Komunikasi Antarbudaya D0213062.docx · Web viewPara karyawan dan atasan Appsintune Surakarta mampu...
Transcript of Komunikasi Antarbudaya D0213062.docx · Web viewPara karyawan dan atasan Appsintune Surakarta mampu...
JURNAL
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA PADA PERUSAHAAN APPSINTUNE
(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarbudaya Karyawan dengan
Atasan dan Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi
Antarbudaya di Appsintune Surakarta)
Oleh :
Mustika Purnamasari
D0213062
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik
Program Studi Ilmu Komunikasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNTIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA PADA PERUSAHAAN APPSINTUNE
(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarbudaya Karyawan dengan
Atasan dan Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi
Antarbudaya di Appsintune Surakarta)
Mustika Purnamasari
Adolfo Eko Setyanto
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
This research aims to determine how intercultural communication in the process of communication that occurs as well and the factors that affect the effectiveness of intercultural communication between the boss with employees in Appsintune Surakarta. This research was conducted at Appsintune Surakarta with qualitative research with the content descriptive method. Data collection techniques that be used by the researchers is in-depth interviews. Samples are taken by purposive sampling method. As for data analyze, the researcher use interactive analyze models from Miles and Huberman which is collect the data, reduction, data presentation, and conclusion. The conclusion of this research is that intercultural communication in the adaptation process between superior and employees that occurred in Appsintune Surakarta occurred well in accordance with the theory of Gudykunst and Kim although the colored differences and cultural barriers in the beginning. However, intercultural communication that occurs in Appsintune is quite effective because both them are equally able to minimize misunderstandings and overcome the obstacles of intercultural communication that exist well.
Keywords: Intercultural Communication, Intercultural Communication Barriers,
Effectiveness of Intercultural Communication
1
Pendahuluan
Pertumbuhan kewirausahaan di Indonesia secara domestik maupun luar
negeri saat ini terkhusus dalam bidang startup digital bisa dikatakan mengalami
perkembangan pesat karena potensinya yang besar pula. Hal tersebut dibuktikan
dengan data yang diperoleh dari Center for Human Genetic Research (CHGR)
hingga 2016, bisnis startup di Indonesia sendiri termasuk ke dalam angka
tertinggi dalam lingkup kawasan regional dengan pencapaian angka sekitar 2000
startup yang ada (sumber : www.jatengpos.com, 23 April 2017). Sayangnya tak
banyak startup yang mampu bertahan lama, bahkan tidak sedikit pula yang layu
sebelum perusahaan startup tersebut dapat berkembang. Data yang diungkapkan
Forbes menuturkan bahwa 90 persen startup mengalami kegagalan dalam
bertahan di bidang yang digelutinya, dan hanya 3 persen saja perusahaan startup
yang berhasil bertahan dan bertumbuh dan eksis hingga saat ini (sumber :
www.bernas.id, 20 Mei 2017). Faktor utama dari kegagalan yang diraih oleh para
startup adalah tidak mampunya perusahaan startup dalam melihat dunia bisnis
dan berpartner, serta terhambatnya perusahaan startup dalam mengkomunikasikan
ide serta produk dari masing-masing perusahaan startup itu sendiri dengan cara
komunikasi yang baik disertai pengemasan yang sesuai dengan kebutuhan.
Appsintune adalah salah satu dari sebuah perusahaan startup yang dirintis di
Kota Solo, Jawa Tengah, Indonesia yang bergerak di bidang digital. Appsintune
bergerak di bidang digital, dimana perusahaan tersebut membuat aplikasi-
aplikasi, mengelola web dan lain sebagainya sesuai yang dibutuhkan klien
mereka. Perusahaan ini pada mulanya diawali oleh 7 anak muda yang memiliki
latar belakang sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain yang berbeda
semua. Kesamaan mereka hanyalah para bawahan yang seluruhnya berbudaya
Jawa. Sang atasan yang berkebangsaan Singapura dan berbudaya Singapura yang
notabene berbeda dengan budaya bawahannya yang adalah suku Jawa dan
berbudaya Jawa.
2
Dengan perbedaan tersebut, heterogenitas diantara atasan dengan para
bawahannya terbilang cukup banyak. Disamping perbedaan kewarganegaraan,
etnis, bahasa, budaya, adat, nilai-nilai, dan lain sebagainya tentu mempengaruhi
mereka dalam proses komunikasi dalam dunia kerja. Dengan adanya pimpinan
baru yang berasal dari negara asing, dan juga memberikan nuansa baru dalam
lingkungan Appsintune itu sendiri. Warna tersebut terwujud dalam proses yang
terjadi selama mereka beradaptasi dalam komunikasi dari tiap-tiap mereka,
dikarenakan hampir keenam orang tersebut tidak menguasai/ fasih berbahasa
Inggris dengan lancar, sedang sang atasan pun tidak bisa berbahasa Indonesia
ataupun bahasa Melayu dan hanya berbahasa Inggris. Akan tetapi, yang unik
adalah meskipun perusahaan startup ini memiliki kendala-kendala tersebut namun
perusahaan ini tetap maju dan berkembang selama hampir tiga tahun terakhir.
Berdasarkan data dari tahun 2015-2016, sebagai perusahaan yang baru start-up,
Appsintune telah merilis empat Aplikasi yang berskala nasional dan juga
internasional. Aplikasi-aplikasi ini sudah mulai digunakan oleh beberapa klien.
