KONSEP DASAR PERENCANAAN.docx
-
Upload
m-ikbal-saputra -
Category
Documents
-
view
234 -
download
6
Transcript of KONSEP DASAR PERENCANAAN.docx
« KONSEP DASAR PERENCANAAN PENDIDIKAN Standar isi Portofolio (sertifikasi guru) »
2DEC
Konsep Dasar Perilaku Organisasi
Posted December 2, 2010 by indraprasetya17 in Konsep Dasar Perilaku Organisasi. Leave a Comment
# Pengertian Perilaku OrganisasiPerilaku adalah sebuah tindakan yang konkret yang ada pada diri manusia berupa sebuah tanggapan dan reaksi dari manusia tersebut yang berbentuk atau yang terwujud dari individu berupa suatu sikap dari anggota badan ataupun berupa ucapan secara spontan tanpa direncanakan atau dipikirkan dan tanpa paksaan. Sedangkan organisasi adalah suatu wadah yang didalamnya terdapat dua atau lebih individu yang berinteraksi satu samalain mempunyai konsep yang sama, pemikiran yang sama karena mempunyai tujuan yang sama pula.Dari Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku organisasi adalah suatu studi yang mempelajari tingkah laku manusia dimulai dari tingkah laku secara individu, kelompok dan tingkah laku ketika berorganisasi, serta pengaruh perilaku individu terhadap kegiatan organisasi dimana mereka melakukan atau bergabung dalam organisasi tersebut.# Tujuan dari perilaku organisasi ini adalah mengetahui pengaruh perilaku manusia baik secara individu, kelompok atau organisasi terhadap tujuan organisasi secara umum.Sedangkan menurut Miftah Toha, 1989:21, mengemukakan bahwa perilaku organisasi ialah studi yang menyangkut aspek-aspek perilaku manusia dalam suatu organisasi atau kelompok tertentu. Mengenal lebih jauh tentang perilaku organisasi, berarti kita mencoba untuk membuktikan adanya perubahan-perubahan ilmu organisasidan manajemen dewasa ini. Orientasi mendasar tentang perilaku manusia makin dirasakan urgensi bagi setiap manajemen ditingkat teoritis maupun dengan tujuan praktisuntuk mendeterminasi bagaimana perilaku manusia itu mempengaruhi usaha-usaha pencapaian tujuan organisasi. (dalam buku Pengembangan Masyarakat Islam, Machendrawaty, Nanih, 2001:91).
1. DIMENSI-DIMENSI POKOK PEMBAHASAN TEORI ORGANISASI+ Teori-teori OrganisasiMenurut teori organisasi klasik, rasionalitas, efisiensi, dan keuntungan ekonomis adalah merupakan tujuan utama seseorang dalam berorganisasi, teori ini juga mengatakan bahwa manusia atau individu itu berpikir dengan rasional dan memiliki pandangan bahwa produktivitas kerja akan meningkat dan mendapatkan hasil yang baik serta dapat menguntungkan organisasi dengan kata lain organisasi tersebut mengalami perubahan kepada peningkatan kualitas jika upah yang diterima oleh setiap individu atau timbal balik untuk individu itu dinaikkan dan menguntungkan satu sama lain“Henry Fayol mengembangkan teori yang memusatkan perhatiannya pada pemecahan
masalah-masalah fungsional kegiatan administrasi. Fayol mengajukan konsep Planning, organizing, command, coordination, dan control yang menjadi landasan bagi fungsi dasar manajemen. Fayol juga mengemukakan empat belas prinsip yang sangat fleksibel yang digunakan sebagai dasar bagi manajer dalam mengelola organisasi. Keempat belas prinsip itu adalah pembagian kerja, wewenang dan tanggung jawab, disiplin, kesatuan perintah, kesatuan arah, mengutamakan kepentingan umum, pemberian upah, sentralisasi, rantai perintah, ketertiban, keadilan, kestabilan masa kerja, inisiatif, dan semangat korps.Max Weber dengan konsep birokrasi idealnya menekankan pada konsep otoritas dan kekuasaan yang sah untuk melakukan kontrol kepada pihak lain yang berada di bawahnya sehingga organisasi akan terhindar dari penyalahgunaan kekuasaan dan ketidakefisienan.Meskipun mendapat banyak kritik yang menganggap bahwa teori-teori klasik itu telah mengabaikan faktor humanistik, deterministik, dan tertutup, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa teori klasik merupakan peletak dasar dari teori-teori administrasi modern, hal ini terbukti dari keadaan individu yang berorganisasi dengan tujuan mendapatkan upah.Terdapat tiga dimensi pokok dalam pembahasan teori organisasi, yaitu:a.Dimensi teknis, dimensi teknis yaitu dimensi yang menekankan pada kecakapan atau kemampuan seseorang yang dibutuhkan untuk menggerakkan organisasi, otomatis yang diperlukan disini adalah sumber daya yang memiliki keterampilan-kepterampilan dalam mengelola sebuah organisasi. Dimensi ini berisi keahlian-keahlian birokrat atau manajer dibidang teknis atau orang yang ahli dan mempunyai kemampuan yang diperlukan untuk menggerakkan organisasi, misalnya keahlian dalam mengoperasikan komputer, memahami konsep pemasaran serta mampu dalam penyalurannya, dan lain-lain.b.Dimensi konsep, yaitu sebuah rancangan khusus yang dijadikan sebagai acuan dalam menjalankan sebuah oragnisasi, artinya setiap gerak atau kegiatan yang akan dilaksanakan tetap mengacu pada pedoman yang telah dibuat oleh seluruh atau sebagian anggota organisasi yang mempunyai wewenang.Selain itu juga, dimensi konsep ini merupakan motor penggerak dari dimensi pertama dan amat erat hubungannya dengan dimensi ketiga yakni dimensi manusia.Dimensi konsep memiliki pengaruh besar terhadap dimensi pertama dan ketiga. Karena jika hanya mengandalkan keahlian saja tanpa sebuah pegangan yang berupa konsep, maka situasi dalam sebuah organisasi itu tidak berjalan lagi dengan baik, apalagi pengaruh dari dimensi ini pada dimensi terakhir, yaitu dimensi yang ketiga akan menyebabkan lumpuhnya suatu organisasi karena dimensi ketiga tidak emiliki dimensi konsep atau teknis untuk menjalankan organisasi tersebut.c.Dimensi manusia, adalah dimensi yang paling utama dalam sebuah organisasi karena tanpa adanya dimensi manusia otomatis suatu organisasi tidak akan pernah ada karena tidak ada yang membuat organisasi dalam arti membentuk sebuah organisasi dan tidak ada penggerak yang melakukan suatu kegiatan oragnisasi tersebut. Sehingga dapat dikatakan kalau dimensi manusia merupakan dimensi yang komplek dalam sebuah organisasi. Namun, tetap saja dimensi manusia tidak akan berpungsi secara utuh jika dimensi teknis dan konsep tidak ada.
2. KERANGKA DASAR KONSEP PERILAKU ORGANISASI+ Kerangka dasar pada perilaku organisasi adalah terletak pada dua komponen yaitu individu-individu yang berperilaku, baik itu perilaku secara individu, perilaku kelompok, dan perilaku organisasi.Komponen yang kedua adalah organisasi formal sebagai wadah dari perilaku itu. Yaitu sebagai sarana bagi ndividu dalam bermasyarakat ditandai dengan keterlibatannya pada suatu organisasi. Dan, menjalankan perannya dalam organisasi tersebut.
3. PERBEDAAN PERILAKU ORGANISASI DENGAN ILMU PERILAKU LAINNYA+ Perilaku organisasi (PO) adalah ilmu terapan, sehingga ilmu perilaku organisasi tidak terlepas dari pengaruh ilmu perilaku sehingga berkontribusi dengan beberapa ilmu perilaku lain, diantaranya:@ Perbedaan antara PO dengan Psikologi Industri atau organisasi, yaitu PO mempelajari
perilaku manusia dengan tidak diawali pada psikologi manusia yaitu dengan menggunakan multidisiplin, sedangkan psikologi industri mempelajari perilaku manusia dengan diawali dari psikologi manusia itu sendiri. Namun, keduanya sama-sama mempelajari perilaku manusia.@ Perbedaan antara PO dengan psikologi dengan dengan teori organisasi terletak pada dua perbedaan diantaranya, yaitu analisis PO terpusat pada variabel tak terbatas. PO mempelajari tingkah laku individu dan kelompok didalam suatu organisasidan penerapan dari lmu pengetahuan tertentu. Teori organisasi adalah studi tentang susunan, proses, dan hasil organisasi itu sendiri.@ Perbedaan antara perilaku organisasi dengan personnel dan human resources adalah bahwa perilaku organisasi lebih menekankan pada orientasi konsep, berdasarkan teori, sedangkan personnel dan human resources menekankan pada teknik dan teknologi. Variabel-variabel tak bebas, seperti misalnya tingkah laku dan reaksi-reaksi yang efektif dalam organisasi, yaitu pada pengelolaan sumber daya manusia itu sendiri agar berkualitas. Keduanya tetap mengacu pada pengembangan dan kemajuan motivasi serta kualitas dari, individu, kelompok dan organisasi agar terjadi perubahan yang signifikan.
* Perilaku organisasi ialah studi yang menyangkut aspek-aspek perilaku manusia dalam suatu organisasi atau kelompok tertentu. Terdapat 3 dimensi dalam berorganisasi, yaitu dimensi teknis (penggerak organisasi), dimensi konsep (rancangan organisasi) dan manusia (unsur utama dalam organisasi), ketiganya adalah faktor utama yang harus dipenuhi dalam berorganisasi. Sedangkan kerangka organisasi adalah pada individu-individu dan kelompok.Perbedaan perilaku organisasi dengan ilmu perilaku lainnya adalah bahwa perilaku organisasi adalah ilmu terapan yang tidak terlepas dari pengaruh ilmu perilaku sehingga berkontribusi dengan beberapa ilmu perilaku lain, sedangkan ilmu perilaku lain dapat bersifat independent.Perilaku organisasi dalam kehidupan kita perlu dipahami dan dipelajari agar dapat mengendalikan jalannya suatu organisasi karena tujuan dari adanya perilaku organisasi adalah untuk mengetahui pengaruh perilaku manusia baik secara individu, kelompok atau organisasi terhadap tujuan organisasi secara umum, hal ini dikarenakan dengan adanya perilaku organisasi dapat menyamakan satu tujuan agar dapat mencapai tujuan dengan efektif dan efisien.
Daftar ReferensiAplikasi. Jakarta: PT Raja Garfindo PersadaThoha, Miftah. 1983. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar
https://indraprasetya17.wordpress.com/2010/12/02/konsep-dasar-perilaku-organisasi/
Konsep Perilaku OrganisasiPosted on Oktober 15, 2012 by gita1107
Definisi PERILAKU ORGANISASI
Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana
seharusnya perilaku tingkat individu, tingkat kelompok, serta dampaknya
terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi).
Perilaku organisasi juga dikenal sebagai Studi tentang organisasi. Studi ini
adalah sebuah bidang telaah akademik khusus yang mempelajari organisasi,
dengan memanfaatkan metode-metode dari ekonomi, sosiologi, ilmu politik,
antropologi dan psikologi. Disiplin-disiplin lain yang terkait dengan studi ini
adalah studi tentang Sumber daya manusia dan psikologi industri serta
perilaku organisasi.
