Komunikasi Antarbudaya D0213062.docx · Web viewPara karyawan dan atasan Appsintune Surakarta mampu...

33
JURNAL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA PADA PERUSAHAAN APPSINTUNE (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarbudaya Karyawan dengan Atasan dan Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Antarbudaya di Appsintune Surakarta) Oleh : Mustika Purnamasari D0213062 Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik Program Studi Ilmu Komunikasi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

Transcript of Komunikasi Antarbudaya D0213062.docx · Web viewPara karyawan dan atasan Appsintune Surakarta mampu...

JURNAL

KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA PADA PERUSAHAAN APPSINTUNE

(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarbudaya Karyawan dengan

Atasan dan Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi

Antarbudaya di Appsintune Surakarta)

Oleh :

Mustika Purnamasari

D0213062

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai

Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik

Program Studi Ilmu Komunikasi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNTIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2017

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA PADA PERUSAHAAN APPSINTUNE

(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarbudaya Karyawan dengan

Atasan dan Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi

Antarbudaya di Appsintune Surakarta)

Mustika Purnamasari

Adolfo Eko Setyanto

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

This research aims to determine how intercultural communication in the process of communication that occurs as well and the factors that affect the effectiveness of intercultural communication between the boss with employees in Appsintune Surakarta. This research was conducted at Appsintune Surakarta with qualitative research with the content descriptive method. Data collection techniques that be used by the researchers is in-depth interviews. Samples are taken by purposive sampling method. As for data analyze, the researcher use interactive analyze models from Miles and Huberman which is collect the data, reduction, data presentation, and conclusion. The conclusion of this research is that intercultural communication in the adaptation process between superior and employees that occurred in Appsintune Surakarta occurred well in accordance with the theory of Gudykunst and Kim although the colored differences and cultural barriers in the beginning. However, intercultural communication that occurs in Appsintune is quite effective because both them are equally able to minimize misunderstandings and overcome the obstacles of intercultural communication that exist well.

Keywords: Intercultural Communication, Intercultural Communication Barriers,

Effectiveness of Intercultural Communication

1

Pendahuluan

Pertumbuhan kewirausahaan di Indonesia secara domestik maupun luar

negeri saat ini terkhusus dalam bidang startup digital bisa dikatakan mengalami

perkembangan pesat karena potensinya yang besar pula. Hal tersebut dibuktikan

dengan data yang diperoleh dari Center for Human Genetic Research (CHGR)

hingga 2016, bisnis startup di Indonesia sendiri termasuk ke dalam angka

tertinggi dalam lingkup kawasan regional dengan pencapaian angka sekitar 2000

startup yang ada (sumber : www.jatengpos.com, 23 April 2017). Sayangnya tak

banyak startup yang mampu bertahan lama, bahkan tidak sedikit pula yang layu

sebelum perusahaan startup tersebut dapat berkembang. Data yang diungkapkan

Forbes menuturkan bahwa 90 persen startup mengalami kegagalan dalam

bertahan di bidang yang digelutinya, dan hanya 3 persen saja perusahaan startup

yang berhasil bertahan dan bertumbuh dan eksis hingga saat ini (sumber :

www.bernas.id, 20 Mei 2017). Faktor utama dari kegagalan yang diraih oleh para

startup adalah tidak mampunya perusahaan startup dalam melihat dunia bisnis

dan berpartner, serta terhambatnya perusahaan startup dalam mengkomunikasikan

ide serta produk dari masing-masing perusahaan startup itu sendiri dengan cara

komunikasi yang baik disertai pengemasan yang sesuai dengan kebutuhan.

Appsintune adalah salah satu dari sebuah perusahaan startup yang dirintis di

Kota Solo, Jawa Tengah, Indonesia yang bergerak di bidang digital. Appsintune

bergerak di bidang digital, dimana perusahaan tersebut membuat aplikasi-

aplikasi, mengelola web dan lain sebagainya sesuai yang dibutuhkan klien

mereka. Perusahaan ini pada mulanya diawali oleh 7 anak muda yang memiliki

latar belakang sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain yang berbeda

semua. Kesamaan mereka hanyalah para bawahan yang seluruhnya berbudaya

Jawa. Sang atasan yang berkebangsaan Singapura dan berbudaya Singapura yang

notabene berbeda dengan budaya bawahannya yang adalah suku Jawa dan

berbudaya Jawa.

2

Dengan perbedaan tersebut, heterogenitas diantara atasan dengan para

bawahannya terbilang cukup banyak. Disamping perbedaan kewarganegaraan,

etnis, bahasa, budaya, adat, nilai-nilai, dan lain sebagainya tentu mempengaruhi

mereka dalam proses komunikasi dalam dunia kerja. Dengan adanya pimpinan

baru yang berasal dari negara asing, dan juga memberikan nuansa baru dalam

lingkungan Appsintune itu sendiri. Warna tersebut terwujud dalam proses yang

terjadi selama mereka beradaptasi dalam komunikasi dari tiap-tiap mereka,

dikarenakan hampir keenam orang tersebut tidak menguasai/ fasih berbahasa

Inggris dengan lancar, sedang sang atasan pun tidak bisa berbahasa Indonesia

ataupun bahasa Melayu dan hanya berbahasa Inggris. Akan tetapi, yang unik

adalah meskipun perusahaan startup ini memiliki kendala-kendala tersebut namun

perusahaan ini tetap maju dan berkembang selama hampir tiga tahun terakhir.