Beberapa perusahaan Singapura, beberapa Event Organizer yang ada di Indonesia.
Oleh karena itu, peneliti merasa perlu untuk melihat bagaimana komunikasi
antarbudaya yang terjadi dan efektivitas komunikasi antarbudaya antara atasan
dengan bawahan Appsintune Surakarta sehingga mampu untuk berkembang.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses komunikasi antarbudaya antara karyawan dan atasan
Appsintune sehingga bisa terjadi komunikasi yang efektif?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas Komunikasi Antar
Budaya di Appsintune Surakarta?
Tinjauan Pustaka
1. Komunikasi Antarbudaya
a. Alo Liliweri mengungkapkan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses
pertukaran pesan yang disampaikan baik secara lisan, tertulis, bahkan secara
imajiner yang terjadi diantara dua orang atau lebih yang masing-masing
3
memiliki perbedaan latar belakang budaya (Liliweri, 2003:9). Selain itu,
Charley H. Dood juga mengemukakan pengertian komunikasi antarbudaya
sebagai sebuah proses komunikasi yang melibatkan komunikator dan
komunikan, baik secara pribadi, antarpribadi, ataupun dengan kelompok
dengan menekankan pada perbedaan latar belakang budaya yang
mempengaruhi perilaku komunikasi dari para pelaku komunikasi
(Dood,1991:7).
b. Proses Komunikasi Antarbudaya
Proses terjadinya komunikasi antarbudaya menurut Gudykunst dan Kim
Yun Young (dalam Mulyana, 2005: 157) menjelaskan terjadinya komunikasi
antarbudaya dari dua orang yang memiliki kultur budaya, faktor sosialbudaya,
psikobudaya, dan lingkungan yang berbeda masing-masing individunya.
Faktor budaya meliputi faktor-faktor yang menjelaskan kemiripan dan
perbedaan budaya. Faktor sosiobudaya meliputi pengaruh yang menyangkut
proses penataan sosial. Faktor psikobudaya meliputi mempengaruhi proses
penataan pribadi. Sedangkan faktor lingkungan meliputi bagaimana
lingkungan tertentu mempengaruhi persepsi kita akan lingkungan. Lingkaran
paling dalam, yang mengandung interaksi antara penyandian pesan paling
dalam, yang mengandung interaksi antara penyandian pesan dan penyandian
pesan balik pesan, dikelilingi tiga lingkaran lainnya yang merepresentasikan
pengaruh dari budaya, sosiobudaya, dan psikobudaya. Ketiga lingkaran
dengan garis putus-putus mencerminkan hubungan faktor-faktor yang tidak
dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi.
2. Konsep-Konsep Komunikasi Antar Budaya
Asumsi dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya
adalah sebagai berikut (Liliweri, 2003:16-22) :
a. Perbedaan persepsi antara Komunikator dengan Komunikan dalam
Komunikasi Antarbudaya. Perbedaannya, dalam komunikasi antarbudaya
perhatian difokuskan kepada pesan yang manghubungkan antara komunikator
dengan komunikan dari dua situasi budaya yang berbeda.
4
b. Komunikasi Antarbudaya mengandung isi dan relasi antarpribadi. Isi
(content) pesan dan makna pesan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan
yang akan membentuk relasi yang akan menghasilkan interpretasi dan
mempengaruhi bagaimana isi dan makna dari pesan yang disampaikan dapat
terinterpretasikan (Liliweri, 2003:17).
c. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi. Seperti misalnya,
beberapa orang memiliki gaya berkomunikasi dengan gaya dominasi, ada
juga yang gaya komunikasinya pasif, ada yang cakap untuk berkomunikasi
dengan orang lain (Liliweri, 2003:18).
d. Tujuan Komunikasi Antarbudaya : Mengurangi Ketidakpastian. Salah satu
tujuan diadakannya Komunikasi Antarbudaya adalah untuk mengurangi
tingkat ketidakpastian antara komunikator dengan komunikan.
e. Komunikasi berpusat pada kebudayaan. Komunikasi merupakan bentuk,
metode, teknik, proses sosial maka komunikasi adalah sarana untuk terjadinya
transmisi budaya, oleh karena inti kebudayaan itu sendiri adalah komunikasi.
f. Tujuan Komunikasi Antarbudaya dalah efektivitas antarbudaya. Efektivitas
komunikasi antarbudaya dapat tercapai bila bentuk hubungan dari budaya
yang berbeda menggambarkan upaya yang sadar untuk terus memperbaiki
hubungan komunnikator dengan komunikan yang mampu menciptakan
efektivitas dan mengurangi konflik.
3. Komunikasi Antarbudaya Dalam Bisnis
Komunikasi bisnis lintas budaya terjadi ketika para pelaku bisnis
melakukan bisnis dengan wilayah ataupun orang yang memiliki budaya yang
berbeda yang dibawa masing-masing pelaku. Dengan adanya hal ini, pelaku
bisnis dalam mencapai komunikasi bisnis lintas budaya yang efektif dituntut
untuk mempelajari tidak hanya bahasa asing secara lebih luas, akan tetapi
juga mempelajari dan memahami kebiasaan, masyarakat, dan juga budaya
dari orang lain yang memiliki perbedaan (Lewis dalam Mulyana, 2004:10).
