KONSEP DIRI PADA PASIEN TB DI RSUD KOTA · PDF fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori...
Transcript of KONSEP DIRI PADA PASIEN TB DI RSUD KOTA · PDF fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori...
KONSEP DIRI PADA PASIEN TB DI RSUD KOTA
SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk memenuhi persyaratan mencapai sarjana keperawatan
Oleh:
Imam Thohari
ST. 14032
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : IMAM THOHARI
NIM : ST. 14032
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1) Karya tulis saya, Skripsi saya adalah asli dan belum pernah di ajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada
Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.
2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah di tulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang
dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Surakarta, Maret 2016
Yang membuat pernyataan,
IMAM THOHARI
NIM. ST. 14032
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan
Hidayah-Nya penulis diberi kesehatan dan kemudahan dalam menyelesaikan
skripsi yang berjudul “ Konsep Diri Pada Pasien TB di RSUD Kota Surakarta.
Skripsi ini merupakan prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan
pada program studi S-1 keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta.
Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan,
arahan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis dalam kesempatan
ini menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Ibu Wahyu Rima Agustin. S.Kep.,Ns., M.Kep. selaku Ketua STIKes
Kusuma Husada Surakarta
2. Ibu Atiek Murhayati. S.Kep.,Ns., M.Kep. selaku ketua program studi S-
1 keperawaan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ibu Anita Istiningtyas. S.Kep.,Ns., M.Kep. selaku pembimbing utama
yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan baik materi dan
motivasi selama penyusunan Proposal Skripsi ini.
4. Bapak Joko Kismanto S.Kep.,Ns. selaku pembimbing pendamping yang
telah memberikan bimbingan dan arahan secara teknis selama
penyususnan Proposal Skripsi ini.
5. Bapak Dr. Willy Handoko Widja, MARS. Selaku direktur RSUD Kota
Surakarta yang telah memberikan ijin sebagai tempat penelitian
v
6. Informan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan
data dan informasi yang terkait dengan judul skripsi ini Konsep Diri
pada pasien TB.
7. Teman-teman seperjuangan Program Studi S-1 Keperawatan angkatan II
tahun 2014 khususnya kelompok 7 yang selalu kompak dan memberikan
semangat dan motivasi selama ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu persatu yang telah
memberikan dorongan dan bantuan moral selama penyusunan Skripsi.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh di bawah kesempurnaan.
Untuk itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
terciptanya Skripsi secara baik dan benar. Semoga Skripsi ini dapat di jadikan
pedoman dalam melakukan penelitian skripsi dan memberikan manfaat bagi
seluruh pembaca dan mahasiswa/i Stikes Kusuma Husada Surakarta. Amin
Surakarta, 24 Agustus 2015
Peneliti
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Rumusam Masalah ............................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori ................................................................. 6
2.1.1 Konsep Diri ....................................................................... 6
2.1.1.1Definisi Konsep Diri ............................................. 6
2.1.1.2Pembagian Konsep Diri.......................................... 7
2.1.1.3Jenis-Jenis Konsep Diri ......................................... 7
2.1.1.4Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri .. . 16
2.1.2Tuberculosis ....................................................................... 17
2.1.2.1Definisi Tuberculosis ............................................ 17
2.1.2.2 Etiologi ............................................................... 17
2.1.2.3 Tanda Dan Gejala ................................................ 18
2.1.2.4 Patogenesis Dan Patologis ................................... 19
2.1.2.5 Klasifikasi Tuberculosis ...................................... 21
2.1.2.6 Bakteri Tuberculosis ............................................ 22
vii
2.1.2.7 Sifat-Sifat Pertumbuhan ...................................... 23
2.1.2.8 Penatalaksanaan Medis ........................................ 24
2.2 Keaslian Penelitian .......................................................... 30
2.3 Kerangka Berfikir ............................................................ 31
2.4 Fokus Penelitian ............................................................... 31
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian ....................................... 33
3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian .......................................... 34
3.3 Populasi Dan Sampel ....................................................... 35
3.4 Instrumen Dan Prosedur Pengumpulan Data ..................... 36
3.5 Analisa Data ..................................................................... 40
3.6 Keabsahan Data ............................................................... 41
3.7 Etika Penelitian ................................................................ 42
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Karateristik Informan .......................................................... 45
4.2 Hasil Penelitian ................................................................... 46
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Diri .............................................................. ...... . 56
5.2 Ideal Diri ..................................................................... ....... . 57
5.3 Harga Diri ..................................................................... ...... . 58
5.4 Peran ............................................................................... .... . 59
5.5 Identitas Diri ....................................................................... . 60
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ......................................................................... . 62
6.2 Saran .............................................................................. ..... . 63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
2.1 Keaslian Penelitian 30
ix
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Judul Gambar Halaman
2.1 Kerangka Teori 31
2.2 Fokus Penelitian 32
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Keterangan
Lampiran 1 F.02 Pengajuan Judul
Lampiran 2 F.04 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 3 F.05 Lembar oponent
Lampiran 4 F.06 Lembar audience
Lampiran 5 F.07 Pengajuan ijin penelitian
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 7 Lembar Konsultasi
Lampiran 8 Dokumentasi
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Konsep Diri Pada Pasien TB Di RSUD Kota Surakarta
Abstrak
Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi dan menular. Penyakit ini
dapat di derita oleh setiap orang dan dapat menyebabkan perubahan fisik, mental,
dan sosial. keadaan ini dapat mempengaruhi konsep diri penderitanya. Sehingga
menyebabkan penderita TB paru merasa tidak berdaya, menolak, merasa bersalah,
merasa rendah diri dan menarik diri dari orang lain. penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Konsep Diri Pasien TB Di RSUD Kota Surakarta.
Penelitian kualitatif ini menggunakan analisa Colaizzi karena dalam
penelitian ini menggunakan metode fenomenologis. Penelitian ini menggunakan
desain penelitian fenomenologis karena berusaha untuk memahami makna dari
berbagai peristiwa dan interaksi manusia di dalam situasinya yang khusus. Jumlah
informan dalam penelitaian ini tiga orang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran diri pasien TB paru terjadi
perubahan fisik, psikologis, dan sosial. ideal diri pasien TB paru dukungan
lingkungan sosial memotivasi pasien TB paru untuk sembuh dan bisa kerja lagi
nafkahi anak istri. harga diri pada psien TB paru informan mengalami harga diri
rendah seperti penderita merasa bersalah, pesimis, dan merasa malu dengan
penyakit TB yang di derita. peran pada pasien TB paru informan sebagai kepala
keluarga dan masyarakat biasa, keadaannya membuat informan terbatasi dan
menyebabkan ketidak puasan. identitas diri pasien TB paru informan dapat
mengenali dirinya dan memperkenalkan dirinya.
Kesimpulan penelitian konsep diri pada pasien TB paru yaitu gambaran
diri negatife, ideal diri negatif, harga diri negatif, peran positif, dan identitas diri
positif.
Kata kunci : Konsep Diri, Pasien TB
Daftar Pustaka : 21 (2005-2015)
xii
BACHELOR OF NURSING PROGRAM
SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
The Self Concept of Patients with Tuberculosis in Regional Public
Hospital of Surakarta
Abstract
Pulmonary Tuberculosis is an infectious and contagious disease. Every
person can suffer from this disease, which causes physical, mental and social
changes. This condition potentially affects patients’ self concept which then
makes tuberculosis patients feel powerless, offensive, guilty, and inferior, and
tend to withdraw from society. This study aims at investigating the self concept of
patients with tuberculosis in Regional Public Hospital of Surakarta
This qualitative research employs Colaizzi analysis since this research
applies phenomenological method in order to find out the essence of various
events and interactions among people in specific situations. Three patients with
tuberculosis were selected as informants.
The research results demonstrate that there are physical, psychological and
social changes on the body image of tuberculosis patients, performing as
informants. The self ideal of patients with tuberculosis and social environmental
support motivate patients to recover and make money for family. The patients’
self-esteem is considered low, reflected from their feeling guilty, pessimistic, and
ashamed for suffering from tuberculosis. The patients’ roles as the heads of family
and their condition as ordinary people in society make them unconfined and
unsatisfied. The patients can identify their identity and introduce themselves to
other people.
In conclusion, this study reveals that the patients with tuberculosis show
negative body image, negative self ideal, negative self-esteem, positive role
performance, and positive identity.
Keywords : Self concept, Tuberculosis patients
Bibliography : 21 (2005-2015)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi dan
menular.Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering
ditemukan pada usia muda atau usia produktif yaitu 15-50 tahun, terutama
mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi, atau yang tinggal satu rumah
dan berdesak-desakan bersama penderita TB paru. Lingkungan yang
lembab, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi
seseorang terjangkit penyakit TB paru.Penyakit TB paru sangat cepat
menyebar dan menginfeksi manusia terutama bagi kelompok sosial
ekonomi rendah dan kurang gizi. Kecepatan penyebaran dan infeksi
penyakit TB paru sangat tinggi, maka tidak berlebihan jika penyakit TB
paru merupakan penyakit yang mematikan(Anggraeni, 2012).
World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB
sebagai global health emergency . WHO memperkirakan bahwa jumlah
seluruh kasus di dunia akan meningkat dari 7,5 juta pada tahun 1990
menjadi 10,2 juta pada tahun 2000, sedangkan jumlah kematian akan
meningkat seluruhnya dari 2,5 juta menjadi 3,5 juta. Berdasarkan global
report TB WHO tahun 2013, prevalensi TB diperkirakan sebesar 169
kasus per 100.000 penduduk, insiden TB paru 122 kasus per 100.000
penduduk dan angka kematian sebesar 13 kasus per 100.000 penduduk.
2
Kemudian angka kesembuhannya mencapai target sebesar 83,7 % (target
minimal 85 %) dan angka keberhasilan pengobatan pada tahun 2013
mencapai target sebesar 90,3 % (target minimal 85%), dari data tersebut
menjadikan Indonesia sebagai Negara ke empat terbanyak setelah india,
cina, dan afrika selatan (WHO, 2013).
Republik Indonesia pada tahun 2012 terdapat 197.000 kasus baru
TB paru BTA positif yaitu laki-laki 117.000 jiwa dan perempuan 80.000
jiwa (Kemenkes RI, 2013). Prevalensi di jawa tengah pada tahun 2014
sebanyak 21.084 kasus 114/100.000 penduduk, sedangkan total jumlah
kasus TB baik kasus baru maupun kambuh sebanyak 37.753 kasus.
penderita TB yang di obati mencapai 83,03% (Dinkes Jateng, 2014).
