KOMUNIKASI VERBAL DALAM AL-QUR’AN DAN KORELASINYA …
Transcript of KOMUNIKASI VERBAL DALAM AL-QUR’AN DAN KORELASINYA …
1
KOMUNIKASI VERBAL DALAM AL-QUR’AN DAN KORELASINYA DENGAN PENANGGULANGAN UJARAN KEBENCIAN
Disertasi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Doktor (S-3)
Oleh: Sulastri
NIM. 316440023
Pembimbing Prof. Dr. H.E. Syibli Syarjaya, L.M.L., M.M
Dr. H.M. Azizan Fitriana, M.A
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM DOKTOR (S3) INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1442 H/2021 M
2
3
4
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah swt. yang telah
melimpahkan hidayah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi dan penyusunan disertasi ini sebagai karya ilmiah akhir
dalam menempuh studi di Program Doktor (S3) Konsentrasi Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.
Selanjutnya, pengantar ini akan banyak didominasi oleh ungkapan:
apologia pro libiro suo (permohonan maaf disertai pernyataan terima kasih),
atas keberhasilan penulis merampungkan studi doktoral di Program Doktor
(S3) Konsentrasi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ)
Jakarta. Permohonan maaf, karena apa yang disajikan ---mungkin--- tidaklah
secemerlang judul yang diajukan. Hal ini disadari karena kurangnya
kemampuan penulis. Sungguhpun demikian, keadaan tersebut tentunya tidak
mengecilkan hati, dan ---atas bantuan dan dorongan berbagai pihak,
walaupun agak tersendat-sendat--- akhirnya studi dan penyusunan karya ini
dapat terselesaikan. Sedangkan ucapan terima kasih yang tulus, penulis
sampaikan kepada mereka yang telah mendorong, membantu dan
memotivasi penulis dalam penyelesaian studi maupun penyusunan karya ini.
Banyak sekali orang-orang yang “berbaik hati serta berluhur jiwa” yang telah
penulis libatkan serta sekaligus juga susahkan di dalamnya. Karenanya,
bersama ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya
diiringi permohonan maaf, kepada:
1. Ibu Rektor dan seluruh pimpinan IIQ Jakarta, Direktur dan Ketua
Program Studi Program Doktor (S3) Konsentrasi Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir IIQ Jakarta, para dosen dan seluruh karyawan, ditambah
pustakawan IIQ Jakarta; yang telah memberikan kesempatan thalab al-
ìlm, serta memberikan kemudahan dalam layanan dengan ramah-
v
bersahabat, yang sangat berarti bagi penulis dalam menempuh
pendidikan di Program Doktor (S3) Konsentrasi Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir IIQ Jakarta. Perlu penulis sampaikan bahwa, kebijakan-kebijakan
“eksplisit-keras” (agar buruan selesai), tetapi secara “implisit-sayang”
(kalau ngga selesai) yang diambil oleh Direktur dan Kaprodi belakangan
ini dengan memberi limit waktu kepada mahasiswa, membuat penulis
harap-harap cemas dan atau cemas-cemas harap. Pada akhirnya,
kebijakan tersebut harus penulis syukuri, kalau tidak, penulis masih dan
semakin terlena menyandang status mahasiswa Program Doktor (S3).
Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih atas segalanya.
2. Bapak Prof. Dr. H.E. Syibli Syarjaya, L.M.L., M.M. dan bapak Dr. H.M.
Azizan Fitriyana, M.A., yang sangat berbaik hati mempromotori, ikhlas
dan sabar di sela-sela kesibukan dan waktu istirahatnya rela diganggu,
disita waktu dan perhatiannya untuk memberi petunjuk, membimbing,
dan memeriksa baik berkaitan dengan studi maupun berkaitan dengan
disertasi ini sehingga menjadi lengkap dan sistematis serta menjadikan
karya ilmiah ini menjadi lebih layak. Untuk itu, dengan segala hormat
dan rendah hati terimalah ungkapan terima kasih dan permohonan maaf
penulis atas sikap dan kekurangan penulis selama ini.
3. Pimpinan dan civitas akademika Institut Agama Islam Banten (IAIB)
Serang, terkhusus kepada abah Prof. Dr. K.H.A. Wahab Afif, M.A.
(Rektor IAIB Serang, saat itu) dan bapak Prof. Dr. H. Suparman Usman,
S.H. (Rektor IAIB Serang, 2021-2025), yang telah memberikan
rekomendasi, izin dan restunya kepada penulis untuk menimba ilmu
lanjutan di Almamater penulis, serta memberikan “pemakluman” kepada
penulis ---yang seringkali--- meninggalkan tugas dan tanggung jawab
dalam berkhidmat sebagai tenaga pengajar ataupun staf, sekaligus juga
selalu mendorong agar cepat selesai dan “menagih” agar cepat pulang
vi
“kandang”. Dengan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan
permohonan maaf.
4. Ibu Hj. Ratu Tatu Chasanah, S.E., M.Ak., Bupati Kabupaten Serang
(2017-2021, 2021-2025), yang telah memberikan bantuan dana
pendidikan yang cukup signifikan. Besar-kecil secara nominal tersebut
sangat berarti dan terasa berkah bagi penulis, sebab tulus ikhlash dalam
memberi dengan dilatarbelakangi pemahaman makna tentang
pentingnya peningkatan kualitas pendidikan dan SDM. Terima kasih
atas bantuannya, dan mohon maaf tidak dapat membalas jasa baik
tersebut.
5. Keluarga besar (almarhum) H. Sidijanto Setrodikromo, terkhusus ibunda
Hj. Kalijem, yang dengan sabar, ikhlas, dan tawakal memberikan
dorongan moril-materil serta doa agar putrinya diberikan kemudahan
serta kemampuan menyelesaikan studi, bermanfaat buat sesama, dan
sakinah, mawaddah wa rahmah rumahtangganya. Doa-doa pada malam-
malam mereka mempunyai andil besar demi terselesaikannya studi ini.
Kepada merekalah semoga rahmat dan taufik-Nya selalu dilimpahkan.
6. Keluarga besar (almarhum) mama Prof. K.H.M. Syadeli Hasan dan
keluarga besar abah Prof. Dr. K.H.A. Wahab Afif, M.A., yang telah
memberikan motivasi dan dorongan moril-materil untuk dapat
melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Terkhusus (almarhumah)
mamah Hj. Sri Anisah S. Hasan, yang telah mendorong dan memotivasi
penulis sehingga menjadi seperti ini. Terima kasih atas semuanya dan
mohon maaf tidak dapat membalas jasa-jasa yang telah diberikan kepada
penulis.
7. Pimpinan, para guru, ustadz/ustadzah, dan teman-teman di LPTQ
Provinsi Banten, MUI Provinsi Banten, LPTQ Kota Serang, dan MUI
Kota Serang; yang telah memberikan kesempatan penulis berkhidmat,
vii
sebagai tempat belajar, sharing, serta diskusi tentang ilmu keagamaan
(Islam) khususnya bidang ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Terima kasih dan
mohon maaf bila terdapat banyak kekhilafan.
8. Teman-teman di IIQ Jakarta, mulai Program S1, S2, dan terkhusus
teman-teman Program Doktor (S3) Konsentrasi Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir, yang telah banyak juga memberikan sumbangsih ilmu
pengetahuannya sehingga penulis menjadi lebih terbuka dan menambah
wawasan.
9. Teman-teman di IAIB Serang, khususnya di lingkup Fakultas
Ushuluddin, yang menambah ceria setiap harinya dengan berbagai
candanya. Terkhusus teman setia, Iis Faridah, S.Pd.I., M.Pd., yang selalu
siap membantu segala aktifitas yang penulis lakukan.
10. Achmad Beby Saeful, yang telah berkenan diajak berdiskusi,
disusahkan, serta membantu dalam beberapa hal sehingga karya ini
menjadi enak dan layak dibaca.
11. The last but not the least, suami tercinta, H. Muhamad Arif Iqbal, yang
telah memberikan perhatian besar --mendorong, membantu, dan
memberikan motivasi kepada penulis serta berkenan dengan ikhlash
“disalip” untuk segera menyelesaikan studi doktoral. Anak-anak
tersayang, Salma Nur Amalia, S. Ked. dan Syifa Rahmatul Ummah Arif,
yang selalu menjadi motivasi dan membantu setiap kesulitan khsususnya
dalam hal teknis per-IT-an. Untuk itu semua, penulis persembahkan
disertasi ini, sebagai pemicu bagi masa depan.
Untuk itu semua, tanpa bantuan dan pertolongan pihak-pihak tersebut
di atas atau siapapun yang tidak sempat/dapat disebutkan di sini, pasti studi
dan penyusunan karya ini tidak menemukan penyelesaian dengan seksama.
Kendatipun demikian, penulis sendiri yang sepenuhnya bertanggungjawab
atas isi kandungan kajian ini. Menyadari hal ini, maka kritik dan saran demi
viii
penyempurnaan karya ini akan penulis terima dengan hanifah al-samhah,
berjiwa besar dan berlapang dada. Penulis akan memandang setiap kritik dan
saran sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang juga tambahan pengetahuan
yang pasti akan berguna bagi penyempurnaan karya ini ke depan.
Sebagaimana ungkapan penyair Arab, Abu al-`Ala al-Ma‘arry: “wa idza
ataka mathammah bi al-naqas fa hiya syahadatu bi anni kamil” (apabila
sampai kepadamu tentang ketidaksempurnaanku, itu adalah bukti
kesempurnaan kemanusiaanku). Jadi, penulis harus mampu menerima
kekurangan dan bahkan harus sanggup melihatnya sebagai bukti
“kesempurnaan” kemanusiaan penulis.
Akhirnya, kepada Allah jualah penulis bertawakkal dan berserah diri.
Kepada-Nya penulis berasal dan kepada-Nya pulalah penulis akan kembali
dengan ---semoga--- jiwa yang tenang (nafs al-muthmainnah). Insya Allah.
Amin.
Serang, Maret 2021
Sya’ban 1442
SULASTRI
ix
KOMUNIKASI VERBAL DALAM AL-QUR’AN
DAN KORELASINYA DENGAN PENANGGULANGAN
UJARAN KEBENCIAN
PERSETUJUAN PROMOTOR i
PENGESAHAN TIM PENGUJI ii
PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI ix
PEDOMAN TRANSLITERASI xi
ABSTRAK xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Permasalahan 16
1. Identifikasi Masalah 16
2. Pembatasan Masalah 17
3. Perumusan Masalah 18
C. Tujuan Penelitian 18
D. Kegunaan Penelitian 19
E. Kajian Pustaka 19
F. Metodologi Penelitian 29
1. Jenis Penelitian 29
2. Sumber Data 29
3. Teknik Pengumpulan Data 30
4. Metode Analisis Data 30
G. Teknik dan Sistematika Penulisan 32
BAB II DISKURSUS TENTANG KOMUNIKASI 35
A. Pengertian Komunikasi 35
B. Jenis-jenis Komunikasi 40
1. Komunikasi Verbal 40
2. Komunikasi Non Verbal 51
3. Komunikasi intrapersonal 57
4. Komunikasi interpersonal 63
C. Peran Komunikasi dalam Kehidupan 69
BAB III KOMUNIKASI VERBAL DALAM AL-QUR’ÂN 79
A. Komunikasi Verbal Baik/Positif dalam Al-Qur’ân 79
B. Komunikasi Verbal Tidak Baik/Negatif dalam Al-Qur’ân 111
C. Model Komunikasi Verbal Interpersonal dalam Al-Qur’ân 137
D. Tujuan Komunikasi Verbal dalam Al-Qur’ân 201
x
BAB IV KOMUNIKASI VERBAL DAN PENANGGULANGAN
UJARAN KEBENCIAN DALAM AL-QUR’ÂN DAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 214
A. Komunikasi Verbal dalam Masyarakat Multikultural 214
B. Hasad dan Ujaran Kebencian 226
C. Larangan dan Anjuran Al-Qur’ân Menanggulangi Ujaran Kebencian 234
D. Komunikasi Verbal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 250
E. Sanksi Al-Qur’an dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terhadap Ujaran
Kebencian 259
F. Dampak Sosial Komunikasi Verbal Bersifat Ujaran Kebencian Bagi
Masyarakat Indonesia
BAB V PENUTUP 277
A. Kesimpulan 277
B. Rekomendasi 278
DAFTAR PUSTAKA 280
LAMPIRAN-LAMPIRAN 303
267
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA
Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu
ke abjad yang lain. Dalam penulisan Disertasi di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ)
Jakarta, transliterasi Arab-Indonesia mengacu pada ketentuan berikut ini:
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin
th ط a ا
zh ظ b ب
‘ ع t ت
gh غ ts ث
f ف j ج
q ق h ح
k ك kh خ
l ل d د
m م dz ذ
n ن r ر
w و z ز
h ه s س
’: ء sy ش
y ي sh ص
- - dh ض
xii
2. Vokal
Tanda Baca Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fathah a أ : â ي... : ai
Kasrah i ي : î و... : au
Dhammah u و : û :
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya. Contoh: البقرة (al-Baqarah) atau المدينة (al-
Madînah)
b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) syamsiah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan
sesuai dengan bunyinya. Contoh: الرجل (ar-rajul), السيدة (as-
Sayyidah), الشمس (asy-syams) dan الدارمي (ad-Dârimî)
c. Syaddah (Tasydîd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang ( ),
sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan ini
berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di akhir
kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh
huruf-huruf syamsiyah. Contoh:
لل ا ب ن أم • : Âmannâ billâhi
اء ه ف الس ن م أ • : Âmana as-Sufahâ’u
ن ي ذ ال ن إ • : inna al-ladzîna
xiii
ع ك الر و • : wa ar-rukka’i
d. Ta Marbuthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata
sifat (na’at), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h”.
Contoh:
ة د ئ ف ل ا • : al-Af’idah
ة ي م ل س ل ا ة ع ام ل ا • : al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah
Sedangkan ta marbuthah (ة) yang diikuti atau disambungkan (di-
washal) dengan kata benda (ism), maka dialihaksarakan menjadi huruf
“t”. Contoh:
صب ة • ع امل ة ن : ‘Âmilatun Nâshibah
الي ة ال ك ب ى • : al-Âyat al-Kubrâ
e. Huruf kapital. Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf
kapital, akan tetapi apabila telah dialihaksakan maka berlaku ketentuan
Ejaan yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan
awal kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-
lain. Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara
ini, seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan
lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang,
maka huruf yang ditulis adalah awal nama diri, bukan kata
sandangnya. Contoh: ‘Alî Hasan al-‘Âridh, al-‘Asqallânî, al-Farmawî
dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Alqur’an dan nama-nama
surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur’ân, Al-
Baqarah, Al-Fâtihah dan seterusnya.
xiv
ABSTRAK
Penelitian ini menjelaskan tentang komunikasi verbal dalam Al-
Qur’an dan korelasinya dengan penanggulangan ujaran kebencian. Dalam
penelitian ini dijelaskan bahwa komunikasi verbal memiliki peran penting
bagi kehidupan dan dapat dikatakan sebagai komunikasi utama bagi manusia.
Karena itu dalam menyampaikan komunikasi verbal setiap orang mesti
berhati-hati dalam menyampaikannya. Komunikasi verbal yang disampaikan
secara hati-hati dapat menghindarkan diri dari berbagai bentuk ujaran
kebencian.
Penelitian ini senada dengan pendapat yang dikatakan Rachmat
Kriyantono, bahwa komunikasi verbal berguna tidak hanya sekedar untuk
berbagi informasi, tetapi juga memiliki peran signifikan dalam membangun
hubungan kemanusiaan. Agar hubungan ini senantiasa terjaga, maka
komunikasi verbal yang patut disampaikan dalam keseharian mesti
mengandung unsur kebaikan, menghormati dan menghargai perasaan orang
lain/sesama serta menegasikan ujaran kebencian. Sebab komunikasi yang
mengandung unsur ujaran kebencian tidak hanya dilarang oleh Al-Qur’an
tetapi juga oleh Undang-Undang.
Penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Stephen W. Littlejohn dan
Karen A. Foss yang menegaskan bahwa posisi komunikasi nonverbal lebih
signifikan daripada komunikasi verbal. Menurut mereka, komunikasi
nonverbal lebih lengkap daripada komunikasi verbal karena mencakup
perasaan, sikap, serta pikiran yang dipraktikkan melalui gestur, postur,
ekspresi wajah, dan sebagainya. Meskipun komunikasi nonverbal memiliki
peran penting, tetapi hemat penulis dari sisi pemahaman pesan komunikasi,
komunikasi verbal lebih mudah dipahami daripada komunikasi nonverbal.
Tidak semua model komunikasi nonverbal dapat dengan mudah dipahami oleh
setiap orang, melainkan hanya oleh orang-orang tertentu saja.
Metode penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
library research (studi pustaka), di mana dilakukan dengan menginventarisasi
data-data yang berkorelasi dengan masalah yang dibahas, baik yang
bersumber dari buku maupun sumber tertulis lainnya, seperti jurnal ilmiah
makalah, prosiding ataupun laporan penelitian. Sedangkan metode analisis
data menggunakan metode tekstual interpretatif dan deskriftif Inferensial.
