Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

16
Masyarakat Untung, Negara Untung, Lingkungan Tertata Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

description

Kebutuhan Masyarakat akan lahan tanah telah membawa banyak perubahan Tata Ruang. Agar dapat sesuai dengan aturan Konsolidasi Tanah, maka perlu dibuat program yang dapat mengakomodasi masyarakat dan pemerintah,.Kedua pihak tersebut harus dapat diuntungkan dengan pengolahan tanah yang tepat melalui peningkatan efisien dan produktivitas penggunaan tanah.

Transcript of Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

Page 1: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

Masyarakat Untung,

Negara Untung,

Lingkungan Tertata

Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tana h untuk Pembangunan

Page 2: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

1

Masyarakat Untung, Negara Untung, Lingkungan Tertat a Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tana h untuk Pembangunan

Pendahuluan

Pembangunan di segala bidang membutuhkan tanah sebagai media. Namun, seringkali

rencana pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat justru

mengalami kendala pada penyediaan lahannya. Beberapa kendala yang sering dihadapi

dalam menyediakan lahan untuk pembangunan antara lain; mahalnya harga tanah, sulit dan

lama mendapatkan tanah yang dibutuhkan, proses yang berbelit-belit dan seringkali timbul

konflik di masyarakat. Dalam melaksanakan pembangunan yang terencana, efektif, efisien

tepat sasaran, pemerintah menyusun perencanaan tata ruang yang berbasis kewilayahan.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota yang merupakan penjabaran detail

dari Rencana Tata ruang Wilayah Provinsi yang mengacu pada Rencana Tata Ruang

Nasional, merupakan pedoman untuk perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang

dan penetapan lokasi investasi di Kabupaten/Kota serta menjadi dasar bagi penerbitan

perizinan lokasi pembangunan. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten hasilnya disebut

Rencana Umum Tata Ruang Daerah atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Kabupaten, sedangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota hasilnya disebut Rencana

Umum Tata Ruang Kota yang kemudian dirinci lagi menjadi Rencana Detail Tata Ruang

Kota (RDTRK) dan Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK).

Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dan Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK) yang

akan direalisasikan sesuai rencana pembangunan daerah selalu mengalami masalah di

lapangan berkaitan dengan hak atas tanah. Rencana pembuatan jalan lingkar (ring road)

misalnya, akan menimbulkan masalah-masalah pertama, di atas tanah tersebut telah

terdapat hak atas tanah yang dimiliki oleh perorangan atau badan hukum. Pembebasan

tanah yang lazim ditempuh adalah melalui pengadaan tanah yang berarti memindahkan

mereka. Pengadaan tanah mengakibatkan terjadinya pencabutan hak atas tanah yang

mengakibatkan seseorang atau badan hukum kehilangan hak atas tanahnya sendiri.

Masalah kedua, jika yang berhak atas tanah yang haknya dicabut itu tidak bersedia atau

menetapkan ganti rugi yang tinggi, sementara pemerintah tidak atau belum cukup tersedia

dana ganti rugi untuk pengadaan tanah karena APBN/APBD yang terbatas. Kedua masalah

tersebut akan mengakibatkan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dan Rencana

Page 3: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

2

Teknik Ruang Kota (RTRK) yang telah dibuat tidak bisa direalisasikan atau mengalami

penundaan. Dampak dari penundaan mengakibatkan masalah ketiga, yaitu pertumbuhan

permukiman alamiah yang semakin tidak teratur dan kumuh di kawasan perkotaan ataupun

di kawasan pinggiran perkotaan karena pertambahan penduduk, arus urbanisasi, dan lain-

lain.