Berdasarkan data dari tahun 2015-2016, sebagai perusahaan yang baru start-up,

Appsintune telah merilis empat Aplikasi yang berskala nasional dan juga

internasional. Aplikasi-aplikasi ini sudah mulai digunakan oleh beberapa klien.

Beberapa perusahaan Singapura, beberapa Event Organizer yang ada di Indonesia.

Oleh karena itu, peneliti merasa perlu untuk melihat bagaimana komunikasi

antarbudaya yang terjadi dan efektivitas komunikasi antarbudaya antara atasan

dengan bawahan Appsintune Surakarta sehingga mampu untuk berkembang.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses komunikasi antarbudaya antara karyawan dan atasan

Appsintune sehingga bisa terjadi komunikasi yang efektif?

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas Komunikasi Antar

Budaya di Appsintune Surakarta?

Tinjauan Pustaka

1. Komunikasi Antarbudaya

a. Alo Liliweri mengungkapkan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses

pertukaran pesan yang disampaikan baik secara lisan, tertulis, bahkan secara

imajiner yang terjadi diantara dua orang atau lebih yang masing-masing

3

memiliki perbedaan latar belakang budaya (Liliweri, 2003:9). Selain itu,

Charley H. Dood juga mengemukakan pengertian komunikasi antarbudaya

sebagai sebuah proses komunikasi yang melibatkan komunikator dan

komunikan, baik secara pribadi, antarpribadi, ataupun dengan kelompok

dengan menekankan pada perbedaan latar belakang budaya yang

mempengaruhi perilaku komunikasi dari para pelaku komunikasi

(Dood,1991:7).

b. Proses Komunikasi Antarbudaya

Proses terjadinya komunikasi antarbudaya menurut Gudykunst dan Kim

Yun Young (dalam Mulyana, 2005: 157) menjelaskan terjadinya komunikasi

antarbudaya dari dua orang yang memiliki kultur budaya, faktor sosialbudaya,

psikobudaya, dan lingkungan yang berbeda masing-masing individunya.

Faktor budaya meliputi faktor-faktor yang menjelaskan kemiripan dan

perbedaan budaya.  Faktor sosiobudaya meliputi pengaruh yang menyangkut

proses penataan sosial.  Faktor psikobudaya meliputi mempengaruhi proses

penataan pribadi. Sedangkan faktor lingkungan meliputi bagaimana

lingkungan tertentu mempengaruhi persepsi kita akan lingkungan. Lingkaran

paling dalam, yang mengandung interaksi antara penyandian pesan paling

dalam, yang mengandung interaksi antara penyandian pesan dan penyandian

pesan balik pesan, dikelilingi tiga lingkaran lainnya yang merepresentasikan

pengaruh dari budaya, sosiobudaya, dan psikobudaya. Ketiga lingkaran

dengan garis putus-putus mencerminkan hubungan faktor-faktor yang tidak

dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi.

2. Konsep-Konsep Komunikasi Antar Budaya

Asumsi dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya

adalah sebagai berikut (Liliweri, 2003:16-22) :

a. Perbedaan persepsi antara Komunikator dengan Komunikan dalam

Komunikasi Antarbudaya. Perbedaannya, dalam komunikasi antarbudaya

perhatian difokuskan kepada pesan yang manghubungkan antara komunikator

dengan komunikan dari dua situasi budaya yang berbeda.

4

b. Komunikasi Antarbudaya mengandung isi dan relasi antarpribadi. Isi

(content) pesan dan makna pesan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan

yang akan membentuk relasi yang akan menghasilkan interpretasi dan

mempengaruhi bagaimana isi dan makna dari pesan yang disampaikan dapat

terinterpretasikan (Liliweri, 2003:17).

c. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi. Seperti misalnya,

beberapa orang memiliki gaya berkomunikasi dengan gaya dominasi, ada

juga yang gaya komunikasinya pasif, ada yang cakap untuk berkomunikasi

dengan orang lain (Liliweri, 2003:18).

d. Tujuan Komunikasi Antarbudaya : Mengurangi Ketidakpastian. Salah satu

tujuan diadakannya Komunikasi Antarbudaya adalah untuk mengurangi

tingkat ketidakpastian antara komunikator dengan komunikan.

e. Komunikasi berpusat pada kebudayaan. Komunikasi merupakan bentuk,

metode, teknik, proses sosial maka komunikasi adalah sarana untuk terjadinya

transmisi budaya, oleh karena inti kebudayaan itu sendiri adalah komunikasi.

f. Tujuan Komunikasi Antarbudaya dalah efektivitas antarbudaya. Efektivitas

komunikasi antarbudaya dapat tercapai bila bentuk hubungan dari budaya

yang berbeda menggambarkan upaya yang sadar untuk terus memperbaiki

hubungan komunnikator dengan komunikan yang mampu menciptakan

efektivitas dan mengurangi konflik.

3. Komunikasi Antarbudaya Dalam Bisnis

Komunikasi bisnis lintas budaya terjadi ketika para pelaku bisnis

melakukan bisnis dengan wilayah ataupun orang yang memiliki budaya yang

berbeda yang dibawa masing-masing pelaku. Dengan adanya hal ini, pelaku

bisnis dalam mencapai komunikasi bisnis lintas budaya yang efektif dituntut

untuk mempelajari tidak hanya bahasa asing secara lebih luas, akan tetapi

juga mempelajari dan memahami kebiasaan, masyarakat, dan juga budaya

dari orang lain yang memiliki perbedaan (Lewis dalam Mulyana, 2004:10).

