Konduksi Tunak Tunggal Dan Rangkap

Click here to load reader

Transcript of Konduksi Tunak Tunggal Dan Rangkap

PERPINDAHAN KALOR KONDUKSI TUNAK5

1. Konduksi Tunak Dimensi SatuKonduksi merupakan perpindahan kalor dari suatu sistem ke sistem lain tanpa terjadi perpindahan molekul. Perpindahan kalor secara konduksi dibagi menjadi dua, yaitu: kondisi steady (tunak) dan un-steady (tak tunak). Pada kondisi tunak, tidak terjadi perubahan terhadap fungsi waktu. Berbeda dengan kondisi tak-tunak, keadaanya berubah dalam fungsi waktu. Misalkan, jika suatu bola yang sudah dipanaskan mengalami perubahan suhu, maka diperlukan beberapa waktu sebelum suhu benda itu berada kembali pada keadaan seimbang. Keadaan ini dapat disebut keadaan tunak.Jika ada perbedaan suhu dalam suatu benda dan terjadi perpindahan energi dari suhu tinggi ke suhu rendah, maka dapat kita katakan bahwa energi tersebut berpindah secara konduksi atau hantaran dan juga lajunya berbanding dengan gradien suhu normal :

Jika dimasukkan konstanta proporsionalitas (proporsionality constant) atau tetapan kesebandingan, maka :

(Persamaan 2)

Dimana q adalah laju perpindahan kalor dan merupakan gradien suhu kearah perpindahan kalor. Konstanta k disebut konduktivitas atau hantaran termal benda. Pada persamaan diberikan tanda minus agar memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu kalor mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam skala suhu. Persamaan 1 disebut sebagai hukum Fourier tentang konduksi kalor.

Gambar 1. Bagan Arah Aliran KalorSatuan dari k adalah watt per meter persegi per derajat Celcius.2.1 Koefisien Perpindahan Kalor MenyeluruhPada kenyataannya, peristiwa perpindahan kalor tidak berlangsung hanya dengan satu jenis saja, tetapi berlangsung pada dua atau tiga jenis perpindahan kalor sekaligus. Contohnya perpindahan kalor yang terjadi pada heat exchanger dimana kalor mengalir dari fluida A (konveksi), menembus bahan (konduksi), dan selanjutnya melalui fluida B (konveksi).Perhatikan dinding datar seperti pada gambar 1 dimana pada satu sisinya terdapat fluida panas A dan pada sisi lainnya terdapat fluida B yang lebih dingin. Perpindahan kalor dinyatakan oleh:

(a) (b)Gambar 2. Perpindahan Kalor menyeluruh melalui dinding datar

Proses perpindahan kalor dapat digambarkan dengan jaringan tahanan seperti pada gambar 1 (b). Perpindahan kalor menyeluruh dihitung dengan jalan membagi beda suhu menyeluruh dengan jumlah tahanan termal:(Persamaan 3)

di mana nilai menyatakan tahanan konveksi. Aliran kalor menyeluruh sebagai hasil gabungan proses konduksi dan konveksi bisa dinyatakan dengan koefisien perpindahan kalor menyeluruh, U yang dapat dirumuskan dengan persamaan:

di mana A adalah luas bidang aliran kalor, sesuai dengan persamaan (3), maka koefisien perpindahan kalor menyeluruh adalah: (Persamaan 4)

Gambar 3. Analogi tahanan untuk silinder bolong dengan kondisi batas konveksi

Untuk silinder berlubang yang terkena lingkungan konveksi di permukaan bagian dalam dan luarnya, TA dan TB adalah suhu kedua fluida. Dalam hal ini, luas bidang konveksi tidak sama untuk kedua fluida. Luas bidang ini tergantung dari diameter tabung dan tebal dinding.

