sisi pewarnaan terlihat jelas bahwa Abnegation kalah telak
dibandingkan faksi yang lain.
Dari sisi music latar, scene yang berisikan murni faksi Abnegation memiliki
ciri khas tersendiri antara lain; alunan suling yang sangat pelan, dan suara hembusan
angin yang cenderung seperti siulan bernada rendah.
b. Amity
Scene-scene faksi Amity memiliki kecenderungan full colour. Dengan kostum
yang berwarna cerah dan didukung lingkungan tempat tinggal yang di dominasi
69
warna daun, menjadikan frame dengan dominasi faksi Amity lebih menarik nyaman
untuk disaksikan.
Music latar yang diperdengarkan memiliki kecenderungan suara alam seperti
aliran air, gesekan daun dan rumput serta ditambah dengan suara riuh anggota Amity
yang dikenal sebagai faksi yang ceria.
c. Candor
Pewarnaan frame yang didominasi faksi Candor tidak terlalu mencolok.
Hanya dengan mengandalkan blocking warna dominan wardrobe hitam dan putih
membuat scene scene faksi Candor sedikit membosankan. Begitu juga dengan music
latar yang tidak terlalu special.
d. Dauntless
Dengan dominasi warna wardrobe hitam, scene faksi Dauntless menjadi
terlihat suram dengan sedikit warna yang terdapat di dalamnya. Beberapa adegan
dalam frame faksi Dauntless digambarkan dengan suasana pencahayaan rendah,
hanya beberapa adegan saja yang didukung dengan pencahayaan maksimal.
Frame faksi Dauntless memiliki ciri khas music yang berbeda, dimana hampir
selalu terdapat tabuhan drum yang menunjukkan semangat.
70
e. Erudite
Terdapat cukup banyak efek editing yang ditampilkan dalam scene faksi
Erudite seperti tampilan layar hologram, dan ruangan laboratorium yang modern
dengan perangkat komputer sentuh tanpa keyboard.
Tidak terdapat music latar yang special dalam setiap scene faksi Erudite.
3.1.3 Level Ideologi
Dalam film Divergent dan Insurgent ditampilakan bagaimana kehidupan
masyarakat paska perang yang terkarantina dalam sebuah kota yang dikelilingi
tembok pembatas atara kota tersebut dan dunia luar. Dalam kehidupan sosialnya
masyarakat dibagi menjadi lima golongan, dimana masing masing golongan mewakili
setiap sifat manusia yang pada akhirnya disesuaikan dengan tugas dan kewajiba
masing masing golongan untuk saling mendukung kehidupan masyarakat secara
keseluruhan.
Ideologi yang terdapat dan ingin disampaikan oleh pembuat film ini antara
lain; Kapitalisme dan Fasisme. Ideologi Fasisme lebih mendominasi dan terlihat jelas
dalam sebagian besar adegan dalam film tersebut.
71
3.2 Hasil Penelitian
Dari analisa data yang dilakukan diatas didapatkan hasil penelitian yang mengacu
pada tujuan penelitian ini, yaitu; „mengetahui bagaimana realitas dikonstruksikan
dalam Film Divergent dan Insurgent‟ berdasarkan kode-kode televisi John Fiske.
Dalam film Divergent dan Insurgent, faksi faksi dikonstruksikan sebagai
cerminan kehidupan nyata dimana terdapat 5 sifat manusia yang dikelompokan pada
setiap faksi untuk menjaga perdamaian dan kestabilan kehidupan bermasyarakat.
Abnegation merupakan cerminan dari sifat manusia yang tidak egois dan
mementingkan kepentingan orang banyak. Dalam film Divergent dan Insurgent
digambarkan bahwa Abnegation adalah orang orang yang pantas menjalankan
pemerintahan karena sifat tidak egoisnya. Sifat Abnegation ini mewakili bagaimana
seharusnya pemerintah pada realita bersikap selama memimpin sebuah masyarakat.
Faksi Amity digambarkan sebagai faksi yang hidup damai, berdampingan dengan
rukun dan tanpa beban. Amity digambarkan sebagai para petani yang menjadi
menyuplai bahan pokok untuk kehidupan masyarakat. Selain itu Amity juga
digambarkan menjadi kaum yang netral dan tidak terlalu memperdulikan
pemerintahan asalkan kehidupannya tetap tenang dan damai. Faksi Amity
menggambarkan kaum buruh dan petani yang menjadi produsen bahan pokok di
kehidupan nyata.
Candor mewakili sifat manusia yang jujur, dan menyampaikan kebenaran apapun
konsekuensinya. Di dalam film, Candor digambarkan sebagai faksi pengadil atau
72
yang mengurusi hukum. Sifat jujur dan adil menjadikan Candor cerminan hukum
yang ada di realita.
Dauntless digambarkan sebagai faksi yang gagah berani dan bertugas sebagai
penjaga perdamaian dalam masyarakat. Faksi Dauntless sering juga disebut sebagai
„tentara kami‟ dalam film Divergent dan Insurgent. Walaupun dikenal loyal terhadap
faksi namun sebagian besar pemimpin Dauntless justru korup, melakukan hal hal di
luar keharusan mereka karena campur tangan faksi lain yang memiliki kepentingan
pribadi dan lebih kuat secara politik. Dauntless merupakan cerminan para polisi dan
tentara yang ada di kenyataan.