Salah satu faktor yang menyebabkan komunikasi menjadi tidak efektif adalah

5

menggunakan bahasa yang berbeda. Setiap pelaku komunikasi menggunakan

bahasa dan ujaran (speech) dengan cara berbeda beda.

4. Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Antarbudaya

Liliweri merumuskan beberapa kriteria faktor yang memenuhi efektivitas

komunikasi antarbudaya sebagai berikut (Liliweri, 2003:256) :

a. Komunikasi antarbudaya disebut efektif jika orang-orang yang terlibat dalam

proses komunikasi antarbudaya mampu meletakkan dan memfungsikan

komunikasi dalam konteks kebudayaan tertentu.

b. Efektivitas komunikasi antarbudaya sangat bergantung pada sejauh mana pelaku

komunikasi antarbudaya mampu meminimalkan kesalahpahaman atas pesan yang

dipertukarkan oleh pelaku komunikasi antarbudaya.

c. Hammer menetapkan tiga tema sentral efektivitas komunikasi antarbudaya (dalam

Liliweri 2003:256) :

1) Keterampilan berkomunikasi

2) Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan tekanan antarbudaya

3) Kemampuan untuk membangun relasi-relasi antarbudaya

5. Hambatan Komunikasi Antarbudaya

Purwasito mengungkapkan bahwa ada dua macam hambatan komunikasi

antarbudaya, yaitu (Purwasito, 2003:252-252) :

a. Hambatan semantik / bahasa, hambatan ini adalah hambatan yang bisa menjadi

penghalang terbesar dalam proses komunikasi antarbudaya karena bahasa adalah

”kendaraan” utama dalam proses terjadinya komunikasi.

b. Perbedaan latar belakang budaya. Pada umumnya, perbedaan status ekonomi,

usia, jenis kelamin, ras, etnis, nilai, norma, kepercayaan, dan lain sebagainya

memungkinkan untuk munculnya prasangka rasial dan kesukuan yang dapat

terjadi dan bahkan tak terhindarkan.

Rahardjo mengungkapkan hambatan-hambatan terjadinya komunikasi

antarbudaya yang efektif antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktor penghambat

sebagai berikut (Rahardjo, 2005:55) :

6

a. Stereotipe

Pada dasarnya, stereotip cenderung memiliki sifat negatif dibandingkan positif.

Liliweri pun mengungkapkan bahwa definisi stereotip merupakan evaluasi atau

penilaian yang diberikan kepada orang lain secara negatif yang memiliki sifat

negatif dikarenakan orang tersebut berada pada kelompok/ budaya tertentu

(Liliweri, 2009:15).

b. Prasangka

Rahardjo menuturkan prasangka adalah penilaian terhadap orang lain sebelum

kenal dengan orang tersebut (Rahardjo, 2005:59). Prasangka merupakan

konsekuensi dari pandangan stereotip.

c. Etnosentrisme, yaitu kecenderungan menilai budaya sendiri sebagai budaya yang

lebih baik dan benar ketimbang budaya lainnya.

6. Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi Antarbudaya

Untuk dapat berkomunikasi antarbudaya secara efektif, haruslah memiliki

mindfulness dalam berkomunikasi. Jandt (dalam Rahardjo, 2005:72) menuturkan

bahwa untuk menjadi mindful dalam berkomunikasi antarbudaya, pelaku

komunikasi harus memiliki empat kecakapan yaitu :

a. Kekuatan Kepribadian. Kekuatan kepribadian yang mempengaruhi dalam proses

terjadinya komunikasi antarbudaya adalah self-concept, self-disclosure, self-

monitoring, dan social relaxation.

b. Kecakapan dalam Berkomunikasi. Kecakapan disini berkaitan dengan pesan,

keluwesan berperilaku, manajemen, dan kecakapan sosial dalam diri seseorang.

c. Penyesuaian Psikologis. Penyesuaian meripakan proses dalam membangun

perilaku guna mencapai keselarasan. Faktor yang mampu mempengaruhi

penyesuaian psikologis adalah seperti pengalaman, aktualisasi diri, dan lain

sebagainya.

d. Kesadaran Budaya. Kesadaran budaya merupakan kemampuan untuk mengakui

keberagaman budaya dan beragam perspektif dalam menginterpretasikan pesan

dalam suatu situasi komunikasi antarbudaya yang terjadi.

7

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan basis penelitian deskriptif kualitatif, dengan

pengambilan narasumber secara purposive sampling. Teknik pengambilan data

menggunakan wawancara mendalam (in-depth interview) dan studi pustaka.

Sedangkan untuk teknik analisis data sendiri dalam penelitian ini menggunakan

model analisis interaktif dari Miles dan Huberman, yang terdiri dari (1)

pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data, dan (4) penarikan

kesimpulan.