Tinjauan umum
Studi organisasi adalah telaah tentang pribadi dan dinamika kelompok dan
konteks organisasi, serta sifat organisasi itu sendiri. Setiap kali orang
berinteraksi dalam organisasi, banyak faktor yang ikut bermain. Studi
organisasi berusaha untuk memahami dan menyusun model-model dari
faktor-faktor ini.
Seperti halnya dengan semua ilmu sosial, perilaku organisasi berusaha untuk
mengontrol, memprediksikan, dan menjelaskan. Namun ada sejumlah
kontroversi mengenai dampak etis dari pemusatan perhatian terhadap
perilaku pekerja. Karena itu, perilaku organisasi (dan studi yang berdekatan
dengannya, yaitu psikologi industri) kadang-kadang dituduh telah menjadi
alat ilmiah bagi pihak yang berkuasa. Terlepas dari tuduhan-tuduhan itu,
Perilaku Organisasi dapat memainkan peranan penting dalam
perkembangan organisasi dan keberhasilan kerja.
Sejarah
Meskipun studi ini menelusuri akarnya kepada Max Weber dan para pakar
yang sebelumnya, studi organisasi biasanya dianggap baru dimulai sebagai
disiplin akademik bersamaan dengan munculnya manajemen ilmiah pada
tahun 1890-an, dengan Taylorisme yang mewakili puncak dari gerakan ini.
Para tokoh manajemen ilmiah berpendapat bahwa rasionalisasi terhadap
organisasi dengan rangkaian instruksi dan studi tentang gerak-waktu akan
menyebabkan peningkatan produktivitas. Studi tentang berbagai sistem
kompensasi pun dilakukan.
Setelah Perang Dunia I, fokus dari studi organisasi bergeser kepada analisis
tentang bagaimana faktor-faktor manusia dan psikologi mempengaruhi
organisasi. Ini adalah transformasi yang didorong oleh penemuan tentang
Dampak Hawthorne. Gerakan hubungan antar manusia ini lebih terpusat
pada tim, motivasi, dan aktualisasi tujuan-tujuan individu di dalam
organisasi.
Para pakar terkemuka pada tahap awal ini mencakup:
Chester Barnard
Henri Fayol
Mary Parker Follett
Frederick Herzberg
Abraham Maslow
David McClelland
Victor Vroom
Perang Dunia II menghasilkan pergeseran lebih lanjut dari bidang ini, ketika
penemuan logistik besar-besaran dan penelitian operasi menyebabkan
munculnya minat yang baru terhadap sistem dan pendekatan rasionalistik
terhadap studi organisasi.
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, bidang ini sangat dipengaruhi oleh
psikologi sosial dan tekanan dalam studi akademiknya dipusatkan pada
penelitian kuantitatif.
Sejak tahun 1980-an, penjelasan-penjelasan budaya tentang organisasi dan
perubahan menjadi bagian yang penting dari studi ini. Metode-metode
kualitatif dalam studi ini menjadi makin diterima, dengan memanfaatkan
pendekatan-pendekatan dari antropologi, psikologi dan sosiologi.
Keadaan bidang studi ini sekarang
Perilaku organisasi saat ini merupakan bidang studi yang berkembang.
Jurusan studi organisasi pada umumnya ditempatkan dalam sekolah-sekolah
bisnis, meskipun banyak universitas yang juga mempunyai program
psikologi industri dan ekonomi industri pula.
Bidang ini sangat berpengaruh dalam dunia bisnis dengan para praktisi
seperti Peter Drucker dan Peter Senge yang mengubah penelitian akademik
menjadi praktik bisnis. Perilaku organisasi menjadi semakin penting dalam
ekonomi global ketika orang dengan berbagai latar belakang dan nilai
budaya harus bekerja bersama-sama secara efektif dan efisien. Namun
bidang ini juga semakin dikritik sebagai suatu bidang studi karena asumsi-
asumsinya yang etnosentris dan pro-kapitalis (lihat Studi Manajemen Kritis)
Terdapat 4 aturan kinerja dalam suatu bisnis:
1. Produktivitas yang efektif dan efisien, yakni minimal biaya dengan tepat
guna atau sasaran.
2. Absensi, yakni rasio antara jumlah jam kerja dengan jam kerja
seharusnya.
3. Kepuasan kerja
4. Tingkat perputaran tenaga kerja (Labor turn over), yakni perbandingan
antara jumlah karyawan yang masuk dan yang keluar dibagi jumlah tenaga
kerja.
Tantangan Bisnis yang akan datang
1. Masalah: Meningkatnya produktivitas tenaga kerja. Tantangan bisnis ke
depan adalah bagaimana menciptakan keunggulan bersaing dan
mempertahankan kesinambungan bisnis sehingga tuntutan peningkatan
produktivitas kerja menjadi suatu keharusan. Upaya peningkatan
produktivitas kerja diantaranya melalui perubahan perilaku.
2. Peningkatan keahlian tenaga kerja. Keahlian dinyatakan dalam 3 bentuk:
keahlian berkonsep, keahlian teknis dan keahlian teknologi.
3. Menurunnya tingkat kesetiaan karyawan
4. Respon atas era globalisasi (hilangnya batas waktu dan ruang), yakni
globalisasi ekonomi dan globalisasi perusahaan.
5. Budaya keanekaragaman tenaga kerja.
6. Munculnya peniru temporer, yakni terdapat pergantian karena adanya
persaingan sehingga daur hidup produk semakin singkat. Untuk itu produk
yang jenuh membutuhkan inovasi-inovasi, salah satunya dengan cara
menaikkan tingkat ketrampilan.
7. Peningkatan kualitas pelayanan, produk, dan layanan purna jual.
8. Tuntutan dalam beretika bisnis.
KOmitmen ORganisasi
Komitment organisasi adalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang
karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya
untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Menurut
Stephen P. Robbins didefinisikan bahwa keterlibatan pekerjaaan yang tinggi
berarti memihak pada pekerjaan tertentu seseorang individu, sementara
komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang
merekrut individu tersebut. Dalam organisasi sekolah guru merupakan
tenaga profesional yang berhadapan langsung dengan siswa, maka guru
dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik mampu menjalankan
kebijakan-kebijakan dengan tujuan-tujuan tertentu dan mempunyai komimen
yang kuat terhadap sekolah tempat dia bekerja.
Definisi pakar
Menurut L. Mathis-John H. Jackson, komitmen organisasi adalah tingkat
sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta
berkeinginan untuk tinggal bersama atau meninggalkan perusahaan pada
akhirnya tercermin dalam ketidakhadiran dan angka perputaran karyawan.
Menurut Griffin, komitmen organisasi (organisational commitment) adalah
sikap yang mencerminkan sejauh mana seseorang individu mengenal dan
terikat pada organisasinya. Seseorang individu yang memiliki komitmen
tinggi kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi.
Menurut Fred Luthan, komitmen organisasi didefinisikan sebagai :
1. keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu;
2. keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan
3. keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan
kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada
organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi
mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta
kemajuan yang berkelanjutan
Menurut Allen dan Meyer, ada tiga Dimensi komitment organisasi adalah :
1. Komitmen efektif (effective comitment): Keterikatan emosional karyawan,
dan keterlibatan dalam organisasi,
2. Komitmen berkelanjutan (continuence commitment): Komitmen
berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari
organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau
benefit,
3. Komitmen normatif (normative commiment): Perasaan wajib untuk tetap
berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut
merupakan hal benar yang harus dilakukan.
Dessler memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem
manajemen yang mungkin membantu memecahkan masalah dan
meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan :
1. Berkomitmen pada nilai manusia: Membuat aturan tertulis,
mempekerjakan manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan
komunikasi.
2. Memperjelas dan mengkomukasikan misi Anda: Memperjelas misi dan
ideologi; berkharisma; menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai;
menekankan orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan; membentujk tradisi,
3. Menjamin keadilan organisasi: Memiliki prosedur penyampaian keluhan
yang koprehensif; menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif,
4. Menciptakan rasa komunitas: Membangun homogenitas berdasarkan nilai;
keadilan; menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim,
berkumpul bersama,
5. Mendukung perkembangan karyawan: Melakukan aktualisasi; memberikan
pekerjaan menantang pada tahun pertama; memajukan dan
memberdayakan; mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas
perkembangan; menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan
JEjaring SOsial
Jejaring sosial atau jaringan sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk
dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang
diikat dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman,
keturunan, dll.
Analisis jaringan sosial memandang hubungan sosial sebagai simpul dan
ikatan. Simpul adalah aktor individu di dalam jaringan, sedangkan ikatan
adalah hubungan antar aktor tersebut. Bisa terdapat banyak jenis ikatan
antar simpul. Penelitian dalam berbagai bidang akademik telah menunjukkan
bahwa jaringan sosial beroperasi pada banyak tingkatan, mulai dari keluarga
hingga negara, dan memegang peranan penting dalam menentukan cara
memecahkan masalah, menjalankan organisasi, serta derajat keberhasilan
seorang individu dalam mencapai tujuannya.
Dalam bentuk yang paling sederhana, suatu jaringan sosial adalah peta
semua ikatan yang relevan antar simpul yang dikaji. Jaringan tersebut dapat
pula digunakan untuk menentukan modal sosial aktor individu. Konsep ini
sering digambarkan dalam diagram jaringan sosial yang mewujudkan simpul
sebagai titik dan ikatan sebagai garis penghubungnya
Leadership :
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,
mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi. Hal tersebut
dapat dilihat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan
orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung
kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi
dalam diri setiap orang bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu
sendiri.
Gaya kepemimpinan
1. Otokratis. Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan
kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Jadi
kekuasaanlah yang sangat dominan diterapkan.
2. Demokrasi. Gaya ini ditandai adanya suatu struktur yang
pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang
kooperatif. Di bawah kepemimpinan demokratis cenderung bermoral tinggi
dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri
sendiri.
3. Gaya kepemimpinan kendali bebas. Pemimpin memberikan kekuasan
penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin
bersifat pasif.
Teori X dan Teori Y
Teori X dan Teori Y diungkapkan oleh Douglas McGregor yang
mengemukakan strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan
konsep manajemen partisipasi. Konsep terkenal dengan menggunakan
asumsi-asumsi sifat dasar manusia. Pemimpin yang menyukai teori X
cenderung menyukai gaya kepemimpinan otoriter dan sebaliknya, seorang
pemimpin yang menyukai teori Y lebih menyukai gaya kepemimpinan
demokratik. Untuk kriteria karyawan yang memiliki tipe teori X adalah
karyawan dengan sifat yang tidak akan bekerja tanpa perintah, sebaliknya
karyawan yang memiliki tipe teori Y akan bekerja dengan sendirinya tanpa
perintah atau pengawasan dari atasannya. Tipe Y ini adalah tipe yang sudah
menyadari tugas dan tanggung jawab pekerjaannya.
Kekuasaan / POwer
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk
mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan
keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) Kekuasaan merupakan
kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai
dengan kehendak yang mempengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Kekuasaan dapat dilihat dari 2 sudut pandang yaitu keuasaan bersifat positif
dan negatif.
Kekuasaan bersifat positif
merupakan Kemampuan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada individu
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang dapat mempengaruhi dan
merubah pemikiran orang lain atau kelompok untuk melakukan suatu
tindakan yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan dengan sungguh-
sungguh dan atau bukan karena paksaan baik secara fisik maupun mental.
Kekuasaan bersifat Negatif Merupakan sifat atau watak dari seseorang yang
bernuansa arogan, egois, serta apatis dalam mempengaruhi orang lain atau
kelompok untuk melakukan tindakan yang diinginkan oleh pemegang kuasa
dengan cara paksaan atau tekanan baik secara fisik maupun mental.