Data yang di peroleh di RSUD Kota Surakarta menunjukkan
bahwa pada tahun 2014 terdapat 100 orang negatif TB paru dan 28 orang
positif TB paru dengan rata-rata perbulan 15 orang. Sedangkan di awal
tahun 2015 hingga bulan juni terdapat 8 orang positif TB paru (Rekam
Medik, 2015).
TB paru dapat menyebabkan perubahan fisik, mental, dan sosial
pada penderita. Penyakit TB paru dapat mempengaruhi konsep diri
penderitanya. Individu yang menderita penyakit TB paru sering merasa
tidak berdaya, menolak, merasa bersalah, merasa rendah diri, dan menarik
diri dari orang lain karena khawatir penyakit yang di derita menular
kepada orang lain. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan,
dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang
3
lain. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan
sosial.Konsep diri terdiri atas gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran
diri, dan identitas diri. Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil
yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal
diri. Gambaran diri adalah sikap individu terhadap dirinya baik di sadari
maupun tidak meliputi persepsi masa lalu atau sekarang. Ideal diri adalah
persepsi individu tentang bagaimana yang seharusnya bertingkah laku
berdasarkan standar pribadi. Identitas diri adalah kesadaran tentang diri
sendiri yang dapat diperoleh individu dari observasi dan penilaian dirinya.
Peran adalah serangkaian pola sikap prilaku. Pada jurnal yuliana dkk.
Mendapatkan hasil bahwa sebagian besar penderita TB paru memiliki
harga diri rendah berjumlah 19 responden (63,3%) dari 30 responden
(Riyadi & Purwanto, 2009).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD Kota Surakarta
dengan menggunakan metode wawancara kepada 2 orang pasien TB paru
di ruang poli dalam pada tanggal 3 Agustus 2015, di dapatkan penderita
TB paru menyatakan kecewa dengan kondisi fisiknya, karena berat badan
menurun dan lemah. Penderita menyatakan sedih dengan keadaan dirinya,
karena sering batuk dan merasa malu ketika batuk. Penderita juga
menyatakan bahwa ketika ingin batuk memisahkan diri dengan anggota
kelompoknya karena takut di ketahui orang lain kalau dirinya menderita
TB paru. Penderita juga menyatakan kehadirannya dalam keluarga merasa
dibeda-bedakan karena takut menularkan kepada anggota keluarga
4
lainnya.Berdasarkan kondisi dan permasalahan yang ditemukan, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang konsep diri pada penderita TB
di RSUD Kota Surakarta.
1.2 Rumusan Masalah
Pada penderita TB biasanya mengalami perubahan bentuk fisik
menjadi lebih kurus, sering batuk-batuk dan tampak pucat. Keadaan
seperti ini akan mempengaruhi konsep diri pada penderita TB sehingga
menyebabkan penderita TB malu terhadap orang di sekitarnya. Maka
pertanyaan pada penelitian ini adalah bagaimana konsep diri pada pasien
TB paru Di RSUD Kota Surakarta.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep
diri pasien TB di RSUD Kota Surakarta.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi :
a. Gambaran diri pasien TB di RSUD Kota Surakarta
b. Ideal diri pasien TB di RSUD Kota Surakarta
c. Harga diri pasien TB di RSUD Kota Surakarta
d. Peran pasien TB di RSUD Kota Surakarta
e. Identitas diri pasien TB di RSUD Kota Surakarta
5
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi pasien TB dan Masyarakat
Hasil penelitian ini agar dapat di gunakan sebagai motivasi, dan
menumbuhkan sikap positif pasien TB. Bagi masyarakat agar
memberikan dukungan kepada penderita TB agar tidak berlanjut pada
masalah konsep diri pada penderita TB lainnya.
2. Bagi RSUD Kota Surakarta
Bagi pihak rumah sakit penelitian ini dapat sebagai bahan masukan
agar memberikan asuhan keperawatan psikososial tentang konsep diri.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai data dan informasi dalam
melakukan penelitian lebih lanjut terkait konsep diri maupun yang
berhubungan dengan konsep diri pada pasien TB.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan dapat memasukkan dalam materiperkuliahan
keperawatan, dan mengembangkan keilmuan terkait konsep diri pada
pasien TB.
5. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang konsep diri pada
penderita TB dan seberapa besarterjadi pada penderita TB.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Konsep Diri
2.1.1.1 Definisi Konsep Diri
Self muncul, berkembang dan di dukung melalui proses interaksi
sosial. Self tidak hadir dari kelahiran secara alami dan tidak dapat di
acuhkan konsekuensinya pada perkembangan individu secara biologi.
Melainkan individu belajar tentang dirinya melalui interaksi dengan
orang lain. Melalui interaksi ini seorang datang menjadi percaya bahwa
dia beda dan penuh arti. Sangatlah penting, pengenalan diri sendiri pada
menjadi dasar dalam interaksi sosial (Priyoto, 2014).
Self concept/ konsep diriadalah semua ide, pikiran, kepercayaan
dan pendirian yang di ketahui individu tentang dirinya dan
mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep
diri juga di artikan sebagai kesadaran batin yang tetap. Sebagai catatan
pada teori ini, self (diri)muncul, berkembang dan didukung melalui
proses interaksi sosial. Dan tidak hadir dari kelahiran secara alami dan
tidak dapat di acuhkan konsekuensinya pada perkembangan individu
secara biologi. Melainkan individu belajar tentang dirinya melalui
interaksi dengan yang lain. Melalui interaksi ini seorang datang menjadi
percaya bahwa dia beda dan penuh arti. (Priyoto, 2014).
7
2.1.1.2 Pembagian Konsep Diri
1. Konsep diri positif
Konsep diri positif dapat di samakan dengan evaluasi diri positif,
perasaan harga diri yang positif, dan penerimaan diri yang positif.
Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang
memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang
dirinya, orang yang konsep dirinya baik akan selalu optimis, berani
mencoba hal-hal baru, berani sukses, berani gagal, percaya diri,
merasa diri berharga. Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri
positif adalah individu yang tahu betul siapa dirinya sehingga dirinya
menerima segala kelebihan dan kekurangan (Priyoto, 2014).
2. Konsep diri negatif
Konsep diri negative sama dengan evaluasi diri yang negative,
membenci diri., perasaan rendah diri, dan tiadanya perasaan
menghargai pribadi dan penerimaan diri. Orang yang tidak menerima
dirinya sendiri cenderung tidak menerima orang lain. Konsep diri
merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh seorang individu
(Priyoto, 2014).
2.1.1.3 Jenis-Jenis Konsep Diri
Konsep diri terdiri dari :
1. Gambaran diri, yaitu sikap individu terhadap dirinya baik di sadari
maupun tidak meliputi persepsi masa lalu atau sekarang. Sejak lahir
individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari
8
orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai
sadar dirinya terpisah dari lingkungan Gambaran diri berhubungan
dengan kepribadian. individu memandang dirinya mempunyai
dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang
realistis terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya
akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan
meningkatkan harga diri. Individu yang stabil, realistis dan konsisten
terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang
mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam
kehidupan (Repository, 2006).
Faktor dapat yang mempengaruhi gambaran diri seseorang, yaitu:
a. Kegagalan fungsi tubuh
Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonalisasi
yaitu tidak mengakui atau asing dengan bagian tubuh, sering
berkaitan dengan fungsi saraf.
b. Perubahan tubuh berkaitan
Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang
akan merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan
bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya
dengan respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan
seseorang jika didapati perubahan tubuh yang tidak ideal.
9
c. Umpan balik Interpersonal yang negatif
Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan,
makian sehingga dapat membuat seseorang menarik diri.
Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukan
tanda dan gejala,
a. Syok Psikologis
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak
perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan syok
psikoiogis digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas. Informasi
yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat
klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti
mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan
keseimbangan diri.
b. Menarik diri
Klien menjadi sadar akan kenyataan , ingin lari dari kenyataan,
tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar
secara emosional, tidak ada motivasi dan keinginan untuk
berperan dalam perawatannya.
c. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap
Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau
berduka muncul.
10
2. Ideal diri, yaitu Persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya
bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat
berhubungan dengan tipe orang yang diinginkannya atau sejumlah
aspirasi, tujuan atau nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan
mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial,
dimana seseorang berusaha untuk mewujudkannya. Pembentukan
ideal diri dimulai sejak masa kanak-kanak dan sangat dipengaruhi
oleh orang-orang disekitarnya yang memberikan keuntungan dan
harapan-harapan tertentu. Pada masa remaja, ideal diri mulai
terbentuk melalui proses identifikasi dari orang tua, guru dan teman.
Pada usia lanjut, dibutuhkan beberapa penyesuaian, tergantung pada
kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggunga jawab. Banyak
faktor yang mempengaruhi ideal diri seseorang, yaitu Seseorang
cenderung menetapkan ideal diri sesuai dalam batas kemampuannya.
Seseorang tidak akan mungkin menetapkan suatu ideal atau tujuan
jika sekiranya dirinya tidak mempu mengupayakan diri untuk
mencapai tujuan tersebut atau berada diluar batas kemampuannya.
Ideal diri juga dipengaruhi oleh faktor budaya, dimana seseorang
akan membandingkan standar dirinya dengan teman sebayanya.
Ambisi dan keingunan untuk lebih unggul dan sukses, kebutuhan
yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan dan perasan
cemas serta rendah diri. Individu mampu berfungsi dan
mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri,
11
sehingga ia akan menyerupai apa yang diinginkan. Ideal diri
hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi
dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat
dicapai (Stuart dan Laraia, 2005).
3. Harga diri, yaitu penilaian pribadi terhadap hasil yang di capai
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri.
Harga diri akan rendah jika kehilangan cinta dan seseorang
kehilangan penghargaan dari orang lain. Harga diri yang rendah dapat
berupa mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, rasa bersalah,
mudah tersinggung, pesimis, gangguan berhubungan (isolasi/menarik
diri) dan merusak diri (Stuart dan Laraia, 2005). Harga diri diperoleh
dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah dicintai dan
menerima penghargaan dari orang lain. Harga diri sangat rentan
terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset ditemukan
bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah.