Metode ini adalah metode yang digunakan untuk melihat Al-Qur’an apa
adanya, sesuai dengan teks yang ada di dalamnya. Metode deskriftif
Inferensial digunakan untuk mendiskripsikan/menjelaskan tentang segala hal
yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas, dalam hal ini
dengan kajian ayat-ayat komunikasi verbal yang diteliti pada penelitian ini.
xv
ABSTRACT
This study explains the verbal communication of the Qur'an's
perspective and its correlation with the countermeasures of hate speech. In this
study it is explained that verbal communication has an important role for life
and can be said to be the main communication for humans. Therefore in
conveying verbal communication everyone must be careful in conveying it.
Carefully communicated verbal communication can avoid various forms of
hate speech.
This research is similar to the opinion said by Rachmat Kriyantono,
that verbal communication is useful not only for sharing information, but also
has a significant role in building humanitarian relations. In order for this
relationship to be maintained, verbal communication that should be conveyed
in daily life must contain elements of kindness, respect and respect the feelings
of others / others and affirm hate speech. Because communication containing
elements of hate speech is not only prohibited by the Qur'an but also by the
Law.
This study is not in line with the opinion of Stephen W. Littlejohn and
Karen A. Foss who assert that the position of nonverbal communication is
more significant than verbal communication. According to them, nonverbal
communication is more complete than verbal communication because it
includes feelings, attitudes, and thoughts practiced through gestures, postures,
facial expressions, and so on. Although nonverbal communication has an
important role, but frugal writers in terms of understanding communication
messages, verbal communication is easier to understand than nonverbal
communication. Not all models of nonverbal communication can be easily
understood by everyone, but only by certain people. This research method is qualitative by using library research
techniques, which are conducted by inventorying data that correlates with the
problems discussed, both sourced from books and other written sources, such
as scientific journal papers, proceedings or research reports. While the data
analysis method uses interpretive textual and inferential descriptive methods.
This method is a method used to see the Qur'an as it is, according to the text
contained in it. Inferential descriptive methods are used to describe / explain
everything related to the subject matter discussed, in this case with the study
of verbal communication verses studied in this study.
xvi
مجرده
. في خطاب الكراهية التدابير المضاده تشرح هذه الدراسة التواصل اللفظي لمنظور القرآن و
أن التواصل اللفظي له دور مهم للحياة ويمكن القول أنه الاتصال الرئيسي للبشر. هذه الدراسة يتم شرح
لذلك في نقل الاتصال اللفظي يجب على الجميع توخي الحذر في نقله. يمكن التواصل اللفظي عن كثب تجنب
.أشكال مختلفة من خطاب الكراهية
كريانتونو، بأن التواصل اللفظي مفيد ليس فقط هذا البحث مشابه للرأي الذي قاله رشمات
لتبادل المعلومات، ولكن له أيضا دور كبير في بناء العلاقات الإنسانية. ولكي يتم الحفاظ على هذه العلاقة،
يجب أن يحتوي التواصل اللفظي الذي ينبغي نقله في الحياة اليومية على عناصر من اللطف والاحترام
/ الآخرين وتأكيد خطاب الكراهية. لأن التواصل الذي يحتوي على عناصر واحترام مشاعر الآخرين
. خطاب الكراهية ليس محظورا بالقرآن فحسب، بل بالقانون أيضا
هذه الدراسة لا تتماشى مع رأي ستيفن دبليو ليتلجون وكارين أ. فوس الذين يؤكدون أن موقف
ظي. وفقا لهم، التواصل غير اللفظي هو أكثر اكتمالا الاتصال غير اللفظي هو أكثر أهمية من التواصل اللف
الإيماءات، خلال من تمارس التي والأفكار والمواقف المشاعر يتضمن لأنه اللفظي التواصل من
ولكن ، مهم دور له اللفظي غير الاتصال أن الرغم من على وهلم جرا. الوجه، وتعبيرات والمواقف،
تصال ، والتواصل اللفظي هو أسهل لفهم من الاتصالات غير الكتاب مقتصد من حيث فهم رسائل الا
اللفظية. ليس كل نماذج الاتصال غير اللفظي يمكن فهمها بسهولة من قبل الجميع ، ولكن فقط من قبل
. بعض الناس
وطريقة البحث هذه نوعية باستخدام تقنيات بحوث المكتبات، التي تجرى عن طريق جرد
بالمشاكل التي نوقشت، سواء من الكتب أو من مصادر مكتوبة أخرى، مثل أوراق البيانات التي ترتبط
أساليب البيانات تحليل طريقة تستخدم بينما البحثية. التقارير أو الإجراءات أو العلمية المجلات
تفسيرية وصفية نصية واستدلالية. هذه الطريقة هي طريقة تستخدم لرؤية القرآن كما هو، وفقا للنص
د فيه. تستخدم طرق وصفية تفسيرية لوصف / شرح كل ما يتعلق بالموضوع الذي تمت مناقشته ، الوار
.في هذه الحالة مع دراسة آيات التواصل اللفظي التي تمت دراستها في هذه الدراسة
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara sosial komunikasi verbal berperan signifikan dalam
menciptakan hubungan baik dalam wilayah kemanusiaan. Komunikasi
verbal pun dapat dikatakan sebagai komunikasi yang paling mudah yang
digunakan individu dan masyarakat dalam menyampaikan pesan
komunikasi kepada setiap lawan bicaranya atau si penerima pesan
komunikasi.1 Kunci utama agar komunikasi verbal dapat membangun
hubungan kemanusiaan adalah ketika komunikasi itu disampaikan dengan
perkataan/ucapan yang baik, tidak menyinggung lawan bicara, terlebih
mengandung unsur kebencian yang di dalamnya berisi unsur kebohongan,
ghibah dan caci maki.2
Tidak dapat dipungkiri lahirnya pertikaian yang timbul antara
seseorang dengan yang lainnya atau antara satu masyarakat dengan
masyarakat lainnya seringkali dipicu oleh komunikasi verbal yang
mengandung unsur kebencian. Konflik akan lebih besar terjadi jika
komunikasi verbal yang mengandung unsur kebencian tidak mampu
dikendalikan oleh setiap lapisan masyarakat.3
1Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia, terj. Agus Maulana (Tangerang
Selatan: Karisma Publishing, t.th), Edisi, 5, h. 171. 2Onong Uchjana Efendy, Dimensi-dimensi Komunikasi (Bandung: Alumni, 1986),
Cet. 2, h. 5. 3Salah satu konflik besar yang disebabkan dari ujaran kebencian yang pernah
terjadi di tanah air adalah konflik SARA yang terjadi pada etnis Tionghoa pada tahun 1998.
Bahkan, bentuk ujaran kebencian pada tahun itu terhadap etnis tersebut menjadi berita
harian yang kerap ditemukan, seperti Cina maling, penjajah dan sebagainya. Selain itu kasus
SARA yang cukup menggemparkan publik pada kurun waktu beberapa tahun ini adalah
dikuaknya kasus sindikat penebar ujaran kebencian bernama Saracen. Polisi membongkar
sindikat penebar ujaran kebencian bernama Saracen ini pada pertengahan 2017 lalu.
Dipimpin oleh Jasriadi, jaringan ini ternyata telah memproduksi dan menyebarkan konten
kebencian bernada SARA sejak November 2015. Polisi mengungkapkan, Saracen sebagai
2
Komunikasi verbal berkaitan pula dengan peradaban manusia.
Artinya, komunikasi jenis ini akan selalu hadir dalam setiap
peradaban/kehidupan manusia.4 Di sisi lain, dapat dikatakan manusia
yang terbiasa menyampaikan komunikasi verbal secara baik bisa
dianggap sebagai manusia yang berperadaban, yaitu manusia yang
mengedepankan aspek kesopanan dan kesantunan dalam berkomunikasi.
Begitu pun sebaliknya., manusia yang tidak mampu menyampaikan
komunikasi verbal secara baik dapat dikatakan sebagai manusia yang
tidak berperadaban.
Apabila ditinjau secara antropologi, komunikasi verbal merupakan
komunikasi yang menjadi bagian penting dari kehidupan manusia. Sebab,
setiap manusia pasti menyampaikan pesan kepada yang lain melalui
komunikasi verbal. Dalam lingkup antropologi, komunikasi verbal yang
patut disampaikan adalah komunikasi verbal yang baik atau berisikan
pesan-pesan komunikasi yang mengandung penghormatan dan
penghargaan. Pesan-pesan komunikasi semacam ini dapat menjadikan
manusia antarsatu dan lainnya menjalin hubungan baik dalam
kehidupannya.5
Sejatinya, manusia merupakan yang senang ketika diberikan
penghargaan dan penghormatan. Maka, setiap komunikasi verbal yang
hendak disampaikan kepadanya mesti mengandung kedua unsur tersebut.
Sebagai bagian penting dari kemanusiaan, komunikasi verbal yang
disampaikan tidak boleh mengandung pesan-pesan yang bersifat negatif,
salah satu jaringan penebar kebencian melalui media sosial (medsos).
http://www.transaction-2007.com/konflik-konflik-sara-yang-ada-di-indonesia/, diakses 11
September 2020. 4Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta: Kencana, 2014),
Cet. 2, h. 3. 5MC Ninik Sri Rejeki, “Perspektif Antropologi dan Teori Komunikasi: Penelusuran
Teori-teori Komunikasi dari Disiplin Antropologi”, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 7, No. 1,
Juni, 2010, h. 45.
3
seperti menyampaikan pesan komunikasi bersifat hoax, caci maki dan
ujaran kebencian. Bila hal ini yang terjadi, sangat mungkin manusia dapat
terjebak pada permusuhan dan perpecahan.6
Pesan-pesan komunikasi verbal yang disampaikan dengan baik,
secara psikologis dapat berpengaruh pada kondisi kejiwaan seseorang.
Misalnya, ketika seorang komunikator menyampaikan pesan komunikasi
verbal yang berisi motivasi untuk melakukan kebaikan kepada
komunikan, pesan komunikasi itu pasti akan mempengaruhi kondisi
kejiwaan komunikan.7 Semakin sering pesan-pesan komunikasi kebaikan
disampaikan, semakin melahirkan kesadaran kepada komunikan untuk
melakukan tindakan-tindakan.
Seorang komunikator pun dapat diidentifikasi kejiwaannya dari
komunikasi verbal yang sering disampaikannya. Jika komunikasi yang
disampaikan sering mengandung pesan-pesan kebaikan, maka kondisi
kejiwaan seorang komunikator dapat dikatakan baik.8 Begitu pun
sebaliknya, bila seorang dalam kesehariannya, lebih banyak
menyampaikan pesan-pesan komunikasi verbal berupa kata-kata yang
buruk, maka dikatakan kondisi kejiwaannya pun buruk.9
Karena, komunikasi verbal memiliki keterkaitan dengan kondisi
kejiwaan manusia, maka menjadi tidak keliru jika komunikasi-
komunikasi verbal yang hendak disampaikan dan sering didengarkan oleh
manusia adalah komunikasi verbal yang mengandung pesan-pesan
6Carol R. Ember and Melvin Ember, Anthropology (New Jersey: Prentice Hall,
1990), h. 9. 7Niluh Wiwik Eka Putri, “Peran Komunikasi dalam Mengatasi Permasalahan
Peserta Didik: Studi Kasus Proses Bimbingan Konseling di SMK Kesehatan Widya Dharma
Bali”, Calathu: Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No. 1, Februari 2019, h. 58. 8Niluh Wiwik Eka Putri, “Peran Komunikasi..., h. 59. 9Zulkarnain, “Psikologi dan Komunikasi Massa”, dalam Jurnal Tasamuh, Vol. 13,
No. 1, Desember 2015, h. 53.
4
kebaikan. Dapat dikatakan perkembangan kejiwaan manusia dipengaruhi
oleh pesan-pesan komunikasi verbal yang sering diterima olehnya.
Islam sebagai ajaran yang universal memberikan acuan kepada
manusia untuk senantiasa menyampaikan komunikasi verbal secara baik,
dalam arti sopan dan tidak menyakiti hati lawan bicara. Dengan demikian,
seseorang, khususnya umat Islam, yang melakukan komunikasi verbal
dengan tidak menjaga unsur kesopanan dan menyakiti lawan bicara dapat
dikatakan telah mencedarai ajaran Islam.10 Anehnya yang terjadi justru
demikian, karena tidak sedikit dari umat Islam yang justru sering terjebak
pada model komunikasi yang dilarang oleh ajarannya, seperti komunikasi
verbal mengandung unsur kebohongan (hoax), ghibah dan caci maki.
Komunikasi verbal yang mengandung unsur kebohongan tidak lagi
menjadi sesuatu yang asing dalam pola komunikasi verbal yang
berkembang saat ini. Komunikasi ini nampaknya banyak digemari, mulai
dari masyarakat bawah sampai masyarakat atas, dari keluarga sederhana
sampai keluarga berada. Tidak sedikit pula komunikasi model ini banyak
dilakukan oleh para pejabat dan para politisi di negeri ini.11 Janji yang
sering diutarakan dan tidak ditepati oleh para pejabat dan politisi negeri
ini merupakan bagian dari model komunikasi verbal berbasis
kebohongan.12
Selain itu, komunikasi model ini pun sering muncul dalam
pemberitaan-pemberitaan di berbagai media, terutama media sosial,
pelakunya berasal dari berbagai kalangan. Mirisnya, ada pelaku yang
justru beragama Islam. Padahal, secara jelas Islam melalui ajaran Al-
10A. Muis, Komunikasi Islami (Bandung: Remaja Rosyda Karya, 2001), h. 41 11Muhammad E. Fuady, “Dilema Moral: Kepalsuan dan Keteladan Komunikasi
Politik di Indonesia”, dalam Jurnal Mediator, Vol. 7, No. 2, Desember 2006, h. 197 12Muhammad E. Fuady, “Dilema Moral: Kepalsuan dan Keteladan Komunikasi
Politik di Indonesia..., h. 198.
5
Qur’ân melarang melakukan komunikasi verbal yang mengandung unsur
kebohongan:
ذبون كىك هم ال ول
يت الل وا
ا يؤمنون با
ذين ل
ذب ال
كانما يفترى ال
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang
yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah
pembohong”. (QS. al-Nahl [16]: 105)
Dalam pandangan Sayyid Qutb (1386 H/1966 M), ayat ini
mengecam komunikasi verbal yang bersifat kebohongan. Ia mengatakan,
kebohongan merupakan tindak kejahatan keji yang tidak mungkin/boleh
dilakukan oleh seorang mukmin. Seorang mukmin yang berbohong berarti
telah mendustakan ayat-ayat Allah.13 Setiap orang, baik masyarakat biasa,
pejabat sampai politisi, yang melakukan komunikasi verbal dengan jalan
kebohongan berarti telah keluar dari koridor ketuhanan yang bersumber
dari ayat-ayat-Nya.
Ketidakmampuan seseorang dalam membentengi diri dari
komunikasi verbal yang mengandung kebohongan disebabkan
ketidakmampuan dalam memahami unsur moral dari ajaran agama, tak
terkecuali unsur moral yang terkandung dalam Islam. Secara moral tidak
ada agama yang mengajarkan untuk berkomunikasi dengan menggunakan
unsur kebohongan. Karena, komunikasi verbal dengan unsur kebohongan
dapat menyebabkan ketidakpercayaan orang lain terhadap yang
melakukan komunikasi tersebut. Unsur ketidakpercayaan ini yang pada
akhirnya melahirkan hubungan buruk pada wilayah kemanusiaan.
Komunikasi verbal yang mengandung kebohongan merupakan
masalah serius yang kerap terjadi dalam kehidupan saat ini. Padahal,
setiap orang yang melakukan komunikasi verbal semacam ini akan
13Sayyid Qutb, Tafsir fî Zilâlil Qur’ân, terj. As’ad Yasin dan Abdul Aziz, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2008), h. 215.
6
diberikan siksaan yang tidak ringan oleh Allah SWT.14 Bahkan,
komunikasi verbal yang mengandung unsur kebohongan dapat dikatakan
sebagai komunikasi yang mengandung unsur dosa dan menjadikan orang
yang melakukannya mendapat kemurkaan (siksa) dari Allah, bentuknya
bisa hukuman dunia ataupun kehidupan di masa mendatang, seperti
ditegaskan QS. al-Nûr [24]: 14-15:
فيه فضتم ا ما في م
ك مس
ل خرة
اوال نيا الد فى ورحمته م
يك
عل الل
فضل ا
ولول
به م كل يس
ل ا م م
فواهك
با ون
وتقول م
سنتك
لبا ونه ق
تل اذ عظيم م عذاب
عل
هو عند الل عظيم نا و سبونه هي ح
ت و
“Dan seandainya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu
di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar,
disebabkan oleh pembicaraan kamu tentang hal itu (berita bohong itu).
(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut
dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit
pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah
itu soal besar”. (QS. al-Nûr [24]: 14-15)
Dalam QS. al-Nûr [24]: 14-15 ini ditegaskan Allah SWT pasti
melaknat/memberikan hukuman atas pribadi yang secara sengaja
melakukan komunikasi verbal bersifat kebohongan. Pemberian hukuman
itu akan didapat tidak hanya di dunia melainkan pula pada kehidupan
berikutnya (akhirat). Bagi Quraish Shihab, perihal kebohongan adalah
perihal yang melampaui batas.15 Segala perihal yang melampaui batas dan
dilakukan oleh manusia, maka hal itu termasuk bagian dari dosa besar, tak
terkecuali komunikasi verbal yang mengandung unsur kebohongan.