Sajian dan Analisis Data

A. Komunikasi Antarbudaya Sehingga Terjadi Komunikasi Antarbudaya yang

Efektif

Proses komunikasi antarbudaya terjadi dalam lingkup Appsintune sejak

perusahaan pertama kali berdiri, yaitu sejak 1 September 2015. Proses komunikasi

antarbudaya yang terjadi antara atasan sudah berlangsung selama 2 tahun sejak

September 2015. Awalnya, ketika para karyawan mengetahui pertama kali bahwa

mereka akan dipimpin oleh atasan secara langsung yang berasal dari negara lain,

hampir semuanya merasa excited dan tertantang. Karena dengan adanya hal baru

tersebut dapat memberikan pengalaman baru bagi para karyawan. Begitu pula

yang dirasakan oleh Kelvin selaku atasan Appsintune. Kelvin juga merasa sangat

excited untuk bertemu dengan tim dari Solo ini. Dia bahkan lebih menyukai tim

ini dibandingkan orang Indonesia lain pada umumnya. Selain perasaan senang dan

excited saja, tetapi juga ada yang merasa kaget dan takut karena mereka belum

pernah terlibat kerjasama dengan orang luar negeri secara langsung. Uniknya lagi,

sebelumnya memang hampir seluruh karyawan Appsintune mengungkapkan

bahwa mereka belum pernah memiliki pengalaman dalam berkomunikasi

antarbudaya dengan orang lain sebelumnya.

“Mmmmm kayaknya kalau untuk yang intens ya baru ini, ini

pertama kali. Kalau untuk yang lain yaa enggak, itungane nggak

8

pernah sih. Ini baru pertama kali.” (Daniel, transkrip 16 September

2017).

Akan tetapi bagi Kelvin lebih mudah bagi dirinya untuk menyesuaikan diri

dengan bawahan yang ada di Appsintune Surakarta.

“........So actually i have been working with many many different

rases, with just also include Indonesia, ....

.........(Jadi sebenarnya saya sudah pernah bekerja dengan banyak

orang yang berbeda ras, yang juga termasuk Indonesia...)”

(Kelvin, transkrip 2 Oktober 2017).

Proses penyesuaian diri dari setiap orang pun memiliki perbedaan dalam

beradaptasi di lingkungan kerja Appsintune. Waktu yang dibutuhkan berbeda tiap

anggotanya dalam beradaptasi satu sama lain. Selain itu, tidak hanya bahasa saja

yang para karyawan dan atasan Appsintune harus saling menyesuaikan. Selain

bahasa, para karyawan Appsintune Surakarta juga mengalami adaptasi

komunikasi antarbudaya dalam hal lainnya.

“Selain bahasa, ya standart kerja dan phase kerja. Kalo orang

Singapura phase kerjanya emang lebih tinggi,mlebih cepet, lebih

berkualitas, lebih detail, mereka lebih perhatian dengan itu. Ya

harus menyesuaikan, karena dulu kan ekspektasi kita standartnya

cuma nggak sampai sebegitu tinggi jadine yo kita harus kejar. Dan

kecepatan kerja yo harus lebih cepet.” (Oscar, transkrip 14

September 2017).

Setiap karyawan dan juga atasan memiliki caranya sendiri-sendiri untuk

memposisikan diri dalam menyesuaikan perbedaan tersebut. Seperti Yesaya

memposisikan diri dengan cara lebih memahami budaya atasan sehinnga lebih

netral dan bisa menyesuaikan diri dengan atasannya yang berbudaya Singapura.

Tejo mengungkapkan dirinya memposisikan diri dengan atasan adalah dengan

cara saling mengerti budaya satu sama lainnya. Jadi ketika terjadi perbedaan atau

9

gesekan bisa mencoba mengerti budaya atasan dan juga sebaliknya. Dengan

adanya perbedaan budaya tersebut, tentunya diperlukan sikap terbuka untuk dapat

saling menerima perbedaan budaya masing-masing. Dalam Appsintune Surakarta,

tentunya para karyawan memiliki keterbukaan dengan atasan yang memiliki

budaya yang berbeda. Hal itu ditunjukkan dengan berbagai macam cara dari tiap-

tiap karyawannya. Selain bahasa yang mengalami penyesuaian juga hal yang lain-

lain pun ikut terjadi saling penyesuaian, seperti cara kerja yang dituntut lebih

disiplin dan tidak boleh molor-molor, dan lain sebagainya.

Hambatan Komunikasi Antarbudaya

Hambatan terbesar di Appsintune selama proses beradaptasi hampir

semuanya mengalami hambatan di “bahasa”. Karena perbedaan bahasa yang

dipergunakan antara atasan dan bawahan, dimana atasan menggunakan Bahasa

Inggris yang tidak memahami Bahasa Melayu maupun Indonesia, sedangkan

bawahan menggunakan Bahasa Indonesia yang sebagian besar karyawannya tidak

memiliki penguasaan Bahasa Inggris dengan baik, menjadi salah satu penghambat

komunikasi antarbudaya dan juga menjadi salah satu faktor dalam penyesuaian

keduannya. Sedikit berbeda bagi Yesaya dan Kelvin yang tidak memiliki

hambatan komunikasi yang berarti. Bagi dia, masalah tersebut bukanlah suatu

hambatan, melainkan hanya membutuhkan waktu yang lebih lama saja untuk

memahaminya. Awalnya, Dengan adanya perbedaan bahasa membuat para

karyawan dan atasan kesulitan dalam berkomunikasi sehingga membuat proses

komunikasi berjalan tidak selalu lancar. Dengan adanya hambatan bahasa

tersebut, tentu memberikan dampak pula terhadap aspek lainnya. Seperti

ketidakjelasan akan pekerjaan yang diharapkan sesuai oleh atasan, sehingga

arahan kepada bawahan menjadi tidak jelas.

