KOMUNITAS BURUNG DI PULAU TIDUNG KECIL,...
-
Upload
nguyenlien -
Category
Documents
-
view
233 -
download
0
Transcript of KOMUNITAS BURUNG DI PULAU TIDUNG KECIL,...
KOMUNITAS BURUNG DI PULAU TIDUNG KECIL,
KEPULAUAN SERIBU
AI WINARSIH
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
i
KOMUNITAS BURUNG DI PULAU TIDUNG KECIL,
KEPULAUAN SERIBU
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
AI WINARSIH
1111095000018
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
ii
KOMUNITAS BURUNG DI PULAU TIDUNG KECIL,
KEPULAUAN SERIBU
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
AI WINARSIH
1111095000005
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Fahma Wijayanti, M.Si Paskal Sukandar, M.Si
NIP. 19690317200312 2001 NIP. 195103251982101001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Dasumiati, M.Si
NIP. 197309231999032002
iii
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul “Komunitas Burung di Pulau Tidung Kecil, Kepulauan Seribu”
yang ditulis oleh Ai Winarsih, NIM 1111095000018 telah diuji dan dinyatakan
LULUS dalam Seminar Hasil Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana Strata Satu (S1) Jurusan Biologi.
Menyetujui,
Penguji I Penguji II
Dr. Iwan Aminudin, M.Si Narti Fitriana, M.Si
NIP. NIDN. 0331107403
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Fahma Wijayanti, M.Si Paskal Sukandar, M.Si
NIP. 19690317200312 2001 NIP. 195103251982101001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Biologi
Dr. Dasumiati, M.Si
NIP. 19730923 199903 2 002
iv
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL
KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI
ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA
MANAPUN.
Ciputat, Juli 2015
Ai Winarsih
v
ABSTRAK
Ai Winarsih. Komunitas Burung di Pulau Tidung Kecil, Kepulauan Seribu.
Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2015.
Pulau Tidung Kecil berpotensi sebagai habitat bagi burung karena kondisi hutan lebih
baik dibandingkan Pulau Tidung Besar. Habitat burung di Pulau Tidung Kecil
berpotensi mengalami gangguan akibat penebangan dan pembakaran kawasan
bervegetasi untuk tujuan pembangunan dan aktifitas kunjungan wisatawan. Studi
tentang burung penting, dengan melakukan studi mengenai burung dan habitatnya
dapat diketahui perubahan yang terjadi dalam suatu ekosistem. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung dan pemanfaatan vegetasi sebagai
habitat burung di Pulau Tidung Kecil. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari
hingga Maret 2015 di Pulau Tidung Kecil, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta.
Data burung dikumpulkan dengan metode kombinasi IPA (Index Point of Abundance)
dan dengan metode jalur (transect) pada 9 titik pengamatan. Diperoleh 29 spesies
burung dari 19 famili (metode IPA), dan 31 spesies burung dari 20 famili (metode
daftar jenis MacKinnon). Terdapat 24 jenis burung penetap dan 7 jenis burung
migran. Nilai indeks keanekaragaman di Pulau Tidung Kecil sebesar 2,39 (medium).
Nilai indeks kemerataan jenis yang didapat sebesar 0,7 (tinggi). Nilai kekayaan jenis
burung sebesar 4,31(tinggi). Cemara laut (Casuarina equisetifolia) merupakan jenis
pohon yang paling sering dimanfaatkan oleh burung yaitu sebanyak 76,47%. Strata
tiga adalah strata yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung. Berdasarkan IUCN
(International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) 100%
burung di Pulau Tidung Kecil tergolong Least concern atau beresiko rendah.
sebanyak 7 jenis burung yang dilindungi Peraturan Pemerintah no.7 tahun 1999 dan
Tidak terdapat jenis burung yang dilindungi oleh CITES (Convention on
International Trade of Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora).
Kata Kunci : Komunitas burung, keanekaragaman, vegetasi, status konservasi
vi
ABSTRACT
Ai Winarsih. Bird Communities in Tidung Kecil Island, Thousand Islands.
Undergraduate Thesis. Department of Biology. Faculty of Science and
Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2015.
Tidung Kecil Island had potential as bird’s habitat because the condition of forest
better than Tidung Besar. Bird’s habitat in Tidung Kecil Island also had bad potential
because of logging and burned in vegetation areal for build and for activity of
tourism. Study about bird were very important because we could know the change
that happened in one ecosystem. The purposed of this research was to know the
variety of bird and usefully of vegetation as bird’s habitat in Tidung Kecil Island.
This researched hold on January until March 2015 in Tidung Kecil Island, Thousand
Island, Jakarta. This research carried out by combination of IPA (Index Point Of
Abundance) method and transect method that divided into 9 point along transect. The
result of researched were 29 species of bird from 19 family with IPA method and 31
species of bird from 20 family with Mackinnon list method. Composition of bird
species include of 24 resident bird species and 7 migrant bird species. The number of
variety species index was 2,39 (medium). Evenness index value was 0,7 (high). The
number of species richness was 4,31(high). The species of tree that often used by bird
was Casuarina equisetifolia (76,47%). The most used base of vertical level tree by
bird in Tidung Kecil Island was level three. Conservation status in Tidung Kecil
Island based on IUCN were 100% (least concern). Based of PP No.7 year 1999, there
were 7 species of bird that were protected. There were no species of bird that were
protected by CITES.
Keywords : community of bird, variety, vegetation, conservation status
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
hidayah dan karunia-Nya. Sholawat serta salam penulis panjatkan kepada Rasulullah
SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Komunitas
Burung di Pulau Tidung Kecil, Kepulauan Seribu“.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak
baik kepada masyarakat, peneliti, maupun instansi pemerintahan yang terkait. Peran
serta dukungan berbagai pihak merupakan bantuan yang tak ternilai bagi penulis, oleh
karena itu penulis sampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Ace Cepiyana dan Ibunda Idar Darsini yang
memberikan kasih sayang, dukungan dan doa sehingga penulis dapat mengikuti
pendidikan di perguruan tinggi dan dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Dasumiati, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi dan Etyn Yunita, M.Si selaku
sekretaris Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Dr. Fahma Wijayanti, M.Si selaku Pembimbing I dan Paskal Sukandar, M.Si
selaku Pembimbing II yang telah sabar membimbing, memberikan saran, arahan
dan motivasi kepada penulis.kepada penulis.
viii
5. Dr. Megga Ratnasari pikoli, M.Si selaku penguji I dan Priyanti, M.Si selaku
penguji II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan saran
dalam penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Program Studi Biologi, atas semua ilmu yang telah diberikan
semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan dapat diamalkan sebagai amal jariyah.
7. Suku Dinas Pertanian di Pulau Tidung Kecil, Walid Rumblat, S.Si, Medina
Deanti Sari, Meidi Yanto, Sinta Ramadhania, Mas Kurnadi, Ibu Titik Sari dan Ka
Brian yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
8. Keluarga besar penulis serta Dennis Nur Hidayat dan Rafa Fadhila sebagai adik
kandung penulis yang telah memberi semangat dan dukungan kepada penulis.
9. Medina Deanti Sari, Shelfila Fitriani, Putri Sintya Dewi, Naylul Izzah, Aldha
Rizki Utami dan Nurhafizoh sebagai teman-teman terbaik dalam menempuh
pendidikan di Biologi UIN Jakarta.
10. Teman-teman Program Studi Biologi Angkatan 2011, Himbio Oryza sativa, dan
KPB Nectarinia yang selalu memberikan do’a dan semangat kepada penulis.
Semoga Allah membalas semua amal baik yang telah diberikan kepada
penulis, amin. Skripsi ini tak luput dari kesalahan, oleh karena itu diharapkan
masukan dan saran dari pembaca untuk dapat menjadi pelajaran bagi penulis.
Jakarta, Juli 2015
(Ai Winarsih)
ix
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................. ii
ABSTRAK .............................................................................................................. iii
ABSTRACT ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 3 3
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4
2.1. Keadaan Umum Wilayah Kepulauan Seribu ............................................ 4
2.2. Kekayaan dan Keanekaragaman Jenis Burung ......................................... 6
2.3. Komunitas Burung .................................................................................. 8 8
2.4. Ekologi Burung ......................................................................................... 9
2.5. Habitat Burung ........................................................................................ 1 11
2.6. Status Konservasi dan Status Perlindungan Jenis Burung ....................... 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 15 15
3.1. Waktu dan Lokasi ................................................................................. 15 15
3.2. Alat dan Bahan ...................................................................................... 15 16
3.3. Cara Kerja ............................................................................................. 16 16
3.3.1. Pengumpulan Data Burung......................................................... 16 16
3.3.2. Pemanfaatan Vegetasi oleh Burung............................................ 17 17
3.4. Analisis Data ............................................................................................ 18
3.4.1. Indeks Keanekaragaman ............................................................. 18 18
3.4.2. Indeks Kemerataan ..................................................................... 19 19
3.4.3. Indeks Kekayaan Jenis ............................................................... 19 19
3.4.4. Tingkat Penggunaan Vegetasi Sebagai Habitat Burung ............. 20 20
3.4.5. Sebaran Burung Menurut Strata Vegetasi .................................. 20 20
3.4.6. Komposisi Jenis dan Status Perlindungan .................................. 21 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 22 22
4.1. Kondisi Habitat ..................................................................................... 22 22
4.2. Komposisi dan Kekayaan Jenis Burung ............................................... 24 24
4.3. Keanekaragaman Jenis Burung ............................................................. 33 32
x
4.4. Penggunaan Vegetasi Sebagai Habitat Burung ..................................... 35 34
4.5. Pemanfaatan Strata Vegetasi oleh Burung ............................................ 39 39
4.6. Status Perlindungan Jenis Burung ........................................................ 44 44
BAB V PENUTUP ................................................................................................. 5 49
5.1.Kesimpulan .............................................................................................. 5 49
5.2. Saran ....................................................................................................... 5 49
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51 50
LAMPIRAN ........................................................................................................... 5 55
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 1. Peta Penyebaran Titik Pengamatan di Pulau Tidung Kecil ................ 15 15
Gambar 2. Kombinasi Metode IPA Dan Metode Jalur ......................................... 16 17
Gambar 3. Pembagian Strata Vegetasi Pohon ...................................................... 18 18
Gambar 4. Kekayaan jenis dengan menggunakan daftar jenis MacKinnon ......... 25 24
Gambar 5. Cerek tilil ............................................................................................. 29 28
Gambar 6. Cerek kernyut dan Trinil ekor kelabu ................................................. 30 29
Gambar 7. Gajahan pengala .................................................................................. 31 31
Gambar 8. Kangkok besar ..................................................................................... 32 31
Gambar 9. Jenis Vegetasi yang Dimanfaatkan Burung ........................................ 36 35
Gambar 10. Aktifitas Burung di Pulau Tidung Kecil ........................................... 38 37
Gambar 11. Pemanfaatan vegetasi sebagai aktifitas bersarang............................. 39 38
Gambar 12. Kekep Babi .......................................................................................... 4 42
xii
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1. Persentase Jumlah Individu Setiap Jenis yang Ditemukan di Pulau
Tidung Kecil ................................................................................................
27
Tabel 2. Jenis Burung Berdasarkan Strata Vertikal Tegakan Pohon ........................ 40
Tabel 3. Komposisi dan Status Perlindungan ........................................................... 45
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1. Titik kordinat pengamatan .................................................................... 55
Lampiran 2. Kondisi habitat burung di Pulau Tidung Kecil bagian barat .............. 5 56
Lampiran 3. Kondisi habitat burung di Pulau Tidung Kecil bagian tengah ........... 5 57
Lampiran 4. Kondisi habitat burung di Pulau Tidung Kecil bagian timur ............. 5 58
Lampiran 5. Rekapitulasi jumlah individu burung pada setiap pengamatan .......... 5 59
Lampiran 6. Data pemanfaatan vegetasi oleh burung ............................................. 5 60
Lampiran 7. Data aktifitas burung .......................................................................... 5 61
Lampiran 8. Jenis-jenis burung yang ditemukan di Pulau Tidung Kecil ................ 6 62
Lampiran 9. Data jenis pohon di Pulau Tidung Kecil............................................. 6 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kepulauan Seribu terdiri dari banyak pulau, salah satunya adalah Pulau
Tidung. Secara administratif Pulau Tidung termasuk kedalam wilayah Kabupaten
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pulau Tidung terbagi atas dua gugusan pulau
yaitu Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil. Sebagai salah satu pulau yang
terdapat pada gugusan Kepulauan Seribu, Pulau Tidung Kecil potensial sebagai
habitat bagi burung karena kondisi hutan lebih baik dan tingkat pembangunan
masih rendah dibandingkan dengan Pulau Tidung Besar (Pemprov DKI, 2010).
Pulau-pulau di Kepulauan Seribu termasuk Pulau Tidung Kecil umumnya
dihuni oleh berbagai jenis burung terutama jenis-jenis burung air dan burung
pantai. Menurut Mardiastuti (1992), sebanyak 15 jenis burung air ditemukan di
Pulau Rambut dan populasi terbesar didominasi oleh famili Heron (Ardeidae) dan
Cormorant (Phalacrocoracidae), dimana Pulau Rambut merupakan salah satu
pulau yang terdapat di Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu merupakan kumpulan
pulau yang menunjang keberlangsungan hidup suatu burung. Umumnya habitat di
Kepulauan Seribu digunakan oleh burung sebagai tempat beristirahat, bersarang,
tempat berkembang biak, dan tempat berlindung dari ancaman predator. Habitat
burung di Pulau Rambut terdiri dari hutan mangrove primer, hutan mangrove
sekunder dan hutan dataran kering campuran (Mardiastuti, 1992).
Sebagai salah satu komponen penting ekosistem, burung mempunyai
hubungan timbal balik dan saling tergantung dengan lingkungannya. Dengan
2
demikian, burung dapat dimanfaatkan langsung atau tidak langsung sebagai
bioindikator lingkungan (Hernowo dan Prasetyo, 1989). Namun, keberadaan
habitat burung di Pulau Tidung Kecil berpotensi mengalami gangguan akibat
penebangan dan pembakaran kawasan bervegetasi untuk tujuan pembangunan
(Andam, 2012) dan aktifitas kunjungan wisatawan. Akibatnya, areal-areal
bervegetasi yang merupakan habitat burung yang paling penting, semakin
berkurang sehingga dikhawatirkan banyak jenis burung yang akan kehilangan
habitatnya. Beberapa hasil penelitian seperti Kuswanda (2010) menunjukkan
bahwa perubahan struktur dan komposisi vegetasi telah menurunkan kelimpahan
dan keanekaragaman jenis burung di suatu kawasan.
