Kondisi Politik Setelah 21 MEI 1998

28
C. PERKEMBANGAN POLITIK SETELAH 21 MEI 1998 1. Pengangkatan Habibie Menjadi Presiden Republik Indonesia Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Tugas Habibie menjadi Presiden menggantikan Presiden Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Habibie yang manjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Langkah- langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan politik. Untuk menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari kabinetnya. Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI. Dalam bidang ekonomi, pemerintahan Habibie berusaha keras untuk melakukan perbaikan. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk meperbaiki perekonomian Indonesia antaranya : Merekapitulasi perbankan Merekonstruksi perekonomian Indonesia. Melikuidasi beberapa bank bermasalah. Manaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp.10.000,- Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF. Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mangupayakan pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan pelaksanaan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan pemilihan umum yang telah bersifat demokratis. Habibie juga membebaskan beberapa narapidana politik yang ditahan pada zaman pemerintahan Soeharto. Kemudian, Presiden Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independent. 2. Kebebasan Menyampaikan Pendapat Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demontrasi tersebut. Hal

description

Tugas

Transcript of Kondisi Politik Setelah 21 MEI 1998

C. PERKEMBANGAN POLITIK SETELAH 21 MEI 1998

1. Pengangkatan Habibie Menjadi Presiden Republik Indonesia

Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Tugas Habibie menjadi Presiden menggantikan Presiden Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.

Habibie yang manjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan politik. Untuk menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari kabinetnya.

Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.

Dalam bidang ekonomi, pemerintahan Habibie berusaha keras untuk melakukan perbaikan. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk meperbaiki perekonomian Indonesia antaranya :

Merekapitulasi perbankan

Merekonstruksi perekonomian Indonesia.

Melikuidasi beberapa bank bermasalah.

Manaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp.10.000,-

Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.

Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mangupayakan pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan pelaksanaan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan pemilihan umum yang telah bersifat demokratis. Habibie juga membebaskan beberapa narapidana politik yang ditahan pada zaman pemerintahan Soeharto. Kemudian, Presiden Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independent.

2. Kebebasan Menyampaikan Pendapat

Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demontrasi tersebut. Hal ini dilakukan karena pihak kepolisian mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

Namun, ketika menghadapi para pengunjuk rasa, pihak kepolisian sering menggunakan pasal yang berbeda-beda. Pelaku unjuk rasa yang di tindak dengan pasal yang berbeda-beda dapat dimaklumi karena untuk menangani penunjuk rasa belum ada aturan hukum jelas.

Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama (DPR) berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau demonstrasi. adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Adanya undang undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai pelaksanaan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Namun sayangnya, undang-undang itu belum memasyarakat atau belum disosialisasikan dalam kehidupan masarakat. Penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang suatu hal.

3. Masalah Dwifungsi ABRI

Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah pembaharuan dalam perannya di bidang sosial-politik.

Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang. Langkah lain yang di tempuh adalah ABRI semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

4. Reformasi Bidang Hukum

Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang ditambakan oleh masyarakat.

Ketika dilakukan pembongkaran terhadapat berbagai produksi hukum atau undang-undang yang dibuat pada masa Orde Baru, maka tampak dengan jelas adanya karakter hukum yang mengebiri hak-hak.

Selama pemerintahan Orde Baru, karakter hukum cenderung bersifat konservatif, ortodoks maupun elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu didalam masyarakat. Pada hukum yang berkarakter tersebut, maka porsi rakyat sangatlah kecil, bahkan bias dikatakan tidak ada sama sekali.

Oleh karena itu, produk hukum dari masa pemerintahan Orde Baru sangat tidak mungkin untuk dapat menjamin atau memberikan perlindungan terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM), berkembangnya demokrasi serta munculnya kreativitas masyarakat.

5. Sidang Istimewa MPR

Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, telah dua kali lembaga tertinggi Negara melaksanakan Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar Sidang Istimewa MPRS yang kemudian memberhentikan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto menjadi Presiden Rebuplik Indonesia. Kemudian Sidang Istimewa yang dilaksanakan antara tanggal 10 13 Nopember 1998 diharapkan MPR benar-benar menyurahkan aspirasi masyarakat dengan perdebatan yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat menampung, aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. Hasil dari Sidang Istimewa MPR itu memutuskan 12 Ketetapan.

6. Pemilihan Umum Tahun 1999

Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat penting, karena pemilihan umum tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang sedang dilanda multikrisis. Pemilihan umum tahun 1999 juga merupakan ajang pesta rakyat Indonesia dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi. Maka sifat dari pemilihan umum itu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Presiden Habibie kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan pemiliahan umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang politik dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga udang-undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga udang-udang itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR dan DPRD.

Munculnya undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu partai-partai politik bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di Indonesia pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum. Hal ini disebabkan karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan dengan cukup ketat.

Pelaksanaan pemilihan umum ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Anggota KPU terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan wakil-wakil dari partai-partai politik peserta pemilihan umum.

Banyak pengamat menyatakan bahwa pemilihan umum tahun 1999 akan terjadi kerusuhan, namun pada kenyataannya pemilihan umum berjalan dengan lancar dan aman. Setelah penghitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di anataranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional. Hasil pemilihan umum tahun 1999 hingga saat terakhir pengumuman hasil perolehan suara dari partai-partai politik berjalan dengan aman dan dapat di terima oleh suara partai peserta pemilihan umum.

7. Sidang Umum MPR Hasil Pemilihan Umum 1999

Setelah Komisi Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR, maka MPR segera melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.

Akibatnya memunculkan tiga calon Presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR pada tahap pencalonan Presiden diantaranya Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza Mahendra. Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra mengundurkan diri. Oleh karena itu, tinggal dua calon Presiden yang maju dalam pemilihan itu, Abdurrahaman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Dari hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting, Abudurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilaksanakan pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri. Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional.

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menduduki jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia tidak sampai pada akhir masa jabatanya. Akibat munculya ketidakpercayaan parlemen pada Presiden Abdurrahman Wahid, maka kekuasaan Abdurrahman Wahid berakhir pada tahun 2001. DPR/MPR kemudian memilih dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden Indonesia. Masa kekuasaan Megawati berakhir pada tahun 2004.

Pemilihan Umum tahun 2004 merupakan momen yang sangat penting dalam sejarah pemerintahan Republik Indonesia. Untuk pertama kalinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat Indonesia. Pada pemilihan umum ini Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 2004-2009.