Pengaturan hak atas tanah di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pada Pasal (2) menentukan bahwa; hak

menguasai dari Negara yang dimaksud adalah memberikan wewenang untuk mengatur dan

menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, penyediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan

kekayaan alam lainnya serta menentukan dan mengatur akan hubungan-hubungan khusus

antara orang-orang dengan sumber alam tersebut sekaligus menentukan dan mengatur

hubungan hukum dan perbuatan-perbuatan hukum antara orang-orang terhadap sumber-

sumber alam tersebut. Aturan tersebut masih bersifat umum yang dijabarkan lebih lanjut

dalam peraturan-peraturan lain di bawahnya. Dalam rangka rencana tata ruang dan

mengatasi kebuntuan-kebuntuan yang dihadapi dalam pengadaan tanah, maka diperlukan

strategi baru guna mencegah terjadinya permukiman yang terus berkembang tidak

beraturan dan menimbulkan daerah kumuh.

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia sesuai Peraturan Presiden Nomor 10

Tahun 2006 mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah di bidang pertanahan

secara nasional, regional, dan sektoral. Dalam hal ini, instrumen yang digunakan adalah

salah satu tugas pokok dan fungsinya yaitu melaksanakan pengaturan dan penataan

pertanahan melalui konsolidasi tanah.

Menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang

Konsolidasi Tanah, konsep konsolidasi tanah adalah kebijaksanaan mengenai penataan

kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk

kepentingan pembangunan, untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan

sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Pada hakikatnya,

konsolidasi tanah adalah penataan tanah yang dilengkapi dengan fasilitas umum dan

fasilitas sosial. Alasan diadakannya konsolidasi tanah adalah untuk membantu pemerintah

daerah untuk menata bagian wilayahnya yang tidak teratur menjadi teratur sesuai Rencana

Tata Ruang dan Rencana Pembangunan Daerah.

Konsolidasi Tanah merupakan alternatif strategis yang ditawarkan dalam penyediaan tanah

untuk pembangunan, karena melalui konsolidasi, masyarakat tidak tergusur tetapi turut serta

berpartisipasi menyumbangkan tanahnya, turut serta menikmati hasil-pembangunan, nilai

Page 4: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

3

tanahnya menjadi naik, dan yang jelas memeperoleh jaminan kepastian hak atas tanah

karena menerima sertipkat, serta memperoleh lingkungan yang tertata, serasi, selaras dan

seimbang.

Pijakan Yuridis

Kewenangan negara yang berkaitan dengan tanah diatur dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3): bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-

besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tanah adalah bagian dari bumi, oleh karena itu tanah

dikuasai oleh negara, konsep dikuasai oleh negara artinya negara mengatur. Negara

mempunyai kewenangan mengelola dan mengatur tanah guna sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Pengaturan hak atas tanah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1960 dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1), (2), (3), dan (4). Adapun pada Pasal 6

menentukan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Artinya, hak atas tanah

tidak menjadi penghalang bagi pemerintah untuk melakukan kewenangan publiknya untuk

melaksanakan penataan tanah. Salah satunya adalah program konsolidasi tanah. Demikian

pulan ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1), dan Pasal 14 ayat (1), (2), (3), yang dapat

disimpulkan bahwa hak menguasai negara ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran

rakyat. Dengan demikian, kewenangan negara dalam UUPA ini untuk melakukan

pengaturan, penataan, penguasaan, dan penggunaan tanah yang ditafsirkan termasuk

penataan melalui konsolidasi tanah. Dalam pelaksanaannya, dasar hukum konsolidasi tanah

antara lain:

a. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

b. UU No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman.

c. UU No. 24 Tahun 1992 junto. UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

d. PP Nomor 16 Tahun 2002 Tentang Penatagunaan Tanah

e. Peraturan Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1991 Tentang Konsolidasi Tanah

f. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia.

g. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata

Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Pengelolaan.

h. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2003 tentang

Pelimpahan Kewenangan Pemberian Keputusan Penegasan Tanah sebagai Obyek

Konsolidasi Tanah.