Studi tentang burung penting, karena dengan melakukan studi mengenai
burung dan habitatnya dapat diketahui perubahan yang terjadi dalam suatu
ekosistem karena burung merupakan jenis yang dapat merespon perubahan yang
terjadi pada suatu kawasan (Ajie, 2009). Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian untuk memperoleh informasi mengenai keanekaragaman jenis burung
burung serta pemanfaatan vegetasi oleh burung dalam upaya pengelolaan dan
pemanfaatan lahan di kawasan tersebut, agar kelestarian burung dan fungsi
ekosistem di kawasan tersebut dapat dipertahankan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah keanekaragaman burung yang ada di Pulau Tidung Kecil?
3
2. Bagaimanakah pemanfaatan vegetasi sebagai habitat oleh burung-burung
yang ada di Pulau Tidung Kecil ?
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui keanekaragaman jenis burung yang ada di Pulau Tidung
Kecil.
2. Mengetahui pemanfaatan vegetasi sebagai habitat burung di Pulau Tidung
Kecil.
1.4. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:
1. Memberikan kontribusi berupa data yang dapat digunakan untuk
pelestarian satwa burung, dengan menjaga ketersediaan habitatnya.
2. Memberi informasi dan masukan bagi pemerintah daerah Kepulauan
Seribu dalam mengelola kawasan wisata Pulau Tidung dengan
memperhatikan aspek lingkungan terutama sebagai habitat burung.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keadaan Umum Wilayah Kepulauan Seribu
Kepulauan Seribu terdiri atas 110 pulau, dan 11 diantaranya yang dihuni
Penduduk. Pulau-pulau lainnya digunakan untuk rekreasi, cagar alam, cagar
budaya dan peruntukan lainnya. Luas Kepulauan Seribu kurang lebih 108.000 ha,
terletak di lepas pantai Utara Jakarta dengan posisi memanjang dari utara ke
selatan yang ditandai dengan pulau-pulau kecil berpasir putih dan gosong-gosong
karang. Pulau Untung Jawa merupakan pulau berpenghuni yang paling selatan
atau paling dekat dengan jarak 37 mil laut dari Jakarta. Sedangkan kawasan paling
utara adalah Pulau Dua Barat yang berjarak sekitar 70 mil laut dari Jakarta (Noor,
2003).
Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin
monsoon yang secara garis besar dapat dibagi menjadi Angin Musim Barat
(Desember-Maret) dan Angin Musim Timur (Juni-September). Musim Pancaroba
terjadi antara bulan April-Mei dan Oktober-Nopember. Kecepatan angin pada
musim barat bervariasi antara 7-20 knot/jam, yang umumnya bertiup dari barat
daya sampai barat laut. Angin kencang dengan kecepatan 20 knot/jam biasanya
terjadi antara bulan Desember-Februari. Pada musim timur kecepatan angin
berkisar antara 7-15 knot/jam yang bertiup dari arah timur sampai tenggara (Noor,
2003).
Musim hujan biasanya terjadi antara bulan Nopember-April dengan hujan
antara 10-20 hari/bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan total
5
curah hujan tahunan sekitar 1700 mm. Musim kemarau kadang-kadang juga
terdapat hujan dengan jumlah hari hujan antara 4-10 hari/bulan. Curah hujan
terkecil terjadi pada bulan Agustus (Noor, 2003).
Sebagai salah satu pulau tujuan wisatawan, Pemerintah DKI mendukung
pengembangan wilayah di Pulau tidung dengan membangun sarana dan prasarana.
Guna mendukung pengembangan wisata di Pulau Tidung, maka dibangun
jembatan penghubung antara Pulau Tidung Besar sebagai pulau pemukiman ke
Pulau Tidung Kecil yang diperuntukan sebagai hutan lindung. Jembatan ini
dibangun oleh Pemerintah Kabupaten dalam rangka membuka akses antara Pulau
Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil dimana pengembangan di masa depan akan
diarahkan pada kawasan hutan lindung yang mampu menciptakan kawasan
edukasi tidak saja bagi wisatawan, akan tetapi juga bagi riset dan penelitian. Pulau
Tidung sering dikunjungi oleh para peneliti untuk melakukan berbagai kegiatan
penelitian. Berdasarkan kondisi yang ada, Pulau Tidung berpotensi untuk
dikembangkan sebagai tujuan pusat edukasi kelautan maupun tujuan wisata umum
berbasis pertanian mengingat aksesnya yang terhubung antara Pulau Tidung Besar
dan Pulau Tidung Kecil (Pemprov DKI, 2010).
Kawasan Kepulauan Seribu memiliki beberapa pulau yang menjadi habitat
bagi burung seperti Pulau Rambut. Pulau Rambut merupakan kawasan yang
habitatnya paling baik untuk keberadaan burung di Kepulauan Seribu. Pulau
Rambut merupakan salah satu habitat burung terutama burung air (merandai) dan
sebagai tempat persinggahan burung migran. Tercatat 56 jenis burung yang
dijumpai di Pulau Rambut. Burung- burung yang terdapat di Pulau Rambut secara
umum terdiri dari 2 kelompok, yaitu kelompok burung air (18 jenis) dan
6
kelompok bukan burung air (38 jenis) (Onrizal, 2004). Pulau Rambut memiliki
keanekaragaman jenis burung yang tinggi. Hutan campuran merupakan habitat
burung di Pulau Rambut yang berfungsi sebagai tempat sarang, tempat kawin,
tempat berkembangbiak, tempat membesarkan anak, tempat berlindung dari
ancaman predator, dan tempat beristirahat (Onrizal, 2004). Habitat burung di
Pulau Rambut terdiri dari hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder dan
hutan dataran kering campuran Mardiastuti (1992).
Pohon yang dijadikan sebagai tempat bersarang di Pulau Rambut adalah
Sterculia foetida, R. mucronata, Ficus timorensis dan Excoecaria agallocha
(Ayat, 2002). Habitat burung air di Pulau Rambut terdiri dari hutan campuran dan
hutan payau yang terbagi ke dalam hutan payau primer dan sekunder. Di hutan
pantai (Sterculia-Dysoxylum) dihuni oleh cangak abu, pecuk ular, bluwok dan
kowak maling. Di hutan payau primer yang didominasi Rhizophora mucronata
dihuni oleh pecuk, roko-roko, pelatuk besi, kowak maling, kuntul kecil, kuntul
kerbau dan cangak abu. Hutan payau sekunder (CeriopsXylocarpus-Scyphiphora)
dihuni oleh cangak merah, kuntul besar, kuntul kecil,kuntul sedang dan kowak
maling (Mahmud, 1991).
2.2. Kekayaan dan Keanekaragaman Jenis Burung
Keanekaragaman (diversity) yaitu banyaknya jenis yang biasanya diberi
istilah kekayaan jenis (species richnes) (Krebs, 2013). Pengukuran
keanekaragaman pada setiap tipe habitat digunakan untuk mengetahui perbedaan
jenis yang mengisi suatu habitat tertentu. Menurut Alikodra (2002), pengukuran
keanekaragaman jenis (diversity) dipergunakan untuk membandingkan komposisi
7
jenis dari ekosistem yang berbeda, misalnya perbandingan antara masyarakat
mamalia kecil dari dua kawasan, perbedaan masyarakat burung di dalam dua
macam hutan, atau jenis-jenis intevertebrata sebelum dan sesudah adanya proyek
yang mengubah keadaan aliran sungai.
Odum (1993) mengatakan bahwa keanekaragaman jenis tidak hanya
berarti kekayaan atau banyaknya jenis, tetapi juga kemerataan (evenness) dari
kelimpahan individu tiap jenis. Keanekaragaman dibedakan atas tiga ukuran
meliputi kekayaan jenis (species richness), keanekaragaman jenis (diversity), dan
kemerataan jenis (evenness). Pada umumnya kekayaan jenis dibuat dalam indeks
keanekaragaman. Menurut Bibby et al. (2000), semakin tinggi indeks
keanekaragaman jenis maka semakin tinggi pula jumlah jenis dan kesamarataan
populasinya. Akan tetapi, bisa terjadi bahwa komunitas burung yang kekayaan
jenisnya lebih tinggi dan kesamarataannya lebih rendah memiliki indeks
keanekaragaman yang sama dengan komunitas yang keanekaragamannya yang
lebih rendah dan kesamarataannya tinggi.
Keanekaragaman jenis burung berbeda pada setiap habitat, tergantung
kondisi lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Krebs (2013)
menyebutkan bahwa ada enam faktor yang saling berkaitan yang menentukan naik
turunnya keanekaragaman jenis suatu komunitas yaitu waktu, heterogenitas,
ruang, persaingan, pemangsaan, dan kestabilan lingkungan dan produktivitas.
Menurut Sutopo (2008), informasi tentang kekayaan jenis burung dapat diperoleh
dengan menggunakan metode daftar jenis. MacKinnon et al.(2010) menyatakan
bahwa daftar jenis burung menjadi jauh lebih berguna jika dapat menunjukkan
kelimpahan jenis. Beberapa keuntungan dengan menggunakan daftar jenis yaitu
8
tidak terlalu bergantung pada pengalaman dan pengetahuan pengamat, intensitas
pengamatan, dan keadaan cuaca. Indeks kekayaan jenis Shannon-Wiener
merupakan ukuran nisbah keanekaragaman yang paling sering digunakan oleh
para ahli ekologi untuk mengukur keanekaragaman jenis satwaliar (Sutopo, 2008),
karena menurut Magurran (1988) pertimbangan yang mendasari penggunaan
indeks tersebut adalah kepekaan terhadap perubahan ukuran unit contoh (rendah
sampai sedang), kemampuan mendeteksi perbedaan antara unit contoh atau lokasi
(sedang sampai tinggi) dan kemudahan dalam proses perhitungan (semuanya
sederhana).
2.3. Komunitas Burung
Komunitas adalah seluruh populasi jenis yang hidup dalam ruang dan
waktu yang sama (Begon et al., 2006; Magurran, 1994). Menurut Odum (1993),
komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada lingkungan tertentu, saling
berinteraksi dan bersama-sama membentuk tingkat tropik dan metaboliknya.
Sebagai suatu kesatuan, komunitas mempunyai seperangkat karakteristik yang
hanya mencerminkan keadaan dalam komunitas saja, bukan pada masing-masing
organisme pendukungnya saja.
Komunitas burung adalah kelompok dari beberapa individu jenis burung
yang hidup bersama dalam waktu dan ruang yang sama (Wiens, 1989). Komunitas
burung dipengaruhi faktor topografi, sejarah dan pengaruh dari pulau biogeografi,
perubahan musim sumberdaya alam dan iklim, keanekaragaman habitat,
perubahan habitat dan pengaruh pesaingnya seperti burung dan kelompok hewan
lain (Rahayuningsih et al., 2007). Menurut Kerbs (2013) struktur komunitas
9
memiliki lima tipologi atau karakteristik, yaitu keanekaragaman, dominasi, bentuk
dan struktur pertumbuhan, kelimpahan relatif serta struktur trofik.
Kaban (2013) menemukan komunitas burung di tegakan puspa yang
tersusun dari 11 kategori kelompok guild. Kategori kelompok guild tersebut
adalah pemakan daging, pemakan buah dibagian tajuk, pemakan buah-buahan
yang berserakan di lantai hutan, pemakan biji-bijian, pemakan serangga di bagian
tajuk pohon, pemakan serangga di bagian dahan atau ranting, pemakan serangga
di serasah atau lantai hutan, pemakan serangga sambil melayang, pemakan
serangga dan penghisap nektar, pemakan serangga dan buah-buahan, pemakan
invertebrate dan vertebrata.
Berdasarkan jumlah jenis yang ditemukan oleh Kaban (2013), pada
tegakan puspa, didominasi oleh pemakan serangga yang aktif mencari makan di
bagian tajuk pohon (10 jenis), sedangkan kategori pemakan serangga sambil
melayang, pemakan buah di bagian tajuk, pemakan buah-buahan yang berserakan
di lantai hutan, dan pemakan biji-bijian merupakan kategori yang jumlah jenisnya
paling sedikit, hanya ditemukan satu jenis. Berdasarkan jumlah individu, kategori
pemakan serangga sekaligus penghisap nektar mempunyai jumlah individu lebih
banyak dibandingkan kategori guild yang lainnya (116 individu), sedangkan
pemakan daging merupakan kategori yang mempunyai jumlah individu paling
sedikit hanya ditemukan lima individu.
2.4. Ekologi Burung
Burung merupakan komponen penting ekosistem hutan. Satwaliar
berperan dalam menjaga kelestarian hutan terutama sebagai pengontrol hama,
10
pemencar biji (seed disperser), dan penyerbuk (polinator). Burung juga
merupakan indikator yang sangat baik untuk kesehatan lingkungan dan nilai
keanekaragaman hayati lainnya (Rombang dan Rudyanto, 1999).
Alikodra (2002) menjelaskan bahwa tingginya keanekaragaman jenis
burung di suatu tempat didukung oleh keanekaragaman habitat. Faktor yang
menentukan keberadaan burung adalah ketersediaan makanan, tempat untuk
istirahat, main, kawin, bersarang, bertengger, dan berlindung. Kemampuan areal
menampung burung ditentukan oleh luasan, komposisi dan struktur vegetasi,
banyaknya tipe ekosistem dan bentuk habitat. Burung merasa betah tinggal di
suatu tempat apabila terpenuhi tuntutan hidupnya antara lain habitat yang
mendukung dan aman dari gangguan (Hernowo, 1985).
Keberadaan burung di suatu habitat sangat berkaitan erat dengan faktor-
faktor fisik seperti tanah, air, temperatur, cahaya matahari serta faktor-faktor
biologis yang meliputi vegetasi dan satwa lainnya (Welty dan Baptista, 1988).
