Konsep Hukum Hans Kelsen

7
Konsep Hukum Hans Kelsen Teorinya yang “murni” (the pure theory of law) bebas dari elemen-elemen asing pada kedua jenis teori tradisional, teori tersebut tidak tergantung pada pertimbangan-pertimbangan moralitas dan fakta-fakta aktual. Menurut kelsen, filosofi hukum yang ada pada waktu itu dikatakan telah terkontaminasi oleh ideologi politik dan moralitas disatu sisi, dan telah mengalami reduksi karena ilmu pengetahuan disisi yang lain. Sedangkan hukum itu sendiri harus murni dari elemen-elemen asing yang tidak yuridis. Inilah prinsip metodologis dasarnya dari konsep Hans kelsen tentang konsep hukum murninya. Hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang nonyuridis, seperti unsur sosiologis, politis, historis, bahkan etis. Kelsen memahami pure theory of law-nya sebagai teori kognisi hukum, teori pengetahuan hukum. Ia berulang-ulang kali menulis bahwa satu-satunya tujuan pure theory of law adalah kognisi atau pengetahuan tentang objeknya. Tepatnya ditetapkan sebagai hukum itu sendiri. Sebagai sebuah teori, ia terutama dimaksudkan untuk mengetahui dan menjelaskan tujuannya. Teori ini berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan, apa itu hukum dan bagaimana ia ada, bukan bagaimana ia semestinya ada. Ia merupaka ilmu hukum (yurisprudensi), bukan politik hukum. Pure Theory of law adalah teori hukum positif, hanya teori hukum positif, dan bukan teori tentang sistem hukum tertentu. Pure Theory of Law adalah teori hukum umum, bukan penafsiran norma- norma hukum Negara tertentu atau hukum internasional. Namun dia menyajikan teori penafsiran. Positivisme hukum lahir karena tekanan yang kuat pada fakta sebagai satu-satunya basis

description

kewarganegaraan

Transcript of Konsep Hukum Hans Kelsen

Page 1: Konsep Hukum Hans Kelsen

Konsep Hukum Hans Kelsen

Teorinya yang “murni” (the pure theory of law) bebas dari elemen-elemen asing pada kedua

jenis teori tradisional, teori tersebut tidak tergantung pada pertimbangan-pertimbangan

moralitas dan fakta-fakta aktual. Menurut kelsen, filosofi hukum yang ada pada waktu itu

dikatakan telah terkontaminasi oleh ideologi politik dan moralitas disatu sisi, dan telah

mengalami reduksi karena ilmu pengetahuan disisi yang lain. Sedangkan hukum itu sendiri

harus murni dari elemen-elemen asing yang tidak yuridis. Inilah prinsip metodologis

dasarnya dari konsep Hans kelsen tentang konsep hukum murninya.

Hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang nonyuridis, seperti unsur sosiologis, politis,

historis, bahkan etis. Kelsen memahami pure theory of law-nya sebagai teori kognisi hukum,

teori pengetahuan hukum. Ia berulang-ulang kali menulis bahwa satu-satunya tujuan pure

theory of law adalah kognisi atau pengetahuan tentang objeknya. Tepatnya ditetapkan sebagai

hukum itu sendiri. Sebagai sebuah teori, ia terutama dimaksudkan untuk mengetahui dan

menjelaskan tujuannya. Teori ini berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan, apa itu hukum

dan bagaimana ia ada, bukan bagaimana ia semestinya ada. Ia merupaka ilmu hukum

(yurisprudensi), bukan politik hukum. Pure Theory of law adalah teori hukum positif, hanya

teori hukum positif, dan bukan teori tentang sistem hukum tertentu. Pure Theory of Law

adalah teori hukum umum, bukan penafsiran norma-norma hukum Negara tertentu atau

hukum internasional. Namun dia menyajikan teori penafsiran. Positivisme hukum lahir

karena tekanan yang kuat pada fakta sebagai satu-satunya basis pembenaran atau

pertanggungjawaban. Dengan inspirasi dari empirisme filosofis, para pemikir hukum abad

ke-19 berusaha menjadikan hukum menjadi produk ilmiah. Itu berarti, hukum dapat diterima

apabila ilmiah. Hukum adalah karya ilmiyah. Untuk itu hukum harus mendapatkan

pembenarannya dan didukung sepenuhnya oleh fakta empiris. Bagi kelsen, hukum berurusan

dengan bentuk (forma), bukan isi (material). Jadi, keadilan sebagai isi hukum berada diluar

hukum. Suatu hukum dengan demikian dapat saja tidak adil, tetapi ia tetaplah hukum karena

dikeluarkan oleh penguasa.

Page 2: Konsep Hukum Hans Kelsen

Asas Hukum

1. Asas Hukum

kecenderungan-kecenderungan yang disyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum

dan merupakan sifat – sifat umum dengan keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum

itu, tetapi harus ada.

2. Asas Hukum Umum

Norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap

berasal dari aturan-aturan yang lebih umum.

3. Asas hukum khusus

Asas hukum yang berfungsi dalam bidang yang lebih sempit seperti dalam bidang hukum

perda, hukum pidana dan sebagainya, yang sering merupakan penjabaran dari asas hukum

umum.

