Konsep Dasar, Dasar Hukum, Dan Variabel-Variabel PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

17
A. Konsep Dasar PPh Wajib Pajak dan Orang Pribadi (WPOP) 1. Pengertian WPOP Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) adalah Orang Pribadi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. 2. Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada prinsipnya, orang pribadi yang menjadi subyek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dipertimbangkan menurut keadaan. Keberadaan seseorang pribadi di Indonesia diperhitungkan apabila orang tersebut lebih dari 183 hari, tidak harus berturut-turut tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu dua belas bulan sejak kedatangannya di Indonesia. Sebagai subjek pajak seseorang dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia atau di luar negeri (Djuanda, 2001). 3. Objek Pajak Penghasilan Orang Pribadi Undang-undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa penghasilan merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk 1

description

Pajak II

Transcript of Konsep Dasar, Dasar Hukum, Dan Variabel-Variabel PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

Page 1: Konsep Dasar, Dasar Hukum, Dan Variabel-Variabel PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

A. Konsep Dasar PPh Wajib Pajak dan Orang Pribadi (WPOP)

1.    Pengertian WPOP

Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) adalah Orang Pribadi yang menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban

perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

2. Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Pada prinsipnya, orang pribadi yang menjadi subyek pajak dalam negeri adalah orang

pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang

pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk

bertempat tinggal di Indonesia.

Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia

dipertimbangkan menurut keadaan. Keberadaan seseorang pribadi di Indonesia

diperhitungkan apabila orang tersebut lebih dari 183 hari, tidak harus berturut-turut tetapi

ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu dua belas

bulan sejak kedatangannya di Indonesia. Sebagai subjek pajak seseorang dapat bertempat

tinggal atau berada di Indonesia atau di luar negeri (Djuanda, 2001).

3. Objek Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Undang-undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa penghasilan merupakan setiap

tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal

dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk

menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa

pun. Dalam konteks orang pribadi, penghasilan dapat berasal kegiatan usaha, pekerjaan bebas

ataupun penghasilan-penghasilan lainnya.

Dalam hal orang pribadi menjalankan kegiatan usaha dan melaksanakan pembukuan,

penghasilan neto dihitung dengan mengurangkan peredaran usaha dengan harga pokok

penjualan dan biaya usaha. Penghasilan neto dari kegiatan usaha selanjutnya akan dilakukan

beberapa penyesuaian fiskal baik positif maupun negatif. Penyesuaian ini adalah penyesuaian

penghasilan neto komersial dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak

berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya, yang

dapat bersifat menambah maupun mengurangi penghasilan kena pajak.

Dalam hal wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas namun

peredaran usahanya atau peredaran brutonya kurang dari Rp4,8 miliar setahun maka Wajib

1

Page 2: Konsep Dasar, Dasar Hukum, Dan Variabel-Variabel PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

Pajak dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Selain itu Wajib Pajak

yang memiliki pekerjaan bebas seperti dokter, pengacara, notaris, akuntan, konsultan, penilai,

aktuaris dan arsitek juga wajib melaporkan penghasilan brutonya dan Pajak Penghasilannya.

4. Prinsip UU PPh Menentukan Orang Pribadi Sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri dan

Subjek Pajak Luar Negeri

Dalam bukunya, Markus dan Yujana (2002) mengatakan bahwa, UU PPh menentukan

bahwa setiap orang pribadi yang berdomisili di Indonesia adalah Subjek Pajak orang pribadi

dalam negeri (asas domisili bukan asas kewarganegaraan). Orang pribadi yang tidak

berdomisili di Indonesia bukan Subjek Pajak, karena mereka tidak tunduk pada hukum pajak

yang berlaku di Indonesia. Mereka yang tidak berdomisili di Indonesia baru tunduk pada

hukum pajak Indonesia dan menjadi Subjek Pajak luar negeri, jika mereka memenuhi salah

satu syarat berikut :

1. jika orang pribadi yang tidak berdomisili di Indonesia tersebut melakukan kegiatan

atau menjalankan usaha di Indonesia melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, maka

orang pribadi tersebut menjadi Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri BUT, atau

2. jika orang pribadi yang tidak berdomisili di Indonesia tersebut menerima atau

memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia tanpa melalui Bentuk Usaha

Tetap di Indonesia, maka orang pribadi tersebut menjadi Subjek Pajak Orang Pribadi

Luar Negeri selain BUT.