Alikodra (2002) menjelaskan, bahwa habitat merupakan kawasan yang terdiri dari
berbagai komponen, baik secara fisik maupun biotik yang merupakan satu
kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwa
liar.
Tumbuhan merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan burung,
karena selain sebagai tempat bernaung dan beristirahat, beberapa bagian dari
tumbuhan seperti biji, buah, bunga dan jaringan vegetatif menjadi sumber pakan.
Habitat terdiri dari kumpulan sumber daya yang didefinisikan sebagai tipe
komunitas tumbuhan berbeda (Hunter et al., 1992). Tidak ditemukannya suatu
jenis hewan termasuk burung di suatu habitat menurut Krebs dan Davies (1993)
11
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu ketidak cocokan habitat,
perilaku (seleksi habitat), kehadiran jenis hewan lain (predator, parasit, pesaing)
dan faktor kimia-fisika lingkungan yang berada di luar kisaran toleransi jenis
burung yang bersangkutan.
2.5. Habitat Burung
Habitat adalah suatu lingkungan dengan kondisi tertentu yang dijadikan
tempat suatu jenis atau komunitas hidup. Habitat yang baik akan mendukung
perkembangbiakan organisme yang hidup didalamnya secara normal. Habitat
memiliki kapasitas tertentu untuk mendukung pertumbuhan populasi suatu
organisme. Habitat merupakan bagian penting bagi distribusi dan jumlah burung
(Bibby et al., 2000)
Burung dapat menempati tipe habitat yang beranekaragam, baik habitat
hutan maupun habitat bukan hutan. Bentuk habitat yang baik untuk kelangsungan
hidup burung adalah habitat yang mampu melindungi dari gangguan maupun
menyediakan kebutuhan hidupnya (Hernowo dan Prasetyo, 1989). Komposisi dan
struktur vegetasi juga mempengaruhi jenis dan jumlah burung yang terdapat di
suatu habitat. Jenis tanaman dan ekosistem yang beragam lebih mampu
mendukung kebutuhan burung karena mempunyai komponen yang lebih lengkap
(Hernowo dan Prasetyo, 1989). Suatu habitat yang digemari oleh suatu jenis
burung belum tentu sesuai untuk kehidupan jenis burung yang lain, karena pada
dasarnya setiap jenis burung memiliki preferensi habitat yang berbeda-beda
(Irwanto, 2006).
12
Suatu habitat yang baik untuk perkembang biakan burung biasanya adalah
habitat yang dapat memberikan potensi pakan yang cukup besar (Perrins dan
Birkhead, 1983). Ketersediaan makanan merupakan faktor yang sangat penting
bagi kelangsungan hidup suatu jenis burung, banyak jenis mencari makan pada
areal yang lebih luas dan biasanya mereka memperoleh pakan dari daerah yang
telah tereksploitasi (Harris dan Harris, 1997). Menurut Alikodra (2002), kondisi
kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi, penyebaran dan
produktifitas satwaliar termasuk burung.
Pemilihan habitat terbentuk karena beberapa organisme yang tinggal
disuatu tempat yang dihuni lebih mendukung untuk menghasilkan banyak
keturunan yang ditinggalkannya bila dibandingkan dengan organisme-organisme
di tempat lain. Ketika habitat berubah, beberapa jenis tidak mampu beradaptasi
dengan cepat dan oleh karena itu hanya sebagian habitat yang potensial untuk
dijadikan tempat tinggalnya (Krebs, 2013). Sejumlah studi telah menunjukkan
kuatnya pengaruh struktur vegetasi terhadap distribusi jenis burung. Selain itu,
manusia dapat mempengaruhi burung-burung dan habitatnya secara langsung
melalui modifikasi vegetasi dan perburuan (Bibby et al., 2000). Adanya berbagai
tipe vegetasi dengan berbagai bentuk penutupan lahan dan ketinggian suatu
wilayah kecenderungan akan memberikan pengaruh terhadap jenis dan perilaku
satwa yang dijumpai (MacArthur dan Connel, 1966). Struktur vegetasi pada areal
hutan tanaman terbagi menjadi dua strata yaitu tumbuhan bawah dan tumbuhan
penutup (Utari, 2000).
Penelitian Kaban (2013) yang dilakukan di Gunung Walat, Sukabumi,
Jawa Barat, terdapat burung-burung yang berada di tegakan pohon agathis
13
menyebar pada tajuk atas sampai lantai hutan. Jenis burung yang dijumpai pada
lantai hutan sebanyak 11 jenis antara lain Paok Pancawarna ( Pitta guajana) dan
Gelatikbatu Kelabu (Parus major). Ditemukan dua jenis burung pada bagian
batang, 13 jenis pada tajuk bawah, 11 jenis pada tajuk tengah, dan 17 jenis pada
tajuk atas.
2.6. Status Konservasi dan Status Perlindungan Jenis Burung
Jenis-jenis burung di Pulau Tidung Kecil perlu diketahui status
keterancamannya berdasarkan beberapa status perlindungan. Terdapat tiga
kategori status perlindungan yang berlaku di wilayah Indonesia menurut
Sukmantoro et al. (2007) yaitu:
1. Status keterancaman menurut IUCN (International Union for Conservation of
Nature and Natural Resources)
Kategori status keterancaman mengacu pada Redlist IUCN (International
Union for Conservation of Nature and Natural Resources) 2007 yang meliputi
CR= Critically Endangered (sangat terancam punah), EN = Endangered
(terancam punah) contonya adalah burung Ciconia stormi atau bangau storm,
Vurnerable (terancam) contohnya adalah burung Pycnonotus zeylanicus atau
Cucak Rawa, NT = Near Threatened (mendekati terancam) contohnya adalah
burung Anhinga melanogaster atau pecuk ular asia NE = Not Evaluated (belum
dievaluasi ), DD = Data Deficient (data kurang), EX= Extinct (punah), EW=
Extinct in the Wild (punah di dalam), LC= Least Concern (tidak dicantumkan
dalam daftar) contohnya adalah burung Haliastur Indus atau elang bondol.
14
2. Status Peraturan Perdagangan Internasional menurut CITES
CITES (Convention on International Trade of Endangered Jenis of Wild
Fauna and Flora) mengelompokkan kategori-kategori jenis dalam 3 Appendix
(Lampiran) yaitu Appendix I ( semua jenis yang terancam punah dan berdampak
apabila diperdagangkan. Perdagangan hanya diijinkan dalam kondisi tertentu
misalnya untuk riset ilmiah). Appendix II (jenis yang statusnya belum terancam
tetapi akan terancam punah apabila dieksploitasi berlebihan) contohnya adalah
burung kangkareng perut hitam, kangkareng perut putih, dan cucak rawa.
Appendix III (seluruh jenis yang juga dimasukan dalam peraturan perdagangan
dan Negara lain berupaya mengontrol dalam perdagangan tersebut agar terhindar
dari eksploitasi yang tidak berkelanjutan).
3. Status Perlindungan dan Hukum Negara Republik Indonesia
Status perlindungan jenis menurut tata aturan di Indonesia mengacu pada
UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
PP No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan PP No.
8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Pycnonotus
zeylanicus merupakan contoh burung yang masuk pada perlindungan UU No.
5/1990, . PP No. 7/1999, PP No. 8/1999.
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Pulau Tidung Kecil, Kelurahan Pulau
Tidung, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu,
Jakarta. Penelitian dimulai pada bulan Januari hingga bulan Maret 2015.
Pengamatan dilakukan pada waktu pagi hari pukul 06.00-09.30 WIB dan sore hari
pukul 16.00-18.00 WIB dengan asumsi burung mulai aktif melakukan aktifitas
pada rentang waktu ini.
Gambar 1. Peta penyebaran titik pengamatan di Pulau Tidung Kecil
(Sumber: Badan Informasi Geospasial tahun 1999 dengan software Arcview 3.3)
Arah pengamatan Titik pengamatan
16
3.2. Alat dan Bahan
Objek penelitian yang diamati adalah jenis-jenis burung yang berada di
Pulau Tidung Kecil. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
binokuler, buku panduan lapangan burung–burung di Sumatera, Jawa, Bali dan
Kalimantan (MacKinnon et al., 2010), Kamera Digital SLR Nikon D3200 with
lens 70-300 dan Nikon Coolpix P530 40X, kompas, counter, GPS (Global
Positioning System) Garmin etrex Vista HCx dan jam tangan digital.
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Pengumpulan Data Burung
Survei pendahuluan dilakukan terlebih dahulu untuk mengenal lokasi atau
habitat yang akan menjadi tempat pengamatan, kemudian untuk penelusuran jalur
dan penentuan titik pengamatan, dan mengenal jenis-jenis burung yang umum
dijumpai di titik pengamatan. Pengumpulan data burung dilakukan dengan metode
kombinasi antara metode IPA (Index Point of Abundance) dan dengan metode
jalur (transect) (Bibby et al., 2000). Metode ini adalah metode yang dilakukan
dengan mengikuti jalur yang telah ada dan berhenti di setiap jarak tertentu
(Gambar 2).
Metode ini dilakukan dengan berjalan sepanjang jalur dari ujung barat
hingga ke ujung timur Pulau Tidung Kecil (Gambar 1). Dibuat 9 titik pengamatan
di sepanjang transek, kemudian titik –titik tersebut dibagi dua jalur pengamatan,
jalur 1 meliputi bagian barat hingga tengah pulau sebanyak 4 titik, sedangkan
jalur 2 meliputi pesisir bagian tengah hingga bagian ujung timur sebanyak 5 titik
(Lampiran 1). Setiap titik dilakukan pengamatan selama 10 menit dengan jarak
17
pengamatan ke kiri dan kanan sejauh 25 meter dan jarak antar titik sejauh 100
meter, agar tidak terjadi pengulangan pencatatan. Data penelitian yang
dikumpulkan diantaranya jumlah jenis burung, jumlah individu burung pada
lokasi pengamatan, waktu penjumpaan terhadap jenis burung, dan titik kordinat
pengamatan. Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan untuk dianalisis lebih
lanjut.
Gambar 2. Kombinasi Metode IPA dan Metode Jalur
Untuk mengetahui kekayaan jenis burung digunakan metode daftar jenis
MacKinnon atau yang dikenal juga dengan metode daftar 20 jenis MacKinnon
(Tweenty Species List). Menurut MacKinnon (1990) setiap daftar berisi dua puluh
jenis burung, jenis berikutnya meskipun sama dapat dicatat lagi pada daftar yang
baru. Metode ini dapat digunakan untuk menduga kekayaan jenis burung secara
kualitatif di suatu tipe habitat. Dalam penelitian ini dibuat sebanyak sepuluh jenis
dalam setiap daftar (Sutopo, 2008).
3.3.2. Pemanfaatan vegetasi oleh burung
Penyebaran jenis burung menurut struktur vegetasi, dilakukan
penggambaran strata vegetasi yang ada disetiap tipe habitat yang diteliti.
Pemanfaatan ruang vegetasi oleh burung secara umum terbagi menjadi dua strata
R
R (Radius) : 25 meter
18
yaitu tumbuhan bawah dan tumbuhan penutup (Utari, 2000). Rahayuningsih et al.
(2007) membagi menjadi 4 strata vegetasi pohon (Gambar 3).
Pemanfaatan ruang vegetasi oleh burung secara umum dibagi menjadi
bagian tajuk dan bagian batang (Gambar 3). Pembagian tajuk dibagi lagi menjadi
bagian tajuk atas, tajuk tengah dan tajuk bawah. Batasan bagian tajuk bagian atas
adalah 1/3 bagian atas dari tinggi total tajuk, kemudian bagian bawah adalah 1/3
tinggi total tajuk bagian bawah, dan bagian tengah adalah 1/3 tinggi total tajuk
bagian tengah. Untuk pemanfaatan bagian batang dari bagian tajuk bawah hingga
berbatasan dengan lantai hutan, sedangkan lantai hutan adalah vegetasi bawah
(Kaban, 2013).
Gambar 3. Pembagian strata vegetasi pohon (Rahayuningsih et al., 2007)
3.4. Analisis Data
3.4.1. Indeks Keanekaragaman
Nilai keanekaragaman jenis burung pada tiga lokasi penelitian dihitung
dengan menggunakan indeks Shannon-Wienner sebagai berikut:
19
∑
H’ = Nilai indeks Shannon
Pi = ni/N
Ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Total jumlah individu
S = Total jumlah jenis
ln = Logaritma natural
Nilai keanekaragaman jenis <1,5 dikategorikan rendah, selanjutnya nilai 1,5
hingga 3,5 dikategorikan sedang dan nilai >3,5 menunjukkan keanekaragaman
yang tinggi (Magurran, 1988).
3.4.2. Indeks Kemerataan
Indeks Kemerataan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
E = Indeks kemerataan
H' = Indeks keanekaragaman Shannon
S = Jumlah jenis
ln = Logaritma natural
Bila E mendekati 0 (nol), jenis penyusun tidak banyak ragamnya, ada dominasi
dari jenis tertentu dan menunjukkan adanya tekanan terhadap ekosistem. Bila E
mendekati 1 (satu), jumlah individu yang dimiliki antar jenis tidak jauh berbeda,
tidak ada dominasi dan tidak ada tekanan terhadap ekosistem (Ludwig dan
Reynolds, 1988).
3.4.3. Indeks Kekayaan Jenis
Nilai indeks kekayaan jenis dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:
20
R = Indeks Kekayaan Jenis Margalef
S = Jumlah Jenis
N = Jumlah Individu
ln = Logaritma natural
Nilai Indeks kekayaan jenis >4,0 dikategorikan baik, selanjutnya nilai 2,5 hingga
4,0 dikategorikan moderat dan nilai <2,5 menunjukkan keanekaragaman yang
buruk (Jorgensen et al., 2005).