Dapat diketahui bahwa para bawahan dapat meminimalisir kendala Bahasa

Inggris yang tidak mereka kuasai dengan berbagai macam cara. Hampir rata-rata

memakai google translate untuk mencari kata-kata yang tepat dalam

berkomunikasi dengan atasan, ada juga yang memilih bertanya kepada orang lain

10

tentang bagaimana pengucapan dalam Bahasa Inggris yang tepat ketika bersama

dengan orang lain.

Selain penguasaan vocabulary, bahasa sindiran, ataupun kata-kata yang

biasanya dipakai bermakna kiasan, yang tidak atau belum diketahui dan dipahami

oleh budaya lainnya juga sering membuat terjadinya salah persepsi dalam

pemaknaan pesan yang disampaikan baik dari dan oleh atasan maupun bawahan.

Selain bahasa, cara bicara karyawan yang berbudaya Jawa cara bicaranya berbeda

dengan budaya atasan Singapura juga menjadi salah satu kendala dalam

berkomunikasi antarbudaya. Akan tetapi berbeda menurut Yesaya (27). Yesaya

mengungkapkan, kendala komunikasi antarbudaya dengan atasan menurut dia

adalah terletak di aksen bahasa dari atasan itu sendiri.

Hambatan-hambatan yang terjadi tersebut tentunya dilatarbelakangi oleh

suatu alasan tertentu yang membuat hambatan komunikasi antarbudaya dapat

terjadi di lingkungan Appsintune Surakarta. Seperti yang diungkapkan oleh

Mawar dan Tejo dan lainnya, dimana mereka sepakat bahwa hambatan tersebut

karena bahasa Inggris mereka yang kurang fasih. Seluruh karyawan menjawab

dengan hal serupa, yaitu mengatasi perbedaan yang timbul akibat perbedaan

tersebut dengan memfilter budaya yang sesuai untuk diadaptasi oleh masing-

masing budaya.

Perasaan cemas sempat dirasakan oleh para karyawan dari Appsintune

Surakarta saat berinteraksi, akan tetapi hal tersebut hanya terjadi di fase awal

karena para karyawan belum terbiasa dengan perbedaan-perbedaan yang ada.

Berbeda dengan atasan, dimana sang atasan tidak merasakan ada perasaan takut

ataupun cemas saat berinteraksi dengan bawahannya di Appsintune mengingat

pengalamannya dalam berinteraksi membuat Kelvin tidak kesulitan dalam hal

tersebut.

Hampir semua karyawan merasakan tingkat kesalahpahaman yang tinggi

dengan atasan dari Singapura di waktu awal-awal mereka mulai bekerja. Jika dulu

kesalahahpahaman terjadi sekitar 89-90 persen saat awal-awal bekerja, setelah dua

11

tahun berjalan ini baik karyawan maupun atasan bisa menyesuaikan dan

mengurangi kesalahpahaman dalam berkomunikasi antarbudaya hingga menjadi

20-30 persen saja. Berbagai usahapun dilakukan untuk menanggulangi

kesalahpahaman yang terjadi antara atasan dengan bawahan. ada yang

menggunakan gambar, bahasa tubuh, dan berbagai macam cara lainnya.

“Karena kita ndek bidang IT, satu-satune cara untuk meminimalisir

kesalahpahaman ya pake gambar. Jadi pengen seperti ini ini ini

nanti itu dijelaske dulu pake gambar, nanti jadine seperti ini, pake

gambar biasa, pakai paint atau Power Point, trus nanti dijelaskan.”

(Oscar, transkrip 14 September 2017).

Di Apsintune Surakarta, sudah biasa untuk membisasakan diri menghargai

budaya satu dengan lainnya sehingga tidak muncul hambatan serupa. Perasaan

minder muncul ketika di awal-awal merasa tidak memahami bahasa dari atasan.

Namun seiring berjalannya waktu para karyawan mengungkapkan perasaan

minder itu lama-kelamaan hilang dengan sendirinya. Secara garis besar faktor-

faktor seperti umur, status pekerjaan dan lainnya tidak mempengaruhi bagaimana

mereka berkomunikasi satu dengan lainnya. Para karyawan dan atasan di

Appsintune sendiri memiliki cara-cara tersendiri untuk mengatasi hambatan-

hambatan yang terjadi di Appsintune Surakarta seperti memperbanyak intens

komunikasi dan lain sebagainya. Berbagai usaha pun dilakukan oleh karyawan

untuk menanggulangi hambatan yang terjadi saat proses komunikasi antarbudaya

berlangsung seperti mempelajari Bahasa Inggris, mempelajari budaya satu sama

lain agar tidak terjadi kesalahpahaman.

B. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Antarbudaya

Selama beroperasinya Appsintune sejak September 2015 hingga sekarang

dapat dilihat bahwa terjadi banyak proses penyesuaian dari kedua belah pihak.

Faktor-faktor dari komunikasi antarbudaya yang terjadi di Appsintune pun mau

tidak mau akan memberi pengaruh terhadap perkembangan Appsintune.

12

“Ada pengaruhnya. Karena dari sisi speed, dari sisi deadline ne, phase kerja, etos

kerjane beda, yo kadang jadi molor. Kalau molor kan kesempatan otomatis dah

ilang dulu. Kesempatane seharusnya kalau sudah selesai hari ini bisa melakukan

yang lain ini ini ini, tapi karena molor yang lainnya yang harusnya bisa dilakukan

akhirnya kepotong.” (Oscar, transkrip 14 September 2017).

