konsep betyneuman
-
Upload
oliviamirzanuswantari -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
description
Transcript of konsep betyneuman
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Penjelasan aspek-aspek yang terkait dalam penelitian ini akan
dipaparkan sebagai berikut:
1. Model Konsep Betty Neuman
Model konsep Neuman adalah model konsep yang menggambarkan
tindakan keperawatan yang berfokus pada variabel-variabel yang mempengaruhi
respon klien terhadap stresor (Chinn dan Jacobs, 1995 dalam Potter & Perry,
2005).
Neuman (1972) mendefenisikan manusia secara utuh yang merupakan
gabungan dari konsep holistik dan pendekatan sistem terbuka (Marrine-Tomey,
1994 dalam Potter & Perry, 2005). Sebagai sistem terbuka, manusia berinteraksi,
beradaptasi dengan dan disesuaikan oleh lingkungan yang digambarkan sebagai
stresor (Chinn dan Jacobs, 1995 dalam Potter & Perry, 2005). Lingkungan ini
terdiri dari lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal terdiri dari
segala sesuatu yang mempengaruhi intrapersonal yang berasal dari dalam diri
klien. Lingkungan eksternal ialah segala pengaruh yang berasal dari luar diri
klien (interpersonal). Tiap lingkungan memiliki kemungkinan terganggu oleh
stresor yang dapat merusak sistem. Pembentukan lingkungan merupakan usaha
klien untuk menciptakan lingkungan yang aman, yang mungkin terbentuk oleh
mekanisme yang disadari maupun yang tidak disadari. (Reed, 1995 dalam Potter
& Perry, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Tujuan dari keperawatan adalah membantu individu, keluarga, dan
kelompok dalam mencapai dan mempertahankan tingkat kesehatan yang optimal
(Neuman dan Young, 1972 dalam Potter & Perry, 2005). Intervensi keperawatan
diarahkan pada garis pertahanan dengan penggunaan pencegahan primer,
sekunder dan tersier. Adapun pencegahan primer meliputi tindakan keperawatan
untuk mengidentifikasi adanya stresor dan mencegah terjadinya reaksi tubuh
karena adanya stres. Pencegahan sekunder meliputi tindakan keperawatan untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala penyakit atau reaksi tubuh lainnya karena
adanya stresor. Sedangkan pencegahan tersier meliputi pengobatan rutin dan
teratur serta pencegahan kerusakan lebih lanjut atau komplikasi suatu penyakit.
Prinsip dari pencegahan tersier adalah memberikan penguatan pertahanan tubuh
terhadap stresor melalui pendidikan kesehatan dan membantu dalam pencegahan
terjadinya masalah yang sama (Potter & Perry, 2005).
Keperawatan sebagai profesi merupakan variabel dari reaksi individu
terhadap stres. Keperawatan berfokus pada individu sebagai satu kesatuan,
bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan kestabilan pasien. Konsep
keperawatan ini juga memiliki dasar pemikiran yang memandang sehat sebagai
kondisi terbebasnya dari gangguan pemenuhan kebutuhan dan merupakan
keseimbangan yang dinamis dari menghindari stres (Potter & Perry, 2005).
Penderita hipertensi mengalami peningkatan tekanan darah sistolik
dan/ diastolik yang tidak normal sehingga mempunyai resiko besar bukan saja
terhadap penyakit jantung, tetapi juga penyakit lain. Makin tinggi tekanan darah
makin besar resikonya (Price & Wilson, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Salah satu intervensi yang dapat dilakukan perawat ialah dengan
berolahraga secara teratur dan menghindari stres yang diaplikasikan melalui
olahraga pernapasan Satria Nusantara dilakukan dalam tiga tahapan yaitu latihan
pernapasan duduk awal, latihan pernafasan bergerak, latihan pernapasan duduk
akhir (Maryanto, 2008).
2. Tekanan Darah
2.1. Pengertian Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.
Tekanan ini sangat dipengaruhi oleh curah jantung, ketegangan arteri, dan
volume, laju, serta viskositas darah. Tekanan darah terjadi akibat fenomena siklis
dimana tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi (sistolik) dan tekanan
terendah terjadi saat jantung beristirahat (diastolik). Tekanan darah biasanya
digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan
nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90 mmHg. Rata-rata
tekanan darah normal biasanya 120/80 mmHg (Lewis, Heitkemper, & Dirksen,
2000).
2.2. Pengukuran Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung atau tidak
langsung. Pengukuran secara langsung yaitu dengan memasukkan kateter ke
dalam arteri dimana hasil yang diperoleh sangat tepat tetapi memiliki resiko
tinggi dalam pengukurannya. Pengukuran tidak langsung dilakukan dengan
menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Sphygmomanometer tersusun
Universitas Sumatera Utara
atas manset dan alat pengukur tekanan yang berhubungan dengan rongga manset
(Brunner & Suddarth, 2001).
Awal pengukuran dilakukan dengan membalutkan manset pada lengan
atas dengan kencang dan lembut dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan
dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial menghilang.
Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui
dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai
30 mmHg di atas titik hilangnya denyutan radial. Manset dikempiskan perlahan,
dan dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi. Dengan auskultasi
kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih akurat (Brunner
& Suddarth, 2001).
Auskultasi tekanan darah dilakukan dengan meletakkan ujung
stetoskop yang berbentuk corong atau diafragma pada arteri brakialis, tepat di
bawah lipatan siku (rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri
brakialis muncul di antara kedua kaput otot biseps. Manset dikempiskan dengan
kecepatan 2 sampai 3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan awitan
bunyi berdetak, yang menunjukkan tekanan darah sistolik (bunyi Korotkoff).