3.4.4. Tingkat Penggunaan Vegetasi Sebagai Habitat Burung
Teknik Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penggunaan jenis
tumbuhan oleh burung. Setiap jenis tumbuhan digunakan oleh burung sebagai
tempat untuk melakukan berbagai aktifitas, seperti mencari makan (Feeding),
membersihkan bulu dan bertengger (Resting), bergerak dan sosial (Social)
maupun bersarang (Nest). Penggunaan vegetasi oleh burung dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
Ft = Fungsi suatu jenis vegetasi bagi burung
St = Banyaknya jenis burung yang menggunakan suatu jenis vegetasi pada plot
pengamatan
Sp = Seluruh jenis burung pada plot pengamatan yang terdapat suatu jenis
vegetasi tersebut
3.4.5. Sebaran Burung Menurut Strata Vegetasi
Analisis terhadap sebaran burung menurut strata vegetasi dilakukan secara
deskriptif dan kualitatif, yaitu dengan menghubungkan antara penggunaan strata
21
vertikal vegetasi hutan dengan banyaknya jenis burung di habitat tersebut
sehingga dapat diketahui jenis burung yang menggunakan strata tajuk pada
masing-masing tipe habitat (Sayogo, 2009).
3.4.6. Komposisi Jenis dan Status Perlindungan
Status perlindungan burung-burung merujuk pada daftar jenis burung yang
dilindungi menurut IUCN Red Data Book, CITES dan PP No 7 tahun 1999. Status
perlindungan burung tersebut akan dikelompokkan dalam bentuk tabulasi.
Tabulasi data yang disajikan berisi informasi komposisi jenis burung dan juga
status perlindungannya.
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Habitat
Gambaran kondisi habitat di lokasi penelitian meliputi kodisi fisik dan
vegetasi. Kondisi fisik di lokasi pengamatan dilihat dari cuaca, kecepatan angin,
kelembaban dan temperatur. Sedangkan habitat burung di Pulau Tidung Kecil
dilihat dari tipe vegetasi yaitu tergolong ke dalam hutan sekunder campuran.
Secara umum jenis-jenis vegetasi pada jalur hutan sekunder campuran yang
teramati adalah pohon kelapa (Cocos nucifera), kedondong kambing (Spondias
sp.), pohon ketapang (Terminalia cattapa), pohon sukun (Artocarpus communis),
cemara laut (Casuarina equisetifolia), waru laut (Thespesia populnea) dan pandan
laut (Pandanus tectorius). Vegetasi tampak kering dan pada beberapa bagian
vegetasi berwarna cokelat.
Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat dua jenis tegakan yang dominan
yaitu pohon kelapa (Cocos nucifera) sebanyak 43,50% dan pohon kedondong
kambing (Spondias sp.) sebanyak 18,08%. Pohon kelapa merupakan salah satu
tanaman yang dibudidayakan di Pulau Tidung Kecil karena tanaman kelapa
merupakan tanaman yang dapat hidup dengan baik di pesisir pantai. Penyebaran
pohon kedondong kambing ditemukan hampir di seluruh kawasan Pulau Tidung
Kecil
Kerapatan vegetasi hutan yang terdapat di Pulau Tidung Kecil tergolong
beragam. Hutan bagian timur Pulau Tidung Kecil terdiri dari beberapa vegetasi
dengan kerapatan tinggi sehingga jenis burung yang ditemukan lebih beragam
23
(Lampiran 2). Hal ini sesuai dengan pernyataan Susila et al. (2011) bahwa tutupan
lahan dan kerapatan vegetasi sangat mempengaruhi jenis burung yang
mendiami suatu kawasan.
Habitat burung yang tersedia di Pulau Tidung Kecil diindikasikan sebagai
habitat yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan masih dijumpainya beberapa jenis
burung yang termasuk indikator baiknya sebuah ekosistem seperti Halcyon
chloris yang berasal dari famili Alcedinidae. Suku Alcedinidae memiliki
ketergantungan yang besar dengan kawasan perairan sebagai lokasi bersarang
(nesting sites), lokasi mencari pakan (feeding sites), dan lokasi istirahat (resting
sites) (Swastikaningrum et al., 2012). Hal ini didukung oleh pernyataan Idaman
(2007) bahwa Alcedo coerulescens yang berasal dari famili Alcedinidae
merupakan jenis burung yang dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan yang
baik. Pernyataan tersebut juga serupa dengan Bibby et al. (2008) bahwa burung
dapat menjadi indikator yang baik bagi keanekaragaman hayati dan perubahan.
Variasi habitat turut mendukung kekayaan jenis burung di Pulau Tidung
Kecil. Menurut Howes et al. (2003), kehadiran suatu jenis burung tertentu, pada
umumnya disesuaikan dengan kesukaannya terhadap habitat tertentu. Oleh karena
itu variasi habitat akan memberi relung yang lebih banyak untuk dapat ditempati
berbagai jenis burung sehingga burung yang ditemukan lebih bervariasi.
Pengumpulan data burung dilakukan selama 3 hari. Cuaca saat dilakukan
pengamatan sangat cerah pada hari pertama sehingga pengamatan tidak terhambat
namun cuaca pada hari kedua mendung dan sedikit hujan dan kembali cerah pada
pengamatan hari terakhir. Cuaca saat dilakukan pengamatan tergolong baik. Hal
ini disebabkan musim hujan tertinggi adalah bulan Januari sedangkan penelitian
24
dilakukan pada bulan Februari. Nilai rata-rata suhu sebesar 28,43°C, kelembaban
76,2% dan kecepatan angin sebesar 2,23 knot.
Menurut Krebs (2013) aktifitas burung dipengaruhi oleh faktor waktu
yaitu pagi hari yang suhunya lebih rendah daripada siang hari, lebih banyak
melakukan aktifitas. Hal ini merupakan efek setelah lama melakukan istirahat
pada malam hari. Sedangkan sore hari merupakan aktifitas dalam mengumpulkan
sejumlah energi untuk persiapan menjelang istirahat. Kondisi seperti ini cukup
ideal untuk dilakukannya pengamatan karena burung mulai aktif beraktifitas saat
pagi hari dan sore hari dengan kondisi fisik yang normal.
4.2. Komposisi dan Kekayaan Jenis Burung
Jumlah jenis burung yang didapatkan dengan menggunakan metode IPA
adalah 29 jenis burung dari 19 famili (Lampiran 5), sedangkan dengan
menggunakan metode daftar jenis Mackinnon didapatkan 31 jenis burung dari 20
famili. Total daftar jenis yang didapatkan dengan metode kekayaan jenis
Mackinnon adalah sebanyak 23 daftar jenis (Gambar 4).
Gambar 4. Kekayaan jenis dengan menggunakan daftar jenis MacKinnon
0
5
10
15
20
25
30
35
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Jum
lah
jen
is
Daftar ke-
25
Daftar kekayaan jenis MacKinnon didapatkan hingga mencapai data yang
stabil dan tidak meningkat lagi. Pada daftar ke satu sampai daftar ke-21
mengalami penambahan jumlah jenis, tetapi pada daftar ke 21, 22 dan 23 tidak
ada penambahan jenis baru yang ditemui. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah
jenis burung yang ditemukan telah konstan (stabil). Peningkatan jumlah
pertemuan burung dapat dilihat pada Gambar 4.
Jenis-jenis yang dijumpai dengan metode daftar jenis MacKinnon tetapi
tidak dijumpai dengan metode IPA yaitu trinil ekor kelabu (Heteroscelus brevipe)
yang tergolong pada famili Scolopacidae dan cici merah (Cisticola exilis) famili
dari Cisticolidae. Hal ini disebabkan trinil ekor kelabu (Heteroscelus brevipe) dan
cici merah (Cisticola exilis) hanya dapat dijumpai di waktu tertentu dan dalam
populasi yang kecil.
Trinil ekor kelabu hanya dapat ditemukan sore hari saat air laut surut dan
hanya dalam populasi kecil diantara koloni cerek kernyut (Pluvialis fulva). Hal ini
didukung oleh pernyataan MacKinnon et al. (2010) bahwa trinil ekor kelabu
biasanya hidup menyendiri atau dalam kelompok kecil, tidak berbaur dengan jenis
lain. Cici merah yang teramati hanya satu individu sedang bertengger pada ranting
kering di padang ilalang setelah pengamatan pagi dengan metode IPA. Burung ini
merupakan burung yang sulit diamati karena sering bersembunyi di daerah padang
alang-alang dan rerumputan tinggi, kadang-kadang terlihat bertengger pada batang
rumput yang tinggi atau semak-semak (MacKinnon et al., 2010).
Berdasarkan asal jenisnya, jenis burung yang ditemukan di Pulau Tidung
Kecil terdiri dari 24 jenis burung penetap dan 7 jenis burung migran. Burung
migran yang ditemukan diantaranya berasal dari famili Charadriidae yaitu cerek
26
tilil (Charadrius alexandrinus) dan cerek kernyut (Pluvialis fulva), famili
Scolopacidae yaitu trinil ekor kelabu (Heteroscelus brevipes), trinil pantai (Actitis
hypoleucos), gajahan pengala (Numenius phaeopus), famili Cuculidae yaitu
kangkok besar (Cuculus sparverioides), dan famili Hirundinidae yaitu layang-
layang api (Hirundo rustica) (MacKinnon et al., 2010). Selain burung-burung
migran tersebut merupakan burung penetap.
Berdasarkan jumlah individu, nilai persentase tertinggi adalah bondol
peking (Lonchura punctulata) sebesar 37,63%. Selain itu, terdapat empat jenis
yang menempati persentase terendah (0,15%) yaitu kareo padi (Amaurornis
phoenicurus), gajahan pengala (Numenius phaeopus), cerek tilil (Charadrius
alexandrinus) dan bubut pacar jambul (Clamator coromandus). Persentase jumlah
individu setiap jenis burung dapat dilihat pada Tabel 1.
Burung penetap seperti bondol peking (Lonchura punctulata) merupakan
jenis yang paling banyak ditemui saat pengamatan. Hal ini dikarenakan terdapat
habitat yang menunjang kehidupan bondol peking. Habitat yang disukai burung
ini adalah semak dan padang ilalang. Bondol peking merupakan burung pemakan
biji, sehingga vegetasi semak dan padang ilalang merupakan vegetasi yang
memenuhi kebutuhan pakannya. Hal ini didukung oleh pernyataan Mackinnon et
al. (2010) yang menyatakan bahwa bondol peking sering mengunjungi padang
rumput terbuka di lahan pertanian, sawah, kebun, dan semak sekunder. Selain itu
bondol peking juga memiliki kebiasaan hidup berpasangan atau dalam kelompok
kecil, segera bergabung dengan kelompok bondol lainnya. Oleh sebab itu burung
ini sering ditemukan dalam jumlah banyak.
27
Tabel 1. Persentase jumlah individu setiap jenis yang ditemukan di Pulau Tidung Kecil
No Famili Nama Lokal Nama Ilmiah Persentase
(%)
1 Ardeidae
Cangak abu Ardea cinerea 0.46
Kokokan laut Butorides striatus 1.67
Kuntul karang Egretta sacra 0.30
2 Rallidae Kareo padi Amaurornis phoenicurus 0.15
3 Charadriidae Cerek kernyut* Pluvialis fulva 10.02
Cerek tilil* Charadrius alexandrinus 0.15
4 Scolopacidae Gajahan pengala* Numenius phaeopus 0.15
Trinil pantai* Acitis hypoleucos 0.30
5 Columbidae Tekukur biasa Streptopelia chinensis 4.25
6 Cuculidae
Bubut Pacar jambul Clamator coromandus 0.15
Kangkok besar* Cuculus sparverioides 0.61
Bubut alang-alang Centropus bengalensis 0.30
7 Apodidae Walet sarang putih Callocalia fuciphaga 2.43
8 Alcedinidae Cekakak sungai Halcyon chloris 6.22
9 Hirundinidae Layang-layang api* Hirundo rustica 1.82
Layang-layang batu Hirundo tahitica 2.88
10 Pycnonotidae Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster 5.16
Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier 2.28
11 Oriolidae Kepodang kuduk hitam Oriolus chinensis 0.76
12 Corvidae Gagak hutan Corvus enca 2.58
13 Acanthizidae Remetuk laut Gerygone sulphurea 3.64
14 Rhipiduridae Kipasan belang Rhipidura javanica 0.46
15 Pachycephalidae Kancilan bakau Pachycephala grisola 0.46
16 Artamidae Kekep babi Artamus leucorynchus 5.61
17 Nectarinidae Burung madu kelapa Antrhreptes malacensis 6.83
Burung madu sriganti Cyniris jugularis 1.82
18 Passeridae Burung gereja erasia Passer montanus 0.46
19 Estrildidae Bondol peking Lonchura punctulata 37.63
Bondol haji Lonchura maja 0.46
Keterangan : (*)Burung migran
Burung penetap dengan jumlah individu paling sedikit adalah kareo padi
(Amaurornis phoenicurus) dan bubut pacar jambul (Clamator coromandus) yaitu
sebanyak 0,15%. Kedua jenis burung tersebut sangat sensitif terhadap keberadaan
manusia, sehingga jarang sekali terlihat. Selain itu kedua jenis burung tersebut
menyukai habitat semak yang sulit ditemukan langsung dan lebih sering
28
diidentifikasi melalui suara. Hal ini didukung oleh pernyataan Mackinnon et al.
(2010) bahwa bubut alang-alang memilih belukar, payau, dan daerah berumput
terbuka termasuk padang alang-alang. Sedangkan kareo padi umumnya hidup
sendirian, kadang-kadang berdua atau bertiga, mengendap-endap dalam semak
yang lembab dan tinggal di tempat yang cukup rapat untuk bersembunyi.
Selain burung penetap, ditemukan juga jenis burung-burung migran.
Burung migran dapat menempati habitat yang dianggap cukup memadai
kehidupannya. Ditemukannya burung migran di Pulau Tidung Kecil,
menunjukkan bahwa habitat yang terdapat di Pulau Tidung Kecil mampu
menyediakan sumberdaya pakan bagi burung migran tersebut. Sumberdaya yang
tersedia umumnya cocok disinggahi oleh burung pantai. Oleh sebab itu burung
migran yang ditemukan beberapa diantaranya adalah burung pantai.