Salah satu faktor yang menyebabkan komunikasi menjadi tidak efektif adalah
5
menggunakan bahasa yang berbeda. Setiap pelaku komunikasi menggunakan
bahasa dan ujaran (speech) dengan cara berbeda beda.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Antarbudaya
Liliweri merumuskan beberapa kriteria faktor yang memenuhi efektivitas
komunikasi antarbudaya sebagai berikut (Liliweri, 2003:256) :
a. Komunikasi antarbudaya disebut efektif jika orang-orang yang terlibat dalam
proses komunikasi antarbudaya mampu meletakkan dan memfungsikan
komunikasi dalam konteks kebudayaan tertentu.
b. Efektivitas komunikasi antarbudaya sangat bergantung pada sejauh mana pelaku
komunikasi antarbudaya mampu meminimalkan kesalahpahaman atas pesan yang
dipertukarkan oleh pelaku komunikasi antarbudaya.
c. Hammer menetapkan tiga tema sentral efektivitas komunikasi antarbudaya (dalam
Liliweri 2003:256) :
1) Keterampilan berkomunikasi
2) Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan tekanan antarbudaya
3) Kemampuan untuk membangun relasi-relasi antarbudaya
5. Hambatan Komunikasi Antarbudaya
Purwasito mengungkapkan bahwa ada dua macam hambatan komunikasi
antarbudaya, yaitu (Purwasito, 2003:252-252) :
a. Hambatan semantik / bahasa, hambatan ini adalah hambatan yang bisa menjadi
penghalang terbesar dalam proses komunikasi antarbudaya karena bahasa adalah
”kendaraan” utama dalam proses terjadinya komunikasi.
b. Perbedaan latar belakang budaya. Pada umumnya, perbedaan status ekonomi,
usia, jenis kelamin, ras, etnis, nilai, norma, kepercayaan, dan lain sebagainya
memungkinkan untuk munculnya prasangka rasial dan kesukuan yang dapat
terjadi dan bahkan tak terhindarkan.
Rahardjo mengungkapkan hambatan-hambatan terjadinya komunikasi
antarbudaya yang efektif antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktor penghambat
sebagai berikut (Rahardjo, 2005:55) :
6
a. Stereotipe
Pada dasarnya, stereotip cenderung memiliki sifat negatif dibandingkan positif.
Liliweri pun mengungkapkan bahwa definisi stereotip merupakan evaluasi atau
penilaian yang diberikan kepada orang lain secara negatif yang memiliki sifat
negatif dikarenakan orang tersebut berada pada kelompok/ budaya tertentu
(Liliweri, 2009:15).
b. Prasangka
Rahardjo menuturkan prasangka adalah penilaian terhadap orang lain sebelum
kenal dengan orang tersebut (Rahardjo, 2005:59). Prasangka merupakan
konsekuensi dari pandangan stereotip.
c. Etnosentrisme, yaitu kecenderungan menilai budaya sendiri sebagai budaya yang
lebih baik dan benar ketimbang budaya lainnya.
6. Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi Antarbudaya
Untuk dapat berkomunikasi antarbudaya secara efektif, haruslah memiliki
mindfulness dalam berkomunikasi. Jandt (dalam Rahardjo, 2005:72) menuturkan
bahwa untuk menjadi mindful dalam berkomunikasi antarbudaya, pelaku
komunikasi harus memiliki empat kecakapan yaitu :
a. Kekuatan Kepribadian. Kekuatan kepribadian yang mempengaruhi dalam proses
terjadinya komunikasi antarbudaya adalah self-concept, self-disclosure, self-
monitoring, dan social relaxation.
b. Kecakapan dalam Berkomunikasi. Kecakapan disini berkaitan dengan pesan,
keluwesan berperilaku, manajemen, dan kecakapan sosial dalam diri seseorang.
c. Penyesuaian Psikologis. Penyesuaian meripakan proses dalam membangun
perilaku guna mencapai keselarasan. Faktor yang mampu mempengaruhi
penyesuaian psikologis adalah seperti pengalaman, aktualisasi diri, dan lain
sebagainya.
d. Kesadaran Budaya. Kesadaran budaya merupakan kemampuan untuk mengakui
keberagaman budaya dan beragam perspektif dalam menginterpretasikan pesan
dalam suatu situasi komunikasi antarbudaya yang terjadi.
7
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan basis penelitian deskriptif kualitatif, dengan
pengambilan narasumber secara purposive sampling. Teknik pengambilan data
menggunakan wawancara mendalam (in-depth interview) dan studi pustaka.
Sedangkan untuk teknik analisis data sendiri dalam penelitian ini menggunakan
model analisis interaktif dari Miles dan Huberman, yang terdiri dari (1)
pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data, dan (4) penarikan
kesimpulan.
Sajian dan Analisis Data
A. Komunikasi Antarbudaya Sehingga Terjadi Komunikasi Antarbudaya yang
Efektif
Proses komunikasi antarbudaya terjadi dalam lingkup Appsintune sejak
perusahaan pertama kali berdiri, yaitu sejak 1 September 2015. Proses komunikasi
antarbudaya yang terjadi antara atasan sudah berlangsung selama 2 tahun sejak
September 2015. Awalnya, ketika para karyawan mengetahui pertama kali bahwa
mereka akan dipimpin oleh atasan secara langsung yang berasal dari negara lain,
hampir semuanya merasa excited dan tertantang. Karena dengan adanya hal baru
tersebut dapat memberikan pengalaman baru bagi para karyawan. Begitu pula
yang dirasakan oleh Kelvin selaku atasan Appsintune. Kelvin juga merasa sangat
excited untuk bertemu dengan tim dari Solo ini. Dia bahkan lebih menyukai tim
ini dibandingkan orang Indonesia lain pada umumnya. Selain perasaan senang dan
excited saja, tetapi juga ada yang merasa kaget dan takut karena mereka belum
pernah terlibat kerjasama dengan orang luar negeri secara langsung. Uniknya lagi,
sebelumnya memang hampir seluruh karyawan Appsintune mengungkapkan
bahwa mereka belum pernah memiliki pengalaman dalam berkomunikasi
antarbudaya dengan orang lain sebelumnya.