Biasanya pemegang kekuasaan yang bersifat negatif ini tidak memiliki
kecerdasan intelektual dan emosional yang baik,mereka hanya berfikir
pendek dalam mengambil keputusan tanpa melakukan pemikiran yang
tajam dalam mengambil suatu tindakan, bahkan mereka sendiri terkadang
tidak dapat menjalankan segala perintah yang mereka perintahkan kepada
orang atau kelompok yang berada di bawah kekuasannya karena
keterbatasan daya pikir tadi. dan biasanya kekuasaan dengan karakter
negatif tersebut hanya mencari keuntungan pribadi atau golongan di atas
kekuasannya itu. karena mereka tidak memiliki kemampuan atau modal
apapun selain kekuasaan untuk menghasilkan apapun, dan para pemegang
kekuasaan bersifat negatif tersbut biasanya tidak akan berlangsung lama
karena tidak akan mendapatkan dukungan sepenuhnya oleh rakyatnya.
Di negara demokrasi, dimana kekuasaan adalah ditangan rakyat, maka jalan
menuju kekuasaan selain melalui jalur birokrasi biasanya ditempuh melalui
jalur partai politik. Partai partai politik berusaha untuk merebut konstituen
dalam masa pemilu. Partai politik selanjutnya mengirimkan calon anggota
untuk mewakili partainya dalam lembaga legislatif. Dalam pemilihan umum
legislatif secara langsung seperti yang terjadi di Indonesia dalam Pemilu
2004 maka calon anggota legislatif dipilih langsung oleh rakyat.
Kekuasaan cenderung korup adalah ungkapan yang sering kita dengar, atau
dalam bahasa Inggrisnya adalah Power tends to corrupct. Apa benar??
Memang belum tentu benar, tetapi ungkapan tersebut tentu telah melalui
penelitian dan pengalaman bertahun tahun.
KEpuasan KErja
Definisi
Newstrom : mengemukakan bahwa “job satisfaction is the favorableness or
unfavorableness with employes view their work”. Kepuasan kerja berarti
perasaan mendukung atau tidak mendukung yang dialami pegawai dalam
bekerja
Wexley dan Yukl : mengartikan kepuasan kerja sebagai “the way an
employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah
cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. dapat disimpulkan
bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak
menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan
maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan
melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karir,
hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi.
Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain
berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan.
Handoko : Keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para
karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif
karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di
lingkungan kerjanya.
Stephen Robins : Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu
sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan
dikaitkan dengan Pegawai; merupakan sikap umum yang dimiliki oleh
Pegawai yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini
akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan. Apabila dilihat
dari pendapat Robin tersebut terkandung dua dimensi, pertama, kepuasan
yang dirasakan individu yang titik beratnya individu anggota masyarakat,
dimensi lain adalah kepuasan yang merupakan sikap umum yang dimiliki
oleh pegawai
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Schemerhorn mengidentifikasi lima aspek yang terdapat dalam kepuasan
kerja, yaitu
1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self),Setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan
seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan
tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
2. Penyelia (Supervision), Penyelia yang baik berarti mau menghargai
pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, penyelia sering dianggap sebagai
figur ayah/ibu dan sekaligus atasannya.
3. Teman sekerja (Workers), Merupakan faktor yang berhubungan dengan
sebagai pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang
sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.
4. Promosi (Promotion),Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada
tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.
5. Gaji/Upah (Pay), Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai
yang dianggap layak atau tidak.
Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja disebutkan oleh
Stephen Robins :
1. Kerja yang secara mental menantang, Karyawan cenderung menyukai
pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk
menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan
tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka
mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang.
Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi
terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada
kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai
kesenangan dan kepuasan.
2. Ganjaran yang pantas, Para karyawan menginginkan sistem upah dan
kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti,
dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang
didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan
standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan
kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang
bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi
yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau
mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan
dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan
bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah
persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan
dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan.
Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan
promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan
mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung,Karyawan peduli akan lingkungan kerja
baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan
tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan
sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu),
cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem
(terlalu banyak atau sedikit).
4. Rekan kerja yang mendukung, Orang-orang mendapatkan lebih daripada
sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi
kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial.
Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang
ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat.
Perilaku atasan seorang juga merupakan determinan utama dari kepuasan.
Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan ditingkatkan bila
penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan pujian
untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan
menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka.
5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya orang yang
tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang
mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan
kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka.
Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada
pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehjadian yang
lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka.
herwanparwiyanto.staff.uns.ac.id/files/2009/04/herwandefinisi.doc
(Brigita Lahutung, 07301541, Manajemen Keuangan)
https://brigitalahutung.wordpress.com/2012/10/15/konsep-perilaku-organisasi/
Makalah (MAKALAH PERILAKU ORGANISASI SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN)
12
Jumat, Desember 28, 2012 Mulyadi Itu Namasaya 2 comments
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahPencapaian visi, misi dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bersama oleh warga sekolah, diperlukan kondisi sekolah yang kondusif dan keharmonisan antara tenaga pendidikan yang ada di sekolah antara lain kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, dan orang tua murid/masyarakat yang masing-masing mempunyai peran yang cukup besar dalam mencapai tujuan organisasi.Suatu organisasi akan berhasil dalam mencapai tujuan dan program-programnya jika orang-orang yang bekerja dalam organisasi tersebut dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang dan tanggung jawabnya. Agar orang-orang dalam organisasi tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka diperlukan seorang pemimpin yang dapat mengarahkan segala sumber daya dan membawa organisasi pendidikan (sekolah) menuju ke arah pencapaian tujuan.Dalam suatu organisasi, berhasil atau tidaknya tujuan tersebut sangat dipengaruhi oleh factor-faktor seperti pemimpin dan orang yang dipimpinnya, serta perilaku organisasi yang dijalankannya. Agar organisasi dan kepemimpinan yang dilaksanakan oleh pemimpin dalam organisasi dapat berjalan secara efektif dan efesien, salah satu tugas yang harus dilakukan adalah mengawal dan mengarahkan perilaku organisasi dalam memberikan kepuasan kepada orang yang dipimpinnya/ yang menjadi costumernya.Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di lingkungan satuan pendidikan harus mampu mewujudkan tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Kepemimpinan dalam lingkungan satuan pendidikan selalu melibatkan upaya seorang kepala sekolah untuk mempengaruhi perilaku organisasi, para pengikut/guru dalam suatu situasi. Agar kepala sekolah dapat melaksanakan fungsi kepemimpinannya, dia bukan saja harus memiliki wibawa tetapi harus memiliki kesanggupan untuk menggunakan wibawa ini terhadap para guru supaya diperoleh kinerja guru yang baik.Dalam sebuah organisasi perlu ditetapkan arah perilaku organisasi dan azas-azasnya. Diantaranya adalah pembagian tugas. Yang perlu diperhatikan dalam azas pembagian tugas ini adalah kemampuan dari individu-individu yang diserahi tugas. Dengan demikian dalam suatu organisasi perlu adanya manajemen efektif yang mampu mengarahkan dan membina perilaku organisasi dan administrasi.Dari uraian tersebut di atas, maka perilaku suatu organisasi dapat berpengaruh sangat besar dalam pencapaian tujuan/ visi dan misi suatu organisasi maupun dalam tatanan hidup di masyarakat. Robbins (2002). Menjelaskan perilaku organisasi berupaya mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku seseorang ata
u kelompok. Penjelasan terhadap suatu fenomena dalam manajemen merupakan hal penting karena membantu para manajer atau pemimpin tim dalam melakukan sasaran lain yaitu mengendalikan situasi penyebab perilaku individu atau kelompok kerja tersebut.Atas pemahaman tersebut, dapat diketahui bahwa manajemen dalam suatu organisasi merupakan suatu keahlian menggerakkan dan mengendalikan orang lain untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dengan demikian aktifitas dari kegiatan organisasi ditentukan oleh peran seorang pemimpin dan dibantu oleh individu-individu yang menjadi bawahannya. Dan di setiap lembaga satuan pendidikan tentu mempunyai seorang kepala sekolah sebagai pemimpin dan guru, serta karyawan sebagai bawahannya.Pemimpin oleh Winardi (2004:304) didefinisikan sebagai berikut :“Pemimpin adalah seorang yang karena kecakapan-kecakapan pribadinya dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk mengerahkan usaha bersama ke arah pencapaian sasaran-sasaran tertentu “.Dari pendapat tersebut pengertian pemimpin mewujudkan adanya kemampuan untuk menggerakkan, membimbing, memimpin dan memberi kegairahan kerja terhadap orang lain. Jadi bila ditarik kesimpulan dari pendapat diatas, pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi, menggerakkan, menumbuhkan perasaan ikut serta dan tanggung jawab, memberikan fasilitas, tauladan yang baik serta kegairahan kerja terhadap orang lain.Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di satuan pendidikan merupakan pemimpin formal, artinya dia diangkat secara formal (Formally Designated Leader) oleh organisasi yang bersangkutan atau organisasi yang menjadi atasannya.Guru (pendidik) menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI pasal 39 adalah : “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.Tenaga guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai faktor penentu keberhasilan tujuan organisasi selain tenaga kependidikan lainnya, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang muaranya akan menghasilkan tamatan/lulusan yang diharapkan. Untuk itu kinerja guru harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi, mengadakan supervisi, memberikan insentif, memberikan kesempatan yang baik untuk berkembang dalam karir, meningkatkan kemampuan, dan gaya kepemimpinan yang baik. Sementara kinerja guru dapat ditingkatkan apabila yang bersangkutan merasa senang dan cocok dengan gaya kepemimpinan yang terapkan oleh kepala sekolah.Realitas menunjukan bahwa kreatifitas dan kinerja guru yang ada di sebuah lembaga pendidikan bergantung dari bagaimana peran seorang kepala sekolah dalam memberi kebijakan atau perintah kepada guru. Oleh karena itu kepala sekolah dituntut untuk menerapkan kepemimpinan secara benar dan konsekwen. Karena kepemimpinan inilah yang nantinya banyak mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya.Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis membuat makalah tentang Perilaku Organisasi dalam Kepemimpinan Pendidikan sebagai salah satu tugas mandiri yang diberikan dalam perkuliah program administrasi pendidikan di UHAMKA Jakarta.
B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian maka dapat diajukan rumusan masalah sebag
ai berikut: “Bagaimanakah Konsep Perilaku Organisasi yang dapat Diperankan kepala sekolah sebagai pimpinan pendidikan dalam mencapai dan mengelola sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional?”
C. Tujuan dan manfaat PenulisanBerdasarkan latar belakang masalah, makalah ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana peran organisasi, pimpinan lembaga pendidikan dalam mengelola lembaga pendidikan dan sumber daya yang ada di dalamnya?Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :1. Bagi penulis sendiri adalah dapat secara langsung menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh selama menjalankan proses perkuliahan pasca sarjana administrasi pendidikan tentang kepemimpinan pendidikan dapat diaktualisasikan dengan baik.2. Bagi pihak-pihak yang berkepentingan dapat dijadikan referensi untuk memperluas wawasan dan pengetahuan di bidang administrasi pendidikan.