Sumber : http://sejarahreformasiindonesia.blogspot.com/2009/10/c-perkembangan-politik-setelah-21-mei_19.htmlKondisi Negeri Pasca 21 Mei1998

Posted onMei 22, 2008byyaminStandarSuara Pembaruan, 22 Mei 2008OlehMoh. Yamin,Ketua Freedom Institute for Social Reform (FISoR) Malang & Peneliti di Lembaga Kajiandan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU Kota MalangSudah 10 tahun reformasi berjalan. Ini setelah reformasi yang meneriakkan ganyang orde baru, dan kemudian menghantarkan Soeharto lengser dari kursi kepresidenan 21 Mei 1998. Harapannya, hal sedemikian itu bisa memberi angin segar bahwa akan ada pergantian pemerintahan yang bersih dari politik koruptif, kolutif, nepotis, jegal-menjegal, dan lain seterusnya. Dengan pemerintahan bersih, Indonesia akan menjadi bangsa dan negara dengan arus perubahan perbaikan di segala bidang. Dalam sejarah panjang pemerintahan pasca tumbangnya kekuatan orde baru, ketika Indonesia dipimpin B.J Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Seokarno Putri, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia tetap berada dalam kubangan persoalan di segala bidang kehidupan mulai politik, ekonomi, dan lain sebagainya.Indonesia kerap dihadapkan dengan segala warna warni labilitas kehidupan bangsa.Tak pernah berhenti, cobaan menerpa bangsa ini. Habibie memimpin Indonesia. Timor Timur lepas dari ibu pertiwi. Abdurrahman Wahid menjadi presiden. Politik saling menjatuhkan sangat mengental. Keinginan bersama, dan kekompakan politik visioner untuk membangun bangsa sejahtera hilang di otak para elit bangsa. Tak pelak dengan keadaan politik memanas tersebut, Abdurrahman Wahid pun kena depak dari tampuk kepresidenannya.Megawati naik jadi presiden. Pulau Ambalat, dan Sipadan dicuri negara tetangga, Malaysia. Ada kesan, politik saling men-decitrakan setiap kepemimpinan dengan nama nista dihalalkan dengan segala cara. Ini sangat jelas ada orang, dan pihak-pihak tertentu yang coba berbuat seperti itu kendatipun sangat sulit pula untuk mengungkap siapakah mereka. Terlepas ini kemudian adalah bentuk ketidaktegasan Megawati untuk mempertahankan dua pulau tersebut, tetap ada pihak dalam negeri sendiri yang memainkan itu semua.SBY terpilih di pemilu 2004 lalu, ternyata pemerintahannya juga tidak sesuai harapan bersama. Tetap saja politik saling menjatuhkan, dan anarkis merajalela. Kondisi tersebut juga ditambah dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) secara berulang-ulang.Kekuatan PolitikTanpa harus menyalahkan siapa yang bersalah di balik itu semua, tekad bulat reformasi guna merubah struktur pemerintahan bebas dari kepentingan politik sektarian serta perbaikan ekonomi rakyat sudah tidak bisa digerakkan sama sekali. Justru semakin mencengkram kekuatan-kekuatan politik hegemonik, dan represif untuk memperalat negara demi libido kepentingan golongan per se. Alih-alih ingin menegakkan dan memperjuangkan amanat reformasi, kekuatan politik kekuasaan semakin erat menelingkung negara.Implikasinya, negara menjadi domisili bagi orang-orang yang sedang berkuasa, dan mencari keuntungan dalam momen-momen kesempatan tersebut. Keinginan untuk secara tulus, dan rela mewujudkan bangsa yang merdeka dari segala dominasi politik destruktif serta berjuang untuk rakyat tidak mengejewantah secara kongkrit praksis. Politik kekuasaan semakin waktu bergerak secara kuat. Kekuatan politik dari kolompok tertentu bertambah kental, dan merekat di dinding-dinding pemerintahan.Negara seolah sedang terancam dengan kehadiran orang-orang baru di tubuh pemerintahannya di setiap detik perubahan pemerintahan dari waktu ke waktu. Ada sebuah pertarungan politik kepentingan beberapa pihak, dan golongan untuk saling memperkuat posisi. Kehendak untuk melakukan, dan memberikan yang terbaik untuk bangsa sudah dikalahkan nafsu politik kerdil, dan primordial an sich. Seolah gaungan reformasi yang sudah menghantarkan tumbangnya kekuataan orde baru 10 tahun silam tidak bisa dijiwai para generasi selanjutnya. Sebaliknya, ada pewarisan nilai-nilai arogansi politik kekuasaan agar negara tetap menjadi tumpuan untuk berkuasa, bukan memerintah. Sungguh ironis bukan!Layaknya orang-orang sedang berada di pesta pora, mereka saling berebut kue kekusaaan setelah Soeharto sudah tamat dari tampuk kekuasaannya. Ada pikiran di benak mereka, pemerintahan represif seperti itu harus digilir. Sebab itu sarat dengan kenikmatan lahir batin yang dilengkapi dengan teraihnya kekuasaan, jabatan, dan materi. Memikirkan rakyat, dan bangsa sangat tidak penting. Memedulikan nasib jutaan jiwa warga dari Sabang sampai Merauke pun sangat tidak berguna (useless).Aktor UtamaPolitik kepentingan selalu dimaknai untuk mencapai tujuan politik golongan masing-masing. Sulitnya adalah mencari tahu para aktor tersebut.Sebab mereka bersembunyi di balik tabir. Para politisi biasanya seperti bunglon, selalu menampilkan performa baik di depan publik namun mereka sangat licik dan picik. Antara yang tampak, dan tidak sangat berlainan. Selalu berubah-ubah sesuai dengan keadaan kontekstualnya. Yang jelas pula, ketika keadaannya sudah rumit seperti ini, sangat sulit untuk melahirkan perubahan-perubahan konstruktif.Pertanyaannya kemudian, kapankah teater politik buruk sedemikian itu secara terus menerus berlangsung dan kemudian usai? Kapan pula nilai-nilai perjuangan reformasi untuk memajukan bangsa, dan negara ini akan dicapai apabila para elit politik saling memanfaatkan momen sembari mereka bersembunyi di balik kepicikannya itu? Sangat mustahil, tuntutan reformasi untuk menciptakan pemerintahan bersih akan membumi di ibu pertiwi ini. Sangat jelas, rakyat akan menjadi korban politik. Bangsa pun tersandera para keberingasan politik politisi yang sempit pandangan.Untuk menjawab persoalan bangsa yang sangat pelik dan rumit, tentu ini sangat membutuhkan keuletan dalam berpolitik. Kedewasaan politik juga perlu diperkuat. Mencoba menggali nilai-nilai reformasi yang universal; pengangkatan harkat dan martabat bangsa, pemberdayaan ekonomi kerakyatan, pembentukan pemerintahan yang bersih, membersihkan elit pemerintahan dari pandangan sempit, mentradisikan kekompakan berpolitik untuk berjuang demi bangsa, dan lain seterusnya harus segera dihidupkan kembali. Menjadikan potret politik terlengserkannya Soeharto sebagai simbol rezim otoritarianistik, penindas bangsa, pembungkam nurani rakyat, dan lain seterusnya menuju terbangunnya pandangan politik kondusif, dan konstruktif demi masa depan bangsa tercerahkan adalah sebuah keniscayaan. Merintis pemerintahan pro bangsa, dan rakyat harus segera menjadi agenda utama. Menciptakan politik yang memberdayakan adalah pintu utama demi terciptanya masyarakat dan bangsa madani.Sumber : http://mohyamin.wordpress.com/2008/05/22/kondisi-negeri-pasca-21-mei-1998/JATUH BANGUNNYA PEMERINTAHAN RI SETELAH 21 MEI 1998Pemilihan umum dilaksanakan pada 7 Juni 1999. Dari seratus lebih partai politik yang terdaftar, hanya 48 partai politik yang dinyatakan memenuhi persyaratan untuk mengikuti pemilihan umum. Lima besar hasil pemilu adalah PDI Perjuangan, Partai Golkar, PKB, PPP, dan PAN, dan sekaligus merupakan lima penyusunan keanggotaan MPR yang menempatkan Amin Rais sebagai ketua MPR dan Akbar Tanjung sebagai ketua DPR RI. Sidang umum MPR pada tanggal 19 Oktober 1999 menolak laporan pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie yang disampaikan pada16 Oktober 1999. Faktor penting yang menyebabkan ditolaknya laporan pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie adalah patut diduga bahwa presiden menguraikan indikator pertumbuhan ekonomi yang tidak akurat dan manipulatif.Sidang umum MPR juga berhasil mengambil keputusan memilih dan menetapkan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden RI masa bakti 1999-2004. Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dalam menjalankan pemerintahan-nya didampingi Wapres Megawati Sukarnoputri. Sidang umum MPR setelah berhasil menetapkan Presiden dan Wakil Presiden RI juga berhasil membuat Sembilan ketetapan dan untuk kali pertama melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Presiden Abdurrahman Wahid menjalankan pemerintahan dengan membentuk cabinet yang disebut Kabinet Persatuan Nasional. Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid berjasa dalam membuka kran kebebasan berpendapat dalam rangka demokrasi di Indonesia. Rakyat diberi kebebasan seluas-luasnya untuk berpendapat hingga akhirnya terjadi kebingungan dan kebimbangan mengenai benar dan tidaknya suatu hal. Pemerintah sendiri juga tidak pernah tegas dalam memberikan pernyataan terhadap suatu masalah. Pemerintahan Gus Dur secara umum belum mampu melepaskan bangsa Indonesia keluar dari krisis yang dialaminya. Fakta yang ada justru menunjukkan makin banyak terjadi pengangguran, naiknya harga-harga dan bertambahnya jumlah penduduk yang berada di garis kemiskinan. Disintegrasi bangsa juga makin meluas meskipun telah diusahakan penyelesaian, misalnya pergantian nama Irian Jaya menjadi Papua. Pertentangan DPR dengan lembaga kepresidenan juga makin transparan. Banyak sekali teguran DPR yang tidak pernah diindahkan Presiden. Puncak pertentangan itu muncul dalam masalah yang dikenal sebagai Bruneigate dan Buloggate. Kasus Buloggate menyebabkan lembaga DPR mengeluarkan teguran keras kepada presiden dalam bentuk momerandum I sampai II. Intinya agar presiden kembali bekerja sesuai GBHN yang telah diamanatkan. Presiden tidak mengindahkan peringatan DPR tersebut. DPR akhirnya bertindak meminta MPR menggelar sidang istimewa untuk meminta pertanggungjawaban kinerja presiden. Presiden berusaha menyelesaikan masalah laporan pertanggungjawaban dengan kompromi politik. Namun, upaya itu tidak mendapat sambutan positif lima dari enam partai politik pemenang Pemilu 1999, yaitu PDI Perjuangan, Partai Golkar, PPP, PAN, dan Partai Bulan Bintang. PKB sebagai basis politik Gus Dur jelas mendukung langkah-langkahnya. Sikap MPR untuk menggelar sidang istimewa makin tegas setelah presiden secara sepihak melantik pemangku sementara jabatan Kepala Kepolisisan RI Komisaris Jenderal (Pol) Chaerudin Ismail menggantikan Kapolri Jenderal Suroyo Bimantoro yang telah dinonaktifkan karena berseberangan dengan presiden. Padahal sesuai aturan yang berlaku pengangkatan jabatan setingkat Kapolri meskipun itu hak prerogatif presiden harus tetap berkoordinasi dengan DPR. Presiden sendiri dalam menanggapi rencana sidang istimewa berusaha mencari kompromi politik yang sama-sama menguntungkan. Namun, jika sampai tanggal 31 Juli 1998 kompromi ini tidak didapatkan, presiden akan menyatakan Negara dalam keadaan bahaya. MPR berencana menggelar sidang istimewa mulai tanggal 21 Juli 2001. Presiden direncanakan akan memberikan laporan pertanggungjawaban pada tanggal 23 Juli 2003. Namun, presiden menolak rencana tersebut dan menyatakan Sidang Istimewa MPR tidak sah dan ilegal.Di lain pihak, beberapa pimpinan partai politik lima besar pemenang pemilu minus PKB mulai mendekati dan mendorong Wapres Megawati Sukarnoputri untuk maju menjadi presiden. Melihat perkembangan politik yang tidak menguntungkan tersebut, presiden menengarai adanya persekongkolan untuk menjatuhkan dirinya sebagai presiden. Oleh karena itu, presiden segera bertindak meskipun tidak mendapat dukungan penuh dari kabinetnya untuk mengeluarkan Dekret Presiden pada tanggal 23 Juli 2001 pukul 1.10 WIB dini hari. Dekret Presiden 23 Juli 2001 pada intinya berisi hal sebagai berikut.1.Membekukan MPR dan DPR RI.2.Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan-badan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu satu tahun.3.Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsure-unsur orde baru yang membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung.Bangsa Indonesia menanggapi Dekret Presiden itu dengan penuh kebimbangan. MPR pada tanggal 23 Juli 2001 pukul 8.00 WIB akhirnya bersikap bahwa dekret tidak sah dan presiden jelas-jelas telah melanggar haluan Negara yang diembannya. Pernyataan MPR didukung oleh fatwa Mahkamah Agung yang langsung dibacakan pada Sidang Istimewa MPR itu. Sidang istimewa MPR terus berjalan meskipun PKB dan PDKB menyatakan walk-out dan tidak bertanggungjawab atas hasil apapun dari Sidang Istimewa MPR. Fraksi-fraksi MPR yang ada akhirnya setuju memberhentikan Gus Dur sebagai presiden RI dan menetapkan Megawati sebagai Presiden RI. Keputusan itu dituangkan dalam Tap. MPR No. III/MPR/2001. Masa jabatan terhitung sejak dilantik sampai tahun 2004 atau melanjutkan sisa masa pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid. Hamzah Haz terpilih menjadi Wapres RI. Presiden Megawati menjalankan pemerintahan dengan membentuk kabinet yang diberi nama Kabinet Gotong Royong. Komposisi kabinet ini ditetapkan pada tanggal 9 Agustus 2001. Persoalan berat yang dihadapi bangsa Indonesia telah menghadang Presiden Megawati dan kabinetnya untuk diselesaikan secepatnya.C.KONDISI SOSIAL & POLITIK INDONESIA SETELAH 21 MEI 1998Perubahan politik di Indonesia sejak bulan Mei 1998 merupakan babak baru bagi penyelesaian masalah Timor Timur. Pemerintahan Indonesia yang dipimpin oleh Presiden B.J. Habibie telah menawarkan pilihan, yaitu pemberian otonomi khusus kepada Timor Timur di dalam Negara kesatuan RI atau memisahkan diri dari Indonesia. Melalui perundingan yang disponsori oleh PBB, di New York, Amerika Serikat pada tanggal 5 Mei 1999 ditandatangani kesepakatan tripartite antara Indonesia, Portugal, dan PBB untuk melakukan jajak pendapat mengenai status masa depan Timor Timur,PBB kemudian membentuk misi PBB di Timor Timur (UNAMET). Misi ini bertugas melakukan jajak pendapat. Jajak pendapat diselenggarakan tanggal 30 Agustus 1999. Jajak pendapat diikuti oleh 451.792 penduduk Timor Timur berdasarkan criteria UNAMET. Jajak pendapat diumumkan oleh PBB di New York dan Dili pada tanggal 4 September 1999. Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa 78,5% penduduk Timor Timur menolak menerima otonomi khusus dalam NKRI dan 21,5% menerima usul otonomi khusus yang ditawarkan pemerintah RI. Ini berarti Timor Timur harus lepas dari Indonesia. Ketetapan MPR No. V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat Rakyat di Timor Timur menyatakan mencabut berlakunya Tap. MPR No. V/MPR/1978. Selain itu, mengakui hasil jajak pendapat tanggal 30 Agustus 1999 yang menolak otonomi khusus.Pengalaman lepasnya Timor Timur dari Indonesia menjadikan pemerintah lebih waspada terhadap masalah Aceh dan Papua. Sikap politik pemerintah di era reformasi terhadap penyelesaian masalah Aceh dan Papua dilakukan dengan member otonomi khusus pada dua daerah tersebut. Untuk lebih memberi perhatian dan semangat pada penduduk Irian Jaya, di era kepemimpinan Gus Dur nama Iru=ian Jaya diganti menjadi Papua. Pemerintah pusat juga member otonomi khusus kepada Papua. Dengan demikian, pemerintah telah berusaha merespon sebagian keinginan warga Papua untuk lebih memaksimalkan segala potensinya untuk kesejahteraan rakyat Papua sendiri. Meskipun begitu, masih terjadi usaha untuk memisahkan diri dari NKRI, terutaman yang dipimpin oleh Theys H. Eluoy, ketua presidium dewan Papua. Gerakan Papua merdeka sempat mereda setelah Theys H. Eluoy tewas tertembak pada tanggal 11 November 2001 yang diduga dilakukan oleh beberapa oknum TNI dan Satgas Tribuana X. Penyelesaian konflik seperti itu sebenarnya tidak dikehendaki pemerintah, namun ada saja oknumyang memancing di air keruh sehingga menimbulkan ketegangan.Keinginan sebagian rakyat untuk merdeka telah menyebabkan pemerintah bertindak keras. Apalagi setelah pengalaman Timor Timur dan pemberian otonomi khusus pada rakyat tidak memberikan hasil maksimal. Pada masa pemerintahan presiden Megawati, Aceh telah mendapatkan otonomi khusus dengan nama Nanggroe Aceh Darussalam. Namun, keinginan baik pemerintah kurang mendapat sambutan sebagian rakyat Aceh. Kelompok GAM tetap pada tuntutannya, yaitu ingin Aceh merdeka. Akibatnya, di Aceh sering terjadi gangguan keamanan, seperti penghadangan dan perampokan truk-truk pembawa kebutuhan rakyat, serta terjadinya penculikan dan pembunuhan pada tokoh-tokoh yang memihak Indonesia. Agar keadaan tidak makin parah, pemerintah pusat dengan persetujuan DPR akhirnya melaksanakan operasi militer di Aceh. Hukum militer diberlakukan di Aceh. Para pendukung GAM ditangkap. Namun demikian, operasi militer juga tetap saja menyengsarakan warga sipil sehingga diharapkan dapat segera selesai.Gjolak politik di eras reformasi juga ditandai dengan banyaknya terror bom di Indonesia. Terror bom terbesar terjadi di sebuah tempat hiburan di Legian, Kuta, Bali yang menewaskan ratusan orang asing. Pada tanggal 12 Oktober 2002 bom berikutnya sempat memporakporandakan Hotel J.W. Marriot di Jakarta beberapa waktu lalu. Keadaan yang tidak aman dan banyaknya terror bom memperburuk citra Indonesia di mata internasional sehingga banyak investor yang batal menanamkan modal di Indonesia. Kondisi politik Indonesia yang kurang menguntungkan tersebut diperparah dengan tidak ditegakkannya hukum dan HAM sebagaimana mestinya. Berbagai kasus pelanggaran hukum dan HAM terutama yang menyangkut tokoh-tokoh politik, konglomerat, dan oknum TNI tidak pernah terselesaikan secara adil dan jujur. Oleh karena itu, rakyat makin tidak percaya pada penguasa meskipun dua kali telah terjadi pergantian pimpinan Negara sejak Soeharto tidak menjadi presiden RI.