“Mmmmm kayaknya kalau untuk yang intens ya baru ini, ini
pertama kali. Kalau untuk yang lain yaa enggak, itungane nggak
8
pernah sih. Ini baru pertama kali.” (Daniel, transkrip 16 September
2017).
Akan tetapi bagi Kelvin lebih mudah bagi dirinya untuk menyesuaikan diri
dengan bawahan yang ada di Appsintune Surakarta.
“........So actually i have been working with many many different
rases, with just also include Indonesia, ....
.........(Jadi sebenarnya saya sudah pernah bekerja dengan banyak
orang yang berbeda ras, yang juga termasuk Indonesia...)”
(Kelvin, transkrip 2 Oktober 2017).
Proses penyesuaian diri dari setiap orang pun memiliki perbedaan dalam
beradaptasi di lingkungan kerja Appsintune. Waktu yang dibutuhkan berbeda tiap
anggotanya dalam beradaptasi satu sama lain. Selain itu, tidak hanya bahasa saja
yang para karyawan dan atasan Appsintune harus saling menyesuaikan. Selain
bahasa, para karyawan Appsintune Surakarta juga mengalami adaptasi
komunikasi antarbudaya dalam hal lainnya.
“Selain bahasa, ya standart kerja dan phase kerja. Kalo orang
Singapura phase kerjanya emang lebih tinggi,mlebih cepet, lebih
berkualitas, lebih detail, mereka lebih perhatian dengan itu. Ya
harus menyesuaikan, karena dulu kan ekspektasi kita standartnya
cuma nggak sampai sebegitu tinggi jadine yo kita harus kejar. Dan
kecepatan kerja yo harus lebih cepet.” (Oscar, transkrip 14
September 2017).
Setiap karyawan dan juga atasan memiliki caranya sendiri-sendiri untuk
memposisikan diri dalam menyesuaikan perbedaan tersebut. Seperti Yesaya
memposisikan diri dengan cara lebih memahami budaya atasan sehinnga lebih
netral dan bisa menyesuaikan diri dengan atasannya yang berbudaya Singapura.
Tejo mengungkapkan dirinya memposisikan diri dengan atasan adalah dengan
cara saling mengerti budaya satu sama lainnya. Jadi ketika terjadi perbedaan atau
9
gesekan bisa mencoba mengerti budaya atasan dan juga sebaliknya. Dengan
adanya perbedaan budaya tersebut, tentunya diperlukan sikap terbuka untuk dapat
saling menerima perbedaan budaya masing-masing. Dalam Appsintune Surakarta,
tentunya para karyawan memiliki keterbukaan dengan atasan yang memiliki
budaya yang berbeda. Hal itu ditunjukkan dengan berbagai macam cara dari tiap-
tiap karyawannya. Selain bahasa yang mengalami penyesuaian juga hal yang lain-
lain pun ikut terjadi saling penyesuaian, seperti cara kerja yang dituntut lebih
disiplin dan tidak boleh molor-molor, dan lain sebagainya.
Hambatan Komunikasi Antarbudaya
Hambatan terbesar di Appsintune selama proses beradaptasi hampir
semuanya mengalami hambatan di “bahasa”. Karena perbedaan bahasa yang
dipergunakan antara atasan dan bawahan, dimana atasan menggunakan Bahasa
Inggris yang tidak memahami Bahasa Melayu maupun Indonesia, sedangkan
bawahan menggunakan Bahasa Indonesia yang sebagian besar karyawannya tidak
memiliki penguasaan Bahasa Inggris dengan baik, menjadi salah satu penghambat
komunikasi antarbudaya dan juga menjadi salah satu faktor dalam penyesuaian
keduannya. Sedikit berbeda bagi Yesaya dan Kelvin yang tidak memiliki
hambatan komunikasi yang berarti. Bagi dia, masalah tersebut bukanlah suatu
hambatan, melainkan hanya membutuhkan waktu yang lebih lama saja untuk
memahaminya. Awalnya, Dengan adanya perbedaan bahasa membuat para
karyawan dan atasan kesulitan dalam berkomunikasi sehingga membuat proses
komunikasi berjalan tidak selalu lancar. Dengan adanya hambatan bahasa
tersebut, tentu memberikan dampak pula terhadap aspek lainnya. Seperti
ketidakjelasan akan pekerjaan yang diharapkan sesuai oleh atasan, sehingga
arahan kepada bawahan menjadi tidak jelas.
Dapat diketahui bahwa para bawahan dapat meminimalisir kendala Bahasa
Inggris yang tidak mereka kuasai dengan berbagai macam cara. Hampir rata-rata
memakai google translate untuk mencari kata-kata yang tepat dalam
berkomunikasi dengan atasan, ada juga yang memilih bertanya kepada orang lain
10
tentang bagaimana pengucapan dalam Bahasa Inggris yang tepat ketika bersama
dengan orang lain.