BAB IIKAJIAN TEORITIS
A. Tujuan dan Fokus Perilaku OrganisasiTujuan kajian perilaku organisasi pada dasarnya ada tiga, yaitu menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan perilaku manusia. Robbins (2002). Menjelaskan, kajian perilaku organisasi berupaya mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku seseorang atau kelompok. Penjelasan terhadap suatu fenomena dalam manajemen merupakan hal penting karena membantu para manajer atau pemimpin tim dalam melakukan sasaran lain yaitu mengendalikan situasi penyebab perilaku individu atau kelompok kerja tersebut.Sasaran kedua, yaitu meramalkan berarti perilaku organisasi membantu memprediksi kejadian organisasi di masa mendatang. Pengetahuan terhadap faktor-faktor penyebab munculnya perilaku individu atau kelompok membantu manajer meramalkan akibat-akibat dari suatu program atau kebijakan organisasi. Hal ini membantu melakukan pengendalian preventif terhadap perilaku individu dan kelompok dalam organisasi.Sasaran ketiga yaitu mengendalikan mengandung arti bahwa perilaku organisasi menawarkan berbagai strategi dalam mengarahkan perilaku individu atau kelompok. Berbagai strategi kepemimpinan, motivasi, dan pengembangan tim kerja yang efektif merupakan contoh-contoh dalam mengarahkan perilaku individu dan kelompok.Dalam bidang manajemen pendidikan, kajian tentang perilaku organisasi telah lama menjadi perhatian para pakar terutama karena organisasi pendidikan dicirikan oleh keterlibatan sejumlah besar manusia, mulai dari tenaga kependidikan, pendidik, siswa, orangtua dan masyarakat. Dengan kompleksitas itu pemahaman terhadap ilmu perilaku organisasi merupakan suatu hal yang penting khususnya bagi pengelola dalam meningkatkan kinerja organisasi pendidikan.Secara umum, perilaku organisasi memiliki dua fokus perhatian. Pertama, perilaku organisasi merupakan suatu bidang studi yang mempelajari dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan tentang hal-hal tersebut demi peningkatan keef
ektifan organisasi (Robbins, 2003). Perilaku organisasi mempelajari tiga determinan perilaku dalam organisasi, yaitu individu, kelompok, dan struktur atau organisasi. Singkatnya, perilaku organisasi merupakan kajian terhadap apa yang dilakukan orang dalam organisasi dan bagaimana perilaku tersebut mempengaruhi kinerja organisasi tersebut. Tingkat analisis perilaku organisasi tersebut digambarkan sebagai berikut.
GambarTingkat Analisis Perilaku Organisasi(Tyson dan Jackson, 1992).
Dalam konteks analisis yang digambarkan tersebut, Tyson dan Jackson (1992) mengemukakan bahwa kajian perilaku organisasi didasarkan pada pentingnya memahami apa yang terjadi pada individu-individu dalam organisasi dan apa penyebab perilaku mereka. Dengan kata lain, perilaku organisasi berkaitan dengan ketergantungan: kinerja organisasi tergantung bagaimana kinerja kelompok kerja, sedangkan kinerja kelompok kerja tergantung pada kinerja individu.
Fokus kedua adalah perilaku organisasi sebagai kajian antar disiplin ilmu yang diarahkan untuk mempelajari sikap, perilaku, dan kinerja individu dalam organisasi (Daft, 2000). Sebagai suatu kajian antardisiplin, perilaku organisasi menggunakan konsep dan teori dari disiplin ilmu seperti psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, pendidikan dan juga manajemen serta disiplin ilmu lainnya. Konsep dan teori-teori tersebut penting artinya dalam membantu manajer memahami perilaku manusia dalam organisasi. Pemahaman terhadap perilaku manusia penting agar manajer mampu menerapkan pendekatan yang tepat dalam memberdayakan manusia bagi keefektifan organisasi.
B. Pendekatan Antardisiplin dalam Perilaku OrganisasiBerdasarkan fokus kedua Robbins (2003) mengemukakan bahwa perilaku organisasi merupakan ilmu terapan yang dibangun dengan dukungan sejumlah disiplin ilmu, seperti psikologi, sosiologi, psikologi sosial, antropologi, dan ilmu politik. Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mengukur, menjelaskan, dan mengubah perilaku manusia. Sumbangan terpenting dari ilmu psikologi terhadap perilaku organisasi adalah kajian tentang pembelajaran, motivasi, kepribadian, persepsi, pelatihan, keefektifan kepemimpinan, kepuasan kerja, pengambilan keputusan individu, penilaian kinerja, pengukuran sikap, seleksi karyawan, disain kerja, dan stres kerja.Sumbangan terpenting psikologi terhadap perilaku organisasi terutama berkaitan dengan tiga hal: motivasi, keefektifan kepemimpinan, dan stres kerja. Motivasi berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang menggerakkan individu. Dalam bidang pendidikan, motivasi menjadi kajian yang lebih kompleks lagi karena berkaitan dengan beragamnya status manusia di dalamnya seperti guru, siswa, kepala sekolah, dan personil lainnya.Konsep disiplin telah membantu organisasi dalam memahami motivasi manusia dalam organisasi. Seiring dengan perkembangan teori manajemen, juga terjadi perubahan dalam pendekatan motivasi. Perkembangan teori motivasi tersebut berawal dari pendekatan tradisional, pendekatan ekonomi, pendekatan sumber daya manusia hingga ke pendekatan kontemporer (Daft, 2000). Pandangan tradisional mengemu
kakan bahwa cara memotivasi seseorang diibaratkan dengan bagaimana keledai digerakkan.Menurut pendekatan ini, cara terbaik untuk memacu keledai adalah dengan mengikat wortel pada ujung cemeti dan menggoyang-goyangkannya di luar jangkauan keledai itu. Pemikian Frederick W. Taylor yang merupakan tokoh manajemen ilmiah menjadi landasan pendekatan ini. Taylor mengembangkan pola manajemen yang didasarkan atas prinsip-prinsip ilmiah untuk mencapai efisiensi organisasi. Berdasarkan hal tersebut, sistem penghargaan yang bersifat finansial diberikan bagi karyawan yang memiliki kinerja yang tinggi dan sebaliknya, hukuman diberikan kepada karyawan yang memiliki kinerja rendah. Pendekatan ini pada gilirannya menjadi dasar bagi pengembangan sistem penggajian yang membayar gaji karyawan secara ketat berdasarkan kuantitas dan kualitas hasil kerja mereka.Pendekatan ekonomi tidak cukup untuk menjelaskan motivasi karyawan. Penelitian Hawthorne oleh Elton Mayo mengungkapkan bahwa faktor-faktor nonekonomi seperti kerja sama, hubungan pribadi, dan kepaduan kelompok kerja jauh lebih penting daripada uang sebagai motivator perilaku kerja. Berdasarkan hal itu pendekatan ini memandang penting penciptaan kondisi-kondisi sosial yang mendukung di tempat kerja sebagai salah satu motivator karyawan. Pada perkembangan selanjutnya, pendekatan sumber daya manusia lahir untuk menggabungkan pendekatan ekonomi dan pendekatan hubungan manusia dalam upaya menjelaskan perilaku karyawan sebagai pribadi yang utuh. Pendekatan ini menganggap bahwa pendekatan sebelumnya cenderung memanipulasi karyawan melalui penghargaan ekonomi atau hubungan sosial. Menurut pendekatan sumber daya manusia, manusia merupakan pribadi yang kompleks dan karena itu dimotivasi oleh berbagai faktor. Manusia pada dasarnya suka bekerja tidak peduli ada tidaknya motivator.Perkembangan terakhir dari kajian motivasi kerja adalah pendekatan kontemporer. Pendekatan ini dipengaruhi oleh tiga tipe teori. Pertama, teori isi, yang menekankan pada analisis yang mendasari kebutuhan manusia. Teori isi memberikan pemahaman akan kebutuhan manusia dalam organisasi dan membantu manajer memahami bagaimana kebutuhan tersebut dapat dipuaskan di tempat kerja. Kedua, teori proses, yang memusatkan perhatian terhadap proses yang memengaruhi perilaku karyawan. Tipe teori ini memfokuskan perhatian pada bagaimana karyawan berupaya mendapatkan kepuasan di tempat kerja. Ketiga, teori penguatan, memfokuskan pada hasil perilaku karyawan sebagaimana diharapkan atau bagaimana perilaku yang ditunjukkan dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik.
C. Epektifitas KepemimpinanEfektifitas kepemimpinan menjadi salah satu tanggung jawab perilaku organisasi. Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi individu atau kelompok agar secara sadar dan secara harmonis bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Kata “sadar” menunjukkan bahwa kepemimpinan didasarkan oleh kerelaan dan bukan paksaan. Hal ini berbeda dengan kekuasaan yang diterima sebagai suatu keterpaksaan.
Pengakuan terhadap pentingnya variabel kepemimpinan dalam organisasi telah menjadi dasar analisis para ahli dari berbagai kalangan. Dari analisis itu terungkap pentingnya strategi kepemimpinan yang dirumuskan dalam berbagai bentuk perilaku kepemimpinan yang efektif. Teori kepemimpinan perilaku (Hersey & Blanchard, 1982) yang sudah lama dikenal misalnya, memandang kepemimpinan yang efektif (yang mendorong kinerja bawahan) adalah kepemimpinan yang memperhatikan dua aspek secara bersamaan: orientasi terhadap tugas dan orientasi terhadap manusia. Orientasi terhadap tugas melahirkan kepemimpinan yang memiliki visi yang jelas, tugas yang jelas dan sistem komunikasi yang permanen. Orientasi terhadap manusia melahirkan kepemimpinan kesejawatan; kemauan pemimpin mendengarkan suara hati
bawahan, memanusiakan bawahan dan mendorong partisipasi bawahan dalam berbagai aspek kehidupan organisasi. Banyak bukti menunjukkan bahwa penerapan kepemimpinan partisipatif meningkatkan komitmen bawahan terhadap tugas dan pada gilirannya meningkatkan kinerja mereka.Secara lebih spesifik, dimensi hubungan manusia dicirikan oleh tiga aspek: (1) pemimpin menyiapkan waktu untuk mendengarkan anggota kelompoknya, (2) pemimpin berkeinginan membuat perubahan, (3) pemimpin yang bersifat bersahabat dan dekat dengan bawahan. Dimensi tugas dicirikan oleh: (1) pemimpin yang selalu memberikan tugas kepada anggota kelompok, (2) pemimpin menetapkan standar dan peraturan yang harus diikuti oleh anggota kelompok, (3) pemimpin mengharapkan anggota untuk mengetahui apa yang diharapkan dari mereka. Perpaduan kedua dimensi perilaku tersebut menciptakan kombinasi perilaku kepemimpinan yang tergambar pada kuadran berikut.