Sumber : http://ardianyudha.blogspot.com/2013/01/perkembangan-politik-setelah-21-mei-1998.htmlA. PERKEMBANGAN POLITIK SETELAH 21 MEI 1998

Munculnya Reformasi di Indonesia disebabkan oleh :1. Ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum2. Pemerintah Orde baru tidak konsisten dan konsekwen terhadap tekad awal munculnya orde baru yaitu melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen dalam tatanan kehidupan bernasyarakat, berbangsa dan bernegara.3. Munculnya suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya ( status quo )4. Terjadinya penyimpangan dan penyelewengan terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa.5. Timbulnya krisis politik, hukum, ekonomi dan kepercayaan.

Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan kehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum.Setelah BJ Habibie dilantik menjadi presiden RI pada tanggal 21 Mei 1998 maka tugasnya adalah memimpin bangsa Indonesia dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi rakyat yang berkembang dalam pelaksanaan reformasi secara menyeluruh. Habibie bertekad untuk mewujudkan pemerintrahan yang bersih dan bebas dari KKN.Pada tanggal 22 Mei 1998 Habibie membentuk kabinet Reformasi Pembangunan yang terdiri dari 16 orang menteri yang diambil dari unsur militer, Golkar, PPP dan PDI. Tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan pertemuan I dan berhasil membentuk komite untuk merancang Undang-undang politik yang lebih longgar dalam waktu 1 tahun dan menyetujui masa jabatan presiden maksimal 2 periode.

Usaha dalam bidang ekonomi adalah :1. Merekapitulasi perbankan2. Merekonstruksi perekonomian Indonesia3. Melikuidasi beberapa bank bermasalah4. Menaikkan nilai tukar Rupiahterhadap Dollar AS hingga di bawah Rp. 1.0005. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF

Reformasi di bidang hukum disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di kalangan masyarakat dan mendapat sambutan baik karena reformasi hukum yang dilakukan nya mengarah kepada tatanan hukum yang didambakan oleh masyarakat. Selama Orde baru karakter hukum bersifat konservatif, ortodoks yaitu produk hukum lebih mencerminkan keinginan pemerintah dan tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu dalam masyarakat.

B. KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT DI BERBAGAI DAERAH SEJAK REFORMASI

1. KONDISI SOSIAL MASYARAKATSejak krisis moneter tahun 1997 perusahaan swasta mengalami kerugian dan kesulitan dalam membayar gaji karyawan. Sementara itu harga sembako semakin tinggi sehingga banyak karyawan yang menuntut kenaikan gaji pada perusahaan yang pada akhirnya berimabas pada memPHKkan karyawannya.Karyawan yang di PHK itu menambah jumlah pengangguran sehingga jumlah pengangguran mencapai 40 juta orang. Dampaknya adalah maraknya tindakan kriminalitas yang terjadi dalam masyarakat.Oleh karena itu pemerintah harus membuka lapangan kerja baru yang dapat menampung para penganggur tersebut. Dan juga menarik kembali para investor untuk menanamkan modalnya ke Indonesia sehingga dapat membuka lapangan kerja.2. KONDISI EKONOMIDalam upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat 5 sektor kebijakan yang harus digarap yaitu :a. Perluasan lapangan kerja secara terus menerus melalui investasi dalam dan luar negeri seefisien mungkinb. Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari-hari untuk memenuhi permintaan pada harga yang terjangkauc. Penyediaan fasilitas umum seperti : rumah, air minum, listrik, bahan bakar, komunikasi, angkutan, dengan harga yang terjangkaud. Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku-buku untuk pendidikan umum dengan harga terjangkaue. Penyediaan klinik, dokter dan obat-obatan untuk kesehatan umum dengan harga yang terjangkau pula.Sumber : http://sejarah-interaktif.blogspot.com/2011/10/perkembangan-masyarakat-di-indonesia.htmlA. PERKEMBANGAN POLITIK SETELAH 21 MEI 1998MunculnyaReformasidiIndonesiadisebabkan oleh :1. Ketidakadilan di bidangpolitik, ekonomi dan hukum2. Pemerintah Orde baru tidak konsisten dan konsekwen terhadap tekad awal munculnya orde baru yaitu melaksanakanPancasiladan UUD 1945 secara murni dan konsekwen dalam tatanan kehidupan bernasyarakat, berbangsa dan bernegara.3. Munculnya suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya ( status quo )4. Terjadinya penyimpangan dan penyelewengan terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa.5. Timbulnya krisis politik, hukum, ekonomi dan kepercayaan.Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan kehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum.SetelahBJ Habibiedilantik menjadi presiden RI pada tanggal 21 Mei 1998 maka tugasnya adalah memimpin bangsa Indonesia dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi rakyat yang berkembang dalam pelaksanaan reformasi secara menyeluruh. Habibie bertekad untuk mewujudkan pemerintrahan yang bersih dan bebas dari KKN.Pada tanggal 22 Mei 1998 Habibie membentuk kabinet Reformasi Pembangunan yang terdiri dari 16 orang menteri yang diambil dari unsur militer,Golkar,PPPdan PDI. Tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan pertemuan I dan berhasil membentuk komite untuk merancang Undang-undang politik yang lebih longgar dalam waktu 1 tahun dan menyetujui masa jabatan presiden maksimal 2 periode.Usaha dalam bidang ekonomi adalah :1. Merekapitulasi perbankan2. Merekonstruksi perekonomian Indonesia3. Melikuidasi beberapa bank bermasalah4. Menaikkan nilai tukar Rupiahterhadap Dollar AS hingga di bawah Rp. 1.0005. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan olehIMFReformasi di bidang hukum disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di kalangan masyarakat dan mendapat sambutan baik karena reformasi hukum yang dilakukan nya mengarah kepada tatanan hukum yang didambakan oleh masyarakat. Selama Orde baru karakter hukum bersifat konservatif, ortodoks yaitu produk hukum lebih mencerminkan keinginan pemerintah dan tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu dalam masyarakat.B. KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT DI BERBAGAI DAERAH SEJAK REFORMASI1. KONDISI SOSIAL MASYARAKATSejak krisis moneter tahun 1997 perusahaan swasta mengalami kerugian dan kesulitan dalam membayar gaji karyawan. Sementara itu harga sembako semakin tinggi sehingga banyak karyawan yang menuntut kenaikan gaji pada perusahaan yang pada akhirnya berimabas pada memPHKkan karyawannya.Karyawan yang di PHK itu menambah jumlah pengangguran sehingga jumlah pengangguran mencapai 40 juta orang. Dampaknya adalah maraknya tindakan kriminalitas yang terjadi dalam masyarakat.Oleh karena itu pemerintah harus membuka lapangan kerja baru yang dapat menampung para penganggur tersebut. Dan juga menarik kembali para investor untuk menanamkan modalnya ke Indonesia sehingga dapat membuka lapangan kerja.2. KONDISI EKONOMIDalam upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat 5 sektor kebijakan yang harus digarap yaitu :a. Perluasan lapangan kerja secara terus menerus melalui investasi dalam dan luar negeri seefisien mungkinb. Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari-hari untuk memenuhi permintaan pada harga yang terjangkauc. Penyediaan fasilitas umum seperti : rumah, air minum, listrik, bahan bakar, komunikasi, angkutan, dengan harga yang terjangkaud. Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku-buku untuk pendidikan umum dengan harga terjangkaue. Penyediaan klinik, dokter dan obat-obatan untuk kesehatan umum dengan harga yang terjangkau pula.

sumber:

http://history1978.wordpress.com/Perkembangan Politik Setelah 21 Mei 1998

PerkembanganPolitik Setelah 21 Mei 1998 ( bag 1 )Berikut hal-hal penting mengenai reformasi di Indonesia setelah 27 Mei 1998

1.Sebab Terjadinya Reformasi

Ada banyak factor yang menyebabkan munculnya Reformasi di Indonesia yang di sebabkan olehadanya ke tidak adilan di berbagai bidang kehidupan.hal tersebut dapat di lihat sebagai berikut,

a. Munculnya penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukan pemerintah order baru terhadap pancasila dan UUD 1945,seperti adanya budaya KKN (Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme) penyelewengan dan penyimpangan tersebut direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa dan merugikan kepentingan rakyat..

b. Pemerintah orde baru tidak secara murni, konsisten, dankonsekuen dalam melaksanakan pancasila dan UUD 1945 yang diwujudkan dengan munculnya status quo atau mempertahankan kekuasaannya dengan mengunakan kemenangan Golkar dalam beberapa periode.

c. Pemerintah orde baru bersifat dictator dan militeristik sehinga menekan dan mengekang kebebasan rakyat dalam mengemukakan aspirasinya.

d. Munculnya krisis ekonomi yang berupa krisis moneter yangmenyebabkan kurs mata uang rupiah rendah terhadap kurs mata uangdollar, sehingga menimbulkan ketidakstabilan ekonomi, misalnya harga barang pokok naik tetapi langka tersedia di pasaran, akibatnya banyak masyarakat tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi perekonomian dalam negeri Indonesia yang tidak begitu menggembirakan ditambah penyakit korupsi, kolusi, dan nepotismetelah menyebabkan kondisi ekonomi menjadi makin lemah. Kepercayaan luar negeriterhadap indonesia makin merosot. Di lain pihak,utang luar negeri makin menumpuk.pemerintah dan perusahaan tidak mampu membayar utang-utang itu. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai perusahaan. Hal ini menambah kesulitan di bidang moneter dan perekonomian nasional.

