KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PENGAJAR DAN SANTRI...
Transcript of KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PENGAJAR DAN SANTRI...
KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PENGAJAR DAN SANTRI TUNANETRA
DALAM MEMOTIVASI MENGHAFAL AL-QUR’AN DI YAYASAN
RAUDLATUL MAKFUFIN SERPONG TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam
(S.Kom.I)
Oleh
Fathiyatur Rizkiyah
NIM: 1111051000099
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/ 1436 H
KOMI]IIKASI AhTTARPBIBADI PENGAJAR DAI\I SANTRI
TUNAITETRA DALAM MEMOTIVASI MENGHAFAL AL'QUR'AN DI
YAYASAI\I RA{,]DLATUL MAKFUHN SERPONG TAI\TGERANG
SELATAI\I
SkriPsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi unhrk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana KOmunikasi Islam
(S.Kom.I)
Oleh:
Fathivatur Rizkivah
ItiIM: 1111051000099
JT]RUS$i KOMT]I\ilKASI DAI\I PENTYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAII DAN ILMU KOMUMKASI
TJNWERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATTJLLAII
JAKARTA
201s IW 1436 H
Pembimbing:
r[P. 195503091994031001
PENGESAIIAN PAI\IITIA UJIAN
Skripsi berjudul "KOMUNIKASI AITTARPRIBADI PENGAJAR
DAII SAI\ITRI TT]NAI\ETRA DALAM MEMOTTVASI MENGHAFAL AL-
QT'R'AI\[ DI YAYASAI\I RAUDLATUL MAKFUFIN SERPONG
TAI\IGERANG SELATAI\'' telah diujikan dalam sidang munaqasyatr Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 12 Oktober 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) padaprograrn studi
Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta" 12 Oktober 2015
Sidang Munaqasyah
198306102009122001
Anggota
Drs. Jumroni. M.SiNIP. 19630515199203 1006
9601202199503100r
Penguji I Penguji II
NrP. 1971081
195503091994031001
i
ABSTRAK
Fathiyatur Rizkiyah
1111051000099
Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri Tunanetra dalam
Memotivasi Menghafal Al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong
Tangerang Selatan
Yayasan Raudlatul Makfufin adalah yayasan yang mewadahi santri
tunanetra untuk menghafal al-Qur’an. Ketertarikan santri tunanetra dalam
menghafal al-Qur'an patut mendapatkan apresiasi dan bimbingan untuk lebih
meningkatkan motivasi mereka dalam menghafal al-Qur’an. Dalam hal tersebut,
komunikasi antarpribadi seorang pengajar kepada santri tunanetra merupakan
faktor penting yang mendukung motivasi santri tunanetra dalam menghafal al-
Qur'an.
Bagaimana bentuk komunikasi antarpribadi yang diberikan pengajar kepada
santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an?, Bagaimana upaya yang
dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-
Qur’an?, Apa faktor pendukung dan penghambat komunikasi antarpribadi
pengajar kepada dalam memotivasi menghafal al-Qur’an?.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori disonansi kognitif
Leon Festinger, yang merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka
menemukan bahwa diri mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat
lain yang mereka pegang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif,
yakni dengan melakukan observasi langsung, melakukan wawancara dan mencari
sumber data pendukung seperti dokumentasi.
Penelitian ini menemukan bahwa bentuk komunikasi antarpribadi sebagai
upaya memotivasi menghafal al-Qur’an dengan beberapa cara seperti memberikan
nasehat, nasehat tersebut dimaksudkan agar para santri tunanetra lebih semangat
dalam menghafal al-Qur’an. Kemudian memberikan soal ayat, upaya ini
dimaksudkan agar santri tunanetra mempersiapkan hafalannya dan pengajar dapat
mengetahui sejauh mana kemampuannya dalam menghafala-Qur’an dan yang
terakhir memberikan bimbingan secara pribadi, hal ini bertujuan untuk
memberikan perhatian lebih kepada santri tunanetra yang memiliki masalah dalam
menghafal al-Qur’an. Santri tunanetra menemukan motivasi untuk menghafal
melalui proses disonansi kognitif yang membuat santri memutuskan untuk
menghafal al-Qur’an, karena dalam membangun motivasi, faktor internal diri
santri juga ikut berpengaruh pada motivasi sama halnya dengan motivasi yang
diberikan oleh pengajar. Faktor pendukungnya ialah motivasi pengajar serta
sharing antara pengajar dengan santri. Dan faktor penghambatnya adalah
kejenuhan santri tunanetra, kurang memprioritaskan setoran hafalan al-Qur’an,
sulit dalam menghafal al-Qur’an, hambatan dari lingkungan dan belum bisa
membaca al-Qur’an braille.
ii
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, taufiq,
kemudahan serta kelancaran dalam proses pelaksanaan skripsi ini hingga selesai.
Salawat teriring salam semoga tercurahkan kepada suritauladan kita yakni kekasih
Allah baginda Nabi Muhammad saw, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta
kita selaku umatnya hingga akhir zaman.
Skripsi dengan judul “Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri
Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin
Serpong Tangerang Selatan” ini disusun guna untuk memenuhi sebagian
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) di
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga skripsi ini
menjadi bentuk pembelajaran.
Perasaan bahagia bercampur haru menyatu tatkala skripsi ini bisa
terselesaikan. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari
sempurna maupun dalam hal bentuk dan isinya. Namun berkat bantuan banyak
pihak yang telah memberikan dukungan, baik berupa moril maupun materil.
Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya dan penghargaan setulusnya kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi beserta Suparto, M Ed. Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang
Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang
iii
Administrasi, dan Dr. Suhaimi, M.Si selaku Dekan III Bidang
Kemahasiswaan.
2. Drs. Masran, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, dan
Fita Faturokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam.
3. Drs. S Hamdani, MA selaku dosen pembimbing yang dengan penuh
kesabaran membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sangat
berkonstribusi dalam memberikan ilmu serta pengetahuan kepada penulis
selama menjalani studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Perpustakaan Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
6. Orangtua penulis, yaitu ayahanda H. Agus Tomi dan ibunda Hj. Robiyah,
S.Pd.I yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan sehingga penulis
bisa menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada adik tersayang Yenny Sania Rahmah, Aqilah Ramdhani, Akmal
Abdul Rasyid yang banyak membantu serta menghibur penulis.
8. Yayasan Raudlatul Makfufin, dan ketua Ade Ismail, S.Pd, beserta pengurus,
pengajar, dan santri yang bersedia melakukan wawancara bersama penulis
serta yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis hingga sekarang
ini.
iv
9. Himpunan Qori dan Qori’ah Mahasiswa (HIQMA) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang memberikan banyak peluang kepada penulis untuk terus
menambah pengalaman dan berprestasi.
10. Teman-teman seperjuangan, khususnya KPI C 2011 yang saling membantu
dan memberi dukungan agar bisa suksesbersama. Teruntuk kepada Habibatul
Humairoh, Anetty Herawati, Lolo Monica Safitri, Nidya Mustika Army,
Nurlaela, terimakasih atas semangat serta do’a dan kenangan indah bersama
kalian.
11. Teman-teman divisi Syarhil Qur’an HIQMA, ka Handieni Fajrianty yang
selalu kasih semangat dan dukungan kepada penulis.
12. Wiwin Windiastuti dan Ade Julia Safitri yang selalu setia menemani serta
memotivasi penulis agar cepat terselesaikan.
13. Ahmad Khizazi, yang telah memberikan motivasi, dukungan, do’a serta
bantuan lainnya agar dapat terselesaikan tepat waktu.
14. Teman-teman KKN TSABIT 2014 semoga semakin kompak.
15. Terakhir, kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu namanya namun turut memotivasi, membantu, dan mendoakan penulis
dalam penyusunan skripsi ini. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis
mengucapkan terimakasih semoga Allah memberikan balasan yang terbaik.
Jakarta, 9 Oktober 2015
Fathiyatur Rizkiyah
v
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………….……………………………………………..….. i
KATA PENGANTAR ……………….……………………………………...…. ii
DAFTAR ISI ……………….…………………………………..……….….…... v
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………..………...1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ………………………..……... 8
C. Tujuan Penelitian …………………………………………….. 9
D. Manfaat Penelitian ………………………………………...... 10
E. Metodologi Penelitian …..……………………………........... 10
1. Paradigma penelitian …………………………..……...…. 10
2. Pendekatan penelitian ……………..……………………... 11
3. Metode penelitian ………………..……………………..... 12
4. Teknik pengumpulan data ………………..…………...…. 12
5. Teknik analisis data ……………..………………….......... 14
6. Waktu dan tempat wawancara ……………….……….….. 14
7. Subjek dan objek penelitian …………….………….……. 14
8. Teknik penulisan ……………………………….....……... 15
F. Tinjauan Pustaka …………………………………….……….15
G. Sistematika Penulisan ……………………………...…...…... 17
BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP
A. Teori Disonansi Kognitif Leon Festinger……..……………. 19
B. Komunikasi …………………………………….………….... 21
1. Pengertian Komunikasi ………………………………..… 21
2. Karakteristik Komunikasi ……………………..………… 22
3. Unsur-unsur Komunikasi ……………………..…...…….. 23
4. Bentuk-bentuk Komunikasi …………………..………… 24
5. Faktor Hambatan Komunikasi ……………………….….. 26
vi
C. Komunikasi Antarpribadi ………………………………….... 27
1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi …………….……….27
2. Jenis-jenis Komunikasi Antarpribadi …………….…….... 28
3. Fungsi Komunikasi Antarpribadi ………………….…….. 29
4. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi ………….…….... 30
D. Motivasi .................................................................................. 30
1. Pengertian Motivasi ............................................................ 30
2. Fungsi Motivasi .................................................................. 31
3. Jenis Motivasi ..................................................................... 32
4. Sifat Motivasi ..................................................................... 32
E. Menghafal Al-Qur’an …….…………………………….….... 33
1. Pengertian Menghafal Al-Qur’an .………………….……..33
2. Metode Menghafal Al-Qur’an ……………………....…… 33
3. Faktor Hambatan Menghafal Al-Qur’an ………...…….… 35
4. Faktor Pendukung Menghafal Al-Qur’an ………….……. 35
F. Pengertian Santri ..………………………………….…..…....36
1. Pengertian Tunanetra ………………………………….…. 37
2. Karakteristik Tunanetra ………………….………………. 38
3. Klasifikasi Tunanetra …………………………..……...… 38
4. Pengertian Santri Tunanetra ……………………….…..… 39
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN RAUDLATUL MAKFUFIN
A. Profil Umum Yayasan Raudlatul Makfufin ……………….... 41
B. Sejarah Berdirinya Yayasan Raudlatul Makfufin…….…...… 42
1. Visi dan Misi Yayasan Raudlatul Makfufin …………...… 45
2. Program Kegiatan Yayasan Raudlatul Makfufin……….…46
3. Prestasi Yayasan Raudlatul Makfufin……………………. 47
4. Kegiatan Sosial Yayasan Raudlatul Makfufin ………...… 48
C. Susunan Pengurus Yayasan Raudlatul Makfufin …….…….. 48
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA
vii
A. Pesan Komunikasi Antarpribadi yang Diberikan Pengajar
kepada Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-
Qur’an………………………………………………………...50
B. Upaya yang Dilakukan Pengajar keada Santri Tunanetra dalam.
Memotivasi Menghafal Al-Qur’an……………………………53
C. Disonansi Kognitif (Perasaan Ketidakseimbangan) dan
Perubahan Prilaku pada Santri Tunanetra dalam Menghafal Al-
Qur’an…...................................................................................58
D. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi Antarpribadi
Pengajar kepada Santri Tunanetra dalam Memotivasi
Menghafal Al-Qur’an ………………………………………..64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………….………….... 69
B. Saran ……………………………….……………………….. 70
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 75
LAMPIRAN
viii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Pengajuan Judul Skripsi
2. Surat Bimbingan Skripsi
3. Surat Izin Penelitian
4. Surat Pernyataan Penelitian yayasan Raudlatul Makfufin
5. Wawancara dengan Ketua Dewan Pengurus
6. Wawancara dengan Pengajar Tunanetra
7. Wawancara dengan Santri Tunanetra Mukim
8. Wawancara dengan Santri Tunanetra Nonmukim
9. Biodata Narasumber
10. Biodata Guru yayasan Raudlatul Makfufin
11. Biodata Santri yayasan Raudatul Makfufin
12. Dokumentasi
13. Curiculum Vitae
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk Tuhan yang sempurna, unik dan menarik.