Selain penguasaan vocabulary, bahasa sindiran, ataupun kata-kata yang
biasanya dipakai bermakna kiasan, yang tidak atau belum diketahui dan dipahami
oleh budaya lainnya juga sering membuat terjadinya salah persepsi dalam
pemaknaan pesan yang disampaikan baik dari dan oleh atasan maupun bawahan.
Selain bahasa, cara bicara karyawan yang berbudaya Jawa cara bicaranya berbeda
dengan budaya atasan Singapura juga menjadi salah satu kendala dalam
berkomunikasi antarbudaya. Akan tetapi berbeda menurut Yesaya (27). Yesaya
mengungkapkan, kendala komunikasi antarbudaya dengan atasan menurut dia
adalah terletak di aksen bahasa dari atasan itu sendiri.
Hambatan-hambatan yang terjadi tersebut tentunya dilatarbelakangi oleh
suatu alasan tertentu yang membuat hambatan komunikasi antarbudaya dapat
terjadi di lingkungan Appsintune Surakarta. Seperti yang diungkapkan oleh
Mawar dan Tejo dan lainnya, dimana mereka sepakat bahwa hambatan tersebut
karena bahasa Inggris mereka yang kurang fasih. Seluruh karyawan menjawab
dengan hal serupa, yaitu mengatasi perbedaan yang timbul akibat perbedaan
tersebut dengan memfilter budaya yang sesuai untuk diadaptasi oleh masing-
masing budaya.
Perasaan cemas sempat dirasakan oleh para karyawan dari Appsintune
Surakarta saat berinteraksi, akan tetapi hal tersebut hanya terjadi di fase awal
karena para karyawan belum terbiasa dengan perbedaan-perbedaan yang ada.
Berbeda dengan atasan, dimana sang atasan tidak merasakan ada perasaan takut
ataupun cemas saat berinteraksi dengan bawahannya di Appsintune mengingat
pengalamannya dalam berinteraksi membuat Kelvin tidak kesulitan dalam hal
tersebut.
Hampir semua karyawan merasakan tingkat kesalahpahaman yang tinggi
dengan atasan dari Singapura di waktu awal-awal mereka mulai bekerja. Jika dulu
kesalahahpahaman terjadi sekitar 89-90 persen saat awal-awal bekerja, setelah dua
11
tahun berjalan ini baik karyawan maupun atasan bisa menyesuaikan dan
mengurangi kesalahpahaman dalam berkomunikasi antarbudaya hingga menjadi
20-30 persen saja. Berbagai usahapun dilakukan untuk menanggulangi
kesalahpahaman yang terjadi antara atasan dengan bawahan. ada yang
menggunakan gambar, bahasa tubuh, dan berbagai macam cara lainnya.
“Karena kita ndek bidang IT, satu-satune cara untuk meminimalisir
kesalahpahaman ya pake gambar. Jadi pengen seperti ini ini ini
nanti itu dijelaske dulu pake gambar, nanti jadine seperti ini, pake
gambar biasa, pakai paint atau Power Point, trus nanti dijelaskan.”
(Oscar, transkrip 14 September 2017).
Di Apsintune Surakarta, sudah biasa untuk membisasakan diri menghargai
budaya satu dengan lainnya sehingga tidak muncul hambatan serupa. Perasaan
minder muncul ketika di awal-awal merasa tidak memahami bahasa dari atasan.
Namun seiring berjalannya waktu para karyawan mengungkapkan perasaan
minder itu lama-kelamaan hilang dengan sendirinya. Secara garis besar faktor-
faktor seperti umur, status pekerjaan dan lainnya tidak mempengaruhi bagaimana
mereka berkomunikasi satu dengan lainnya. Para karyawan dan atasan di
Appsintune sendiri memiliki cara-cara tersendiri untuk mengatasi hambatan-
hambatan yang terjadi di Appsintune Surakarta seperti memperbanyak intens
komunikasi dan lain sebagainya. Berbagai usaha pun dilakukan oleh karyawan
untuk menanggulangi hambatan yang terjadi saat proses komunikasi antarbudaya
berlangsung seperti mempelajari Bahasa Inggris, mempelajari budaya satu sama
lain agar tidak terjadi kesalahpahaman.
B. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Antarbudaya
Selama beroperasinya Appsintune sejak September 2015 hingga sekarang
dapat dilihat bahwa terjadi banyak proses penyesuaian dari kedua belah pihak.
Faktor-faktor dari komunikasi antarbudaya yang terjadi di Appsintune pun mau
tidak mau akan memberi pengaruh terhadap perkembangan Appsintune.
12
“Ada pengaruhnya. Karena dari sisi speed, dari sisi deadline ne, phase kerja, etos
kerjane beda, yo kadang jadi molor. Kalau molor kan kesempatan otomatis dah
ilang dulu. Kesempatane seharusnya kalau sudah selesai hari ini bisa melakukan
yang lain ini ini ini, tapi karena molor yang lainnya yang harusnya bisa dilakukan
akhirnya kepotong.” (Oscar, transkrip 14 September 2017).