Selain komunikasi verbal yang mengandung unsur kebohongan,
komunikasi verbal bersifat ghibah pun marak terjadi dalam kehidupan
14Nurla Isna Aunillah, Membaca Tanda-Tanda Orang Berbohong (Yogyakarta:
Laksana, 2011), h. 27. 15M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’ân(Jakarta: Lentera Hati, 2012), Vol. 8, Cet. V, h. 498-499.
7
masyarakat saat ini. Sama seperti komunikasi verbal yang mengandung
unsur kebohongan, komunikasi verbal bersifat ghibah pun merupakan
komunikasi yang dilarang dalam Al-Qur’ân. Namun komunikasi ini
sepertinya telah menjadi budaya masyarakat Indonesia diberbagai lapisan.
Siaran-siaran TV yang muncul saat ini pun sulit untuk dilepaskan dari
komunikasi berbasis ghibah, justru keberadaannya sangat difasilitasi.
Bentuk yang paling jelas terlihat dari tayangan-tayangan gosip yang ada
di berbagai acara stasiun TV.16
Al-Qur’ân sangat menentang bentuk komunikasi verbal bersifat
ghibah, karena komunikasi model ini memiliki kecenderungan mengolok-
olok seseorang atau kelompok masyarakat lain dari belakang. Larangan
tentang komunikasi verbal berbasis ghibah terdapat dalam QS. al-Hujurât
[49]: 12:
سوا س ج
ا تل اثم و
ن ن ان بعض الظ ن الظ ثيرا م منوا اجتنبوا ك
ذين ا
يها ال
يا
يغت ا رهتموه ول
ميتا فك خيه
ا حم
ل
لكن يأ
ا م
حدك
ا ب يح
ا بعضا م
ب بعضك
حيم اب ر ان الل تو واتقوا الل“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Hujurât [49]: 12)
16Gosip dapat menjerumuskan pada ketidakbaikan. Karena di dalamnya terdapat
unsur-unsur komunikasi untuk menjelekkan lawan bicara. Menurut Quraish Shihab, jika
dalam kehidupan seseorang tidak bisa memuji lawan bicara, minimal ia tidak boleh untuk
mencelanya, termasuk dengan menjelek-jelekannya. Lih. M. Quraish Shihab, Menabur
Pesan Ilahi (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 78.
8
Al-Qur’ân mengumpamakan orang yang melakukan ghibah seperti
orang yang memakan bangkai saudaranya yang telah mati.17
Perumpamaan ini merupakan perumpamaan yang sangat menjijikan. Jika
ada orang yang ditanya akankah ingin memakan bangkai manusia yang
telah mati, terlebih saudaranya sendiri? Pasti jawabannya adalah tidak
ingin. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya komunikasi verbal bersifat
ghibah saat ini menjadi bagian yang sulit dihindari dari kehidupan
masyarakat dan dianggap sebagai sesuatu yang biasa.
Di samping komunikasi verbal yang mengandung unsur
kebohongan dan ghibah, komunikasi verbal bersifat caci maki pun
merupakan komunikasi yang marak dilakukan oleh masyarakat pada masa
ini. Sifatnya lebih dahsyat daripada ghibah. Jika ghibah dilakukan di
belakang, komunikasi verbal bersifat caci maki justru dilakukan secara
terang-terangan. Sasarannya pun langsung ditujukan kepada lawan
bicaranya.
Komunikasi verbal bersifat caci maki, umumnya dilakukan dengan
kalimat-kalimat kotor dan tidak etis, bentuknya bisa berupa umpatan
dengan menggunakan nama-nama hewan. Tentu saja model komunikasi
seperti ini sangat tidak sesuai dengan ajaran Al-Qur’ân. Jika komunikasi
verbal dengan kebohongan dan ghibah saja dilarang, maka komunikasi
verbal bersifat caki maki pun sangat dilarang oleh ajaran Al-Qur’ân.
Dalam konteks kekinian nampaknya komunikasi verbal dengan
caci maki digemari oleh sebagian orang. Hal yang paling jelas terlihat
komunikasi ini sering muncul disebabkan faktor perbedaan pilihan, tak
terkecuali perbedaan dalam pilihan politik. Pada perpolitikan tanah air
komunikasi verbal bersifat caci maki mudah untuk dijumpai. Umpatan
17M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Persfektif Al-Qur’ân (Jakarta: Amzah,
2007), h. 71.
9
dengan menggunakan sebutan cebong dan kampret yang pernah
menghiasi media sosial di tanah air adalah salah satu bentuk komunikasi
verbal dengan menggunakan caci maki.18
Model komunikasi ini mendapat larangan keras dalam QS. al-
Hujurât [49]: 11:
ا نساء نهم ول ونوا خيرا م
ن يك
ى ا ن قوم عس ا يسخر قوم م
منوا ل
ذين ا
يها ال
يا
ا م ول
نفسك
ا ا مزو
ا تل
ول نهن ن خيرا م
ن يك
ى ا ن نساء عس قاب م
لاتنابزوا بال
ىك هم الظلمون ولم يتب فا
ايمان ومن ل
فسوق بعد ال
بئس الاسم ال
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak
bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. al-Hujurât
[49]: 11)
Dalam ayat tersebut Allah SWT. sangat melarang setiap
kelompok, laki-laki maupun perempuan menghina/merendah kelompok
laki-laki maupun perempuan yang lain, karena boleh jadi kelompok (laki-
laki dan perempuan) yang dihina/direndahkan lebih baik daripada yang
menghina/merendahkan. Larangan dalam ayat ini pun tidak berhenti
sampai disitu, tetapi Allah pun melarang untuk jangan mencela diri sendiri
(wa lâ talmizû anfusakum). Maksudnya dari pelarangan ini adalah bahwa
setiap/sesama manusia merupakan saudara, sehingga apa yang diderita
18 Komunikasi verbal dalam bentuk umpatan cebong dan kampret marak menghiasi
model komunikasi masyarakat Indonesia pada musim politik di tahun 2019. Lahirnya
komunikasi bernada umpatan tersebut tidak dapat dipisahkan dalam konteks politik kala itu.
Di mana julukan kampret diberikan kepada pendukung Calon Presiden dengan nomor urut
01 (Prabowo-Sandi) dan cebong julukan yang diberikan kepada pendukung Calon Presiden
02 (Jokowi-Ma’ruf). Bahkan, sampai detik ini komunikasi verbal semacam itu masih kerap
dijumpai/didengar oleh sebagian masyarakat Indonesia.
10
oleh manusia lain yang sejatinya adalah penderitaan kita. Sehingga, ketika
ada seseorang yang menghina orang lain dan membuatnya menderita,
sesungguhnya hal semacam itu akan Kembali kepada dirinya. Bahkan,
tidak mustahil suatu saat orang yang mengejek sesamanya akan
memperoleh ejekan yang lebih buruk daripada yang diejek itu. Bisa juga
larangan ini menunjukkan kepada setiap orang untuk tidak melakukan
aktivitas yang mengundang hinaan dan ejekan, karena seseorang yang
melakukan demikian sesungguhnya bagaikan mengejek diri sendiri.19
Dalam hubungan sosial, seseorang yang merendahkan/menghina
orang lain dapat dikatakan telah menganggap dirinya lebih baik dari yang
direndahkan/dihina, sehingga orang semacam ini dapat dikatakan sebagai
pribadi yang sombong. Padahal, kesombongan merupakan
perbuatan/tindakan yang tidak disukai oleh Tuhan.20 Dari keterangan
tersebut, menjadi jelas bahwa bentuk komunikasi verbal bersifat caci maki
yang berisi pesan menghina/merendahkan orang lain sangat tidak
dianjurkan oleh Al-Qur’ân. Seseorang yang melakukan komunikasi ini
dalam kesehariannya, berarti telah melanggar salah satu perintah Tuhan.
Model komunikasi ini jika terus dipelihara dalam kehidupan dapat
melahirkan sikap saling benci dan permusuhan. Padahal, salah satu tujuan
Allah SWT memerintahkan manusia adalah untuk berkomunikasi
menciptakan tatanan kehidupan yang penuh cinta dan kasih sayang atau
dalam bahasa agama diistilahkan dengan rahman dan rahim.21
19M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’ân(Jakarta: Lentera Hati, 2012), Vol. 12, h. 606. 20Kesombongan atau sifat sombong merupakan dosa pertama yang dilakukan oleh
makhluk, yaitu Iblis yang menyatakan dirinya lebih mulia dari Adam AS. karena merasa
dirinya terbuat dari unsur yang lebih mulia dari Adam AS., Iblis terbuat dari api dan Adam
AS. terbuat dari tanah. Dalam bahasa Cak Nur dosa pertama ini disebut dengan istilah
rasialisme. Lihat Nurcholish Madjid, Pesan-pesan Taqwa (Jakarta: Paramadina, 2005), Cet.
IV, h. 72. 21M. Amin Aziz, The Power of al-Fâtihah (Jakarta: Yayasan DFQ, 2003), h. 7.
11
Sejatinya, setiap bentuk komunikasi verbal yang berisi pesan-
pesan kebaikan, penuh cinta dan kasih saying dapat dijadikan pedoman
bagi setiap manusia, khususnya umat Islam, untuk keluar dari berbagai
bentuk ujaran kebencian. Karena, ujaran tersebut hanya akan melahirkan
permusuhan pada wilayah kemanusiaan. Kajian ini menjadi penting untuk
dilakukan, sebab komunikasi verbal dengan ujaran kebencian masih
marak terjadi dalam kehidupan masyarakat saat ini. Bahkan, komunikasi
ini sangat mudah ditemukan diberbagai media, baik media sosial, cetak
maupun elektronik. Pelakunya pun terdiri dari masyarakat berbagai
kalangan, mulai dari pejabat, politisi sampai pada masyarakat biasa.
Muslimah dalam karya berjudul Etika Komunikasi dalam
Perspektif Islam menegaskan, komunikasi yang diajarkan Al-Qur’ân
mengandung pesan-pesan kebaikan. Sehingga, setiap muslim yang hendak
menyampaikan pesan-pesan komunikasi kepada lawan bicara patut
disampaikan secara baik, yaitu dengan menggunakan bahasa santun dan
disesuaikan dengan kondisi norma sosial yang berlaku pada setiap
masyarakat. Model komunikasi semacam ini dapat menghindarkan
seseorang dari model komunikasi verbal yang mengandung ujaran
kebencian.22
Pendapat Muslimah dipertegas oleh Kusnadi dalam karya berjudul
komunikasi dalam Al-Qur’ân: Studi Analisis Komunikasi Interpersonal
pada kisah Ibrahim, bahwa komunikasi, termasuk verbal, dibutuhkan oleh
manusia untuk menjalin hubungan harmonis antarsesama.23 Dengan
demikian setiap komunikasi verbal yang disampaikan kepada lawan bicara
tidak boleh mengandung unsur yang menyinggung perasaan lawan bicara
22Muslimah, “Etika Komunikasi dalam Persfektif Islam”, dalam Jurnal Sosial
Budaya (e-ISSN 2407-1684/p-ISSN 1979-2603), Vol. 13, No. 2, Desember 2016, h. 115 23Kusnadi, “Komunikasi dalam Al-Qur’an: Studi Analisis Komunikasi
Interpersonal pada Kisah Ibrahim”, dalam Jurnal Intizar, Vol. 20, No. 2, 2014, h. 267.
12
itu, terlebih mengandung ujaran kebencian. Segala bentuk komunikasi
yang disampaikan dengan tujuan menyakiti lawan bicara sangat tidak
sesuai dengan Al-Qur’ân.
Selain dilarang oleh Al-Qur’ân komunikasi verbal yang
mengandung ujaran kebencian dilarang pula dalam UU, seperti yang
ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik, Pasal 45 A ayat 1 dan 2 dan Pasal 45 B. Sanksi
bagi para pelanggarnya pun tidaklah ringan, pada pasal 45 ayat A ayat 1
dan 2 misalnya, seseorang yang dengan sengaja menyebarkan berita
bohong dan melakukan ujaran kebencian akan mendapatkan sanksi pidana
penjara selama enam tahun dan denda sebesar satu milyar rupiah.24
Dengan adanya UU semacam ini, Negara secara tegas melarang
seluruh masyarakat tanah air untuk menyampaikan komunikasi yang
bersifat hoax juga mengandung ujaran kebencian. Dua komunikasi verbal
semacam ini tentu dapat mencedarai kehidupan masyarakat bangsa yang
bercorak multikultural, seperti Indonesia, dan sangat tidak cocok
digunakan dalam kehidupan sehari-hari.25
Komunikasi verbal yang mengandung ujaran kebencian hanya
akan menjadikan masyarakat bangsa bercerai berai, dan saling
bermusuhan. Tentu menjadi sebuah kerugian besar, bangsa yang dibangun
atas dasar kebersamaan dan semangat gotong royong, menjadi rusak
karena ujaran kebencian. Dengan kata lain, setiap komunikasi verbal yang
mengandung ujaran kebencian dapat melahirkan disintegrasi sosial dalam
kehidupan masyarakat bangsa.
24Lihat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, Pasal 45 A ayat 1 dan 2 dan Pasal 45 B. 25Ismail Nawawi Uha, Komunikasi Lintas Budaya: Teori, Aplikasi dan Kasus Sosial
Bisnis dan Pembangunan (Jakarta Barat: Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), h. 11.
13
Larangan yang disampaikan Al-Qur’ân dan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, terhadap ujaran
kebencian merupakan dasar penting bagi setiap masyarakat tanah air
untuk tidak melakukan komunikasi verbal mengandung ujaran kebencian,
karena ketika masyarakat terjebak dalam komunikasi semacam ini ada
hukum yang telah menantinya. Meskipun dalam Al-Qur’ân hukumannya
tidak diberikan secara langsung, tetapi UU menegaskan akan memberikan
hukuman secara langsung bila seseorang terbukti bersalah dalam
melakukan komunikasi verbal yang mengandung ujaran kebencian.26
Keberadaan UU yang melarang melakukan ujaran kebencian,
menunjukkan jika Al-Qur’ân tidak keliru dalam melarang umat Islam
untuk tidak melakukan ujaran kebencian. Dan kecaman UU kepada setiap
masyarakat yang melakukan ujaran kebencian sangat sejalan dengan
larangan Al-Qur’an. Maka, dengan adanya larangan-larangan ini
masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, mesti berhati-hati dalam
melakukan komunikasi verbal kepada sesama.27 Artinya, setiap jenis
komunikasi verbal yang hendak disampaikan kepada lawan bicara patut
untuk dipikirkan terlebih dulu.
Komunikasi verbal yang mengandung ujaran kebencian tentu
sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip komunikasi verbal yang
diajarkan Al-Qur’ân dan yang ditetapkan oleh UU. Karena seluruh
komunikasi verbal yang ada dalam Al-Qur’ân dan UU mengarahkan
setiap orang untuk tidak melakukan ujaran kebencian. Komunikasi verbal
yang mengandung ujaran kebencian hanya akan menjadikan relasi sosial
26Lihat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, Pasal 45 A ayat 1 dan 2 dan Pasal 45 B. 27Hermana Soemantrie, “Konflik dalam Perspektif Pendidikan Multikultural”,
dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayan, Vol. 17, No. 16, November 2011, h. 662.
14
antarsesama menjadi tidak baik, karena dapat mengakibatkan lahirnya
permusuhan. Para komunikator perlu sadar jika komunikasi verbal
dilakukan tidak sekedar untuk menyampaikan pesan, tetapi berguna pula
dalam menciptakan kerukunan antarsesama.
Penelitian ini senada dengan pendapat yang dikatakan Rachmat
Kriyantono, bahwa komunikasi verbal berguna tidak hanya sekedar untuk
berbagi informasi, tetapi juga memiliki peran signifikan dalam
membangun hubungan kemanusiaan. Agar hubungan ini senantiasa
terjaga, maka komunikasi verbal yang patut disampaikan dalam
keseharian mesti mengandung unsur kebaikan, menghormati dan
menghargai perasaan orang lain/sesama serta menegasikan ujaran
kebencian.28
Pendapat Kriyantono menunjukkan jika komunikasi verbal
memiliki pengaruh penting dalam kehidupan manusia. Berhasil atau
tidaknya hubungan baik yang dijalin oleh manusia tidak dapat dilepaskan
dari sisi komunikasi verbal. Semakin baik komunikasi verbal yang
disampaikan oleh manusia dalam membangun hubungan kemanusiaan,
akan semakin baik pula relasi sosial yang dibangunnya. Dan sebaliknya,
semakin buruk komunikasi verbal yang disampaikan dalam wilayah
kemanusiaan, akan semakin sulit bagi manusia untuk membangun relasi
sosial kepada sesamanya.
Meskipun komunikasi verbal sebatas komunikasi yang bersumber
dari lisan, namun pengaruhnya sangat signifikan dalam kehidupan.