Sempurna karena manusia dikaruniai akal pikiran, berbeda dengan makhluk
ciptaan lainnya. Sungguh menakjubkan ciptaan Allah bernama manusia. Selain
itu manusia juga dikatakan sebagai makhluk sosial yang mengartikan bahwa
manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari
manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhannya sendiri
meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan
bantuan orang lain.
Hakikat komunikasi adalah “proses pernyataan antar manusia, yang
dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
mengunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.”1 Komunikasi yang efektif terjadi
apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat dimengerti komunikan,
sekalipun dengan bahasa isyarat yang digunakan oleh orang yang memiliki cacat
fisik seperti penyandang tunanetra dan lain sebagainya. Kekurangan tersebut tidak
menjadi masalah dalam berkomunikasi, sebab banyak media lainnya yang dapat
dilakukan dalam komunikasi.
“Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang
sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Professor
Wilbur Schramm menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua
kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab, tanpa
1 Onong Uchjana, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,
2003), h. 28.
2
komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat
maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi.”2
Salah satu jenis komunikasi yang sering terjadi adalah komunikasi
antarpribadi.3 Jadi, tidak heran jika banyak orang yang menganggap komunikasi
antrapribadi mudah dilakukan, dimanapun kapanpun baik secara langsung
bertatap muka maupun tidak langsung melalui telepon dan lain sebagainya.
Komunikasi antarpribadi adalah “komunikasi antara orang-orang secara
tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.”4 Secara umum
komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna
antara orang-orang yang saling berkomunikasi baik dilakukan secara diadik atau
triadik.5 Komunikasi antarpribadi menjadi penting karena dalam prosesnya
memungkinkan berlangsung secara dialog.6
Pendengaran serta penglihatan sebagai indera primer, padahal sentuhan dan
penciuman juga sama pentingnya dalam menyampaikan pesan-pesan bersifat
intim, indera penciuman dan sentuhan juga sama pentingnya.7 Jadi, komunikasi
antarpribadi sangat berpotensial untuk mempengaruhi orang lain, karena kelima
alat indera dapat digunakan untuk mempertinggi pengaruh pesan sekalipun
terhadap orang yang memiliki kekurangan. Salah satunya melalui para
penyandang tunanetra, kita belajar bagaimana mereka menjalani hidup dengan
penuh semangat, serta rasa syukur. Penyandang tunanetra yang memiliki
2 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),
h.1-2. 3 Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 3.
4 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), h.81. 5 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h.106.
6 Onong Uchjana, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 60.
7 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h.81.
3
keterbatasan penglihatan adalah orang yang berbeda dengan orang-orang pada
umumnya, keterbatasan penglihatan bisa dialami secara permanen maupun tidak.
Tunanetra adalah orang yang indera pengelihatannya memiliki gangguan
serta tidak berfungsi sebagai saluran untuk menerima informasi.8 Istilah tunanetra
juga bukan untuk mereka yang mengalami kebutaan saja, tetapi juga untuk
mereka yang mampu melihat namun terbatas sekali. Akibat dari ketunanetraan,
maka pengenalan teradap dunia luar tidak dapat diperoleh secara utuh, karena
indera pengelihatan merupakan salah satu indera penting dalam menerima
informasi. Melalui indera ini pula sebagian informasi yang diterima akan
disambungkan ke otak, sehingga sehingga timbul persepsi dari informasi tersebut.
Indonesia memiliki banyak lembaga sosial khusus tunanetra namun tidak
semua lembaga sosial khusus tunanetra bergerak dibidang keagamaan. Oleh
karena itu berdirinya yayasan khusus tunanetra bertujuan agar penyandang
tunanetra mendapatkan wadah yang bisa mereka andalkan dalam mempelajari
ilmu keagamaan. Beberapa contoh lembaga yang ada di masyarakat, sebagai
berikut:
1. Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (YAKETUNIS), Yogyakarta, yayasan
ini beralamat di Jl. Parangtritis No.48, telpon 0274377430, dan memiliki visi
untuk menciptakan warga tunanetra yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT, berkehidupan mandiri dan mampu berperan dalam kehidupanberbangsa
dan bermasyarakat, dan memiliki misi:9
8 T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006),
h.65. 9 YAKETUNIS (Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam), “Visi dan Misi,” diakses pada
14 Oktober 2015 dari http://yaketunis64.blogspot.co.id/visi-misi.html
4
a. Pemberdayaan personalia yayasan dengan berpedoman pada visi
b. Pembekalan ajaran yang Qur’ani menurut ajaran agama islam
c. Pendidikan dan pelatihan kelayan
d. Memberikan bimbingan bermasyarakat
2. Yayasan Tunanetra Wiyata Guna, terletak di Jl. Padjajaran 52 Bandung Jawa
Barat 40171, adapun visinya memberikan pedoman dalam pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi, yaitu mewujudkan kesetaraan dan kemandirian penyandang
cacat netra, dan memiliki misi yaitu:10
a. Meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat netra
b. Meningkatkan sumber daya penyandang cacat netra
c. Menjalin kerja sama dengan organisasi, perguruan tinggi dalam upaya
peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat netra
d. Meningkatkan profesionalisme pekerja sosial dalam pelayanan dan
rehabilitasi penyandang cacat netra
Saat ini banyak lembaga yang peduli dengan keberadaan para penyandang
tunanetra. Salah satunya yayasan Raudlatul Makfufin yang peduli terhadap
tunanetra, terletak di Serpong kota Tangerang Selatan. Yayasan ini bergerak
dalam bidang pembinaan agama dan mental serta kesejahteraan yang didirikan
atas dasar kepedulian sosial terhadap orang-orang penyandang tunanetra. Karena
pada saat itu, belum ada satupun lembaga di Jakarta yang secara khusus
menangani pembinaan agama. Pada umumnya lembaga ketunanetraan lebih
banyak bergiat di bidang rehabilitasi dan pendidikan atau latihan serta upaya
10 Yhoen Yulia Q, “Profil PSBN Wyata Guna Bandung”, diakses pada 14 Oktober 2015
dari http://yhoen-yulia.blogspot.co.id/2013/03/profil-psbn-wyata-guna-bandung.html
5
kesejahteraan sosial dalam arti umum dan yayasan Raudlatul Makfufin
memproduksi al-Qur’an braille yang terbitannya menjadi rujukan penulisan dan
penertiban al-Qur’an braille di Indonesia. Yayasan Raudlatul Makfufin memiliki
banyak program-program, salah satunya dari berbagai program yang ada adalah
tahfidz al-Qur’an.
Tahfidz al-Qur’an atau menghafal al-Qur’an adalah membaca berulang-
ulang sehinga menjadi hafal dari ayat ke ayat berikutnya dan begitu seterusnya
hingga mencapai 30 juz al-Qur’an.11
Jadi, segala sesuatu yang sering dulang maka
akan dengan sendirinya akan menjadi hafal. Sedangkan al-Qur’an itu sendiri ialah
kalam Allah swt, yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw melalui perantara
malaikat Jibril, dan apabila membaca al-Qur’an dinilai ibadah.
Program tahfidz al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin dibentuk agar
mereka para santri semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan harapan
tunanetra bisa menyebarkan al-Qur’an kepada masyarakat, karena dengan
menghafal menjadi alternatif mereka untuk bisa mengajarkan al-Qur’an. Program
yang baru berjalan selama setahun ini tepatnya dimulai pada bulan September
tahun 2014, tapi sudah berpengaruh terhadap daya tarik masing-masing santri.
Karena pada awalnya mereka tidak meyakini kalau tunanetra bisa menghafal al-
Quran.
Perbedaan usia santri dan kemampuan menghafal tiap santri berbeda-beda.
Karena perbedaan usia antar santri beragam dapat mempengaruhi cepat atau
lambatnya dalam menghafalkan al-Qur’an. kemudian alasan mereka dalam
11
Zaki Zamani dan Syukron Maksum, Metode Cepat Menghafal al-Qur’an, (Yogyakarta:
Al Barokah, 2014), h. 20.
6
menghafal bermacam-macam ada yang ingin peringkatnya tinggi dihadapan Allah
serta membuang anggapan negatif orang kalau tunanetra hanya bisa pijat dan
jualan kerupuk saja, ada juga yang ingin mengajarkan kepada sesamanya bahkan
ada pula karena dijanjikan berangkat haji serta tertarik dari suara Syekh Musyari
Rasyid Nafasi dan ingin menyerupai suaranya. Tingkat hafalan para santri pun
beragam, paling tinggi sudah mencapai 15 juz hingga 30 juz, dan juga untuk yang
pemula ada yang masih hafalan surat pendek atau juz amma serta 2 juz sampai 3
juz. Proses menghafal di yayasan Raudlatul Makfufin, para santri belajar huruf
latin braille terlebih dahulu, lalu belajar arab braille, membaca al-Qur’an braille,
tajwid al-Qur’an setelah semuanya sudah dianggap mampu maka barulah bisa
menghafalkan al-Qur’an serta disarankan untuk sambil menakrir atau mengulang-
ulang hafalan sebelumnya, ataupun bisa juga dengan saling simaan (menyimak
bacaan satu sama lain secara bergantian) untuk menjaga hafalan agar tidak hilang.
Prestasi yang ditorehkan alumni yayasan Raudlatul Makfufin sangat
membanggakan, secara tidak langsung memberikan motivasi kepada para santri
tunanetra lainnya, prestasi tersebut yakni menjadi juara 3 ditahun 2014 pada MTQ
golongan canet (cacat netra) di tingkat Provinsi Banten sesuai dengan surat
keputusan dewan hakim Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an Provinsi
Banten tahun 2014.12
Serta yayasan Raudlatul Makfufin juga menjadi wakil dari
Indonesia dalam konferensi internasional al-Qur’an braille yang diadakan di
12
LPTQ Banten, “Penetapan Peserta Terbaik Pada MTQ XI Tingkat Provinsi Banten,”
diakses pada 19 Januari 2015 dari http://lptqbanten.or.id/hasilmtqbanten2014.pdf
7
Istanbul Turki pada tahun 2013.13
Dan kementerian agama melalui Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMA) membentuk tim penyusun Qur’an braille,
yayasan Raudlatul Makfufin menjadi salah satu dari tim penyusun tersebut.14
Keterbatasan penglihatan yang dimiliki, mereka mampu menghafal ayat-
ayat al-Qur’an yang mereka sendiri tidak bisa melihat hurufnya. Selain itu mereka
juga mampu menorehkan berbagai prestasi membanggakan layaknya orang
normal. Untuk mempermudah para tunanetra dalam menghafal, maka dibutuhkan
pengajar yang bisa mendorong memotivasi para santri untuk semangat menghafal.