5. Tarif Pajak Penghasilan

Tarif pajak penghasilan orang pribadi yang berlaku saat ini di Indonesia adalah sebagai

berikut:

Penghasilan kena pajak (PKP) sampai dengan Rp. 50 juta 5% Di atas Rp. 50 juta s.d. Rp. 250 juta 15% Diatas Rp. 250 juta s.d. Rp. 500 juta 25% Diatas Rp. 500 juta 30%

6.  Kewajiban Wajib Pajak

Sesuai dengan sistem self assessment, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk

mendaftarkan diri, melakukan sendiri penghitungan pembayaran dan pelaporan pajak

terutangnya.

2

Page 3: Konsep Dasar, Dasar Hukum, Dan Variabel-Variabel PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor

Pokok Wajib Pajak (NPWP). Wajib Pajak Orang Pribadi yang wajib mendaftarkan diri untuk

memperoleh NPWP adalah :

a Orang Pribadi yang menjalakan usaha atau pekerjaan bebas;

b Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, yang memperoleh

penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib mendaftarkan diri

paling lambat pada akhir bulan berikutnya;

c Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan

keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan

penghasilan dan harta;

d Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda

dengan tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya

meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah

kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.

e Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Kantor

Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi kedudukan wajib pajak dengan mengisi

formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi. Selain mendatangi

Kantor Pelayanan Pajak, Wajib Pajak Orang Pribadi dapat pula mendaftarkan diri

secara online melalui e-registration di website Direktorat Jenderal Pajak

www.pajak.go.id. Selain mendapatkan NPWP, Wajib Pajak dapat dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan kepadanya akan diberikan Nomor Pengkuhan

Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)

7. Kewajiban Pajak Subjektif Orang Pribadi

Menurut Rusjdi (2004), Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang

kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban

perpajakan tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada subjek pajak lainnya. Oleh

karena itu, dalam rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan

berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting.

Kewajiban pajak subjektif untuk orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183

(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi

yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat

tinggal di Indonesia, dimulai sejak hari pertama orang pribadi tersebut berada atau berniat

untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau

3

Page 4: Konsep Dasar, Dasar Hukum, Dan Variabel-Variabel PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Sedangkan kewajiban pajak subjektif bagi

orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia dimulai pada saat ia lahir di Indonesia dan

berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

8. Jenis-jenis PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

Berdasarkan penghasilan yang diterima oleh orang pribadi, maka wajib pajak orang

pribadi dapat dibagi menjadi :

a Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari pekerjaan.

Contoh : Pegawai swasta, Pegawai BUMN dan PNS.

b Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari Usaha. Contoh

: Pengusaha toko emas, Pengusaha Industri Mie Kering

c Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari Pekerjaan

bebas. Contoh : Dokter, Notaris, Akuntan, Konsultan

d Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan lain yang tidak

bersifat final (sehubungan dengan pemodalan). Contoh : Bunga pinjaman, royalti, sewa

(yang bukan usaha pokoknya)

e Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan yang bersifat final.

Contoh : Bunga deposito, hadiah undian.

f Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan yang bukan objek

pajak. Contoh : bantuan, sumbangan

g Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari luar negeri.

Contoh : bunga, royalti dari luar negeri (PPh Pasal 24)

Wajib pajak orang pribadi yang menerima penghasilan dari berbagai sumber.Contoh :

Pegawai swasta tetapi juga mempunyai usaha rumah makan, PNS tetapi membuka praktek

dokter.

9. Perbedaan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Usaha dan yang Tidak

Melakukan Usaha/Pekerjaan Bebas

a Kewajiban Pajak Bagi Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan

usaha atau pekerjaan bebas

1) WPOP Karyawan yang hanya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja.

Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas (berstatus sebagai karyawan) dan hanya bekerja pada satu pemberi

kerja tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak sendiri setiap bulan atas

4

Page 5: Konsep Dasar, Dasar Hukum, Dan Variabel-Variabel PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

penghasilan yang diterima/ diperoleh seubungan dengan pekerjaan.WP Orang Pribadi

ini juga tidak memiliki kewajiban untuk membuat laporan (Surat Pemberitahuan

Masa) ke Kantor Pelayanan Pajak setiap bulan.

Perusahaan tempat wajib pajak bekerja (pemberi kerja) memiliki kewajiban

untuk memotong pajak atas penghasilan sehubungan pekerjaan yang

dibayarkan/terutang kepada karyawannya setiap bulan dan menyetorkannya ke Kas

Negara serta melaporkannya ke kantor pelayanan pajak setempat. Oleh karena itu gaji

yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi yang berstatus sebagai karyawan adalah

gaji bersih setelah dipotong pajak penghasilan.Pajak yang terutang atas Penghasilan

sehubungan dengan pekerjaan dikenal dengan istilah PPh Pasal 21.

2) WPOP Karyawan yang memperoleh penghasilan lain yang bukan obyek PPh Final.

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas (WPOP Karyawan) yang memperoleh penghasilan lain selain dari

satu pemberi kerja, baik karena bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja maupun

memiliki penghasilan lain selain dari pekerjaan dan penghasilan lain tersebut bukan

merupakan obyek PPh final.

Besarnya PPh Pasal 25 yang harus dibayar oleh wajib pajak dihitung

berdasarkan PPh yang terutang dalam SPT Tahunan tahun sebelumnya setelah

dikurangi dengan pemotongan yang dilakukan pihak lain yang dapat dikreditkan dan

dibagi 12 (dua belas).

Jatuh tempo pembayaran PPh pasal 25 adalah tanggal 15 bulan berikutnya.Jika

jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran dapat dilakukan pada

hari kerja berikutnya. Pembayaran Angsuran PPh pasal 25 ini, wajib dilaporkan ke

kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan

berikutnya.

c) WPOP Karyawan yang memperoleh penghasilan lain yang merupakan obyek PPh

Final.

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas (WPOP Karyawan) yang memperoleh penghasilan lain selain dari

satu pemberi kerja, dan memiliki penghasilan lain yang merupakan obyek PPh final,

maka selain diwajibkan untuk melaporkan SPT Tahunan (SPT 1770-S) juga memiliki

kewajiban untuk membayar dan melaporkan PPh final pasal 4 (2).

5

Page 6: Konsep Dasar, Dasar Hukum, Dan Variabel-Variabel PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

Jenis penghasilan lain yang merupakan obyek PPh final dan pembayaran PPh-

nya wajib dilakukan sendiri oleh penerima penghasilan (Wajib pajak) adalah sebagai

berikut :

- Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;

- Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan;

- Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi ;

b Kewajiban Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan Kegiatan Usaha

atau Pekerjaan Bebas.

Bagi wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan Usaha atau pekerjaan

bebas, setelah terdaftar di kantor pelayanan pajak dan memperoleh NPWP maka akan

memiliki kewajiban pajak yang harus dilaksanakan. Wajib Pajak Orang Pribadi yang

melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas selaku pemberi kerja selain diwajibkan untuk

membayar dan melaporkan pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima atau

diperolehnya sendiri juga diwajibkan untuk menyetorkan dan melaporkan PPh yang

terutang atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada karyawannya.

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak Orang Pribadi yang melakukann

kegiatan usaha/pekerjaan bebas setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut :

1. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa)

2. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan)

B. Dasar Hukum dan Variabel-variabel PPh WP OP

1. Dasar Hukum PPh WP OP

a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008 Pasal 25 ayat (7)

b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang Penghitungan

Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus

Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak

Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak

Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang berdasarkan Ketentuan Diharuskan

Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi

Pengusaha Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009

6

Page 7: Konsep Dasar, Dasar Hukum, Dan Variabel-Variabel PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 tentang Pelaksanaan

Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Pengusaha Tertentu

2.Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Tingkat Penerimaan PPh Orang Pribadi

a. NPWP Yang Terdaftar

Dalam UU Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (KUP), pengertian Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut

ketentuan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban

perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu. Sebagaimana

diketahui, dalam prakteknya banyak Wajib Pajak terdaftar yang tidak memenuhi kewajiban

perpajakannya disebabkan antara lain non aktif, meninggal dunia dan sebagainya. Dari

kenyataan di atas telah timbul berbagai istilah seperti Wajib Pajak aktif, Wajib Pajak efektif,