Ketentraman dan kerukunan dapat terjalin, manakala komunikasi verbal
yang bersumber dari lisan mampu dikendalikan dari komunikasi yang
mengandung ujaran kebencian. Sulit untuk dimungkiri bila perpecahan
28Rachmat Kriyanto, Pengantar Lengkap Ilmu Komunikasi: Filsafat Etika Ilmunya
Serta Perspektif Islam (Jakarta: Kencana, 2019), h. 171.
15
yang terjadi dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat bermula
dari lisan yang tidak dapat dijaga dengan baik. Menjadi tidak keliru jika
komunikasi verbal mesti diarahkan pada pesan-pesan komunikasi yang
mengandung kebaikan.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Stephen W. Littlejohn dan
Karen A. Foss yang menegaskan bahwa posisi komunikasi nonverbal
lebih signifikan daripada komunikasi verbal. Dalam keterangannya
mereka menegaskan bahwa komunikasi nonverbal adalah bagian
terpenting dalam komunikasi. Karena, komunikasi verbal tidak akan
efektif tanpa dibarengi dengan komunikasi nonverbal. Dalam ungkapan
lain, keberadaan komunikasi nonverbal memiliki peran vital dalam
komunikasi. Lebih lanjut mereka menerangkan, komunikasi nonverbal
lebih lengkap dari komunikasi verbal karena mencakup perasaan, sikap,
serta pikiran yang dipraktikkan melalui gestur, postur, ekspresi wajah, dan
sebagainya.29 Sementara itu komunikasi verbal hanya terbatas pada lisan
semata. Komunikasi verbal memang banyak digunakan oleh hamper
seluruh umat manusia, tetapi komunikasi jenis ini bukan komunikasi yang
bersifat segalanya, karena dibalik komunikasi verbal pasti dibutuhkan
komunikasi nonverbal.
Pendapat-pendapat di atas sejatinya dapat dibenarkan, namun
hemat penulis komunikasi verbal dan nonverbal adalah dua jenis
komunikasi yang saling melengkapi. Tetapi dalam sisi pemahaman pesan
komunikasi, nampaknya komunikasi verbal lebih mudah dipahami
daripada komunikasi nonverbal. Bagi orang yang tidak begitu perhatian
atau teliti dengan komunikasi nonverbal akan sulit baginya untuk
memahami komunikasi tersebut. Hal inilah yang menjadikan kitab suci
29Stephen W. Littlejohn & Karen A. Foss, Encyclopedia Communication Theory
(New Delhi: SAGE Publication, 2009), h. 690.
16
yang diberikan kepada para utusan Allah disampaikan menggunakan
komunikasi verbal, tak terkecuali kitab suci Al-Qur’ân.30
Tidak hanya sampai di situ, UU pun memberikan arahan dan
aturan tentang komunikasi verbal, bukan komunikasi nonverbal. Maka,
dengan memahami pesan-pesan komunikasi verbal di dalam Al-Qur’ân
dan UU, setidaknya pemahaman masyarakat bangsa, terlebih umat Islam
akan menjadi lebih baik. Tertarik dengan model komunikasi verbal yang
dibahas dalam Al-Qur’ân dan anjuran yang disampaikan dalam Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal
45 A ayat 1 dan 2 dan Pasal 45 B, penulis mencoba menelaah lebih dalam
dengan melakukan penelitian berjudul; Komunikasi Verbal dalam Al-
Qur’ân dan Korelasinya dengan Penanggulangan Ujaran
Kebencian”.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan,
maka identifikasi masalah dalam penelitian ini, meliputi kurangnya
pemahaman masyarakat tentang komunikasi verbal dalam Al-Qur’ân
dan larangan tentang ujaran kebencian yang terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, Pasal 45 A ayat 1 dan 2 dan Pasal 45 B. Kondisi ini
menjadikan masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, sering
terjebak pada komunikasi verbal bersifat ujaran kebencian. Adapun
30Mohammed Arkoun, Berbagai pembacaan al-Qur’ân (Jakarta: INIS, 1997), h. 9;
Nor Ichwan, Memahami Bahasa al-Qur’ân (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 252.
17
bentuk-bentuk komunikasi verbal yang marak digunakan masyarakat
Indonesia yang memiliki unsur ujaran kebencian, meliputi komunikasi
verbal bersifat kebohongan, ghîbah dan caci maki.
Di sisi lain, komunikasi verbal dalam bentuk umpatan/hinaan
pun tidak jarang banyak dilakukan masyarakat saat ini. Praktiknya pun
dilakukan secara terang-terangan. Tidak jarang pula komunikasi verbal
dalam bentuk ini terjadi dalam konteks bertetangga yang berakhir pada
munculnya sikap permusuhan. Dalam konteks lebih global pola
komunikasi ini pun banyak terjadi pada masyarakat secara luas.
Padahal, komunikasi verbal semacam ini adalah akar bagi lahirnya
sikap saling membenci antarsatu dengan yang lain. Untuk menjaga
keharmonisan, kerukunan antaranak bangsa, maka komunikasi verbal
yang berbasis pada Al-Qur’ân penting untuk diteliti, sehingga dapat
melahirkan produk penelitian yang dapat mengatasi persoalan-
persoalan tersebut.
Setidaknya terdapat tiga masalah besar yang teridentifikasi
dalam penelitian ini; i) kurangnya pemahaman masyarakat tentang
komunikasi verbal dalam Al-Qur’ân dan larangan tentang ujaran
kebencian yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 45 A ayat 1 dan 2
dan Pasal 45 B; ii) komunikasi verbal yang mengandung unsur
kebohongan, ghîbah dan caci maki, masih marak terjadi dalam
kehidupan ini; iii) masyarakat tidak menyadari bahwa tujuan utama
dari komunikasi verbal adalah menciptakan keharmonisan dan
kerukunan dalam pergaulan antarsesama.
18
2. Pembatasan Masalah
Merujuk pada identifikasi masalah, terlihat masalah-masalah
yang akan diteliti memiliki cakupan yang cukup luas. Untuk itu, agar
masalah yang dikaji tidak meluas, maka batasan masalah dalam
penelitian ini mengkaji tentang komunikasi verbal dalam Al-Qur’ân
dan ujaran kebencian, baik ujaran kebencian itu yang dijelaskan oleh
Al-Qur’ân maupun Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 45 A ayat 1 dan 2 dan Pasal
45 B. Dijadikannya perihal di atas sebagai batasan masalah, karena
sesuai dengan fokus kajian dalam penelitian ini.
3. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
gambaran komunikasi verbal dalam Al-Qur’ân dan relevansinya
terhadap ujaran kebencian? Sedangkan pertanyaan turunan dari
rumusan masalah ini adalah:
1. Bagaimana sanksi yang diberikan Al-Qur’ân dan Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 45 A ayat 1 dan 2 dan
Pasal 45 B mengatasi pelaku komunikasi verbal yang bersifat
ujaran kebencian?
2. Bagaimana dampak komunikasi verbal yang bersifat ujaran
kebencian bagi kehidupan sosial?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian/penulisan ini adalah:
1. Menjelaskan komunikasi verbal menurut Al-Qur’ân.
2. Menjelaskan sanksi Al-Qur’ân dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 45 A ayat 1
19
dan 2 dan Pasal 45 B dalam mengatasi komunikasi verbal bersifat
ujaran kebencian
3. Menganalisis dampak sosial komunikasi verbal bersifat ujaran
kebencian yang dijelaskan Al-Qur’ân dan Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal
45 A ayat 1 dan 2 dan Pasal 45 B.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penilitian ini terdiri dari dua, yaitu kegunaan
secara teoritis dan kegunaan secara praktis. Secara teoritis untuk
memberikan sumbangsih pemikiran dan informasi tentang komunikasi
verbal dalam Al-Qur’ân dan korelasinya dengan penanggulangan ujaran
kebencian. Sedangkan secara praktis penelitian ini dapat dijadikan solusi
bagi para pembaca untuk mengatasi komunikasi verbal bersifat
kebohongan (hoax), ghîbah, caci maki serta ujaran kebencian.
E. Kajian Pustaka
Dari beberapa penelusuran yang penulis lakukan, penelitian
ilmiah berkaitan dengan komunikasi Islam atau komunikasi yang sesuai
dengan prinsip-prinsip Al-Qur’ân banyak dikaji oleh para peneliti-peneliti
sebelumnya. Tetapi yang mengkaji mengenai prinsip-prinsip komunikasi
verbal dalam Al-Qur’ân dengan mengkaji secara mendalam ayat-ayat
qaulan dan korelasinya terhadap ujaran kebencian secara khusus tidak
ditemukan oleh penulis. Di antara berbagai penelitian yang membahas
persoalan komunikasi dalam Al-Qur’ân baik yang tersebar dari jurnal
maupun disertasi adalah:
Pertama, Sumarjo dalam penelitian berjudul ilmu komunikasi
dalam perspektif Al-Qur’an.31 Penelitian ini hendak mengungkapkan
31Sumarjo, “Ilmu Komunikasi dalam Perpektif Al-Qur’an”, Jurnal Inovasi, Vol. 8,
No. 1, Maret 2011, h. 113-124.
20
bahwa ilmu komunikasi memiliki landasan yang kuat dalam Al-Qur’ân.
Melalui Al-Qur’ân sejatinya manusia diajak untuk berkomunikasi.
Sebagai makhluk sosial manusia memiliki peran strategis dalam
kehidupan sosial. Kehidupan sosial adalah bagian dari fitrah kemanusiaan.
Dalam membangun fitrah Al-Qur’ânmemberikan tuntunan kepada
manusia tentang komunikasi. Adapun gaya komunikasi Al-Qur’ân yang
ditemukan oleh Sumarjo dalam penelitian ini meliputi enam gaya
komunikasi, di antaranya (1) Qaulan Sadidan, (2) Qaulan Balighan, (3)
Qaulan Ma’rufan, (4) Qaulan Kariman, (5) Qaulan Layinan, dan (6)
Qaulan Maysura.
Penelitian yang dilakukan oleh Sumarjo nampak sama dengan
penelitian yang penulis lakukan pada sisi komunikasinya, tetapi jika
ditelaah secara dalam sangat jauh berbeda, karena fokus kajian yang
dilakukan oleh Sumarjo lebih pada gaya komunikasi yang terdapat pada
ayat-ayat qaulan, sementara yang penulis lakukan pada sisi komunikasi
verbal dalam Al-Qur’ân dan korelasinya dengan pencegahan ujaran
kebencian.
Meskipun demikian, Penelitian yang disampaikan oleh Sumarjo
memberikan kontribusi kepada para pembaca agar berhati-hati dalam
menyampaikan pesan-pesan komunikasi dalam kehidupan sosial, seperti
tidak melakukan perkataan bohong dan menyakiti perasaan orang lain. Di
sisi lain Sumarjo ingin menegaskan, enam gaya komunikasi yang ada di
dalam Al-Qur’ân patut dijadikan pegangan oleh umat Islam dalam
melakukan pergaulan/komunikasi sehari-hari kepada setiap lawan bicara.
Kedua, Kusnadi dalam karya yang berjudul Komunikasi dalam
Al-Qur’ân: Studi Analisis Komunikasi Interpersonal pada Kisah
21
Ibrahim.32 Pada karya ini Kusnadi menjelaskan bahwa komunikasi
dibutuhkan untuk menjalin hubungan harmonis antarmanusia. Tanpanya,
kerentanan dalam berinteraksi antarindividu akan mudah muncul.
Sehingga konflik akibat komunikasi menjadi tidak terhindari yang
mengakibatkan keretakan hubungan antarindividu dengan individu yang
lain.
Menurut Kusnadi Komunikasi dalam Al-Qur’ân dapat dilihat
dari penyajiannya tentang kisah-kisah, salah satunya adalah pada kisah
Ibrahim as. Penyajian kisah-kisah dalam Al-Qur’ân dimaksudkan agar
manusia belajar dan mengambil petunjuk darinya, sehingga dari petunjuk
itu manusia dapat menjadi terarah untuk patuh kepada aturan-aturan yang
disampaikan dalam Al-Qur’an. Di sisi lain, setiap kisah-kisah yang
terdapat dalam Al-Qur’ân dimaksudkan agar manusia bisa mengambil
hikmah darinya, sehingga Al-Qur’ân benar-benar menjadi petunjuk dalam
kehidupan.
Di sisi lain Kusnadi mengatakan, meskipun Al-Qur’ân tidak
spesifik membahas masalah komunikasi, namun terdapat beberapa ayat
yang mengulas secara umum tentang prinsip-prinsip komunikasi. Menurut
penulis, ada kata-kata dalam Al-Qur’ân yang diasumsikan sebagai
penjelasan mengenai komunikasi, yaitu bayân (QS. al-Rahman [55]: 1-4),
dan al-qaul, seperti Qaulan sadīdan yang artinya komunikasi yang tegas
(QS. al-Nisā’ [4]: 9, 70), Qaulan bālighan yang artinya komunikasi yang
penuh makna (QS. an-Nisa [4]: 63), Qaulan mansyūran yang artinya
komunikasi yang mudah (QS. al-Isrā’ [17]: 28), Qaulan Layyinan yang
artinya komunikasi yang lemah lembut (QS. Tāha [20]: 44), Qaulan
Karīman yang artinya komunikasi yang mulia (QS. al-Isrā’ [17]: 23),
32Kusnadi, “Komunikasi dalam Al-Qur’an: Studi Analisis Komunikasi
Interpersonal pada Kisah Ibrahim”…, h. 267-284.
22
Qaulan Tsaqiila yang artinya komunikasi yang berpengaruh (QS. Al-
Muzammil [73]: 5), dan Qaulan Ma’rūfan yang artinya komunikasi yang
penuh dengan nilai kebaikan (QS. al-Nisā’ [4]: 5).
Kajian komunikasi interpersonal yang diulas pada kisah Ibrahim
as. yang telaah oleh Kusnadi memberi kontribusi dalam membangun
paradigma pembaca tentang pentingnya sebuah komunikasi interpersonal
pada kisah dalam Al-Qur’ân (Ibrahim as.). Di mana dalam komunikasi
semacam ini Ibrahim as. melakukan dialog kepada Ismail as. (anaknya)
perihal mimpi yang datang kepadanya, yaitu berupa perintah Allah untuk
menyembelih anaknya. Artinya, setiap orang tua yang hendak melakukan
sesuatu kepada anak mesti didialogkan terlebih dulu. Sehingga
melahirkan pemahaman yang sama.
Penelitian yang Kusnadi lakukan terlihat nampak sama seperti
yang dilakukan penulis, yaitu sama-sama mengkaji dan menelaah
komunikasi dalam Al-Qur’ân, namun berbeda dalam sisi kajiannya.
Kajian yang Kusnadi lakukan lebih difokuskan kepada komukasi Al-
Qur’ân dalam kisah Ibrahim as. dengan mengedepankan sisi komunikasi
interpersonal. Sementara penelitian yang penulis lakukan lebih mengkaji
secara dalam prinsip-prinsip komunikasi verbal dalam Al-Qur’ân dan
korelasinya dengan pencegahan ujaran kebencian.
Ketiga, Ali Nurdin dalam penelitian berjudul, Akar Komunikasi
dalam Al-Qur’an: Studi Tematik Dimensi Komunikasi dalam Al-Qur’an.33
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa akar komunikasi intrapersonal
dalam Al-Qur’ân menempatkan pikiran sebagai pusat kontrol bagi jiwa
untuk memberikan rangsangan kepada indera penglihatan dan
pendengaran sehingga melahirkan pikiran. Sementara itu, akar
33 Ali Nurdin, “Akar Komunikasi dalam Al-Qur’ân: Studi Tematik Dimensi
Komunikasi dalam Al-Qur’an”, dalam Jurnal Kajian Komunikasi, Vol. 2, No. 1, Juni 2014,
h. 12-26.
23
komunikasi interpersonal di dalam Al-Qur’ân lebih didasarkan pada etika
komunikasi atau bagaimana berbicara dengan orang lain secara bijaksana.
Ini didasarkan pada prinsip qaulan sadidan, qaulan balighan, qaulan
maysuran, qaulan layyinan, qaulan Kariman, qaulan ma’rufan.
Ali Nurdin pun menemukan, akar komunikasi massa di Al-
Qur’ân menempatkan dirinya sebagai pusat informasi/berita yang
memiliki kebenaran mutlak. Al-Qur’ân memberikan pedoman bagi
manusia dalam memberikan informasi/berita kepada orang lain yang
disertai dengan kejujuran, keadilan, akurasi, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam konteks ini, Al-Qur’ân memberikan
himbauan agar masyarakat berhati-hati (tidak mudah percaya) dalam
menerima informasi atau berita yang kebenarannya masih belum jelas dan
tidak dapat dipertanggungjawabkan. Akar komunikasi antarbudaya dalam
Al-Qur’ân dimulai dari sifat manusia diciptakan di dunia untuk mengenal
satu sama lain (komunikasi) dengan keragaman latar belakang agama,
etnis, bangsa, jenis kelamin dan sebagainya. Sedangkan, Akar komunikasi
organisasi dalam Al-Qur’ân memerintahkan beberapa orang untuk
membentuk suatu organisasi atau lembaga untuk mengoptimalkan upaya
amar ma’ruf dan nahi munkar, memerintahkan kebaikan dan mencegah
keburukan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ali Nurdin, setidaknya dapat
memberikan gambaran tentang berbagai akar komunikasi dalam Al-
Qur’an, meliputi komunikasi intrapersonal, interpersonal, massa,
antarbudaya dan komunikasi dalam membentuk organisasi. Gambaran
komunikasi-komunikasi tersebut dapat dijadikan pedoman bagi siapa pun
yang ingin mempraktikkan komunikasi dalam kehidupan. Jika menelaah
penelitian yang dilakukan Ali Nurdin persamaan dengan penelitian yang
penulis lakukan terletak pada kajiannya dalam menelaah komunikasi
24
dalam Al-Qur’an, tetapi berbeda pada jenis komunikasinya, di mana
penulis lebih menitikberatkan pada kajian komunikasi dengan merujuk
ayat-ayat komunikasi verbal dalam Al-Qur’ân dan korelasinya dengan
pencegahan ujaran kebencian.