Menurut para karyawan dan atasan bahwa Komunikasi Antarbudaya

sudah berjalan dengan efektif hingga saat ini. Walaupun diwarnai dengan berbagai

hambatan di awal penyesuaian, akan tetapi seiring berjalannya waktu para

karyawan dan atasan bisa semakin menyesuaikan. Sesuai yang dikatakan oleh

para bawahan, sang atasan pun juga mengungkapkan hal yang sama. Kelvin

mengungkapkan komunikasi yang terjadi di Appsintune menurutnya sudah efektif

di masa sekarang ini.

Berbicara mengenai efektivitas Komunikasi Antarbudaya, didapati

bahwa rata-rata para karyawan belum memiliki keterampilan berkomunikasi

dalam segi bahasa, karena kurangnya penguasaan dan pengetahuan Bahasa

Inggris. Akan tetapi dalam memahami budaya atasan para karyawan memiliki

keterampilan untuk memahami budaya dalam berkomunikasi sehingga bisa

menyesuaikan. Selain keterampilan dalam berkomunikasi, orang-orang yang

terlibat dalam Komunikasi Antarbudaya didalamnya dikatakan efektif apabila

mampu untuk meletakkan dan memfungsikan komunikasi dalam konteks

kebudayaan tertentu. Berdasar data yang didapat oleh peneliti adalah seluruh

atasan dan karyawan mampu untuk meletakkan dan memfungsikan komunikasi

dalam konteks kebudayaan tertentu, dalam hal ini adalah budaya Jawa dan budaya

Singapura. Seluruh karyawan mampu untuk menyesuaikan diri dengan tekanan

yang ada. Begitupun juga dengan atasan yang mampu untuk menyesuaikan diri

dengan budaya bawahan yang berbeda dari budayanya.

13

Analisis Data

A. Komunikasi Antarbudaya Sehingga Terjadi Komunikasi Antarbudaya

Yang Efektif

Dapat dibuktikan bahwa komunikasi antarbudaya dalam proses adaptasi

yang terjadi dalam lingkup Appsintune Surakarta sesuai dengan teori

komunikasi antarbudaya dari model komunikasi Gudykunst dan Kim Yun

Young, dimana dalam proses komunikasi yang dikemukakan meliputi

kemiripan dan juga perbedaan dari masing-masing budaya yang berbeda,

yang mempengaruhi nilai, norma, dan juga aturan sehingga mempengaruhi

perilaku komunikasi berdasarkan faktor-faktor tersebut (Mulyana, 2005:158).

Dalam Appsintune Surakarta sendiri memiliki dua budaya yang berbeda, dari

sudut kultur budaya, faktor sosiobudaya, psikobudaya, dan lingkungan yang

berbeda dari Jawa dan Singapura.

Dari segi faktor budaya, mereka memiliki perbedaan yaitu sang atasan

hanya bisa berbicara dengan bahasa Inggris serta tidak memahami bahasa

Melayu dan juga bahasa Indonesia, dan para bawahan karyawan dari

Appsintune Surakarta hampir semuanya hanya mengerti bahasa Indonesia dan

tidak fasih berbahasa Inggris. Sedangkan perbedaan budaya yang terdapat

dari atasan dan bawahan dari Appsintune Surakarta yang dapat diidentifikasi

adalah budaya kerja / cara kerja.

Dalam Appsintune Surakarta, penataan sosial yang terjadi cukup baik

antara atasan dengan bawahan selama beradaptasi hingga saat ini. Walaupun

diawal proses penyesuaian para bawahan menyadari kekurangan mereka

dalam beradaptasi, merasa minder, takut, dan berbagai macam perasaan

lainnya akan tetapi para karyawan mampu untuk menyesuaikan diri dan

mengatasi hambatan-hambatan berkomunikasi dengan atasan, sehingga

perasaan minder dapat hilang dengan sendirinya. Ekspektasi diri pun

ditunjukkan dari kesan pertama mereka yang berbagai macam, ada yang

sangat excited saat bekerjasama dengan orang yang berbeda budaya, ada yang

14

merasa takut dan ragu, dan lain sebagainya. Akan tetapi, dengan keterbukaan

yang dimiliki oleh para bawahan dan juga atasan semuanya bisa diatasi

dengan terjalinnya komunikasi yang baik hingga sekarang. Dari faktor

psikobudaya, menunjukkan para karyawan dan atasan menganggap bahwa

dalam menghadapi perbedaan-perbedaan budaya tersebut sebagai suatu

tantangan untuk dapat saling menyesuaikan. Tidak didapati adanya stereotipe

antara kedua belah pihak, Tentunya hal ini memenuhi yang diungkapkan

Lewis dalam Mulyana (Mulyana, 2004:10) bahwa untuk mencapai

komunikasi lintas budaya yang efektif tidak hanya dituntut untuk mempelajari

bahasa asing secara lebih luas, melainkan juga mempelajari dan memahami

kebiasaan, masyarakat, dan budaya dari orang lain yang memiliki perbedaan.

Dari faktor lingkungan, hal itu ditunjukkan dari budaya Singapura dan

budaya Jawa, dimana jika melakukan transaksi di Singapura hanya memakai

kartu kredit dan paypal dan di Jawa hanya menggunakan transfer dan tunai.

Perbedaan tersebut sempat menjadi kendala karena sang atasan tidak

mengetahui dan memahami lingkungan dan kebiasaan di Indonesia.