Harga diri tinggi terkait dengam ansietas yang rendah, efektif dalam
kelompok dan diterima oleh orang lain. Harga diri rendah terkait
dengan hubungan interpersonal yang buruk. Gangguan harga diri
dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri
termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah
dapat terjadi secara situasional atau kronis ( Repository, 2006).
12
Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhigangguan harga diri, yaitu :
a. Perkembangan individu
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti
penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan
mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya don akan gagal untuk
mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar,
anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua
dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak
adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan
sendiri akan bertanggung jawah terhadap prilakunya. Sikap orang
tua yang terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa
tidak berguna.
b. Ideal Diri tidak realistis
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak
punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat
standart yang tidak dapat dicapai, seperti cita –cita yang terlalu
tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat
dicapai membuat individu menghukum diri sendiri dan akhirnya
percaya diri akan hilang.
c. Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa
rendah diri.
13
d. Sistim keluarga yang tidak berfungsi
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu
membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi
umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak harga
diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan
menyelesaikan masalah tidak adekuat. Akhirnya anak
memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di
lingkungannya (Repository, 2006).
4. Peran, yaitu Harapan atau standar perilaku yang telah diterima oleh
keluarga, komunitas dan kultur. Perilaku didasarkan pada pola yang
ditetapkan melalui sosialisasi dimulai tepat setelah lahir. Peran diri
adalah pola sikap, perilaku nilai yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya di masyarakat (Kurniawan, 2008). Peran yang
ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan,
sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih
oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi
diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang
memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di
masyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur
sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak
mungkin dilaksanakan. Stress peran terdiri dari konflik peran yang
tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran yang terlalu
banyak. Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi
14
perubahan- perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau
sementara yang sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya
disebut dengan transisi peran (Repository, 2006).
Transisi peran tersebut dapat di kategorikan menjadi beberapa
bagian,seperti :
a. Transisi Perkembangan
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada
identitas. Setiap perkembangan harus dilalui individu dengan
menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda - beda. Hal ini
dapat merupakan stresor bagi konsep diri (Repository, 2006).
b. Transisi situasi
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau
berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian,
misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua.
Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat
menimbulkan ketegangan peran yaitu konflik peran, peran tidak
jelas atau peran berlebihan (Repository, 2006).
c. Transisi sehat sakit
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri
dan berakibat diri dan berakibat perubahan konsep diri.
Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep
diri yaitu gambaran diri, identitas diri peran dan harga diri.
Masalah konsep diri dapat dicetuskan oleh faktor psikologis,
15
sosiologi atau fisiologi, namun yang penting adalah persepsi klien
terhadap ancaman (Repository, 2006).
5. Identitas diri, yaitu kesadaran tentang diri sendiri yang dapat di
peroleh individu dari observasi dan penilaian dirinya. Teori stryker
mengkombinasikan konsep peran dari teori peran dan konsep diri
/self dari teori interaksi simbolis. Bagi setiap peran yang kita
tampilkan dalam berinteraksi dengan orang lain, kita mempunyai
tentang diri kita sendiri yang berbeda dengan diri orang lain, yang
oleh stryker dinamakan “ identitas “. Jika kita memiliki banyak peran,
maka kita banyak memiliki identitas. Prilaku kita dalam suatu bentuk
interaksi, di pengaruhi oleh harapan peran dan identitas diri kita,
begitu juga prilaku pihak yang berinteraksi dengan kita. Intinya, teori
interaksi simbolis dan identitas mendudukan individu sebagai pihak
yang aktif dalam menetapkan perilakunya dan membangun harapan-
harapan sosial (Priyoto, 2014). Seseorang yang mempunyai perasaan
identitas diri yang kuat akan yang memandang dirinya berbeda
dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasaan berharga/aspek
diri sendiri, kemampuan dan penyesuaian diri. Seseorang yang
mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya. Identitas diri terus
berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan
perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah
jenis kelamin. Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara
bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita banyak
16
dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap
masing-masing jenis kelamin tersebut (Repository, 2004).
2.1.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah:
1. Teori Perkembangan, yaitu konsep diri belum ada waktu lahir,
kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai
mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan
kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah. Dari lingkungan dan
berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa,
pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman
budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu
yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri
dengan merealisasikan potensi yang nyata (Repository, 2006).
2. Orang yang terpenting atau yang terdekat, yaitu konsep diri dipelajari
melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri
melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan
interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat
dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang
dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting
sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi (Repository,
2006).
3. Persepsi diri sendiri Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan
penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan
17
situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan
pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang
kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri
yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih
efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan
intelektual dan penguasaan lingkungan. konsep diri yang negatif dapat
dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu (Repository,
2006).
2.1.2 Tuberculosis
2.1.2.1 Definisi Tuberculosis
TB paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis dan biasa terdapat pada paru-paru tetapi
dapat mengenai organ tubuh lainnya. (Arif Muttaqin, 2014).
TB paru dapat menyebabkan perubahan fisik, mental, dan sosial
pada penderita TB paru. Penderita TB paru biasanya kan menjadi lebih
kurus, tampaak pucat, sering batuk-batuk, badan lemah, dan kemampuan
fisik menurun (Purwanto, 2009).
2.1.2.2 Etiologi
Tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh basil mycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman yang
berbentuk panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. terdiri atas lipid
(lemak) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam, gangguan
18
kimia dan fisik. Kuman ini tahan terhadap udara kering dan keadaan
dingin dan sifatnya dormant yaitu dapat kembali lagi dan menjadi lebih
aktif. Dan juga bersifat aerob. Tuberculosis paru merupakan infeksi
saluran penting pernafasan. Basil mycobacterium masuk kedalam
jaringan paru melalui saluran nafas (droplet infection) sampai alveoli
terjadilah infeksi primer (Ghon) kemudian ke kelenjar getah bening,
terjadilah primer kompleks yang disebut Tuberculosis Primer. Sebagian
besar mengalami penyembuhan, peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spessifik terhadap basil mycobacterium. Pada usia
1-3 tahun, sedangkan Tuberculosis Post Primer (reinfection) adalah
peradangan terjadi jaringan paru oleh karena penularan ulang (Arief
Muttaqin, 2014).
2.1.2.3 Tanda Dan Gejala
Sistemik :
a. Malaise, aneroksia, berat badan menurun, keringat malam
b. Akut : demam tinggi, flu, menggigil
c. Milier : demam akut, sesak nafas, sianosis
Respiratorik :
Batuk lama lebih dari 2 minnggu, sputum yang mukoid/mukopurulen,
nyeri dada, batuk darah, dan gejala lain yaitu bila ada tanda-tanda
penyebaran ke organ lain seperti pleura akan terjadi nyeri pleura, sesak
nafas ataupun gejala meningeal yaitu nyeri kepala, kaku kuduk, dll (Arief
Muttaqin, 2014).
19
2.1.2.4 Patogenesis Dan Patofisiologi
Seorang penderita TB paru batuk, bersin, atau berbicara maka
secara tak sengaja maka keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah,
lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara
yang panas, droplet nuclei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke
udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri
tuberculosis yang terkandung dalam droplet nuclei terbang ke udara.
Bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena
infeksi tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara di sebut dengan istilah
air-borne infection. Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan
mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik
lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri
(multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus ini di sebut fokus primer
atau lesi primer atau focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe
regional, yang bersama dengan fokus primer di sebut sebagai kompleks
primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inning yang baru terkena infeksi akan
menjadi sensitif terhadap protein yang di buat bakteri tuberculosis dan
bereaksi positif terhadap tes tuberculin atau tes mantoux. (Arif Muttaqin,
2014).
20
Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui berbagai jalan, yaitu:
1. Percabangan Bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronkus dapat mengenai
area paru atau melalui sputum menyebar ke laring
(menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
2. System Saluran Limfe
Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional
limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung
mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus
limfatikus dan menimbulkan tuberculosis milier.
3. Aliran Darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat
membawa atau mengangkut material yang mengandung bakteri
tuberculosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ
melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak,
dan meningen.
4. Reaktivasi infeksi primer
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak
berkembang lebih jauh dan bakteri tuberculosis tidak dapat
berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman atau tidur.
Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit
lama/keras atau memakai obat yang melemahkan daya tahan
tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberculosis yang dorman
21
dapat aktif kembali. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun
setelah infeksi primer terjadi.
2.1.2.5 Klasifikasi Tuberculosis
1. Tuberculosis Primer
Tuberculosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita
yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila
bakteri TB terhirup dari udara melalui saluran pernafasan dan
mencapai alveoli dan bagian terminal saluran pernapasan. Maka
bakteri akan ditangkap dan di hancurkan oleh makrofag yang berada
di alveoli. Jika proses ini, bakteri di tangkap oleh makrofag yang
lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makrofag
yang lemah itu dan menghancurkan makrofag (Arief Muttaqin,
2014).
Dari proses ini, di hasilkan bahan kemotaksik yang menarik
monosit (makrofag) dari aliran membentuk tuberkel. Sebelum
menghancurkan bakteri, makrofag harus di aktifkan terlebih dahulu
oleh limfokin yang di hasilkan limfosit T. Bakteri TB yang berada di
alveoli akan membentuk focus local (focus Ghon), sedangkan focus
inisial bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di hilus
(kompleks primer ranks) dan di sebut juga TB primer. Focus primer
paru biasanya bersifat unilateral dengan subpleura terletak di atas
atau di bawah fisura. (Arif Muttaqin, 2014).
22
2. Tuberculosis Sekunder
Sejumlah kecil bakteri TB masih hidup dalam keadaan dorman
di jaringan parut. Sebanyak 90% diantaranya tidak mengalami
kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi bila daya tahan tubuh
menurun. Berbeda dengan TB primer, pada TB skunder kelenjar
limfe regional dan organ lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas
dan terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya
pembentukan granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB primer.
Tetapi nekrosis jaringan lebih menyolok dan menghasilkan lesi
kaseosa (perkijuan) yang luas dan di sebut tuberkuloma. Secara
umum dapat dikatakan bahwa terbentuknya kavitas dan manifestasi
lainnya dari TB skunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yang
dikenal sebagai hipersensitivitas seluler (Arief Muttaqin, 2014).