Page 5: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

4

i. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

dan Kantor Pertanahan.

j. Surat Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 410-4245 tanggal 7 Desember

1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Konsolidasi Tanah.

k. Surat edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor

410-1078 tanggal 18 April 1996 tentang Petunjuk Teknis Konsolidasi Tanah.

l. Surat Deputi Bidang Pengaturan, Penguasaan dan Penatagunaan Tanah nomor

410-1078 tanggal 15 Mei 1996 tentang Petunjuk Kerjasama Pelaksanaan

Konsolidasi Tanah.

Instrumen yuridis lainnya yang digunakan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

dalam konsolidasi tanah adalah instrumen hukum publik berupa Keputusan Bupati/Walikota

tentang Penetapan Lokasi Konsolidasi Tanah dan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Provinsi tentang Penegasan Tanah sebagai Objek Konsolidasi Tanah.

Keputusan Bupati/Walikota digunakan dalam pelaksanaan konsolidasi tanah karena

berkaitan dengan rencana tata ruang. Konsolidasi tanah tidak bisa dilaksanakan apabila

tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Apa Yang Diperoleh Masyarakat?

Jika kita perhatikan, seringkali kita jumpai bidang-bidang tanah berderet yang masing-

masing berbentuk jajaran genjang terhadap jalan. Tidak jarang pula kita jumpai bidang-

bidang tanah yang mengelompok sedemikian rupa sehingga sulit untuk menjangkau bidang

tanah yang letaknya di bagian dalam. Lebih jauh lagi jika kita perhatikan banyak petani yang

memiliki lahan pertanian yang terpencar dan dalam luasan yang kurang dari kebutuhan

minimal usaha pertanian. Kelompok bidang tanah dengan contoh diatas merupakan

sebagian dari obyek konsolidasi tanah untuk dilakukan penataan ulang. Dengan penataan

diharapkan dapat diperoleh bidang tanah yang lebih teratur baik bentuk, luas, letak ataupun

aksesibilitasnya.

Oleh karena itu, penataan dengan konsolidasi tanah akan memberikan manfaat besar pada

masyarakat, antara lain:

a. Rakyat tidak tergusur, tetapi ikut menikmati hasil pembangunan.

b. Tersedianya fasilitas umum, jalan, dan drainase yang baik.

c. Nilai tanah naik.

d. Lingkungan tertata.

e. Masyarakat memiliki sertipikat.

Page 6: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

5

Bagaimana Pemerintah Untung?

Penyediaan lahan untuk pembangunan yang menjadi masalah dalam pelaksanaan

pembangunan teratasi dengan dilaksanakannya konsolidasi tanah. Tanah untuk penyediaan

jalan, taman, fasilitas umum, dan fasilitas sosial diperoleh dari penyerahan sebagian tanah

peserta Konsolidasi tanah sebagai Sumbangan Tanah untuk Pembangunan (STUP) yang

telah disepakati bersama. Keterbatasan dana APBN/APBD dalam penyediaan tanah untuk

jalan, fasilitas umum dan fasilitas sosial dapat dihemat. Karena masyarakat secara sukarela

menyerahkan sebagian tanahnya untuk kepentingan tersebut yang menjadi sumbangan

dalam pembangunan.

Prosedur Pelaksanaan Konsolidasi Tanah

1. Gambaran Umum Konsolidasi Tanah

Konsolidasi tanah di Indonesia mulai dikembangkan sejak tahun 1983 dengan proyek

percontohan di kawasan Renon, Kota Denpasar Provinsi Bali. Saat itu, kawasan Renon

berada di pinggiran kota dan masih merupakan kawasan pertanian. Harga tanah saat itu

masih tiga ratus ribu untuk satu are. Satu are sama dengan 100m2. Setelah

dilaksanakan konsolidasi tanah, sekarang Renon menjadi pusat perkantoran,

pemerintah, kedutaan, dan konsulat yang telah dilengkapi dengan fasilitas sosial berupa

jalan raya, pura, masjid, gereja, dan lapangan umum. Harga tanah di Renon pada tahun

2009 telah mencapai lebih dari 300 juta per are.