Pengajar sebagai salah satu bagian yang sangat penting bagi keberadaan yayasan
tersebut, kemampuannya sebagai orang yang lebih mampu untuk membimbing,
memotivasi serta mengajarkan walaupun pengajar juga memiliki keterbatasan
fisik yang sama seperti santrinya. Dari hal tersebut perlunya komunikasi
antarpribadi antara pengajar kepada santri tunanetra merupakan faktor penting
yang mendukung motivasi, karena komunikasi antarpribadi sebagai bentuk
komunikasi yang tepat untuk mengubah sikap, kepercayaan, serta prilaku
komunikan yang berlangsung secara tatap muka. Sehingga pengajar dapat
mempengaruhi santri tunanetra untuk menghafal dengan mudah layaknya santri
dengan penglihatan normal serta semakin termotivasi untuk menghafal.
Keterbatasan penglihatan yang dimiliki tidak mengurangi semangat untuk
menghafal al-Qur’an. Sehingga tidak ada yang mustahil bagi orang yang ingin
belajar dan terus belajar. Apalagi Allah Swt menjamin bahwa al-Qur’an telah
13
Kitaba, “Resolutions of The International Braille Quran Conference Istanbul,” artikel
diakses pada 4 Maret 2015 dari http://www.kitaba.org/articles/resolutions-of-the-international-
braille-quran-conference-istanbul/
14 Kementerian Agama, “Kemenag Terbitkan Al-Qur’an Braille,” artikel diakses pada 4
Maret 2015 dari http://kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=123044
8
dimudahkan untuk dihafalkan serta memberikan balasan bagi orang yang
menghafal al-Qur’an, salah satunya yakni akan mendapat syafa’at serta jasadnya
nanti akan terpelihara didalam kubur.
Allah telah berfirman dalam Surah al-Qamar/54: 17 berikut:
كر فهل مه مدكر (٧١القمر : (ولقد يسروا القران للذ
“ Dan Sesungguhnya telah kami mudahkan al-qur’an untuk pelajaran,
maka adakah orang yang mengambil pelajaran?.” (QS Al-Qamar/54:17)
“Allah Swt sang pemberi kalam, menjamin bahwa al-Qur’an telah ia
mudahkan untuk dihafalkan seraya menegur dan memerintahkan kita untuk
menghafal kalamnya itu. Sebab, bagian akhir dari ayat tersebut merupakan
pertanyaan yang bermakna perintah. Jadi, Allah menantang hambanya untuk
membuktikan statement tersebut, bahwa al-Qur’an mudah untuk dihafalkan.
Bahkan tidak tanggung-tanggung, Allah mengulangi ayat tersebut hingga
empat kali masing-masing pada ayat 17,22,32 dan 40. Ini membutikan bahwa
al-Qur’an memang benar-benar mudah untuk dihafalkan, dengan pertolongan
Allah Swt.”15
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
mengambil tema skripsi yang berjudul “Komunikasi Antarpribadi Pengajar
dan Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an di yayasan
Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini hanya menganalisis bentuk
komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra sebagai upaya
memotivasi menghafal al-qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong
Tangerang Selatan. Dan dari 60 orang santri tunanetra, peneliti hanya fokus
meneliti 7 orang santri tunanetra, 4 diantaranya yang mukim dan 3 diantaranya
15
Zaki Zamani dan Syukron Maksum, Metode Cepat Menghafal Al-qur’an Belajar Pada
Maestro Al-qur’an Nusantara, (Yogyakarta: Al Barokah, 2014), h.9.
9
yang tidak mukim. Dan dari 10 orang pengajar, peneliti hanya fokus pada satu
orang pengajar yakni pengajar tahfidz al-Qur’an. Mengingat banyaknya
program kegiatan yang dipelajari di yayasan Raudlatul Makfufin, maka dalam
penelitian ini hanya dibatasi pada program tahfidz al-Qur’an dengan media al-
Qur’an braille.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya, sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk komunikasi antarpribadi yang diberikan pengajar kepada
santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an?
2. Bagaimana upaya yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam
memotivasi menghafal al-Qur’an?
3. Apa faktor pendukung dan penghambat komunikasi antarpribadi pengajar
kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk komunikasi antarpribadi yang diberikan
pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan pengajar kepada santri
tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an.
3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat komunikasi antarpribadi
pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an.
10
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat akademis dan
praktis, yaitu:
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi positif pada
bidang ilmu komunikasi. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa
mengenai komunikasi antarpribadi yang dilakukan pengajar kepada santri
tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan
pegangan bagi orang yang ingin mendalami ilmu komunikasi, baik dilembaga
maupun masyarakat.
E. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur
yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh kebenaran dari proses berpikir
ilmiah.16
Pada dasarnya metodologi penelitian merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan informasi dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
1. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian adalah “kerangka berpikir yang menjelaskan
bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan
perlakuan peneliti terhadap ilmu dan teori.”17
Paradigma berisi bagaimana
16
Juliansyah Noor, Metode Penelitian Skripsi Tesis Disertasi dan Karya Ilmiah, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012), h.22. 17
Juliansyah Noor, Metode Penelitian Skripsi Tesis Disertasi dan Karya Ilmiah, h.33.
11
mempelajari fenomena, realita serta cara yang digunakan dalam penelitian, dan
menginterpretasikan temuan.18
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma
konstruktivis untuk mengetahui dan mengamati scara mendalam pada objek
penelitian. Penelitian yang dihasilkan bisa menemukan suatu kebenaran
terhadap realitas. Dalam penelitian ini, pengajar ingin meyakinkan kepada
penyandang tunanetra bahwa seorang tunanetra bisa belajar membaca al-
Qur’an layaknya seperti orang normal pada umumnya, bahkan lebih dari
sekedar membaca, mereka juga bisa menghafal ayat-ayat al-Qur’an tersebut
dengan baik dan benar.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah “keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang
berhubungan dengan fakta dari pluralisasi dunia kehidupan. Metode yang
diterapkan untuk melihat dan memahami subjek dan objek penelitian, yang
meliputi orang, lembaga, berdasarkan fakta yang tampil secara apa adanya.”19
Pendekatan kualitatif juga menempatkan peneliti sebagai orang yang belajar
dari masyarakat sehingga penelitian ini cenderung sesuai dengan kenyataan
yang ada di lapangan.
Tujuan dari pendekatan kualitatif ini untuk mengetahui fenomena melalui
pengumpulan data sedalam-dalamnya. Dengan demikian penulis menjadi
instrumen riset yang harus terjun kelapangan untuk mendapatkan data yang
diinginkan. Kemudian penulis mewawancarai subjek penelitian untuk
18
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), h.25. 19
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, h.81.
12
mendapatkan data dari hasil dialog tersebut penulis mengakitannya dengan
teori yang relevan.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif
merupakan “jenis metode penelitian yang memberikan gambaran atau uraian
atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang
diteliti.”20
Metode deskriptif bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual
secara rinci.
Secara praktik menggambarkan segala sesuatu yang merupakan
komunikasi antarpribadi pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi
menghafal al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan yang dilakukan
secara sistematis.21
Penelitian ini melakukan pengamatan langsung kelapangan,
pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan oleh
subjek, bukan apa yang dirasakan oleh peneliti. Peneliti akan meneliti
komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi
menghafal al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin selama empat bulan.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
sebagai pengaju atau pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai sebagai
20
Ronny Kountur, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta: PPM,
2003), h.105. 21
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, h.143.
13
pemberi jawaban atas pertanyaan itu.22
Wawancara dilakukan untuk
memperoleh data atau informasi sebanyak mungkin dan sejelas mungkin
kepada subjek penelitian.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara
mendalam. Dalam wawancara mendalam berlangsung suatu diskusi terarah
diantara peneliti dan informan menyangkut masalah yang diteliti. Pertanyaan
yang akan dikemukakan kepada informan tidak dapat dirumuskan secara pasti
sebelumnya, melainkan pertanyaan tersebut akan bergantung dari kemampuan
dan pengalaman peneliti untuk mengembangkan pertanyaan lanjutan sesuai
dengan jawaban informan.23
Wawancara mendalam dilakukan dengan Ade Ismail S.Pd selaku dewan
ketua pengurus, Abdul Hayi selaku pengajar tahfidz al-Qur’an yang juga
penyandang tunanetra, juga wawancara kepada tujuh santri tunanetra yaitu
A.Mutaqin, Ja’far Gumelar, Atoillah, Senna Rusli, Muhammad Hafidz, Diah
Rahmawati, dan Juanda Saputra.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-
catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga akan
memperoleh data yang lengkap.24
Penelitian ini juga menggunakan teknik pengumpulan data dengan
dokumentasi. Data tersebut terkait dengan penelitian ini, baik didapat dari
22
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),
h.127. 23
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, h.165.
24 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, h.158.
14
internet, dalam bentuk foto, surat-surat, dan catatan harian adalah sebagai bukti
konkrit bahwa peneliti telah melakukan penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan sepanjang proses penelitian sejak peneliti
memasuki lapangan untuk mengumpulkan data. Peneliti mendapatkan data-
data dari wawancara dengan pengurus maupun santri yang mukim di yayasan
tersebut serta santri yang tidak mukim dan berbagai referensi yang sangat
membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini, baik diperoleh dari
sumber buku maupun sumber internet. Dalam penelitian ini, penulis
menganalisis komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra dalam
memotivasi menghafal al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong
Tangerang Selatan. Setelah data-data yang diperlukan telah terkumpul, lalu
dianalisis dengan teori yang digunakan. Peniliti menganalisis data dengan
memaparkan proses komunikasi antarpribadi yang terjadi antara pengajar dan
santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an dikaitkan dengan teori
disonansi kognitif Leon Festinger.
6. Waktu dan Tempat Wawancara
Wawancara dilakukan sejak bulan Mei atau saat dimulainya proposal
dilakukan hingga Agustus 2015. Terletak di JL. Raya Puspitek, Gg.Rais, No.
10 A RT. 002/05, Kp. Jati, Kelurahan Buaran, Kecamatan Serpong, kota
Tangerang Selatan, Provinsi Banten 15316.
7. Subjek dan Objek Penelitian
15
Subjek dalam penelitian ini ialah yayasan Raudlatul Makfufin, objeknya
ialah komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi
menghafal al-Qur’an.
8. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan yang akan dilakukan dalam penyusunan skripsi
ini penulis berpedoman pada “Buku Pedoman Akademik yang diterbitkan
CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011”.