TB paru pasca primer dapat di sebabkan oleh infeksi lanjutan dari
sumber eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat semasa muda
pernah terinfeksi bakteri TB. Hal ini mungkin di sebabkan oleh kadar
oksigen yang tinggi di daerah ini sehingga menguntungkan untuk
pertumbuhan bakteri TB. Lesi skunder berkaitan dengan kerusakan
paru. Kerusakan paru di akibatkan oleh produksi sitokin yang
berlebihan. (Arif Muttaqin, 2014).
2.1.2.6 Bakteri Tuberkulosis
Bakteri tuberculosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4u x 0,2-
0,5um, bentuknya seragam, tidak berspora, dan tidak bersimpai. Pada
23
biakan, terlihat bentuknya bervariasi mulai dari bentuk kokoid sampai
berupa filament. Beberapa strain tertentu berbeda dalam
pertumbuhannya, yaitu berbentuk batang dan tersusun seperti tali yang
disebut formation (Arif muttaqin, 2014).
Dinding selnya mengandung lipid sampai hampir 60% dari berat
seluruhnya, sehingga sangat sukar diwarnai dan perlu cara khusus agar
terjadi penetrasi zat warna. Ada beberapa teknik pewarnaan tahan asam
untuk mewarnai bakteri ini. Salah satu pewarna yang lazim di gunakan
adalah pewarnaan Ziehl-Neelsen. Kandungan lipid yang tinggi pada
dinding sel menyebabkan bakteri ini sangat tahan terhadap tahan asam,
basa, dan kerja antibiotic bakterisidal. Tuberculin positif dapat di transfer
oleh sel monosit dari seseorang dengan tuberculin positif kepada seorang
dengan tuberculin negative. Tuberculin positif mempunyai anti pada
infeksi sebelumnya dengan mycobacterium akan tetapi tidak
menunjukkan bahwa penyakitnya dalam keadaan aktif kecuali hasil tes
positif. Tes ini menunjukkan reaktivitas sebulan setelah infeksi dan akan
menetap sampai beberapa tahun. (Arif Muttaqin, 2014).
2.1.2.7 Sifat-Sifat Pertumbuhan
Bakteri TB memerlukan oksigen untuk tumbuh dan kelangsungan
hidupnya. Energy di peroleh dari hasil oksidasi senyawa karbon
sederhana. Karbon dioksida dapat merangsang pertumbuhan dengan suhu
pertumbuhan 30-40◦C dan suhu optimum 37-38
◦C. bakteri akan mati
dengan pemanasan pada suhu 60◦C selama 15-20 menit.
24
Pada suhu 30◦C atau 40-45
◦C, bakteri sukar tumbuh atau bahkan tidak
dapat tumbuh. Pengurangan oksigen menurunkan metabolisme bakteri.
Daya tahan bakteri TB lebih besar dibandingkan dengan bakteri
lainnya karena sifat hidrofobik pada permukaan selnya. Bakteri ini tahan
terhadap asam, alkali, dan zat warna lainnya. Bakteri pada sputum kering
yang melekat pada debu dapat tahan hidup selama 8-10 hari. Proses
pasteurisasi dan pengguna fenol 5% selama 24 jam dapat membunuh
bakteri TB. Pengguna eter dapat menghilangkan sifat tahan asam bakteri
tuberculosis (Arif muttaqin, 2014).
2.1.2.8 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan tuberculosis paru terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita. (Zain, 2001).
1. Pencegahan Tuberkulosis Paru
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang
bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
Pemeriksaan meliputi tes tuberculin, klinis, dan radiologis. Bila tes
tuberculin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thorak di
ulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negative, di
berikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil
tes tuberculin dan di berikan kemoprofilaksis.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-
kelompok populasi tertentu, misalnya:
1) Karyawan rumah sakit/puskesmas/balai pengobatan
25
2) Penghuni rumah tahanan
3) Siswa-siswi pesantren
c. Vaksinasi BCG
d. Kemoprofilaksi menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama
ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan
kemoprofilaksis skunder diperlukan bagi kelompok berikut:
1) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberculin positif
karena risiko timbulnya TB milier dan meningitis TB
2) Anak dan remaja dibawah 20 tahun dengan hasil tes tuberculin
positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular
3) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberculin dari
negative menjadi positif,
4) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
imunosupresif jangka panjang
5) Penderita diabetes mellitus
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit
tuberculosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di
tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas
LSM.
26
2. Pengobatan Tuberculosis Paru
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga
untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT,
serta memutuskan mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan
pengobatan tuberculosis paru, berikut ini adalah beberapa hal yang
penting untuk di ketahui.
3. Mekanisme Kerja Obat Anti Tuberkulosis(OAT)
a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R)
dan Streptomisin (S).
2) Intraseluler, jenis obat yang di gunakan ialah Rifampisin dan
Isoniazid (INH).
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap bakteri semidormant
1) Ekstraseluler, jenis obat yang di gunakan ialah Rifampisin dan
Isoniazid.
2) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli di gunakan
Rifampisin dan Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, di
gunakan Piranizamid (Z).
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bekteriostatis terhadap bakteri tahan asam.
1) Ekstraseluler, jenis obat yang di gunakan ialah Etambutol (E),
asam para-amino salisilik (PAS), dan sekloserine.
27
2) Intraseluler, kemungkinan masih dapat di musnahkan oleh
Isoniazid dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi dua fase, yaitu fase
intensif 2-3 bulan dan fase lanjutan 4-7 bulan. Paduan obat yang
digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama
yang di gunakan sesuai rekomendasi WHO adalah Rifampisin,
Isoniazid, Piranizamid, Streptomisin dan Etambutol (Depkes RI,
2004).
Program nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan
panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori di dasarkan
pada urutan kebutuhan pengobatan dalam program.untuk itu, penderita
di bagi 4 kategori.
a. Kategori I
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita
dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier,
pericarditis, peritonitis, pleuritis masif atau bilateral, spondiolitis
dengan gangguan neurologis, dan penderita dengan sputum
negative tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran
perkemihan, dan sebagainya.
Di mulai dengan fase 2 HRZS(E) obat di berikan setiap hari selama
dua bulan. Bila selama dua bulan sputum menjadi negative, maka
di mulai fase lanjutan. Bila setelah 2 bulan sputum masih tetap
positif, maka fase intensif di perpanjang 2-4 minggu lagi (dalam
28
program P2TB Depkes di berikan 1 bulan dan di kenal sebagai
obat sisipan), kemudian di teruskan dengan fase lanjutan tanpa
melihat apakah sputum sudah negative atau belum. Fase lanjutan
adalah 4 HR atau 4 H3R3. Pada penderita meningitis, TB milier,
spondiolitis dengan kelainan neurologis, fase lanjutan di berikan
lebih lama, yaitu 6-7 bulan hingga total pengobatan 8-9 bulan.
Sebagai panduan alternative pada fase lanjutan ialah 6 HE.
b. Kategori II
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap
atau positif. Fase intensif dalam bentuk 2 HRZES-1 HRZE. Bila
setelah fase intensif sputum menjadi negative, baru di teruskan ke
fase lanjutan. Bila setelah tiga bulan sputum masih tetap positif,
maka fase intensif di perpanjang 1 bulan lagi dengan HRZE (juga
di kenal sebagai obat sisipan). Bila setelah 4 bulan sputum masih
tetap positif, maka pengobatan di hentikan 2-3 hari. Kemudian,
periksa biakan dan uji resistensi lalu pengobatan di teruskan
dengan fase lanjutan. Bila penderita mempunyai data resisten
sebelumnya dan ternyata bakteri masih sensitive terhadap semua
obat dan setelah fase intensif sputum menjadi negative maka fase
lanjutan dapat di ubah seperti kategori I dengan pengawasan ketat.
Bila data menunjukkan resistensi terhadap H atau R, maka fase
lanjutan harus di awasi dengan ketat. Tetapi jika data menunjukkan
resistensi terhadap H atau R, maka kemungkinan keberhasilan
29
pengobatan kecil. Fase lanjutan adalah 5 H3R3E3 bila dapat di
lakukan pengawasan atau 5 HRE bila tidak dapat dilakukan
pengawasan.
c. Kategori III
Kategori III adalah kasus dengan sputum negative tetapi kelainan
parunya tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang di sebut
dalam kategori I. pengobatan yang di berikan, yaitu 2 HRZ/6 HE, 2
HRZ/4 HR, 2 HRZ/4 H3R3
d. Kategori IV
Kategori IV adalah tuberculosis kronis. Prioritas pengobatan
rendah karena kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil sekali.
Untuk Negara kurang mampu dari segi kesehatan masyarakat,
dapat di berikan H saja seumur hidup. Untuk Negara maju atau
pengobatan secara individu (penderita mampu), dapat di coba
pemberian obat berdasarkan uji resistensi atau obat lapis ke dua
seperti Quinolon, Ethioamide, Sikloserin, Amikasin, Kanamisin,
dan sebagainya.
30
2.2 Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian dimaksudkan bahwa masalah yang hendak di teliti
belum pernah dipecahkan oleh peneliti terdahulu, jika permasalahannya
mirip, maka harus ditegaskan perbedaan penelitiannya dengn peneliti
terdahulu.
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
No Nama peneliti Judul penelitian Metode Hasil penelitian
1 Yuliana, Fathra Annis
Nauli, Riri Novayelinda, 2013
Hubungan Antara
Harga Diri Rendah Dengan Prilaku
Pada Pasien TB
Paru
Penelitian
deskriptif korelatif dengan pendekatan
cross
Sectional
Penderita yang
memiliki harga diri rendah akan tampak
dari prilaku yaitu
prilaku negative
2 Anny Rosiana
Masithoh, 2014
Pengaruh berpikir
positif terhadap
prilaku membuang
dahak pada pasien
Tuberculosis
Penelitian quasy
experiment
Ada pengaruh terapi
berpikir positif
dengan prilaku
membuang dahak
3. Nurlita Hendiani, Hastaning Sakti, Costrie
Ganes Widayanti, 2014
Hubungan antara persepsi dukungan
keluarga sebagai
pengawas minum obat dan efikasi diri
penderita
tuberkulosis di
BKPM semarang
Sampling Purposif Terdapat hubungan positif antara
persepsi dukungan
keluarga sebagai PMO dengan efikasi
diri penderita TB di
BKPM wilayah
semarang.
