Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan
-
Upload
pustaka-virtual-tata-ruang-dan-pertanahan-pusvir-trp -
Category
Documents
-
view
124 -
download
11
description
Transcript of Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan
Masyarakat Untung,
Negara Untung,
Lingkungan Tertata
Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tana h untuk Pembangunan
1
Masyarakat Untung, Negara Untung, Lingkungan Tertat a Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tana h untuk Pembangunan
Pendahuluan
Pembangunan di segala bidang membutuhkan tanah sebagai media. Namun, seringkali
rencana pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat justru
mengalami kendala pada penyediaan lahannya. Beberapa kendala yang sering dihadapi
dalam menyediakan lahan untuk pembangunan antara lain; mahalnya harga tanah, sulit dan
lama mendapatkan tanah yang dibutuhkan, proses yang berbelit-belit dan seringkali timbul
konflik di masyarakat. Dalam melaksanakan pembangunan yang terencana, efektif, efisien
tepat sasaran, pemerintah menyusun perencanaan tata ruang yang berbasis kewilayahan.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota yang merupakan penjabaran detail
dari Rencana Tata ruang Wilayah Provinsi yang mengacu pada Rencana Tata Ruang
Nasional, merupakan pedoman untuk perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang
dan penetapan lokasi investasi di Kabupaten/Kota serta menjadi dasar bagi penerbitan
perizinan lokasi pembangunan. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten hasilnya disebut
Rencana Umum Tata Ruang Daerah atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten, sedangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota hasilnya disebut Rencana
Umum Tata Ruang Kota yang kemudian dirinci lagi menjadi Rencana Detail Tata Ruang
Kota (RDTRK) dan Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK).
Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dan Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK) yang
akan direalisasikan sesuai rencana pembangunan daerah selalu mengalami masalah di
lapangan berkaitan dengan hak atas tanah. Rencana pembuatan jalan lingkar (ring road)
misalnya, akan menimbulkan masalah-masalah pertama, di atas tanah tersebut telah
terdapat hak atas tanah yang dimiliki oleh perorangan atau badan hukum. Pembebasan
tanah yang lazim ditempuh adalah melalui pengadaan tanah yang berarti memindahkan
mereka. Pengadaan tanah mengakibatkan terjadinya pencabutan hak atas tanah yang
mengakibatkan seseorang atau badan hukum kehilangan hak atas tanahnya sendiri.
Masalah kedua, jika yang berhak atas tanah yang haknya dicabut itu tidak bersedia atau
menetapkan ganti rugi yang tinggi, sementara pemerintah tidak atau belum cukup tersedia
dana ganti rugi untuk pengadaan tanah karena APBN/APBD yang terbatas. Kedua masalah
tersebut akan mengakibatkan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dan Rencana
2
Teknik Ruang Kota (RTRK) yang telah dibuat tidak bisa direalisasikan atau mengalami
penundaan. Dampak dari penundaan mengakibatkan masalah ketiga, yaitu pertumbuhan
permukiman alamiah yang semakin tidak teratur dan kumuh di kawasan perkotaan ataupun
di kawasan pinggiran perkotaan karena pertambahan penduduk, arus urbanisasi, dan lain-
lain.
Pengaturan hak atas tanah di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pada Pasal (2) menentukan bahwa; hak
menguasai dari Negara yang dimaksud adalah memberikan wewenang untuk mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, penyediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan
kekayaan alam lainnya serta menentukan dan mengatur akan hubungan-hubungan khusus
antara orang-orang dengan sumber alam tersebut sekaligus menentukan dan mengatur
hubungan hukum dan perbuatan-perbuatan hukum antara orang-orang terhadap sumber-
sumber alam tersebut. Aturan tersebut masih bersifat umum yang dijabarkan lebih lanjut
dalam peraturan-peraturan lain di bawahnya. Dalam rangka rencana tata ruang dan
mengatasi kebuntuan-kebuntuan yang dihadapi dalam pengadaan tanah, maka diperlukan
strategi baru guna mencegah terjadinya permukiman yang terus berkembang tidak
beraturan dan menimbulkan daerah kumuh.
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia sesuai Peraturan Presiden Nomor 10
Tahun 2006 mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah di bidang pertanahan
secara nasional, regional, dan sektoral. Dalam hal ini, instrumen yang digunakan adalah
salah satu tugas pokok dan fungsinya yaitu melaksanakan pengaturan dan penataan
pertanahan melalui konsolidasi tanah.
Menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang
Konsolidasi Tanah, konsep konsolidasi tanah adalah kebijaksanaan mengenai penataan
kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk
kepentingan pembangunan, untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan
sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Pada hakikatnya,
konsolidasi tanah adalah penataan tanah yang dilengkapi dengan fasilitas umum dan
fasilitas sosial. Alasan diadakannya konsolidasi tanah adalah untuk membantu pemerintah
daerah untuk menata bagian wilayahnya yang tidak teratur menjadi teratur sesuai Rencana
Tata Ruang dan Rencana Pembangunan Daerah.
Konsolidasi Tanah merupakan alternatif strategis yang ditawarkan dalam penyediaan tanah
untuk pembangunan, karena melalui konsolidasi, masyarakat tidak tergusur tetapi turut serta
berpartisipasi menyumbangkan tanahnya, turut serta menikmati hasil-pembangunan, nilai
3
tanahnya menjadi naik, dan yang jelas memeperoleh jaminan kepastian hak atas tanah
karena menerima sertipkat, serta memperoleh lingkungan yang tertata, serasi, selaras dan
seimbang.
Pijakan Yuridis
Kewenangan negara yang berkaitan dengan tanah diatur dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3): bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tanah adalah bagian dari bumi, oleh karena itu tanah
dikuasai oleh negara, konsep dikuasai oleh negara artinya negara mengatur. Negara
mempunyai kewenangan mengelola dan mengatur tanah guna sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Pengaturan hak atas tanah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1960 dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1), (2), (3), dan (4). Adapun pada Pasal 6
menentukan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Artinya, hak atas tanah
tidak menjadi penghalang bagi pemerintah untuk melakukan kewenangan publiknya untuk
melaksanakan penataan tanah. Salah satunya adalah program konsolidasi tanah. Demikian
pulan ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1), dan Pasal 14 ayat (1), (2), (3), yang dapat
disimpulkan bahwa hak menguasai negara ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Dengan demikian, kewenangan negara dalam UUPA ini untuk melakukan
pengaturan, penataan, penguasaan, dan penggunaan tanah yang ditafsirkan termasuk
penataan melalui konsolidasi tanah. Dalam pelaksanaannya, dasar hukum konsolidasi tanah
antara lain:
a. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
b. UU No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman.
c. UU No. 24 Tahun 1992 junto. UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
d. PP Nomor 16 Tahun 2002 Tentang Penatagunaan Tanah
e. Peraturan Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1991 Tentang Konsolidasi Tanah
f. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia.
g. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata
Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Pengelolaan.
h. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2003 tentang
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Keputusan Penegasan Tanah sebagai Obyek
Konsolidasi Tanah.
4
i. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
dan Kantor Pertanahan.
j. Surat Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 410-4245 tanggal 7 Desember
1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Konsolidasi Tanah.
k. Surat edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor
410-1078 tanggal 18 April 1996 tentang Petunjuk Teknis Konsolidasi Tanah.
l. Surat Deputi Bidang Pengaturan, Penguasaan dan Penatagunaan Tanah nomor
410-1078 tanggal 15 Mei 1996 tentang Petunjuk Kerjasama Pelaksanaan
Konsolidasi Tanah.
Instrumen yuridis lainnya yang digunakan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
dalam konsolidasi tanah adalah instrumen hukum publik berupa Keputusan Bupati/Walikota
tentang Penetapan Lokasi Konsolidasi Tanah dan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi tentang Penegasan Tanah sebagai Objek Konsolidasi Tanah.
Keputusan Bupati/Walikota digunakan dalam pelaksanaan konsolidasi tanah karena
berkaitan dengan rencana tata ruang. Konsolidasi tanah tidak bisa dilaksanakan apabila
tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Apa Yang Diperoleh Masyarakat?
Jika kita perhatikan, seringkali kita jumpai bidang-bidang tanah berderet yang masing-
masing berbentuk jajaran genjang terhadap jalan. Tidak jarang pula kita jumpai bidang-
bidang tanah yang mengelompok sedemikian rupa sehingga sulit untuk menjangkau bidang
tanah yang letaknya di bagian dalam. Lebih jauh lagi jika kita perhatikan banyak petani yang
memiliki lahan pertanian yang terpencar dan dalam luasan yang kurang dari kebutuhan
minimal usaha pertanian. Kelompok bidang tanah dengan contoh diatas merupakan
sebagian dari obyek konsolidasi tanah untuk dilakukan penataan ulang. Dengan penataan
diharapkan dapat diperoleh bidang tanah yang lebih teratur baik bentuk, luas, letak ataupun
aksesibilitasnya.