(Tinggi)
Orientasi Hubungan Manusia
(Rendah) 1-9TinggiOrientasi Hubungan ManusiaRendahOrientasi Tugas9-9TinggiOrientasi Hubungan ManusiaTinggiOrientasi Tugas
RendahOrientasi Hubungan ManusiaRendahOrientasi Tugas1-1 RendahOrientasi Hubungan ManusiaTinggiOrientasi Tugas9-1
(Rendah) Orientasi Tugas (Tinggi)Gambar 2: Kombinasi Perilaku Kepemimpinan(Hersey dan Blanchard, 1982)
Berdasarkan kuadran tersebut, tampak bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin 9-9, yaitu yang tinggi pada dimensi hubungan manusia dan juga tinggi pada dimensi tugas. Perilaku kepemimpinan yang demikian sering juga disebut dengan perilaku kepemimpinan tim. Pemimpin yang kurang efektif adalah pemimpin 1-1, yaitu yang rendah pada kedua dimensi.Beberapa penulis lainnya juga mengemukakan strategi kepemimpinan. Farkas dan Backer (1996) mengembangkan gagasan tentang Maximum Leadership yang meliputi lima pendekatan: pendekatan strategik, pendekatan aset manusia, pendekatan keahlian, pendekatan kontrol, dan pendekatan agen perubahan. Stephen R. Covey (1991) juga mengembangkan strategi kepemimpinan yang disebut sebagai kepemimpin yang berprinsip (Principle Centered Leadership) yang salah satu strateginya adalah orientasi kepada pelanggan. Strategi ini juga diadaptasi oleh Blaine Lee (1997) dalam istilah Kekuasan yang Berperinsip (Principle-Centered Power). Kedua pendekatan ini mementingkan kapabilitas dan kebajikan dalam kepemimpinan.Paul Brich (1999) mengembangkan strategi Instant Leadership dengan 66 cara kekepimpinan yang praktis. Di luar dari hal-hal yang betul-betul praktis, terdapat strategi inti yang dikemukakannya yaitu bahwa pemimpin terbaik adalah orang yang memungkinkan terpenuhinya tuntutan yang tadinya dianggap mustahil dan kemudian menawarkan dukungan penuh yang tadinya dianggap tidak mungkin. Intinya, kepemimpinan berkaitan dengan tantangan dan dukungan.John C. Maxwell (1995) mengembangkan prinsip dasar kepemimpinan yang antara lain meliputi: penyusunan prioritas, integritas, menciptakan perubahan positif, pemecahan masalah, sikap positif, pengembangan aset manusia, wawasan, dan disiplin pribadi.Selain psikologi, yang ikut mempengaruhi perilaku organisasi adalah masalah stres kerja. Istilah stres kerja digunakan untuk menunjukkan keadaan tertekan yang di¬alarm individu yang disebabkan oleh kondisi atau situasi tertentu yang terjadi di ling¬kungan kerjanya. Istilah itu membedakannya dengan jenis stres hidup lainnya yang bersumber dari lingkungan keluarga dan lingkungan sosial (Robbins, 1990). Kontribusi itu terutama dalam menjelaskan konsep stres kerja yang didasarkan pada tiga pendekatan dalam mengkaji stres, yaitu: pendekatan fisiologik, pendekatan stimulus, dan pendekatan psikologik (Cox & Ferguson, 1991). Pendekatan fisiologik berpijak pada konsep stres yang dikemukakan oleh Selye. Selye (1985) mengemukakan bahwa stress adalah respon umum tubuh terhadap suatu tuntutan. Definisi itu, didasarkan pa¬da indikator obyektif seperti perubahan jasmani dan kimiawi yang muncul sesudah adanya tuntutan atau tekanan dari lingkungan.Menurut Selye, perubahan-perubahan itu terjadi dalam serangkaian reaksi fisiologik yang disebut The General Adaptation Syndrome atau Sindrom Adaptasi Umum yang terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap reaksi alarm, tahap perlawanan, dan tahap keletihan. Bila suatu situasi mengancam keamanan atau kesehatan individu, maka akan segera terjadi reaksi alarm. Jika indi¬vidu dapat bertahan, reaksi awal ini kemudian diikuti oleh tahap kedua, yaitu perla¬wanan terhadap situasi yang mengancam itu. Jika stres berkepanjangan, maka tahap keletihan akan terjadi, di mana kemampuan untuk mengatasi stres menurun. Tahap ini diikuti oleh munculnya penyakit biologis.Pendekatan stimulus menekankan perlunya diperhatikan peristiwa eksternal yang menyebabkan stres (Baron & Greenberg, 1990). Stimulus berupa peristiwa eks¬ternal yang menyebabkan munculnya tuntutan
terhadap individu untuk beradaptasi, mengatasi atau menyesuaikan diri (Sowa, dkk., 1986). Menurut pendekatan ini, ba¬nyak peristiwa eksternal yang potensial menyebabkan stres memiliki sifat-sifat beri¬kut: (1) mempunyai pengaruh yang sangat kuat sehingga bisa menyebabkan individu mengalami kelebihan beban fisik maupun mental, (2) potensial terhadap timbulnya keadaan yang tidak serasi pada individu, dan (3) berada di luar pengendalian individu (Baron & Greenberg, 1990).Pendekatan psikologik atau penilaian kognitif (cognitive appraisal) diilhami oleh pemikiran Lazarus dan kawan-kawan yang memperkenalkan teori kognitif da¬lam mengkaji fenomena stres. Aspek kunci dari pendekatan itu adalah "penilaian kognitif individu.” Menurut Lazarus dan Folkman (1986), stres merupakan "a rela¬tionship with the environment that the person appraises as significant for his or her well-being and in which the demands tax or exceed available coping resources" (h. 63).Penilaian kognitif meliputi dua dimensi: penilaian primer dan penilaian se¬kunder (Cox & Ferguson, 1991). Penilaian primer berkenaan dengan penilaian indi¬vidu untuk menentukan apakah suatu stimulus atau situasi membahayakan, meng¬ancam, atau menantang, sedangkan penilaian sekunder berkenaan dengan penilaian individu terhadap kemampuannya mengatasi stimulus tersebut. Dari perspektif itu stres terjadi manakala terdapat ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian yang sangat berarti antara persepsi individu terhadap suatu tuntutan yang dihadapinya dan ke¬mampuannya mengatasi tuntutan tersebut. Dengan kata lain stres terjadi apabila in¬dividu merasakan: (1) bahwa suatu situasi atau tuntutan mengancam tujuan penting individu, dan (2) bahwa individu tidak mampu mengatasi situasi potensial tersebut (Lazarus & Folkman, 1986).Pendekatan itu juga memandang bahwa suatu situasi yang terjadi dapat me¬nimbulkan reaksi stres yang berbeda pada setiap individu (Cox & Ferguson, 1991). Perbe¬daan reaksi stres ini disebabkan oleh pengaruh perbedaan individu dalam proses pe¬nilaian kognitif yang terjadi dalam dua rangkaian penilaian. Pertama, dalam penilaian primer, perbedaan individu berperan dalam hubungannya dengan persepsi individu terhadap tuntutan dan tekan¬an pekerjaan. Kedua, dalam penilaian sekunder, kemampuan individu dalam meng¬atasi tuntutan tersebut bervariasi. Secara rinci, Fletcher (1991) mengemukakan bah¬wa terjadinya perbedaan reaksi atau respon stres pada setiap individu disebabkan oleh: (1) perbedaan keadaan individu, (2) perbedaan dalam melihat dunia, dan (3) perbedaan kecondongan (bias) dan sistem fungsional individu.Dengan menggunakan pendekatan penilaian kognitif tersebut saya telah melakukan penelitian untuk mengetahui fenomena stres kerja guru (Arismunandar, 1998, 2003). Kesimpulan-kesimpulan penelitian tersebut menunjukkan hal-hal sebagai berikut.a. Sumber-sumber stres kerja yang seringkali dihadapi guru adalah: (1) potongan gaji, (2) kenaikan pangkat/jabatan yang tertunda, (3) siswa yang berperilaku buruk, (4) konflik dengan personil lain, (5) lingkungan sekolah yang terlalu bising, dan (6) kurangnya motivasi, perhatian, dan respon siswa terhadap pelajaran.b. Persentase guru di Sulawesi Selatan yang mengalami stres serius (tinggi dan sangat tinggi) cukup besar, yaitu 30,27 persen, sedangkan guru yang mengalami stres kerja sedang sebesar 48,11 persen dan yang mengalami stres kerja kurang serius hanya 21,62 persen. c. Stres kerja berpengaruh terhadap kinerja guru. Pengaruh stres kerja tersebut terjadi dalam mekanisme berikut: stres kerja yang berada pada level sedang dapat meningkatkan kinerja individu (Davis & Newstrom, 1989). Stres kerja yang serius dan kurang serius tidak meningkatkan kinerja individu.d. Individu yang lebih muda, wanita, memiliki perilaku tipe A, individu yang memiliki dukungan sosial rendah, dan individu yang memiliki lokus kendali eksternal mengalami stres lebih tinggi dibanding mereka y
ang berusia tua, pria, individu tipe B, yang memiliki dukungan sosial tinggi, dan yang memiliki lokus kendali internal.
D. Kepemimpinan Kepala SekolahSebagaimana sekolah dipahami sebagai suatu organisasi, kepemimpinan dan manajemen menjadi menarik untuk kaji. Sebagai suatu organisasi, sekolah memerlukan tidak hanya seorang manajer untuk mengelola sumber daya sekolah, yang lebih banyak berkonsentrasi pada permasalahan anggaran dan persoalan adminstratif lainnya, melainkan juga memerlukan pemimpin yang mampu menciptakan sebuah visi dan mengilhami staf dan semua komponen individu yang terkait dengan sekolah. Wacana ini mengimplikasikan bahwa baik pemimpin maupun manajer diperlukan dalam pengelolaan sekolah.Berbeda dengan organisasi lain, sekolah merupakan bentuk organisasi moral, yang berbeda dengan bentuk organisasi lainnya, terutama yang berorientasi pada keuntungan (laba). Sebagai suatu organisasi, menurut Rumtini Iksan (http://www.depdiknas.go.id: 2005) kesuksesannya tidak hanya ditentukan oleh kepala sekolah melainkan juga oleh tenaga kependidikan lainnya dan proses sekolah itu sendiri. Hal tersebut membawa konsekuensi logis bahwa kepala sekolah berkewajiban mengkoordinasikan ketenagaan di sekolah untuk menjamin terimplementasikannya peraturan dan perundangan sekolah. Dalam perannya tersebut, kepala sekolah dapat berfungsi sebagai motivator, direktur, dan evaluator.Kepala sekolah adalah pemimpin pada satu lembaga satuan pendidikan. Tanpa kehadiran kepala sekolah proses pendidikan termasuk pembelajaran tidak akan berjalan efektif. Kepala sekolah adalah pemimpin yang proses keberadaannya dapat dipilih secara langsung, ditetapkan oleh yayasan, atau ditetapkan oleh pemerintah. Menurut Awaludin Hamzah (http://www.pikiran-rakyat.com: 25 Oktober 2004) Ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi kepala sekolah yaitu : 1. Aspek Akseptabilitas Akseptabilitas adalah aspek mengandalkan dukungan riil dari komunitas yang dipimpinnya. Seorang kepala sekolah harus mendapat dukungan dari guru-guru dan karyawan lembaga yang bersangkutan sebagai komunitas formal yang dipimpinnya. Dukungan ini juga secara nonformal harus mendapat pula dari masyarakat pendidikan termasuk komite sekolah sebagai wadah organisasi orang tua/wali siswa. Seorang kepala sekolah sah menjadi pemimpin apabila mendapat dukungan riil dari masyarakat yang dipimpinnya, hal ini untuk memudahkan kinerja tugas serta menghindarkan dari sikap apriori atau pembangkangan dari yang dipimpinnya. Sesungguhnya jika seseorang yang memimpin tidak dikehendaki oleh yang dipimpin akan menimbulkan ketidakserasian dalam pelaksanaan tugas. Aspek akseptabilitas ini dalam teori organisasi disebut legitimasi (pengakuan) yakni kelayakan seorang pemimpin untuk diakui dan diterima keberadaannya oleh mereka yang dipimpin. Untuk mendapatkan legitimasi, sebaiknya kepala sekolah dipilih langsung oleh guru-guru. Hanya orang yang dipilih melalui proses pemilihan seperti ini biasanya seorang pemimpin mendapat dukungan yang nyata. Tentunya melalui tahapan seleksi yang ketat tidak asal memilih. Kepemimpinan seperti ini akan memiliki legitimasi yang sangat kuat jika melalui proses pemilihan langsung yang dilaksanakan secara adil, jujur, dan transparan.
