Konsep Dasar Fraktur.doc

17
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR 1. Pengertian Untuk memperkaya pemahaman akan konsep fraktur, berikut ini akan dibahas tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, komplikasi fraktur, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan fraktur. Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. (Muttaqin, Arif. 2008 ; 69) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2001 ; 2357). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer, Arif, dkk. 2000 ; 346). Fraktur adalah peristiwa patahnya atau distrupsi pada tulang. (Ignatavicius, Donna D. 1992 ; 232). 2. Etiologi Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakaan mobil, olah raga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar dari pada kekuatan tulang. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh : a. Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang. b. Usia penderita.

description

hjkkhbfbtdyxst

Transcript of Konsep Dasar Fraktur.doc

Page 1: Konsep Dasar Fraktur.doc

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

1. Pengertian

Untuk memperkaya pemahaman akan konsep fraktur, berikut

ini akan dibahas tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, klasifikasi,

manifestasi klinis, komplikasi fraktur, pemeriksaan diagnostik dan

penatalaksanaan fraktur.

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang

bersifat total maupun sebagian. (Muttaqin, Arif. 2008 ; 69)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2001 ; 2357).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan

yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer, Arif, dkk. 2000

; 346). Fraktur adalah peristiwa patahnya atau distrupsi pada tulang.

(Ignatavicius, Donna D. 1992 ; 232).

2. Etiologi

Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti

kecelakaan mobil, olah raga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi

jika tenaga yang melawan tulang lebih besar dari pada kekuatan

tulang. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh :

a. Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang.

b. Usia penderita.

c. Kelenturan tulang dan jenis tulang.

3. Patofisiologi

Ketika patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,

sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi

perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini

menimbulkan hematom pada kanal medul antara tepi tulang bawah

periostrium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur.

Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai

dengan fase vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika terjadi

Page 2: Konsep Dasar Fraktur.doc

kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk

memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal

penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk biasa menyebabkan

peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian

merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk

kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain.

Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga

meningkatkan tekanan kapiler di otot, sehingga meningkatkan

tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang

iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke

interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang

terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama

bisa menyebabkan syndrom comportement

(Sumber : http://www.eradius.com diakses tanggal 4 Juli 2009)

4. Klasifikasi

a. Berdasarkan parahnya integritas kulit, lokasi, bentuk, patahan dan

status kelurusan.

1) Fraktur tertutup, adalah fraktur yang tertutup karena integritas

kulit masih utuh atau tetap tak berubah.

2) Fraktur terbuka, adalah fraktur karena integritas kulit robek

atau terbuka dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit.

3) Fraktur komplit, adalah fraktur yang luas dan melintang.

Biasanya dengan perpindahan posisi tulang.

4) Fraktur tak komplit, adalah hanya sebagian dari tulang yang

retak.

b. Tipe fraktur yang berat.

1) Greenstick, fraktur yang tidak sempurna dan biasanya sering

terjadi pada anak-anak.

2) Transversal, fraktur luas yang melintang dari tulang.

3) Oblik, fraktur yang memiliki arah miring.

4) Spiral, fraktur luas yang mengelilingi tulang.

Page 3: Konsep Dasar Fraktur.doc

5) Comuminuted, fraktur ini terjadi mencakup beberapa fragmen.

6) Depresi, fraktur ini terjadi pada tulang pipih, khususnya tulang

tengkorak dimana kekerasan langsung mendorong bagian tulang

masuk kedalam.

7) Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi

pada tulang belakang).

8) Patologik, terjadi jika sebuah tumor (biasanya kanker) telah

tumbuh kedalam tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh.

Tulang yang rapuh bisa mengalami patah tulang meskipun

dengan cedera ringan atau bahkan tanpa cedera sama sekali.

9) Avulsi, disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga

menarik bagian tulang tempat tendon tersebut melekat. Paling

sering terjadi pada bahu dan lutut, tetapi bisa juga terjadi pada

tungkai dan tumit.