Menurut para karyawan dan atasan bahwa Komunikasi Antarbudaya
sudah berjalan dengan efektif hingga saat ini. Walaupun diwarnai dengan berbagai
hambatan di awal penyesuaian, akan tetapi seiring berjalannya waktu para
karyawan dan atasan bisa semakin menyesuaikan. Sesuai yang dikatakan oleh
para bawahan, sang atasan pun juga mengungkapkan hal yang sama. Kelvin
mengungkapkan komunikasi yang terjadi di Appsintune menurutnya sudah efektif
di masa sekarang ini.
Berbicara mengenai efektivitas Komunikasi Antarbudaya, didapati
bahwa rata-rata para karyawan belum memiliki keterampilan berkomunikasi
dalam segi bahasa, karena kurangnya penguasaan dan pengetahuan Bahasa
Inggris. Akan tetapi dalam memahami budaya atasan para karyawan memiliki
keterampilan untuk memahami budaya dalam berkomunikasi sehingga bisa
menyesuaikan. Selain keterampilan dalam berkomunikasi, orang-orang yang
terlibat dalam Komunikasi Antarbudaya didalamnya dikatakan efektif apabila
mampu untuk meletakkan dan memfungsikan komunikasi dalam konteks
kebudayaan tertentu. Berdasar data yang didapat oleh peneliti adalah seluruh
atasan dan karyawan mampu untuk meletakkan dan memfungsikan komunikasi
dalam konteks kebudayaan tertentu, dalam hal ini adalah budaya Jawa dan budaya
Singapura. Seluruh karyawan mampu untuk menyesuaikan diri dengan tekanan
yang ada. Begitupun juga dengan atasan yang mampu untuk menyesuaikan diri
dengan budaya bawahan yang berbeda dari budayanya.
13
Analisis Data
A. Komunikasi Antarbudaya Sehingga Terjadi Komunikasi Antarbudaya
Yang Efektif
Dapat dibuktikan bahwa komunikasi antarbudaya dalam proses adaptasi
yang terjadi dalam lingkup Appsintune Surakarta sesuai dengan teori
komunikasi antarbudaya dari model komunikasi Gudykunst dan Kim Yun
Young, dimana dalam proses komunikasi yang dikemukakan meliputi
kemiripan dan juga perbedaan dari masing-masing budaya yang berbeda,
yang mempengaruhi nilai, norma, dan juga aturan sehingga mempengaruhi
perilaku komunikasi berdasarkan faktor-faktor tersebut (Mulyana, 2005:158).
Dalam Appsintune Surakarta sendiri memiliki dua budaya yang berbeda, dari
sudut kultur budaya, faktor sosiobudaya, psikobudaya, dan lingkungan yang
berbeda dari Jawa dan Singapura.
Dari segi faktor budaya, mereka memiliki perbedaan yaitu sang atasan
hanya bisa berbicara dengan bahasa Inggris serta tidak memahami bahasa
Melayu dan juga bahasa Indonesia, dan para bawahan karyawan dari
Appsintune Surakarta hampir semuanya hanya mengerti bahasa Indonesia dan
tidak fasih berbahasa Inggris. Sedangkan perbedaan budaya yang terdapat
dari atasan dan bawahan dari Appsintune Surakarta yang dapat diidentifikasi
adalah budaya kerja / cara kerja.
Dalam Appsintune Surakarta, penataan sosial yang terjadi cukup baik
antara atasan dengan bawahan selama beradaptasi hingga saat ini. Walaupun
diawal proses penyesuaian para bawahan menyadari kekurangan mereka
dalam beradaptasi, merasa minder, takut, dan berbagai macam perasaan
lainnya akan tetapi para karyawan mampu untuk menyesuaikan diri dan
mengatasi hambatan-hambatan berkomunikasi dengan atasan, sehingga
perasaan minder dapat hilang dengan sendirinya. Ekspektasi diri pun
ditunjukkan dari kesan pertama mereka yang berbagai macam, ada yang
sangat excited saat bekerjasama dengan orang yang berbeda budaya, ada yang
14
merasa takut dan ragu, dan lain sebagainya. Akan tetapi, dengan keterbukaan
yang dimiliki oleh para bawahan dan juga atasan semuanya bisa diatasi
dengan terjalinnya komunikasi yang baik hingga sekarang. Dari faktor
psikobudaya, menunjukkan para karyawan dan atasan menganggap bahwa
dalam menghadapi perbedaan-perbedaan budaya tersebut sebagai suatu
tantangan untuk dapat saling menyesuaikan. Tidak didapati adanya stereotipe
antara kedua belah pihak, Tentunya hal ini memenuhi yang diungkapkan
Lewis dalam Mulyana (Mulyana, 2004:10) bahwa untuk mencapai
komunikasi lintas budaya yang efektif tidak hanya dituntut untuk mempelajari
bahasa asing secara lebih luas, melainkan juga mempelajari dan memahami
kebiasaan, masyarakat, dan budaya dari orang lain yang memiliki perbedaan.
Dari faktor lingkungan, hal itu ditunjukkan dari budaya Singapura dan
budaya Jawa, dimana jika melakukan transaksi di Singapura hanya memakai
kartu kredit dan paypal dan di Jawa hanya menggunakan transfer dan tunai.
Perbedaan tersebut sempat menjadi kendala karena sang atasan tidak
mengetahui dan memahami lingkungan dan kebiasaan di Indonesia.