Keempat, Muslimah dalam karyanya, Etika Komunikasi dalam
Perspektif Islam.34 Dalam karya ini Muslimah menyampaikan bahwa
komunikasi Islam merupakan komunikasi yang berisi pesan-pesan dari
ajaran Islam. Pesan-pesan itu dibalut dalam bentuk penyampaian nilai-
nilai keislaman, sehingga orang-orang yang mendengar pesan-pesan
berupa nilai-nilai keislaman dapat tergugah untuk mengikuti ajaran Islam.
Agar pesan-pesan dalam komunikasi Islam dapat menggugah para
pendengarnya, maka setiap komunikasi yang disampaikan mesti
diutarakan secara jelas, tidak mengandung ancaman, tetapi mesti
disampaikan secara etis, yaitu dengan menggunakan bahasa yang sopan,
tidak marah-marah dan disesuaikan dengan norma atau kondisi
masyarakat.
Lebih lanjut Muslimah mengatakan komunikasi yang memiliki
nilai etis dan memiliki nilai-nilai islami dapat mudah diterima oleh
masyarakat daripada yang mengesampingkan nilai etis. Dengan demikian,
setiap komunikasi yang disampaikan kepada masyarakat hendaknya selalu
mengedepankan etika. Karena komunikasi tanpa landasan etika akan
membuat pendengarnya menjaga jarak dari komunikasi yang disampaikan
oleh komunikator. Tanpa adanya etika komunikasi yang disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan akan menjadi tidak etis.
Penelitian yang dilakukan Muslimah memberikan solusi bagi
setiap orang yang hendak melakukan komunikasi kepada khalayak agar
dalam melakukannya selalu mengedepankan etika. Siapa pun orang yang
34Muslimah, “Etika Komunikasi dalam Perspektif Islam”…, h. 115-125.
25
mengedepankan etika dalam berkomunikasi akan dapat menjaga diri dari
berbagai perkataan-perkataan tidak baik atau tidak sopan kepada lawan
bicara. Di lain pihak, seseorang yang mengedepankan etika dalam
berkomunikasi memiliki kesadaran tentang pentingnya menjaga perasaan
lawan bicara.
Bila dilihat persamaan penelitian Muslimah dengan penelitian
yang penulis lakukan terletak pada kajian tentang komunikasinya.
Meskipun, bahasa judul yang digunakannya etika komunikasi dalam
perspektif Islam, tetapi memiliki arah yang sama dengan yang penulis
lakukan. Walaupun demikian, penelitian yang penulis lakukan berbeda
jauh dengan penelitian yang pernah dikaji oleh Muslimah. Karena
penelitian yang penulis lakukan tidak hanya memfokuskan pada etika
komunikasi tetapi mengkaitkannya pula dengan ujaran kebencian.
Kelima, Yan Hendra dalam karya berjudul Pengaruh
Komunikasi Keluarga, Guru Pendidikan Agama Islam dan Teman Sebaya
terhadap Etika Komunikasi Islam Siswa Sekolah Menengah Pertama di
Kota Medan.35 Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji masalah etika
komuniasi dalam Islam dan berpusat pada model komunikasi anak di
dalam keseharian. Dalam penelitian ini ditegaskan bahwa komunikasi
anak sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang dibangun dalam keluarga,
lembaga pendidikan/sekolah dan masyarakat ataupun teman sebaya. Jika
komunikasi dalam lingkungan itu baik, maka komunikasi anak akan
menjadi baik.
Penelitian yang dilakukan Yan Hendra menunjukkan jika
komunikasi dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (teman
sebaya) sangat berpengaruh bagi pola dan perkembangan komunikasi bagi
35Yan Hendra, “Pengaruh Komunikasi Keluarga Guru Pendidikan Agama Islam dan
Teman Sebaya terhadap Etika Komunikasi Islam Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kota
Medan”, Disertasi (Medan: UIN Sumatera Utara, 2017).
26
setiap anak. Adapun porsi pengaruhnya di antara lingkungan-lingkungan
itu menempatkan komunikasi dalam keluarga memiliki peran yang besar,
setelahnya adalah komunikasi dalam lingkungan pendidikan dan terakhir
barulah komunikasi dengan teman sebaya. Tentu saja hal ini patut
diperhatikan oleh setiap keluarga muslim, karena ketika komunikasi
dalam keluarga tidak baik, maka out put komunikasi yang disampaikan
anak pun tidak baik. Begitu pun dengan lembaga pendidikan sekolah.
Penelitian yang dilakukan Yan Hendra sekilas sama dengan
penelitian yang penulis lakukan, karena sama-sama mengkaji konsep
komunikasi dalam Islam. Namun jika ditelisik secara dalam terlihat sangat
berbeda. Perbedaannya terletak pada fokus komunikasinya. Penelitian
yang dilakukan Yan Hendra terfokus pada komunikasi keluarga, guru
pendidikan agama Islam dan teman sebaya. Sementara penelitian yang
penulis lakukan lebih terfokus pada komunikasi verbal dalam Al-Qur’ân
dengan menghubungkannya pencegahan ujaran kebencian yang sampai
saat ini ujaran tersebut masih sering terjadi dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Keenam, Syukur Kholil, Zainal Arifin dan Yasirul Amri dengan
judul penelitian Etika Komunikasi dalam Pengasuhan Santri Perspektif
Al-Qur’ân Surat Luqman Ayat 12-19: Studi di Pondok Pesantren Al-
Husna Deli Serdang.36 Penelitian mengkaji tentang etika komunikasi
dalam QS. Luqman ayat 12-19 dalam pengasuhan santri di Pondok
Pesantren al-Husna Deli Serdang. Dalam penelitian ini ditegaskan bahwa
etika komunikasi memiliki peran penting dalam mendidik santri untuk
berkata sopan kepada setiap santri lainnya dan para guru di Pesantren.
36Syukur Kholil, Zainal Arifin dan Yasirul Amri, “Etika Komunikasi dalam
Pengasuhan Santri Perspektif Al-Qur’ânSurat Luqman Ayat 12-19”, dalam Jurnal al-
Balagh, Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2017, h. 159-174.
27
Tonggak penerapan etika komunikasi yang terdapat dalam QS.
Luqman ayat 12-19, terletak pada para pengajar di pondok pesantren.
Ternyata dalam penelitian ini ditemukan keteladanan untuk
berkomunikasi secara sopan, masih belum diaktualisasikan secara baik
oleh seluruh guru di pesantren. Yang menjadi penyebab hal ini terletak
pada kualitas SDM yang mengajar di pesantren tersebut, tidak semuanya
memiliki kemampuan komunikasi secara baik atau secara islami.
Meskipun demikian SDM yang semacam ini hanya sebagian kecil saja.
Artinya, hampir seluruh para pengajar di pesantren mampu menerapkan
etika komunikasi sesuai dengan QS. Luqman ayat 12-19.
Penelitian ini sangat berguna untuk menjadi pijakan bagi para
akademisi yang hendak mengkaji model komunikasi yang diajarkan di
pesantren. Karena, dalam penelitian ini ditemukan tidak selamanya etika
komunikasi islami yang diajarkan di pesantren mampu dipraktikkan
secara baik oleh para santri dan para pengajar di dalamnya. Dengan
melakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan masalah etika komunikasi
di pesantren pasti akan lahir khazanah pemikiran yang lebih luas dari
kajian etika komunikasi di pesantren.
Ketujuh, Siti Zainab dalam karya berjudul Komunikasi Orangtua
Anak dalam Al-Qur’an: Studi terhadap QS. Ash-Shaffat ayat 100-102.37
Pada penelitian ini ditemukan dua hal; pertama, kandungan QS. ash-
Shaffat ayat 100-102 mengemukakan betapa pentingnya sebuah do‘a
dipanjatkan secara sungguh-sungguh oleh orangtua agar diberi anak yang
shaleh. Ketika dianugerahi seorang anak hendaklah dididik dengan baik
agar tumbuh menjadi anak yang shaleh. Dalam mendidik anak tentunya
banyak terdapat cobaan, masalah dan hambatan, selain penanaman agama
37Siti Zainab, “Komunikasi Orangtua Anak dalam Al-Qur’an: Studi terhadap QS.
Ash-Shaffat ayat 100-102”, dalam Jurnal Nalar, Vol. 1, No. 1, Juni 2017, h. 48-58.
28
sejak dini kepada anak, cara lainnya dilakukan dengan menjalin
komunikasi yang baik antara orangtua dan anak.
Kedua, komunikasi orangtua dan anak yang dibangun antara
Nabi Ibrahim as. dengan Nabi Ismail as.pada QS. ash-Shaffat ayat 100-
102, berisi tentang membangun kebersamaan dan kepercayaan; menjalin
komunikasi yang baik melalui cara saling terbuka, melakukan
dialog/diskusi dengan rasa saling menghargai dan menghormati;
berempati dan saling mendukung, sehingga adanya kesamaan visi dalam
melihat persoalan yang pada akhirnya tercipta komunikasi yang efektif.
Kesamaan visi tersebut bersumber dari pemahaman agama yang benar
dan sama-sama berusaha melaksanakan dan mengikhlashkannya.
Pada penelitian ini Zainab menegaskan, komunikasi yang terjalin
baik antara orangtua dan anak, karena keduanya (baik sebagai
komunikator maupun komunikan) memiliki karakter yang kuat (iman
yang kuat, ilmu yang tinggi serta perilaku yang baik). Selain itu dalam
berkomunikasi dilakukan dengan pemilihan bahasa/ kata yang baik dan
menerapkan teknik komunikasi yang tepat dan benar. Sehingga pesan-
pesan dari komunikasi yang disampaikan tidak melukai perasaan
keduanya.
Penelitian yang dilakukan Siti Zainab, setidaknya dapat
memberikan arahan kepada orangtua untuk senantiasa berkomunikasi
secara baik kepada anak-anaknya, tidak memaksakan kehendak dan
melukai perasaannya. Pola hubungan orangtua dan anak sangat tergantung
dari komunikasi yang dibangun oleh keduanya. Jika komunikasi yang
dibangun baik, maka hubungannya akan baik, begitu pun sebaliknya.
Penelitian-penelitian di atas yang penulisan sajikan dalam
pembahasan penelitian terdahulu yang relevan, secara keseluruhan
mengkaji tentang komusikasi dalam Islam atau dalam Al-Qur’ân. Namun
29
kajian-kajian tersebut tidak difokuskan pada pembahasan mengenai
komunikasi verbal dan korelasinya dengan pencegahan ujaran kebencian.
Dengan demikian, penelitian yang penulis lakukan dapat dikatakan bukan
sebuah pengulangan, justru keberadaannya bisa dikatakan sebagai kajian
lanjutan yang dapat memperkaya dan memperkuat khazanah keislaman,
khususnya dalam kajian komunikasi verbal dalam Al-Qur’ân dan
korelasinya dengan pencegahan ujaran kebencian.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Disertasi ini menggunakan penelitian kualitatif, yaitu jenis
penelitian yang datanya digali secara mendalam dan telah disediakan
atau ditemukan oleh peneliti.38 Jenis penelitian ini menitikberatkan
pada kajian kepustakaan (library research), di mana dilakukan
dengan menginventarisasi data-data yang berkorelasi dengan masalah
yang dibahas, baik yang bersumber dari buku maupun sumber tertulis
lainnya, seperti makalah, artikel, jurnal ataupun laporan penelitian.39
2. Sumber Data
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data utama yang
dijadikan rujukan dari penulisan penelitian ini, karya Muhammad
Asad yang berjudul The Massage of Qur’ân, karya Wahbah Zuhaili,
Tafsir al-Wajîz dan karya M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah:
Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’ân serta Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
Pasal 45 A ayat 1 dan 2 dan Pasal 45 B. Dijadikannya karya-karya
38Nurul Zuriyah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Bandung: Bumi
Aksara, 2006), h. 107. 39Afifudin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:
Pustaka Setia, 2009), h. 140-141.
30
tersebut sebagai sumber primer, karena karya-karya itu membahas,
mengkaji dan menafsirkan ayat-ayat komunikasi verbal dalam Al-
Qur’ân dan ujaran kebencian. Di sisi lain, karya-karya tersebut adalah
karya otoritatif yang pantas dijadikan bahan primer, sebab ditulis oleh
orang-orang yang ahli dibidang ilmu tafsir. Sementara itu,
dijadikannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 45 A ayat 1 dan 2 dan
Pasal 45 B sebagai bahan primer, karena di dalamnya terdapat aturan
hukum bagi para pelaku ujaran kebencian. Sedangkan data sekunder
adalah data-data pendukung atau data pelengkap yang dipakai untuk
mendukung data primer, baik berupa buku-buku, tulisan dalam jurnal
yang berbicara atau mengkaji tentang komunikasi dalam Al-Qur’ân.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan teknik dokumentatif yang dilakukan dengan cara:
a. Menginventarisasi permasalahan yang berkaitan dengan
komunikasi dalam Al-Qur’ân dan melakukan telaah atasnya serta
menyajikan pertanyaan-pertanyaan mendasar yang berhubungan
dengan berbagai yang diteliti.
b. Menganalisis dan menelaah secara dalam data-data yang
dikumpulkan, dibaca dan diamati dengan menggunakan teknik
induktif. Digunakannya teknik induktif karena data-data
dijadikan pijakan awal dalam melakukan penelitian ini. Dalam
teknik ini data merupakan segalanya dalam melakukan
penelitian.40
40M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2010), h. 27.
31
4. Metode Analisis Data
Metode analisis yang dipakai dalam penulisan disertasi ini,
meliputi:
a. Metode Tekstual Interpretatif. Metode ini adalah metode yang
digunakan untuk melihat Al-Qur’ân apa adanya, sesuai dengan
teks yang ada di dalamnya. Meskipun demikian interpretasi
terhadap teks tetap digunakan, karena berguna untuk membangun
dan mendialogkan konsep-konsep komunikasi yang ada dalam
Al-Qur’an. Untuk menelaah secara dalam metode ini, penulis
menekankan pada beberapa pola: pertama, Etik-Transendental
(Pemaknaan). Di sini, penulis mencoba menemukan makna yang
tersurat di dalam Al-Qur’ân, dan menelaah makna tersiratnya.
Dalam mencari makna yang tersirat, peneliti tidak melakukan
pemaksaan, tetapi melakukan upaya dalam mendekati ayat-ayat
Al-Qur’ân yang hendak dikaji, yaitu ayat-ayat yang membahas
komunikasi verbal dalam Al-Qur’ân. Kedua, Reflektif-
Kontekstual. Dalam konteks ini peneliti berupaya untuk melihat
makna ayat secara dalam dan melakukan refleksi terhadap ayat
itu dan menghubungkan dengan ayat-ayat lainnya. Karena, setiap
ayat Al-Qur’ân pasti memiliki keterhubungan dengan ayat-ayat
lainnya, baik pada ayat sebelumnya maupun pada ayat
sesudahnya. Kemudian ayat-ayat yang dibahas dan ditelaah
tersebut dikontekstualisasikan dengan kondisi saat ini, sehingga
bahasan atau kajian ayat-ayat itu menjadi relevan dengan konteks
kekinian.41 Mengkontekstualisasikan ayat dengan kondisi saat ini
menjadi kunci dari pola reflektif-kontekstual dalam menelaah
41Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajahmada
University Press, 1985), h. 65.
32
ayat-ayat Al-Qur’ân, dalam hal ini tentu ayat-ayat yang berbicara
tentang komunikasi verbal.
b. Metode deskriftif Inferensial. Metode ini digunakan untuk
mendiskripsikan/menjelaskan tentang segala hal yang berkaitan
dengan pokok permasalahan yang dibahas, dalam hal ini dengan
kajian ayat-ayat komunikasi verbal yang diteliti pada penelitian
ini.42 Artinya, metode ini tidak sekedar diperuntukan untuk
memberikan deskripsi atau gambaran tentang berbagai prinsip
komukasi verbal dalam Al-Qur’ân, namun memberikan pula jalan
keluar bagi permasalahan atau problematika komunikasi verbal
yang terjadi pada konteks saat ini sesuai dengan corak
perkembangannya. Dengan demikian, diharapkan kajian tentang
ayat-ayat komunikasi verbal dalam penelitian ini tergambar
dengan jelas dan merupakan jawaban atas problematika
komunikasi verbal yang terjadi dewasa ini.