Oleh karena itu, penataan dengan konsolidasi tanah akan memberikan manfaat besar pada
masyarakat, antara lain:
a. Rakyat tidak tergusur, tetapi ikut menikmati hasil pembangunan.
b. Tersedianya fasilitas umum, jalan, dan drainase yang baik.
c. Nilai tanah naik.
d. Lingkungan tertata.
e. Masyarakat memiliki sertipikat.
5
Bagaimana Pemerintah Untung?
Penyediaan lahan untuk pembangunan yang menjadi masalah dalam pelaksanaan
pembangunan teratasi dengan dilaksanakannya konsolidasi tanah. Tanah untuk penyediaan
jalan, taman, fasilitas umum, dan fasilitas sosial diperoleh dari penyerahan sebagian tanah
peserta Konsolidasi tanah sebagai Sumbangan Tanah untuk Pembangunan (STUP) yang
telah disepakati bersama. Keterbatasan dana APBN/APBD dalam penyediaan tanah untuk
jalan, fasilitas umum dan fasilitas sosial dapat dihemat. Karena masyarakat secara sukarela
menyerahkan sebagian tanahnya untuk kepentingan tersebut yang menjadi sumbangan
dalam pembangunan.
Prosedur Pelaksanaan Konsolidasi Tanah
1. Gambaran Umum Konsolidasi Tanah
Konsolidasi tanah di Indonesia mulai dikembangkan sejak tahun 1983 dengan proyek
percontohan di kawasan Renon, Kota Denpasar Provinsi Bali. Saat itu, kawasan Renon
berada di pinggiran kota dan masih merupakan kawasan pertanian. Harga tanah saat itu
masih tiga ratus ribu untuk satu are. Satu are sama dengan 100m2. Setelah
dilaksanakan konsolidasi tanah, sekarang Renon menjadi pusat perkantoran,
pemerintah, kedutaan, dan konsulat yang telah dilengkapi dengan fasilitas sosial berupa
jalan raya, pura, masjid, gereja, dan lapangan umum. Harga tanah di Renon pada tahun
2009 telah mencapai lebih dari 300 juta per are.
Sesuai dengan tujuannya untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal melalui
peningkatan efisiensi dan produktivitas penggunaan tanah, prioritas wilayah yang perlu
dikonsolidasi adalah:
a. Wilayah yang masih terbatas infrastruktur lingkungannya.
b. Wilayah permukiman yang akan tumbuh pesat dan diperkirakan akan berkembang
secara alami, sehingga dikhawatirkan menjadi permukiman kumuh apabila tidak
ditata.
c. Wilayah yang sudah mulai tumbuh dan direncanakan menjadi daerah permukiman.
d. Wilayah yang direncanakan menjadi kota baru, permukiman baru.
e. Wilayah permukiman kumuh.
f. Wilayah yang relatif kosong, sedikit bangunan di bagian pinggiran kota yang
diperkirakan akan berkembang sebagai daerah permukiman.
g. Daerah bekas konflik.
6
h. Daerah yang direncanakan ada pembangunan/pembuatan jalan (jalan raya/jalan
lingkar).
i. Wilayah pertanian yang akan dikembangkan menjadi sentra produksi pertanian.
j. Wilayah pertanian yang minim dengan infrastruktur pendukungnya.
k. Wilayah yang potensial dapat memperoleh pengairan tetapi belum tersedia jaringan
irigasi.
l. Wilayah yang jaringan irigasinya telah tersedia tetapi pemanfaatannya belum merata.
m. Wilayah yang pengairan cukup baik namun masih perlu ditunjang oleh pengadaan
jaringan jalan yang memadai.
Secara sederhana, konsolidasi tanah digambarkan sebagai berikut:
Kondisi Sebelum Konsolidasi Tanah
Gambar 1 . Ilustrasi keadaan wilayah sebelum konsolidasi tanah.
Keadaan setelah Konsolidasi Tanah
Gambar 2 . Ilustrasi keadaan wilayah setelah konsolidasi tanah.
7
Prinsip dasar pelaksanaan Konsolidasi Tanah adalah penataan kembali bentuk, luas dan
letak, penguasaan, pemilikan, dan penggunaan tanah, sehingga tertata apik dan teratur
dilengkapi sarana prasarana dan semua kapling menghadap jalan.