Sehingga, para karyawan pun harus melakukan komunikasi secara berulang-

ulang untuk memberikan pemahaman kepada atasan mengenai perbedaan

tersebut. Proses komunikasi antarbudaya dalam proses adaptasi di Appsintune

tersebut tidak terjadi proses asimilasi dimana asimilasi merupakan

terbentuknya budaya baru dari dua budaya atau lebih yang ada.

Hambatan Komunikasi Antarbudaya

Hambatan komunikasi antarbudaya yang terjadi di Appsintune Surakarta

ada berbagai macam :

1. Bahasa. Bahasa menjadi hambatan terbesar dalam komunikasi antarbudaya

yang terjadi di Appsintune Surakarta dikarenakan perbedaan bahasa yang

bawahan dan atasan gunakan dalam pembicaraan sehari-hari.

2. Aksen bicara, konteks bahasa. Cara bicara/ aksen bahasa orang Jawa dengan

bahasa Indonesia dan aksen Jawa tentu berbeda dengan cara bicara/ aksen dari

15

orang Singapura yang berbahasa Inggris dengan aksen khas Singapura.

Sedangkan konteks bahasa yang menjadi hambatan komunikasi antarbudaya

adalah konteks bahasa seperti misalnya mengenai bahasa sindiran, makna

kiasan, cara bercanda yang berbeda antara budaya Jawa dan budaya Singapura.

3. Budaya. Perbedaan-perbedaan tersebut terkadang menimbulkan hambatan

dalam Appsintune Surakarta, seperti kebiasaan berbicara para bawahan yang

berbudaya Jawa yang halus dan suka berbasa-basi, dan kebiasaan berbicara

atasan yang berbudaya Singapura yang tidak suka jika berbicara basa-basi.

4. Pola Pikir. Perbedaan pola pikir yang terjadi di Appsintune nampak ketika

atasan dan bawahan sedang melakukan diskusi brainstorming, dan berbagai

kegiatan lainnya.

Hambatan-hambatan yang terjadi di Appsintune Surakarta sesuai dengan

yang dikemukakan oleh Purwasito mengenai hambatan komunikasi antarbudaya

yaitu hambatan semantik/ bahasa serta perbedaan latar belakang budaya

(Purwasito, 2003:252). Akan tetapi, dapat diketahui bahwa hambatan-hambatan

komunikasi yang terjadi di Appsintune Surakarta dapat diatasi dengan berbagai

upaya yang dilakukan oleh atasan dan juga para bawahan dari Appsintune

Surakarta. Sehingga hal tersebutlah yang membuat hambatan dapat diatasi dengan

baik di Appsintune Surakarta.

B. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Antarbudaya

Faktor yang memenuhi efektivitas komunikasi antarbudaya sebagai

berikut (Liliweri, 2003:256) :

1. Bahasa, aksen bicara, konteks bahasa

Pada dasarnya para karyawan sebagian besar belum memiliki

keterampilan berkomunikasi dengan baik dalam bidang bahasa tetapi

dapat menyesuaikan diri dan mengatasi hambatan tersebut dengan

berbagai upaya, seperti membaca kamus online, menggunakan google

translate, bertanya dan lain sebagainya. Hal tersebut memenuhi faktor

16

yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbudaya dalam hal

keterampilan berkomunikasi.

Selain keterampilan komunikasi, hal ini juga memenuhi dari faktor

yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbudaya yang

dikemukakan oleh Liliweri dalam hal Mampu meminimalkan

kesalahpahaman atas pesan yang dipertukarkan oleh pelaku komunikasi

antarbudaya. Karyawan dan atasan Appsintune Surakarta memiliki usaha

yang banyak dalam mengatasi kesalahpahaman dalam berkomunikasi

satu sama seperti dengan mempelajari Bahasa Inggris lewat kamus,

bertanya kepada orang lain yang lebih memahami Bahasa Inggris, dan

lain sebagainya.

2. Budaya, Pola Pikir

Para karyawan dan atasan Appsintune Surakarta dalam proses

komunikasi antarbudaya mampu untuk meletakkan dan memfungsikan

komunikasi dalam konteks kebudayaan tertentu. Hal tersebut

dibuktikan dengan usaha-usaha untuk memahami budaya satu sama lain

yang ditunjukkan atasan dan karyawan Appsintune Surakarta.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi

antarbudaya lainnya dalam hal budaya adalah Kemampuan untuk

menyesuaikan diri dengan tekanan antarbudaya yang ada. Para

karyawan mampu untuk menyesuaikan diri dengan tekanan budaya

Singapura yang berbeda, dan atasan mampu untuk menyesuaikan tekanan

budaya yang ada di Indonesia, terutama budaya Jawa seperti usaha keras

untuk menyesuaikan gaya kerja dari atasan berbudaya Singapura yang

sangat detail, tidak bisa molor dan malas-malasan, sangat tepat waktu, dan

lain sebagainya. Sedang dari atasan mampu untuk menyesuaikan dengan

gaya kerja Indonesia dalam membuat ekspektasi kerja dengan memahami

dari berbagai sisi terhadap karyawan Appsintune sebagai bawahannya.

Para karyawan dan atasan Appsintune dinilai mampu untuk

membangun relasi budaya satu dengan lainnya. Relasi-relasi tersebut

ditunjukkan dengan budaya keduanya yang sama-sama berjalan harmonis

17

karena saling menyesuaikan dalam pekerjaan mereka sehingga komunikasi

dapat terjalin dengan efektif dan membuat pekerjaan dapat berjalan dengan

baik.