Dalam hal ini, perpindahan kalor menyeluruh dinyatakan dengan persamaan(Persamaan 5)

Sesuai dengan jaringan termal, besaran Ao dan Ai merupakan luas permukaan dalam dan luar tabung dalam. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh dapat didasarkan atas bidang dalam atau luar tabung, sehingga persamaannya menjadi:(Persamaan 6)

(Persamaan 7)

2.2 Hukum FourierDalam perhitungan laju perpindahan kalor secara konduksi, digunakan hukum Fourier. Hukum ini menunjukan bahwa waktu rata-rata perpindahan kalor melalui media sebanding dengan gradien suhu dan daerah yang dilalui kalor tersebut.

dimana q merupakan laju perpindahan kalor (W atau J/s), A luas penampang yang tegak lurus arah arus kalor (m2), dan adalah gradien suhu perpindahan kalor (oC/m), serta k adalah konduktivitas termal benda atau media yang mengaliri kalor tersebut (W/moC), konduktivitas termal ini akan dijelaskan lebih lanjut. Tanda negatif pada persamaan tersebut menunjukan bahwa kalor mengalir dari tempat yang bersuhu lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah.Penggunaan dari hukum ini dapat dilakukan dalam dua bentuk yang equivalen, yaitu integral dan diferensial. Dengan bentuk integral, perhitungan dilakukan ketika sistem berada pada keadaan tunak (steady). Bentuk integral hukum Fourier adalah

dengan syarat bahwa nilai k sama pada T2 dan T1. Jika konduktivitas termal berbuah menurut hubungan linear dengan suhu, maka persamaan kalor dapat diubah menjadi(Persamaan 8)

Untuk bentuk diferensial, hukum Fourier dilihat dari aliran atau fluks energi pada daerah tertentu saja (local heat flux,). Bentuk ini menghitung jumlah energi yang mengalir melalui permukaan yang sangat kecil per satuan waktu. Panjang diperoleh dari jumlah fluks energi yang mengalir per satuan waktu, dan arahnya didapat dari vektor tegak lurus terhadap permukaan. Persamaan vektor ini dapat ditulis sebagai

(Persamaan 9)

2.3 Sistem Tanpa Sumber KalorDengan mengaplikasikan persamaan Fourier, pada dinding datar berlaku persamaan

(Persamaan 10)

Jika dalam sistem teradapat lebih dari satu macam bahan (komposit), aliran kalor dapat ditulis

(Persamaan 11)

Untuk geometri lainnya, penurunan persamaannya dapat dilihat pada buku Perpindahan Kalor edisi keenam (dapat juga dilihat di Lampiran)..2.4 Sistem Dengan Sumber KalorPada beberapa proses perpindahan kalor, misalnya pada reaktor nuklir, konduktor listrik, maupun sistem reaksi kimia, terdapat situasi di mana kalor dibangkitkan dari dalam. Pada dinding datar dengan sumber kalor berlaku persamaan

(Persamaan 12)

Untuk geometri lainnya, persamaan yang digunakan dapat dilihat pada buku Perpindahan Kalor edisi keenam (dapat juga dilihat di Lampiran).2. Konduksi Tunak Dimensi Rangkap3.1 Faktor Bentuk KonduksiFaktor bentuk konduksi merupakan suatu besaran yang digunakan dalam mengoreksi perpindahan kalor konduksi pada media atau bahan dengan bentuk geometri tertentu. Dalam sistem dua dimensi, dimana terlibat hanya dua batas suhu, kita dapat mendefinisikan faktor bentuk konduksi (conduction shape factor) S sehingga:(Persamaan 13)

Pada sistem tiga dimensi digunakan faktor bentuk yang berbeda-beda dalam menghitung aliran kalor pada bagian-bagian bahan, yaitu pada bagian sudut, dinding dan tepi. Jika semua dimensi-dalam lebih besar dari seperlima tebal dinding, maka:

dimana A adalah luas dinding bahan, L tebal dinding, dan D panjang tepi bahan.3.2 Metode Penyelesaian Masalaha. Analisis MatematikPada metode ini, persamaan Laplace diselesaikan dengan cara pemisahan variabel dan kunci dari metode ini adalah bahwa persamaan diferensial dapat dianggap mempunyai bentuk hasil perkalian : T = XYdi manaX = X(x) dan Y = Y(y)Untuk menetapkan bentuk fungsi X dan Y, diterapkan kondisi batas.Sebagai contoh, pada plat siku-empat yang memiliki tiga sisi plat berada pada suhu tetap T1 dan satu sisi lagi berada pada distribusi gelombang sinus. Kondisi batasnya :

pada y = 0

pada x = 0

pada x = W

pada y = HGambar 4. Plat Siku EmpatSehingga didapat penyelesaian akhirnya yaitu :

