Konsep Dasar Fraktur.doc
-
Upload
yaditriaditya -
Category
Documents
-
view
218 -
download
3
description
Transcript of Konsep Dasar Fraktur.doc
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR
1. Pengertian
Untuk memperkaya pemahaman akan konsep fraktur, berikut
ini akan dibahas tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, klasifikasi,
manifestasi klinis, komplikasi fraktur, pemeriksaan diagnostik dan
penatalaksanaan fraktur.
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian. (Muttaqin, Arif. 2008 ; 69)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2001 ; 2357).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer, Arif, dkk. 2000
; 346). Fraktur adalah peristiwa patahnya atau distrupsi pada tulang.
(Ignatavicius, Donna D. 1992 ; 232).
2. Etiologi
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti
kecelakaan mobil, olah raga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi
jika tenaga yang melawan tulang lebih besar dari pada kekuatan
tulang. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh :
a. Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang.
b. Usia penderita.
c. Kelenturan tulang dan jenis tulang.
3. Patofisiologi
Ketika patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini
menimbulkan hematom pada kanal medul antara tepi tulang bawah
periostrium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur.
Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai
dengan fase vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika terjadi
kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal
penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk biasa menyebabkan
peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian
merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk
kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain.
Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler di otot, sehingga meningkatkan
tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang
iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke
interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang
terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama
bisa menyebabkan syndrom comportement
(Sumber : http://www.eradius.com diakses tanggal 4 Juli 2009)
4. Klasifikasi
a. Berdasarkan parahnya integritas kulit, lokasi, bentuk, patahan dan
status kelurusan.
1) Fraktur tertutup, adalah fraktur yang tertutup karena integritas
kulit masih utuh atau tetap tak berubah.
2) Fraktur terbuka, adalah fraktur karena integritas kulit robek
atau terbuka dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit.
3) Fraktur komplit, adalah fraktur yang luas dan melintang.
Biasanya dengan perpindahan posisi tulang.
4) Fraktur tak komplit, adalah hanya sebagian dari tulang yang
retak.
b. Tipe fraktur yang berat.
1) Greenstick, fraktur yang tidak sempurna dan biasanya sering
terjadi pada anak-anak.
2) Transversal, fraktur luas yang melintang dari tulang.
3) Oblik, fraktur yang memiliki arah miring.
4) Spiral, fraktur luas yang mengelilingi tulang.
5) Comuminuted, fraktur ini terjadi mencakup beberapa fragmen.
6) Depresi, fraktur ini terjadi pada tulang pipih, khususnya tulang
tengkorak dimana kekerasan langsung mendorong bagian tulang
masuk kedalam.
7) Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi
pada tulang belakang).
8) Patologik, terjadi jika sebuah tumor (biasanya kanker) telah
tumbuh kedalam tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh.
Tulang yang rapuh bisa mengalami patah tulang meskipun
dengan cedera ringan atau bahkan tanpa cedera sama sekali.
9) Avulsi, disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga
menarik bagian tulang tempat tendon tersebut melekat. Paling
sering terjadi pada bahu dan lutut, tetapi bisa juga terjadi pada
tungkai dan tumit.
5. Manifestasi klinis
a. Nyeri tekan, rasa sakit akan bertambah dengan gerakan dan
penekanan diatas fraktur.
b. Deformitas, disebabkan oleh otot-otot ekstremitas yang menarik
patahan tulang.
c. Krepitasi, rasa gemeretek ketika ujung tulang bergeser.
d. Gangguan fungsi, ekstremitas tidak dapat digerakan.
e. Motilitas abnormal, tempat patah menjadi sendi palsu.
6. Komplikasi fraktur
a. Komplikasi awal
1) Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak merupakan keadaan pulmunori akut dan
dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung-
gelembung lemak terlepas dari sum-sum tulang dan mengelilingi
jaringan yang rusak.
2) Sindrom kompartemen
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam
ruang tertutup diotot, yang sering berhubungan dengan akumulasi
cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot.
3) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang dapat berupa exogenous
(infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang
berasal dari dalam tubuh).
4) Gas ganggren
Gas ganggren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium
saprophstik gram positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchi.
Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami
perubahan suplai oksigen karena trauma.
b. Komplikasi lanjut
Menurut Rasjad, Chairuddin. 2003 ; 347.
1) Penyembuhan fraktur yang abnormal
Penyembuhan fraktur yang abnormal dapat terjadi karena :
• Malunion
• Delayed union
• Nonunion
2) Gangguan pertumbuhan oleh karena adanya trauma pada lempeng
epifisis.