e. Munculnya krisis politik yang berupa krisis kepercayaan terhadap pemerintah yang di anggap tidak mampu untuk memimpin dan memberikan kesejateraan bagi masyarakat, sehingga rakyat tidak lagi percaya terhadap pemerintah yang menyebabkan kehormatandan kewibawaan pemerintah orde baru merosot di mata rakyat. Pada waktu itu, keputusan keputusan politik boleh dikatakan sangat di pengaruhi dan di kendalikan oleh lembaga kepresidena. MPR yang secara de jure memegang kedaulatan rakyat,tetapi secara de facto justru presiden lebih berkuasa.pemilu ke-4 pada tanggal 9 juni 1992, soeharto kembali dipilih sebagai presiden dan Try Sutrisno terpilih sebagai wakil presiden. Tahun 1996 kondisi politik di Indonesia makin meningkat sebab tahun berikutnya, yakni 1997 akan di adakan pemilu. Golkar berusaha keras untuk mempertahankan mayoritas tunggaldi DPR-MPR RI, sementara PPP dan PDI juga mempersiapkan diri untuk meningkatkan jumlah suaranya. Namun pada saat itu posisi PDIkurang menguntungkan karena terjadi konflik intern partai, yaitu pertentangan kubu PDI pro megawati dengan kubu PDI pro suryadi.tanggal 27 juli 1996 terjadi penyerbuan kantor pusat PDI yang masih di tempati PDI pro megawati oleh PDI pro suryadi.dalam penyerbuan ini banyak jatuh korban.hal tersebut memengaruhi kehidupan politik secara nasional.mucul banyak kritikan terhadap pemerintah. Tahun 1996 menjelang pilu tahun 1997 kondisi politik terus-menerus bergejolak. Timbul beberapa kerusuhan di berbagai daerah. Tahun 1997 di langsungkan pemilu yang ke -7 di Indonesia.Golkar muncul sebagai pemenang mutlakterpilih sebagai ketua DPR-MPR RI adalah harmoko.soeharto terpilih kembali sebagai presiden dan B.J. Habibie sebagai wakil presiden terpilihnya kembali presiden soeharto menunjukan soeharto sebagai orang yang paling kuat dalam perpolitikan di Indonesia.kritik dan tuntutan perubahan yang di suarakan oleh para akademis, mahasiswa dan LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) terus bergema. Tuntutan itu antara lain di cabutnya undang-undang politik yang sangat membelengu masyarakat. Sekalipun pemerintah bertindak keras terhadap sikap penentang pemerintah, tetapi gerakan menuntun perubahan terus berlagsung.

f. Munculnya demontrasi secara besar-besaran yang dilakukan mahasiswa di bagai daerah yang menuntut soeharto mengundurkan diri. Demontrasi tersebut di barengi dengan adanya penjarah yang di lakukan oleh masyarakat umum, sehingga keamanan dalam masyarakat terganggu dan banyak masyarakat lainya yang mengungsi untuk mencari perlindungan dan pengamanan. Kondisi dan berbagai krisis yang terjadi pada masa orde baru telah menyebabkan krisis multidimensional.hampir semua bidang kehidupan masyarakat terkena dampak krisis.rakyat mulai kehilangan kepercayaan terhapat pemerintah. Hal itu terjadi karena dalam kenyataan pemerintah tidak mampu mengatasi berbagai masalah dan krisis yangsedang melanda terpilihnya kembali soeharto sebagai presiden RI pada tahun 1998 telah memperluas gerakan protes dan tuntutan perubahan. Rakyat tidak percaya lagi dengan kepemimpinan presiden soeharto.demonstrasi dan aksi damai untuk menuntut perubahan serta tekanan agar presiden soeharto mengundurkan diri terjadi mana-mana. Apalahi setelah pengumuman pemerintah yang akan menaikan BBM dan ongkos agkutan pada tanggal 4 mei 1998 makin meningkatkan gerakan protes antipemerintah.tuntutan yang di ajukan oleh demonstrasi yang terjadi di Jakarta dan berbagai daerah adalah,

1)Berantas KKN

2)Turunkan soeharto

3)Hapuskan dwifunsi ABRI

g. Munculnya krisis social sehingga menyebabkan terjadinya ancaman perusuhan dan aksi kekerasan yang di lakukan oleh masyarakat luas yang bersifat serentak menuntut pengunduran diri presiden soeharto. Puncak aksi demonstrasi mahasiswa terjadi pada tanggal 12 mei 1998 yang di pusatkan di universitas trisakti Jakarta.dalam demonstrasi ini,terjadi bentrokan antara para demonstran dan pihak aparat keamana. Akibatnya jatuh beberapa korban tertembak empat mahasiswa tewas tertembak. Empat maha siswa yang di maksud adalah elang mulya lesmana,herry hartanto, hendrawan lesmana, dan hafidhin royan.. tragedy di universitas trisakti dan kenaikan BBM tersebut telah melahirkan kekompakan di antara berbagai komponenmasyarakat untuk bersama-sama menentang pemerintahan. Menyusul kemudian terjadi kerusuhan dan penjarahan di Jakarta dan sekitarnya pada tanggal 13 dan 14 mei 1998. rumah,pertokoan, perkantoran, dan kendaraan, terutama milik keturunan cina banyak yang di bakar.

Etnis tersebut menjadi korban amukan massa saat terjadinya kerusuhan tanggal 13 dan 14 mei 1998 itu kebetulan presiden soeharto sedang berada di mesir. Tuntutan agar soeharto mundur makin gencar. Ini semua menunjukan bahwa pemerintah orede baru di bawah presiden soeharto tidak lagi mendapatkan kepercayaan dari rakyat Indonesia meginginkan adanya perubahan dan reformasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

h. Masalah penegakan hokum.

Pada masa orde baru, terdapat banyak ketidak adilan dalam pelaksanaan hokum. Peradilan bias di perjual belikan, bahkan dapat dikatakan siapa yang kuat dialah yang menang.hukum telah menjadi alat para penguasa sehingga rakyat sulit mendapatkan keadilan.

Setiap terjadi perkara antara rakyat kecil dan pecabat, jarang sekali rakyat menang. Hokum sedah banyak direkayasa oleh lembaga yang semestinyamenegakan hokum.

2.Tujuan reformasi

a.Reformasi bertujuan tercapainya demokratisasib.Reformasi ekonomi bertujuan meningkatkan tercapainya masyarakat.c.Refprmasi hokum bertujuan tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesiad.Reformasi social beryujuan terwujudnya integrasi bangsa Indonesia.

3.Faktor Pendorong Terjadinya Reformasia.Faktor politik meliputi hal-hal berikut,

1. Adanya KKN(Korupsi ,kolusi,dan Nepotisme)dalam kehidupan pemerintahan.

2. Adanya rasa tidak percaya kepada pemerintaha Orde Baru yang penuh dengan

nepotisme dan kronisme serta merajalelanya korupsi.

3. Kekuasaan Orde Baru yang penuh dengan nepotismedan kronisme serta merajalelanya korupsi.

4. Adanya keinginan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

5. Mahasiswa menginginkan perubahan.

b.Faktor ekonomi , meliputi hal-hal berikut.