4. Asas Hukum Internasional

Asas hukum yang diberlakukan dalam hubungan antar negara.

5. Asas hukum pengangkutan

Objek kajian berupa landasan filosofis (fundamental norm) yang menjadi dasar ketentuan-

ketentuan mengenai pengangkutan yang menyatakan kebenaran, keadilan dan kepatutan yang

diterima oleh semua pihak.

6. Asas Hukum (Van Eikema Hommes)

Dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.

7. Asas “Pacta sunt servanda” yang berarti “Janji harus ditepati”

Dasar yang fundamental di dalam hukum perjanjian yang banyak dianut di berbagai negara

adalah suatu azas yang berbunyi “Pacta sunt servanda” yang berarti “Janji harus ditepati”.

Azas pacta sunt servanda ini kemudian muncul di berbagai peraturan hukum di semua bangsa

yang berperadaban.

8. Asas Kepastian Hukum

Azas kepastian hukum untuk melindungi berbagai kepentingan individu maupun kelompok

dalam kehidupan bermasyarakat yang selaras dan serasi, pemerintah menciptakan keputusan

maupun peraturan yang menyangkut berbagai aspek, diantaraya aspek perekonomian, hak

milik, perkawinan, pendidikan, dsb. Ketentuan hukum yang mengatur masalah pendidikan

bersumber pada UUD 45 pasal 31 dan ayat 2.

Konsep pengadilan

Page 3: Konsep Hukum Hans Kelsen

Pengadilan adalah badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa,

mengadili, dan memutus perkara. 

Bentuk dari sistem Peradilan yang dilaksanakan di Pengadilan adalah sebuah forum publik yang resmi dan

dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku di Indonesia untuk menyelesaikan perselisihan dan pencarian

keadilan baik dalam perkara sipil, buruh, administratif maupun kriminal. Setiap orang memiliki hak yang sama

untuk membawa perkaranya ke Pengadilan baik untuk menyelesaikan perselisihan maupun untuk meminta

perlindungan di pengadilan bagi pihak yang di tuduh melakukan kejahatan.

Asas pengadilan

1. Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan

Yaitu pelaksanaan peradilan (dari penyidikan sampai dengan putusan Hakim) secara tidak

berbelit-belit dan dengan biaya yang seminim mungkin guna menjaga kestabilan terdakwa

(pasal 50 KUHAP).

2. Asas sidang terbuka untuk umum

Putusan mempunyai kekuatan hukum jika diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum

(Pasal 70 UU PTUN)

3. Asas pengadilan berjenjang

Tingkat pertama (PTUN), banding (PT TUN), dan Kasasi (MA), dimungkinkan pula PK

(MA)

4. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium)

Sengketa sedapat mungkin diselesaikan melalui upaya administrasi (musyawarah mufakat),

jika belum puas, maka ditempuh upaya peradilan (Pasal 48 UU PTUN)

Konsep hakim

Secara normatif menurut Pasal 1 ayat (5) UU Komisi Yudisial No. 22 Tahun 2004 yang dimaksud

dengan hakim adalah  hakim agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan

peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagimana

dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun  1945. sedangkan secara

etimologi atau secara umum, Bambang Waluyo, S.H. menyatakan bahwa yang dimaksud

dengan hakim adalah organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah

diletakkan kewajiban dan tanggung  jawab agar hukum dan keadilan itu ditegakkan, baik yang

berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis (mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih

bahwa hukum tidak atau kurang jelas), dan tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas

dan sendi peradilan berdasar Tuhan.

Asas Hakim

1. Kekuasaan Hakim yang Tetap

Page 4: Konsep Hukum Hans Kelsen

Yaitu peradilan harus dipimpin oleh seorang/sekelompk hakim yang memiliki

kewenangan yang sah dari Pemerintah.

2. Pemeriksaan Hakim Yang langsung dan lisan

Yaitu peradilan dilakukan oleh hakim secara langsung dan lisan (tidak menggunakan

tulisan seperti dalam hukum acara perdata.

3. Asas keaktifan hakim (dominus litis)

Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak

berimbang (lihat Pasal 58, 63, ayat (1) dan (2), Pasal 80 dan Pasal 85)

Konsep putusan

Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan

diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari

pemeriksaan perkara gugatan (kontentius). Ada berbagai jenis Putusan Hakim

dalam pengadilan sesuai dengan sudut pandang yang kita lihat. Dari segi fungsinya

dalam mengakhiri perkara putusan hakim adalah sebagai berikut :

1. Putusan Akhir

2. Putusan Sela

Jika dilihat dari isinya terhadap gugatan/perkara, putusan hakim dibagi sebagai

berikut:

1. Putusan tidak menerima

2. Putusan menolak gugatan penggugat

3. Putusan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak/tidak

menerima selebihnya

4. Putusan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya

Asas Putusan

1. Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat (erga omnes)

Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan

berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa.

2. Res judicata pro veritate habeteur

Putusan hakim dianggap benar sampai ada putusan hakim lain yang mengoreksinya.

3. Praduga Tak Bersalah atau “in dubio pro reonce”

Page 5: Konsep Hukum Hans Kelsen

Adalah asas di mana seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan

menyatakan bersalah. Asas ini sangat penting pada demokrasi modern dengan banyak

negara memasukannya kedalam konstitusinya.