31
2.3 Kerangka Berfikir
TB Paru
Perubahan Fisik Mental Sosial
1. Kurus Gangguan Konsep Diri: Hubungan
2. Tampak Pucat dengan orang
3. Badan lemah Gambaran Diri lain
4. Kemampuan Fisik Ideal Diri Interaksi Sosial
Menurun Harga Diri
Peran
Identitas Diri
Gambar 2.1 Kerangka Teori
( Purwoto, 2009 )
Ket : : Di Teliti
: Tidak Diteliti
2.4 Fokus Penelitian
Pandangan penelitian kualitatif, gejala itu bersifat holistic
(menyeluruh tidak dapat di pisah-pisahkan), sehingga peneliti kualitatif
tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variable
penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang di teliti yang meliputi
aspek tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis. Dalam hal ini penelitiannya Di RSUD Kota
32
Surakarta nara sumber adalah pasien TB. Bisa di buat dalam skema di
bawah ini :
Gambaran Diri
Ideal Diri
Harga Diri TB Paru
Peran
Identitas Diri
Gambar 2.2 Fokus Penelitian
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan pendekatan fenomenologis. Penelitian kualitatif efektif digunakan
untuk memperoleh informasi yang spesifik mengenai nilai, opini, perilaku
dan konteks sosial menurut keterangan populasi. Pendekatan
fenomenologis merupakan pendekatan yang berusaha untuk memahami
makna dari berbagai peristiwa dan interaksi manusia di dalam situasinya
yang khusus. Fenomenologi menggambarkan riwayat hidup seseorang
dengan cara menguraikan arti dan makna hidup serta pengalaman suatu
peristiwa yang dialaminya.
Penelitian ini dilakukan dalam situasi penelitian yang alami,
sehingga tidak ada batasan dalam memaknai fenomena yang diteliti
dengan demikian cara fenomenologis menekankan pada berbagai aspek
subyektif dari perilaku manusia supaya dapat memaknai tentang
bagaimana dan makna apa yang dibentuk dari berbagai peristiwa di dalam
kehidupan informan sehari-hari (Sutopo, 2006). Pendekatan
fenomenologis mempelajari bagaimana kehidupan sosial ini berlangsung
dan melihat tingkah laku manusia, yaitu apa yang dikatakan dan dilakukan
sebagai hasil dari bagaimana manusia mendefenisikan dunianya (Edmund
Husserl, 2006).
34
Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan
mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan
menggunakan metode diskriptif.Penelitian kualitatif bersifat induktif
dimana sosial dan manusia sebagai satu kesatuan, memahami tingkah laku
manusia dari sudut pandang mereka yang di teliti, hubungan peneliti dan
yang di teliti bersifat interaktif dan tidak dapat dipisahkan, proses
penelitian merupakan suatu hal yang dianggap penting selain hasil
penelitian itu sendiri, dan bersifat humanistik (Sugiono, 2010).
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat dan waktu penelitian sangat berpengaruh terhadap hasil yang
diperoleh dalam penelitian. Pemilihan tempat penelitian harus disesuaikan
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian sehingga tempat
ditentukan benar-benar menggambarkan kondisi informan yang
sesungghnya. Tempat penelitian adalah tempat interaksi informan dengan
lingkungannya yang akan membangun pengalaman hidupnya (Suryono &
Anggraeni,2010).Penelitian dilakukan di ruang Poli Dalam RSUD Kota
Surakartapada bulan September 2015 sampai dengan November 2015.
35
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2015). Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien TB paru di RSUD
Kota Surakarta. Jumlah populasi 6 bulan terahir adalah 8 orang positif TB
Paru.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang
didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu. Misalnya, orang tersebut
dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia
sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelajahi obyek/
situasi sosial yang di teliti. Penelitian kualitatif ukuran dan jumlah sampel
bergantung pada kejenuhan data (point of data saturation) maksudnya
apabila dalam proses analisis data peneliti telah menemukan pola yang
terulang berkali-kali, maka analisis sudah boleh di hentikan karena saat itu
terjadi kejenuhan data (Sugiyono, 2015). Informandalam penelitian ini
adalahsemuapasien TB paru wanita dan pria di RSUD Kota Surakarta.
36
Adapun ciri-ciri kriteria sampel antara lain:
1. Kriteria Inklusi
a. Usia remaja dan lansia ( 19-65 tahun)
b. Hasil BTA Positif
c. Dalam keadaan sadar
d. Tidak cacat (buta, tuli, bisu)
e. Bersedia sebagai informan
2. Kriteria Eklusi
a. Orang tua/ keluarga informan
b. Dalam keadaan tidak sadar
c. Cacat (buta, tuli, bisu)
d. Tidak bersedia sebagai informan
3.4 Instrumen Dan Prosedur Pengumpulan Data
3.4.1 Cara Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif terdapat banyak cara yang dipakai untuk
mengumpulkan data, cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
sesuai dengan pedoman menurut (Saryono & Anggraeni, 2010).
1. Wawancara
Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap
informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya, teknik
wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
mendalam (in dept interview). Wawancara mendalam (in dept
interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
37
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai.
Wawancara dapat dilakukan secara semiterstruktur maupun tak
terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face)
maupun dengan menggunakan telepon (Sugiono, 2015). Dalam hal ini
peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur dan tak terstruktur.
2. Dokumen
Dokumen adalah sejumlah besar data tersimpan dalam bahan yang
berbentuk dokumentasi. Adapun ciri-ciri dari dokumen, seperti
dokumen berbentuk tulisan yaitu buku status pasien dan dokumen
medik. Teknik atau cara pengumpulan data dalam penelitian kualitatif
bersifat naturalistik (alamiah) yakni dengan observasi dan wawancara
secara mendalam (Sugiono, 2015). Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini melalui wawancara dan dokumen. dokumen pada
penelitian ini adalah buku status pasien yang berisikan tentang
diagnosa pasien dan riwayat penyakit pasien. dokumentasi pada
penelitian ini adalah foto pada saat melakukan wawancara kepada
pasien.
3.4.2 Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data dapat diambil dari peneliti itu sendiri dan adapun
instrumen atau alat yang digunakan dalam penelitian ini (Sugiono, 2015),
adalah:
1. Alat tulis
38
2. Pedoman wawancara/ tak terstruktur/ semi strukture interview
3. Dokumentasi/ status pasien
4. Tape Recorder
3.4.3 Tahap Pengumpulan Data
1. Tahap orientasi
Peneliti melakukan pengumpulan data segera dilakukan setelah
peneliti memperoleh izin dari RSUD Kota Surakarta dan menentukan
calon informan sesuai dengan kriteria peneliti dan mendiskusikan
dengan perawat ruangan terkait, peneliti bertemu langsung dengan
calon informan sesuai dengan jadwal kunjungan untuk menjelaskan
tujuan peneliti, manfaat penelitian, prosedur penelitian, hak-hak
informan serta peran informan dalam penelitian.
Setelah membina hubungan saling percaya kemudian peneliti
menanyakan kesediaan calon informan untuk menjadi informan dalam
penelitian ini, jika calon informan bersedia menjadi informan dalam
penelitian ini selanjutnya peneliti membuat perjanjian tempat dan waktu
dilakukan wawancara. Calon informan menanda tangani lembar
persetujuan atau informed consent.
2. Tahap pelaksana
Setelah peneliti membuat perjanjian dengan calon informan dan
bersedia untuk menjadi informan dalam peneliti ini serta telah
menandatangani Informed cosent, selanjutnya adalah wawancara
mendalam terhadap informan, wawancara dilakukan sore hari di rumah
39
informan dengan durasi 30-45 menit. peneliti memberikan pertanyaan
kepada informan sesuai dengan pedoman wawancara yang telah dibuat
pada saat persiapan sebelum penelitian dilakukan, setelah wawancara
selesai peneliti segera melakukan transkripsi hasil wawancara dan
melakukan konsultasi dengan pembimbing tentang pertanyaan yang
mungkin perlu untuk dikembangkan dan ditambahkan pertanyaan
sesuai dengan pedoman wawancara dibuat berdasarkan data yang telah
dikumpulkan pada saat studi pendahuluan dan sesuai dengan kriteria-
kriteria.
Wawancara dilakukan dengan pedoman wawancara namun tidak
bersifat kaku karena pertanyaan dapat berkembang sesuai dengan
proses yang berlangsung selama wawancara. Informasi yang
disampaikan informan terbebas dari pengaruh orang lain baik dari
keluarganya maupun orang terdekat dari informan. Jumlah pertemuan
antara peneliti dengan informan berbeda-beda antara satu hingga dua
kali pertemuan peneliti selalu memperhatikan kondisi informan jika
pada saat pertemuan pertama belum tercapai semua tujuan peneliti
maka peneliti membuat kesepakatan pada informan untuk pertemuan
yang kedua. Pada wawancara kedua ini juga penting dilakukan untuk
memberikan kesempatan kepada informan melakukan verifikasi/
konfirmasi.
40
3.5 Analisis Data
Analisa data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutka data
kedalam pola, kategori dan satu uraian dasar, sehingga dapat di temukan
tema tertentu (Moleong, 2007). Proses analisa dalam penelitian ini
menggunakan langkah-langkah dari Colaizzi (Streubert & Carpenter).
Alasan pemilihan metode analisa ini didasarkan pada kesesuaian dengan
filosofi Husserl, yaitu suatu penampakan fenomena (informan), sehingga
sangat cocok untuk memahami arti dari suatu makna fenomena konsep diri
pada pasien TB paru.
Adapun langkah-langkah analisa sebagai berikut:
1. Membuat deskripsi informan tentang fenomena dari informan dalam
bentuk narasi yang bersumber dari wawancara.
2. Membaca kembali secara keseluruhan deskripsi informasi dari
informan untuk memperoleh perasaan yang sama seperti pengalaman
informan. Peneliti melakukan 3-4 kali membaca transkip untuk merasa
hal yang sama seperti informan.
3. Mengidentifikasi kata kunci melalui penyaringan pernyataan informan
yang signifikan dengan fenomena yang di teliti. Pernyataan-pernyataan
yang merupakan pengulangan dan mengandung makna yang sama atau
mirip maka pernyataan ini di abaikan.
4. Memformulasikan arti dari kata kunci yang sesuai pernyataan
penelitian selanjutnya mengelompokkan lagi kata kunci yang sejenis.
Peneliti sangat berhati-hati agar tidak membuat penyimpangan arti dari
41
pernyataan informan dengan merujuk kembali pada pernyataan
informan yang signifikan. Cara yang perlu dilakukan adalah menelaah
kalimat satu dengan yang lainnya.