2. Aspek kapabilitas Aspek kapabilitas menyangkut kompetensi (kemampuan) untuk menjalankan kepemimpinan. Untuk menjadi kepala sekolah tidak hanya cukup mendapat pengakuan dari guru-guru sebagai pendukungnya tapi juga harus memiliki kemampuan memimpin. Selain itu, memiliki kemampuan dalam mengelola sumber daya yang ada dari orang-orang yang dipimpinnya agar tidak menimbulkan konflik. Kapabilitas ini sangat diperlukan bagi seorang kepala sekolah, melalui pengalaman yang cukup memadai serta pengetahuan mengenai manajemen sekolah dan pendidikan lainnya. Apabila kepala sekolah tidak memiliki kemampuan dalam mengelola dapat dipastikan lembaga yang dipimpinnya tidak akan berjalan efektif dan ada kemungkinan berantakan. Konflik biasanya muncul karena adanya berbagai kepentingan dan gagasan yang kurang terakomodasi dengan sempurna. Apabila konflik ini dikelola dengan baik serta mengakomodasi hal-hal yang secara realistis dapat dilaksanakan, akan melahirkan sebuah kesepakatan dan pemahaman yang akan terasa elok apabila dilaksanakan secara bersama dengan penuh tanggung jawab.3. Aspek integritas Aspek integritas adalah sebuah persyaratan yang sempurna apabila aspek akseptabilits dan kapabilitas terpenuhi. Dengan persyaratan ini seorang kepala sekolah dapat menghasilkan produk kepemimpinan yang sempurna dan diterima oleh khalayak. Secara sederhana, integritas artinya komitmen moral dan berpegang teguh terhadap aturan main yang telah disepakati sesuai dengan peraturan dan norma yang semestinya berlaku. Faktor ini akan menentukan wibawa dan tidaknya seorang kepala sekolah. Suatu penghargaan akan diberikan terhadap seorang pemimpin apabila memegang teguh janjinya serta komitmennya terhadap sesuatu yang telah disepakatinya. Jadi, integritas adalah menyangkut konsistensi dalam memegang teguh aturan main atau norma-norma yang berlaku di dunia pendidikan.Selain tiga persyaratan tersebut, kepala sekolah sebagai seorang manajer di lembaga pendidikan juga harus memiliki tiga kecerdasan pokok, yaitu : kecerdasan profesional, kecerdasan personal dan kecerdasan manajerial agar dapat bekerja sama dan mengerjakan sesuatu dengan orang lain. Rosyada (2004:240-242) mengklasifikasikan kemampuan manajerial yang harus dipertimbangkan sebagai langkah awal mengerjakan berbagai tugas manajerial, yaitu :a. Kemampuan mencipta, yang meliputi : selalu mempunyai ide-ide bagus, selalu memperoleh solusi-solusi untuk berbagai problem yang biasa dihadapi, mampu mengantisipasi berbagai konsekuensi dari pelaksanaan berbagai keputusan dan mampu mempergunakan kemampuan berfikir imajinatif (lateral thingking) untuk menghubungkan sesuatu dengan yang lainnya yang tidak bisa muncul dari analisis dan pemikiran-pemikiran empirik.b. Kemampuan membuat perencanaan, yang meliputi : mampu menghubungkan kenyataan sekarang dan hari esok, mampu mengenali apa-apa yang penting saat itu dan apa-apa yang benar-benar mendesak, mempu mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan mendatang, dan mampu melakukan analisis.c. Kemampuan mengorganisasi, yang meliputi : mampu mendistribusikan tugas dan tanggung jawab yang adil, mampu membuat putusan secara tepat, selalu bersikap tenang dalam menghadapi kesulitan, mampu mengenali pekerjaan itu sudah selesai dan sempurna dikerjakan.d. Kemampuan berkomunikasi, yang meliputi: mampu memahami orang lain, mampu dan mau mendengarkan orang lain, mampu menjelaskan sesuatu pada orang lain, mampu berkomunikasi melalui tulisan,
mampu membuat orang lain berbicara, mampu mengucapkan terima kasih pada orang lain , selalu mendorong orang lain untuk maju dan selalu mengikuti dan memanfaatkan tekhnologi informasi.e. kemampuan memberi motivasi, yang meliputi : mampu memberi inspirasi pada orang lain, nyampaikan tantangan yang realistis, membantu orang lain untuk mencapai tujuan dan target, membantu orang lain untuk menilai kontribusi dan pencapaiannya sendiri.f. Kemampuan melakukan evaluasi, yang meliputi : mampu membandingkan antara hasil yang dicapai dengan tujuan, mampu melakukan evaluasi diri, mampu melakukan evaluasi terhadap pekerjaan orang lain, dan mampu melakukan tindakan pembenaran saat diperlukan.
BAB IIIKESIMPULAN
Tujuan kajian perilaku organisasi pada dasarnya ada tiga, yaitu menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan perilaku manusia. Robbins (2002). Menjelaskan, kajian perilaku organisasi berupaya mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku seseorang atau kelompok. Penjelasan terhadap suatu fenomena dalam manajemen merupakan hal penting karena membantu para manajer atau pemimpin tim dalam melakukan sasaran lain yaitu mengendalikan situasi penyebab perilaku individu atau kelompok kerja tersebut.Sasaran kedua, yaitu meramalkan berarti perilaku organisasi membantu memprediksi kejadian organisasi di masa mendatang. Pengetahuan terhadap faktor-faktor penyebab munculnya perilaku individu atau kelompok membantu manajer meramalkan akibat-akibat dari suatu program atau kebijakan organisasi. Hal ini membantu melakukan pengendalian preventif terhadap perilaku individu dan kelompok dalam organisasi.Sasaran ketiga yaitu mengendalikan mengandung arti bahwa perilaku organisasi menawarkan berbagai strategi dalam mengarahkan perilaku individu atau kelompok. Berbagai strategi kepemimpinan, motivasi, dan pengembangan tim kerja yang efektif merupakan contoh-contoh dalam mengarahkan perilaku individu dan kelompok.Berhasil atau tidaknya organisasi mencapai visi dan misinya juga dipengaruhi oleh perilaku kepemimpinan dalam organisasi seperti: “membuat keputusan, menetapkan sasaran, memilih dan mengembangkan personalia, mengadakan komunikasi, memberikan motivasi, dan mengawasi pelaksanaan manajemen”.Wallohu alam bissowab.
MAKALAH PERILAKU ORGANISASI“KEPRIBADIAN DAN EMOSI”
DISUSUN OLEH:
I NYOMAN ARIYASA ( 10.0123.04.0.506 )
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MAHENDRADATTA
LP2M PANCASARI
2012
Kata PengantarOm swastiastu,
Puji syukur kita panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan yang maha Esa karena
berkat rahmat Beliaulah penyusun dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “ Kepribadian Dan Emosi”
ini tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk tujuan akademis dan menunjang perkuliahan serta
disusun secara sistematis agar mempermudah mahasiswa dalam memahami materi yang disajikan
didalamnya.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami mengucapkan Terimakasih kepada semua pihak dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kehidupan serta perkembangan ilmu pengetahuan serta mampu menjadi acuan dalam
mata kuliah bersangkutan.
Om santih, santih, santih om
Pancasari, Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL………………………………………………. i
KATA PENGANTAR ……………………………………………. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………. 4
1.1 Latar Belakang …………………………………………….. 4
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………… 5
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………. …….. 5
1.4 Manfaat Penulisan…………………………………………. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………. 6
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………… …….. 9
3.1 Definisi Kepribadian………………………………………. 9
3.2 Faktor Penentu Kepribadian……………………………… 10
3.3 Ciri – ciri Kepribadian……………………………………. 11
3.4 Kepribadian Utama yang Mempengaruhi Prilaku Organisasi 13
3.5 Kepribadian dan Budaya Nasional……………………… 15
3.6 Mencapai Kecocokan Kepribadian……………………… 15
3.7 Definisi Emosi……………………………………………. ……. 16
3.8 Dimensi Emosi……………………………………………. ……. 17
3.9 Jenis Kelamin dan Emosi……………………………….. 18
4.0 Batasan Eksternal Terhadap Emosi……………………. 18
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN…………………………… 19
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. ……. 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Studi prilaku organisasi adalah telaah tentang pribadi dan dinamika kelompok dan
konteks organisasi, serta sifat organisasi itu sendiri. Setiap kali orang berinteraksi dalam organisasi,
banyak faktor yang ikut bermain. Studi organisasi berusaha untuk memahami dan menyusun model-
model dari faktor-faktor ini.
Seperti halnya dengan semua ilmu sosial, perilaku organisasi berusaha
untuk mengontrol, memprediksikan, dan menjelaskan. Namun ada sejumlah kontroversi mengenai
dampak etis dari pemusatan perhatian terhadap perilaku pekerja. Karena itu, perilaku organisasi (dan
studi yang berdekatan dengannya, yaitu psikologi industri) kadang-kadang dituduh telah menjadi alat
ilmiah bagi pihak yang berkuasa. Terlepas dari tuduhan-tuduhan itu, Perilaku Organisasi dapat
memainkan peranan penting dalam perkembangan organisasidan keberhasilan kerja, yang
diantaranya membahas tentang Kepribadian dan Emosi, kedua hal tersebut sangat berkaitan erat dengan
prilaku organisasi.
Kepribadian dan emosi akan mempengaruhi individu didalam sebuah organisasi. Maka dari itu sangat
diperlukan seseorang untuk tahu dan mengerti apa itu kepribadian dan emosi baik dari segi pengertian,
ciri – ciri, dll. Dengan penguasaan materi tentang Kepribadian dan Emosi ini diharapkan setiap individu
akan bisa menempatkan dirinya didalam sebuah organisasi setelah menguasai materi tersebut.
Keberhasilan sebuah organisasi sangat ditentukan oleh setiap individu di dalamnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah definisi dari Kepribadian dan emosi, ciri – ciri, dimensi emosi, serta pengaruhnya
terhadap prilaku dalam organisasi ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari Kepribadian dan emosi secara psikologis maupun definisi sehari
harinya, ciri – ciri, atribut kepribadian utama yang mempengaruhi prilaku oraganisasi, serta mengetahui
kepribadian dan budaya nasional.
1.3.2 Untuk mengetahui dimensi dimensi emosi dan batas ekternal emosi terhadap prilaku
organisasi.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaatnya untuk Mahasiswa adalah sebagai panduan atau tunjangan dalam mata kuliah
Prilaku organisasi.
1.4.2 Manfaatnya Untuk Fakultas adalah sebagai tambahan karya tulis untuk memperkaya materi
mengenai Prilaku Organisasi.
1.4.3 Manfaatnya untuk Masyarakata dan dunia kerja, jika seseorang telah mengerti apa itu
kepribadian dan emosi dan tau cara mengendalikannya dalam dunia organisasi maka akan sangat
berguna untuk kemajuan sebuah perusahaan dan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Perilaku Organisasi
Menurut Thoha (2007:5) perilaku organisasi merupakan suatu studi yang menyangkut aspek-aspek
tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu.