Kesimpulan

1. Proses dalam komunikasi antarbudaya antara karyawan dan atasan

Appsintune sehingga bisa terjadi komunikasi yang efektif

Terjadi komunikasi antarbudaya yang baik di Appsintune Surakarta

sehingga terjadi komunikasi antarabudaya yang efektif antara atasan dengan

bawahan. Komunikasi antarbudaya dalam yang terjadi di Perusahaan

Appsintune Surakarta sesuai dengan teori model komunikasi antarbudaya dari

Gudykunst.

Hambatan Komunikasi Antarbudaya

Hambatan komunikasi antarbudaya terjadi dalam hal bahasa, aksen

bicara, konteks bahasa, budaya, dan pola pikir. Akan tetapi hal tersebut dapat

diatasi dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh atasan dan juga para

bawahan dari Appsintune Surakarta sehingga membuat proses komunikasi

antarbudaya menjadi lebih efektif.

2. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Antarbudaya

a. Bahasa, aksen bicara, konteks bahasa

Sebagian besar karyawan belum memiliki keterampilan

berkomunikasi dengan baik dalam bidang bahasa. Tetapi dapat

menyesuaikan diri dan mengatasi hambatan tersebut dengan berbagai

upaya, Hal tersebut memenuhi faktor yang mempengaruhi efektivitas

komunikasi antarbudaya dalam hal keterampilan berkomunikasi.

Selain keterampilan komunikasi, para karyawan dan atasan Appsintune

Surakarta memiliki usaha yang banyak dalam mengatasi kesalahpahaman

seperti dengan mempelajari Bahasa Inggris lewat kamus, dan lain

sebagainya.

b. Budaya, Pola Pikir

18

Para karyawan dan atasan Appsintune Surakarta mampu untuk

meletakkan dan memfungsikan komunikasi dalam konteks kebudayaan

tertentu yang dibuktikan dengan usaha-usaha untuk memahami budaya

satu sama lain yang ditunjukkan atasan dan karyawan Appsintune

Surakarta. Selain itu, didapati bahwa para karyawan dan atasan

Appsintune Surakarta memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri

dengan tekanan antarbudaya yang ada yang dibuktikan penyesuaian gaya

kerja dari atasan berbudaya Singapura dan lain sebagainya. Sedang dari

atasan mampu untuk menyesuaikan dengan gaya kerja Indonesia dengan

memahami dari berbagai sisi terhadap karyawan Appsintune sebagai

bawahannya. Para karyawan dan atasan Appsintune juga dinilai mampu

untuk membangun relasi budaya satu dengan lainnya. Relasi-relasi

tersebut ditunjukkan dengan budaya keduanya yang sama-sama berjalan

harmonis karena saling menyesuaikan dalam pekerjaan mereka sehingga

komunikasi dapat terjalin dengan efektif dan membuat pekerjaan dapat

berjalan dengan baik.

Saran

Berikut ini merupakan saran-sara yang dapat peneliti temukan, adalah

sebagai berikut :

1. Hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan dapat semakin ditingkatkan

frekuensinya diantara semua pihak, sehingga kedua belah pihak dapat saling

memahami dan menyesuaikan satu sama lain lebih baik lagi.

2. Diharapkan respon aktif dari para karyawan untuk dapat terlibat komunikasi

langsung agar komunikasi yang terjalin mampu memangcing dan meningkatkan

kemampuan berbahasa dari para karyawan.

3. Diadakannya pelatihan Bahasa Inggris terhadap karyawan Appsintune dalam

rangka meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris yang lebih baik lagi.

4. Diharapkan penelitian setelah ini sebaiknya mengambil sudut pandang penelitian

yang berbeda, dikarenakan masih banyaknya sudut pandang lain yang dapat

19

diteliti dalam Appsintune Surakarta, sehingga memperkaya hasil penelitian dari

yang sudah ada sebelumnya.

Daftar Pustaka

Dood, c. H. (1991). Dynamics of intercultural communication : third edition. Usa: wm.c.

Brown publishers.

Liliweri, a. (2003). Dasar-dasar komunikasi antarbudaya. Yogyakarta: pustaka pelajar

offset.

Liliweri, alo. (2009). Makna budaya dalam komunikasi antarbudaya. Yogyakarta: lkis.

Mulyana, dedi. (2004). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: pt remaja rosdakarya.

Mulyana, d., & rahmat, j. (2005). Komunikasi antarbudaya (panduan berkomunikasi

dengan orang-orang berbeda budaya. Bandung: remaja rosdakarya.

Purwasito, andrik. (2003). Komunikasi multikultural. Muhammadiyah university press.

Rahardjo, turnomo. (2005). Menghargai perbedaan kultural: mindfulness dalam

komunikasi antaretnis. Yogyakarta: pustaka pelajar.

Ayu Riski, 8 September 2017, Ekonomi Kreatif Kondisi Startup Pada 2017 Akan

Menarik, http://www.jatengpos.com/2017/09/ekonomi-kreatif-kondisi-startup-

pada-2017-akan-menarik-850379 diakses pada 11 September 2017 pukul 17.00

WIB.

Lathiva, 8 Juni 2016, Cegah Startup Layu Sebelum Berkembang Bekraf Buat Berbagai

Program, https://www.bernas.id/16432-cegah-startup-layu-sebelum-berkembang-

bekraf-buat-berbagai-program.html diakses pada 8 Juni 2017 pukul 14.00 WIB.

20