Sesuai dengan tujuannya untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal melalui

peningkatan efisiensi dan produktivitas penggunaan tanah, prioritas wilayah yang perlu

dikonsolidasi adalah:

a. Wilayah yang masih terbatas infrastruktur lingkungannya.

b. Wilayah permukiman yang akan tumbuh pesat dan diperkirakan akan berkembang

secara alami, sehingga dikhawatirkan menjadi permukiman kumuh apabila tidak

ditata.

c. Wilayah yang sudah mulai tumbuh dan direncanakan menjadi daerah permukiman.

d. Wilayah yang direncanakan menjadi kota baru, permukiman baru.

e. Wilayah permukiman kumuh.

f. Wilayah yang relatif kosong, sedikit bangunan di bagian pinggiran kota yang

diperkirakan akan berkembang sebagai daerah permukiman.

g. Daerah bekas konflik.

Page 7: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

6

h. Daerah yang direncanakan ada pembangunan/pembuatan jalan (jalan raya/jalan

lingkar).

i. Wilayah pertanian yang akan dikembangkan menjadi sentra produksi pertanian.

j. Wilayah pertanian yang minim dengan infrastruktur pendukungnya.

k. Wilayah yang potensial dapat memperoleh pengairan tetapi belum tersedia jaringan

irigasi.

l. Wilayah yang jaringan irigasinya telah tersedia tetapi pemanfaatannya belum merata.

m. Wilayah yang pengairan cukup baik namun masih perlu ditunjang oleh pengadaan

jaringan jalan yang memadai.

Secara sederhana, konsolidasi tanah digambarkan sebagai berikut:

Kondisi Sebelum Konsolidasi Tanah

Gambar 1 . Ilustrasi keadaan wilayah sebelum konsolidasi tanah.

Keadaan setelah Konsolidasi Tanah

Gambar 2 . Ilustrasi keadaan wilayah setelah konsolidasi tanah.

Page 8: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

7

Prinsip dasar pelaksanaan Konsolidasi Tanah adalah penataan kembali bentuk, luas dan

letak, penguasaan, pemilikan, dan penggunaan tanah, sehingga tertata apik dan teratur

dilengkapi sarana prasarana dan semua kapling menghadap jalan.

Tanah untuk kepentingan pembangunan berupa jalan, fasilitas umum dan fasilitas sosial

diperoleh dari sumbangan peserta konsolidasi tanah dalam bentuk Sumbangan Tanah untuk

Pembangunan (STUP) yang besarnya disepakati bersama dengan jalan musyawarah.

Ilustrasi Sumbangan Tanah untuk Pembangunan (STUP) sebagai berikut:

Gambar 3 . Ilustrasi Sumbangan Tanah untuk Pembangunan (STUP).

Page 9: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

8

Berikut disampaikan contoh menghitung besarnya Sumbangan Tanah untuk Pembangunan

(STUP) dalam suatu kawasan.

Gambar 4 . Ilustrasi keadaan tanah sebelum konsolidasi untuk menentukan STUP.

Misalnya dalam musyawarah antara peserta KT disepakati bahwa Sumbangan Tanah Untuk

Pembangunan (STUP) adalah 30%, maka Perhitungan STUP nya adalah:

No Peruntukan

Luas (m 2)

Selisih Luas Keterangan Existing

(yg sudah ada)

Kebutuhan

1 JALAN - 750 -750 Belum ada/Pelebaran jalan

2 TK - 100 -100 Belum ada

3 KANTOR RW - 50 -50 Belum ada

4 OLAHRAGA - 200 -200 Belum ada

5 TAMAN - 100 -100 Belum ada

6 TPBP - 300 -300 u/ biaya konstruksi jalan dll

7 KAVELING 5000 3500 1500

TOTAL 5000 5000 0

Page 10: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

9

Perhitungan STUPnya adalah:

% STUP = Tambahan Fasum dan TPBP

Luas Lokasi + Fasum yang sudah ada× 100%

= 1200 + 300

5000 - 0× 100%

= 30%

Karena besarnya STUP 30%, maka luas akhir tanah peserta konsolidasi tanah

adalah:

No Pemilik Luas Awal (m²) STUP (m²) Luas Akhir (m²)

1 A 600 180 420

2 B 900 270 630

3 C 800 240 560

4 D 700 210 490

5 E 900 270 630

6 F 1100 330 770

5000 1500 3500

Adapun pada pelaksanaan di masing-masing wilayah tentu besarnya STUP

berdasarkan hasil kesepakan bersama peserta KT dengan prosedur seperti diatas.

2. Tahapan Pelaksanaan

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 1991 pada Pasal 4

menetapkan:

(1) Lokasi konsolidasi Tanah ditetapkan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah

Tingkat II dengan mengacu kepada Rencana Tata Ruang dan Rencana

Pembangunan Daerah.

(2) Konsolidasi Tanah dapat dilaksanakan apabila sekurang-kurangnya 85 persen dari

pemilik tanah yg luas tanahnya meliputi sekurang-kurangnya 85 persen dari luas

seluruh areal tanah yg akan dikonsolidasi, menyatakan persetujuannya.

Kedua ketentuan tersebut harus dipenuhi untuk dapat melaksanakan konsolidasi tanah

di suatu wilayah.

Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan konsolidasi tanah adalah:

a. Pemilihan lokasi.

b. Penyuluhan.

c. Penjajagan kesepakatan.

Page 11: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

10

d. Penetapan lokasi konsolidasi tanah.

e. Identifikasi subjek dan objek.

f. Pengukuran dan pemetaan keliling, rincikan, pengukuran topografi dan pemetaan

penggunaan tanah.

g. Pembuatan blok plan/pra desain tata ruang.

h. Pembuatan desain taat ruang.

i. Musyawarah penataan/penetapan kaveling baru.

j. Penyerahan sementara hak Atas Tanah oleh para peserta untuk dapat ditata.

k. Penegasan tanah sebagai objek konsolidasi tanah.

l. Realokasi desain konsolidasi tanah ke lapangan.

m. Konstruksi/pembentukan badan jalan, dan lain-lain.

n. Redistribusi/penerbitan SK Pemberian hak.

o. Sertipikasi.

Bagaimana dengan pembiayaan konsolidasi tanah? Sumber pembiayaan konsolidasi tanah

meliputi dua hal, yaitu:

a. Swadaya, yaitu pembiayaan ditanggung para peserta KT melalui sumbangan berupa

tanah (STUP) dan atau berupa uang maupun bentuk-bentuk sumbangan lainnya.

Bagian tanah ini disebut Tanah Pengganti Biaya Pelaksanaan (TPBP) atau Cost

Equivalent Land (CEL) yang akan dipergunakan untuk pembangunan prasarana

jalan dan fasilitas umum lainnya dan pembiayaan KT. TPBP dapat diserahkan

penggunaannya kepada peserta yang memiliki persil tanah terlalu kecil atau pihak

lain dengan pembayaran kompensasi berupa uang atau bentuk lain yang jumlahnya

disetujui oleh para peserta konsolidasi tanah.

b. Pembiayaan dari APBN atau APBD.

Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

di Provinsi Bali

Sebagai proyek percontohan penataan pertanahan yang disebut LC (Land Consolidation)

atau Konsolidasi Tanah pada tahun 1983 di kawasan Renon Denpasar dengan jumlah

peserta 395 dan jumlah persil sebanyak 589 bidang yang meliputi 77.2580 Ha.