Menurut Duncan dalam Thoha (2007:5) hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam suatu perilaku
organisasi adalah sebagai berikut:
a) Studi perilaku organisasi termasuk didalamnya bagian-bagian yang relevan dari semua ilmu
tingkah laku yang berusaha menjelaskan
b) Tindakan-tindakan manusia didalam organisasi.
c) Perilaku organisasi sebagaiman suatu disiplin ilmu mengenai bahwa individu dipengaruhi oleh
bagaimana pekerjaan diatur adan siapa yang bertanggung jawab untuk pelaksanaannya.
d) Walaupun dikenal adanya keunikan pada individu, namun perilaku organisasi masih memusatkan
pada kebutuhan manajer untuk menjamin bahwa keseluruhan tugas pekerjaan yang bisa dijalankan.
2.2 Pengertian Kepribadian
Kepribadian merupakan pola khas seseorang dalam berpikir, merasakan dan berperilaku yang relatif
stabil dan dapat diperkirakan (Dorland, 2002). Kepribadian juga merupakan jumlah total kecenderungan
bawaan atau herediter dengan berbagai pengaruh dari lingkungan serta pendidikan, yang membentuk
kondisi kejiwaan seseorang dan mempengaruhi sikapnya terhadap kehidupan (Weller, 2005).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepribadian meliputi segala corak perilaku
dan sifat yang khas dan dapat diperkirakan pada diri seseorang, yang digunakan untuk bereaksi dan
menyesuaikan diri terhadap rangsangan, sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan
fungsional yang khas bagi individu itu.
2.3 Pengertian Emosi
Istilah emosi menurut Daniel Goleman (1995), seorang pakar kecerdasan emosional, yang diambil dari
Oxford English Dictionary memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan,
nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa emosi
merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis,
dan serangkaian kecendrungan untuk bertindak.
Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi adalah sebagai suatu keadaan yang
terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari
perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan, parasaan (feelings) adalah
pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam
keadaan jasmaniah.
Menurut Crow & Crow (1958), emosi adalah “an emotion, is an affective experience that accompanies
generalized inner adjustment and mental and physiological stirredup states in the individual, and that
shows it self in his evert behaviour”. Jadi, emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh
perubahan-perubahan fisik. Menurut Hurlock (1990), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu:
a. Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu
mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara social atau membebaskan diri dari energi
fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial.
b. Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar memahami seberapa banyak kontrol yang
dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat
c. Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha menilai situasi secara kritis
sebelum meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut
Kematangan emosi (Wolman dalam Puspitasari, 2002) dapat didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai
oleh perkembangan emosi dan pemunculan perilaku yang tepat sesuai dengan usia dewasa dari pada
bertingkahlaku seperti anak-anak. Semakin bertambah usia individu diharapkan dapat melihat segala
sesuatunya secara obyektif, mampu membedakan perasaan dan kenyataan, serta bertindak atas dasar
fakta dari pada perasaan.
Menurut Kartono (1988) kematangan emosi sebagai kedewasaan dari segi emosional dalam artian
individu tidak lagi terombang ambing oleh motif kekanak- kanakan. Chaplin (2001) menambahkan
emosional maturity adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan
emosi dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang tidak
pantas.
Smith (1995) mendefinisikan kematangan emosi menghubungkan dengan karakteristik orang yang
berkepribadian matang. Orang yang demikian mampu mengekspresikan rasa cinta dan takutnya secara
cepat dan spontan. Sedangkan pribadi yang tidak matang memiliki kebiasaan menghambat perasaan-
perasaannya. Sehingga dapat dikatakan pribadi yang matang dapat mengarahkan energi emosi ke
aktivitas-aktivitas yang sifatnya kreatif dan produktif. Senada dengan pendapat di atas Covey (dalam
Puspitasari, 2002) mengemukakan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan untuk
mengekspresikan perasaan yang ada dalam diri secara yakin dan berani, diimbangi dengan
pertimbangan-pertimbangan akan perasaan dan keyakinan individu lain.
Menurut pandangan Skinner (1977) esensi kematangan emosi melibatkan kontrol emosi yang berarti
bahwa seseorang mampu memelihara perasaannya, dapat meredam emosinya, meredam balas dendam
dalam kegelisahannya, tidak dapat mengubah moodnya, tidak mudah berubah pendirian. Kematangan
emosi juga dapat dikatakan sebagai proses belajar untuk mengembangkan cinta secara sempurna dan
luas dimana hal itu menjadikan reaksi pilihan individu sehingga secara otomatis dapat mengubah emosi-
emosi yang ada dalam diri manusia (Hwarmstrong, 2005).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu respons terhadap suatu perangsang
yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung
kemungkinan untuk meletus.
BAB IIIPEMBAHASAN
3.1 Definisi KepribadianKepribadian adalah keseluruhan cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu
lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh
seseorang.
3.1.1 Kepribadian menurut pengertian sehari-hari
Disamping itu kepribadian sering diartikan dengan ciri-ciri yang menonjol pada diri individu, seperti
kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada orang supel diberikan
atribut “berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan, pengecut, dan semacamnya diberikan
atribut “tidak punya kepribadian”.
3.1.2 Kepribadian menurut psikologiBerdasarkan penjelasan Gordon Allport tersebut kita dapat melihat bahwa kepribadian sebagai suatu
organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan sekaligus proses. Jadi,
kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. Secara eksplisit Allport menyebutkan, kepribadian
secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan.
Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner
Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari
studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap
lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu
sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964)
mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral
maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional,
frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan
tuntutan (norma) lingkungan.
3.2 Faktor Penentu Kepribadian
3.2.1 Faktor keturunan
Keturunan merujuk pada faktor genetis seorang individu. Tinggi fisik, bentuk wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi dan irama biologis adalah karakteristik yang
pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara substansial, dipengaruhi oleh siapa orang tua dari individu tersebut, yaitu komposisi biologis, psikologis, dan psikologis bawaan dari individu.
Terdapat tiga dasar penelitian yang berbeda yang memberikan sejumlah kredibilitas terhadap argumen
bahwa faktor keturunan memiliki peran penting dalam menentukan kepribadian seseorang. Dasar
pertama berfokus pada penyokong genetis dari perilaku dan temperamen anak-anak. Dasar kedua
berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir. Dasar ketiga meneliti
konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai situasi. Penelitian terhadap
anak-anak memberikan dukungan yang kuat terhadap pengaruh dari faktor keturunan. Bukti
menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaan malu, rasa takut, dan agresif dapat dikaitkan dengan
karakteristik genetis bawaan. Temuan ini mengemukakan bahwa beberapa sifat kepribadian mungkin
dihasilkan dari kode genetis sama yang memperanguhi faktor-faktor seperti tinggi badan dan warna
rambut.
Para peneliti telah mempelajari lebih dari 100 pasangan kembar identik yang dipisahkan sejak lahir dan
dibesarkan secara terpisah. Ternyata peneliti menemukan kesamaan untuk hampir setiap ciri perilaku,
ini menandakan bahwa bagian variasi yang signifikan di antara anak-anak kembar ternyata terkait
dengan faktor genetis. Penelitian ini juga memberi kesan bahwa lingkungan pengasuhan tidak begitu
memengaruhi perkembangan kepribadian atau dengan kata lain, kepribadian dari
seorang kembar identik yang dibesarkan di keluarga yang berbeda ternyata lebih mirip dengan
pasangan kembarnya dibandingkan kepribadian seorang kembar identik dengan saudara-saudara
kandungnya yang dibesarkan bersama-sama.
3.2.2 Faktor lingkungan
Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter adalah lingkungan dimana seseorang tumbuh dan dibesarkan norma dalam keluarga, teman, dan kelompok sosial, dan pengaruh-pengaruh lain yang seorang manusia dapat alami. Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian seseorang. Sebagai contoh, budaya membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu sehingga ideologi yang secara intens berakar di suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh pada kultur yang lain. Misalnya, orang orang Amerika Utara memiliki semangat ketekunan, keberhasilan, kompetisi, kebebasan, dan etika kerja Protestan yang terus tertanam dalam diri mereka melaluibuku, sistem sekolah, keluarga, dan teman, sehingga orang-orang tersebut cenderung ambisius dan agresif bila dibandingkan dengan individu yang dibesarkan dalam budaya yang menekankan hidup bersama individu lain, kerja sama, serta memprioritaskan keluarga daripada pekerjaan dan karier.
3.3 Ciri – ciri KepribadianSemakin konsisten karakteristik individu dan semakin sering terjadi dalam berbagai situasi, maka
semakin penting ciri-ciri itu untuk menggambarkan individu.
1. a. Pencarian awal atas ciri-ciri primer : Ada 16 ciri-ciri yang dianggap sebagai sumber perilaku yang konstan dan mantap yaitu : pendiam – ramah, kurang cerdas – lebih cerdas, dipengaruhi oleh perasaan – stabil secara emosional, penurut – dominan, serius – tak kenal susah, bijaksana – berhati-hati, malu-malu – suka bertualang, keras – sensitif, percaya – curiga, praktis – imaginatif, jujur – lihai, yakin – ragu-ragu, konservatif, suka bereksperimen, tergantung kelompok – mandiri, tak terkendali – terkendali, santai – tegang.
2. b. The Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) : adalah salah satu kerangka kerja kepribadian dengan 100 pertanyaan yang menanyakan kepada orang bagaimana mereka biasanya bertindak atau merasa dalam situasi tertentu. Individu pada akhirnya akan diklasifikasikan sebagai ekstrovet (E) dan intovert (I), sensing (S) atau intuitif (N), berpikir (T) atau merasa (F), dan memahami (P) atau menilai (J). Hasilnya nanti akan dirangkai seperti misalnya INTJ dalah kaum visioner, ESTJ adalah pengorganisasi, ENTP adalah pengagas, dllnya.
3. c. Model lima besar : adalah 5 dimensi dasar hasil riset terbaru yang melandasi semua ciri dan meliputi sebagian besar variasi yang signifikan dalam kepribadian manusia, yaitu :
a. Ekstraversi : mencakup tingkat kesenangan seseorang akan hubungan. Orang yang ekstravert akan
cenderung suka berkelompok, tegas, dan mampu bersosialisasi. Kaum introvert cenderung pendiam,
malu-malu, dan tenang.
b. Kemampuan untuk bersepakat : merujuk pada kecennderungan untuk tunduk pada orang lain. Orang
yang skornya tinggi akan kooperatif, hangat, dan percaya. Sedangkan yang rendah akan dingin, tidak
mampu bersepakat, dan antagonistik.
c. Sifat mendengarkan suara hati : merupakan ukuran dari keandalan. Orang yang peka terhadap suara
hati akan bertanggung jawab, terorganisir, dapat dipercaya, dan gigih. Sedangkan yang sebaliknya akan
mudah bingung, tidak terorganisir, dan tidak handal.
d. Stabilitas emosional : merujuk pada kemampuan untuk bertahan terhadap stress. Orang yang skornya
tinggi akan cenderung tenang, percaya diri, dan aman. Yang sebalinya akan cenderung gelisah, cemas,
gugup, tertekan, dan tidak aman.
e. Keterbukaan terhadap pengalaman : merujuk pada kisaran minat individual dan kekaguman terhadap
hal baru. Orang yang terbuka akan kreatif, ingin tahu, dan sensitif secara artistik. Sedangkan yang
sebaliknya akan konvensional dan menemukan kenyamanan dalam keakraban.
Penelitian atas kredibilitas Lima Besar ini menghasilkan sejumlah besar bukti bahwa individu yang dapat
dipercaya, andal, hati-hati, teliti, mampu membuat rencana, terorganisasi, kerja keras, gigih, dan
berorientasi pada prestasi cenderung memilki jabatan yang lebih tinggi dalam sebagian besar atau
semua kedudukan.