Gambar 5. Cerek tilil (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Famili Charadriidae merupakan salah satu famili burung pantai
(Shorebird). Cerek tilil (Charadrius alexandrinus) yang merupakan burung
migran hanya ditemukan sebanyak 0,15% dengan aktifitas mencari makan dan
bergabung bersama kelompok cerek kernyut. Pada umumnya cerek tilil
29
(Charadrius alexandrinus) mencari makan sendiri atau dalam kelompok kecil dan
sering berbaur dengan perancah lain (MacKinnon et al., 2010) (Gambar 5).
Berbeda dengan cerek tilil, cerek kernyut (Pluvialis fulva) memiliki
ukuran tubuh lebih besar dan terdapat motif pada bulu sayapnya (Gambar 7).
Cerek kernyut ditemukan sebanyak 10,02%. Cerek kernyut ditemukan sedang
mencari makan sebanyak 3 kali yaitu sedang menyendiri dan sedang berkoloni
sebanyak 40 ekor dan bersamaan dengan cerek tilil. Menurut MacKinnon, et al.
(2010), cerek kernyut memiliki kebiasaan mencari makan sendirian atau dalam
kelompok, di gosong lumpur, gosong pasir, padang rumput terbuka, lapangan,
lapangan golf, atau lapangan terbang dekat pantai.
Gambar 6. Cerek kernyut (atas) dan Trinil ekor kelabu (bawah)
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Salah satu famili Scolopacidae yang ditemukan yaitu trinil pantai (Actitis
hypoleucos) termasuk kedalam famili burung pantai (Shorebirds). Trinil pantai
ditemukan sebanyak 0,30%. Trinil pantai yang ditemukan melakukan aktifitas
berjemur dan mencari makan sambil menghentakkan kakinya berulang-ulang.
Kebiasaan dari burung migran ini yaitu sering mengunjungi habitat yang sangat
30
luas, dari gosong lumpur pantai dan beting pasir sampai ke sawah di dataran
tinggi (sampai ketinggian 1.500 m), sepanjang aliran, dan pinggir sungai.
Berjalan dengan cara menyentak tanpa berhenti. Terbang dengan pola yang khas,
melayang dengan sayap yang kaku (MacKinnon et al., 2010).
Famili Scolopacidae lainnya yang ditemukan adalah trinil ekor kelabu
(Heteroscelus brevipes). Berbeda dengan trinil pantai, trinil ekor kelabu memiliki
ukuran tubuh yang lebih besar. Trinil ekor kelabu ditemukan sebanyak 1 individu
digosong pantai bersamaan dengan 1 individu cerek kernyut. Menurut
MacKinnon,et al. (2010), trinil ekor kelabu merupakan pengunjung yang tidak
umum sampai jarang ke pesisir di Sunda Besar dan di Pulau Jawa lebih banyak
ditemukan di pesisir selatan. Burung ini memiliki cara berlari yang khas, yaitu
mengendap-endap dengan ekor agak tinggi.
Trinil ekor kelabu pada umumnya lebih menyukai beraktifitas di pantai
berbatu daripada gosong lumpur, beting koral, dan pantai berpasir atau
berkerikil (MacKinnon et al., 2010). Namun pada pengamatan kali ini ditemukan
di gosong lumpur yang diduga bahwa burung ini sedang melakukan aktifitas
mencari makan dan berjemur di bawah terik matahari pada sore hari pukul 15.33
WIB. Waktu tersebut merupakan waktu surut air laut sehingga lebih mudah bagi
burung tersebut mencari makan.
Famili Scolopacidae lainnya yang ditemukan yaitu gajahan pengala
(Numenius phaeopus) dengan jumlah individu sebanyak 0,15%. Gajahan pengala
ditemukan di pantai berbatu bersama dengan cerek kernyut (Gambar 7). Gajahan
pengala merupakan burung pantai yang suka melakukan kebiasaan melakukan
aktifitas di gosong lumpur, muara pasang surut, daerah berumput dekat pantai,
31
payau, dan pantai berbatu. Biasanya hidup dalam kelompok kecil sampai besar,
dan sering berbaur dengan burung perancah lain (MacKinnon et al., 2010).
Gambar 7. Gajahan pengala (Sumber : Dokumentasi pribadi)
Jenis burung dari famili Cuculidae yang tergolong burung migran yaitu
kangkok besar (Cuculus sparverioides). Kangkok besar dijumpai sebanyak
0,61%. Kangkok besar (Cuculus sparverioides) menetap di Himalaya, Cina
selatan, Filipina, Kalimantan, dan Sumatera, sehingga dapat dikatakan bahwa
kangkok besar ini sedang bermigrasi dari daerah asalnya ke Pulau Tidung Kecil.
Pada musim dingin kangkok besar juga mengunjungi Sulawesi, Jawa barat, dan
Bali (MacKinnon et al., 2010).
Gambar 8. Kangkok besar (Sumber : Dokumentasi pribadi)
32
Burung migran terakhir yang ditemukan adalah Layang-layang api
(Hirundo rustica) sebanyak 1,82%. Burung ini termasuk kosmopolitan ditemukan
di seluruh dunia. Dibandingkan dengan marga layang-layang lainnya, layang-
layang api merupakan jenis yang paling luas penyebarannya (Pramanayuda,
2013). Oleh sebab itu sangat mungkin burung ini juga terlihat di Kepulauan
Seribu termasuk di Pulau Tidung Kecil. Sub jenis yang ditemukan di Indonesia
adalah H.rustica gutturalis yang pada musim dingin berbiak di Jepang, Korea dan
Himalaya bagian tengah.
4.3. Keanekaragaman Jenis Burung
Nilai indeks keanekaragaman jenis burung yang ditemukan di Pulau
Tidung Kecil, Kepulauan Seribu adalah sebesar 2,39. Nilai keanekargaman jenis
burung (H’) di Pulau Tidung Kecil, Kepualauan Seribu masuk ke dalam ketegori
sedang (medium). Nilai tersebut menunjukkan ekosistem di tempat tersebut
cukup memadai dalam memberi daya dukung terhadap kehidupan burung. Hal
ini dapat terlihat dengan ditemukannya berbagai komunitas burung seperti
kelompok burung pantai, burung air dan juga burung teresterial yang menempati
Pulau Tidung Kecil.
Nilai medium untuk indeks keanekaragaman menunjukkan bahwa terdapat
sebuah keseimbangan di ekosistem di Pulau Tidung Kecil. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Kurnia et al. (2005) bahwa keanekaragaman berhubungan dengan
banyaknya jenis dan jumlah individu tiap jenis sebagai penyusun komunitas.
Keanekaragaman juga berhubungan dengan keseimbangan jenis dalam komunitas
33
artinya apabila nilai keanekaragaman tinggi, maka keseimbangan dalam
komunitas tersebut juga tinggi, begitu juga sebaliknya
Habitat yang beranekaragam dapat mempengaruhi sumber pakan bagi
burung. Hal ini didukung oleh pernyataan Kapisa (2011) bahwa nilai
keanekaragaman jenis dapat mengindikasikan daya dukung suatu habitat terhadap
kehidupan burung. Semakin tinggi nilai keanekaragaman menunjukkan kondisi
habitat yang baik dalam mendukung kehidupan burung secara alami. Pernyataan
ini juga didukung oleh Mulyani dan Pakpahan (1993) bahwa nilai
keanekaragaman jenis burung dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti luas
wilayah, keanekaragman habitat dan kualitas lingkungan secara umum. Suatu
komunitas disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan yang relatif sama, maka
keanekaragaman jenisnya akan tinggi (van Helvort, 1981).
Kemerataan jenis burung dalam suatu habitat dapat ditandai dengan tidak
adanya jenis-jenis yang dominan. Apabila setiap jenis memiliki jumlah individu
yang sama, maka kemerataan jenis pada komunitas tersebut memiliki nilai
maksimum, tetapi apabila jumlah individu pada masing-masing jenis berbeda jauh
maka menyebabkan kemerataan jenis memiliki nilai minimum (Santosa, 1995).
Nilai kemerataan (E) jenis burung yang didapatkan di Pulau Tidung Kecil sebesar
0,7. Nilai kemerataan tersebut mendekati angka 1 yang menunjukan bahwa
kemerataan tinggi. Hal ini didukung oleh pernyataan Odum (1993), nilai indeks
kemerataan dapat dikatakan tinggi jika >0,60. Meskipun bondol peking
merupakan jenis dengan populasi yang dominan, namun nilai kemerataan jenis
burung di Pulau Tidung Kecil yang tinggi menunjukkan bahwa populasi jenis
burung di Pulau Tidung Kecil tergolong merata.
34
Nilai kekayaan jenis burung di Pulau Tidung Kecil, Kepulauan Seribu
adalah sebesar 4,31. Nilai kekayaan jenis burung di Pulau Tidung Kecil termasuk
kedalam kriteria baik yaitu nilai berkisar >4,0 (Jorgensen et al., 2015). Hal
tersebut menunjukkan banyaknya jenis yang ditemukan. Semakin baik nilai
kekayaan jenis burung menunjukkan tingkat keragaman habitat yang ada di Pulau
Tidung Kecil. Nilai kekayaan yang tinggi menandakan terdapat habitat yang
beragam di suatu lokasi Menurut Dewi et al. (2007) Semakin beranekaragam
struktur habitat (keanekaragaman jenis tumbuhan dan struktur vegetasi) maka
akan semakin besar keanekaragaman jenis satwa yang menempati suatu
ekosistem.
4.4. Penggunaan Vegetasi Sebagai Habitat Burung
Tegakan pohon di Pulau Tidung Kecil terdiri dari berbagai jenis tegakan.
Tipe tegakan pohon di Pulau Tidung Kecil termasuk pada tipe tegakan campuran.
Vegetasi yang mengisi Pulau Tidung Kecil yaitu vegetasi perkebunan, vegetasi
padang ilalang dan vegetasi hutan sekunder campuran. Lahan perkebunan terdapat
di bagian Barat Pulau Tidung Kecil yang didominasi oleh tumbuhan sekunder
seperti pohon sukun (Artocarpus communis), pohon jambu air (Eugenia aquea)
dan pohon kelapa (Cocos nucifera) (Lampiran 4). Tanaman perkebunan tersebut
ditanam dan dikelola oleh Kementrian Pertanian.
Vegetasi ilalang terdapat di bagian tengah hingga timur Pulau Tidung
Kecil (Lampiran 2 dan 3). Vegetasi hutan berada dibagian timur Pulau Tidung
Kecil yang diisi beberapa tegakan yang merupakan tegakan campuran seperti
35
cemara laut (Casuarina equisetifolia), waru laut (Thespesia populnea), pandan
laut (Pandanus tectorius) dan rogo-rogo (Premna serratifolia).
Terdapat 17 jenis burung yang memanfaatkan 17 jenis tegakan pohon yang
ada di Pulau Tidung Kecil (Lampiran 6). Jenis burung yang memanfaatkan
tegakan tersebut antara lain burung madu kelapa, tekukur biasa, remetuk laut,
merbah cerukcuk, cucak kutilang, bondol peking, gagak hutan, kekep babi, bondol
haji, kipasan belang, cekakak sungai, kangkok besar, burung madu sriganti,
kancilan bakau, kokokan laut, bubut pacar jambul dan burung gereja erasia. Tujuh
belas jenis tegakan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Jenis tegakan pohon yang dimanfaatkan burung
Tiga jenis tegakan pohon yang paling sering dimanfaatkan di Pulau
Tidung Kecil yaitu cemara laut (Casuarina equisetifolia), ketapang (Terminalia
catappa), dan petai cina (Leucaena leucocephala). Cemara laut (Casuarina
equisetifolia) merupakan jenis pohon yang paling sering dimanfaatkan oleh
11.76
41.18
76.47
23.53 23.53
11.76
41.18
11.76
17.65
35.29
17.65
35.29
5.88 5.88 5.88 5.88 5.88
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
pem
anfa
atan
veg
etas
i ole
h b
uru
ng
(%
)
Jenis vegetasi
36
burung yaitu sebanyak 76,47% untuk berbagai aktifitas (Gambar 9). Selain itu
pohon ketapang (Terminalia catappa) dan petai cina (Leucaena leucocephala)
merupakan tegakan yang banyak dimanfaatkan oleh burung yang ada di Pulau
Tidung Kecil dengan persentase sebanyak 41,18%.
Cemara laut memiliki struktur pohon yang ideal bagi kebutuhan burung-
burung di Pulau Tidung Kecil. Cemara laut memiliki ukuran pohon yang tinggi
sehingga memudahkan burung pemakan serangga sambil terbang melayang
(aerial feeding) untuk mendapatkan pakannya. Cemara laut juga memiliki tajuk
yang lebar dan kokoh sehingga beberapa burung memanfaatkannya untuk
beristirahat. Struktur daun yang dimiliki cemara laut berbentuk jarum sehingga
jarak pandang dan pergerakan burung tidak terbatas. Oleh karena itu cemara laut
paling sering dimanfaatkan oleh jenis burung di Pulau Tidung Kecil.
Pohon ketapang (Terminalia cattapa) memiliki tajuk yang rindang dengan
cabang yang mendatar dan bertingkat. Tajuk yang lebar dan rapat serta daun yang
besar dimanfaatkan burung untuk beristirahat. Struktur daun yang besar dan tajuk
yang rapat membatasi pandangan bagi beberapa jenis burung yang mencari
mangsa. Oleh karena itu hanya burung-burung tertentu saja yang memanfaatkan
pohon tersebut. Jenis-jenis burung yang memanfaatkan pohon ketapang adalah
burung madu kelapa, tekukur biasa, cucak kutilang, gagak hutan, kekep babi dan
cekakak sungai.
Pohon petai cina merupakan tegakan yang dimanfaatkan oleh beberapa
jenis burung, seperti remetuk laut, merbah cerukcuk, cucak kutilang, bondol
peking, bondol haji, cekakak sungai dan kokokan laut. Hal ini dikarenakan
tumbuhan ini memiliki biji di dalam polong yang dijadikan sumber pakan bagi
37
burung-burung pemakan biji, serta batang yang kuat dan elastik yang disukai
berbagai jenis burung untuk bertengger.
Keberadaan tegakan–tegakan tersebut berperan penting bagi keberadaan
burung. Oleh sebab itu, tegakan-tegakan pohon tersebut harus dipertahankan
keberadaannya agar burung- burung yang memanfaatkannya tetap ada dan lestari.