F. Tinjauan Pustaka
Penulis sudah mengadakan tinjauan pustaka ke perpustakaan di Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta perpustakaan utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan berbagai sumber buku sebagai literatur penulis, antara
lain:
1. “Komunikasi Interpersonal”, Penulis Suranto AW, Yogyakarta: Graha Ilmu,
2011.
2. “Teori Komunikasi Antarpribadi”, Penulis Prof. Dr. Muhammad Budyatna,
M.A dan Dr. Leila Mona Ganiem, M.Si, Jakarta: Prenada Media Group, 2011.
3. “Strategi Mengajar Siswa Tunanetra”, Penulis Lagita Manastas, Yogyakarta:
Imperium, 2014.
4. “Metode Cepat Menghafal Al-Qur’an”, Penulis Zaki Zamani dan M.Syukron
Maksum, Jakarta: Al-Barokah, 2014.
5. “Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an”, Penulis Drs. Ahsin W Al-Hafidz,
Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Dalam penyusunan penelitian ini, telah dilakukan tinjauan pustaka terhadap
penelitian-penelitian terdahulu yang hampir sama dengan yang penulis teliti.
16
Komunikasi Antarpribadi Pengasuh Dan Santri Pondok Pesantren Al-Idrus
Kalanganyar Lebak Banten, oleh Zaeni Rokhi, seorang mahasiswa Fakultas Ilmu
Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010. Persamaan yakni terletak pada objeknya yang meneliti
tentang komunikasi antarpribadi pengasuh dan santri, serta pendekatan penelitian
yang digunakan, yaitu pendekatan kualitatif. Perbedaan penelitian ini terletak pada
subjeknya. Penelitian ini membahas tentang bagaimana komunikasi antarpribadi
antara pengasuh dengan santri untuk menciptakan lingkungan yang efektif dalam
kegiatan pondok serta masalah yang dialami santri di pondok pesantren al-Idrus.
Komunikasi Antrapribadi Tutor dan Siswa pada Lembaga Bimbingan
Belajar Prestasi Cabang Kalimalang Jakarta Timur, oleh Anisa Turrohmah,
seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Persamaan yakni terletak
pada objeknya yang meneliti tentang komunikasi antarpribadi tutor dan siswa,
serta persamaan juga terletak pada pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu
pendekatan kualitatif. Perbedaan penelitian ini terletak pada subjeknya. Penelitian
ini membahas tentang pendekatan tutor terhadap siswa dengan tingkat analisis
kultural, sosiologis dan psikologis lewa wawancara mendalam terhadap siswa.
Kemudian pendekatan juga menggunakan hadiah sebagai strategi untuk
memotivasi siswa, ancaman serta nasihat.
Sedangkan judul penelitian yang penulis susun berjudul “Komunikasi
Antarpribadi Pengajar dan Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-
Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan”. Penulis
melihat adanya perbedaan dengan penelitian, penelitian ini menjelaskan
17
bagaimana bentuk komunikasi antarpribadi pengajar kepada santri tunanetra
dalam memotivasi menghafal al-Qur’an, upaya yang dilakukan pengajar kepada
santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an, serta faktor yang
mendukung atau penghambat dalam memotivasi menghafal al-Qur’an.
G. Sistematika Penulisan
Peneliti membagi kedalam lima bab agar mempermudah dalam
pembahasannya, disetiap bab terdapat sub bab, sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika
penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP
Meliputi teori disonansi kognitif Leon Festinger, pengertian komunikasi,
karakteristik komunikasi, unsur-unsur komunikasi, bentuk-bentuk komunikasi dan
faktor penghambat komunikasi, pengertian komunikasi antarpribadi, jenis-jenis
komunikasi antarpribadi, fungsi komunikasi antarpribadi, karakteristik
komunikasi antarpribadi, pengertian motivasi, fungsi motivasi, jenis motivasi,
sifat motivasi, pengertian menghafal al-Qur’an, metode menghafal al-Qur’an,
faktor hambatan menghafal al-Qur’an, faktor pendukung menghafal al-Qur’an,
pengertian meningkatkan minat menghafal al-Qur’an, pengertian santri,
pengertian tunanetra, karakteristik tunanetra, klasifikasi tunanetra dan pengertian
santri tunanetra.
18
BAB III : GAMBARAN UMUM YAYASAN RAUDLATUL
MAKFUFIN
Meliputi profil umum yayasan Raudlatul Makfufin, sejarah berdirinya yayasan
Raudlatul Makfufin, visi dan misi, program kegiatan, prestasi, kegiatan sosial, dan
susunan pengurus yayasan Raudlatul Makfufin.
BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS
Dalam bab ini menguraikan teori disonansi kognitif sebagai proses pencapaian
proses komunikasi antarpribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi
menghafal al-Qur’an. Upaya yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra
dalam memotivasi menghafal al-Qur’an. Serta faktor pendukung dan faktor
penghambat serta solusi dari komunikasi antarpribadi pengajar dan santri
tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an di yayasan Raudlatul Makfufin
Serpong Tangerang Selatan.
BAB V : PENUTUP
Bab ini meliputi kesimpulan dan saran atas pembahasan dalam penelitian ini.
19
BAB II
Landasan Teoritis dan Kerangka Konsep
A. Teori Disonansi Kognitif Leon Festinger
Leon Festinger menamakan perasaan tidak seimbang sebagai disonansi
kognitif. “Perasaan tidak seimbang merupakan perasaan yang dimiliki orang
ketika mereka menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak
sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau mempunyai pendapat yang tidak
sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang”.1 Konsep ini membentuk inti
dari Teori Disonansi Kognitif Festinger, teori yang berpendapat bahwa disonansi
adalah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah
ketidaknyamanan itu. Disonansi adalah sebutan untuk ketidakseimbangan dan
konsistensi adalah sebutan untuk keseimbangan dan inkonsistensi adalah awal
sesuatu hal yang dipikirkan dengan kenyataan berbeda.
Teori sibernetika menekankan hubungan timbal balik di antara semua
bagian dari sebuah sistem. Ada dua genre teori sibernetika, pertama teori
penggabungan informasi dan yang kedua teori konsistensi. Teori konsistensi ini
memecah kepada dua bagian, pertama teori disonansi kognitif karya Leon
Festinger dan yang kedua teori penggabungan problematis oleh Austin Babrow.2
Dalam penulisan ini penulis menggunakan teori disonansi kognitif. fokus
dari teori ini ialah pada efek inkonsistensi yang ada di antara kognisi-kognisi.
Teori disonansi kognitif dibingkai oleh empat asusmsi dasar, yaitu:
1 Richard West dan Lynn H Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi,
(Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h. 137. 2 Stephen W. LittleJohn, Teori Komunikasi Theories Of The Human Communication,
(Jakarta: Salemba, 2009), h. 111-115.
20
a. Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan
perilakunya.
b. Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis.
c. Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan
tindakan dengan dampak yang dapat diukur.
d. Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha
untuk mengurangi disonansi.3
Tingkat disonansi dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama, tingkat
kepentingan, atau seberapa signifikan suatu masalah berpengaruh terhadap tingkat
disonansi yang dirasakan. Signifikan atau tidaknya masalah tersebut dapat
diindikasi dengan jumlah aktivitas yang dilakukan oleh seorang diluar
masalahnya. Semakin banyak jumlah aktivitas diluar masalah tersebut maka
disonansi akan lebih sedikit dan sebaliknya. Kedua, rasio disonansi yaitu jumlah
kognisi disonan berbanding dengan jumlah kognisi konsonan. Kognisi konsonan
merujuk pada perilaku yang relevan sementara kognisi disonan merujuk pada
perilaku yang merujuk pada ketidakseimbangan. Jika rasio kognisi disonan lebih
banyak dibandingkan konsonan maka rasionya negatif. Sehingga akan terjadi
inkonsistensi yang akan berdampak pada disonansi. Ketiga, rasionalitas yang
digunakan individu untuk menjustifikasi inkonsistensi. Rasionalitas merujuk pada
alasan yang dikemukakan untuk menjelaskan mengapa sebuah ikonsistensi
3 Richard West dan Lynn H Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, h.
139.
21
muncul. Makin banyak alasan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi masalah
yang ada, maka semakin sedikit disonansi yang dirasakan.4
B. Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu
communicatus yang berarti berbagi atau menjadi milik bersama. Kata
sifatnya communis yang bermakna umum atau bersama-sama. Dengan
demikian komunikasi menurut Lexicographer (ahli kamus bahasa),
menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai
kebersamaan. Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan informasi antara satu sama lain, yang pada
gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam.5
Dalam bahasa komunikasi pernyataan dinamakan pesan, orang yang
menyampaikan pesan disebut komunikator sedangkan orang yang menerima
pernyataan disebut komunikan. Untuk tegasnya, komunikasi berarti proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Jika dianalisis
pesan komunikasi terdiri dari dua aspek, pertama isi pesan, yang kedua
lambang. Konkretnya isi pesan itu adalah pikiran atau perasaan, lambang
adalah bahasa.6
“Definisi secara istilah banyak sekali yang dikemukakan oleh para
ahli, salah satunya yaitu Harold Lasswell menjelaskan bahwa komunikasi
pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa”
4 Richard West dan Lynn H Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, h.
140.
5 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009),
h.31-32. 6 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2003), h. 28.
22
mengatakan “apa” dengan saluran “apa”, “kepada siapa”, dan “dengan
akibat apa” atau “hasil apa”. (who says what in which channel to whom
and with what effect).”7
2. Karakteristik Komunikasi
Komunikasi mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Komunikasi adalah suatu proses
Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa komunikasi merupakan
serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta
berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu.
b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja dan mempunyai tujuan
Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja
serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari perilakunya.
c. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku
terlibat
Kegiatan komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila pihak-pihak
yang berkomunikasi sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai
perhatian yang sama terhadap topik yang dikomunikasikan.
d. Komunikasi bersifat simbolis
Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan
menggunakan lambang-lambang, misalnya bahasa.
e. Komunikasi bersifat transaksional
Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan, memberi dan
menerima. Kedua tindakan tersebut harus dilakukan secara seimbang
oleh pelaku yang terlibat dalam komunikasi.
7 Riswandi, Ilmu Komunikasi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 2.
23
f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu
Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu maksudnya bahwa para
pelaku yang teribat dalam komunikasi tidak selalu hadir pada waktu dan
tempat yang sama.8
3. Unsur-Unsur Komunikasi
Dalam komunikasi terdapat unsur komunikasi, dalam proses
komunikasi unsur-unsur tersebut saling berkaitan dan memiliki peranannya
masing-masing, diantaranya yaitu:
a. Pengirim pesan yaitu komunikator, Pengirim pesan adalah manusia yang
memulai proses komunikasi, disebut komunikator.
b. Penerima pesan yaitu komunikan, penerima pesan adalah orang yang
menerima pesan dari komunikator.
c. Pesan, adalah suatu hal yang sifatnya abstrak (konseptual, ideologis dan
idealistik). Akan tetapi, ketika ia disampaikan dari komunikator kepada
komunikan, ia menjadi konkret karena disampaikan dalam bentuk simbol
atau lambang berupa bahasa (baik lisan maupun tulisan), suara (audio),
gambar (visual), mimik, gerak-gerik dan sebagainya.
d. Saluran dan media komunikasi, saluran komunikasi lebih identik dengan
proses berjalannya pesan, sedangkan media komunikasi lebih identik
dengan alat untuk menyampaikan pesan agar sampai kepada komunikan.
e. Efek komunikasi, efek komunikasi adalah situasi yang diakibatkan oleh
pesan komunikator dalam diri komunikannya. Efek komunikasi ini
berupa efek psikologis yang terdiri dari tiga hal, yaitu:
8 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, h. 33-34.