Bunyi tersebut terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar
dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun dan bunyi akan
menghilang yang disebut tekanan diastolik (Brunner & Suddarth, 2001). Prosedur
pengukuran tekanan darah yang akan dijadikan panduan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada lampiran 4.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Mekanisme Pemeliharaan Tekanan Darah
Otak berfungsi sebagai pusat pengontrol tekanan darah di dalam tubuh
dan pengatur berbagai organ lainnya dalam merespon kebutuhan tubuh. Tekanan
darah juga dikontrol oleh serabut saraf yang merupakan bagian sistem saraf
otonom yang membawa isyarat dari semua bagian tubuh untuk
menginformasikan kepada otak perihal tekanan darah, volume darah dan
kebutuhan khusus semua organ. Semua informasi ini diproses oleh otak dan
keputusan dikirim melalui saraf yang bereaksi secara otomatis menuju organ-
organ tubuh termasuk pembuluh darah, isyaratnya ditandai dengan mengempis
atau mengembangnya pembuluh darah (Hayens, Leenen, & Soetrisno, 2003).
Ginjal berfungsi mengatur fluida (campuran cairan dan gas) di dalam
tubuh. Ginjal memproduksi hormon renin yang merangsang pembentukan
angiotensin yang menyebabkan pembuluh darah kontriksi sehingga tekanan darah
meningkat. Hormon dari beberapa organ juga dapat mempengaruhi pembuluh
darah seperti kelenjar adrenal pada ginjal yang mensekresikan beberapa hormon
seperti kortisol, adrenalin dan aldosteron. Kelenjar tiroid memproduksi hormon
tiroid atau tiroksin, yang juga berperan penting dalam pengontrolan tekanan
darah. Ovari mensekresikan estrogen yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Pada jantung terdapat kelenjar endokrin yang dapat mensekresikan hormon
natriuretik yang dapat membersihkan tubuh dari kelebihan garam dan membantu
mempertahankan pelebaran pembuluh darah sebagaimana mestinya. Hormon-
hormon ini semua dibutuhkan untuk menjalankan fungsi organ tubuh. Bila organ-
organ tersebut mengeksresikan hormon dalam jumlah yang tidak normal maka
Universitas Sumatera Utara
hormon-hormon itu dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah (Hayens,
Leenen, & Soetrisno, 2003).
Arteri merupakan struktur berdinding tebal terdiri dari pembuluh
elastis yang mengangkut darah dari jantung ke jaringan (Brunner & Suddarth,
2001). Otot-otot yang terdapat di dalam pembuluh darah dapat membesar untuk
meningkatkan suplai darah ke suatu organ, ataupun dapat berkontraksi untuk
mengeluarkan darah dan menyebarkan ke tempat lain yang membutuhkan
(Hayens, Leenen, & Soetrisno, 2003).
Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan resistensi perifer.
Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa oleh ventrikel selama satuan
waktu yang merupakan hasil kali denyut jantung dan volume sekuncup (Brunner
& Suddarth, 2001). Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dikeluarkan dari
ventrikel kiri pada setiap kontraksi. Volume ini dipengaruhi oleh jumlah darah di
ventrikel kiri pada akhir diastol (preload), tahanan terhadap semprotan
ventrikular kiri (afterload), dan kontraktilitas miokard (Potter & Perry, 2005).
Tahanan perifer adalah perlawanan pembuluh darah terhadap aliran
darah dimana tahanan perifer ditentukan oleh beberapa faktor yaitu viskositas
darah, panjang pembuluh, dan radius pembuluh (Brunner & Suddarth, 2001).
2.4. Gangguan Tekanan Darah
Karena kebutuhan metabolisme jaringan tubuh selalu berubah
meskipun dalam keadaan istirahat, perlu adanya sistem regulasi yang integral dan
terkoordinasi sehingga aliran darah ke setiap bagian tetap dapat dipertahankan
sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut. Ketika terjadi peningkatan kebutuhan
metabolisme, pembuluh darah akan berdilatasi untuk meningkatkan aliran
Universitas Sumatera Utara
oksigen dan nutrisi ke jaringan. Ketika kebutuhan metabolisme menurun,
pembuluh darah akan berkontraksi dan darah yang mengalir ke jaringan akan
berkurang. Mekanisme dimana pembuluh darah berdilatasi dan berkontraksi
untuk menyesuaikan perubahan metabolisme menunjukkan bahwa tekanan arteri
yang normal tetap terjaga tetapi jika mekanisme tersebut gagal terjadi akan
mengakibatkan gangguan tekanan darah (Brunner & Suddarth, 2001).
Terdapat dua jenis gangguan tekanan darah yaitu tekanan darah tinggi
atau hipertensi dan tekanan darah rendah atau hipotensi akan tetapi komplikasi
yang terjadi pada penderita tekanan darah rendah tidak seberat tekanan darah
tinggi (Hayens, Leenen, & Soetrisno, 2003). Oleh karena itu, penelitian ini hanya
berfokus pada informasi tentang tekanan darah tinggi atau hipertensi.
2.5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Tekanan darah tidak konstan namun dipengaruhi oleh banyak faktor
secara kontinu sepanjang hari. Tidak ada pengukuran tekanan darah yang adekuat
menunjukkan tekanan darah klien. Meskipun saat dalam kondisi yang paling
baik, tekanan darah berubah dari satu denyut jantung ke denyut lainnya (Perry
and Potter, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah menurut Perry and
Potter (2005) adalah:
a. Usia
Tingkat normal tekanan darah bervariasi sepanjang kehidupan. Tingkat
tekanan darah anak-anak atau remaja dikaji dengan memperhitungkan ukuran
tubuh dan usia (Task Force on Blood Pressure Control in Children, 1987). Anak-
Universitas Sumatera Utara
anak yang lebih besar (lebih berat atau lebih tinggi) tekanan darahnya lebih
tinggi daripada anak-anak yang lebih kecil dari usia yang sama.