5. Mengorganisasikan arti-arti yang telah teridentifikasi dalam beberapa
kelompok tema tersebut.
6. Mengumpulkan semua hasil penelitian kedalam suatu narasi yang
menarik dan mendalam sesuai dengan topik penelitian.
7. Mengembalikan semua hasil penelitian pada masing-masing informan
lalu diikutsertakan pada diskripsi hasil akhir penelitian.
3.6 Keabsahan Data
Keabsahan data pada penelitian kualitatif meliputi kredibility,
transferability, dependebility dan confirmability.
1. Kredibility atau validitas internal antara lain dilakukan dengan
perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian,
tringulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan
member chek.
2. Transferability atau validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan
atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel
tersebut di ambil. Nilai transfer ini berkenaan dengan pertanyaan,
hingga mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam
situasi lain.
3. Dependebility atau reliabilitas adalah apabila orang lain dapat
42
mengulangi/ mereplikasi proses penelitian tersebut, dalam penelitian
kualitatif, uji depenability dilakukan dengan melakukan audit terhadap
keseluruhan proses penelitian.
4. Confirmability atau obyektivitas, penelitian dikatakan obyektif bila
hasil penelitian telah disepakati banyak orang, dalam penelitian
kualitatif uji konfirmability mirip dengan uji dependability sehingga
pengujiannya dapat dilakukan secara bersaman.
3.7 Etika Penelitian
Etika penelitian meliputi antara lain informed consent, anonimity dan
confidentiality .
1. Informed consent adalah pernyataan kesediaan dari subjek penelitian
untuk diambil datanya dan ikut serta dalam penelitian. Aspek utama
informed consent yaitu informasi, komprehensif dan volunterness, dan
juga lembar persetujuan yang akan diberkan responden yang akan
diteliti dan memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan
manfaat penelitian.
2. Anonimity (Tanpa Nama), untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak
mencantumkan nama informan, tetapi lembar tersebut diberikan kode,
nama informan selama penelitian tidak digunakan melainkan diganti
dengan nomor dan inisial peneliti. Nomor dan inisial dari informan ini
digunakan dengan tujan untuk menjaga kerahasiaan informan dan
mencegah kekeliruan peneliti dalam memasukan data, berikut kode
informan yang digunakan dalam penelitian ini: informan I (I01),
43
informan II (I02), dan seterusnya.
3. Confidentiality (kerahasiaan), kerahasiaan informasi informan dijamin
oleh peneliti.
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Surakarta. RSUD Kota Surakarta
merupakan Rumah Sakit yang di dirikan pemerintah kota solo yang berlokasi di
pinggiran utara kota Surakarta Jawa Tengah. Pelayanan RSUD Kota Surakarta
meliputi IGD 24 jam, rawat jalan seperti poliklinik umum, gigi, penyakit dalam,
obsetri dan ginekologi, anak, mata, kulit dan kelamin, THT, syaraf, paru, serta
VCT. Rawat inap seperti non bedah/ umum, bedah, anak, obsetri dan ginekologi.
Dan penunjang seperti ICU, radiologi, hemodialisa, laboratorium, farmasi, dan
lainnya.
RSUD Kota Surakarta menjadi rumah sakit pilihan dan telah memiliki
pasien dari berbagai daerah sekitar Surakarta jawa tengah. Pasien yang datang ke
RSUD Kota Surakarta khususnya poli dalam bukan hanya pasien yang akan
melakukan kontrol rutin, selain itu juga terdapat pasien rujukan dari puskesmas
untuk mendapatkan penanganan selanjutnya seperti TB paru yang harus di
lakukan pemeriksaan dahak, rontgen dan pemberian obat. Penyakit TB paru akan
berdampak pada konsep diri penderita seperti permasalahan pada fisik, mental,
dan sosial si penderita. Maka dari itu peneliti melakukan penelitian tentang
konsep diri pada pasien TB paru di RSUD Kota Surakarta.
Bab ini peneliti menyajikan mengenai hasil penelitian mengenai Konsep
Diri Pada Pasien TB di RSUD Kota Surakarta. Hasil penelitian di uraikan menjadi
dua bagian, bagian pertama menjelaskan karateristik informan yang terlibat dalam
45
penelitian secara singkat, bagian ke dua menguraikan hasil penelitian tentang
Konsep Diri Pada Pasien TB.
4.1. Karateristik Informan
Informan dalam penelitian ini berjumlah 3 informan yaitu pasien TB
paru di RSUD Kota Surakarta. Adapun karateristik informan antara lain
adalah sebagai berikut :
4.1.1 Informan 1
Informan pertama adalah laki-laki yang berinisial Tn. S usia 48 tahun.
Tempat tanggal lahir Surakarta, 6 November 1967. Agama Kristen.
Pendidikan SD. Pekerjaan Buruh. Alamat sambirejo RT 5 RW 9 kadipiro
Surakarta. Status perkawinan sudah menikah. Kewarganegaraan
Indonesia. Riwayat penyakit 5 bulan menderita TB paru.
4.1.2 Informan 2
Informan kedua adalah laki-laki yang berinisial Tn. N usia 55 tahun.
Tempat tanggal lahir Sragen, 3 Januari 1961. Agma Islam. Pendidikan SD.
Pekerjaan Buruh. Alamat Gedong, RT 07 RW 10 Kadipiro Banjarsari
Solo. Status perkawinan sudah menikah. Kewarganegaraan Indonesia.
Riwayat penyakit 3 bulan menderita TB paru.
4.1.3 Informan 3
Informan ketiga adalah perempuan yang berinisial Tn. A usia 28 tahun.
Tempat tanggal lahir Kediri, 4 September 1987. Agama Islam. Pendidikan
SMA. Pekerjaan Buruh. Alamat kayan, RT 01 RW 02 Krendawahono
46
Gondang Rejo Solo. Status perkawinan sudah menikah. Kewarganegaraan
Indonesia. Riwayat penyakit 3 bulan menderita TB paru.
4.2.Hasil Penelitian
Peneliti akan menguraikan hasil wawancara sesuai dengan tujuan
dalam penelitian ini, meliputi : 1) Gambaran diri, 2) Ideal diri, 3) Harga diri,
4) Peran, 5) Identitas diri
4.2.1. Gambaran Diri
Dari gambaran diri di hasilkan 3 tema yaitu : 1) kondisi fisik, 2) kondisi
psikologis, 3) kondisi sosial
4.2.1.1.Kondisi fisik
Dua informan mengatakan bahwa gambaran dirinya berupa
bentuk tubuh
“… pandangan saya itu ya gimana ya wong dulunya itu saya
sehat gemuk sekarang kurus ya itugara-gara kena penyakit tb
tu…”(I.1)
“…ya ini pak jadi kurus berat badan turun dulunya itu 60 kg
pas saya timbang terakhir itu cuman 45 kg sudah turun
berapa kilo itu…” (I.3)
Dua informan dari satu informan yang sama mengatakan
bahwa gambaran dirinya berupa kondisi tubuh
“…ya sebelumnya saya itu menjadi tulang punggung menjadi
orang yang bekerja keras tapi sekarang setelah kena
penyakit ini saya itu jadi lemah…” (I.2)
“…emm kurang percaya diri pak sekarang ini kurus
ngangkat-ngangkat ndak kuat jalan sana-sini ya cepat capek
pak…”(I.3)
47
Hasil analisis dari tiga informan menghasilkan bahwa kondisi
fisik pasien TB paru mengalami perubahan yaitu dua informan
tubuhnya menjadi kurus dan dua dari satu informan yang sama
kondisi tubuhnya lemah dan cepat capek.
4.2.1.2.Kondisi psikologis
Tiga informan mengatakan bahwa gambaran dirinya berupa
perasaan negative
“…ya ada dulu waktu gemuk sehat kuat kemana-mana bisa
ko sekarang mau kemana-mana nda bisa ko cuma duduk-
duduk ga percaya diri ya ada…” (I.1)
“…ya seperti tidak berguna…” (I.2)
“…emm kurang percaya diri pak sekarang ini kurus
ngangkat-ngangkat ndak kuat jalan sana-sini ya cepat capek
pak…” (I.3)
Dua informan yang sama mengatakan bahwa gambaran dirinya
berupa perasaan positif
“…yo masih mensyukuri masih di kasih umur panjang
itu…”(I.1)
“…ya sering mensyukuri memang ya ini opo keadilan allah
itu seperti ini, ini adil sangat lah adil hehe…” (I.2)
Hasil analisis dari tiga informan menghasilkan bahwa kondisi
psikologis pasien TB paru tiga informan memiliki perasaan
negative seperti tidak berguna dan tidak percaya diri dan dua
informan yang sama juga menyatakan perasaan positif yaitu
masih tetap mensyukuri.
48
4.2.1.3. Kondisi sosial
Dua informan mengatakan bahwa gambaran dirinya berupa
terisolasi
“…terus itu ya itu g bisa kemana mana cuma di rumah aja
sama hubungan keluarga itu kurang…” (I.1)
“…kalau sekarang lagi sakit gini lebih sering di rumah pak g
bisa kumpul atau ikut kegiatan di masyarakat kaya ronda
sama kerja bakti…”(I.3)
Hasil analisis dari dua informan menghasilkan bahwa kondisi
sosial pasien TB paru menjadi terganggu karena penyakit TB
paru membuat pasien TB paru tidak dapat bersosialisasi seperti
biasanya dan lebih sering di rumah.
4.2.2. Ideal Diri
Dari ideal diri di hasilkan 3 tema yaitu : 1) kesehatan 2) dukungan
lingkungan, 3) kebutuhan ekonomi
4.2.2.1. Kesehatan
Dua informan mengatakan bahwa ideal dirinya berupa sembuh/
sehat
“…harapannya yo itu biar penyakite hilang dapat anu
kembali cari uang lagi nafkahi anak-anak sama istri itu g
seperti ini cuma duduk-duduk susah…” (I.1)
“…harapannya ya supaya bisa sehat kembali ya bisa bekerja
lagi paling tidak itu harus punya pemasukan buat
keluarga…”(I.2)
49
Satu informan mengatakan bahwa ideal dirinya berupa
kesehatan fisik
“…ya harapan saya sih ya cepat sembuh pak kan kalau dulu
itu saya sehat kerja itu ya g cepat capek pak sekarang kerja
dikit udah capek
…” (I.3)
Hasil analisis dari tiga informan menghasilkan bahwa ideal diri
pasien TB paru yaitu penyakitnya hilang bisa sehat kembali
dan tidak cepat capek.