5. Manifestasi klinis

a. Nyeri tekan, rasa sakit akan bertambah dengan gerakan dan

penekanan diatas fraktur.

b. Deformitas, disebabkan oleh otot-otot ekstremitas yang menarik

patahan tulang.

c. Krepitasi, rasa gemeretek ketika ujung tulang bergeser.

d. Gangguan fungsi, ekstremitas tidak dapat digerakan.

e. Motilitas abnormal, tempat patah menjadi sendi palsu.

6. Komplikasi fraktur

a. Komplikasi awal

1) Sindrom emboli lemak

Sindrom emboli lemak merupakan keadaan pulmunori akut dan

dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung-

gelembung lemak terlepas dari sum-sum tulang dan mengelilingi

jaringan yang rusak.

2) Sindrom kompartemen

Page 4: Konsep Dasar Fraktur.doc

Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam

ruang tertutup diotot, yang sering berhubungan dengan akumulasi

cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan

berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot.

3) Osteomyelitis

Adalah infeksi dari jaringan tulang dapat berupa exogenous

(infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang

berasal dari dalam tubuh).

4) Gas ganggren

Gas ganggren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium

saprophstik gram positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchi.

Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami

perubahan suplai oksigen karena trauma.

b. Komplikasi lanjut

Menurut Rasjad, Chairuddin. 2003 ; 347.

1) Penyembuhan fraktur yang abnormal

Penyembuhan fraktur yang abnormal dapat terjadi karena :

• Malunion

• Delayed union

• Nonunion

2) Gangguan pertumbuhan oleh karena adanya trauma pada lempeng

epifisis.

Gangguan lempeng epifisis karena trauma dapat mengenai

sebagian lempeng epifisis dengan akibat pertumbuhan yang lebih

pada satu sisi dibanding dengan sisi lain berupa deformitas valgus

atau varus pada sendi yang terkena.

3) Atrofi sudeck

Komplikasi ini biasanya ditemukan akibat kegagalan penderita

untuk mengembalikan fungsi normal tangan atau kaki setelah

penyembuhan trauma.

7. Pemeriksaan diagnostic

Page 5: Konsep Dasar Fraktur.doc

a. Sinar X, menampakan perubahan struktural atau fungsi

fungsional tulang dan sendi.

b. Artroskopi, bila terjadi trauma pada lutut dan dengan

pemeriksaan ini diagnosis yang akurat dapat dilakukan.

c. Myelographi, untuk mengevaluasi kerusakan jaringan

chodaspinalis dan ujung-ujung syaraf.

d. Scan tulang, membantu mendeteksi adanya penyakit keganasan,

trauma, masalah degeneratif dan osteomyelitis.

e. Hitung darah lengkap, apakah ada peningkatan hematokrit dan

leukosit.

8. Penatalaksanaan

a. Prinsip penanganan fraktur

1) Rekognisi

Prinsip utama adalah mengetahui dan menilai keadaan

fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologi.

Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk

fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan dan

komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah

pengobatan.

2) Reduksi

Reduksi fraktur adalah mengembalikan fungsi normal dan

mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta

perubahan osteoarthritis dikemudian hari.

3)Retensi

Adalah metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan

fragmen-fragmen tersebut selama masa penyembuhan dengan

cara imobilisasi.

4)Rehabilitasi

Adalah mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal

mungkin.

b. Mempertahankan imobilisasi dalam fraktur

Page 6: Konsep Dasar Fraktur.doc

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar

sampai terjadi penyatuan.

1) Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau Reduksi

terbuka dengan Fiksasi Internal.

ORIF akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan

pembedahan untuk memasukan paku, sekrup atau pen kedalam

tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang pada

fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan

untuk merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering terjadi

pada orang tua.

2) Open Reduction and External Fixation (OREF) atau Reduksi

Terbuka dengan Fiksasi Eksternal

Tindakan ini merupakan pilihan bagi sebagian besar

fraktur. Fiksasi eksternal dapat menggunakan konselosascrew

atau dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna

dengan jenis-jenis lain seperti gips.

C. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Fraktur

Pada asuhan keperawatan diuraikan mulai dari pengkajian,

diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

Adapun pengkajian sebagai berikut :

1. Pengkajian

Menurut Doenges, Marilynn. 2000 : 761 adalah data dasar pengkajian

klien adalah sebagai berikut :

a. Aktivitas/Istirahat

Tanda : Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang

terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara

sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).

b. Sirkulasi

Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon

terhadap nyeri atau ansietas) dan hipotensi. Takikardia (respon

Page 7: Konsep Dasar Fraktur.doc

stress, hipovolemia). Penurunan atau tak ada nadi pada bagian distal

yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang

terkena. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi

cedera.

c. Neurosensori

Gejala : Hilang gerakan atau sensasi, spasme otot. Kebas atau

kesemutan (parestesis).

Tanda : Deformitas lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,

krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi. Agitasi

(mungkin berhubungan dengan nyeri atau ansietas atau trauma lain).

d. Nyeri/kenyamanan

Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin

terlokalisasi pada area jaringan atau kerusakan tulang; dapat

berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.

Spasme atau kram otot setelah imobilisasi).

e. Keamanan

Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan

warna. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau

tiba-tiba).

f. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Lingkungan cedera. Memerlukan bantuan dengan

transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas pemeliharaan atau

perawatan rumah.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Doenges, Marilynn dan Lynda juall, Carpenito diagnosa

keperawatan yang dapat di tegakkan pada klien dengan fraktur

meliputi :

a. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kehilangan integritas

tulang (fraktur).

b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen

tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak.

Page 8: Konsep Dasar Fraktur.doc

c. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer, berhubungan

dengan penurunan aliran darah ; cedera vaskuler langsung,

edema berlebihan, pembentukan trombus.

d. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan

perubahan aliran darah atau emboli lemak, perubahan membran

alveolar atau kapiler.

e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktik (imobilisasi

tungkai).

f. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan

traksi, pen, kawat, sekrup.

g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan primer; kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan

pada lingkungan.

h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar tentang kondisi,

prognosis, dan kebutuhan pengobatan) berhubungan dengan

tidak mengenal sumber informasi.

i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan

pergerakan sekunder akibat fraktur.

j. Kurang aktivitas pengalihan berhubungan dengan kejenuhan

monoton sekunder akibat alat imobilisasi.

k. Resiko hambatan pemeliharaan rumah berhubungan dengan

alat viksasi, hambatan mobilitas fisik, tidak tersedianya sistem

pendukung.

l. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan kesulitan

individu yang sakit dalam mengambil peran, tanggung jawab

sekunder akibat keterbatasan gerak.

m. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik

berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang

kondisi, tanda dan gejala, komplikasi, keterbatasan aktifitas.

Page 9: Konsep Dasar Fraktur.doc

3. Perencanaan dan Implementasi

a. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kehilangan integritas

tulang (fraktur).

Kriteria hasil :

1) Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur

2) Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkat stabilisasi pada

sisi fraktur.

Intervensi :

1) Pertahankan tirah baring atau ekstremitas sesuai indikasi.

2) Letakan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien

pada tempat tidur ortopedik.

3) Sokong fraktur dengan bantalan atau gulungan selimut.

b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen

tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak.

Kriteria hasil :

1) Menyatakan nyeri hilang

2) Menunjukkan tindakan santai, maupun beradaptasi dalam

aktivitas hidup

Intervensi :

1) Pertahankan imobilisasi

2) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena

3) Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan, pijatan

punggung, perubahan posisi.

4) Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa atau tiba-tiba atau

dalam, lokasi progesif atau buruk tidak hilang dengan analgetik.

5) Lakukan kompres dingin atau es 24 – 48 jam pertama dan sesuai

keperluan.

6) Berikan obat sesuai indikasi.

c. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan

dengan penurunan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema

berlebihan, pembentukan trombus.