Vegetasi di Pulau Tidung Kecil dimanfaatkan oleh burung untuk
melakukan aktifitas. Aktifitas yang dilakukan burung di Pulau Tidung Kecil dapat
dilihat pada Gambar 10. Aktifitas burung yang dicatat berdasarkan penjumpaan
saat pengamatan. Setiap jenis burung yang teramati dicatat segala aktifitasnya,
oleh karena itu dimungkinkan bagi satu jenis untuk melakukan lebih dari 1
aktifitas. Sebagai contoh suatu jenis burung melakukan aktifitas terbang dan
bersuara secara bersamaan, maka kedua aktifitas tersebut dicatat secara terpisah
(Lampiran 7).
Gambar 10. Aktifitas burung di Pulau Tidung Kecil
9.84
43.03 44.26
9.84
3.69 1.23
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
suara Istirahat Terbang Makan Sosial Bersarang
per
sen
tase
(%
)
Aktifitas
38
Vegetasi di Pulau tidung kecil sebagian besar dimanfaatkan oleh burung
untuk terbang dan bertengger. Sebanyak 44,26% melakukan aktifitas terbang dan
sebanyak 43,03% melakukan aktifitas istirahat (resting) (Gambar 10). Hal ini
disebabkan terdapat beberapa jenis burung yang mengganggu maupun terganggu
karena persaingan dalam mendapatkan sumberdaya, sehingga banyak burung
yang terbang dan berpindah untuk bertengger di pohon lain. Selain itu habitat di
Pulau Tidung Kecil cocok untuk tempat beristirahat bagi burung karena terdapat
beberapa tegakan khas pantai yang kuat dan memiliki tajuk yang lebar.
Adapun aktifitas lain yang dilakukan oleh burung-burung yang ada di
Pulau Tidung Kecil yaitu sebanyak 9,84% mencari makan (feeding) dan bersuara,
sebanyak 3,69% melakukan aktifitas sosial (social) dan sebanyak 1,23%
bersarang (nesting). Hal ini disebabkan Pulau Tidung Kecil memiliki luasan yang
relatif kecil dibandingkan pulau-pulau lain di kepulauan seribu sehingga rentan
terhadap gangguan.
a b
Gambar 11. Pemanfaatan vegetasi sebagai aktifitas bersarang (a.lingkar merah:
sarang bondol peking; lingkar biru : induk bondol peking yang sedang membuat
sarang di pohon Spondias sp; b. peletakan sarang) (Sumber: dokumentasi pribadi).
10 Cm
39
Ketersedian bahan-bahan pembuatan sarang yang terbatas bagi burung
tertentu juga merupakan penyebab akifitas bersarang sedikit. Diduga burung-
burung memilih pulau lain sebagai tempat bersarang, sehingga hanya sebagian
kecil burung yang bersarang di pulau ini seperti bondol peking (Lonchura
punctulata ), teramati bersarang di pohon kedondong kambing (Spondias sp) dan
pandan laut (Pandanus tectorius) (Gambar 11).
Rendahnya nilai aktifitas bersuara dipengaruhi oleh komposisi jenis
burung. Ekosistem Pulau tidung kecil hanya dapat mendukung kehidupan
beberapa jenis burung pengicau di pulau tersebut. Selebihnya, berung-burung di
Pulau Tidung Kecil dihuni oleh kelompok burung air dan burung pantai yang
cenderung lebih jarang bersuara.
4.5. Pemanfaatan strata vegetasi oleh burung
Jenis-jenis burung di tegakan pohon Pulau Tidung Kecil menyebar pada
tajuk atas sampai lantai hutan. Strata vertikal tegakan pohon yang paling banyak
dimanfaatkan oleh beberapa jenis burung di Pulau Tidung Kecil adalah strata tiga
yaitu sebanyak 14 jenis burung. Sedangkan strata vertikal tegakan pohon yang
paling sedikit dimanfaatkan oleh suatu jenis burung adalah strata satu (lantai
hutan) yaitu 4 jenis burung. Tajuk bawah (strata 2) dimanfaatkan oleh 9 jenis
burung. Tajuk paling atas dimanfaatkan oleh 11 jenis burung (Tabel 2). Jenis
burung yang diamati pada strata tersebut dapat terbagi dalam beberapa aktifitas
diantaranya mencari makan, bertengger, dan besarang.
40
Tabel 2. Jenis burung berdasarkan strata vertikal tegakan pohon
Stratifikasi Jenis Burung
Strata 1
Tekukur biasa (Streptopelia chinensis)
Bubut alang-alang (Centropus bengalensis)
Merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier)
Bondol peking (Lonchura punctulata)
Strata 2
Tekukur biasa (Streptopelia chinensis)
Kangkok besar (Cuculus sparverioides)
Cekakak sungai (Halcyon chloris)
Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster)
Remetuk laut (Gerygone sulphurea)
Kipasan belang (Rhipidura javanica)
Kancilan bakau (Pachycephala grisola)
Burung madu kelapa (Antrhreptes malacensis)
Burung madu sriganti (Cyniris jugularis)
Strata 3
Kokokan laut (Butorides striatus)
Tekukur biasa(Streptopelia chinensis)
Bubut pacar jambul (Clamator coromandus)
Cekakak sungai (Halcyon chloris)
Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster)
Merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier)
Gagak hutan(Corvus enca)
Remetuk laut (Gerygone sulphurea)
Kipasan belang (Rhipidura javanica)
Kancilan bakau (Pachycephala grisola)
Burung madu kelapa (Antrhreptes malacensis)
Burung madu sriganti (Cyniris jugularis)
Burung gereja erasia (Passer montanus)
Bondol peking (Lonchura punctulata)
Strata 4
Tekukur biasa (Streptopelia chinensis)
Cekakak sungai (Halcyon chloris)
Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster)
Merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier)
Gagak hutan(Corvus enca)
Remetuk laut (Gerygone sulphurea)
Kekep babi (Artamus leucorynchus)
Burung madu kelapa (Antrhreptes malacensis)
Burung madu sriganti (Cyniris jugularis)
Bondol peking (Lonchura punctulata)
Bondol haji (Lonchura maja)
Pakan merupakan faktor yang paling penting dan menentukan persebaran
vertikal dan jumlah burung pada suatu strata vegetasi. Kemampuan suatu jenis
burung untuk terus hidup dan bertahan terhadap perubahan kondisi lingkungan
41
dapat dilihat pada pola persebarannya secara vertikal (Sihotang et al., 2013).
Menurut Wisnubudi (2009) juga menyatakan bahwa, berdasarkan pada pola
stratifikasi penggunaan ruang pada profil hutan maupun penyebaran secara
horizontal pada berbagai tipe habitat di alam, menunjukkan adanya kaitan yang
sangat erat antara burung dengan lingkungan hidupnya, terutama dalam pola
adaptasi dan strategi untuk mendapatkan sumberdaya.
Tidak semua jenis burung yang ditemukan menyebar merata pada semua
strata seperti tekukur biasa (Streptopelia chinensis). Jenis burung yang hanya
ditemui pada satu strata yaitu bubut alang-alang (Centropus bengalensis) hanya di
temukan di strata 1, kangkok besar (Cuculus sparverioides) hanya ditemukan di
strata 2, bubut pacar jambul (Clamator coromandus) kokokan laut (Butorides
Striatus ) dan burung gereja erasia (Passer montanus) yang hanya ditemukan di
strata 3, serta kekep babi (Artamus leucorynchus) yang hanya ditemukan di strata
4. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan burung tersebut dalam mencari makan.
Jenis burung yang biasa memanfaatkan hanya satu strata, belum tentu
dapat beradaptasi dan menyukai strata lainnya dan demikian pula sebaliknya.
Namun tidak menutup kemungkinan terdapat jenis burung yang bersifat generalis
dapat memanfaatkan beberapa tingkatan strata vertikal. Penyebaran vertikal pada
jenis-jenis burung dapat dilihat dari stratifikasi ruang pada profil hutan.
Penyebaran jenis-jenis burung sangat dipengaruhi oleh kesesuaian tempat hidup
burung, meliputi adaptasi burung terhadap lingkungan, kompetisi, strata vegetasi,
ketersediaan pakan dan seleksi alam (Wisnubudi, 2009).
Menurut (MacKinnon et al., 1993) kokokan laut tergolong dalam famili
Ardeidae pemakan ikan ataupun vertebrata air. Kokokan laut akan bertengger
42
pada daerah yang dekat dengan air untuk dapat mengawasi mangsanya. Meskipun
strata 3 merupakan strata vertikal yang cukup tinggi dan keberadaan tegakan yang
ditempatinya tidak berdekatan dengan sumber air, maka diduga bahwa burung ini
memanfaatkan strata 3 untuk beristirahat dan bersarang.
Kerapatan suatu tegakan juga berpengaruh terhadap keberadaan burung.
Meskipun kerapatan jenis tumbuhan tinggi belum tentu memiliki kepadatan dan
keanekaragaman jenis burung yang tinggi apabila ketersediaan sumber pakan
cukup rendah. Bentuk tajuk pada tipe habitat hutan cenderung lebih lebar dengan
rata-rata tajuk 8 hingga 9 m. Perbedaan antar jenis tumbuhan terkadang akan
memberikan ketersediaan dan pilihan nilai gizi yang lebih bervariasi, berbeda
halnya dengan jenis tumbuhan yang sama meskipun jumlahnya banyak, terkadang
pilihan pakan yang tersedia terbatas (Moen,1973).
Gambar 12. Kekep babi (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Kekep babi (Artamus leucorynchus) hanya memanfaatkan strata atas
(strata 4). Burung ini lebih sering ditemukan bertengger di cemara laut. Kekep
babi merupakan burung pemakan serangga dan memakan mangsanya sambil
43
terbang melayang (aerial feeding) diatas tajuk. Sehingga dapat dikatakan bahwa
burung ini bertengger di tajuk paling atas sedang mencari mangsanya dengan
jarak pandang yang luas dan vegetasi yang tidak rapat. Cemara laut memiliki
tajuk yang tinggi, oleh sebab itu burung ini lebih sering bertengger di tegakan
pohon tersebut (Gambar 12).
Burung bondol peking biasa ditemukan di padang ilalang sedang mencari
pakan, namun dalam peletakan sarang burung bondol peking ditemukan distrata 3
pada tegakan pohon kedondong kambing (Spondias sp.). Hal ini menunjukkan
bahwa pemanfaatan tumbuhan tergantung pada kebutuhan burung itu sendiri.
Suatu jenis burung dapat melimpah pada suatu habitat tertentu karena bergantung
pada sekelompok jenis tumbuhan tertentu (Hadiprayitno, 1999). Sedangkan
menurut Collias (1984), suatu jenis burung sangat dipengaruhi oleh faktor
keamanan dari predator dalam pemilihan lokasi bersarang.
Faktor yang juga berpengaruh terhadap penggunaan strata oleh burung
adalah sumber pakan maupun ruang serta karakteristik biologi burung. Burung
juga membutuhkan ruang yang cukup untuk melakukan aktifitas karena memiliki
sensor baik secara visual maupun audio. Jika vegetasi terlalu rapat akan membuat
pergerakan burung menjadi terbatas sehingga mengganggu jarak pandang burung
untuk mencari makanan ataupun waspada dalam menghindari predator yang ada
seperti ular (Martin, 1986). Jika terdapat gangguan manusia maupun gangguan
predator maka dapat mengganggu burung tersebut dalam melakukan aktifitas.
Secara visual, burung memiliki mata yang peka terutama burung pemangsa dan
beberapa burung sangat sensitif terhadap suara (Gall, 2009).
44
4.6. Status Perlindungan Jenis Burung
Berdasarkan komposisi jenis burung yang ada di Pulau Tidung Kecil,
status perlindungan jenis burung dikelompokan kedalam 3 acuan, yaitu IUCN Red
Data Book, PP No.7 tahun 1999 dan CITES. Status perlindungan jenis burung
berdasarkan IUCN di Pulau Tidung Kecil 100% masuk kedalam kriteia Least
concern atau beresiko rendah. Selain itu, terdapat 7 jenis burung yang dilindungi
oleh Undang-Undang yaitu berdasarkan PP No.7 tahun 1999. Namun tidak
terdapat jenis burung yang dilindungi oleh CITES di Pulau Tidung Kecil (Tabel
3).
Perlindungan burung berdasarkan IUCN Red Data Book merupakan
perlindungan jenis burung yang berupa status keterancaman. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa status keterancaman jenis burung yang terdapat di Pulau
Tidung Kecil yaitu 100% masuk kedalam kriteria Least Concern. Jenis burung
yang terdapat di pulau tidung kecil secara IUCN Red Data Book seluruhnya
masuk kedalam kriteria Least concern yang artinya memiliki resiko yang rendah
terhadap kepunahan secara global. Namun demikian burung di Pulau Tidung kecil
tetap berpotensi mengalami kepunahan secara lokal.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, keberadaan burung di pulau tidung
kecil berpotensi mengalami gangguan habitat oleh manusia yang dapat
menurunkan jumlah individu dan mengancam populasinya. Hal tersebut sesuai
pernyataan Sukmantoro et al. (2007) bahwa keterancaman burung di suatu lokasi
dikarenakan mempunyai populasi yang kecil dan terdapat penurunan yang tajam
pada jumlah individu di alam.