4.2.2.2. Dukungan lingkungan
Dua informan mengatakan bahwa ideal dirinya berupa
kebersamaan
“…harapan saya ya cuma satu cuma bisa anu itu bisa
kumpul g minder gitu lo sama teman itu ya cuma itu…”(I.1)
“…ya kalau bisa cepat sehat la pak biar bisa ikut kegiatan
masyarakat kaya dulu lagi ngumpul-ngumpul gitu sama
temen…” (I.3)
Satu informan yang sama mengatakan bahwa ideal dirinya
berupa perasaan positif
“…harapan saya ya cuma satu cuma bisa anu itu bisa
kumpul g minder gitu lo sama teman itu ya cuma itu…” (I.1)
Satu informan mengatakan bahwa ideal dirinya berupa
pengakuan
“…ya supaya saling mengerti aja saling mengerti dalam
keadaan saya lagi kena penyakit ya jangan di hina jangan di
ejek…” (I.2)
50
Hasil analisis dari tiga informan menghasilkan bahwa ideal diri
pasien TB paru terhadap lingkungan bisa kumpul lagi, tidak
minder, dan saling mengerti.
4.2.2.3. Kebutuhan ekonomi
Tiga informan mengatakan bahwa ideal dirinya berupa bekerja
“…harapannya yo itu biar penyakite hilang dapat anu
kembali cari uang lagi nafkahi anak-anak sama istri itu g
seperti ini cuma duduk-duduk susah…” (I.1)
“…harapannya ya supaya bisa sehat kembali ya bisa bekerja
lagi paling tidak itu harus punya pemasukan buat
keluarga…” (I.2)
“…ya kalau harapan saya sih biar cepat sembuh terus bisa
kerja lagi buat nambah pemasukan keluarga…”(I.3)
Hasil analisis dari tiga informan menghasilkan bahwa ideal diri
pasien TB paru bisa bekerja lagi nafkahi anak istri, punya
pemasukan buat keluarga dan mencukupi kebutuhan dalam
kelurga.
4.2.3. Harga Diri
Dari harga diri di hasilkan 1 tema yaitu : 1) HDR
4.2.3.1. Harga Diri Rendah (HDR)
Tiga informan mengatakan bahwa harga dirinya berupa kritik
diri sendiri
“…Ya malunya sama diri sendiri…” (I.1)
“…g sih, g begitu saya ya seolah olah menyalahkan diri
sendiri gitu na, g jadi beban untuk…” (I.2)
“…ya ada pak malu punya penyakit kaya gini mau ngapa-
ngapain g bisa…” (I.3)
51
Dua informan yang sama mengatakan bahwa harga dirinya
berupa rasa bersalah
“…yo menyesal yo bersalah salahe punya penyakit ko
begini…” (I.1)
“…ya merasa bersalah sih pak dulu sering di ingatkan
berenti meroko jangan suka keluyuran malah g dengerin ya
merasa bersalahnya sih kesitu pak pas sudah gini baru
nyalahin diri sendiri…” (I.3)
Dua informan yang sama mengatakan bahwa harga dirinya
berupa pesimis
“…g marah g tersinggung cuma sedih gitu aja…” (I.1)
“…ya aga terganggu sih seperti misalnya mau ngobrol jaga
jarak ngobrolnya juga jauhan kan rasanya lain pak…” (I.3)
Tiga informan yang sama mengatakan bahwa harga dirinya
berupa cemas
“…lo waktu itu waktu kumat itu cemasnya apa saya itu yo
begini terus gitu lo opo ndak bisa sembuh langsung
komunikasi karo ibu saya bu ini ya ndak bisa sembuh-
sembuh apa aku cuma gini terus yo, ora-ora endak-endak
nantinya sembuh ko istri saya kan cuma ngeyem-ngeyem gitu
lo…”(I.1)
“…g ada karena apa yo cemas sih, tapi kita lalu anu
ya…”(I.2)
“…ya cemas sih pak kepikiran keluarga kasihan kalau saya
gini terus g kerja kasihan anak sama istri...”(I.3)
Hasil analisis dari tiga informan menghasilkan bahwa pasien
TB paru mengalami harga diri rendah seperti malu dengan
penyakitnya, merasa bersalah terhadap diri sendiri, sedih, dan
merasa cemas.
52
4.2.4.Peran
Dari peran di hasilkan 2 tema yaitu : 1) kesesuaian, 2) kegagalan
4.2.4.1. Kesesuaian
Tiga informan mengatakan bahwa peran dirinya berupa peran
yang di terima
“…sebagai kepala keluarga…”(I.1)
“…sebagai apa ya, ya sebagai kepala rumah tangga…”(I.2)
“…sebagai kepala keluarga…”(I.3)
Dua informan yang sama mengatakan bahwa peran dirinya
berupa fungsi dalam masyarakat
“…ya masyarakat biasa…”(I.2)
“…masyarakat biasa…”(I.3)
Hasil analisis dari tiga informan menghasilkan bahwa peran
pasien TB paru sesuai pada posisinya sebagai kepala keluarga
dan masyarakat biasa.
4.2.4.2. Kegagalan
Satu informan mengatakan bahwa peran dirinya berupa
terbatasi
“…ya di rumah cuma duduk-duduk…”(I.1)
Dua dari satu informan yang sama mengatakan bahwa peran
dirinya berupa ketidak puasan
“…ya belum puas, ya belum puasnya itu tadi hubungan sama
istri g bisa lancar gitu lo…”(I.1)
“…belum puas sebagai laki-laki…”(I.2)
53
“…ya kalau gini sih kurang puas pak tapi ya mau di apain
namanya orang lagi sakit…”(I.3)
Hasil analisis dari satu informan menghasilkan bahwa peran
pasien TB paru mengalami keterbatasan hanya bisa di rumah
saja dan juga tidak puas dengan keadaannya yang sedang
menderita TB paru.
4.2.5. Identitas Diri
Dalam identitas diri di hasilkan 2 tema yaitu : 1) Data diri, 2) Status
4.2.5.1. Data Diri
Tiga informan mengatakan bahwa identitas dirinya berupa
nama
“…Tn. s…”(I.1)
“…Tn. n…”(I.2)
“…Tn. a…”(I.3)
Tiga informan mengatakan bahwa identitas dirinya berupa
tempat tanggal lahir
“…solo anu Surakarta tanggal lahir 6 november
1967…”(I.1)
“…sragen ee karang asem tanon sragen…”(I.2)
“…1961 bulan pertama tanggal 3…”(I.2)
“…kediri 4 september 1987…”(I.3)
Tiga informan mengatakan bahwa identitas dirinya berupa jenis
kelamin
“…laki-laki…”(I.1)
54
“…laki-laki…”(I.2)
“…laki-laki…”(I.3)
Tiga informan mengatakan bahwa identitas dirinya berupa
kewarganegaraan
“…indonesia…”(I.1)
“…indonesia…(I.2)
“…indonesia…(I.3)
Hasil analisis dari tiga informan menghasilkan bahwa
kesadaran pasien TB paru dalam memperkenalkan identitasnya
seperti data diri.
4.2.5.2. Status
Tiga informan mengatakan bahwa identitas dirinya berupa
alamat
“…sambirejo rt no 5 rw 9 kadipiro Surakarta…”(I.1)
“…ohh alamat rumah di gedong, RT 07 RW 10 Kadipiro
Banjarsari Solo…”(I.2)
“…kayan RT 01 RW 02 Krendawahono Gondang Rejo
Solo…”(I.3)
Tiga informan mengatakan bahwa identitas dirinya berupa
agama
“…kristen…”(I.1)
“…islam…”(I.2)
“…islam…”(I.3)
55
Tiga informan mengatakan bahwa identitas dirinya berupa
status perkawinn yaitu menikah
“…nikah…”(I.1)
“…sudah menikah…(I.2)
“…sudah menikah…(I.3)
Tiga informan mengatakan bahwa identitas dirinya berupa
pekerjaan yaitu buruh
“…buruh…”(I.1)
“…buruh…(I.2)
“…buruh…(I.3)
Hasil analisis dari tiga informan menghasilkn bahwa kesadaran
pasien TB paru dalam memperkenalkan identitasnya seperti
status.
56
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Diri
Hasil penelitian mengenai gambaran diri pada pasien TB paru,
informan mengatakan badan kurus, berat badan turun, lemah, cepat capek,
merasa minder, tidak percaya diri, seperti tidak berguna, malu mau
ngumpul, mensyukuri, tidak bisa kemana-mana, cuma di rumah saja, jaga
jarak, menjauh, tidak ikut kegiatan di masyarakat, seperti putus hubungan
di masyarakat, seperti di asingkan.
Penderita TB Paru biasanya mengalami perubahan bentuk fisik
menjadi lebih kurus dan tampak pucat, sering batuk-batuk, badan lemah
dan kemampuan fisikpun menurun, Perubahan mental seperti gangguan
konsep diri, dan perubahan sosial seperti hubungan dengan orang lain
terganggu (Purwoto, 2009). TB Paru dapat mengganggu keadaan fisik
dan psikososial penderita yang mempengaruhi harga diri penderita TB
Paru.Penderita TB Paru dengan pengobatan lama akan mengalami
tekanan psikologis dan merasa tidak berharga bagi keluarga dan
masyarakat (Sulistiyawati Endah, 2012).
Berdasarkan hal tersebut gambaran diri pasien TB paru mengalami
perubahan pada fisik mental dan sosial yang menunjukkan pasien TB paru
menjadi kurus, lemah, berperasaan negatife dan hubungan di lingkungan
masyarakat maupun keluarga menjadi terganggu.