Tekanan darah akan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hal
ini berhubungan dengan berkurangnya elastisitas pembuluh darah arteri. Dinding
arteri akan semakin kaku, sehingga tahanan pada arteri akan semakin besar dan
meningkatkan tekanan darah. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volume kehilangan elastisitas pembuluh darah karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi tidur ke
duduk, duduk ke berdiri bias mengakibatkan tekanan darah menurun menjadi
mmHg yang mengakibatkan pusing mendadak, tekanan darah meninggi
diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pombuluh darah perifer (Nugroho,
2000).
b. Stress
Ansietas, takut, nyeri, dan stress emosional akan merangsang saraf
simpatik, yang meningkatkan frekuensi darah, curah jantung, dan tahanan perifer.
Efek stimulasi simpatik meningkatkan tekanan darah.
c. Ras
Frekuensi hipertensi pada orang Afrika Amerika lebih tinggi dibanding
pada orang Eropa Amerika. Kematian yang dihubungkan dengan hipertensi juga
lebih banyak pada orang Afrika Amerika. Kecenderungan populasi ini terhadap
hipertensi diyakini berhubungan dengan genetik dan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
d. Medikasi
Banyak medikal yang secara langsung maupun tidak langsung
berhubungan dengan tekanan darah. Salah satu golongan medikasi yang dapat
mempengaruhi tekanan darah adalah analgesik narkotik, yaitu dapat menurunkan
tekanan darah.
e. Variasi Diurnal
Tingkat tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari. Tekanan darah
biasanya rendah pada pagi-pagi sekali, secara berangsur-angsur naik pagi
menjelang siang dan sore, dan mencapai puncaknya pada senja atau malam.
Tidak ada orang yang pola dan derajat variasinya sama.
f. Jenis Kelamin
Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan darah
pada laki-laki atau perempuan. Setelah pubertas, pria cenderung memiliki bacaan
tekanan darah yang lebih tinggi. Setelah menopause, wanita cenderung memiliki
tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia tersebut.
3. Hipertensi
3.1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan yang menetap dari
tekanan darah sistemik dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
tekanan diastolik di atas 90 mmHg (Thomson & Cotton, 1997). Pada populasi
manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 2001). Hipertensi merupakan
peningkatan secara abnormal dan terus menerus pada tekanan darah yang
Universitas Sumatera Utara
disebabkan satu atau beberapa faktor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya
dalam mempertahankan tekanan darah secara normal (Hayens, Leenen, &
Soetrisno, 2003; Dekker, 1996).
Hipertensi memiliki dua tipe yaitu hipertensi esensial atau primer dan
hipertensi sekunder. Hipertensi esensial atau primer terdiri atas hipertensi jinak
dimana terdapat suatu peningkatan progresif lambat dari tekanan darah selama
periode bertahun-tahun dan hipertensi maligna yang merupakan bentuk hipertensi
yang lebih progresif, dimana sering dicapai tingkat tekanan darah yang sangat
tinggi. Hipertensi sekunder merupakan hipertensi sebagai akibat sekunder
penyakit yang sudah ada sebelumnya seperti penyakit renal, darah, endokrin,
serebral, dan kardiovaskular (Thomson & Cotton, 1997).
3.2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi dilihat berdasarkan tekanan darah sistolik dan
tekanan darah diastolik dalam satuan mmHg dibagi menjadi beberapa stadium.
Tabel 1. Klasifikasi derajat tekanan darah menurut The Sixth Report of The Joint
National Commitee on Detection 1997
Kategori Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
Optimal <120 <80 Normal <130 <85 Normal Tinggi 130-139 85-89 Hipertensi
Stadium 1 140-159 90-99 Stadium 2 160-179 100-109 Stadium 3 >180 >110
Dikutip dari The Sixth Report of The Joint National Commitee on Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure, Arch intern Med (1997 dalam Dunitz, 2001)
Universitas Sumatera Utara
Bila tekanan sistolik dan diastolik turun ke kategori berbeda, kategori
yang lebih tinggi harus diseleksi untuk mengklasifikasi status tekanan darah
individual (Dunitz, 2001).
3.3. Respon Penderita Hipertensi
Tekanan darah bervariasi sepanjang hari. Meningkat pada saat
berolahraga dan mengalami stres atau gangguan mental. Sebaliknya tekanan
darah akan menurun bila tubuh sedang dalam kondisi istirahat atau tidur (Hayens,
Leenen, & Soetrisno, 2003).
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah salah satu penyakit yang
benyak diderita orang tanpa mereka sendiri mengetahuinya (Dekker, 1996).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai
bertahun-tahun. Gejala, bila ada, biasanya menunjukkan adanya kerusakan
vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi
oleh pembuluh darah yang bersangkutan (Brunner & Suddarth, 2001).
Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang paling
menyertai hipertensi. Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons peningkatan
beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik yang
meningkat. Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja,
maka dapat terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal dapat
bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan
azotemia (peningkatan urinasi pada darah [BUN] dan kretinin). Keterlibatan
pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien
yang termanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemigplegia) atau
Universitas Sumatera Utara
gangguan tajam penglihatan. Pada penderita stroke, dan pada penderita hipertensi
disertai serangan iskemia (Brunner & Suddarth, 2001).