G. Teknik dan Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini dimulai dari Bab I yang menguraikan tentang
pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang, permasalah terdiri
dari; identifikasi masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah.
Kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan kegunaan penelitian, kajian
pustaka, metodologi penelitian, meliputi jenis penelitian, sumber data,
metode pengumpulan data, metode analisis data dan sistematika
penulisan.
Bab II dalam penelitian ini akan membahas mengenai diskursus
tentang komunikasi. Bagian ini terdiri atas penjabaran tentang pengertian
komunikasi, jenis-jenis komunikasi yang terdiri dari komunikasi verbal,
42Sutrisno Hadi, Metodologi Research 1 (Yogyakarta: Fak Psikologi UGM, 1897),
h. 3.
33
komunikasi non-verbal, komunikasi intrapersonal dan komunikasi
interpersonal. Pada bab ini dibahas pula peran komunikasi dalam
kehidupan. Diskursus komunikasi yang didiskusikan pada Bab II
merupakan jembatan awal sebelum mengkaji komunikasi verbal dalam
Al-Qur’ân, karena itu pembahasan yang disajikan berupa konsep-konsep
umum yang berkaitan dengan komunikasi. Dalam sebuah penelitian
konsep umum menjadi bagian penting untuk dibahas sebelum mengkaji
judul yang disajikan dalam penelitian secara dalam, termasuk dalam
mengkaji penelitian ini. Dengan membahas konsep umum mengenai
komunikasi dapat memudahkan pemahaman seseorang ketika membaca
konsep komunikasi verbal dalam Al-Qur’ân yang ditelaah secara dalam
pada penelitian ini.
Pada Bab III penelitian ini akan dibahas tentang komunikasi verbal
dalam Al-Qur’ân. Pembahasan ini terdiri dari komunikasi verbal
baik/positif dalam Al-Qur’ân, komunikasi verbal tidak baik/Negatif
dalam Al-Qur’ân, model komunikasi verbal interpersonal dalam Al-
Qur’ân dan tujuan komunikasi verbal dalam Al-Qur’ân. Bab ini dapat
dikatakan sebagai salah satu pembahasan inti dari penelitian ini, karena
pada bab ini gambaran tentang komunikasi verbal yang terdapat di dalam
Al-Qur’ân diuraikan secara seksama dengan memberikan penjelasan
menggunakan kerangka ilmu tafsir kepada ayat-ayat komunikasi verbal
yang dikaji pada pembahasan Bab ini, sehingga pemahaman akan ayat-
ayat yang dibahas/dikaji pada Bab ini menjadi lebih komprehensif.
Bab IV pun merupakan bab inti dari penelitian ini. Jika pada Bab III
pembahasannya difokuskan pada komunikasi verbal dalam Al-Qur’ân, di
Bab IV pembahasannya dihubungkan dengan kajian terhadap ujaran
kebencian dengan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
34
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pembahasan pada Bab ini
meliputi, komunikasi verbal dalam masyarakat multikultural, hasad dan
ujaran kebencian, larangan dan anjuran Al-Qur’ân menanggulangi ujaran
kebencian, komunikasi Verbal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Sanksi Al-Qur’ân dan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik terhadap Ujaran Kebencian, dan dampak sosial komunikasi
verbal bersifat ujaran kebencian bagi masyarakat Indonesia.
Bab V dari penelitian ini merupakan bab penutup yang berisi
kesimpulan dan saran-saran.
277
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kajian tentang komunikasi verbal dan korelasinya dengan
penanggulangan ujaran kebencian dalam penelitian ini memberikan
gambaran tentang pentingnya komunikasi verbal yang disampaikan
secara baik dalam kehidupan. Komunikasi verbal semacam ini dapat
menjauhkan seseorang/individu dari berbagai ujaran kebencian. Dari
kajian penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Gambaran Al-Qur’an tentang komunikasi verbal terbagi menjadi
dua, yaitu komunikasi verbal bersifat baik/positif dan komunikasi
verbal bersifat tidak baik/negatif. Yang dimaksudkan dengan
komunikasi verbal bersifat tidak baik/negatif dalam Al-Qur’an
adalah berupa kata-kata hinaan yang ditujukan kepada para utusan
Allah SWT, meliputi majnûn, sahîrun, kâhin, dan ifkun.
2. Sanksi yang diberikan Al-Qur’an kepada orang/kelompok yang
melakukan ujaran kebencian tidak diberikan secara langsung di
dunia, tetapi Al-Qur’an sangat mengecam setiap komunikasi
verbal mengandung ujaran kebencian. Sedangkan dalam Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, sanksinya ada pada Pasal 45 A Ayat 1 dan 2 dan Pasal
45 B. Pada Pasal 45 A Ayat (1) disebutkan setiap Orang yang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
278
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah). Sedangkan di Pasal 45 A Ayat (2) ditegaskan setiap orang
yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Adapun pasa Pasal 45 B
disebutkan setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang
ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah).
3. Dampak sosial dari komunikasi bersifat ujaran kebencian adalah
permusuhan, hilangnya kegotongroyongan dan perpecahan.
B. Rekomendasi
Adapun saran-saran yang dapat direkomendasikan dari penelitian ini
adalah:
1. Komunikasi verbal yang mengandung ujaran kebencian adalah
komunikasi yang dilarang oleh Al-Qur’an. Karena itu, setiap
orang/kelompok dilarang untuk melakukan komunikasi tersebut.
Maka, sudah semestinya setiap muslim yang hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara meninggalkan
komunikasi verbal yang mengandung ujaran kebencian.
279
2. Kajian tentang komunikasi verbal dan korelasinya dengan
penanggulangan ujaran kebencian merupakan kajian yang
menarik untuk ditindaklanjuti bagi para peneliti-peneliti
berikutnya dengan memberikan sudut pandang yang berbeda,
karena kajian mengenai hal ini dapat memberikan kontribusi
positif bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dengan adanya kajian lanjutan yang ditelaah oleh peneliti lainnya
dari sudut pandang yang berbeda, penelitian mengenai hal ini
dapat menjadi lebih kaya dan bermanfaat bagi banyak orang.
280
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, Majiduddin Abu Tahir Muhammad bin Ya‘qub al-Fairuz, al-Qamus
al-Muhit, Libanon: Mu’assasah al-Risalah, 2005.
Abdullah, “Multikulturalisme”, Kompas, 16 Maret 2006.
Abdullah, M. Yatimin, Studi Akhlak dalam Persfektif Al-Qur’ân, Jakarta:
Amzah, 2007.
Abidin, Djamalul, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, Jakarta: Gema Insani
Press, 1996.
Abidin, Zainal, dan Khairudin, Fiddian, “Penafsiran Ayat-ayat Amanah dalam
Al-Qur’ân”, dalam Jurnal Syahadah, Vol. V, No. 5, Oktober 2017.
Abu al-Fidâ, Ismail bin Amr bin Katsir al-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur’ân al-
Azhîm, Beirut: Dar al-Fikr, 1412/1992.
Abu Ja’far Bin Jarir at-Thabari, Jamî’ al-Bayan fî Ta’wîli Ayyil Qur’ân,
Beirut: Darul Fikr, 1988.
Abu Ja’far, Muhammad bin Yazid bin Jarir bin Khalid at-Thabari, Tafsir al-
Qurtubî, Beirut: Dar al-Fikr, 1984.
al-Adawi, Abu Abdullah Mushthafa, Bahaya Dengki, terj. Kamran As’ad
Irsyadi, Jakarta: Amzah, 2013.
Afifudin dan Saebani, Beni Ahmad, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Ahmad, M. M., Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian, Jakarta:
Neratjapress, 2012.
Amin, M. Ali Syamsudin, “Komunikasi Sebagai Penyebab dan Solusi Konflik
Sosial”, Jurnal Common, Vol. 1, No. 2, Desember 2017.
Aminullah, Akhirul, dkk, “Model Komunikasi, Sifat Arogansi dan Etika
Komunikasi Pemerintah Menuju Pelayanan Publik Prima”, Jurnal
Ilmu Komunikasi, Vol. 12, No. 2, Mei-Agustus 2014.
281
al-Ammazi, Abû Saud, Irsyâd al-‘Aql as-Salîm ilâ Mazâya al-Kitâb al-Karîm,
Beirut: Dâr alTurats al-Islamî, t.th.
Anam, M. Choirul, dan Hafiz, Muhammad, “Surat Edaran Kapolri tentang
Penanganan Ujaran Kebencian dalam Kerangka Hak Asasi Manusia”,
dalam Jurnal Keamanan Nasional, Vol. 1, No. 3, 2015.
Andi Abdul Muis, Komunikasi Islami, Bandung: PT. Remaja Rosydakarya,
2001.
Arafah, Kurnia, “Rhetorical Analysis of Hate Speech: Case Study of Hate
Speech Related to Ahok’s Religion Blasphemy Case”, Jurnal
Komunikasi, Vol. 11 (1), Juni 2018.
Arifin, Bey, Rangkaian Cerita dalam Al-Qur’ân, Bandung: Al-Ma’arif, 1996.
Arkoun, Mohammed, Berbagai pembacaan al-Qur’ân, Jakarta: INIS, 1997.
Arnold, T. W., The Preiching of Islam, Lahore: Ashraf Printing Press, 1979.
Haikal, Muhammad Husen, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: PT.
Pustaka Litera Antar Nusa, 2000.
Asad, Muhammad, The Massage of the Quran, Bandung: Mizan, 2017.
Asfahani, al-Ragib, al-Mufradât fi Gharîb Al-Qur’ân, Beirut: Dar al-Qalam,
1991. al-
Asphianto, Aan, “Ujaran Kebencian dalam Sudut Pandang Hukum Positif dan
Islam”, dalam Ar-Risalah: Forum Kajian Hukum dan Sosial
Kemasyarakatan, Vol. 17, No. 1, Juni 2017.
Asqalani, Ibn Hajar Fath al-Barî, Beirut: Dar al-Fikr, 1444 H. al-
Asur, Muhammad Thohir bin, al-Tahrîr wa al-Tanwîr min al-Tafsîr,
Maktabah Syamilah: Mauqi al-Tafasir, t.th.
Asy’arie, M., Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’ân,
Yogyakarta: LSIF, 1992.
al-Attas, M. al-Naquib Konsep Pendidikan dalam Islam, Bandung: Mizan,
1996.
282
Aunillah, Nurla Isna, Membaca Tanda-Tanda Orang Berbohong, Yogyakarta:
Laksana, 2011.
AW., Suranto, Komunikasi Interpersonal, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
Azhar, Muhammad, “Epistemologi Islam Kontemporer Sebagai Basis Fikih
Kebinekaan”, Fikih Kebinekaan, Bandung: Mizan Pustaka, 2015.
Aziz, Abdul, “Tindak Pidana Penyebaran Informasi Yang Menimbulkan Rasa
Kebencian atau Permusuhan Melalui Internet di Indonesia: Kajian
Terhadap Pasal 28 Ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 Juncto Pasal
45 (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik”, dalam Jurnal Pakuan Law Review, Vol. 1, No. 2, Juli-
Desember 2015.
Aziz, Amin dan Saeful, Achmad, Istighfar Transformatif, Jakarta: Pinbuk
Press, 2008.
Aziz, M. Amin, Kedahsyatan al-Fatihah, Semarang: Pustaka Nuun, 2008.
____________, The Power of al-Fâtihah, Jakarta: Yayasan DFQ, 2003.
Aziz, Moh Ali, Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada Media Group, 2012.
al-Baghâwi, Ibn al-Farra’, Tafsîr Ma’âlim at-Tanzîl fî Tafsîr Al-Qur’ân,
Beirut: Dâr Ihyâ’ atTurâts al-‘Arabiy, 2000.
Bakir, Moh., “Solusi Al-Qur’an Terhadap Ujaran Kebencian: Pendekatan
Maṣhlaḥah Najmuddin al-Ṭufi, al-Fanar: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir, Vol. 2, No. 1, 2019.
Bali, Wahid Abdus Salam, 40 Dosa Lisan Perusak Iman, Solo: al-Qowan,
2005.
al-Bâqiy, Muhammad Fu’ad Abd, Mu’jam al-Mufahras li Alfâzi al-Qur’ân al-
Karîm, Beirut: Dâr al-Hadits, 2007.
Biqa’i, Ibrahim bin ‘Umar, Nazmu al-Durâr fî Tanâsubi al-Âyât wa al-Suwâr,
t.tp: Mawqi’u al-Tafasir, t.th.
Budiharjo, “Konsep Dakwah dalam Islam” dalam Jurnal Suhuf, Vol. 19, No.
2, Nopember 2007.
283
Bungin, M. Burhan, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana, 2010.
Buthy, Muhammad Sa’id Ramadhan, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Robbani
Press, 2008. al-
al-Buruswi, Ismail H., Terjemah Tafsir Ruhul Bayan, Bandung: Diponegoro,
1996.
Buya Hamka, Tafsir al-Azhâr, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Carter, A. S., Gowman, M. J. Briggs and Ornstein, N., “Assessment of Young
Children’s Social Emotional Development and Psychopathology:
Recent Advances and Recom Mendations for Practice”, Journal of
Child Psychology and Psychiatry, 45 (1), 2004.
Chaney, Lillian H., and Martin, Jeanette S., Intercultural Business
Communication, New Jersey: Pearson Education, Inc, Upper Saddle
River, 2014.
Chaudhry, Rashid Ahmas,”Hazrat Nuh: Peace Be Upon Him,” UK: Islam
International Publications Limited, 2005.
D., Matsumoto, “Mental Disorder” dalam The Cambridge Dictionary of
Psychology, London: Cambridge University Press, 2009.
Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2003.
Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta: PT
Indeks, 2008.
Darajat, Zakiyah Islam dan Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung, 1999.
Daryanto, Mamahami Kerja Internet, Bandung: Rama Widya, 2004.
Delgado, Richard, and Stefancic, Jean, Critical Race Theory: An Introduction,
New York: NYU Press, 2001.
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
284
Devito, Joseph A., Humam Communication The Basic Course, New York:
Pearson Education Limited, 2015.
_______________, Komunikasi Antarmanusia, Yogyakarta: Karisma
Publishing, 2011.
_______________, The Interpersonal Communication Book, 13th Edition,
NYC: Longman, 2012.
al-Din, Muhammad al-Razi Fakhr, Tafsir Al-Fakhr Al-Râzî, Beirut: Dar al-
Fikr, 1981.
Djamarah, Syaiful Bahri, Pola Komunikasi Orangtua dan Anak dalam
Keluarga, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004.
Ducharme, J., Doyle, A.B, and Markiewicz, D., “Attachment Security with
Mother and Father: Association with Adolescents’ Reports of
Interpersonal Behavior with Parents and Peers”, Journal of Social and
Personal Relationships, 19, 2002.
Efendi, “Historisitas Kisah Fir’aun dalam Al-Qur’ân”, Jurnal Adyan, Vol. 13,
No. 1, Januari-Juni 2018.
Efendi, Onong Uchyana, Dinamika Komunikasi, Bandung :Rosda Karya,
2004.
____________________, Dimensi-dimensi Komunikasi, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2004.
____________________, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 1993.
____________________, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT
Rosdakarya, 2002.
Elfanany, Burhan, Rahasia Dahsyat di Balik Keajaiban Sabar, Syukur dan
Shalat, Yogyakarta: Pinang Merah Publisher, 2013.
Ember, Carol R., and Ember, Melvin, Anthropology, New Jersey: Prentice
Hall, 1990.
285
Engineer, Asghar Ali, Islam dan Theologi Pembebasan, terj. Agung
Prihantoro, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Fadjar, A. Malik, Holistika Pemikiran Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2005.
Fairclough, Norman, Critical Discourse Analysis: The Critical Study of
Language, Harlow Essex: Longman Group Limited, 1995.
al-Fairuzzabadi, Majd al-Din Muhammad, Bashar Zawi al-Tamyiz fi Lataif al-
Kitab al-Aziz, Kairo: al-Majlis al-Majlis al-‘Ala li Syu’un al-
Islamiyyah, 2000.
al-Fâkihi, Akhbâr Makkat fî Qadîm ad-Dahr wa Hadîts, Beirut: Dâr Hudhar,
1414 H.
Faris, al-Husayn Ahmad ibn, Mu’jam al-Maqayis fi al-Lughah, Beirut: Dar al-
Fikr li al-Thiba’ah wa al-Nasyr wa al-Tawzi’, 1994.
al-Faruqi, Isma`il Raji, Tauhid, terj. Rahmani Astuti, Bandung: Pustaka, 1995.
Fauzan, Salih Bin, I’ânah al-Mustafid bi Syarhi Kitâb al-Tauhîd, Beirut:
Mu’assasah al-Risalah, 2002.
Flouri, E., Fathering and Child Outcomes, West Sussex, England: John Wiley
& Sons Ltd, 2005.
Fowler, Roger, "Power", dalam Teun A. Van Dijk, T. (ed.), Handbook of
Discourse Analysis: Discourse Analysis in Society (London: Academic
Press, 1985.