3.4 Kepribadian Utama Yang Mempengaruhi Prilaku Organisasi
3.4.1 Evaluasi inti diri
Evaluasi inti diri adalah tingkat di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka sendiri,
apakah mereka menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apakah mereka merasa memegang
kendali atau tidak berdaya atas [lingkungan]] mereka. Evaluasi inti diri seorang individu ditentukan oleh
dua elemen utama: harga diri dan lokus kendali. Harga diri didefinisikan sebagai tingkat menyukai diri
sendiri dan tingkat sampai mana individu menganggap diri mereka berharga atau tidak berharga sebagai
seorang manusia.
3.4.2 Machiavellianisme
Machiavellianisme adalah tingkat di mana seorang individu pragmatis, mempertahankan jarak emosional,
dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses. Karakteristik kepribadian Machiavellianisme berasal
dari nama Niccolo Machiavelli, penulis pada abad keenam belas yang menulis tentang cara mendapatkan
dan menggunakan kekuasaan.
3.4.3 Narsisisme
Narsisisme adalah kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri yang berlebihan,
membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri. Sebuah penelitian mengungkap
bahwa ketika individu narsisis berpikir mereka adalah pemimpin yang lebih baik bila dibandingkan
dengan rekan-rekan mereka, atasan mereka sebenarnya menilai mereka sebagai pemimpin yang lebih
buruk. Individu narsisis seringkali ingin mendapatkan pengakuan dari individu lain dan penguatan atas
keunggulan mereka sehingga individu narsisis cenderung memandang rendah dnegan berbicara kasar
kepada individu yang mengancam mereka. Individu narsisis juga cenderung egoisdan eksploitif, dan
acap kali memanfaatkan sikap yang dimiliki individu lain untuk keuntungannya.
3.4.4 Pemantauan diri
Pemantauan diri adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya dengan faktor
situasional eksternal. Individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi menunjukkan kemampuan
yang sangat baik dalam menyesuaikan perilaku dengan faktor-faktor situasional eksternal. Bukti
menunjukkan bahwa individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi cenderung lebih memerhatikan
perilaku individu lain dan pandai menyesuaikan diri bila dibandingkan dengan individu yang memiliki
tingkat pemantauan diri yang rendah.
3.4.5 Kepribadian tipe A
Kepribadian tipe A adalah keterlibatan secara agresif dalam perjuangan terus-menerus untuk mencapai
lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit dan melawan upaya-upaya yang menentang dari orang atau
hal lain. Dalam kultur Amerika Utara, karakteristik ini cenderung dihargai dan dikaitkan secara positif
dengan ambisi dan perolehan barang-barang material yang berhasil. Karakteristik tipe A adalah:
1. selalu bergerak, berjalan, dan makan cepat;A. merasa tidak sabaran;B. berusaha keras untuk melakukan atau memikirkan dua hal pada saat yang
bersamaan;C. tidak dapat menikmati waktu luang;D. terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah
hal yang bisa mereka peroleh.
3.4.6 Kepribadian proaktif
Kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak, dan tekun
hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Pribadi proaktif menciptakan perubahan positif daalam
lingkungan tanpa memedulikan batasan atau halangan.
3.5 Kepribadian Dan Budaya Nasional
Tidak ada tipe kepribadian umum untuk satu negara tertentu. Namun budaya suatu negara
mempengaruhi karakteristik yang dominan dari penduduknya, Ini dapat dilihat dengan memperhatikan
lokus kendali dan kepribadian tipe A. Misalnya saja, dalam budaya seperti Amerika Utara, orang percaya
bahwa mereka dapat mendominasi lingkungan mereka, sebaliknya dengan orang-orang di Timur Tengah.
Hal ini menyebabkan proporsi orang-orang internal dalam angkatan kerja Amerika lebih besar daripada
angkatan kerja Arab saudi dan Iran.
Sedangkan kepribadian tipe A akan paling banyak di negara-negara kapitalis, misalnya Amerika dan
Kanada, dimana prestasi dan keberhasilan material sangat dihargai. Sementara dinegara seperti Swedia
dan Prancis tidak.
3.6 Mencapai Kecocokan Kepribadian
Kecocokan orang dengan pekerjaan adalah mencocokkan enam tipe kepribadian dan
mengemukakan bahwa kecocokkan antara tipe kepribadian dan lingkungan kedudukan menentukan
kepuasan dan keluar masuknya karyawan. Teori ini dikemukakan oleh John Holland, tipe-tipenya antara
lain :
a. Realistis : menyukai kegiatan fisik yang menuntut ketrampilan, kekuatan, dan koordinasi. Karakternya
adalah pemalu, tahan, stabil, mudah menyesuaikan diri, dan praktis.
b. Investigatif : menyukai kegiatan yang mencakup pemikiran, pengorganisasian, dan pemahaman.
Karakternya adalah analitis, asli, ingin tahu, dan independen.
c. Sosial : menyukai kegiatan yang mencakup membantu dan mengembangkan yang lain. Karakternya
adalah mampu bergaul, bersahabat, kooperatif, dan memahami.
d. Konvensional : menyukai kegiatan yang diatur dengan peraturan, jelas, dan tidak bersifat mendua.
Karakternya adalah mudahmenyesuaikan diri, efisien, praktis, tidak imaginatif, tidak luwes.
e. Enterprising : menyukai kegiatan verbal dimana ada peluang untuk mempengaruhi yang lai dan
mendapatkan kekuasaan. Karakternya adalah percaya diri, ambisi, energetik, dan mendominasi.
f. Artistik : menyukai kegiatan yang bersifat mendua dan tidak sistematik, yang memungkinkan ekspresi
yang kreatif. Karakternya adalah imaginatif, tidak teratur, idealistis, emosional, dan tidak praktis.
Teori ini mengatakan bahwa kepuasan paling tinggi berarti keluar masuknya karyawan paling rendah bila
kepribadian dan kedudukan/jenis pekerjaannya sesuai.
Kecocokan organisasi-orang : yaitu bahwa orang meninggalkan pekerjaan yang tidak cocok dengan
kepribadiannya.
3.7 Defini EmosiSebuah organisasi yang berjalan baik adalah organisasi yang berhasil meniadakan frustasi, takut, marah,
benci, marah, gembira, dls. Emosi-emosi tersebut adalah antithesis dari rasionalitas. Beberapa emosi,
terutama bila ditampilkan pada saat yang salah, dapat mengurangi kinerja karyawan. Namun realitasnya
tetap saja bahwa karyawan membawa serta satu komponen emosi bersama mereka ke tempat kerjanya
dan tidak ada studi yang komprehensif tanpa mempertimbangkan peran dari emosi ditempat kerja.
Berkaitan dengan emosi, ada 3 hal yang terjalin erat satu sama lain, yaitu pengaruh (affect), emosi, dan
suasana hati (mood). Pengaruh meliputi kisaran luas perasaan yang dialami orang, merupakan satu
konsep yang meliputi baik emosi maupun suasana hati. Akhirnya, suasana hati adalah perasaan yang
cenderung menjadi kirang intens dibandingkan emosi, dan yang kekurangan stimulus kontekstual.
Emosi adalah reaksi terhadap suatu objek, bukan suatu sifat. Sedangkan suasana hati tidak dikaitkan
dengan suatu objek. Emosi dapat berubah menjadi suasana hati bila kita kehilangan fokus pada objek
yang kontekstual.
Berkaitan dengan perilaku organisasi, satu istilah yang terkait adalah tenaga kerja emosional, yang terjadi
apabila karyawan mengekspresikan secara organisasional emosi yang diinginkannya selama transaksi
antar pribadi. Dulunya konsep ini dikembangkan berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan jasa, namun
dewasa ini konsep tersebut telah menjadi relevan dengan hampir setiap pekerjaan. Dalam tuntutannya,
karyawan perlu membedakan antara emosi yang dirasakan dengan emosi yang ditunjukkan agar tidak
terjadi dilema.
3.8 Dimensi emosiEmosi ada beberapa jenis berdasarkan :
1. Varietas : riset mengidentifikasikan enam emosi yang universal, yaitu kemarahan, ketakutan, kesedihan, kegembiraan, kejijikan, dan kejutan. Enam emosi ini dapat dikonseptualisasikan sebagai terus ada sepanjang satu kontinuum, dimana semakin dekat jarak dua emosi apapun pada kontinuum tersebut akan semakin
membingungkan orang. Contohnya adalah kebahagiaan dan kejutan sering dikacaukan, sementara kebahagiaan dan kemuakan jarang sekali.
2. Intensitas : ekspresi yang berbeda dari intensitas emosi yang sama bisa disebabkan dari kepribadian ataupun tuntutan ditempat kerja. Ada orang yang terkendali, tidak pernah memperlihatkan rasa marah, namun ada pula yang sebaliknya. Tentu saja hal ini harus disesuaikan dengan pekerjaan. Presenter misalnya, harus menunjukkan intensitas emosi yang sesuai dengan acara yang dibawakannya.
3. Frekuensi dan durasi : frekuensi dan durasi yang diperlukan untuk tenaga kerja emosional juga harus disesuaikan dengan kemampuan frekuensi dan durasi yang dimiliki karyawan.
3.9 Jenis kelamin dan emosiBukti menunjukkan bahwa perbedaan antara pria dan wanita dalam hal emosi adalah bila menyangkut
reaksi emosional dan kemampuan untuk membaca orang lain. Wanita menunjukkan ungkapan emosi
yang lebih besar daripada pria, mengalami emosi secara lebih hebat, lebih nyaman
dalammengungkapkan emosi, lebih baik dalam membaca petunjuk-petunjuk non-verbal dan
paralinguistik, dan lebih sering menampilkan ekspresi dari emosi yang positif maupun negatif, kecuali
kemarahan.
1. Batasan-batasan eksternal terhadap emosiBatasan-batasan eksternal ada 2, yaitu :
– Pengaruh organisasional, menyesuaikan dengan perangkat emosional yang dicari organisasi.
– Pengaruh budaya, menyesuaikan dengan norma-norma budaya di negara setempat.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kepribadian adalah keseluruhan cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu
lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh
seseorang.
Emosi adalah reaksi terhadap suatu objek, bukan suatu sifat. Sedangkan suasana hati tidak dikaitkan
dengan suatu objek. Emosi dapat berubah menjadi suasana hati bila kita kehilangan fokus pada objek
yang kontekstual
4.2 Saran
Seperti yang kita ketahui kepribadian dan emosi memilki definisi dan ciri ciri yang sudah disebutkan
diatas, maka untuk dapat meningkatkan kinerja dalam prilaku organisasi kita hendaknya tahu betul apa
itu pengertian ciri manfaat serta memahami apa itu emosi dan kepribadian seseorang sehingga dalam
proses pengorganisasian tidak terjadi kesalahan dalam perekrutan di dunia kerja nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
http://ebookpp.com/pe/pengertian-kepribadian-menurut-ahli-doc.htmlhttp://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/mengenal%20tipe%20kepribadian%20dan%20kesadaran%20manusia.pdfhttp://www.contohmakalah.net/pdf/iii-kepribadianhttp://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_ilmu_antropologi/bab3_kepribadian.pdfhttp://belajarpsikologi.com/pengertian-emosi/http://id.wikipedia.org/wiki/Kepribadianhttp://yasinta.net/kepribadian-dan-emosi/