Olahraga dapat mengurangi risiko terkena hipertensi atau reaksi
abnormal lainnya bila seseorang telah menderita hipertensi. Untuk menyelidiki
apakah latihan fisik dapat memberi nilai dalam pengobatan hipertensi,
sekelompok pasien hipertensi yang sebelumnya tidak aktif, diharuskan menjalani
program latihan dan setelah itu efeknya terhadap tekanan darah diperiksa.
Hasilnya, latihan dinamik secara regular dapat mengurangi tekanan darah senilai
10 mmHg (Hayens, Leenen, & Soetrisno, 2003).
3.4. Bahaya Penderita Hipertensi
Tekanan darah tinggi seringkali tidak menimbulkan keluhan-keluhan
langsung, tetapi lama-kelamaan dapat mengakibatkan berbagai penyakit (Dekker,
1996). Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina,
seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah,
dan pada kasus berat terjadi edema pupil (Brunner & Suddarth, 2001).
Karena pengaruh tekanan darah tinggi, proses penumpukkan zat-zat
lemak di dalam urat-urat nadi besar makin cepat, sehingga mengakibatkan
pengapuran pembuluh darah (arteriosclerosis). Penyakit yang sering timbul
akibat hipertensi adalah gagal jantung, stroke, juga gagal ginjal (Dekker, 1996).
Hipertensi adalah faktor resiko yang tergolong berperan dalam
mengacu timbulnya infark jantung sampai 3-5 kali lipat. Hipertensi dapat
mengacu terjadinya berbagai penyakit yang cukup serius serta kematian
mendadak (Irawan & Mulyadi, 1998). Smith, Odel, Kernohan (1950 dalam
Universitas Sumatera Utara
Kaplan, 2006) mengatakan bahwa penyakit kardiovaskular merupakan penyebab
kematian terbesar yang disebabkan oleh hipertensi.
Beberapa efek hipertensi pada otak, bila tidak dikontrol dalam jangka
panjang, akan menimbulkan stroke dengan resiko hingga tujuh kali lipat bila
dibandingkan dengan orang yang memiliki tekanan darah normal. Tekanan darah
tinggi juga dapat menimbulkan kerusakan ginjal dimana terjadi penurunan aliran
darah ke ginjal dan kerusakan sistem penyaringan di dalam ginjal. Makin tinggi
hipertensi maka makin cepat terjadi kerusakan sistem penyaringan (Hayens,
Leenen, & Soetrisno, 2003). Dicurigai juga penyakit hipertensi dapat
mengakibatkan kelahiran prematur dan kematian yang berhubungan dengan
hipertensi arterosklerosis (Agmon, Khandheria, Meissner et al., 2002 dalam
Kaplan, 2006). Dari pemaparan di atas, terlihat bahwa hipertensi berdampak
negatif pada organ-organ tubuh bahkan dapat mengakibatkan kematian.
3.5. Penatalaksanaan Hipertensi
Penurunan tekanan darah tinggi hingga di bawah 140/90 mmHg dapat
mengurangi segala komplikasi yang mungkin terjadi. Terdapat dua jenis
penatalaksanaan penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi yaitu
penatalaksanaan farmakologis dan penatalaksanaan non farmakologis (Hayens,
Leenen, & Soetrisno, 2003).
3.5.1. Penatalaksanaan Farmakologis
Penataksanaan farmakologis yaitu penatalaksanaan dengan
menggunakan obat-obatan kimiawi (Hayens, Leenen, & Soetrisno, 2003). Ada
berbagai macam jenis obat anti hipertensi pada penatalaksanaan farmakologis,
yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Diuretik
Diuretik dapat meningkatkan kadar garam dan air yang dikeluarkan
ginjal dari tubuh. Aksi ini mengurangi volume darah yang dipompa oleh jantung
setiap denyutan. Tekanan darah kemudian secara perlahan-lahan mengalami
penurunan karena hanya ada fluida sedikit di dalam sirkulasi dibandingkan
dengan sebelum menggunakan diuretik (Hayens, Leenen, & Soetrisno, 2003).
Diuretik juga menurunkan kandungan sodium di dalam pembuluh
darah. Keberadaan sodium yang terlalu tinggi dalam darah cenderung
mempersulit aliran darah (Hayens, Leenen, & Soetrisno, 2003). Dengan demikian
tekanan darah akan turun akibat berkurangnya curah jantung dan resistensi perifer
serta diikuti oleh vasodilatasi perifer dan berkurangnya volume cairan interstisial
yang mengakibatkan berkurangnya kekakuan dinding pembuluh darah dan
bertambahnya daya lentur (compliance) vaskular (McGowan, 2001; Dekker,
1996; Ganiswara, 1995 dalam Fitriani, 2005).
b. Penghambat adrenergik (β-bloker)
Beta-bloker menghambat aksi noradrenalin dan adrenalin pada reseptor
beta, mengurangi kekuatan dan mempercepat kontraksi jantung dan menurunkan
sekresi renin oleh ginjal sehingga terjadi pengurangan tekanan darah (Hayens,
Leenen, & Soetrisno, 2003). Bloker yang berbeda menurunkan renin dengan
tingkatan berbeda pula (Goodfriend, 1983).