Fuady, Muhammad E., “Dilema Moral: Kepalsuan dan Keteladan Komunikasi
Politik di Indonesia”, dalam Jurnal Mediator, Vol. 7, No. 2, Desember
2006.
Fuady, Munir, Sosiologi Hukum Kontemporer, Interaksi Kekeuasaan, Hukum,
dan Masyarakat, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007.
Gelber, Katharine, Speaking Back, Free Speak versus Hate Speech Debat,
Amsterdam: John Benjamins Publishing Company, 2002.
286
Ghafur, Wahono Abdul, Menyikap Rahasia Al-Qur’an, Yogyakarta: eLSAQ
Press, 2009.
Ghazali, Abu Hamid, Ihyâ’ Ulûmuddîn, Beirut: Dar al-Ma’rifah, t.th. al-
Ghazali, Muhammad, Berdialog Dengan Al-Quran: Memahami Pesan Suci
dalam Kehidupan Masa Kini, Bandung: Mizan, 1999. al-
Gudykunst and Kim, Communicating with Strangers, Canada: Beverly
Hill:Sage Publications, 1994.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research 1, Yogyakarta: Fak Psikologi UGM,
1897.
Hafidhuddin, Didin, Islam Aplikatif, Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
Hafiz, Afareez Abd. Razal, Misteri Fir’aun Musuh Para Nabi, Jakarta:
Zaytuna, 2012. al-
Hafiz, Afareez Abdul Razak, Misteri Fir’aun Musuh Para Nabi, Jakarta:
Zaytuna, 2012. al-
Hamka, Buya, Tafsir al-Azhâr, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2000.
Hamka, Prinsip dan Kebijakan Dakwah Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas,
1981.
Hardiana, Dadan, Hadi, Abdul, dan Arifai, Mukhamad Khotib, “Sosialisasi
UU ITE dalam Mempersiapkan Siswa SMK Cyber Media Memasuki
Lingkungan Kampus”, Journal of Community Services in Humanities
and Social Sciences, Vol. 1, No. 2 September 2019.
Hardiyanti, Fitri, dkk, “Nilai-nilai Akhlak dalam Komunikasi Edukatif Ayah
Anak Di dalam Al-Qur’ân”, dalam Jurnal Tarbawy, Vol. 2, No. 2,
2015.
Hardjana, Agus M., Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal,
Yogyakarta: Kanisius, 2003.
Harmaini, “Keberadaan Orangtua Bersama Anak”, dalam Jurnal Psikologi,
Vol. 9, No. 2, Desember 2013.
287
Haryadi, Hedi dan Silvana, Hana, “Komunikasi Antarbudaya dalam
Masyarakat Multikultural: Studi Tentang Adaptasi Masyarakat Migran
Sunda di Desa Imigrasi Permu Kecamatan Kepahiang Provinsi
Bengkulu”, dalam Jurnal Kajian Komunikasi, Vol. 1, No. 1, Juni 2013.
Hasan, Ghalib, Madâkhil Jadîdah li al-Tafsîr, Beirut: Dâr al-Hâadî, 2003.
Hayyan, Muhammad ibn Yusuf ibn Ali Imam, Min al-Tafsir Kabîr al-
Musammâ bil Bahrul Muhît, Beirut: Dâr Ihya‟ al Turats al Arabi, 1411
H.
Hendra, Yan, “Pengaruh Komunikasi Keluarga Guru Pendidikan Agama
Islam dan Teman Sebaya terhadap Etika Komunikasi Islam Siswa
Sekolah Menengah Pertama di Kota Medan”, Disertasi, Medan: UIN
Sumatera Utara, 2017.
al-Hilali, Salim Bin ‘Ied, Ensiklopedia Larangan Menurut Al-Qur’ân dan
Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2005.
Hindess, Barry, Discourses of Power: From Hobbes to Foucault, Oxford:
Blackwell Publishers Ltd, 1996.
Horby, AS., Oxford Advanced Leaners Dictionary of Current English,
Oxford: Oxford University, 1987.
HS., Fachrudin, Ensiklopedia al-Qur`an, Jakarta: PT. Melton Putra, 1992.
Shihab, Muhammad Quraish, Ensiklopedia al-Qur`an Kajian
Kosakata, Jakarta: Lentera Hati, 2007.
http://quran.bblm.go.id, diakses 13 September 2020.
http://www.transaction-2007.com/konflik-konflik-sara-yang-ada-di-
indonesia/, diakses 11 September 2020.
https://news.detik.com/berita/d-3496149/hakim-ahok-merendahkan-surat-al-
maidah-51, diakses 19 September 2020.
https://www.almaany.com/ar/dict/ar-ar/لسان/, diakses 25 November 2020.
Humaid, Shalih bin Abdullah bin, al-Mukhtashâr fi al-Tafsîr, Saudi Arabia:
Markaz Tafsir fi al-Dirasah Al-Qur’ân, 2014.
288
Hybels, Saudra, & Weaver, Richard, Communicating Effectively, America:
McGraw-Hill, 2007.
Ichwan, Nor, Memahami Bahasa al-Qur’ân, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002.
Ikhsan, M. Alifudin, “Nilai-nilai Cinta Tanah Air dalam Perspektif Al-
Qur’an”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
Vol. 2, No. 2, Desember 2017.
Imani, Allamah Kamal Faqih, Tafsir Nurul Qur’an: Sebuah Tafsir Sederhana
Menuju Cahaya Al-Qur’ân, Jakarta: al-Huda, 2003.
Irfan, M. Nurul, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Amzah, 2016.
Iryani, Eva, dan Tersta, Friscilla Wulan, “Ukhuwah Islamiyah dan Perananan
Masyarakat Islam dalam Mewujudkan Perdamaian: Studi Literatur”,
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 19, (2), Juli 2019.
al-Ishfahani, al-Raghib, Mu’jam Mufradat al-Fâzh al-Qur`an, Beirut: Dar al-
Fikr, t.th.
Iskandari, Ibn ‘Ata‘illah, Miftah al-Fallâh wa al-Mishbah al-Arwâh, Mesir:
Matba‘ah Mustafa al-Babiy al-Halabi, 1381 H. al-
Ismail, Faisal, Republik Bhineka Tunggal Ika: Mengurai Isu-Isu Konflik,
Multikulturalisme, Agama dan Sosial Budaya, Jakarta: Puslitbang
Kehidupan Beragama, 2012.
al-Ja‘fi, Muhammad bin Isma‘il Abu ‘Abdillah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,
Beirut: Dâr Ibnu Kastir, 1407/1987.
Jalaluddin, Mempersiapkan Anak Saleh, Jakarta: Srigunting, 2002.
Jamarah, Suryan A., “Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam” dalam Jurnal
Toleransi: Media Komunikasi Umat Beragama, Vol. 6, No. 2, Juli-
Desember 2014.
James L., Garnet, “Effective Communications in Government”, dalam James
L. Perry (ed.), Handbook of Public Administration (San Francisco:
Jossey-Bass Publishers, 1989.
289
al-Jauzi, Ibnu Qoyyim, Madârij as-Sâlikîn Baina Manâzil Iyyâka Na’budu wa
Iyyâka Nasta’în, Kairo: Maktabah as-Salafiyah, 1972.
__________________, Badâi’ al-Fawâid, Beirut: Dār al-Kutub al-Arabi, t.th.
Jawas, Yazid bin Abdul Qadir, Syarah 'Aqîdah Ahlus Sunnah wal Jamâ'ah,
Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi'i, 2006.
Juditha, Cristiany, “Interaksi Komunikasi Hoak di Media Sosial serta
Antisipasinya”, Jurnal Pekommas, Vol. 3, No. 1, April 2018, h. 32.
Jurdi, Syarifuddin, Islam dan Ilmu Sosial Indonesia, Yogyakarta: LABSOS
UIN Sunan Kalijaga, 2011.
Kartanegara, Mulyadi, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Erlangga, 2006.
Karzon, Anas Ahmad, Tazkiyatun Nafs, Jakarta Timur: Akbar Media Eka
Sarana, 2010.
Kato, K., Kuntz, M. Ishii, Makino, K., and Tsuchiya, M., “The Impact of
Paternal Involvement and Maternal Childcare Anxiety on Sociability
of Three Year Olds: Two Cohort Comparisons”, Japanese Journal of
Developmental Psychology, 13 (1), 2002.
Katsir, Ibn, Tafsir al-Qur`ân al-‘Azîm, t.tp: Muassasah Qurtubah, 2000.
Kementrian Agama RI, Al-Qur’ân dan Tafsirnya, PT.Sitra Effhar; Semarang,
1993.
Khalim, Samidi, Tauhid Benteng Moral Umat Beriman, Semarang: Robar
Bersama, 2011.
Khasanah, N., “Pengejawantahan Nilai-nilai dalam Pengembangan Budaya
Gotong Royong Di Era Digital, Jurnal Edukasi, Vol. 1, No. 1, 2013.
Khasinah, Siti, “Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat”,
Jurnal Ilmiah Didaktika, Vol. 13, No. 2, Februari 2019.
Kholil, Syukur, “Komunikasi dalam Perspektif Islam” dalam Hasan Asari &
Amroeni Drajat (ed), Antologi Kajian Islam, Bandung: CitaPustaka
Media, 2004.
290
Kholil, Syukur, Arifin, Zainal, dan Amri, Yasirul, “Etika Komunikasi dalam
Pengasuhan Santri Perspektif Al-Qur’an Surat Luqman Ayat 12-19”,
dalam Jurnal al-Balagh, Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2017.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Buku Saku Penanganan Ujaran
Kebencian (Hate Speech), Jakarta: Komnas HAM, 2015.
Kriyanto, Rachmat, Pengantar Lengkap Ilmu Komunikasi: Filsafat Etika
Ilmunya Serta Persfektif Islam, Jakarta: Kencana, 2019.
Kumais, Muhammad bin ‘Abd al-Rahman, Zikir Bersama: Bid’ah atau
Sunnah, terj. Abu Harkan, Solo: al-Tibyan, t.th. al-
Kurniawan, Dian Cahyo, Nababan, Mangatur Rudolf, dan Santosa, Riyadi,
“Karakter Persona dalam Surat Thaha tentang Kisah Nabi Musa AS.
dengan Pendekatan Endofora”, dalam Kembara: Jurnal Keilmuan
Bahasa, Sastra dan Pengajarannya, Vol. 4, No. 2, 2018.
Kusnadi, “Komunikasi dalam Al-Qur’an: Studi Analisis Komunikasi
Interpersonal pada Kisah Ibrahim”, dalam Jurnal Intizar, Vol. 20, No.
2, 2014.
_______, “Komunikasi Interpersonal pada Kisah Ibrahim: Studi Analisis
Kisah dalam Alquran”, Jurnal Istinbâth, No 15, Th, XIV, Juni 2015.
Lisnawati, Yeni, dkk, “Konsep Khalifah dalam Al-Qur’ân dan Implikasinya
terhadap Tujuan Pendidikan Islam: Studi Maudu’i terhadap Konsep
Khalifah dalam Tafsir al-Mishbah”, Jurnal Tarbawy, Vol. 2, No. 1,
2015.
Littlejohn, Stephen W., and Foss, Karen A., Encyclopedia Communication
Theory, New Delhi: SAGE Publication, 2009.
Lucas, Louise, “Google to Tighten Indonesia YouTube Monitoring”, FT.com;
London, 4 August, 2017; Communication Ministry, “Social Media
Platforms Eradicate Contents with Hate Speeches”, Indonesia
Government News, New Delhi, 16 May 2018.
Luwîs Ma'lûf, Al-Munjīd fī al-Lughah, Bairut: Dār al-Masyrīq, 1977.
M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi, Jakarta: Lentera Hati, 2006.
291
_______________, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2012.
Madjid, Nurcholish, “Etika Beragama dari Perbedaan Menuju Persamaan”,
dalam Nur Achmad (ed), Pluralitas Agama: Kerukunan dalam
Keragaman, Jakarta: Kompas 2001.
________________, Islam Agama Kemanusiaan, Jakarta: Paramadina, 2010.
________________, Pesan-pesan Taqwa, Jakarta: Paramadina, 2005.
Mahali, Jalaluddin Muhammad Bin Ahmad, dan al-Suyuthi, Jalaluddin
Abdurrahman Bin Abi Bakar, Tafsir Al-Qur’ân al-‘Adzîm lil Imâmi al-
Jalâlain, Surabaya: Syirkah Bungkul Indah, t.th.
Mahali, Mudjab, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’ân Surat al-
Baqarah Sampai al-Nas, Jakarta: Raja Grafindo, 2002.
Mahalli, A. Muhjab, Dosa-dosa Besar dalam Al-Qur’ân dan Hadits,
Yogyakarta: Mitra Pusaka, 2001.
Mahliatussikah, Hanik, “Analisis Kisah Yusuf dalam Al-Qur’ân Melalui
Pendekatan Interdisipliner Psikologi Sastra”, dalam Arabi: Jurnal of
Arabic Studies, Vol. 1, No. 2, 2016.
Maksum, Ali, Pluralisme dan Multikulturalisme: Paradigma Baru
Pendidikan AgamaIslam di Indonesia, Malang: Aditya Publishing,
2011.
Manzur, Ibn, Lisân al-‘Arâb, Kairo: Maktabah Taufiqiyah, 1997.
al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Tafsir al-Marâghî, Beirut: Dâr al-Fikr: Beirut,
1971.
Maran, Rafael Raga, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2001.
Mardan, Wawasan al-Qur’an Tentang Malapetaka, Jakarta: Pustaka Arif,
2009.
292
Mas’udi, M. Maulana, “Studi Komparasi: Kisah Ibrahim dalam Persfektif
Islam dan Kristen”, Al-Hikmah: Jurnal Studi Agama-agama, Vol. 5,
No. 2, 2019.
Masroom, Mohd Nasir, Muhamad, Siti Norlina, dan Rahman, Siti Aisyah Abd,
“Al-Majnun: Satu Analisis Kandungan Berdasarkan al-Quran”, dalam
Jurnal Sains Humanika, Vol. 5, No. 3, 2015.
Masy'ari, Anwar, Butir-butir Problematika Dakwah Islamiyah, Surabaya:
Bina llmu, 1993.
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 2002.
________, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta,
2007.
Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, Jakarta: Kencana, 2014.
Muhammad al-‘Adzhîm az-Zarqâni, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân,
Kairo: Matba’ah Isa al-Bâbi al-Halabî wa Syirkât, t.th.
Muhammad Fû‘ad Abd. al-Bâqiy, al-Mu’jâm al-Mufahras Li al-Fâdz al-
Qur’ân al-Karîm, Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th.
Muhammad, Ahsin Sakho, “Menjalin Ukhuwah Islamiyah dalam Perspektif
Al-Qur’ân,” dalam http://majalahgontor.net/menjalin-ukhuwah-
islamiyah-dalam-perspektif-al-quran/, diakses tanggal 1 September
2020.
Muhammad, Arni, Komunikasi Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2001.
Mulyana, Deddy, Komunikasi Antar Budaya, Bandung: Remaja Rosda Karya,
2003.
Muhammad, Hussen, “Pluralisme Sebagai Keniscayaan Teologis” dalam
Abdul Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama: Membangun
Toleransi Berbasis al-Qur’an, Depok: Kata Kita, 2009.
Muis dan Andi, Abdul, Komunikasi Islami, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2001.
Muis, A., Komunikasi Islam, Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2011.
293
Mullen, Brian and Smyth, Joshua M., ‘Immigrant Suicide Rates as a Function
of Ethnophaulisms: Hate Speech Predicts Death’, Psychosomatic
Medicine, Vol. 66, No. 3 2004.
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia
Terlengkap, Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997.
Murtadha Muthaharri, Perspektif Al-Qur’ân tentang Manusia dan Agama,
Jakarta: Mizan, 1995.
Muslimah, “Etika Komunikasi dalam Persfektif Islam”, dalam Jurnal Sosial
Budaya (e-ISSN 2407-1684/p-ISSN 1979-2603), Vol. 13, No. 2,
Desember 2016.
Muslimah, “Etika Komunikasi dalam Perspektif Islam”, dalam Jurnal Sosial
Budaya, Vol. 13, No. 2, Desember 2016.
Muslimah, “Etika Komunikasi dalam Perspektif Islam”, Jurnal Sosial
Budaya, Vol. 13, No. 2, Desember 2012.
Musthawi, Abdurrahman, Diwân al-Imâm asy-Syâfi’i Beirut: Daar al-
Ma’rifah, 2005. al-
Mustofa, Idam, “Komitmen Orangtua dalam Pendidikan Anak: Refleksi Kisah
Nabi Nuh AS. dan Kan’an”, dalam Intizam: Jurnal Manajemen
Pendiddikan Islam, Vol. 2, No. 1, Oktober 2018.
Muzaffar, Hasan, Al-Junûn: Qirâatu Awaliyyah Li Dilâlatihi Fi Al-Mujtamâ’
Al-Islâmiyyah, http://www.elazayem.com/a%2829%29.htm, diakses
29 Mei 2020.
Na’imah, Tri dan Septiningsih, Dyah Siti, “Komunikasi Interpersonal dalam
Kajian Islam”, Prosiding Seminar Nasional, Program Studi PAI UMP,
2019.
Nasr, Sayyed Hossein, Science and Civilization in Islam, Pakistan: Suhail
Academy Lahore, 1968.