Tanah untuk kepentingan pembangunan berupa jalan, fasilitas umum dan fasilitas sosial
diperoleh dari sumbangan peserta konsolidasi tanah dalam bentuk Sumbangan Tanah untuk
Pembangunan (STUP) yang besarnya disepakati bersama dengan jalan musyawarah.
Ilustrasi Sumbangan Tanah untuk Pembangunan (STUP) sebagai berikut:
Gambar 3 . Ilustrasi Sumbangan Tanah untuk Pembangunan (STUP).
8
Berikut disampaikan contoh menghitung besarnya Sumbangan Tanah untuk Pembangunan
(STUP) dalam suatu kawasan.
Gambar 4 . Ilustrasi keadaan tanah sebelum konsolidasi untuk menentukan STUP.
Misalnya dalam musyawarah antara peserta KT disepakati bahwa Sumbangan Tanah Untuk
Pembangunan (STUP) adalah 30%, maka Perhitungan STUP nya adalah:
No Peruntukan
Luas (m 2)
Selisih Luas Keterangan Existing
(yg sudah ada)
Kebutuhan
1 JALAN - 750 -750 Belum ada/Pelebaran jalan
2 TK - 100 -100 Belum ada
3 KANTOR RW - 50 -50 Belum ada
4 OLAHRAGA - 200 -200 Belum ada
5 TAMAN - 100 -100 Belum ada
6 TPBP - 300 -300 u/ biaya konstruksi jalan dll
7 KAVELING 5000 3500 1500
TOTAL 5000 5000 0
9
Perhitungan STUPnya adalah:
% STUP = Tambahan Fasum dan TPBP
Luas Lokasi + Fasum yang sudah ada× 100%
= 1200 + 300
5000 - 0× 100%
= 30%
Karena besarnya STUP 30%, maka luas akhir tanah peserta konsolidasi tanah
adalah:
No Pemilik Luas Awal (m²) STUP (m²) Luas Akhir (m²)
1 A 600 180 420
2 B 900 270 630
3 C 800 240 560
4 D 700 210 490
5 E 900 270 630
6 F 1100 330 770
5000 1500 3500
Adapun pada pelaksanaan di masing-masing wilayah tentu besarnya STUP
berdasarkan hasil kesepakan bersama peserta KT dengan prosedur seperti diatas.
2. Tahapan Pelaksanaan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 1991 pada Pasal 4
menetapkan:
(1) Lokasi konsolidasi Tanah ditetapkan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II dengan mengacu kepada Rencana Tata Ruang dan Rencana
Pembangunan Daerah.
(2) Konsolidasi Tanah dapat dilaksanakan apabila sekurang-kurangnya 85 persen dari
pemilik tanah yg luas tanahnya meliputi sekurang-kurangnya 85 persen dari luas
seluruh areal tanah yg akan dikonsolidasi, menyatakan persetujuannya.
Kedua ketentuan tersebut harus dipenuhi untuk dapat melaksanakan konsolidasi tanah
di suatu wilayah.
Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan konsolidasi tanah adalah:
a. Pemilihan lokasi.
b. Penyuluhan.
c. Penjajagan kesepakatan.
10
d. Penetapan lokasi konsolidasi tanah.
e. Identifikasi subjek dan objek.
f. Pengukuran dan pemetaan keliling, rincikan, pengukuran topografi dan pemetaan
penggunaan tanah.
g. Pembuatan blok plan/pra desain tata ruang.
h. Pembuatan desain taat ruang.
i. Musyawarah penataan/penetapan kaveling baru.
j. Penyerahan sementara hak Atas Tanah oleh para peserta untuk dapat ditata.
k. Penegasan tanah sebagai objek konsolidasi tanah.
l. Realokasi desain konsolidasi tanah ke lapangan.
m. Konstruksi/pembentukan badan jalan, dan lain-lain.
n. Redistribusi/penerbitan SK Pemberian hak.
o. Sertipikasi.
Bagaimana dengan pembiayaan konsolidasi tanah? Sumber pembiayaan konsolidasi tanah
meliputi dua hal, yaitu:
a. Swadaya, yaitu pembiayaan ditanggung para peserta KT melalui sumbangan berupa
tanah (STUP) dan atau berupa uang maupun bentuk-bentuk sumbangan lainnya.