Faksi Erudite adalah faksi yang menjunjung tinggi cara berpikir logis dan
berdasar kepada ilmu pengetahuan. Erudite digambarkan sebagai faksi yang bergerak
di bidang teknologi dan pengembangan pendidikan, dimana mereka memiliki
pengaruh yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat di film Divergent dan
Insurgent. Namun faksi Erudite memanfaatkan kepandaian serta teknologi mereka
untuk mengasai pemerintahan dengan bergabung dengan para pimpinan faksi
Dauntless yang korup. Cerminan para politisi dan pengusaha di kehidupan nyata
terlihat dalam faksi Erudite.
73
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan terhadap film Divergent dan
Insurgent dengan menggunakan Codes of Television (level realitas, level representasi,
dan level ideology) John fiske, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan level realitas, fraksi fraksi yang terdapat dalam film Divergent
dan Insurgent dikonstruksikan berbeda atara satu dan yang lainnya melalui
penampilan fisik. Fraksi Abnegation menunjukkan kesederhanaan, Fraksi
Amity dikonstruksikan sebagai symbol keceriaan, Fraksi Candor
dikonstruksikan sebagai kejujuran dan kemurnian, Fraksi Dauntless sebagai
symbol keberanian dan kekuatan, Fraksi Erudite dikonstruksikan sebagai
symbol ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Berdasarkan level Representasi, fraksi fraksi dalam film Divergent dan
Insurgent dikonstruksikan menggunakan warna, gesture, dialog, serta suara
latar yang mendukung tersampainya pesan Sutradara. Fraksi Abnegation
dikonstruksikan dengan sifat tidak egois dan menghindari keangkuhan, Fraksi
Amity dengan segala keluguan dan keceriaan, Fraksi Candor dikonstruksikan
sebagai penjunjung tinggi kejujuran dan apa adanya, Fraksi Dauntless
mencerminkann ketegasan, disiplin, namun angkuh, Fraksi Erudite
dikontruksikan sebagai kaum intelektual yang menguasai teknologi.
74
3. Berdasarkan level Ideology, film Divergent dan Insurgent menyampaikan
ideology Fasisme sebagaimana sesuai dengan ciri ciri ideology fasisme yang
dikemukakan oleh William Ebenstein; 1. pemerintahan harus dipimpin oleh
segelintir elit yang lebih tahu keinginan seluruh anggota masyarakat. Jika ada
pertentangan pendapat, maka yang berlaku adalah keinginan si-elit; 2. Untuk
mencapai tujuannya, fasisme bersifat total dalam meminggirkan sesuatu yang
dianggap “kaum pinggiran”. Sedangkan bagi kaum penentang, maka
totaliterisme dimunculkan dengan aksi kekerasan seperti pembunuhan dan
penganiayaan; 3. dalam suatu negara kaum elit lebih unggul dari dukungan
massa dan karenanya dapat memaksakan kekerasan kepada rakyatnya. Dalam
pergaulan antar negara maka mereka melihat bahwa bangsa elit, yaitu mereka
lebih berhak memerintah atas bangsa lainnya.
75
4.2 Saran
1. Untuk perguruan tinggi, dunia perfilman kini semakin pesat
perkembangannya terutama dalam hal penyampaian pesan yang lebih kritis
dan kreatif maka pembelajaran terhadap penelitian film khusunya dalam
bidang semiotika dapat lebih ditingkatkan lagi.
2. Untuk mahasiswa STIKOSA AWS, semiotika adalah salah satu kajian yang
populer yang digunakan untuk menganalisis suatu media. Diharapkan para
pembaca khususnya mahasiswa STIKOSA AWS yang bergelut di dunia ilmu
komunikasi dapat mempelajari teori teori semiotika lebih dalam lagi,
mengingat hanya beberapa teori dari beberapa tokoh semiotika saja yang
dipergunakan dalam penelitian. Masih banyak teori dari tokoh semiotika lain
yang dapat di aplikasikan dalam menganalisis suatu media.
3. Untuk sineas film, sebagai media massa yang ampuh dalam penyampaian
pesan dan ideology diharapkan para sineas film terutama sineas film
Indonesia dapat meningkatkan lagi kualitas pesan yang ingin disampaikan
dalam film karyanya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadopsi cara
sutradara film Hollywood menyampaikan pesan maupun kritik melalui film.
4. Untuk peneliti selanjutnnya, Film dan Semiotika semakin berkembang dan
tidak dapat dipisahkan lagi. Maka diharapkan dalam melakukan penelitian
sejenis, peneliti selanjutnya lebih memperdalam ilmu tentang film dan
semiotika agar dapat menghasilkan hasil penelitian yang lebih maksimal lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu komunikasi: teori dan praktek, Bandung, Remaja
Karya, 1986
West, Richard and Turner, Lynn H ., Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan
Aplikasi; Edisi 3, Salemba humanika, 2008
Sobur, Alex, Semiotika komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2009
Pawito, Ph. D, Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yogyakarta, Pelangi Aksara, 2007
Piliang, Yasraf A., Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna,
Yogyakarta, Jalasutra 2003
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Ardianto, Elvinaro,dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa, Suatu
Pengantar Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Effendi, Onong Uchjana. Ilmu Teori Dan Filsafat Komunikasi.Bandung: Cipta
Aditya Bakti, 2003.
Moeloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya, 2002.
-