Wajib Pajak non aktif, Wajib Pajak non efektif. Tetapi dalam adminstrasi perpajakan hanya

mengenal istilah Wajib Pajak efektif dan Wajib Pajak non efektif. Pengertian dari Wajib

Pajak efektif adalah Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban menyampaikan SPT Masa dan

atau Tahunan sebagaimana mestinya; sedangkan Wajib Pajak non efektif adalah Wajib Pajak

yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, berupa kewajiban menyampaikan SPT Masa

dan atau Tahunan.

Sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-

09/PJ.8/1998 Tanggal 2 Oktober 1988, Wajib Pajak dikatakan non efektif adalah :

i. Wajib Pajak yang berturut-turut selama 2 (dua) tahun tidak menyampaikan SPT;

ii. Wajib Pajak yang sudah meninggal dunia atau bubar tetapi belum ada surat keterangan

resminya;

iii. Wajib Pajak yang tidak ditemukan alamatnya, walaupun sudah diusahakan

pencariannya;

iv. Wajib Pajak yang secara nyata tidak lagi menunjukkan kegiatan usaha.

Sebagai Wajib Pajak, tiap-tiap Wajib Pajak mempunyai hak-hak dan kewajiban perpajakan.

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak adalah :

i. Kewajiban mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak;

ii. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan;

iii. Menghitung dan membayar pajaknya dengan benar;

iv. Mengisi dan memasukkan SPT masa dan Tahunan tepat pada waktunya;

v. Jika diperiksa, Wajib Pajak harus meberikan keterangan yang diperlukan dan

7

Page 8: Konsep Dasar, Dasar Hukum, Dan Variabel-Variabel PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

memperlihatkan atau meminjamkan pembukuan/pencatatan serta memberi bantuan

guna kelancaran pemeriksaan termasuk memasuki ruangan-ruanganatau tempat yang

diperlukan.

Selain itu, Wajib Pajak berhak untuk :

i. Menunda pemasukan SPT

ii. Membetulkan atau mengadakan koreksi terhadap SPT yang telah disampaikan kepada

fiskus

iii. Mengajukan permohonan untuk menunda pembayaran pajak atas suatu ketetapan

maupun mengajukan permohonan pengurangan besarnya angsuran pajak

iv. Meminta kembali (restitusi) atau mengadakan kompensasi terhadap kelebihan

pembayaran pajak

v. Mengajukan permohonan untuk dihapuskannya sanksi Administrasi

vi. Mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak

vii. Mengajukan banding kepada Badan Peradilan Pajak yang lebih tinggi. Berdasarkan

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-06/PJ.9/2001.

Pengertian Ekstensifikasi adalah ”kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah

Wajib Pajak terdaftar dan perluasan obyek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak

(DJP). Dalam Surat Edaran tersebut menerangkan bahwa ruang lingkup pelaksanaan

ekstensifikasi Wajib Pajak meliputi :

i. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), termasuk pemberian NPWP secara

jabatan terhadap Wajib Pajak PPh orang pribadi yang berstatus sebagai karyawan

perusahaan, orang pribadi yang bertempat tinggal di wilayah atau lokasi pemukiman,

atau perumahan, dan orang pribadi lainnya (termasuk orang asing yang yang bertempat

tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan), yang

memperoleh atau menerima penghasilan yang melebihi batas Penghasilan Tidak Kena

Pajak (PTKP)

ii. Pemberian NPWP di lokasi usaha, terhadap orang pribadi pengusaha tertentu yang

mempunyai lokasi usaha di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau

perkantoran atau mal atau plaza atau kawasan industri atau sentra ekonomi lainnya

iii. Penentuan jumlah angsuran PPh pasal 25 yang harus disetor dalam tahun berjalan,

dimulai sejak Januaritahun yang bersangkutan.