1) Adanya krisis mata uang rupiah.2)Naiknya harga barang-barang kebutuhan masyarakat

3) Sulitnya mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok.

4.Dasar Reformasi

a.Didasari oleh nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.

b.Pola piker yang objektif.

c.Segala sesuatu dikelola secara terbuka atau transparan.

d.Menerima kritiksecara terbuka untuk kepentingan umun.

e.Jujur dalam melaksanakan tugas.

f. Adanya keseimbangan antara perkembangan iptek dengan iman dan ketakwaan

terhadap tuhan yang maha esa

5.Subtansi Agenda Reformasi

a.Subtansi agenda reformasi politik

Subtansi agenda reformasi politik adalah sebagai berikut,

1) Reformasi di bidang ideologi negara dan konsitusi.

2) Pemberdayaan DPR, MPR , maksudnya agar lembaga perwakilan rakyat benar-melaksanakan fungsi perwakilan sebagai aspek kedaulatan rakyat dengan langkah sebagai berikut,

a) Anggota DPR harusbenar benar dipilih dalam pemilu yang jurdil.

b) Perlu diadakan tata tertib DPRmenghambat kinerja DPR.

c) Memberdayakan MPR.

d) Perlu pemisahan jabatan antara ketua MPR dan DPR.

3) Reformasi lembaga kepresidenan dan cabinet meliputi hal-hal berikut.

a) Menghapus kewenangan khusus presiden yang berbentuk keputusanpresiden dan intruksi presiden.

b) Membatasi penggunaan hak prerogratif.

c) Menyusun kode etik kepresidenan.

4) Pembaharuan kehidupan politik yaitu memberdayaan partai politik untuk menegakkan kedaulatan rakyat, dengan dikembangkan simtem multipartai yang demokratis tanpa intervensi pemerintahan.

5) Penyelenggaraan pemilu.

6) Birokrasi sipil, mengarah pada terciptanya institusi birokrasi yang netral dan professional yang tidak memihak.

7) Militer dan dwifungsi ABRI, mengarah pada pengurangan peran social politik secara bertahap sampai akhirnyahilang sama sekali, sehingga ABRI berkonsentrasi pada fungsi hankam.

8) Sistempemerintah daerah, dengan sasaran memberdayakan otonomi daerah dengan asas desentralisasi.

b. Agenda reformasi bidang ekonomi

1) Penyehatan ekonomi dan kesejahteraan pada bidang perbankan, perdagangan, dan koperasi serta pinjam luar negeri untuk perbaikan ekonomi.

2) Penghapusan monopoli dan oligopoli.

3) Mencari solusi yang konstruktif dalam mengatasi utang luar negeri.

c. Agenda reformasi bidang hukum

1) Terciptanya keadilanatas dasar HAM.

2) Dibentuk peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan tuntunan reformasi. Misalnya bidang ekonomi dikeluarkan UU kepailitan , dihapuskan UU subversi, dan sesuai semangat HAM dilepaskan napol-tapol (amnesti-abolisi).

d. Agenda reformasi bidang hukum

Agenda reformasi bidang hukum di fokuskan pada intergrasi nasional.

e. Agenda reformasi bidang pendidikan

Agenda reformasi dibidang pendidikan ditujukan terutama pada masalah kurikulum yang harus di tinjau paling sedikit lima tahunan.

f. Hambatan pelaksanaan reformasi politik

1) Hambatan cultural yaitu mengingat pergantian kepemimpinan nasional dari soeharto ke habibie tidak diiringi pergantian rezim yang berarti, sebagian besar anggota cabinet, gubernur.

2) Hambatan legitimasi yaitu pemerintah habibie karena belum merupakan hasil pemilu.

3) Hambatan struktual yaitu berkaitan dengan krisis ekonomi yang berlarut-larut yang berdampak bertambahnya rakyat yang hidup dalam kemiskinan.

4) Munculnya berbagai tuntutan otonomi daerah, yang jika tidak ditanganisecara baik akan menibulkan disentregasi bangsa.

5) Adanya kesan kurang kuat dalammenegakkan hukum terhadap praktik penyimpanan politik ekonomi rezim lama seperti praktik KKN.

6) Terkotak-kotaknya elite politik, maka di butuhkan kesadaran untuk bersama-sama menciptakan kondisi politik yang mantap agar transformasi politik berjalan lancar.

6. Pemerintahan pada masa reformasi

Pemilihan umum di laksanakan pada 7 juni 1999. dari seratus lebih partai yang terdaftar, hanya 48 partai politik yang dinyatakan memenuhi persyaratan untuk mengikuti pemilihan umum. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI perjuangan), Partai Golongan Karya (patai golkar), Partai Kebangkitan Bangsa, (PKB), Partai Persatuan Pembangunan, (PPP), dan Partai Amanat Nasional, (PAN) merupakan lima penyusun keanggotaan MPR dan Akbar tanjung sebagaian ketua DPR RI.

Sumber : http://mujtahid269.blogspot.com/2013/07/perkembangan-politik-setelah-21-mei-1998_2013.htmlUntuk acuan pendahuluan

Cerita di Balik Mundurnya SoehartoTANGGAL 21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB, semua perhatian tertuju kecredentials roomdi Istana Merdeka, Jakarta. Saat itu, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Dalam pidato yang singkat, Soeharto antara lain mengatakan,Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998.Pengumuman pengunduran diri Soeharto Kamis pagi itu sesungguhnya tidaklah terlalu mengejutkan, karena sehari sebelumnya sudah ramai dibicarakan bahwa Presiden Soeharto akan mengundurkan diri. Yang menjadi pertanyaan, apa yang mendorong Soeharto akhirnya memutuskan untuk mundur? Karena, beberapa hari sebelumnya, Soeharto masih yakin dapat mengatasi keadaan.

Kejutan ke arah mundurnya Soeharto diawali oleh keterangan pers Ketua DPR/MPR Harmoko usai Rapat Pimpinan DPR, Senin (18/5) lalu.

Tanggal 18 Mei 1998Pukul 15.20 WIB, Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.

Namun, kejutan yang disambut gembira oleh ribuan mahasiswa yang mendatangi Gedung DPR itu, tidak berlangsung lama. Karena malam harinya, pukul 23.00 WIB Menhankam/ Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual, meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif.

Walaupun sikap ABRI itu disampaikan setelah Wiranto memimpin rapat kilat dengan para Kepala Staf Angkatan dan Kapolri serta para panglima komando, tetapi diketahui bahwa pukul 17.00 WIB Panglima ABRI bertemu dengan Presiden Soeharto di kediaman Jalan Cendana. Dengan demikian, muncul dugaan bahwa apa yang dikemukakan Wiranto itu adalah pendapat Presiden Soeharto.

Pukul 21.30 WIB, empat Menko diterima Presiden Soeharto di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga berniat menggunakan kesem-patan itu untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu "malu". Namun, niat itu - mungkin ada yang membocorkan - tampaknya sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Ia langsung mengatakan, "Urusan kabinet adalah urusan saya." Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan tidak jadi disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di masyarakat.