Dengan segala kekurangannya, ternyata program ini memberi keuntungan dan atau manfaat

baik kepada pemilik tanah maupun pemerintah. Keuntungan tersebut yaitu, pertama, tidak

ada calo tanah karena bukan peralihan hak atas tanah; kedua, tidak ada penggusuran

karena hanya penataan tanah; ketiga, memberikan kesempatan bagi pemilik tanah asal

Page 12: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

11

untuk tinggal di lingkungan yang tertata rapi. Dengan kata lain ada pemerataan kesempatan

pemilikan tanah; keempat, para pemilik tanah berbagi biaya dan keuntungan secara adil dan

merata karena kontribusi melalui peran serta (STUP); kelima, penggunaan tanah optimal,

karena bentuk parsial tanah teratur dan menghadap ke jalan; keenam, harga tanah

meningkat; ketujuh, tidak membebani anggaran pemerintah; kedelapan, sebagai usaha

mengatasi kebuntuan pengadaan tanah yang berkaitan dengan penataan ruang dan

rencana pembangunan daerah; kesembilan, dapat mengurangi terjadinya penyakit model

permukiman konvensional berupa ketidakteraturan bentuk tanah, munculnya permukiman

kumuh, dan sebagainya.

Saat ini, wilayah Renon menjadi pusat perkantoran, pemerintahan, permukiman yang tertata

teratur dengan kelengkapan jalan, fasilitas ibadah, perkantoran, perdagangan, lapangan,

bahkan terdapat sawah yang telah tertata. Berikut keadaan saat ini sebagian wilayah Renon

hasil konsolidasi tanah.

Gambar 5 . Foto udara keadaan sebagian wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah.

Page 13: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

12

a b

c d

e

f

g

h

Gambar 6 . a. Jalan di wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah. b. Fasilitas umum dan sosial berupa lapangan di wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah. c. Sawah dan permukiman dengan sarana drainase di wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah. d. Fasilitas perdagangan di wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah. e. Fasilitas ibadah di wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah. f. Fasilitas perdagangan di wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah. g. Perkantoran pemerintah di wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah. h. Konsulat Australia di wilayah Renon.

Page 14: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

13

Sampai dengan tahun 2006, konsolidasi tanah di Provinsi Bali telah dilaksanakan di 48

lokasi dengan jumlah peserta 16.905 dan jumlah persil sebanyak 17.550 meliputi luas tanah

3.083.0699 Ha. Salah satunya adalah konsolidasi tanah perkotaan di Subak Abianbase,

Uluntanjung, dan Seminyak, Kelurahan Kuta, Kabupaten Badung dilaksanakan pada tahun

anggaran 1996/1997 dengan pembiayaan APBN.

Berdasarkan hasil musyawarah peserta konsolidasi tanah pada program ini besarnya STUP

ditetapkan 20% dari keseluruhan luas tanah 268,7391 Ha. Hasilnya diperoleh STUP seluas

53,7478 Ha yang dimanfaatkan untuk jalan, fasilitas sosial dan fasilitas umum.

Adapun yang dilaksanakan di Kota Denpasar adalah sebagai berikut:

Tabel Hasil Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan Di Kota Denpasar Dari Tahun 1982 sampai dengan 12 April 2005