Beta-bloker bekerja melalui beberapa cara. Beta-bloker dapat bekerja
secara langsung dengan mengurangi kegiatan memompa otot jantung dan denyut
jantung serta kontraktilitas miokard sehingga terjadi penurunan curah jantung dan
jumlah darah yang dikeluarkan jantung. Dengan demikian aliran darah akan
Universitas Sumatera Utara
berkurang dan mengakibatkan penurunan tekanan darah. Cara lain yaitu dengan
menghambat pelepasan norephinephrin melalui hambatan reseptor para sinaps
dan menghambat sekresi renin melalui hambatan reseptor β1 di ginjal serta efek
sentral yang dapat menurunkan tekanan darah (Dekker, 1996 ; Ganiswara, 1995).
c. Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor
Obat ini bekerja melalui penghambatan aksi dari sistem renin-
angiotensin. Efek utama ACE inhibitor adalah membatasi efek enzim pengubah
angiotensin (angiotensin-converting enzyme) sehingga produksi angiotensin II
menurun. Kondisi ini akan menurunkan perlawanan pembuluh darah dan
menurunkan tekanan darah sehingga meringankan kerja jantung. ACE inhibitor
dapat mengurangi fungsi ginjal dan menyebabkan akumulasi potasium apabila
terjadi penurunan fungsi ginjal (Hayens, Leenen, & Soetrisno, 2003).
d. Antagonis Kalsium (Calcium Antagonist)
Antagonis kalsium dapat mengendurkan otot-otot di dalam dinding
pembuluh darah, menurunkan perlawanan terhadap aliran darah dan tekanan
darah. Antagonis kalsium bertindak sebagai vasodilator atau pelebar. Meskipun
demikian, antagonis kalsium berbeda dari vasodilator lainnya.
Antagonis kalsium sebagian menghambat isyarat dari saraf ke jantung.
Pengurangan ini akan meningkatkan laju denyut jantung yang biasanya terjadi
dengan vasodilator lainnya tetapi tidak dengan antagonis kalsium. Antagonis
kalsium memiliki efek diuretik meskipun hanya sedikit (Hayens, Leenen, &
Soetrisno, 2003).
Universitas Sumatera Utara
e. Vasodilator
Vasodilator mengendurkan otot-otot pada dinding pembuluh darah.
Pembuluh darah dikendurkan dan daya tahan fluida di dalamnya diturunkan.
Selain menurunkan tekanan darah, vasodilator memiliki beberapa efek lain yang
cenderung mengurangi kemampuan mengendurkan pembuluh darah yaitu
menyebabkan ginjal menahan sodium dan air sehingga terjadi peningkatan
jumlah sodium dan air di dalam tubuh serta menyebabkan jantung berdenyut
lebih cepat dan lebih kuat (Hayens, Leenen, & Soetrisno, 2003).
Vasodilator biasanya tidak digunakan sendiri. Obat ini sering
digunakan bersama dengan beta-bloker dan diuretik untuk mengatasi efek
samping vasodilator pada ginjal dan jantung (Hayens, Leenen, & Soetrisno,
2003).
Semua obat-obat di atas bertambah manfaatnya jika ditunjang oleh
pengobatan nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup (Dekker, 1996).
3.5.2. Penatalaksanaan Non Farmakologis
Penatalaksanaan non farmakologis atau penatalaksanaan tanpa
menggunakan obat-obatan kimiawi. Penatalaksanaan hipertensi dengan
nonfarmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk
menurunkan tekanan darah yaitu seperti di berikut ini :
a. Mempertahankan Berat Badan Ideal
Kelebihan berat badan sampai mencapai 30-40% dari berat ideal
cenderung mudah terserang stroke yang biasanya diawali dengan penyakit
hipertensi jantung atau ginjal (Irawan & Mulyadi, 1998). Penurunan berat badan
diikuti penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik ( Stamler dkk., 1980; Tuck
Universitas Sumatera Utara
dkk., 1981 dalam Kaplan & Stamler, 1994). Penurunan berat badan hingga 10%
dapat secara bermakna menurunkan beberapa faktor resiko penyakit
kardiovaskular (Kaplan & Stamler, 1994).
Beberapa cara untuk mempertahankan berat badan ideal adalah diet
rendah lemak namun kaya serat dan protein serta adanya aktivitas fisik yang
nyata (Kaplan & Stamler, 1994).
b. Kurangi asupan natrium (sodium)
Tekanan darah dapat meningkat bila asupan garam meningkat.
Meskipun demikian, efeknya secara keseluruhan hanya sedikit, khususnya pada
tekanan diastolik. Perubahan diet yang normal adalah dengan mengurangi asupan
garam dan dapat menurunkan tekanan darah rata-rata 2 sampai 3 mmHg (Hayens,
Leenen, & Soetrisno, 2003).
c. Latihan aktivitas fisik secara teratur
Peningkatan aktivitas fisik dan kapasitas latihan dapat mencegah
hipertensi dan menurunkan resiko kematian (Blair & Church, 2004 dalam
Kaplan, 2006). Insidens hipertensi 20 hingga 40% lebih rendah pada mereka yang
melakukan aktivitas olahraga sedikitnya 5 jam perminggu daripada mereka yang
kurang aktif (Hayens, Leenen, & Soetrisno, 2003). Latihan olahraga teratur pada
penderita hipertensi dengan takaran yang tepat selama 3-5 kali seminggu dapat
menurunkan tekanan sistolik 8-10 mmHg dan diastolik 6-10 mmHg (Radmarssy,
2007).
d. Batasi konsumsi alkohol
Minuman keras khususnya yang berkadar alkohol tinggi sangat
membahayakan bagi sirkulasi darah otak. Sebab alkohol mengandung unsur yang
Universitas Sumatera Utara
bersifat membakar sehinggga menimbulkan panas dan menyebabkan tekanan
darah meningkat (Irawan & Mulyadi, 1998). Para peminum berat mempunyai
resiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar daripada mereka yang tidak
minum minuman beralkohol (Radmarssy, 2007).
e. Makan K, Ca, Mg yang cukup dari diet
Individu yang mengonsumsi makanan berkadar potasium tinggi
memiliki tekanan darah yang lebih rendah (Hayens, Leenen, & Soetrisno, 2003).
Pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol (3500 mg)/ hari) dengan cara
konsumsi diet tinggi buah dan sayur dan diet rendah lemak dengan cara
mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total (Kaplan, 2006). Kalium dapat
menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah natrium yang terbuang
bersama urine.
Diet kaya potasium sangat penting bagi orang yang mengonsumsi
diuretik untuk mengatasi tekanan darah tinggi karena pil tersebut menghabiskan
potasium di dalam darah (Hayens, Leenen, & Soetrisno, 2003). Dengan
setidaknya mengonsumsi buah-buahan sebanyak 3-5 kali dalam sehari, seseorang
bisa mencapai asupan potassium yang cukup (Radmarssy, 2007).
f. Hindari stres
Peningkatan aliran darah ke otot-otot rangka dan penurunan aliran
darah ke kulit, ginjal, dan saluran pencernaan merupakan respon tubuh terhadap
stres (Hayens, Leenen, & Soetrisno, 2003). Usahakan dapat tidur dan beristirahat
secukupnya untuk mempertahankan kondisi badan, karena tekanan darah
menurun pada waktu tidur, lebih rendah dari pada waktu siang hari (Dekker,
1996).
Universitas Sumatera Utara
Stres akan menimbulkan respon ‘’fight or flight’’. Flight merupakan
reaksi isotonik tubuh untuk melarikan diri, dimana terjadi peningkatan sekresi
adrenalin ke dalam sirkulasi darah yang akan menyebabkan meningkatnya denyut
jantung dan tekanan darah sistolik, sedangkan fight merupakan reaksi agresif
untuk menyerang yang akan menyebabkan sekresi noradrenalin, renin
angiotensin sehingga tekanan darah meningkat baik sistolik maupun diastolik
(Idrus, 2006).
Semua penatalaksanaan ini bertujuan untuk menurunkan tekanan darah
dengan mengurangi jumlah darah, kegiatan jantung memompa, dan mengerutnya
dinding-dinding pembuluh nadi halus sehingga tekanan pada dinding-dinding
pembuluh darah berkurang dan aliran darah menjadi lancar sehingga tekanan
darah akan menurun (Dekker, 1996).
4. Olahraga Pernapasan Satria Nusantara
4.1. Pengertian Olahraga Pernapasan Satria Nusantara
Olahraga pernapasan merupakan latihan yang menghasilkan kekuatan
dan daya tahan terhadap otot pernafasan dimana terdapat sebuah proses
rekonstruksi tubuh pada setiap tahapan latihan untuk memperoleh keseimbangan.
Oleh karena itu, dalam memulai latihan dilakukan secara bertahap sesuai dengan
kondisi tubuh seseorang (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makasar, 2008).
Olahraga pernapasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
olahraga pernapasan Satria Nusantara. Olahraga pernafasan Satria Nusantara
ditujukan untuk mengembangkan usaha penanggulangan stresor dan upaya
Universitas Sumatera Utara
peningkatan sumber daya manusia (SDM), yaitu mengelola stresor dengan baik
untuk menjaga dan bahkan mengembalikan ke homeostasis (Maryanto, 1990).
4.2. Prinsip Gerakan Olahraga Pernapasan Satria Nusantara
Olahraga pernafasan Satria Nusantara adalah pengolahan nafas dan
tenaga dalam yang dilakukan secara sadar dan teratur untuk meningkatkan
kesehatan (Maryanto, 2008). Prinsip gerakan olahraga pernapasan Satria
Nusantara adalah sebagai berikut:
1. Latihan peregangan selama 10 (sepuluh) menit dilakukan dalam dua periode
Peregangan sangat dibutuhkan sebelum menjalani latihan dalam upaya
mencapai kelenturan otot menghindari cedera. Otot akan menjadi rentan cedera
dan sakit jika tidak melakukan peregangan. Manfaat lain dari peregangan ialah
dapat menghilangkan rasa ngilu atau pegal sehabis bekerja keras atau olahraga
selama delapan jam atau lebih, serta menyebabkan otot tetap fleksibel. Untuk
mencapai hasil yang baik, peregangan dilakukan sebelum dan setelah latihan
dimana otot sudah mulai panas (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makasar,
2008).
2. Latihan pernapasan duduk awal dan duduk akhir selama 20 menit dalam dua
periode
Latihan pernapasan duduk awal dilakukan sebagai pemanasan
(warming-up) bagian dalam tubuh sebelum melakukan pernapasan bergerak.
Pernapasan duduk akhir dilakukan untuk pendinginan (cooling down) dan
pengendapan tenaga hasil latihan (Maryanto, 2008).
Peserta pernafasan Satria Nusantara dilatih bernafas dengan ritme yang
teratur, pelan dan dalam sehingga ritme pernafasan diperlambat. Kebiasaan
Universitas Sumatera Utara
bernafas pelan dan dalam akan memberikan pengaruh terhadap stabilitas fungsi
saraf otonom dengan semakin meningkatnya fungsi saraf parasimpatik. Fungsi
syaraf parasimpatik berhubungan erat dengan anabolisme yaitu metabolisme yang
bersifat membangun, yang mengarah kepada perbaikan-perbaikan terhadap
kerusakan jaringan dan gangguan fungsional. Penghambatan fungsi sistem
jantung-pembuluh darah yang cenderung menyebabkan melambatnya denyut
jantung dan melemasnya pembuluh darah, khususnya arterioale sehingga
menyebabkan tekanan darah menurun (Maryanto, 2008).