Tanggal 19 Mei 1998Pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat, yakni Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, budayawan Emha Ainun Nadjib, Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali Yafie, Prof Malik Fadjar (Muhammadiyah), Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono (Muhammadiyah), serta Achmad Bagdja dan Ma'aruf Amin dari NU.

Usai pertemuan, Presiden Soeharto mengemukakan, akan segera mengadakanreshuffleKabinet Pembangunan VII, dan sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi. Presiden juga membentuk Komite Reformasi. Nurcholish sore hari mengungkapkan bahwa gagasanreshufflekabinet dan membentuk Komite Reformasi itu murni dari Soeharto, dan bukan usulan mereka.

Dalam pertemuan ini, sesungguhnya tanda-tanda bahwa Soeharto akan mengundurkan diri sudah tampak. Namun, ada dua orang yang tidak setuju bila Soeharto menyatakan mundur, karena dianggap tidak akan menyelesaikan masalah.

Pukul 16.30 WIB, Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita bersama Menperindag Mohamad Hasan melaporkan kepada Presiden soal kerusakan jaringan distribusi ekonomi akibat aksi penjarahan dan pembakaran. Bersama mereka juga ikut Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng yang akan melaporkan soal rencana penjualan saham BUMN yang beberapa peminatnya menyatakan mundur.

Pada saat itu, Menko Ekuin juga menyampaikan reaksi negatif para senior ekonomi; Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli, dan Frans Seda, atas rencana Soeharto membentuk Komite Reformasi dan me-reshufflekabinet. Mereka intinya menyebut, tindakan itu mengulur-ulur waktu.

Tanggal 20 Mei 1998Pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang ekuin mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas. Dua menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier tidak hadir. Mereka sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi, ataupun Kabinet Reformasi hasilreshuffle. Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat.

Pukul 20.00 WIB, surat itu kemudian disampaikan kepada Kolonel Sumardjono. Surat itu kemudian disampaikan kepada Presiden Soeharto. Soeharto langsung masuk ke kamar dan membaca surat itu. Soeharto saat itu benar-benar terpukul. Ia merasa ditinggalkan. Apalagi, di antara 14 menteri bidang Ekuin yang menandatangani surat ketidaksediaan itu, ada orang-orang yang dianggap telah "diselamatkan" Soeharto.

Ke-14 menteri yang menandatangani - sebut saja Deklarasi Bappenas - itu, secara berurutan adalah Ir Akbar Tandjung; Ir Drs AM Hendropriyono SH, SE, MBA; Ir Ginandjar Kartasasmita; Ir Giri Suseno Hadihardjono MSME; Dr Haryanto Dhanutirto; Prof Dr Ir Justika S. Baharsjah M.Sc; Dr Ir Kuntoro Mangkusubroto M.Sc; Ir Rachmadi Bambang Sumadhijo; Prof Dr Ir Rahardi Ramelan M.Sc; Subiakto Tjakrawerdaya SE; Sanyoto Sastrowardoyo M.Sc; Ir Sumahadi MBA; Drs Theo L. Sambuaga; dan Tanri Abeng MBA.

Alinea pertama surat itu, secara implisit meminta agar Soeharto mundur dari jabatannya. Perasaan ditinggalkan, terpukul, telah membuat Soeharto tidak mempunyai pilihan lain kecuali memutuskan untuk mundur.

Soeharto benar-benar tidak menduga akan menerima surat seperti itu. Persoalannya, sehari sebelum surat itu tiba, ia masih berbicara dengan Ginandjar untuk menyusun Kabinet Reformasi. Ginandjar masih memberikan usulan tentang menteri-menteri yang perlu diganti, sekaligus nama penggantinya.

Probosutedjo, adik Soeharto, yang berada di kediaman Jalan Cendana, malam itu, mengungkapkan, Soeharto pada malam itu terlihat gugup dan bimbang. "Pak Harto gugup dan bimbang, apakah Habibie siap dan bisa menerima penyerahan itu. Suasana bimbang ini baru sirna setelah Habibie menyatakan diri siap menerima jabatan Presiden," ujarnya.

Probosutedjo menggambarkan suasana di kediaman Soeharto malam itu cukup tegang. Perkembangan detik per detik selalu diikuti dan segera disampaikan ke Soeharto. Dikatakan, "Saya berusaha memberikan informasi terkini, tentang tuntutan dan permintaan yang terjadi di DPR, informasi bahwa akan ada orang-orang yang bergerak ke Monas, serta perkembangan dari luar negeri," ujar Probosutedjo, seraya menambahkan bahwa pada saat itu semua anak-anak Soeharto berkumpul di Jalan Cendana. Soeharto kemudian bertemu dengan tiga mantan Wakil Presiden; Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, dan Try Sutrisno.

Pukul 23.00 WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie.

Wiranto sampai tiga kali bolak-balik Cendana-Kantor Menhankam untuk menyikapi keputusan Soeharto. Wiranto perlu berbicara dengan para Kepala Staf Angkatan mengenai sikap yang akan diputuskan ABRI dalam menanggapi keputusan Soeharto untuk mundur. Setelah mencapai kesepakatan dengan Wiranto, Soeharto kemudian memanggil Habibie.

Pukul 23.20 WIB, Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais. Dalam pertemuan itu, Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari jabatannya. Yusril juga menginformasikan bahwa pengumumannya akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB.

Dalam bahasa Amien, kata-kata yang disampaikan oleh Yusril itu, "The old man most probably has resigned". Kabar itu lalu disampaikan juga kepada Nurcholish Madjid, Emha Ainun Najib, Utomo Danandjaya, Syafii Ma'arif, Djohan Effendi, H Amidhan, dan yang lainnya. Lalu mereka segera mengadakan pertemuan di markas para tokoh reformasi damai di Jalan Indramayu 14 Jakarta Pusat, yang merupakan rumah dinas Dirjen Pembinaan Lembaga Islam, Departemen Agama, Malik Fadjar. Di sana Cak Nur - panggilan akrab Nurcholish Madjid - menyusun ketentuan-ketentuan yang harus disampaikan kepada pemerintahan baru.

Pukul 01.30 WIB, Amien Rais dkk mengadakan jumpa pers. Dalam jumpa pers itu Amien mengatakan, "Selamat tinggal pemerintahan lama, dan selamat datang pemerintahan baru". Keduanya menyambut pemerintahan transisi yang akan menyelenggarakan pemilihan umum hingga Sidang Umum MPR untuk memilih pemimpin nasional yang baru dalam jangka waktu enam bulan.

Tanggal 21 Mei 1988Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Kekecewaannya tergambar jelas dalam pidato pengunduran dirinya, ...Saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan ke-7, namun demikian kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud, karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara-cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.

Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan Fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI.Seusai Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya, dan BJ Habibie mengucapkan sumpah sebagai Presiden, Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto dalam pidatonya menyatakan, ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para mantan Presiden/Mandataris MPR, termasuk mantan Presiden Soeharto dan keluarga.(Tim Kompas)Sumber : http://www.seasite.niu.edu/indonesian/reformasi/chronicle/kompas/may27/ceri01.htm