b. SSP Yang Diterima

Sarana WP dalam melakukan pembayaran pajak yang terutang, media yang digunakan

8

Page 9: Konsep Dasar, Dasar Hukum, Dan Variabel-Variabel PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

adalah Surat Setoran Pajak (SSP). Dalam UU Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pengertian Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat

yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang

terutang ke kas negara atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri

Keuangan. Satu set SSP yang harus diisi terdiri dari 4 lembar masing-masing, antara lain :

lembar (1) untuk arsip Wajib Pajak; lembar (2) untuk KPP melalui KPKN; lembar (3) untuk

dilaporkan oleh WP ke KPP; dan lembar (4) untuk Bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Fungsi dari SSP adalah sebagai bukti dan laporan pembayaran pajak. Batas waktu

pembayaran/penyetoran pajak diatur dalam Pasal 9 UU Nomor 16/2000 dan Keputusan

Menteri Keuangan Nomor 948/KMK/04/1994.

Pembayaran atau penyetoran pajak pada dasarnya dibedakan menjadi tiga yaitu

pembayaran masa, pembayaran kekurangan pajak setelah tahun pajak berakhir dan

pembayaran atas ketetapan pajak. Untuk batas waktu pembayaran atau penyetoran PPh Pasal

25 orang pribadi adalah tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Jika

tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur, maka

pembayaran atau penyetoran pajak harus dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan di Kantor Pos dan Giro atau

bankbank persepsi yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak. Setiap keterlambatan pembayaran atau

penyetoran pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dari

pokok pajak yang terutang, dihitung mulai dari tanggal jatuh tempo pembayaran dan bagian

bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Dalam hal WP tidak mampu membayar pajak atau alasan

lainnya, berdasarkan Pasal 9 ayat (4) UU No.16/2000, WP yang betul-betul mengalami

kesulitan likuiditas diperkenankan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang

terutang dengan mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menunda

pembayaran pajak yang terutang.

c. Pencairan Tunggakan Pajak

Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan

perundang-undangan perpajakan. Jumlah pajak yang telah dipotong, ataupun yang harus

dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setelah tiba saat atau masa pelunasan pembayaran. Jumlah

pajak yang terutang menurut SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak

yang terutang menurut ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Apabila Wajib

Pajak/Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan jatuh tempo

pembayaran pajak, maka dapat dilakukan tindakan penagihan pajak. Dasar untuk menagih

9

Page 10: Konsep Dasar, Dasar Hukum, Dan Variabel-Variabel PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

pajak yang terutang adalah : Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Keputusan Pajak Kurang Bayar

(SKPKB), Surat Keputusan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan

Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar dan Surat Keputusan

Banding.

Tunggakan pajak adalah utang pajak yang tidak dibayar sesudah jatuh tempo

pembayaran. Apabila Dirjen Pajak, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan

keterangan lain, mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang terutang tidak benar, maka

Dirjen Pajak dapat menetapkan jumlah pajak yang terutang yang semestinya, menurut

ketentuan perundang undangan yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang ini, Dirjen Pajak

tidak berkewajiban untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) atas semua SPT yang

disampaikan Wajib Pajak. Penerbitan suatu SKP hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu

yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau ditemukannya data fiskal

lainnya. Pencairan tunggakan adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh seksi penagihan untuk

menagih pajak yang tidak atau kurang dibayar melalui tindakan penagihan aktif maupun pasif.

Sedangkan pengertian dari penagihan menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2000 adalah ”serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya

penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika

sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,

melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita”. Tindakan penagihan pajak

diawali dengan menerbitkan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo

pembayaran pajak.

Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung

pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, pejabat

segera menerbitkan Surat Paksa. Selanjutnya, setelah lewat 2 kali 24 (dua kali dua puluh

empat) jam sejak Surat Paksa diberitahukan, Penanggung Pajak masih belum melunasi utang

pajaknya, maka pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Tetapi

apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh

Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan

penyitaan, pejabat dapat melaksanakan pengumuman lelang. Tindakan penagihan terakhir

yang dilakukan pejabat adalah dengan segera melakukan penjualan barang sitaan Penanggung

Pajak melalui Kantor Lelang, jika setelah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengumuman

lelang, utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak juga dilunasi oleh

Penanggung Pajak.

10