Latihan pernapasan duduk akhir merupakan latihan pendinginan
dimana latihan ini dapat menurunkan kerja jantung secara perlahan dan
keseluruhan proses metabolisme yang meningkat selama latihan. Keuntungan
pendinginan yaitu mecegah pengumpulan darah dalam vena dan memastikan
cukupnya aliran darah dalam otot, mencegah kekakuan dan nyeri otot (Maryanto,
2008 dalam Mardhiah, 2009).
3. Latihan pernapasan bergerak, dilakukan selama 80 (delapan puluh) menit
dilakukan dalam dua periode.
Pernapasan bergerak adalah pengolahan pernapasan yang dilakukan
bersamaan dengan gerak tertentu/ jurus. Pada latihan pernapasan bergerak, napas
ditahan selama 3 sampai 5 menit (Maryanto, 2008).
Latihan pernapasan bergerak menggunakan mekanisme hipoksia
anaerobik. Latihan ini membuat sel-sel tubuh efisien menggunakan oksigen yang
berarti meningkatnya kemampuan fungsional dan kesehatan sel serta merupakan
cara yang sangat fisiologis dalam merangsang sel-sel tubuh untuk melakukan
penyembuhan bagi dirinya (Maryanto, 2008).
Universitas Sumatera Utara
4. Istirahat Selama 10 Menit
Istirahat dilakukan di antara dua periode latihan pernapasan bergerak
selama 10 (sepuluh) menit dalam satu kali periode (Maryanto, 2008).
Istirahat dilakukan untuk mengembalikan kondisi tubuh seperti pada
awal latihan sebagai persiapan untuk latihan kemudian (Simbar, 2008).
4.3. Gerakan Olahraga Pernapasan Satria Nusantara
Adapun gerakan yang dilakukan saat latihan olahraga pernapasan
adalah sebagai berikut:
1. Gerakan peregangan
Tiap gerakan lakukan dua sampai tiga kali kemudian meningkat
menjadi delapan sampai sepuluh kali.
a. Latihan kepala dan leher
Miringkan kepala sejauh mungkin ke arah setiap bahu. Tekuk kepala
ke samping kiri hingga mengenai bahu diikuti dengan meluruskan lengan ke arah
yang sama dengan arah kepala. Lalu bergantian dengan sisi lain (Maryanto,
2008).
b. Latihan bahu dan lengan
Luruskan lengan kanan ke arah kiri lalu di tahan dengan lengan kiri.
Lakukan bergantian dengan sisi lain. Satu tangan menyentuh bagian belakang
dari leher kemudian raihlah punggung sejauh mungkin yang dapat dicapai.
Bergantian tangan kanan dan tangan kiri. Letakkan tangan di punggung kemudian
coba meraih ke atas sedapatnya. Tepukkan kedua telapak tangan dan regangkan
lengan ke depan lurus dengan bahu. Pertahankan bahu tetap lurus dan kedua
tangan bertepuk kemudian angkat lengan ke atas kepala. Kemudian regangkan
Universitas Sumatera Utara
lengan ke belakang punggung sejauh mungkin. Lengan harus lurus dan tidak
bengkok. Kepal jari-jari tangan kanan lalu tangan kiri mendorong tangan kanan
ke belakang. Gerakan ini juga dilakukan bergantian dengan sisi lain (Maryanto,
2008).
c. Latihan paha
Kaki kanan diluruskan dengan tumit menyentuh lantai dan kaki kiri
ditekuk. Lalu kaki kanan ditekuk dengan telapak kaki menyentuh lantai
sedangkan kaki kiri diluruskan dengan ujung jari menyentuh lantai. Gerakan
dilakukan bergantian dengan sisi lain. Badan tegak lurus dengan kedua kaki
dirapatkan dan tangan lurus ke depan, Lalu perlahan-lahan turunkan punggung
hingga tangan menyentuh tanah. Silangkan kedua kaki dengan badan tetap tegak
dan tangan lurus ke depan. Perlahan-lahan turunkan punggung hingga tangan
menyentuh tanah. Lakukan gerakan ini dengan menyilangkan kaki bergantian
(Maryanto, 2008).
2. Gerakan latihan pernapasan duduk awal
Gerakan latihan pernapasan duduk awal adalah duduk dengan kaki
melipat ke belakang, telapak kaki dengan ujung jari kaki melingkar ke arah
pantat. Tulang ekor menyentuh lantai dan punggung diluruskan. Tangan dengan
jempol digenggam diletakkan pada lutut, pandangan lurus ke depan ke satu titik.
Bila peserta lebih dari satu orang dan sejenis, maka peserta duduk merapat kiri
kanan sehingga lutut saling bersentuhan. Bernapas teratur sambil berkonsentrasi.
Keluar masuk napas melalui hidung, dengan menekan napas di bawah perut
(abdominal pressing). Selang waktu tarik, tekan/ tahan dan keluar napas adalah
Universitas Sumatera Utara
sama yakni 10-30 detik. Pernapasan duduk dilakukan selama 10 menit
(Maryanto, 2008).