45
Tabel 3. Komposisi dan status perlindungan
Famili & No Nama Lokal Nama Ilmiah Status Perlindungan
IUCN PP CITES
Ardeidae
1 Cangak abu Ardea cinerea LC DL -
2 Kuntul karang Egretta sacra LC DL -
3 Kokokan laut Butorides striatus LC TDL -
Rallidae 4 Kareo Padi Amaurornis phoenicurus LC TDL -
Charadriidae 5 Cerek kernyut Pluvialis fulva LC TDL -
6 Cerek tilil Charadrius alexandrines LC TDL -
Scolopacidae 7 Gajahan pengala Numenius phaeopus LC DL -
8 Trinil pantai Actitis hypoleucos LC TDL -
9 Trinil ekor kelabu Heteroscelus brevipes LC TDL -
Columbidae 10 Tekukur biasa Streptopelia chinensis LC TDL -
Cuculidae 11 Bubut Pacar jambul Clamator coromandus LC TDL -
12 Bubut alang-alang Centropus bengalensis LC TDL -
13 Kangkok besar Cuculus sparverioides LC TDL -
Apodidae
14 Walet sarang putih Collocolia fuciphaga LC TDL -
Alcedinidae
15 Cekakak sungai Halcyon chloris LC DL -
Hirundinidae 16 Layang-layang api Hirundo rustica LC TDL -
17 Layang-layang batu Hirundo tahitica LC TDL -
Pycnonotidae 18 Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier LC TDL -
19 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster LC TDL -
Oriolidae 20 Kepodang kuduk hitam Oriolus chinensis LC TDL -
Corvidae
21 Gagak hutan Corvus enca LC TDL -
Acanthizidae 22 Remetuk laut Gerygone sulphurea LC TDL -
Cisticolidae 23 Cici merah Cisticola exilis LC TDL -
Rhipiduridae 24 Kipasan belang Rhipidura javanica LC DL -
Pachycephalidae 25 Kancilan bakau Pachycephala grisola LC TDL -
Artamidae 26 Kekep babi Artamus leucorynchus LC TDL -
Nectariniidae 27 Burung Madu kelapa Antrhreptes malacensis LC DL -
28 Burung madu sriganti Cyniris jugularis LC DL -
Passeridae 29 Burung Gereja Erasia Passer montanus LC TDL -
Estrildidae 30 Bondol peking Lonchura punctulata LC TDL -
31 Bondol haji Lonchura maja LC TDL -
Keterangan : LC= Least concern (beresiko rendah); DL= Dilindungi; TDL= Tidak dilindungi.
46
Jenis burung yang masuk ke dalam status perlindungan berdasarkan PP
No.7 tahun 1999 yaitu terdapat 7 jenis yang merupakan jenis dari famili Ardeidae,
Nectarinidae, Alcediniidae, Rhipiduridae dan Scolopacidae. Hal ini menunjukkan
bahwa Pulau Tidung merupakan ekosistem penting yang harus dilindungi agar
keberadaan burung tersebut dapat dipertahankan.
Pemerintah Republik Indonesia menyusun PP No. 7 tahun 1999 tentang
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya mengatur status
perlindungan flora dan fauna di Indonesia. Tujuh jenis yang termasuk jenis
burung wajib ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi karena berdasarkan
catatan pemerintah termasuk ke dalam salah satu kriteria satwa dilindungi seperti
mengalami penurunan populasi, ukuran populasinya yang kecil, dan memiliki
sebaran yang terbatas atau endemik.
Jenis burung dari famili Ardeidae yang dilindungi dan ditemukan di Pulau
Tidung Kecil adalah Ardea cinerea atau cangak abu dan Egretta sacra atau kuntul
karang. Burung tersebut dilindungi karena penyebarannya terbatas dan hanya di
tempat-tempat tertentu. Penyebaran global cangak abu yaitu di Afrika, Erasia,
sampai Filipina dan Sunda, sedangkan penyebaran global kuntul karang
dikawasan pesisir Asia timur, Pasifik barat, dan Indonesia sampai Pulau Irian,
Australia, dan Selandia Baru. Penyebaran lokal cangak abu umumnya tersebar di
dekat laut, tetapi kadang-kadang ditemukan juga di danau-danau di pedalaman
sampai ketinggian 900 m sedangkan di Kalimantan diduga hanya sebagai
pengunjung, sedangkan penyebaran lokal kuntul karang hanya terdapat di terdapat
di seluruh Sunda Besar (Mackinnon et al., 2010).
47
Terdapat dua jenis burung yang berasal dari famili Nectarinidae yang
ditemukan di Pulau Tidung kecil yaitu Antrhreptes malacensis dan Cyniris
jugularis. Kedua jenis burung yang berasal dari famili Nectarinidae tersebut
dilindungi undang-undang yaitu pada PP No.7 tahun 1999. Menurut Syaputra
(2012), Nectariniidae termasuk dilindungi pada tingkat suku. Suku ini memiliki
manfaat yang tinggi untuk membantu penyerbukan bunga, sehinga sangat penting
untuk regenerasi vegetasi berbunga.
Cekakak sungai atau Halcyon chloris yang berasal dari famili Alcedinidae
merupakan jenis burung yang dilindungi oleh Undang-Undang yaitu PP No.7
tahun 1999. Cekakak sungai hidup di dekat perairan. Burung ini dilindungi karena
dapat digunakan sebagai indikator habitat perairan. Didukung oleh pernyataan
Sozer et al. (1999) bahwa suku Alcedinidae merupakan indikator habitat karena
memiliki kepekaan tertentu terhadap kesehatan lingkungan dalam habitatnya.
Jenis burung lainnya yang diilindungi oleh undang-undang PP No.7 tahun
1999 dan terdapat di Pulau Tidung Kecil adalah kipasan belang atau Rhipidura
javanica yang berasal dari famili Rhipidurudae. Hal ini dikarenakan jenis burung
tersebut memiliki potensi diperdagangkan. Kipasan belang memiliki ekor yang
indah dan suara yang merdu sehingga memiliki potensi perdagangan yang tinggi.
Perdagangan yang tinggi akan mengancam populasinya sehingga populasi di alam
sedikit, penyebarannya terbatas serta memiliki manfaat terhadap keseimbangan
dan kelestarian lingkungan (Sozer et al., 1999).
Selain burung-burung tersebut terdapat pula burung air yang juga
dilindungi oleh undang-undang seperti gajahan pengala atau Numenius phaeopus
yang berasal dari Famili Scolopacidae. Burung ini dilindungi karena burung ini
48
merupakan burung migran dan terdapat kebanggaan tersendiri bagi pemilik
burung migran sehingga dapat berpotensi menimbulkan kelangkaan.
Menurut status perlindungan perdagangan burung yaitu CITES
(Convention on International Trade of Endangered Jenis of Wild Fauna and
Flora), burung-burung yang ditemukan termasuk burung yang tidak dilindungi
oleh CITES. Perlindungan CITES mengelmpokan kategori-kategori jenis dalam 3
Appendix (Lampiran) yang bertujuan untuk mengontrol perdagangan agar
terhindar dari eksploitasi berlebihan dan mencegah kepunahan. Meskipun tidak
ada jenis burung yang masuk ke dalam kriteria CITES, namun keberadaan burung
di Pulau Tidung Kecil tetap harus dipertahankan. Hal ini dikarenakan burung
memiliki manfaat lain meskipun tidak bernilai konservasi yaitu burung juga
bernilai estetika. Seperti halnya Nectarinidae berperan sebagai penyerbuk dan
bondol peking penyebar biji. Sehingga bermanfaat juga dalam ekosistem
tumbuhan.
Pulau Tidung Kecil bukan merupakan wilayah konservasi yang memiliki
status perlindungan. Namun, tetap perlu dilestarikan dan dipertahankan agar
ekosistem tetap seimbang dan tetap dapat memiliki nilai estetika. Pelestarian
burung di Pulau Tidung Kecil dapat dilakukan dengan pengelolaan kawasan yang
tepat seperti membatasi ekploitasi lahan dan pembangunan di wilayah tersebut.
49
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Keanekaragaman jenis burung di Pulau Tidung Kecil, Kepulauan Seribu,
Jakarta masuk kedalam kategori sedang, kemerataan tinggi dan kekayaan
jenis burung masuk kedalam kategori baik.
2. Tegakan pohon yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung di Pulau
Tidung Kecil adalah Cemara laut (Casuarina equisetifolia), Strata vertikal
vegetasi pohon yang paling banyak dimanfaatkan oleh burung adalah
strata 3.
5.2. Saran
Untuk menjaga keberadaan jenis-jenis burung yang ada di Pulau Tidung
Kecil maka perlu dijaga ketersediaan habitat dan tegakan pohon serta perlu
dilakukan pengamatan secara berkala.
50
DAFTAR PUSTAKA
Ajie, H.B. 2009. Burung-Burung di Kawasan Pegunungan Arjuna-Welirang
Taman Hutan Raya Raden Suryo, Jawa Timur Indonesia. Skripsi. Institut
Teknlogi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar Jilid 1. Fakultas Kehutanan IPB.
Bogor.
Andam, D. 2012. Pulau Tidung Bermasalah? Ini Solusinya. internet. Tersedia
pada: www.republika.co.id. Diunduh pada: 26 November 2014, pukul
14.15 WIB.
Ayat, A. 2002. Perilaku Berbiak Burung Bluwok (Mycteria cinerea Raffles) di
Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 2002. Riset Unggulan
Strategis Nasional Pengembangan Teknologi Kelautan (Rusnas Kerapu).
Lembaga Pengelola Rusnas Kerapu. Pusat Kajian dan Penerapan
Teknologi Budidaya Pertanian. Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT). Jakarta
Barbour, M .G., J. H. Burk dan W. P. Pitts. 1987. Terrestrial plant ecology. The
Benjamin/Cumming Publishing Pompany Inc. California
Begon, M., J. L. Harper dan C. R. Town-send. 2006. Ecology: From Individuals
to Ecosystems (4TH
Ed). Blackwell Scientific Publications, Boston.
Bibby, C. J., N. D. Burges dan D. A. Hill. 2000. Birdcencus techniques. Academic
Press. London.
Collias, EN. dan E. C. Collias. 1984. Nest Building and Bird Behaviour.
Pricenton University Press, USA.
Convention On International Trade In Endangered Species of Wild Fauna and
Flora. 2011. Appendices I, II and III. UNEP. http://www.cites.org/
eng/app/E-Apr27.pdf. Diakses tanggal 11 Mei 2014.
Dinas Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. 2001. Studi Penataan Lokasi
Budidaya Laut. Laporan Akhir. Kerjasama Dinas Perikanan DKI Jakarta
dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Gall, M. D. dan E. F. Juricic. 2009 . Visual Fields, Eye Movements, and Scanning
Behavior of a Sit and Wait Predator, the Black Phoebe ( Sayornis
nigricans). Department of Biological Sciences. Purdue University, USA.
51
Hadiprayitno, G. 1999. Penggunaan Habitat oleh Berbagai Jenis Burung yang Berada di Kawasan Hutan Gunung Tangkuban Perahu, Jawa Barat.
Program Pascasarjana ITB. Bandung. Tidak dipublikasikan.
Harris, E. dan J. Harris. 1997. Wildlife Conservation in Managed Woodlands and
Forest. 2nd
. Taunton, Somerest, England.
VanHelvoort, B. 1981. A Study of Bird Population in The Rural Ecosystem
of West Java, Indonesia a Semi Quantitative Approach. Nature
Conservation Dept. Agriculture University Wageningan. Wageningen-
The Netherland.
Hernowo, J. B. dan L.B. Prasetyo. 1989. Konsep ruang terbuka hijau di kota
sebagai pendukung pelestarian burung. Media Konservasi. 2 (4): 61-71.
Hernowo, J. B. 1985. Studi Pengaruh Tamanan Pekarangan Terhadap
Keanekaragaman Jenis Burung Daerah Pemukiman Penduduk
Perkampungan di Wilayah Tingkat II Bogor. Skripsi. Bogor: Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.
Howes, J., D. Bakewell, dan Y. R. Noor. 2003. Panduan Studi Burung Pantai.
Wetlands International - Indonesia Programme. Bogor.
Hunter, D. M., T. Oguchi dan P. W. Price. 1992. Effect of Sesource Distribution
on Animal-plant Interaction. Academic Press.
Idaman, D. W. 2007. Komunitas burung terrestrial di Suaka Margasatwa Pulau
Rambut. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
International Union for Conservation of Nature and Natural Resources,
Conservation International, and Nature Serve. 2001. Categories & Criteria.
http://www.iucnredlist.org/static/categories_criteria_3_1 . diakses tanggal:
11 Mei 2014.
Irwanto. 2006. Perencanaan Perbaikan Habitat Satwa Liar Burung Pasca Bencana
Alam Gunung Meletus. http://www.irwantoshut.com/2008/04/14/
perencanaan perbaikan habitat -satwa liar burung pasca bencana al am
gunung meletus. Diakses tanggal: 05 Juli 2011.
Jorgensen, S. E., R. Constanza dan F. L. Xu. 2005. Handbook of Ecological
Indicators for Assesment of Ecosystem Health. CRC Press.
www.crepress.com.
Kaban, A. 2013. Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Tegakan di
Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas
Kehutanan IPB. Bogor.
Kapisa, H. A. 2011. Keanekaragaman jenis Burung Pada Areal HutaKonsesi PT
Manokwari Mandiri Lestari (MML) Kabupaten Teluk Bintuni. Skripsi.
Universitas Negeri Papua. Manokwari.
52
Krebs, C. J. 2013. Ecological Methodology. Harper & Row Publisher. New York
Krebs, J. R., dan N. B. Davies,. 1993. An Introduction to Behavioural Ecology.
Blackwell Scientific Publications, London.
Kurnia, I., H. Fadly, U. Kusdinar, W. G. Gunawan, D.W. Idaman, R. S. Dewi, D.
Yandhi, G. S. Saragih, G. F. Ramdhan, T. D. Djuanda, R. Risnawati, M.
Firdaus. 2005. Keanekaragaman Jenis Burung di Taman Nasional Betung
Kerihun Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Media
Konservasi. 10(2): 37-46.
Kusmana, C. 2002. Ekologi mangrove. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Kuswanda, W. 2010. Pengaruh Komposisi Tumbuhan Terhadap Populasi Burung
di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara. Jurnal Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam. 2 (7): 193-213.
Ludwig, J. A. dan J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology : A Primer in Methods
and Computing . John Wiley & Sons, New York.
MacKinnon, J. 1990. Burung-burung di Jawa-Bali. LIPI – Birdlife International
Indonesia Programme. Bogor.
Mackinnon, J., B. PhillipsKand, dan B. vanBalen. 2010. Burung– burung di
Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Puslitbang Biologi – LIPI/
BirdLife Indonesia.
Magguran, A. E. 1988. Ecological Diversity and its Measurment. Pricenton
University Press. New Jersey.