Sehingga, para karyawan pun harus melakukan komunikasi secara berulang-
ulang untuk memberikan pemahaman kepada atasan mengenai perbedaan
tersebut. Proses komunikasi antarbudaya dalam proses adaptasi di Appsintune
tersebut tidak terjadi proses asimilasi dimana asimilasi merupakan
terbentuknya budaya baru dari dua budaya atau lebih yang ada.
Hambatan Komunikasi Antarbudaya
Hambatan komunikasi antarbudaya yang terjadi di Appsintune Surakarta
ada berbagai macam :
1. Bahasa. Bahasa menjadi hambatan terbesar dalam komunikasi antarbudaya
yang terjadi di Appsintune Surakarta dikarenakan perbedaan bahasa yang
bawahan dan atasan gunakan dalam pembicaraan sehari-hari.
2. Aksen bicara, konteks bahasa. Cara bicara/ aksen bahasa orang Jawa dengan
bahasa Indonesia dan aksen Jawa tentu berbeda dengan cara bicara/ aksen dari
15
orang Singapura yang berbahasa Inggris dengan aksen khas Singapura.
Sedangkan konteks bahasa yang menjadi hambatan komunikasi antarbudaya
adalah konteks bahasa seperti misalnya mengenai bahasa sindiran, makna
kiasan, cara bercanda yang berbeda antara budaya Jawa dan budaya Singapura.
3. Budaya. Perbedaan-perbedaan tersebut terkadang menimbulkan hambatan
dalam Appsintune Surakarta, seperti kebiasaan berbicara para bawahan yang
berbudaya Jawa yang halus dan suka berbasa-basi, dan kebiasaan berbicara
atasan yang berbudaya Singapura yang tidak suka jika berbicara basa-basi.
4. Pola Pikir. Perbedaan pola pikir yang terjadi di Appsintune nampak ketika
atasan dan bawahan sedang melakukan diskusi brainstorming, dan berbagai
kegiatan lainnya.
Hambatan-hambatan yang terjadi di Appsintune Surakarta sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Purwasito mengenai hambatan komunikasi antarbudaya
yaitu hambatan semantik/ bahasa serta perbedaan latar belakang budaya
(Purwasito, 2003:252). Akan tetapi, dapat diketahui bahwa hambatan-hambatan
komunikasi yang terjadi di Appsintune Surakarta dapat diatasi dengan berbagai
upaya yang dilakukan oleh atasan dan juga para bawahan dari Appsintune
Surakarta. Sehingga hal tersebutlah yang membuat hambatan dapat diatasi dengan
baik di Appsintune Surakarta.
B. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Antarbudaya
Faktor yang memenuhi efektivitas komunikasi antarbudaya sebagai
berikut (Liliweri, 2003:256) :
1. Bahasa, aksen bicara, konteks bahasa
Pada dasarnya para karyawan sebagian besar belum memiliki
keterampilan berkomunikasi dengan baik dalam bidang bahasa tetapi
dapat menyesuaikan diri dan mengatasi hambatan tersebut dengan
berbagai upaya, seperti membaca kamus online, menggunakan google
translate, bertanya dan lain sebagainya. Hal tersebut memenuhi faktor
16
yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbudaya dalam hal
keterampilan berkomunikasi.
Selain keterampilan komunikasi, hal ini juga memenuhi dari faktor
yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbudaya yang
dikemukakan oleh Liliweri dalam hal Mampu meminimalkan
kesalahpahaman atas pesan yang dipertukarkan oleh pelaku komunikasi
antarbudaya. Karyawan dan atasan Appsintune Surakarta memiliki usaha
yang banyak dalam mengatasi kesalahpahaman dalam berkomunikasi
satu sama seperti dengan mempelajari Bahasa Inggris lewat kamus,
bertanya kepada orang lain yang lebih memahami Bahasa Inggris, dan
lain sebagainya.
2. Budaya, Pola Pikir
Para karyawan dan atasan Appsintune Surakarta dalam proses
komunikasi antarbudaya mampu untuk meletakkan dan memfungsikan
komunikasi dalam konteks kebudayaan tertentu. Hal tersebut
dibuktikan dengan usaha-usaha untuk memahami budaya satu sama lain
yang ditunjukkan atasan dan karyawan Appsintune Surakarta.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi
antarbudaya lainnya dalam hal budaya adalah Kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan tekanan antarbudaya yang ada. Para
karyawan mampu untuk menyesuaikan diri dengan tekanan budaya
Singapura yang berbeda, dan atasan mampu untuk menyesuaikan tekanan
budaya yang ada di Indonesia, terutama budaya Jawa seperti usaha keras
untuk menyesuaikan gaya kerja dari atasan berbudaya Singapura yang
sangat detail, tidak bisa molor dan malas-malasan, sangat tepat waktu, dan
lain sebagainya. Sedang dari atasan mampu untuk menyesuaikan dengan
gaya kerja Indonesia dalam membuat ekspektasi kerja dengan memahami
dari berbagai sisi terhadap karyawan Appsintune sebagai bawahannya.
Para karyawan dan atasan Appsintune dinilai mampu untuk
membangun relasi budaya satu dengan lainnya. Relasi-relasi tersebut
ditunjukkan dengan budaya keduanya yang sama-sama berjalan harmonis
17
karena saling menyesuaikan dalam pekerjaan mereka sehingga komunikasi
dapat terjalin dengan efektif dan membuat pekerjaan dapat berjalan dengan
baik.