Gangguan lempeng epifisis karena trauma dapat mengenai
sebagian lempeng epifisis dengan akibat pertumbuhan yang lebih
pada satu sisi dibanding dengan sisi lain berupa deformitas valgus
atau varus pada sendi yang terkena.
3) Atrofi sudeck
Komplikasi ini biasanya ditemukan akibat kegagalan penderita
untuk mengembalikan fungsi normal tangan atau kaki setelah
penyembuhan trauma.
7. Pemeriksaan diagnostic
a. Sinar X, menampakan perubahan struktural atau fungsi
fungsional tulang dan sendi.
b. Artroskopi, bila terjadi trauma pada lutut dan dengan
pemeriksaan ini diagnosis yang akurat dapat dilakukan.
c. Myelographi, untuk mengevaluasi kerusakan jaringan
chodaspinalis dan ujung-ujung syaraf.
d. Scan tulang, membantu mendeteksi adanya penyakit keganasan,
trauma, masalah degeneratif dan osteomyelitis.
e. Hitung darah lengkap, apakah ada peningkatan hematokrit dan
leukosit.
8. Penatalaksanaan
a. Prinsip penanganan fraktur
1) Rekognisi
Prinsip utama adalah mengetahui dan menilai keadaan
fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologi.
Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk
fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan dan
komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
2) Reduksi
Reduksi fraktur adalah mengembalikan fungsi normal dan
mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta
perubahan osteoarthritis dikemudian hari.
3)Retensi
Adalah metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan
fragmen-fragmen tersebut selama masa penyembuhan dengan
cara imobilisasi.
4)Rehabilitasi
Adalah mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin.
b. Mempertahankan imobilisasi dalam fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan.
1) Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau Reduksi
terbuka dengan Fiksasi Internal.
ORIF akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan
pembedahan untuk memasukan paku, sekrup atau pen kedalam
tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang pada
fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan
untuk merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering terjadi
pada orang tua.
2) Open Reduction and External Fixation (OREF) atau Reduksi
Terbuka dengan Fiksasi Eksternal
Tindakan ini merupakan pilihan bagi sebagian besar
fraktur. Fiksasi eksternal dapat menggunakan konselosascrew
atau dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna
dengan jenis-jenis lain seperti gips.
C. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Fraktur
Pada asuhan keperawatan diuraikan mulai dari pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Adapun pengkajian sebagai berikut :
1. Pengkajian
Menurut Doenges, Marilynn. 2000 : 761 adalah data dasar pengkajian
klien adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas/Istirahat
Tanda : Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang
terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara
sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon
terhadap nyeri atau ansietas) dan hipotensi. Takikardia (respon
stress, hipovolemia). Penurunan atau tak ada nadi pada bagian distal
yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang
terkena. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi
cedera.
c. Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan atau sensasi, spasme otot. Kebas atau
kesemutan (parestesis).
Tanda : Deformitas lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi. Agitasi
(mungkin berhubungan dengan nyeri atau ansietas atau trauma lain).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin
terlokalisasi pada area jaringan atau kerusakan tulang; dapat
berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme atau kram otot setelah imobilisasi).
e. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan
warna. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau
tiba-tiba).
f. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Lingkungan cedera. Memerlukan bantuan dengan
transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas pemeliharaan atau
perawatan rumah.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges, Marilynn dan Lynda juall, Carpenito diagnosa
keperawatan yang dapat di tegakkan pada klien dengan fraktur
meliputi :
a. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kehilangan integritas
tulang (fraktur).
b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak.
c. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer, berhubungan
dengan penurunan aliran darah ; cedera vaskuler langsung,
edema berlebihan, pembentukan trombus.
d. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan aliran darah atau emboli lemak, perubahan membran
alveolar atau kapiler.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktik (imobilisasi
tungkai).
f. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan
traksi, pen, kawat, sekrup.
g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer; kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan
pada lingkungan.
h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar tentang kondisi,
prognosis, dan kebutuhan pengobatan) berhubungan dengan
tidak mengenal sumber informasi.
i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan
pergerakan sekunder akibat fraktur.
j. Kurang aktivitas pengalihan berhubungan dengan kejenuhan
monoton sekunder akibat alat imobilisasi.
k. Resiko hambatan pemeliharaan rumah berhubungan dengan
alat viksasi, hambatan mobilitas fisik, tidak tersedianya sistem
pendukung.
l. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan kesulitan
individu yang sakit dalam mengambil peran, tanggung jawab
sekunder akibat keterbatasan gerak.
m. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang
kondisi, tanda dan gejala, komplikasi, keterbatasan aktifitas.