Bagian tanah ini disebut Tanah Pengganti Biaya Pelaksanaan (TPBP) atau Cost
Equivalent Land (CEL) yang akan dipergunakan untuk pembangunan prasarana
jalan dan fasilitas umum lainnya dan pembiayaan KT. TPBP dapat diserahkan
penggunaannya kepada peserta yang memiliki persil tanah terlalu kecil atau pihak
lain dengan pembayaran kompensasi berupa uang atau bentuk lain yang jumlahnya
disetujui oleh para peserta konsolidasi tanah.
b. Pembiayaan dari APBN atau APBD.
Konsolidasi Tanah Sebagai Instrumen Penyediaan Tanah untuk Pembangunan
di Provinsi Bali
Sebagai proyek percontohan penataan pertanahan yang disebut LC (Land Consolidation)
atau Konsolidasi Tanah pada tahun 1983 di kawasan Renon Denpasar dengan jumlah
peserta 395 dan jumlah persil sebanyak 589 bidang yang meliputi 77.2580 Ha.
Dengan segala kekurangannya, ternyata program ini memberi keuntungan dan atau manfaat
baik kepada pemilik tanah maupun pemerintah. Keuntungan tersebut yaitu, pertama, tidak
ada calo tanah karena bukan peralihan hak atas tanah; kedua, tidak ada penggusuran
karena hanya penataan tanah; ketiga, memberikan kesempatan bagi pemilik tanah asal
11
untuk tinggal di lingkungan yang tertata rapi. Dengan kata lain ada pemerataan kesempatan
pemilikan tanah; keempat, para pemilik tanah berbagi biaya dan keuntungan secara adil dan
merata karena kontribusi melalui peran serta (STUP); kelima, penggunaan tanah optimal,
karena bentuk parsial tanah teratur dan menghadap ke jalan; keenam, harga tanah
meningkat; ketujuh, tidak membebani anggaran pemerintah; kedelapan, sebagai usaha
mengatasi kebuntuan pengadaan tanah yang berkaitan dengan penataan ruang dan
rencana pembangunan daerah; kesembilan, dapat mengurangi terjadinya penyakit model
permukiman konvensional berupa ketidakteraturan bentuk tanah, munculnya permukiman
kumuh, dan sebagainya.
Saat ini, wilayah Renon menjadi pusat perkantoran, pemerintahan, permukiman yang tertata
teratur dengan kelengkapan jalan, fasilitas ibadah, perkantoran, perdagangan, lapangan,
bahkan terdapat sawah yang telah tertata. Berikut keadaan saat ini sebagian wilayah Renon
hasil konsolidasi tanah.
Gambar 5 . Foto udara keadaan sebagian wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah.
12
a b
c d
e
f
g
h
Gambar 6 . a. Jalan di wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah. b. Fasilitas umum dan sosial berupa lapangan di wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah. c. Sawah dan permukiman dengan sarana drainase di wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah. d. Fasilitas perdagangan di wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah. e. Fasilitas ibadah di wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah. f. Fasilitas perdagangan di wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah. g. Perkantoran pemerintah di wilayah Renon hasil Konsolidasi Tanah. h. Konsulat Australia di wilayah Renon.
13
Sampai dengan tahun 2006, konsolidasi tanah di Provinsi Bali telah dilaksanakan di 48
lokasi dengan jumlah peserta 16.905 dan jumlah persil sebanyak 17.550 meliputi luas tanah
3.083.0699 Ha. Salah satunya adalah konsolidasi tanah perkotaan di Subak Abianbase,
Uluntanjung, dan Seminyak, Kelurahan Kuta, Kabupaten Badung dilaksanakan pada tahun
anggaran 1996/1997 dengan pembiayaan APBN.