Page 10: Konsep Dasar Fraktur.doc

Kriteria hasil :

1) Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya

nadi, kulit, hangat atau kering, sensasi normal, sensori biasa, tanda

vital stabil dan haluaran urine adekuat untuk situasi individu.

Intervensi :

1) Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit

2) Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur.

3) Kaji jaringan sekitar gips untuk titik yang kasar atau tekanan.

Selidiki keluhan “rasa terbakar“ dibawah gips.

4) Selidiki tanda iskemia

5) Awasi tanda vital

d. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan

perubahan aliran darah atau emboli lemak, perubahan membran

alveolar atau kapiler.

Kriteria hasil :

1) Mempertahankan fungsi pernafasan adekuat, dibuktikan oleh tidak

adanya sianosis.

Intervensi :

1) Awasi frekuensi pernafasan

2) Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk.

Reposisi dengan sering.

3) Berikan tambahan O2 bila diindikasikan.

4) Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, latergi, stupor.

e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi tungkai).

Kriteria hasil :

1) Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling

tinggi yang mungkin.

2) Mempertahankan posisi fungsional.

3) Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan

mengkompensasi bagian tubuh.

Page 11: Konsep Dasar Fraktur.doc

Intervensi :

1) Kaji derajat imobilitas

2) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik atau rekreasi.

3) Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang

tak sakit.

4) Bantu atau dorong perawatan diri atau kebersihan.

5) Auskultasi bising usus.

f. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi,

pen, kawat, sekrup.

Kriteria hasil :

1) Menyatakan ketidaknyaman hilang

2) Menunjukkan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit

atau memudahkan penyembuhan sesuai indikasi.

3) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau penyembuhan lesi

terjadi.

Intervensi :

1) Kaji kulit untuk luka terbuka.

2) Masase kulit dan penonjolan tulang.

3) Bersihkan kulit dengan menggunakan sabun dan air.

4) Ubah posisi dengan sering.

g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan primer; kerusakan kulit; trauma jaringan, terpajan pada

lingkungan.

Kriteria hasil :

1) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen

atau eritema dan demam.

Intervensi :

1) Inspeksi kulit adanya iritasi atau robekan kontinuitas.

2) Berikan perawatan steril sesuai protokol dan latihan mencuci

tangan.

Page 12: Konsep Dasar Fraktur.doc

3) Instruksikan pasien untuk tidak menyebutkan sisi insersi.

4) Awasi pemeriksaan laboratorium.

5) Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotika.

h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosis

dan kebutuhan pengobatan) berhubungan dengan tidak mengenal

sumber informasi.

Kriteria hasil :

1) Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan.

2) Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan

menjelaskan alasan tindakan.

Intervensi :

1) Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.

2) Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi

dengan terapi fisik bila diindikasikan.

3) Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi diatas

dan dibawah fraktur.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,

Edisi 10. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn E. et.al. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan :

Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian

Perawatan Pasien, Edisi 3. (Alih bahasa oleh : I Made Kariasa,

dkk). Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz Alimus. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.

Jakarta : Salemba Medika.

Ignatavicius, Donna D. 1992. Pocket Companion For Medical

Surgical Nursing. United States Of Amerika : W.B. Saunders

Company.

Lindsay, David T. 1996. Functional Human Anatomy. United States

of America : Mosby.

Page 13: Konsep Dasar Fraktur.doc

Mansjoer, Arif, et. al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi

3. Jakarta : Media Aesculapius.

Martini, Frederich H. (2001). Fundamentals of Anatomy and

Physiology, Fourth Edition. New Jersey : Prentice Hall

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.

Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis.

Jakarta : PT. Gramedia.

Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep

Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.

Makasar : Lintang Imumpasue.

Reeves, Charlene J, 2001. Keperawatan Medikal Bedah

(Penerjemah Joko Setyono). Jakarta : Penerbit Salemba Medica.

Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2001. Buku Ajar

Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8.

Jakarta : EGC

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa

Keperawatan, Edisi III. Jakarta : EGC.