Kesimpulan
1. Proses dalam komunikasi antarbudaya antara karyawan dan atasan
Appsintune sehingga bisa terjadi komunikasi yang efektif
Terjadi komunikasi antarbudaya yang baik di Appsintune Surakarta
sehingga terjadi komunikasi antarabudaya yang efektif antara atasan dengan
bawahan. Komunikasi antarbudaya dalam yang terjadi di Perusahaan
Appsintune Surakarta sesuai dengan teori model komunikasi antarbudaya dari
Gudykunst.
Hambatan Komunikasi Antarbudaya
Hambatan komunikasi antarbudaya terjadi dalam hal bahasa, aksen
bicara, konteks bahasa, budaya, dan pola pikir. Akan tetapi hal tersebut dapat
diatasi dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh atasan dan juga para
bawahan dari Appsintune Surakarta sehingga membuat proses komunikasi
antarbudaya menjadi lebih efektif.
2. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Antarbudaya
a. Bahasa, aksen bicara, konteks bahasa
Sebagian besar karyawan belum memiliki keterampilan
berkomunikasi dengan baik dalam bidang bahasa. Tetapi dapat
menyesuaikan diri dan mengatasi hambatan tersebut dengan berbagai
upaya, Hal tersebut memenuhi faktor yang mempengaruhi efektivitas
komunikasi antarbudaya dalam hal keterampilan berkomunikasi.
Selain keterampilan komunikasi, para karyawan dan atasan Appsintune
Surakarta memiliki usaha yang banyak dalam mengatasi kesalahpahaman
seperti dengan mempelajari Bahasa Inggris lewat kamus, dan lain
sebagainya.
b. Budaya, Pola Pikir
18
Para karyawan dan atasan Appsintune Surakarta mampu untuk
meletakkan dan memfungsikan komunikasi dalam konteks kebudayaan
tertentu yang dibuktikan dengan usaha-usaha untuk memahami budaya
satu sama lain yang ditunjukkan atasan dan karyawan Appsintune
Surakarta. Selain itu, didapati bahwa para karyawan dan atasan
Appsintune Surakarta memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan tekanan antarbudaya yang ada yang dibuktikan penyesuaian gaya
kerja dari atasan berbudaya Singapura dan lain sebagainya. Sedang dari
atasan mampu untuk menyesuaikan dengan gaya kerja Indonesia dengan
memahami dari berbagai sisi terhadap karyawan Appsintune sebagai
bawahannya. Para karyawan dan atasan Appsintune juga dinilai mampu
untuk membangun relasi budaya satu dengan lainnya. Relasi-relasi
tersebut ditunjukkan dengan budaya keduanya yang sama-sama berjalan
harmonis karena saling menyesuaikan dalam pekerjaan mereka sehingga
komunikasi dapat terjalin dengan efektif dan membuat pekerjaan dapat
berjalan dengan baik.
Saran
Berikut ini merupakan saran-sara yang dapat peneliti temukan, adalah
sebagai berikut :
1. Hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan dapat semakin ditingkatkan
frekuensinya diantara semua pihak, sehingga kedua belah pihak dapat saling
memahami dan menyesuaikan satu sama lain lebih baik lagi.
2. Diharapkan respon aktif dari para karyawan untuk dapat terlibat komunikasi
langsung agar komunikasi yang terjalin mampu memangcing dan meningkatkan
kemampuan berbahasa dari para karyawan.
3. Diadakannya pelatihan Bahasa Inggris terhadap karyawan Appsintune dalam
rangka meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris yang lebih baik lagi.
4. Diharapkan penelitian setelah ini sebaiknya mengambil sudut pandang penelitian
yang berbeda, dikarenakan masih banyaknya sudut pandang lain yang dapat
19
diteliti dalam Appsintune Surakarta, sehingga memperkaya hasil penelitian dari
yang sudah ada sebelumnya.
Daftar Pustaka
Dood, c. H. (1991). Dynamics of intercultural communication : third edition. Usa: wm.c.
Brown publishers.
Liliweri, a. (2003). Dasar-dasar komunikasi antarbudaya. Yogyakarta: pustaka pelajar
offset.
Liliweri, alo. (2009). Makna budaya dalam komunikasi antarbudaya. Yogyakarta: lkis.
Mulyana, dedi. (2004). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: pt remaja rosdakarya.
Mulyana, d., & rahmat, j. (2005). Komunikasi antarbudaya (panduan berkomunikasi
dengan orang-orang berbeda budaya. Bandung: remaja rosdakarya.
Purwasito, andrik. (2003). Komunikasi multikultural. Muhammadiyah university press.
Rahardjo, turnomo. (2005). Menghargai perbedaan kultural: mindfulness dalam
komunikasi antaretnis. Yogyakarta: pustaka pelajar.
Ayu Riski, 8 September 2017, Ekonomi Kreatif Kondisi Startup Pada 2017 Akan
Menarik, http://www.jatengpos.com/2017/09/ekonomi-kreatif-kondisi-startup-
pada-2017-akan-menarik-850379 diakses pada 11 September 2017 pukul 17.00
WIB.
Lathiva, 8 Juni 2016, Cegah Startup Layu Sebelum Berkembang Bekraf Buat Berbagai
Program, https://www.bernas.id/16432-cegah-startup-layu-sebelum-berkembang-
bekraf-buat-berbagai-program.html diakses pada 8 Juni 2017 pukul 14.00 WIB.
20