Mahmud, A. 1991. Kelimpahan dan Pola Penyebaran Burung-burung Merandai
di Cagar Alam Pulau Rambut. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Mardiastuti, A. 1992. Habitat and Nest-site Characteristics of Waterbirds
Indonesia Pulau Rambut Nature Reserve, Jakarta Bay, Indonesia. Ph.D.
Dissertation, Michigan State University.
Martin, G. R. 1986. The Eye Of A Passeriform Bird, The European Starling
(SturnusVulgaris): Eye Movement Amplitude, Visual Fields And
Schematic Optics. J Comp Physiol A. Vol.199: 545–557.
Moen, A. N. 1973. Wildlife Ecology and Analytical Approach. W.H. Freeman
And Company. San Francisco.
Mulyani, Y. M. dan A. M. Pakpahan. 1993. Studi Pendahuluan Tentang
Keanekaragaman Burung di Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta. Media
konservasi. 4 (2): 59-63.
53
Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Universitas Gajah Mada.Yogyakarta.
Onrizal. 2004. Ancaman Kelestarian Suaka Margasatwa Pulau Rambut Dan
Alternatif Rehabilitasinya. Buletin Konservasi Alam. 4 (1): 21-24
Pemprov DKI Jakarta Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan. 2010.
Pulau tidung besar. www.jakarta.go.id/web/encyclopedia. Diakses tanggal
26 juni 2015.
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan
Dan Satwa
Perrins, C. M. dan T. R. Birkhead. 1983. Avian Ecology: Teritiary level Biology.
New York.
Pramanayuda, I. 2013. Dari Manakah Layang-layang Api Berasal?.
www.blogs.uajy.ac.id. diakses tanggal: 13 juni 2015.
Rahayuningsih, M., A. Mardiastuti, L. B. Prasetyo dan Y. A. Mulyani. 2007. Bird
Community in Burung Island, Karimunjawa National Park, Central Java.
Biodiversitas. 8 (3): 183-187
Rombang, W. M. dan Rudyanto. 1999. Daerah Penting Bagi Burung Jawa dan
Bali. PKA/Birdlife International-Indonesia Programme. Bogor.
Sihotang, D. F, P. Patana, J. Jumilawaty. 2013. Identifikasi Keanekaragaman
Jenis Burung di Kawasan Restorasi Resort Sei Betung, Taman Nasional
Gunung Leuser. Universitas Sumatera Utara.
Santosa, Y. 1995. Teknik Pengukuran Keanekaragaman Satwaliar. Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan-Institut Pertanian
Bogor, Bogor. Tidak Dipublikasikan.
Sayogo, A. P. 2009. Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat
di Taman Nasional Lore Rindu Provinsi Sulawesi Tengah. Skripsi.
Fakultas Kehutanan IPB. Bogor
Sozer, R., V. Nijman dan I. Setiawan. 1999. Panduan Identifikasi Elang Jawa
Spizaetus bartelsi. Biodiversity Conservation Project. Bogor.
Sukmantoro,W., M. Irham, W. Novarino, F. Hasadungan, N. Kemp dan M.
Muchtar. 2007. Daftar Burung Indonesia No.2. Indonesian Ornithologists
Union. Bogor.
Susila, D., T. R. Utami, A. N. Firdausi, H. Kurniawan dan D. S. Utami. 2011.
Ekowisata Birdwatching di Kawasan Cibodas Kabupaten Cianjur Jawa
Barat. Program Kreativitas Mahasiswa. IPB. Bogor.
54
Sutopo. 2008. Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat di Areal Hutan Lindung KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur. skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Swastikaningrum, H., S. Hariyanto dan B. Irawan. 2012. Keanekaragaman jenis
burung pada berbagai tipe pemanfaatan lahan di kawasan muara kali
lamong, perbatasan surabaya – gresik. Berk. Penel. Hayati. 17: 131–138.
Syaputra, M. A. 2012. Biodiversitas Dan Status Konservasi Burung Di Suaka
Margasatwa Sungai Lamandau, Kalimantan Tengah. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Utari, W. D. 2000. Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Tipe Habitat
Di Areal Hutan Taman Industri Pt. Riau Adalat Pulp Dan Paper Dan
Perkebunan Sawit Pt. Duta Palma Nusantara Grup. IPB. Bogor
Welty, J. C. and L. Baptista. 1988. The Live of Bird. Sounders College Publishing.
New York.
Wiens, J. A. 1989. The Ecology of Bird Communities, Volume 2 : Processes and
Variation. Cambride University Press, Cambridge.
Wisnubudi, G . 2009. Penggunaan Strata Vegetasi Oleh Burung di Kawasan
Wisata Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Vis Vitalis. 2(2): 41-49.
55
Lampiran 1. Titik kordinat pengamatan
Titik ke- Koordinat
1 05°48’ 11.2” LS
106° 31’ 01.7” BT
2 05°48’ 12.0” LS
106° 31’ 06.5” BT
3 05°48’ 12.9” LS
106° 31’ 12.9” BT
4 05°48’ 14.2” LS
106° 31’ 19.1” BT
5 05°48’ 09.9” LS
106° 31’ 20.8” BT
6 05°48’ 10.1” LS
106° 31’ 27.1” BT
7 05°48’ 11.4” LS
106° 31’ 32.5” BT
8 05°48’ 13.1” LS
106° 31’ 38.8” BT
9 05°48’ 13.5” LS
106° 31’ 43.3” BT
56
Lampiran 2. Kondisi habitat burung di Pulau Tidung Kecil bagian timur
Kumpulan vegetasi yang rapat Vegetasi padang ilalang
Ujung pantai bagaian timur Beberapa vegetasi tampak kering
Pesisir pantai bagian utara Pohon mati di pesisir pantai
57
Lampiran 3. Kondisi habitat burung di Pulau Tidung Kecil bagian tengah
Beberapa tegakan tampak kering Padang ilalang
Jalan conblock di bagian utara akses
dari barat menuju timur Semak belukar
Bagian tengah Pulau Tidung Kecil, tampak dari sebelah selatan
58
Lampiran 4. Kondisi habitat burung di Pulau Tidung Kecil bagian barat
Perkebunan yang dikelola oleh
Suku Dinas Pertanian
Gapura Argo wisata di tengah bagian
selatan Pulau Tidung Kecil
Dermaga Argo wisata di tengah
bagian selatan Pulau Tidung Kecil Dermaga bagian barat
Bagian ujung barat Pulau Tidung Jembatan Penghubung antara P.
Tidung Kecil dengan P. Tidung Besar
59
Lampiran 5. Rekapitulasi jumlah individu burung pada setiap pengamatan
No Nama jenis P1 P2 P3 P4 P5 P6 Total Pi Lnpi Pi lnpi
1 Gagak hutan 7 3 6 0 0 1 17 0.025797 -3.65751 -0.09435
2
Walet sarang
putih 5 0 5 0 5 1 16 0.024279 -3.71813 -0.09027
3
Layang-
layang api 4 3 0 0 5 0 12 0.018209 -4.00582 -0.07294
4
Cekakak
sungai 9 4 9 8 5 6 41 0.062215 -2.77715 -0.17278
5
Burung Madu
kelapa 16 8 10 0 5 6 45 0.068285 -2.68406 -0.18328
6 Remetuk laut 7 2 9 3 2 1 24 0.036419 -3.31267 -0.12064
7 Kokokan laut 3 4 1 1 1 1 11 0.016692 -4.09283 -0.06832
8 Kekep babi 11 2 4 11 6 3 37 0.056146 -2.87981 -0.16169
9 Tekukur biasa 6 4 7 2 2 7 28 0.042489 -3.15852 -0.1342
10
Merbah
cerukcuk 6 0 4 5 0 0 15 0.022762 -3.78267 -0.0861
11
Cucak
kutilang 7 5 8 0 11 3 34 0.051593 -2.96436 -0.15294
12
Bondol
peking 170 0 52 1 13 12 248 0.376328 -0.97729 -0.36778
13 Cangak abu 2 1 0 0 0 0 3 0.004552 -5.39211 -0.02455
14 Kepodang 1 0 0 1 2 1 5 0.007587 -4.88129 -0.03704
15 Bondol haji 3 0 0 0 0 0 3 0.004552 -5.39211 -0.02455
16 Kuntul karang 1 1 0 0 0 0 2 0.003035 -5.79758 -0.0176
17
Kipasan
belang 1 0 0 0 0 2 3 0.004552 -5.39211 -0.02455
18
Burung gereja
erasia 0 3 0 0 0 0 3 0.004552 -5.39211 -0.02455
19
Layang-
layang batu 0 2 6 6 4 1 19 0.028832 -3.54628 -0.10224
20
Kangkok
besar 0 2 0 2 0 0 4 0.00607 -5.10443 -0.03098
21
Burung madu
sriganti 0 4 3 1 3 1 12 0.018209 -4.00582 -0.07294
22
Kancilan
bakau 0 1 0 0 0 2 3 0.004552 -5.39211 -0.02455
23 Kareo padi 0 0 1 0 0 0 1 0.001517 -6.49072 -0.00985
24 Cerek kernyut 0 0 25 0 41 0 66 0.100152 -2.30107 -0.23046
25
Gajahan
pengala 0 0 1 0 0 0 1 0.001517 -6.49072 -0.00985
26 Trinil pantai 0 0 2 0 0 0 2 0.003035 -5.79758 -0.0176
27 Cerek tilil 0 0 0 0 1 0 1 0.001517 -6.49072 -0.00985
28
Bubut alang-
alang 0 0 0 0 1 1 2 0.003035 -5.79758 -0.0176
29
Bubut Pacar
jambul 0 0 0 0 0 1 1 0.001517 -6.49072 -0.00985
659
-2.39389
60
Lampiran 6. Data pemanfaatan vegetasi oleh burung
Jenis pohon
Jumlah burung
yang
memanfaatkan
Jenis burung yang memanfaatkan
Waru laut 2 Tekukur biasa, remetuk laut
Ketapang 7
Burung madu kelapa, tekukur biasa,
merbah cerukcuk,cucak kutilang, gagak
hutan, kekep babi, cekakak sungai
Cemara laut 13
Burung madu kelapa, tekukur biasa,
remetuk laut, cucak kutilang, bondol
peking, gagak hutan, kekep babi, kipasan
belang,cekakak sungai, burung madu
sriganti, kancilan bakau, bubut pacar
jambul, burung gereja erasia
Kelapa 4 Burung madu kelapa, tekukur biasa,
cekakak sungai, gagak hutan
Akasia 4 Tekukur biasa, cucak kutilang, burung
madu sriganti, kokokan laut
Spesies 1 2 Tekukur biasa,cucak kutilang
Petai cina 7
Remetuk laut, merbah cerukcuk, cucak
kutilang, bondol haji, bondol peking
cekakak sungai, kokokan laut
Jambu air 2 Burung madu kelapa, kangkok besar
Sukun 3 Burung madu kelapa, cekakak sungai,
tekukur biasa
Kedongdongan
kambing 2 Cucak kutilang, bondol peking
Waru 3 Tekukur biasa, remetuk laut, kancilan
bakau
Rogorogo 6
Burung madu kelapa, remetuk laut,
cucak kutilang, burung madu sriganti,
kancilan bakau, bubut pacar jambul
Mengkudu 1 Burung madu sriganti
Pembabe 1 Kipasan belang
Pandan sp 1 Bondol peking
Nyamplung 1 Cucak kutilang
Rhizopora sp 1 Cekakak sungai
60
61
Lampiran 7. Data aktifitas burung
Aktifitas Jumlah Individu Persentase
(%)
Terbang 108 44,26
Istirahat 105 43,03
Makan 24 9,84
Bersarang 3 1,23
Sosial 9 3,69
Suara 24 9,84
TOTAL 244
62
Lampiran 8. Jenis- jenis burung yang ditemukan di Pulau Tidung
Kuntul karang
(Egretta sacra)
Kokokan laut
(Butorides striata)
Cangak Abu
(Ardea cinerea)
Cici merah
( Cisticola exilis)
Bondol haji
(Lonchura maja)
Bondol peking
( Lonchura punctulata)
Trinil ekor-kelabu
(Heteroscelus brevipes)
Cerek kernyut
(Pluvialis fulva)
Trinil pantai
(Actitis hypoleucos)
Gajahan pengala
(Numenius phaeopus)
Cerek tilil
(Charadrius alexandrines)
Cekakak sungai
( Halcyon chloris)
63
Burung-madu kelapa
( Anthreptes malacensis)
Burung-madu sriganti
(Cyniris jugularis)
Remetuk laut
(Gerygone sulphurea)
Cucak kutilang
(Pycnonotus aurigaster)
Merbah cerukcuk
(Pycnonotus goiavier)
Kipasan belang
(Rhipidura javanica)
Layang-layang api
(Hirundo rustica)
Layang-layang batu
(Hirundo tahitica)
Kekep babi
( Artamus leucorhynchus)
Bubut alang-alang
( Centropus bengalensis)
Bubut pacar-jambul
(Clamator coromandus)
Kangkok Besar
(Cuculus sparverioides)
64
Walet sarang-putih
(Colocalia fuciphaga)
Kancilan bakau
(Pachycephala grisola)
Burung-gereja erasia
(Passer montanus)
Kepudang kuduk-hitam
(Oriolus chinensis)
Gagak hutan
(Covus enca)
Tekukur biasa
( Streptopelia chinensis)
Kareo padi
(Amaurornis phoenicurus)
65
Lampiran 9. Data jenis pohon di Pulau Tidung Kecil
No Jenis Jumlah Pi Di
1 Cemara laut 7 0.039548 3.95
2 Rogo-rogo 1 0.005650 0.56
3 Pohon Kelapa 77 0.435028 43.50
4 Nyamplung 3 0.016949 1.69
5 Belimbing wuluh 3 0.016949 1.69
6 Sukun 20 0.112994 11.30
7 Jambu air 9 0.050847 5.08
8 Ketapang 15 0.084746 8.47
9 Saga 1 0.005650 0.56
10 Kedondong kambing 32 0.180791 18.08
11 Melinjo 2 0.011299 1.13
12 Nangka 1 0.005650 0.56
13 Jati 2 0.011299 1.13
14 Waru 1 0.005650 0.56
15 Acacia mangium 1 0.00565 0.56
16 Waru laut 2 0.011299 1.13
177