3. Perencanaan dan Implementasi
a. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kehilangan integritas
tulang (fraktur).
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur
2) Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkat stabilisasi pada
sisi fraktur.
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring atau ekstremitas sesuai indikasi.
2) Letakan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien
pada tempat tidur ortopedik.
3) Sokong fraktur dengan bantalan atau gulungan selimut.
b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan nyeri hilang
2) Menunjukkan tindakan santai, maupun beradaptasi dalam
aktivitas hidup
Intervensi :
1) Pertahankan imobilisasi
2) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
3) Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan, pijatan
punggung, perubahan posisi.
4) Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa atau tiba-tiba atau
dalam, lokasi progesif atau buruk tidak hilang dengan analgetik.
5) Lakukan kompres dingin atau es 24 – 48 jam pertama dan sesuai
keperluan.
6) Berikan obat sesuai indikasi.
c. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan penurunan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema
berlebihan, pembentukan trombus.
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya
nadi, kulit, hangat atau kering, sensasi normal, sensori biasa, tanda
vital stabil dan haluaran urine adekuat untuk situasi individu.
Intervensi :
1) Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit
2) Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur.
3) Kaji jaringan sekitar gips untuk titik yang kasar atau tekanan.
Selidiki keluhan “rasa terbakar“ dibawah gips.
4) Selidiki tanda iskemia
5) Awasi tanda vital
d. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan aliran darah atau emboli lemak, perubahan membran
alveolar atau kapiler.
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan fungsi pernafasan adekuat, dibuktikan oleh tidak
adanya sianosis.
Intervensi :
1) Awasi frekuensi pernafasan
2) Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk.
Reposisi dengan sering.
3) Berikan tambahan O2 bila diindikasikan.
4) Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, latergi, stupor.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi tungkai).
Kriteria hasil :
1) Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling
tinggi yang mungkin.
2) Mempertahankan posisi fungsional.
3) Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan
mengkompensasi bagian tubuh.
Intervensi :
1) Kaji derajat imobilitas
2) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik atau rekreasi.
3) Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang
tak sakit.
4) Bantu atau dorong perawatan diri atau kebersihan.
5) Auskultasi bising usus.
f. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi,
pen, kawat, sekrup.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan ketidaknyaman hilang
2) Menunjukkan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit
atau memudahkan penyembuhan sesuai indikasi.
3) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau penyembuhan lesi
terjadi.
Intervensi :
1) Kaji kulit untuk luka terbuka.
2) Masase kulit dan penonjolan tulang.
3) Bersihkan kulit dengan menggunakan sabun dan air.
4) Ubah posisi dengan sering.
g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer; kerusakan kulit; trauma jaringan, terpajan pada
lingkungan.
Kriteria hasil :
1) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen
atau eritema dan demam.
Intervensi :
1) Inspeksi kulit adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
2) Berikan perawatan steril sesuai protokol dan latihan mencuci
tangan.
3) Instruksikan pasien untuk tidak menyebutkan sisi insersi.
4) Awasi pemeriksaan laboratorium.
5) Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotika.
h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosis
dan kebutuhan pengobatan) berhubungan dengan tidak mengenal
sumber informasi.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
2) Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
1) Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
2) Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi
dengan terapi fisik bila diindikasikan.
3) Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi diatas
dan dibawah fraktur.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,
Edisi 10. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. et.al. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien, Edisi 3. (Alih bahasa oleh : I Made Kariasa,
dkk). Jakarta : EGC.
Hidayat, Aziz Alimus. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Ignatavicius, Donna D. 1992. Pocket Companion For Medical
Surgical Nursing. United States Of Amerika : W.B. Saunders
Company.
Lindsay, David T. 1996. Functional Human Anatomy. United States
of America : Mosby.
Mansjoer, Arif, et. al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi
3. Jakarta : Media Aesculapius.
Martini, Frederich H. (2001). Fundamentals of Anatomy and
Physiology, Fourth Edition. New Jersey : Prentice Hall
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis.
Jakarta : PT. Gramedia.
Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.
Makasar : Lintang Imumpasue.
Reeves, Charlene J, 2001. Keperawatan Medikal Bedah
(Penerjemah Joko Setyono). Jakarta : Penerbit Salemba Medica.
Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8.
Jakarta : EGC
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa
Keperawatan, Edisi III. Jakarta : EGC.