Sekarang apabila kita perhatikan perangkat kondisi batas berikut:

pada y = 0

pada x = 0

pada x = W T = T2 pada y = HDengan menggunakan kondisi batas tersebut, penyelesaiannya persamaan tersebut menjadi suatu bentuk dari deret sinus Fourier. Maka bentuk akhir dari persamaan tersebut menjadi :

(Persamaan 14)

b. Analisis Grafik

Gambar 2. Bagan menunjukkan unsur untuk analisis bujur sangkar kurvlinier aliran kalor 2 dimensiPerhatikan sistem dua dimensi sebagaimana terlihat pada gambar 2, tampak permukaan bagian dalam berada pada suhu T1, dan bagian luar pada T2. Kita ingin menghitung perpindahan kalor. Garis-garis alira kalor dan isoterm membentuk berkas-berkas garis lengkung kurvilinear sebagaimana terlihat pada gambar 5.1b. Aliran kalor melintasi bagian-bagian kurvilinear ini diberikan oleh hukum Fourier, dengan mengandaikan satu satuan kedalaman bahan:

(Persamaan 5)

Aliran kalor ini sama untuk semua bagian dalam jalur aliran kalor, dan aliran kalor total ialah jumlah dari aliran kalor dalam semua jalur. Jika bahan ini dibuat sedemikian rupa, sehingga , maka aliran kalor akan sebanding dengan T melintas unsur itu. Selanjutnya, karena aliran kalor harus konstan, maka T melintas masing-masing unsur harus pula sama dalam jalur aliran-kalor yang sama. Jadi, T melintas unsur dibeerikan oleh:

(Persamaan 6)

di mana N adalah banyaknya jenjang suhu antara permukaan dalam dan luar. Selanjutnya, aliran kalor melalui setiap jalur harus sama karena tidak tergantung dari dimensi x dan y, kalau keduanya ini dibuat sama. Jadi, perpindahan kalor total dapat ditulis:

(Persamaan 7)

di mana M adalah jumlah jalur aliran kalor. Sehingga, untuk menghittung perpindahan kalor, kita hanya perlu menggambarkan bujursangkar kurvilinear ini, dan menghitung banyaknya tambahan suhu dan jalur aliran kalor. Namun, kita peerlu teliti dalam menggambarkannya, supaya x y, daan garia-garis tegak lurus.Ketelitian metode ini semata-mata bergantung dari ketelitian menggambarkan bujur sangkar kurvilinear ini, dan menghitung banyaknya tambahan suhu dan jalur aliran kalor. Namun, sketsa yang kasar pun bisa membantu kita dalam memperkirakan suhu yang terdapat di dalam benda. Metode grafik yang disajikan ini, terutama hanyalah mempunyai nilai sejarah saja. Namun, dapat menunjukkan hubungan antar jalur aliran kalor dan isoterm. Metode ini banyak berguna dalam menyelesaikan soal-soal praktis.c. Analisis NumerikBila situasi yang dihadapi dibatasi kondisi geometri yang sedemikian rupa, sehingga penyelesaian tersebut semakin kompleks dan sulit, maka pendekatan yang tepat adalah pendekatan numerik dengan dasar sebagai berikut. Terdapat benda dua dimensi yang terbagi atas sejumlah increment besarnya (arah x dan y). Makin kecil increment-nya maka pendekatan terhadap distribusi suhu juga semakin baik. Pada kondisi itu tersebut diberikan titik-titik node, dengan m sebagai pertambahan arah x, sedangkan n sebagai pertambahan arah y. Penentuan suhu tiap titik digunakan persamaan 1 (tabel 8 lampiran) sebagai kondisi penentu. Secara umum, dengan menggunakan persamaan-persamaan pada tabel 8, didapatkan aproksimasi beda berhingga sebagai berikut:(Persamaan 8)

jika x = y

Jika ada unsur pembangkitan kalor maka persamaannya menjadi(Persamaan 9)

jika x = y

Jika benda padat berada dengan perumukaan datar dalam kondisi batas konveksi dan jika x = y, maka suhu permukaan harus dihitung dengan cara yang berbeda:(Persamaan 10)

Jika benda padat berada dalam kondisi batas konveksi pada bagian sudut maka (Persamaan 11)

jika x = y

.

KELOMPOK 10 | 2012