57
5.2. Ideal Diri
Hasil penelitian mengenai ideal diri pada pasien TB paru, informan
mengatakan harapannya penyakitnya hilang, bisa sehat kembali, cepat
sembuh, bisa kumpul lagi, ikut kegiatan di masyarakat, kumpul sama
teman, tidak minder, di priyoritaskan, supaya saling mengerti, jangan di
hina jangan di ejek, bisa kerja lagi, cari uang, nafkahi anak istri
Menurut Saronson dkk dalam Mazbow (2009) dukungan
lingkungan sosial memiliki peranan penting untuk mencegah dari
ancaman kesehatan mental. Individu yang memiliki dukungan lingkungan
sosial yang lebih kecil akan lebih memungkinkan mengalami konsekuensi
psikis yang negatif. Keuntungan individu yang memperoleh dukungan
sosial yang tinggi akan menjadi individu lebih optimis dalam menghadapi
kehidupan saat ini maupun masa yang akan datang, lebih terampil dalam
memenuhi kebutuhan psikologi dan memiliki sistem yang lebih tinggi,
serta tingkat kecemasan yang lebih rendah, mempertinggi interpersonal
skill (keterampilan interpersonal), memiliki kemampuan untuk mencapai
apa yang diinginkan dan lebih dapat membimbing individu untuk
beradaptasi dengan stress.
berdasarkan hal tersebut pentingnya dukungan lingkungan sosial
dalam proses kesehatan mental pasien TB paru. karena pasien TB paru
yang memiliki dukungan lingkungan sosial yang lebih kecil
memungkinkan mengalami konsekuensi psikis yang negatife dan dapat
menjadikan tidak punya harapan untuk sembuh. berdasarkan hasil
58
penelitian tersebut juga di temukan data harapan untuk sembuh, sehat
kembali, penyakitnya hilang, bisa bekerja lagi, cari uang, nafkahi anak istri.
dukungan lingkungan sosial memotivasi pasien TB paru untuk sembuh,
memberikan semangat pada pasien untuk sehat kembali, dan bisa bekerja
lagi mencari uang nafkahi anak dan istri.
5.3. Harga Diri
Hasil penelitian mengenai harga diri pada pasien TB paru,
informan mengatakan malu sama diri sendiri, malu sakit TB paru, jengkel,
menyesal, merasa bersalah, menyalahkan diri sendiri, ragu deket sama
temen, sedih, cemas.
Riyadi & Purwanto, (2009) mengatakan Penyakit TB paru dapat
mempengaruhi konsep diri penderitanya. Individu yang menderita
penyakit TB paru sering merasa tidak berdaya, menolak, merasa
bersalah, merasa rendah diri dan menarik diri dari orang lain karena
khawatir penyakit yang diderita menular kepada orang lain. Konsep
diri seseorang tidak terbentuk saat bayi dilahirkan tetapi konsep diri
berkembang dalam diri dan dipelajari melalui interaksi sosial dan
pengalaman masa kecil. (Stuart dan Laraia, 2005) mengatakan bahwa
harga diri yang rendah dapat berupa hilangnya percaya diri, penurunan
produktivitas, perasaan tidak mampu, mengkritik diri sendiri, rasa bersalah,
pesimis dan ansietas. Daulay (2009) menemukan bahwa penderita TB
Paru mengalami gangguan harga diri. Penderita merasa malu karena
mengetahui penyakitnya menularkan kepada orang lain. Salah satu cara
59
untuk mengatasi hal ini, penderita memerlukan dukungan keluarga
agar harga diri penderita meningkat.
Berdasarkan hal tersebut pasien TB paru mengalami harga diri
rendah seperti penderita merasa bersalah, pesimis dan merasa malu dengan
penyakit TB paru yang di derita karena mengetahui penyakitnya
menularkan kepada orang lain.
5.4. Peran
Hasil penelitian mengenai peran pada pasien TB paru, informan
mengatakan sebagai kepala keluarga, kepala rumah tangga, mampu
menjalaankan peran sebaga kepala keluarga, sebagai masyarakat biasa,
tidak puas keadaan saat ini, di rumah duduk-duduk, hubungan sama istri
kurang, tidak puas sebagai laki-laki.
Perilaku yang di harapakan secara sosial yang berhubungan dengan
fungsi individu pada berbagai kelompok sosial. tiap individu mempunyai
berbagai peran yang terintegrasi dalam pola fungsi individu. gangguan
perilaku peran yaitu berubah atau terhenti fungsi peran yang di sebabkan
oleh penyakit, proses menua ataupun di rawat di rumah sakit. peran yang
berubah seperti peran dalam keluarga, pekerjaan/sekolah, dan peran dalam
berbagai kelompok (Stuart dan Sudden, 2007). individu berusaha
menyelesaikan masalah tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa
diri tidak mampu atau merasa gagal (Direja, 2011).
Berdasarkan hal tersebut pada informan tidak terjadi gangguan dalam
peran namun terdapat kesesuaian peran sebagai kepala keluarga dan peran
60
di masyarakat sebagai masyarakat biasa. penyakit TB paru yang di derita
membuat pasien TB paru terbatasi hanya bisa di rumah saja dan
menyebabkan ketidak puasan karena keadaannya, seperti hasil penelitian
(Direja, 2011) yaitu individu berusaha menyelesaikan masalah tetapi
tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa
gagal.
5.5. Identitas Diri
Hasil penelitian mengenai identitas diri pada pasien TB paru,
informan mengatakan nama Tn. S, pekerjaan buruh, jenis kelamin laki-laki,
agama Kristen, menikah. Nama Tn. N, pekerjaan buruh, jenis kelamin
laki-laki, agama islam, sudah menikah. Nama Tn. A, pekerjaan buruh,
jenis kelamin laki-laki, agama islam, sudah menikah.
Suatu karateristik yang mendefinisikan keterangan tentang individu,
konsep yang memperkenalkan cara kita mempersepsikan orang lain dan
diri kita berdasarkan pada baik karateristik khusus (personal identity) dan
keanggotaan kita lainnya (priyoto, 2014). Identitas diri dapat di munculkan
dari prilaku dan perasaan seseorang, seperti individu mengenal dirinya
sebagai mahkluk yang terpisah dan berbeda dengan yang lain, individu
mengakui atau menyadari jenis sekualnya, individu mengakui dan
menghargai peran, nilai, dan perilaku secara harmonis (Hendra BT, 2012).
berdasarkan hal tersebut bahwa tidak terjadi gangguan pada identitas diri,
61
informan dapat mengenali dirinya, dapat memperkenalkan dirinya seperti
data diri dan status, mengakui dirinya, masih menyadari jenis seksual,
berbeda dengan yang lain dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya.
62
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa data yang telah didapat dalam penelitian, maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Gambaran diri pada pasien TB paru terjadi perubahan badan kurus, lemah,
cepat capek, merasa minder, tidak percaya diri, seperti tidak berguna, malu
mau ngumpul, mensyukuri, tidak bisa kemana-mana, cuma di rumah aja,
jaga jarak, seperti putus hubungan di masyarakat.
2. Ideal diri pada pasien TB paru yaitu dukungan lingkungan sosial
memotivasi pasien TB paru untuk sembuh, memberikan semangat pada
pasien untuk sehat kembali, dan bisa bekerja lagi mencari uang nafkahi
anak dan istri.
3. Harga diri pada pasien TB paru mengalami harga diri rendah seperti
penderita merasa bersalah, pesimis, dan merasa malu dengan penyakit TB
paru yang di derita karena mengetahui penyakitnya menularkan kepada
orang lain.
4. Peran diri pada pasien TB informan sebagai kepala keluarga dan peran di
masyarakat sebagai masyarakat biasa. penyakit TB paru yang di derita
membuat informan terbatasi hanya bisa di rumah saja dan menyebabkan
ketidak puasan karena keadaannya.
63
5. Identitas diri pada pasien TB paru tidak terdapat gangguan pada identitas
diri, informan dapat mengenali dirinya, memperkenalkan dirinya,
mengakui dirinya dan menjelaskan data diri dan statusnya.
6.2 Saran
1. Bagi pasien TB paru dan masyarakat
Bagi pasien agar menumbuhkan sikap positif seperti berfikir positif,
berprilaku positif, dalam menghadapi penyakit TB paru yang di derita agar
tidak berlanjut pada konsep diri yang negative. Bagi masyarakat agar
memberikan motivasi, dukungan seperti memberi semangat, support,
nasehat, dan rasa nyaman terhadap pasien TB paru agar tidak
menimbulkan masalah pada konsep diri pada penderita TB paru.
2. Bagi RSUD Kota Surakarta
Bagi pihak rumah sakit diharapkan dapat menjadikan bahan masukan
agar memberikan asuhan keperawatan psikososial tentang konsep diri
pada pasien TB paru.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi Peneliti Selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat digunakan
sebagai data dan informasi dasar untuk penelitian selanjutnya dan
diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan dan memperdalam
pertanyaan yang sudah ada.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi Institusi Pendidikan dapat memberikan sumbangan materi mengenai
konsep diri pasien TB paru.
64
5. Bagi Peneliti
Dapat memberikan pengalaman secara langsung bagi peneliti dalam
melaksanakan penelitian serta mengaplikasikan berbagai teori dan konsep
yang di dapatkan dari bangku kuliah dan sebagai referensi untuk penelitian
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, D. S. (2011). Stop tuberculosis. Bogor: Bogor Publishing House.
Direja, S. H. A. (2011). Asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Depkes RI, 2009. Tentang angka kejadian penyakit TB paru. diakses di internet,
tanggal 1 agustus 2015.
Daulay, W. (2009). Hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada
pasien
TB Paru
http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234
56789/37338/4/Chapter%20I.pdf.
Journal PDF WHO penyakit TB paru, Diakses di Internet tanggal 29 juli 2015.
Kemenkes RI, 2013. Tentang prevalensi TB paru. Diakses di internet tanggal 1
juli, 2015.
Muttaqin, 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan, Jakarta : Salemba Medika.
Moleong, Lexy J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT
Remaja Rosdakarya. Offset, Bandung
Mazbow. 2009. Apa itu dukungan
sosial?.Online.www.masbow.com/2009/08/apa-itudukungan-sosial.html.
Diakses: 1 maret 2016.
Medikal Record RSUD Kota Surakarta. Data tentang TB paru tahun 2014-2015.
Nazir, 2006. Metodologi Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.
Purwanto, 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Priyoto, 2014. Teori Sikap Dan Prilaku Dalam Kesehatan. Nuha Medika.
Riyadi & Purwanto, 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Sugiyono, 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono, Dr. 2010. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Penerbit
Alfabeta.
Sutopo, 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta
Suryono & Anggraeni, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka,
Cipta.
Stuart & Laraia, 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5, Jakarta : EGC.
Sulistyowati,Endah, 2012. Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter.
Yogyakarta: Citra Aji Parama.
Usu Repository, 2006. Konsep Diri. Di akses di internet pada tanggal 7 Juli 2015.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1937/3/D0300467.pdf.txt