Nasution, Harun, dkk, Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan,
1992.
294
Nasution, M.Yunan, Pegangan Hidup, Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia 1978.
Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajahmada
University Press, 1985.
al-Nawawi, Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf, Sahih Muslim bi
Syarh al-Nawawî, Mesir: al-Misriyyah, 1349 H.
Newberry, J., “Rituals of Rule in the Administered Community: The Javanese
Slametan Reconsidered”, Modern Asian Studies, Vol. 41, No. 6,
Cambridge University Press 2007.
Ningrum, Dian Junita, dkk, “Kajian Ujaran Kebencian di Media Sosial”,
Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. 2, No. 2, Desember 2018.
Nova, Siti Fatimatuzzahro, dkk, “Implikasi Pendidikan QS. Ash-Shaffat 102
terhadap Pola Komunikasi Interpersonal Orangtua dan Anak”,
Prosiding Pendidikan Agama Islam, Vol. 4, No. 2, 2018.
Nurdin, Ali, “Akar Komunikasi dalam Al-Qur’an: Studi Tematik Dimensi
Komunikasi dalam Al-Qur’an”, dalam Jurnal Kajian Komunikasi, Vol.
2, No. 1, Juni 2014.
Nurhadi, Zikri Fachrul, dan Kurniawan, Achmad Wildan, “Kajian Tentang
Efektivitas Pesan dalam Komunikasi”, Jurnal Komunikasi, Vol. 3, No.
1, April 2017.
Nurhadiyanto, Lucky, “Strategi Pencegahan Kejahatan dengan Kebencian
(Hate Crime) Melalui Media Mural di Kelurahan Kedoya Utara,
Jakarta Barat” dalam Ikraith-Abdimas, Vol. 2, No. 1, Maret 2019.
Osman, Mohamed Fathi, Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan:
Pandangan al-Qur’an Kemanusiaan, Sejarah dan Peradaban, Jakarta:
PSIK Indonesia, 2006.
Panjaitan, Hondi, “Pentingnya Menghargai Orang lain”, dalam Humaniora,
Vol. 5, No. 1 April 2014.
Panjaitan, M., Dari Gotong Royong Ke Pancasila, Jakarta: Jala Permata
Aksara, 2013.
295
Pinandito, Satrio, Husnuzan dan Sabar Kunci Sukses Meraih Kebahagiaan
Hidup Kiat-kiat Praktis Berpikir Positif Menyiasati Persoalan Hidup,
Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011.
Prakoso, Abintoro, Kriminologi dan Hukum Pidana, Yogyakarta: Laksbang
Grafika, 2013.
Prasetyaningrum, Juliani, “Pola Asuh dan Karakter Anak dalam Islam”,
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islami, 2012.
Purwosusanto, Hery, Komunikasi Pemasaran Politik Partai Islam; Studi
Kritis Strategi PKS dalam Pemilu Legislatif, Jakarta: Zaman, 2011.
Putri, Niluh Wiwik Eka, “Peran Komunikasi dalam Mengatasi Permasalahan
Peserta Didik: Studi Kasus Proses Bimbingan Konseling di SMK
Kesehatan Widya Dharma Bali”, Calathu: Jurnal Ilmu Komunikasi,
Vol. 1, No. 1, Februari 2019.
Qardhawi, Yusuf, Al-Qur’ân Menyuruh Kita Sabar, terj. H. A. Aziz Salim
Basyarahil, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Qardhawi, Yusuf, Halâl wa Harâm fi Islâm, Beirut: Al-Maktabah al-Islami,
1980.
al-Qarni, ‘A’id ‘Abdullah, Al-Quran Berjalan: Potret Keagungan Manusia
Agung, Jakarta: Sahara publisher, 2005.
al-Qurthubi, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farh al-
Anshari Khazraji, al-Jâmi‘ li Ahkâmi Al-Qur’ân, Kairo: Dâr al-Kitab
al-Mishriyah, 1384 H.
al-Qusyairi, Abdul Karîm bin Hawâzin Abdul Mâlik, Lathâif al-Isyârât, Dâr
al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitâb, t.th.
Quthub, Sayyid, Tafsir fî al-Zilâl Al-Qur’ân, Beirut: Dar al-Syuruq, 1992.
R. S., Bonnie, The Gale Encyclopedia of Psychology: 2nd ed, Farmington
Hills: Gale Group, 2001.
ar-Raghib al-Isfahani, al-Mufradât fî Gharîb Al-Qur’ân, t.tp: Maktabah
Nazaru Musthafa al-bazi, t.th.
296
Raharjo, Mulyo, dan Daryanto, Teori Komunikasi, Yogyakarta: Gava Media,
2016.
Rahmah, Mariyatul Norhadiyati, “Model Komunikasi Interpersonal dalam
Kisah Nabi Yusuf AS.” dalam Alhiwar: Jurnal Ilmu dan Teknik
Dakwah, Vol. 04, No. 07, Januari-Juni 2016.
Rahman, Fazlur, Tema Pokok Al-Qur’ân, terj. Anas Mahyuddin, Bandung:
Pustaka, 1996.
Rahman, Masykur Arif, Misteri Sobeknya Baju Nabi Yūsuf AS., Yogyakarta:
Diva press, 2012.
Rahmat, Jalaluddin, Islam Aktual, Bandung: Mizan, 1992.
Rahmat, Munawar, “Implementasi Metode Tematik Al-Qur’ân Untuk
Memahami Makna Beriman Kepada Malaikat”, Jurnal Pendidikan
Agama Islam: Ta’lim, Vol. 13, No. 1, 2015.
Rahmi, “Tokoh Ayah dalam Al-Qur’ân dan Keterlibatannya dalam Pembinaan
Anaknya”, dalam Jurnal Ilmiah Kajian Gender, Vol. 2, 2015.
Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009.
Rand, Ayn, Introduction to Objectivist Epistemology, New York: The New
American Library, 1979.
al-Rasyid, Harun, dkk, Pedoman Dakwah Bil-Hâl, Jakarta: Depag RI, 1989.
ar-Razi, M. Fakhrudddin, Tafsir al-Kabîr wa Mafâtih al-Ghaib, t.tp: Darul
Fikr, 1981.
Rejeki, MC Ninik Sri, “Perspektif Antropologi dan Teori Komunikasi:
Penelusuran Teori-teori Komunikasi dari Disiplin Antropologi”,
Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 7, No. 1, Juni, 2010.
Rida, Muhammad Rasyid, Tafsir Al-Qur’ân al-Hakîm, Beirut: Dar al-Ma’arif,
t.th.
Riswandi, Komunikasi Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
297
Rohman, Roli Abdul, Menjaga Akidah dan Akhlak, Solo: PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2009.
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007.
Ruman, Yustinus Suhardi, “Keadilan Hukum dan Penerapannya dalam
Pengadilan”, Humaniora, Vol. 3, No. 2, Oktober 2012,
Ruslani, Masyarakat Kitab dan Dialog Antaragama: Studi Atas Pemikiran
Muhammad Arkoun, Yogyakarta: Bentang, 2000.
Saeful, Achmad, Pluralisme Agama dalam Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2019.
Saefullah, Ujang, Kapita Selekta Komunikasi: Pendekatan Agama dan
Budaya, Bandung: Simbiosa Rekatama, 2007.
Samover, Larry A., Potter, Richard E., Jain, Nemi C., Understanding
Intercultural Communication, California: Wodsworth Publishing
Company, t.th.
Santoso, Anang, “Pilihan Bahasa dalam Wacana Politik”, Disertasi, Malang:
Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang, 2001.
Santoso, Edi, “Pengendalian Pesan Kebencian (Hate Speech) di Media Baru
Melalui Peningkatan Literasi Media”, dalam Prosiding Seminar
Nasional Komunikasi, 2016.
Saunders, Kevin W., Degradation: What the History of Obscenity Tells Us
About Hate Speech, New York: NYU Press, 2011.
ash-Shabuni, M. Ali, Kenabian dan Riwayat Para Nabi, Jakarta: PT Lentera
Basritama, 2001.
al-Sheikh, Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurrahman Bin Ishaq, h. 520;
Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawî, Tafsir asy-Sya’râwî, Beirut:
Maktabah Akhbâr al-Yaum, 1997.
ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir Al-Qur’ân al-Majîd An
Nûr, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000.
298
ash-Shidieqy, Tengku Muhammad Hasbi, al-Bayan: Tafsir Penjelas Al-
Qur’ân al-Karim, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002.
___________, Tafsir al-Bayân, Bandung: PT Al-Ma’arif, 1966.
Shihab, Alwi, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama,
Bandung: Mizan, 1997.
Shihab, M. Quraish, dkk, Ensiklopedia Al-Qur’ân: Kajian Kosakata, Jakarta:
Lentera Hati, 2007.
Shihab, M. Quraish, Malaikat dalam Al-Qur’ân: Yang Halus dan Tak Terlihat,
Ciputat: Lentera Hati, 2013.
________________, Membaca Shirah Nabi Muhammad saw. dalam Sorotan
Al-Qur’an dan Hadits-Hadits Shahih, Jakarta: Lentera Hati, 2011.
________________, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’ân, Jakarta: Lentera Hati, 2011.
Simarmata, Nicholas, dkk, “The Decadence of Gotong Royong”, Atlantis
Press: Advances in Sosial Science, Education and Humanities
Research, Vol. 370, 2019.
Soekanto, Soejono, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta:
Rajawali, 1982.
Soemantrie, Hermana, “Konflik dalam Perspektif Pendidikan Multikultural”,
dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayan, Vol. 17, No. 16, November
2011.
Stein, Steven J., and Book, Howard E, Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar
Kecerdasan Emosional Meraih Sukses, terj. Trinanda Rainy Januarsari
dan Yudhi Murtanto, Bandung: Kaifa, 2003.
Sulaiman, Muhammad, ‘Abdullah al-Asyqar, Zubdatut Tafsîr Min Fathil
Qadîr, Ardan: Daar an-Nafais, 2012.
Sumantri, D. A., “Tentang Kebijaksanaan Pemerintah”, Jurnal Hukum dan
Pembangunan, No. 1, 2000.
299
Sumarjo, “Ilmu Komunikasi dalam Perpektif Al-Qur’an”, Jurnal Inovasi, Vol.
8, No. 1, Maret 2011.
Suranto, Komunikasi Interpersonal, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
______, Komunikasi Sosial Budaya, Yogyakarta: Ghraha Ilmu, 2010.
Syahrur, Muhammad, Tirani Islam: Genealogi Masyarakat dan Negara, terj.
Saifuddin Qudsy dan Badrus Syamsul Fata, Yogyakarta: LkiS, 2003.
Syaikh, Shalih Alu, Tafsir al-Muyassar, Saudi Arabia: al-Mamlakah al-
‘Arabiyah al-Su’udiyyah, 2012.
asy-Syaqawi, Syaikh Amin Bin Abdullah, Optimisme dan Berbaik Sangka
Kepada Allah, terj. Abu Umamah Arif Hidayatullah, (t.tp: Islamic
House, 1435 H/2013.
Tabataba’i, Muhammad Husen, al-Mîzân fi Tafsir Al-Qur’ân, Beirut:
Muassasah al-A’lamiy, 1991.
Taryono, Berbicara dan Komponen-komponennya, Bandung; Angkasa, 1999.
Tasmora, Toto, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaga Media Pratama, 1997.
Taufiq, I., Al-Qur’an Bukan Kitab Teror, Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2016.
Teja, Mohammad, “Media Sosial: Ujaran Kebencian dan Persekusi”, Majalah
Kesejahteraan Sosial, Vol. 9, No. 11, Pusat Penelitian Badan Keahlian
DPR RI, 2017.
Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir, Tafsir al-Thabâri Jâmi’ul Bayân,
Beirut: Dar al-Fikr, 1978. al-
al-Thahir, Hamid Ahmad, Kisah Orang-Orang Zalim, Jakarta: Darus Sunnah,
2012.
Tike, Arifuddin, “Pola Komunikasi dalam Penanggulangan Konflik”, dalam
Jurnal Tabligh, Edisi Khusus, Desember 2017.
al-Tirmidzi, Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin al-Dhahak, al-Jami’
al-Kabîr Sunan al-Tirmîdzî, Beirut: Dâr al-Gharb al-Islami, 1998.
300
al-Tunisi, Muhammad ath-Thahir ibn ‘Asyûr, at-Tahwîr wa at-Tanwîr, Tahrîr
al-Makna al-Sadîd wa Tanwîr al-‘Aql al-Jadîd min Tafsîr Al-Qur’ân
al-Majîd, Tunis: Dâr at-Tunisiyah li an-Nashr, 1984.
Uha, Ismail Nawawi, Komunikasi Lintas Budaya: Teori, Aplikasi dan Kasus
Sosial Bisnis dan Pembangunan, Jakarta Barat: Dwiputra Pustaka
Jaya, 2012.
Ulwan, Abdullah Nasikh, Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta: Pustaka
Amani, 2002.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Wahab, Imam Muhammad Bin Abdul, Tauhid, Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2004.
Wahyuti, Tri, dan Syarief, Leonita K., “Korelasi antara Keakraban Anak dan
Orangtua dengan Hubungan Sosial Asosiatif Melalui Komunikasi
Antarpribadi” dalam Jurnal Visi Komunikasi, Vol. 15, No. 1, Mei
2016.
Waldron, Jeremy, The Harm in Hate Speech, Cambridge: Harvard University
Press, 2014.
Watt, W. Montgomery, Islamic Political Thought, Edinburg: Edinburgh
University Press, 1990.
Wibowo, Tanggung Okta, “Konstruksi Ujaran Kebencian Melalui Status
Media Sosial, Channel Jurnal Komunikasi, Vol. 6, No. 2, Oktober
2018.
Widjaja, H.A.W, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2000.
______________, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi
Aksara, 2002.
Wijaya, Cuk Ananta, “Teori Pembentukan Konsep Menurut Filsafat
Objektivisme Ayn Rand”, Jurnal Filsafat, Seri 31, Agustus 2000.
301
Windiani, Reni, “Peran Indonesia dalam Memerangi Terorisme”, Jurnal Ilmu
Sosial, Vol. 16, No. 2, Juli-Desember 2017.
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta. Gramedia, 2005.
Yahya, Abi Zakariya bin Syaraf al-Nawawi, Riyadu al-Salihin, Mesir: Daru
al-Rayyan li al-Turas, 1987.
Yahya, Yuangga Kurnia, “Pengaruh Penyebaran Islam di Timur Tengah dan
Afrika Utara: Studi Geobudaya dan Geopolitik”, dalam al-Tsaqafa:
Jurnal Peradaban Islam, Vol. 16, No. 1, Juni 2019.
Yaqin, M. Ainul, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding
untuk Demokrasi dan Keadilan, Yogyakarta: Pilar Media, 2005.
Yasin, Fatihuddin Abul, Terapi Rohani: Pengobatan Penyakit Hati, Surabaya:
Terbit Terang, 2002.
Zahra, Roswiyani P., “Lingkungan Keluarga dan Peluang Munculnya Masalah
Keluarga”, dalam Jurnal Provitae, Vol. 1. No 2, 2005.
Zahrani, Syaik Khalid bin Ahmad, Keutamaan Dakwah Kepada Allah SWT.,
terj. Muhammad Iqbal A. Gazali, t.tp: Islam House, 2013. az-
Zain, Arifin, Identifikasi Ayat-ayat Dakwah dalam Al-Qur’ân, dalam al-
Idârah: Jurnal Manejemen dan Administrasi Islam, Vol. 1, No. 2, Juli-
Desember 2017.
Zainab, Siti, “Komunikasi Orangtua Anak dalam Al-Qur’an: Studi terhadap
QS. Ash-Shaffat ayat 100-102”, dalam Jurnal Nalar, Vol. 1, No. 1,
Juni 2017.
Zakariya, Abu al-Ḥusain Aḥmad ibn Faris ibn, Mu'jam Maqyis al-Lughah,
Mesir: Musthafa al-Bab al-Halabi wa Awladuh, 1971.
Zamakhsyari, Al-Kasysyaf, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th. al-
Zein, Syaikh Ahmad Al-Qathan Muhammad, Thâghût, Yogyakarta: Al-
Kautsar, 1989.
302
Ziyad, Ibrahim Toha, Nitaq al-Masuliyyah al-Jazâiyyah ‘an Jarâ’imi al-
Dammi wa al-Qâdhi wa al-Tahqîri, Turki: Middle East University,
2011.
Zuhaili, Wahbah, Ensiklopedia Al-Qur’ân, Jakarta: Gema Insani, 2007.
______________, Tafsir al-Wajîz, Damaskus: Daar al-Fikr, t.th.
______________, Tafsîr al-Munîr: fî al-`Aqîdah wa al-Syarî`ah wa al-
Manhâj, Damaskus: Dâr al-Fikr, 2005.
Zuhdi, Razaq, Sinar Kisah 25 Nabi dan Rasul, Surabaya: Karya Ilmu, 1990.
Zulkarnain, “Psikologi dan Komunikasi Massa”, dalam Jurnal Tasamuh, Vol.
13, No. 1, Desember 2015.
Zuriyah, Nurul, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Bandung:
Bumi Aksara, 2006.