24
1) Pengaruh kognitif, yaitu bahwa dengan komunikasi seseorang menjadi
tahu tentang sesuatu. Berarti komunikasi berfungsi untuk memberikan
informasi.
2) Pengaruh afektif, yaitu bahwa dengan pesan yang disampaikan terjadi
perubahan perasaan dan sikap.
3) Pengaruh konatif, yaitu pengaruh yang berupa tingkah laku dan
tindakan. Karena menerima pesan dari komunikator, komunikan bisa
bertindak untuk melakukan sesuatu.9
4. Bentuk-Bentuk Komunikasi
Ada beberapa bentuk komunikasi diantaranya:
a. Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal sering disebut juga komunikasi
intrapribadi, secara harfiah dapat diartikan sebagai komunikasi dengan
diri sendiri. Komunikasi yang terjadi dalam diri individu ini juga
berfungsi untuk mengembangkan kreatifitas imajinasi, memahami dan
mengendalikan diri serta meningkatkan kematangan berfikir sebelum
mengambil suatu keputusan. Komunikasi ini akan menjadikan seseorang
agar tetap sadar akan kejadian disekitarnya.
b. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi Interpersonal ialah komunikasi antara dua orang dan
terjadi kontak langsung dalam percakapan. Komunikasi ini juga dapat
9 Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jogjakarta: Ar-Ruuz Media, 2010), h.
65.
25
berlangsung dengan berhadapan muka atau melalui media komunikasi
antara lain dengan melalui: pesawat telfon, atau radio. Komunikasi ini
bisa disebut efektif apabila komunikasi dapat menghasilkan perubahan
sikap pada orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut.
c. Komunikasi Kelompok
komunikasi kelompok ialah interaksi tatap muka antara tiga orang
atau lebih dengan tujuan berbagi informasi, pemecahan maasalah yang
mana anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota lain
secara tepat.
Sedangkan menurut Goldberg komunikasi kelompok ialah suatu
bidang studi, penelitian dan penerapan yang menitikberatkan tidak hanya
pada proses kelompok secara umum, tetapi juga pada perilaku
komunikasi individu untuk memiliki susunan rencana tertentu untuk
mencapai tujuan kelompok. Media komunikasi kelompok ini ialah seperti
Seminar dengan tujuan membicarakan suatu masalah dengan
menampilkan pembicara kemudian meminta pendapat.
d. Komunikasi Massa
Komunikasi massa ialah suatu proses dimana suatu organisasi
memproduksi dan menyebarkan pesan kepada public secara luas, atau
suatu proses komunikasi dimana pesan dari media dicari digunakan dan
dikonsumsi oleh audiens. Oleh karena itu, komunikasi massa mempunyai
26
karekteristik utama yaitu media massa sebagai alat penyebaran
pesannya.10
5. Faktor Hambatan Komunikasi
Dalam proses komunikasi tidak selamanya berjalan efektif, terkadang
sering terjadi hambatan dalam berkomunikasi, diantara hambatan yang
terjadi ialah:
a. Gangguan, ada dua jenis gangguan terhadap proses komunikasi menurut
sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai gangguan mekanik dan gangguan
semantik.
1) Gangguan mekanik adalah gangguan yang disebabkan saluran
komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik.
2) Gangguan semantik adalah gangguan pada pesan komunikasi yag
pengetiannya rusak.
b. Kepentingan, interest atau kepentingan akan membuat seseorang selektif
dalm menaggapi atau menghayati suatu pesan.
c. Motivasi, motivation atau motivasi akan mendorong seseorang berbuat
sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan dan
kekurangannya.
d. Prasangka, prejudice atau prasangka adalah salah satu rintangan atau
hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang
mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan
menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi.11
10
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi,h. 57-79. 11
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 45-49.
27
C. Komunikasi Antarpribadi
1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi
Joseph A Devito mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai
“proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau
diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa
umpan balik seketika”.12
Komunikasi antarpribadi dibedakan melalui analisis untuk
membedakan antara komunikasi antarpribadi dan komunikasi non
antarpribadi. Menurut Miller dan Steinberg yang dikutip oleh Muhammad
Budyatna dalam bukunya Teori Komunikasi Antarpribadi, dibagi menjadi
tiga analisis tingkatan diantaranya:
a. Analisis pada tingkat kultural
Kultur merupakan keseluruhan kerangka kerja komunikasi seperti
kata-kata, tindakan-tindakan, postur, gerak-isyarat, nada suara, ekspresi
wajah, penggunaan waktu, ruang dan materi dan cara ia bekerja, bermain,
bercinta dan mempertahankan diri. Semuanya merupakan sistem
komunikasi yang lengkap dengan makna-makna yang hanya dapat dibaca
secara tepat apabila seseorang akrab dengan perilaku konteks sejarah,
sosial, dan kultural. Terdapat dua macam kultur, diantaranya yaitu:
1) Homogeneous, apabila orang-orang disuatu kultur berprilaku kurang
lebih sama dan menilai sesuatu juga sama.
2) Heterogenous, adanya perbedaan-perbedaan didalam pola perilaku
dan nilai-nilai yang dianutnya. Jadi, apabila komunikator melakukan
12
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, h.78.
28
prediksi terhadap reaksi penerima atau receiver sebagai akibat
menerima pesan dengan menggunakan dasar kultural.13
b. Analisis pada tingkat sosiologis
Apabila komunikator tentang reaksi penerima atau receiver
terhadap pesan-pesan yang ia sampaikan didasarkan kepada keanggotaan
penerima didalam kelompok sosial tertentu, maka komunikator
melakukan prediksi pada tingkat sosiologis.
c. Analisis pada tingkat psikologis
Apabila prediksi mengenai reaksi pihak lain atau penerima
terhadap perilaku komunikasi kita didasarkan pada analisis dari
pengalaman-pengalaman belajar individual yang unik, maka prediksi itu
didasarkan pada analisis tingkat psikologis.14
2. Jenis-Jenis Komunikasi Antrapribadi
Secara teoristis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua
jenis menurut sifatnya yaitu komunikasi diadik dan komunikasi triadik,
yaitu:
a. Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung
antara dua orang yakni yang seorang adalah komunikator yang
menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan.
Oleh karena perilaku kounikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi
berlangsung secara intens. Komunikator memusatkan perhatiannya hanya
kepada diri komunikasn seorang itu.
13
Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi (Jakarta:
Prenada Media Group, 2011), h.2. 14
Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi, h.4-5.
29
b. Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya
terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang
komunikan. Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka
komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan
perhatiannya kepada seorang komunikasi, sehingga ia dapat menguasai
frame of reference komunikasi sepenuhnya, juga umpan balik yang
berlangsung. 15
Walaupun demikian dibandingkan dengan bentuk-bentuk
komunikasi lainnya, seperti komunikasi kelompok dan komunikasi
massa, komunikasi triadik merupakan komunikasi antarpribadi lebih
efektif dalam kegiatan mengubah sikap, opini, atau perilaku komunikan.
Demikianlah kelebihan, keuntungan dan kekuatan komunikasi
antarpribadi dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya.
Dalam komunikasi kelompok dan komunikasi massa juga mempunyai
kelebihan, keuntungan dan kekuatan tetapi sifatnya lain.
3. Fungsi Komunikasi Antarpribadi
Menurut definisinya, fungsi adalah sebagai tujuan dimana komunikasi
digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi utama komunikasi ialah
mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan-imbalan tertentu
berupa fisik, ekonomi dan sosial. Keberhasilan yang reletif dalam
melakukan pengendalian lingkungan melalui komunikasi menambah
kemungkinan menjadi bahagia, kehidupan pribadi produktif. Kegagalan
relatif mengarah kepada ketidakbahagiaan akhirnya bisa terjadi krisis
15
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 62-64
30
identitas diri. Sedangkan yang dimaksud dengan imbalan ialah setiap akibat
berupa perolehan fisik, ekonomi, dan sosial yang dinilai positif.16
4. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi
Diantara bentuk komunikasi memiliki masing-masing karakteristik,
maka karakteristik komunikasi antarpribadi bisa dilihat dari segi berikut:
a. Sifatnya yang dua arah atau timbal balik karena dilakukan secara
langsung sehingga masalah dapat cepat diatasi dan dipecahkan bersama.
b. Feedbacknya langsung, dan tidak tertunda. Karena berlangsungnya
komunikasi tersebut secara langsung, mka umpan baliknya dapat seketika
itu diketahui.
c. Komunikator dan komunikan dapat bergantian fungsi, sekali waktu
menjadi komuikator dan sekali waktu pula menjadi komunikan.
d. Bisa dilakukan secara spontanitas, maksudnya tapa direncanakan terlebih
dahulu.
e. Tidak terstruktur, maksudnya masalah yang dibahas tidak mesti berfokus,
melainkan mungkin hal-hal yang tidakdalam rencana juga masuk dalam
pembicaraan.
f. Komunikasi ini lebih banyak terjadi antara dua orang, tetapi tidak
menutup kemungkinan terjadi pada sekelompok kecil orang.17
D. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai “daya
upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu”. Motif
16
Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi, h. 27. 17
Rhoudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta dan UIN Press, 2007), h. 113.
31
merupakan daya penggerak dari dalam untuk melakukan kegiatan
mencapai tujuan.18
Definisi motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi)
seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk
mencapai tujuan.19
Motivasi adalah “perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya felling dan didahului
dengan tanggapan terhadap adanya tujuan”.20
2. Fungsi Motivasi
Dalam proses menghafal, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang
yang tidak mempunyai motivasi dalam menghafal, tidak akan mungkin
melaksanakan aktivitas menghafal. Motivasi diperlukan dalam menentukan
intensitas usaha mengahafal bagi para santri tunanetra. Menurut Hamalik
fungsi motivasi adalah:
a. Mendorong timbulnya suatu kelakuan atau perbuatan.Tanpa adanya
motivasi maka tidak akan timbul perbuatan seperti belajar
b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan ke
pencapaian tujuan yang diinginkan.
c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Motivasi berfungsi sebagai
mesindalam mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat
lambatnya suatu pekerjaan.21
18
Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), h.
73. 19
Hamalik Oemar, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h.173. 20
Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, h. 73. 21
Hamalik Oemar, Proses Belajar Mengajar, h. 161.
32
3. Jenis Motivasi
Menurut Dimyati dan Mudjiono motivasi sebagai kekuatan mental
individu memiliki 2 jenis tingkat kekuatan, yaitu:
a. Motivasi primer
Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif dasar,
motif dasar tersebut berasal dari segi biologis atau jasmani manusia.