3. Gerakan latihan pernapasan bergerak I
Adapun gerakan latihan pernapasan latihan bergerak adalah sebagai
berikut:
a. Gerakan tungkai
Tungkai membentuk posisi kuda-kuda rendah, kedua kaki sejajar,
ujung kaki ke samping berlawanan arah, telapak kaki digesekan ke bumi dan
kedua tumit ditemukan satu sama lain pada setiap gerakan kaki maju sejengkal
(Maryanto, 2008).
b. Gerakan tangan
Jurus untuk tingkat dasar, 10 jurus untuk tingkat pengendalian 1, 6
jurus untuk tingkat gabungan dasar. Untuk tingkat dasar, pada awal gerakan,
napas ditarik sebanyak mungkin melalui hidung, kemudian ditekan dan ditahan di
bawah perut sambil menggesek telapak kaki maju sejengkal yang disebut satu
langkah kuda-kuda, seiring seirama dengan gerakan tangan. Untuk 1 kali
menekan dan menahan napas minimal dilakukan 15 langkah, setelah itu napas
dikeluarkan, juga melalui hidung. Kemudian atur napas dengan tarik dan keluar
napas 2 atu 3 kali , lalu lanjutkan dengan latihan lagi. Latihan dilakukan selama
90 menit dalam dua periode yang diselingi dengan istirahat (Maryanto, 2008).
4. Istirahat
Selama latihan istirahat dilakukan hanya satu kali selama 10 (sepuluh)
menit (Maryanto, 2008).
Universitas Sumatera Utara
5. Gerakan latihan pernapasan bergerak II
Merupakan lanjutan dari gerakan latihan pernapasan bergerak sebelum
istirahat. Melanjutkan gerakan jurus yang sebelum istirahat, untuk memantapkan
gerakan latihan gerakan jurus yang sudah diajari sebelumnya (Maryanto, 2008).
6. Gerakan latihan pernapasan duduk akhir
Gerakan yang dilakukan pada latihan pernapasan duduk akhir sama
dengan latihan pernapasan duduk awal. Pernapasan duduk akhir dilakukan selama
10 menit (Maryanto, 2008).
7. Gerakan peregangan
Gerakan peregangan akhir untuk menutup latihan sama dengan gerakan
peregangan yang dilakukan di awal latihan olahraga pernapasan (Maryanto,
2008).
4.4. Manfaat Olahraga Pernapasan Satria Nusantara
Manfaat yang dapat dicapai dengan melakukan olahraga pernapasan
Satria Nusantara yaitu (1) Meningkatkan fungsi paru. Ketika orang menarik
napas cepat dan dangkal, paru-paru tidak cukup mengembang untuk
memungkinkan transfer maksimum oksigen ke dalam darah. Sedangkan ketika
menarik napas dalam atau pernapasan diafragma menyebabkan perut untuk lebih
luas. Pernapasan diafragma dapat menarik udara ke dalam lobus bawah paru-paru
dimana sebagian besar terjadi transfer oksigen. (2) Meningkatkan aliran limfatik
(getah bening). Dengan membantu mengembangkan paru-paru lebih penuh,
pernapasan dalam juga meningkatkan aliran cairan limfatik yang membantu
mencegah infeksi. (3) Meredakan stress. Bernapas dalam dapat membantu
mengurangi keparahan dan frekuensi ketegangan sakit kepala yang berhubungan
Universitas Sumatera Utara
dengan stres, memperlambat denyut jantung, tekanan darah rendah dan
mengurangi kelelahan. (4) Mempercepat penurunan berat badan dimana berat
badan juga mempengaruhi tekanan darah (Livestrong, 2010).
5. Olahraga Pernapasan Satria Nusantara pada Penderita Hipertensi
Olahraga pernapasan mempunyai banyak kegunaannya. Menurut
Gilang (2007); olahraga pernafasan merupakan suatu sarana yang membantu
tubuh untuk mengubah udara yang dihirup menjadi energi. Aliran udara berenergi
ini mampu menghasilkan tenaga dalam yang akan disebarkan ke seluruh bagian
tubuh. Menurut penelitian yang dilakukan Siswantoyo, 2007; terhadap siswa laki-
laki kelas 2 Madrasah Aliyah Mu’alimin Yogyakarta dengan memenuhi kriteria
inkubasi tertentu, menghasilkan kesimpulan bahwa olahraga pernapasan dapat
meningkatkan kadar beta-endorphin, IgG dan interleukin-6, sedangkan pada
interleukin-2 dan interleukin-4 tidak terjadi peningkatan, sedangkan kortisol
mengalami penurunan.
Kortisol adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar adrenal
berfungsi untuk membantu mengatur tekanan darah dan sistem kekebalan tubuh
saat terjadi krisis tiba-tiba, baik serangan fisik atau kemunduran emosional
(Tarigan, 2010). Kelebihan kortisol mengakibatkan peningkatan kadar glukosa
dan tekanan darah serta perubahan ekspresi dari gen-gen tertentu yang
menyebabkan gangguan psikosomatis misalnya hipertensi dan infark jantung
(Dahroji, 2009).
Pernapasan yang baik dan benar akan menjadikan tubuh sehat dan
prima, tidak mudah diserang berbagai penyakit. Untuk bernapas dengan benar,
Universitas Sumatera Utara
kita hanya perlu mengendurkan otot lambung, menghirup perlahan-lahan melalui
hidung, dan memasukkan udara sampai rasanya bagian bawah lambung terisi
penuh oleh udara. Kemudian berhentilah sebentar sebelum menghembuskan
napas melalui mulut (Wordpress.com, 2008).
Peningkatan jumlah Hb dalam darah bisa dilakukan dengan teknik
penahanan napas. Penahanan napas juga akan menyebabkan berkurangnya
jumlah oksigen dalam jaringan tubuh, yang menyebabkan meningkatkan
keasaman jaringan tubuh. Cairan jaringan yang asam ini merangsang pembuluh
pembuluh kapiler dan pembuluh darah untuk melebar sehingga jumlah darah
yang mengalir lebih banyak. Pelebaran pembuluh darah berpengaruh terhadap
tekanan darah yaitu memperkecil hambatan terhadap aliran darah, sehingga
tekanan darah cenderung menjadi normal (Fadhil, 2009).
Universitas Sumatera Utara