No. Lokasi

a. Desa/Kelurahan b. Kecamatan

Luas (Ha) Jumlah Peserta

Jumlah Persil

Sumber Dana

Tahun Anggaran

Jumlah Peserta yang Diterbitkan

Pelaksana

1 a. Renon b. Denpasar Selatan

77.2580 395 589 APBN 1982/1983 282 Kanwil

2 a. Lumintang b. Denpasar Barat

95.8096 511 972 APBN 1985/1986 972 Kanwil

3 a. Nangka/Tohpati b. Denpasar Timur

95.0500 587 1.026 APBD Tk.I

1986/1987 1029 Kanwil

4 a. Yang Batu b. Denpasar Timur

29.3207 275 354 APBD Tk.I

1986/1987 354 Kanwil

5 a. Kedotan, Panjer, Yang Batu Selatan Kantor Pos

b. Denpasar Selatan

34,7935 223 275 APBD Tk.I

1989/1990 251 Kanwil

6 a. Ubung, Tukad Mati b. Denpasar Barat

200.0000 847 1.239 APBD TK.II

1990/1991 296 Kab. Badung

7 a. Tukad Mati, Padang Sambian

b. Denpasar Barat

100.0000 413 695 APBD Tk.II

1991/1992 356 Kab. Badung

8 a. Utara Kantor Gubernur TK.I Bali

b. Denpasar Timur

74.0000 428 680 APBD Tk.I

1992/1993 679 Kanwil

9 a. Panjer b. Denpasar Selatan

50.0000 395 415 APBN 1993/1994 500 Kanwil

10 a. Renon b. Denpasar Selatan

90.0000 548 1.100 APBD Tk.I

1994/1995 1.100 Kanwil

11 a. Panjer, Renon, Sidakarya

b. Denpasar Selatan

68.0000 374 600 APBD Tk.I

1995/1996 600 Kanwil

12 a. Pemecutan Klod b. Denpasar Selatan

50.0000 371 500 APBN 1994/1995 500 Kanwil

13 a. Ubung (Cargo) b. Denpasar Barat

90.0000 439 1.029 APBD Tk.II

1995/1996 1.029 Kota Denpasar

14 a. Sb. Tegallantang Banyukuning

b. Denpasar Barat

850.0000 63 591

60 395

APBD Tk.II

1996/1997 649 Kanwil

15 a. Padangsambian Subak Serogsogan

b. Denpasar Batar

350.0000 385 500 APBD Tk.II

1995/1996 417 Kota Denpasar

Jumlah 1.174.2618 6.845 10.429 9011

Page 15: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

14

Penutup

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan sebagai sebagai berikut.

1. Pembangunan di segala bidang membutuhkan tanah sebagai media. Namun,

seringkali rencana pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat

justru mengalami kendala pada penyediaan lahannya.

2. Konsolidasi Tanah merupakan alternatif strategis yang ditawarkan dalam penyediaan

tanah untuk pembangunan.

3. Penataan dengan konsolidasi tanah memberikan manfaat besar pada masyarakat,

antara lain: rakyat tidak tergusur tetapi ikut menikmati hasil pembangunan,

tersedianya fasilitas umum, jalan, dan drainase yang baik, nilai tanah naik,

lingkungan tertata, dan masyarakat memiliki sertipikat.

4. Penyediaan lahan untuk pembangunan yang menjadi masalah dalam pelaksanaan

pembangunan teratasi dengan dilaksanakannya konsolidasi melalui instrumen

Sumbangan Tanah untuk Pembangunan (STUP) yang telah disepakati bersama

untuk penyediaan jalan, taman, fasilitas umum, dan fasilitas sosial lainnya. Sehingga

anggaran pemerintah dapat dihemat.

5. Pelaksanaan konsolidasi tanah yang dapat terlaksana dengan baik akan

menguntungkan semua pihak; masyarakat untung, pemerintah untung, lingkungan

tertata rapi yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran

rakyat.

Page 16: Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan

15

.

Rujukan

Setyawan, Yudhi, Instrumen Hukum Campuran (gemeenschapelijkrecht) Dalam Konsolidasi

Tanah, Jakarta, Rajawali Pers, 2009.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah,

Jilid pertama, Jakarta, Djambatan, 2009.

Direktorat Konsolidasi Tanah BPN RI, Konsolidasi Tanah: Membangun Tanpa Membangun,

Brosur Sosialisasi, Jakarta, 2010.

Direktorat Konsolidasi Tanah BPN RI, Konsolidasi Tanah Horizontal, Materi Sosialisasi,

Jakarta, 2008.

Direktorat Konsolidasi Tanah BPN RI, Konsolidasi Tanah di Indonesia, Materi Sosialisasi,

Jakarta.