Berdasarkan hasil musyawarah peserta konsolidasi tanah pada program ini besarnya STUP
ditetapkan 20% dari keseluruhan luas tanah 268,7391 Ha. Hasilnya diperoleh STUP seluas
53,7478 Ha yang dimanfaatkan untuk jalan, fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Adapun yang dilaksanakan di Kota Denpasar adalah sebagai berikut:
Tabel Hasil Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan Di Kota Denpasar Dari Tahun 1982 sampai dengan 12 April 2005
No. Lokasi
a. Desa/Kelurahan b. Kecamatan
Luas (Ha) Jumlah Peserta
Jumlah Persil
Sumber Dana
Tahun Anggaran
Jumlah Peserta yang Diterbitkan
Pelaksana
1 a. Renon b. Denpasar Selatan
77.2580 395 589 APBN 1982/1983 282 Kanwil
2 a. Lumintang b. Denpasar Barat
95.8096 511 972 APBN 1985/1986 972 Kanwil
3 a. Nangka/Tohpati b. Denpasar Timur
95.0500 587 1.026 APBD Tk.I
1986/1987 1029 Kanwil
4 a. Yang Batu b. Denpasar Timur
29.3207 275 354 APBD Tk.I
1986/1987 354 Kanwil
5 a. Kedotan, Panjer, Yang Batu Selatan Kantor Pos
b. Denpasar Selatan
34,7935 223 275 APBD Tk.I
1989/1990 251 Kanwil
6 a. Ubung, Tukad Mati b. Denpasar Barat
200.0000 847 1.239 APBD TK.II
1990/1991 296 Kab. Badung
7 a. Tukad Mati, Padang Sambian
b. Denpasar Barat
100.0000 413 695 APBD Tk.II
1991/1992 356 Kab. Badung
8 a. Utara Kantor Gubernur TK.I Bali
b. Denpasar Timur
74.0000 428 680 APBD Tk.I
1992/1993 679 Kanwil
9 a. Panjer b. Denpasar Selatan
50.0000 395 415 APBN 1993/1994 500 Kanwil
10 a. Renon b. Denpasar Selatan
90.0000 548 1.100 APBD Tk.I
1994/1995 1.100 Kanwil
11 a. Panjer, Renon, Sidakarya
b. Denpasar Selatan
68.0000 374 600 APBD Tk.I
1995/1996 600 Kanwil
12 a. Pemecutan Klod b. Denpasar Selatan
50.0000 371 500 APBN 1994/1995 500 Kanwil
13 a. Ubung (Cargo) b. Denpasar Barat
90.0000 439 1.029 APBD Tk.II
1995/1996 1.029 Kota Denpasar
14 a. Sb. Tegallantang Banyukuning
b. Denpasar Barat
850.0000 63 591
60 395
APBD Tk.II
1996/1997 649 Kanwil
15 a. Padangsambian Subak Serogsogan
b. Denpasar Batar
350.0000 385 500 APBD Tk.II
1995/1996 417 Kota Denpasar
Jumlah 1.174.2618 6.845 10.429 9011
14
Penutup
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan sebagai sebagai berikut.
1. Pembangunan di segala bidang membutuhkan tanah sebagai media. Namun,
seringkali rencana pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat
justru mengalami kendala pada penyediaan lahannya.
2. Konsolidasi Tanah merupakan alternatif strategis yang ditawarkan dalam penyediaan
tanah untuk pembangunan.
3. Penataan dengan konsolidasi tanah memberikan manfaat besar pada masyarakat,
antara lain: rakyat tidak tergusur tetapi ikut menikmati hasil pembangunan,
tersedianya fasilitas umum, jalan, dan drainase yang baik, nilai tanah naik,
lingkungan tertata, dan masyarakat memiliki sertipikat.
4. Penyediaan lahan untuk pembangunan yang menjadi masalah dalam pelaksanaan
pembangunan teratasi dengan dilaksanakannya konsolidasi melalui instrumen
Sumbangan Tanah untuk Pembangunan (STUP) yang telah disepakati bersama
untuk penyediaan jalan, taman, fasilitas umum, dan fasilitas sosial lainnya. Sehingga
anggaran pemerintah dapat dihemat.
5. Pelaksanaan konsolidasi tanah yang dapat terlaksana dengan baik akan
menguntungkan semua pihak; masyarakat untung, pemerintah untung, lingkungan
tertata rapi yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat.
15
.
Rujukan
Setyawan, Yudhi, Instrumen Hukum Campuran (gemeenschapelijkrecht) Dalam Konsolidasi
Tanah, Jakarta, Rajawali Pers, 2009.
Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah,
Jilid pertama, Jakarta, Djambatan, 2009.
Direktorat Konsolidasi Tanah BPN RI, Konsolidasi Tanah: Membangun Tanpa Membangun,
Brosur Sosialisasi, Jakarta, 2010.
Direktorat Konsolidasi Tanah BPN RI, Konsolidasi Tanah Horizontal, Materi Sosialisasi,
Jakarta, 2008.
Direktorat Konsolidasi Tanah BPN RI, Konsolidasi Tanah di Indonesia, Materi Sosialisasi,
Jakarta.