Dimyati mengutip pendapat Mc. Dougal bahwa tingkah laku terdiri dari
pemikiran tentang tujuan dan perasaan subjektif dan dorongan mencapai
kepuasan, contoh mencari makan, rasa ingin tahu dan sebagainya.
b. Motivasi sekunder
Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari, motif ini
dikaitkan dengan motif sosial, seikap dan emosi dalam belajar terkait
komponen penting seperti afektif, kognitif, dan kurasif, sehingga
motivasi sekunder dan primer sangat penting dikaitkan oleh siswa dalam
usaha pencapaian prestasi belajar.22
4. Sifat Motivasi
Dalam menumbuhkan motivasi menghafal tidak hanya timbul dari
dalam diri santri tunanetra tetapi juga berasal dari luar, yaitu motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik, sebagai berikut:
a. Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam pribadi
individu itu sendiri tanpa adanya pengaruh dari luar individu.
b. Motivasi ekstrinsik
22
Dimyati, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Depdikbud, 2005), h.86.
33
Motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang
yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya. Ia mendapat pengaruh
atau rangsangan dari luar, contoh ia belajar karena terdorong oleh orang
lain, karena takut mendapatkan hukuman.
Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik sangat penting bagi santri
tunanetra dalam proses menghafal, dengan timbulnya motivasi intrinsik
dan motivasi ekstrinsik dapat menimbulkan semangat menghafal yang
tinggi.23
E. Menghafal Al-Qur’an
1. Pengertian Menghafal Al-Qur’an
Kata dasar dari menghafal ialah hafal yang berarti bisa mengucapkan
diluar kepala tanpa melihat. Sedangkan arti dari menghafal ialah berusaha
mengingat.24
Sedangkan al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan
kepada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril, yang apabila membacanya
dinilai ibadah. Membaca atau mendengarkan al-Qur’an saja bernilai ibadah,
apalagi sampai bisa hafal al-Qur’an karena Allah memuliakan serta
menjamin jasad para hafidz a-Qur’an akan terjaga dari binatang tanah.
Jadi, menghafal al-Qur’an adalah berusaha mengingat ayat-ayat al-
Qur’an yang sudah dihafal diluar kepala. Menghafal al-Qur’an bisa disebut
juga dengan tahfidz al-Qur’an, kata tahfidz merupakan bentuk masdar ghoir
mim dari kata تحفيظا -يحفظ –حفظ berarti menghafalkan.25
2. Metode Menghafal Al-Qur’an
23
Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, h. 90. 24
Qonita Alya, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Indah Jaya Adipratama, 2011),
h.252. 25
Zaini Maki, “Keutamaan-Keutamaan Menghafal Al-Qur’an,” artikel diakses pada 28
Januari 2015 dari http://keutamaan-keutamaanmenghafalalquran.blogspot.com/
34
Dalam menghafal al-Qur’an terdapat beberapa metode yang menjadi
alternatif untuk menghafal al-Qur’an, diantaranya yaitu:
a. Metode Wahdah
Maksud dari metode ini yaitu menghafal satu persatu ayat yang akan
dihafal. Setiap ayat bisa dibaca berulang kali hingga mampu membentuk
bayangan ayat hingga benar-benar membentuk gerak refleks pada lisan.
b. Metode Kitabah
Metode ini diharuskan menulis ayat-ayat yang akan dihafalkannya
terlebih dahulu kemudian dibaca hingga lancar lalu dihafalkan. Metode
ini cukup praktis karena bukan hanya melibatkan lisan tapi aspek visual
menulis juga sangat membantu mempercepat terbentuknya pola hafalan.
c. Metode Sima’i
Metode ini gabungan dari metode wahdah dan metode kitabah, tapi
kitabah di metode ini lebih fungsional sebagai uji coba untuk menuliskan
ayat yang sudah dihafal. Kelebihan metode ini ialah untuk menghafal
sekaligus untuk pemantapan hafalan.
d. Metode Jama
Cara menghafal pada metode ini ialah dilakukan secara bersama-sama
yang dipimpin oleh instruktur. Satu persatu ayat dibacakan berulang-
ulang oleh instruktur kemudian diikuti oleh para penghafal hingga
mendapat pola hafalan ayat. Metode menarik karena dapat
menghilangkan kejenuhan dan membantu menghidupkan daya ingat.26
26
Ahsin W Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara,
1994), h. 63-66.
35
3. Faktor Hambatan Menghafal Al-Qur’an
Dalam menghafal al-Qur’an tentunya memiliki kendala atau hambatan
dalam proses menghafal tersebut, diantaranya yaitu:
a. Ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi
Masalah ini biasanya ayat yang sudah dihafal sebelumnya hilang ketika
ditingal mengerjakann persoalan lainnya. Hal ini bukan saja dialami oleh
individu saja tapi juga hampir seluruh para penghafal al-Qur’an lainnya
ikut mengalaminya.
b. Banyaknya ayat-ayat yang serupa tapi tidak sama
Al-Qur’an memang miliki banyak ayat-ayat yang serupa. Maksudnya,
pada awalnya sama dan mengenai peristiwa yang sama pula. Namun,
pada pertengahan atau akhir ayatnya berbeda atau sebaliknya.
c. Gangguan-gangguan kejiwaan
Gangguan ini termasuk kedalam keadaan yang tidak normal, baik
berhubungan dengan fisik maupun mental keabnormalan yang
disebabkan karena sakit.
d. Gangguan lingkungan
Keberhasilan seseorang dalam menghafal al-Qur’an tergantung dari
keadaan lingkungan terutama pada pemilihan tempat untuk menghafal.27
4. Faktor Pendukung Menghafal Al-Qur’an
Terdapat beberapa hal yang dianggap penting sebagai pendukung
tercapainya tujuan menghafal al-Qur’an, diantaranya yaitu:
a. Usia yang ideal
27
Muhaimin Zen, Problematika Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1985), h.
39-234.
36
Dalam menghafal al-Qur’an sebenarnya tidak ada batasan usia tertentu,
tapi tingkat usia seseorang memang berpengaruh terhadap keberhasilan
dalam menghafal al-Qur’an. Usia dini yang masih relatif muda akan lebih
potensial serap materi-materi yang dibaca atau dihafal ataupun
didengarkan dibanding dengan mereka yang sudah berusia lanjut. Namun
demikian, hal ini bukan berarti bahwa usia lanjut tidak bisa menghafal al-
Qur’an, asalkan dengan kemauan yang kuat.
b. Manajemen waktu
Para penghafal harus bisa mengantisipasi dan memilih waktu yang
dianggap sesuai dan tepat untuknya menghafal. Karena manajemen
waktu yang baik akan berpegaruh terhadap pelekatan materi, terutama
bagi mereka yang mempunyai kesibukan lain diluar menghafal al-
Qur’an.
c. Tempat menghafal
Situasi tempat ikut mendukung proses menghafal al-Qur’an. Karena
suasana dengan penuh kebisingan, penerangan tidak sempurna dan
gangguan lainnya bisa mengurangi konsentrasi. Menghafal bisa dimana
saja, para penghafal ada yang cenderung memilih tempat di alam terbuka
atau tempa-tempat sunyi lainnya.28
F. Pengertian Santri
Santri adalah istilah lain dari murid atau siswa yang mencari ilmu pada
lembaga pendidikan formal, bedanya santri ini mencari ilmu pada pondok
pesantren. Hampir seluruh masyarakat pun mengetahui tak asing lagi mendengar
28
Ahsin W Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, h. 56-61.
37
kata santri dalam benak mereka. Umumnya santri diidentikkan bagi seseorang
yang tinggal di pondok pesantren yang kesehariannya mengkaji kitab-kitab salafi
atau kitab kuning, dengan tubuh mengenakan sarung, peci, serta pakaian koko
atau gamis yang menjadi pelengkap atau menambah ciri khas tersendiri bagi
mereka. Dalam bahasa jawa, santri berarti cantrik yaitu seseorang yang selalu
mengikuti gurunya kemanapun gurunya pergi atau menetap.29
Kata santri “mengimplementasikan fungsi manusia dengan 4 huruf yang
dikandungnya yaitu sin, satrul al aura (menutup aurat), nun, na’ibul ulama,
(wakil dari ulama), ta, tarkul al ma’ashi (meninggalkan kemaksiatan), ra, ra’isul
ummah (pemimpin umat)”.30
1. Pengertian Tunanetra
Tunanetra dilihat dari segi etimologi bahasa, tuna berarti rugi dan
netra berarti mata atau cacat mata, istilah tunetra yang mulai populer dalam
dunia pendidikan dirasa cukup tepat untuk menggambarkan keadaan
penderita yang mengalami kelainan indera pengelihatan, baik kelainan itu
bersifat berat maupun ringan. Sedangkan istilah buta pada umumnya
melukiskan keadaan mata yang rusak, baik sebagian (setengah) maupun
seluruhnya (kedua-duanya), sehingga mata itu tidak lagi dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.31
Gangguan penglihatan bisa terjadi karena suatu
penyakit, mengalami kecelakaan atau cedera yang bersinggungan dengan
sistem penglihatan.
29
Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta:
Paramadina Mastuhu, 1999), h. 19-20. 30
Mas Dewa, Kiai Juga Manusia, Mengurai Plus Minus Pesantren, Kiai, Gus, Neng,
Pengurus dan Santri, (Probolinggo: Pustaka El-Qudsi, 2009), h. 23-25. 31
Soekini Pradopo, Suharto dan L Tobing, Pendidikan Anak-Anak Tunanetra, (Bandung:
Masa Baru,t.t.), h.12.
38
2. Karakteristik Tunanetra
Secara spesifik anak yang mengalami gangguan penglihatan
(tunanetra) dapat diidentifikasi dengan ciri fisik sebagai berikut:
a. Tidak mampu melihat,
b. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter,
c. Kerusakan nyata pada kedua bola mata,
d. Sering meraba-raba atau tersandung waktu berjalan,
e. Mengalami kesulitan mengambil benda kecil didekatnya,
f. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh, bersisik dan kering,
g. Mata bergoyang terus.32
3. Klasifikasi tunanetra
Klasifikasikan tunanetra berdasarkan pada waktu terjadinya
ketunanetraan sebagai berikut:
a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir, yaitu mereka yang sama sekali tidak
memilki pengalaman melihat.
b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil, yaitu mereka telah memiliki
kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah
terlupakan.
c. Tunanetra pada usia sekoah atau pada usia remaja. Mereka telah
memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang
mendalam terhadap proes perkembangan pribadi.
d. Tunanetra pada usia dewasa, pada umumnya mereka yang dengan segala
kesadaran mampu melakuan latihan-latihan penyesuaian diri.
32
Lagita Manastas, Strategi Mengajar Siswa Tunanetra, (Yogyakarta: Imperium, 2014), h.
4.
39
e. Tunanetra pada usia lanjut, sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-
latihan penyesuaian diri.
f. Tunanetra akibat bawaan.33
Sementara klasifikasi tunanetra lainnya dijelaskan oleh Howard dan
Orlansky. Klasifikasi tunanetra berdasarkan pada kelainan-kelainan yang
terjadi pada mata. Kelainan ini disebabkan karena adanya kesalahan
pembiasan pada mata. Hal ini terjadi bila cahaya tidak terfokus sehingga
tidak jatuh pada retina. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan memberikan
kacamata atau kontak lensa.
Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Myopia adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan
jatuh dibelakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek
didekatkan.
b. Hyperopia adalah penlihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan
jatuh didepan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan.
c. Astigmatisme adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang
disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada
permukaan lain bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak
dekat maupun jauh tidak fokus jatuh pada retina.34
4. Pengertian Santri Tunanetra
33
Soekini Pradopo, Suharto dan L Tobing, Pendidikan Anak-Anak Tunanetra, h. 12-13. 34
Lagita Manastas, Strategi Mengajar Siswa Tunanetra, h.5-7.
40
Santri adalah “orang yang mendalami ilmu agama islam dengan tekun”.35
Sedangkan tunanetra adalah orang yang indera pengelihatannya terganggu
sehingga tidak bisa melihat atau buta. Jadi santri tunanetra adalah orang yang
mendalami ilmu agama islam secara tekun namun memiliki gangguan pada indera
penglihatan atau bisa disebut juga dengan buta. Secara keseluruhan santri
tunanetra sama halnya dengan santri pada umumnya yakni sama-sama menekuni
agama islam. Namun yang menjadi pembeda adalah terlihat dari fisik terutama
pada indera penglihatan.
Seorang santri tunanetra sebenarnya tidak berbeda jauh dengan santri
normal dalam menghafal al-Qur'an. Namun, santri tunanetra memiliki
kekhususan, yaitu menggunakan al-Qur'an braille sebagai media bantu dalam
proses menghafal al-Qur'an. al-Qur'an braille ini digunakan sebagai pengganti al-
Qur'an biasa yang tidak dapat dibaca oleh santri tunanetra.
35
Qonita Alya, Kamus Bahasa Indonesia, h.669.
41
BAB III
Gambaran Umum Yayasan Raudlatul Makfufin
A. Profil Umum Yayasan Raudlatul Makfufin
Sesuai namanya Raudlatul Makfufin yang berarti taman tunanetra. Itu
artinya, sejumlah santri yang mukim maupun yang tidak mukim di yayasan
Raudlatul Makfufin adalah para penyandang tunanetra. Mereka berasal dari
berbagai wilayah di Indonesia. Tiada mata tak hilang cahaya adalah ungkapan
yang pantas untuk mereka karena di yayasan Raudlatul Makfufin inilah, mereka
yang ditakdirkan Allah SWT memiliki keterbatasan dalam penglihatan, justru
memiliki keluasan dan kelapangan mata hati untuk menimba ilmu dan
menebarkannya terkhusus ilmu agama.
Yayasan Raudlatul Makfufin bergerak dalam bidang pembinaan agama dan
mental serta kesejahteraan yang didirikan atas dasar kepedulian sosial terhadap
orang-orang penyandang tunanetra. Karena pada saat itu, belum ada satupun
lembaga di Jakarta yang secara khusus menangani pembinaan agama. Pada
umumnya lembaga ketunanetraan lebih banyak bergiat di bidang rehabilitasi dan
pendidikan atau latihan serta upaya kesejahteraan sosial dalam arti umum dan
yayasan ini juga memproduksi al-Qur’an braille yang terbitannya menjadi rujukan
penulisan dan penerbitan al-Qur’an braille di Indonesia.
Yayasan ini terletak di JL. Raya Puspitek, Gg.Rais, No. 10 A RT. 002/05,
Kp. Jati, Kelurahan Buaran, Kecamatan Serpong, kota Tangerang Selatan,
Provinsi Banten 15316. Lokasinya yang cukup jauh dari jalan utama, dan tidak
ada angkutan umum yang melalui jalan tersebut. Tempat yang masih telihat asri
42
dan sepi dari keramaian membuat kenyamanan tersendiri bagi santri Raudlatul
Makfufin.
Namun, tempatnya yang tidak strategis itulah yang membuat santri mukim
di yayasan Raudlatul Makfufin lebih sedikit sekitar 6 orang dibanding
sebelumnya ketika yayasan Raudlatul Makfufin bertempat di Ciputat mencapai 10
sampai 15 orang. Karena Ciputat cukup stategis dekat dengan kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, SLB yang berada di Lebak Bulus, UHAMKA serta UMJ.
Kegiatan di yayasan Raudlatul Makfufin antara lain yakni menghafal al-
Qur’an, muhadatsah, pendidikan terjemah al-Qur’an, kajian kitab-kitab seperi
fiqih, hadits arba’in, dan ilmu agama lainnya. Keterampilan seni musik islami
seperti marawis, kemudian pelatihan mengetik 10 jari, pelatihan komputer
dengan screen reader, dan pendidikan kejar paket A, B, dan C. Ada satu lagi
kegiatan di yayasan Raudlatul Makfufin yang sangat bermanfaat, inspiratif
sekaligus serta memotivasi. Kegiatan itu adalah penyusunan dan pencetakan al-
Qur’an menggunakan huruf braille. Untuk penyusunannya, sebenarnya sudah
berlangsung sejak 1996 lalu, sementara pencetakannya baru dimulai pada tahun
2000, dan masih dilakukan hingga kini.1
B. Sejarah Berdirinya Yayasan Raudlatul Makfufin
Yayasan Raudlatul Makfufin didirikan pada tanggal 26 November 1983 di
Jakarta Timur oleh R.M. Halim (Alm) bersama beberapa rekan tunanetra dan non
tunanetra, karena pada saat itu belum ada satupun lembaga di Jakarta yang secara
khusus menangani pembinaan agama bagi tunanetra. Saat itu yayasan belum
memiliki kantor sekretariat sendiri, jadi masih berpindah. Pada tahun 1991, Bapak
1 Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015
di yayasan Raudlatul Makfufin.
43
Munawir Sjadzali, yang waktu itu menjabat Menteri Agama, memiliki perhatian
khusus, dengan memberikan pinjaman sebidang tanah milik Kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta di kawasan Kertamukti, Ciputat, atau seberang gedung
kampus Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berada. Tak hanya itu,
Bapak Munawir juga ikut andil dalam mensukseskan pembangunan gedung untuk
pusat kegiatan yayasan Raudlatul Makfufin. Pada 1992, pak Munawir juga yang
meresmikan kantor sekretariat yayasan Raudlatul Makfufin. Sejak saat itu, seluruh
kegiatan yayasan Raudlatul Makfufin dapat terpusat di satu lokasi,” tutur Ade
Ismail, S. Pd, selaku ketua pengurus yayasan Raudlatul Makfufin.2
Seiring waktu berjalan, pada 2009, muncul kebijakan dari Pemerintah yang
mengharuskan yayasan Raudlatul Makfufin berpindah lokasi. Kebijakan ini
memang mengharuskan seluruh aset-aset negara, termasuk lahan yang ditempati
sebagai kantor sekretariat yayasan Raudlatul Makfufin, dikembalikan lagi kepada
negara, dalam hal ini Departemen Agama untuk kepentingan pembangunan
Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kami sepenuhnya menyadari, tanah
yang selama ini dimanfaatkan yayasan Raudlatul Makfufin hanya sebatas
pinjaman dengan status hak guna pakai, sehingga ketika lahan tanah ini diminta
kembali, sudah tentu kami kembalikan kepada yang memang berhak
memilikinya,” urai Ade Ismail, S. Pd.3
Kebijakan pengembalian lahan tanah pinjaman tadi memang mengharuskan
yayasan Raudlatul Makfufin berpikir keras untuk mencari lokasi baru dan
2 Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015
di yayasan Raudlatul Makfufin. 3 Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015
di yayasan Raudlatul Makfufin.
44
membangun kembali gedung sekretariat baru. Masalahnya, untuk membangun
kembali gedung sekretariat baru, tentu butuh dana yang tidak sedikit. Melalui jalur
perundingan dengan pimpinan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, akhirnya
disepakati bahwa UIN Syarif Hidayatullah akan membantu pembangunan gedung
sekretariat baru saja. Artinya, tanpa disertai upaya pengadaan lahan tanahnya.
Alhamdulillah, kami mendapatkan tanah wakaf dari seorang hamba Allah,
seluas 1.000 meter persegi, yang kami tempati sekarang ini. Itu berarti, lahan
tanahnya sudah ada, tinggal membangun gedungnya. Bersyukur, pihak UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta aktif mengumpulkan dana sosial dengan tujuan
pembangunan gedung sekretariat yayasan Raudlatul Makfufin, salah satu caranya
dengan melaksanakan fund raising ke banyak pihak. Sekaligus ini membuktikan
tanggung jawab pihak kampus UIN Syarif Hidayatullah untuk mengganti
bangunan gedung yayasan Raudlatul Makfufin sebelumnya. Pembangunan
gedung baru sekretariat yayasan Raudlatul Makfufin akhirnya terlaksana secara
baik. Hingga akhirnya, pada 2010, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof
Komaruddin Hidayat membubuhkan tanda tangannya dengan tinta emas di atas
batu prasasti berwarna hitam, sebagai pertanda peresmian gedung. Meski
diresmikan oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah, tapi yayasan kami ini tidak ada
sangkut pautnya secara formal kelembagaan dengan Kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Kehadiran Bapak Komaruddin waktu itu, hanya sekadar
meresmikan gedung baru, sebagai tindak lanjut dari kebijakan perapihan aset
milik Negara dan membuat gedung lama sekretariat yayasan Raudlatul Makfufin
45
dibongkar. Hingga kini, hubungan secara nonformal dengan Kampus UIN Syarif
Hidayatullah tetap terjalin baik, ungkap Ade Ismail, S. Pd.4
Kemudian alasan dasar pendirian yayasan Raudlatul Makfufin karena:
1. Kemiskinan dan kebodohan dekat dengan kekufuran
2. Ketunanetraan tidak menanggalkan kewajiban beribadah
3. Perlu strategi, metodologi dan sarana khusus untuk tunanetra belajar agama
4. Pendekatan agama cara efektif memahami makna penderitaan atau musibah
5. Tunanetra berbakat berpeluang untuk mengabdikan diri dibidang agama jika
diberi kesempatan dan didukung sarana yang memadai
6. Perlu lembaga pengelola dana masyarakat untuk kesejahteraan sosial
tunanetra.5
1. Visi dan Misi Yayasan Raudlatul Makfufin
Visi Yayasan Raudlatul Makfufin adalah wahana jasa untuk pembinaan
agama islam dan kesejahteraan sosial tunanetra muslim agar memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Misi Yayasan Raudlatul Makfufin yaitu:
a. Menyelenggarakan pendidikan dan kursus-kursus keagamaan dan dakwah.
b. Menyediakan buku-buku sumber agama dalam huruf braille atau rekaman
dan penyiapan tenaga pelaksana yang profesional.
c. Menyelenggarakan kursus keterampilan usaha.
d. Mengupayakan bantuan sosial bagi tunanetra yang membutuhkan.
Pentingnya pemberdayaan penyandang tunanetra bagi yayasan Raudlatul
Makfufin.6
4 Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015
di yayasan Raudlatul Makfufin. 5 Dokumentasi yayasan Raudlatul Makfufin.
46
2. Program Kegiatan Yayasan Raudlatul Makfufin
Program kegiatan di yayasan Raudlatul Makfufin diadakan guna untuk
menunjang kemampuan, meningkatkan pengetahuan, kretifitas serta
pemahaman keagamaan sebagai wadah mereka untuk menggali potensi diri,
diantarnya yaitu:
a. Kursus keagamaan
1) Kursus pemberantasan buta huruf al-qur’an braille dan dasar-dasar
agama
2) Kursus seni baca al-Qur’an
3) Kursus tahfidz al-Qur’an
b. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) berupa program kejar paket A, B dan
program paket C
c. Pesantren tunanetra
d. Majelis ta’lim
e. Kursus Komputer bicara
f. Pengadaan al-qur’an braille dan pembraillean buku-buku sumber agama
islam
g. Peringatan hari-hari besar islam
h. Pengkaderan jama’ah melalui IKJAR (Ikatan Jama’ah Raudlatul Makfufin).7
Sedangkan program kedepannya yayasan Raudlatul Makfufin akan
mencanangkan perpustakaan buku-buku agama islam, hal ini berkaitan dengan
program pengadaan al-Qur’an braille dan buku agama yang diproduksi oleh
yayasan Raudlatul Makfufin. Hal tersebut untuk memfasilitasi para
6 Dokumentasi yayasan Raudlatul Makfufin.
7 Dokumentasi yayasan Raudlatul Makfufin.
47
penyandang tunanetra untuk lebih memperkaya ilmu pengetahuan mereka
dalam hal keagamaan.
3. Prestasi yayasan Raudlatul Makfufin
1. Yayasan Raudlatul Makfufin menjadi wakil dari Indonesia dalam
Konferensi Internasional Al-Qur’an braille yang diadakan di Istanbul Turki
pada tahun 2013.
2. Juara 2 ditahun 2010 dan juara 3 ditahun 2014 pada MTQ golongan canet
(cacat netra) di tingkat Provinsi Banten sesuai dengan Surat Keputusan
Dewan Hakim Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi
Banten tahun 2010 dan 2014.
3. Kementerian Agama melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (
LPMA) membentuk tim penyusun qur’an braille, yayasan Raudlatul
Makfufin menjadi salah satu dari tim penyusun tersebut.
4. Yayasan Raudlatul Makfufin diundang oleh Badan Agama dan
Pembelajaran Agama (BAPA) Radin Mas untuk mengikuti Islamic
Singapore Expo, pada bulan September 2014
5. Kementerian Agama melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
(LPMA) membuat standar al-Qur’an braille di Indonesia, dengan merujuk
pada hasil pencetakan al-Qur’an braille yang diproduksi yayasan Raudlatul
Makfufin.
6. Juara 2 pada MTQ tingkat DKI.
7. Juara 1 Marawis tingkat remaja masjid se-Pamulang tahun 2008.
48
8. Juara 2 Marawis tingkat remaja masjid.8
4. Kegiatan Sosial Yayasan Raudlatul Makfufin
Dari beberapa bentuk kegiatan dan pengembangan keterampilan tersebut,
ada beberapa kegiatan sosial yang dilakukan yayasan Ruadulatul Makfufin,
antara lain adalah:
1. Memberikan al-Qur’an braille cuma-cuma keseluruh tunanetra yang
membutuhkan.
2. Berkurban tiap hari Raya Idul Adha untuk saling membantu.
3. Pelatihan membaca al-Qur’an braille.
4. Memberikan buku-buku keagamaan dalam bentuk huruf braille kepada yang
membutuhkan.
5. Pengadaan pengajian-pengajian keagamaan.9
C. Susunan Pengurus Yayasan Raudlatul Makfufin
Susunan pengurus disebuah lembaga berperan penting demi tercapainya
tujuan bersama. Setiap bagian serta posisi suatu susunan dan hubungan antara tiap
bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam
menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan.
Dewan penyantun:
1. Hj. Lea Irawan (ketua)
2. Prof.Dr. Komaruddin Hidayat
3. Dr.H. Marzuki Usman,SE.
4. Dr.Hj. Oktini Watti
8 Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015
di yayasan Raudlatul Makfufin. 9 Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015
di yayasan Raudlatul Makfufin.
49
5. Dra.Hj. Lina Liputri,Apt
6. Hj. Ningrum Maurice Nugroho
7. Dr. Eko Prihaningsih
Pembina:
1. Ahmad Joni Watimena
2. Drs. Nur Kholiq S.Q.
3. Drs. Ngatijo AS.
Pengawas:
1. Akrom Hasani, S.Ag.
2. Budi Santoso, S.Sos.I
3. Drs. Muhyi Choiruddin
Pengurus:
1. Ade Ismail, S.Pd (Ketua)
2. Rafik Akbar (Sekretaris)
3. Diah Rahmawati, S.Pd (Bendahara)
Unit Pengurus yayasan:
a. Unit Pendidikan dan Pesantren: Sapto Wibowo, S.Sos
b. Unit Pembraille buku dan Produksi Qur’an: Mohammad Zainal Abidin
c. Unit Kewirausahaan: Drs. Abdul Wahab.10
10
Dokumentasi yayasan Raudlatul Makfufin.
50
50
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Pesan Komunikasi Antarpribadi yang Diberikan Pengajar kepada Santri
Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an
Komunikasi antarpribadi dimana pesan terkirim dari pengirim dan
penerima, keduanya sama-sama berperan ganda menjadi pembicara sekaligus
pendengar. Komunikasi antarpribadi menjadi proses yang sangat lazim dilakukan
oleh semua orang begitu juga dengan penyandang tunanetra. Komunikasi
antarpribadi yang diberikan pengajar kepada santri tunanetra di yayasan Raudlatul
Makfufin merupakan penunjang dalam memotivasi menghafal al-Qur’an.
Pesan komunikasi dari komunikator kepada komunikan ataupun sebaliknya
mempunyai beberapa bentuk yakni verbal dan nonverbal. Dalam penyampaian
pesan ini bersifat memberi dan menerima pesan, seperti obrolan yang terjalin
bersifat dua arah, masing-masing memiliki hak. Jadi tidak ada yang lebih
menguasai pembicaraan. Hal tersebut memudahkan proses komunikasi antara
pengajar dan santri tunanetra.
Bentuk pesan yang digunakan pengajar kepada santri tunanetra ataupun
sebaliknya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Bentuk Verbal
Komunikasi verbal adalah pesan yang dikirim dalam bentuk lisan
maupun tulisan. Komunikasi verbal melalui lisan bisa dilakukan dengan
menggunakan media, seperti berbicara ditelepon. Pengajar menyampaikan
51
pesan dalam bahasa lisan, seperti sapaan, teguran, nasehat, candaan, perintah,
obrolan. Hal tersebut bermaksud agar santri tunanetra yang diajak komunikasi
melakukan apa yang dikehendaki pengajar. Disela-sela waktu setoran hafalan
pengajar memanfaatkan komunikasi verbal secara lisan untuk memberikan
motivasi kepada santri.
Komunikasi sehari-hari antar sesama santri tunanetra berjalan lancar tapi
harus dengan volume agak keras. Sebagaimana sesuai dengan hasil wawancara
dengan Ade Ismail mengatakan bahwa “kalau interaksi sehari-hari ya jangan
takut ngomong. Karena jangan harap ditegur kalau tidak tegur duluan. Kami
ya memanfaatkan indera pendengaran jadi kalau bicara suaranya jangan pelan,
harus lebih keras”.1
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa dalam pengunaan komunikasi
verbal yang dilakukan oleh penyandang tunanetra sama seperti layaknya orang
normal akan tetapi mereka lebih mengandalkan pendengaran karena indera
pendengaran ini satu-satunya yang mereka miliki untuk bisa menerima sebuah
pesan atau informasi. Lalu dalam berkomunikasi antar sesama penyandang
tunanetra, baik antara pengajar dengan santri ataupun sebaliknya atau bahkan
berkomunikasi dengan orang normal sekalipun, yakni jangan malu untuk
mengeluarkan suara, berbicaralah dengan volume yang agak keras. Inilah salah
satu bentuk motivasi dari pengajar kepada santrinya agar mereka memiliki
kepercayaan diri berkomunikasi dengan orang lain, selain itu bisa bermanfaat
bagi santri agar mereka meiliki atau mengetahui potensi dirinya.
1 Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015
di yayasan Raudlatul Makfufin.
52
Kemudian komunikasi verbal dalam memotivasi menghafal al-Qur’an
pengajar memberikan teguran berupa perbaikan lafadz ataupun kesalahan
disaat proses menghafal atau pada saat setoran hafalan. Sebab dalam proses
menghafal, dengan mendengarkan saja tidak cukup, bisa terjadi kesalahan
sebagaimana wawancara dengan Ade Ismail selaku ketua dewan pengurus
mengatakan “…kalau belajar menghafal hanya dengar dari suara bisa saja
salah. Seperti perbedaan illa, ila atau dengan ala, dimana penempatan tasydid
atau panjang pendek. Terlebih lagi bagi santri yang sama sekali tidak bisa atau
awam akan huruf arab…”.2
Ungkapan tersebut menjelaskan bahwa dalam menghafal al-Qur’an santri
tunanetra dianjurkan bisa membaca al-Qur’an braille. Karena jika bisa
membaca sendiri akan tau letak perbedaan lafadz yang sama namun berbeda
seperti illa dengan ila, bertasydid atau tidak bertasydid. Mengetahui perbedaan
pelafadzan seperti ini merupakan hal mendasar dalam bahasa arab. Dua kata
atau lebih bisa saja memiliki pelafalan hampir sama, namun secara tulis
berbeda dan maknanya akan berbeda pula. Oleh karena itu, untuk mengatasi
terjadinya kesalahan, pengajar akan mengkomunikasikannya dengan santri
lewat teguran apabila terjadi kesalahan-kesalahan.
2. Bentuk Non verbal
Pesan non verbal adalah pesan yang dikirim dalam bentuk gerak bahasa
tubuh, ataupun tanda-tanda. Komunikasi non verbal melalui gerak bahasa
2 Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015
di yayasan Raudlatul Makfufin.
53
tubuh bisa meliputi mimik, kedipan mata, ekspresi muka, serta perubahan
volume suara dan lain sebagainya.
Penggunaan komunikasi non verbal sangat berperan penting dalam
melengkapi efektifitas komunikasi verbal. Misalnya ketika santri tunanetra ada
yang lama tidak menyetorkan hafalannya maka pengajar akan memberikan
teguran dengan perubahan volume dengan penegasan agar santri mau
menghafal dan menyetorkan hafalannya.
B. Upaya yang Dilakukan Pengajar kepada Santri Tunanetra dalam
Memotivasi Menghafal Al-Qur’an
Seorang pengajar harus mampu memberikan motivasi kepada santri
tunanerta yang sesuai dengan kondisi mereka untuk mencapai tujuan. Karena
kekurangan fisik yang dialami seringkali membuat orang di sekitar lingkungannya
memandang sebelah mata, namun ada juga yang merasa simpati terhadap
tunanetra. Semua anggapan itu tergantung dari pribadi setiap orang yang
menilainya. Inilah yang membuat pengajar memiliki peran penting untuk
menumbuhkan motivasi santri tunanetra. Pengajar perlu memberikan rasa percaya
diri kepada santri tunanetra agar tidak merasa rendah karena anggapan-anggapan
negatif dari beberpa orang.
Pada awalnya pengajar harus mengetahui apa saja minat santri tunanetra
dalam menghafal al-Qur’an. Karena minat mempunyai sumbangan yang besar
dalam menghafal al-Qur’an. Tujuan dari minat itu sendiri adalah sebagai upaya
untuk menambah rasa kecintaan terhadap kegiatan menghafal al-Qur’an. Seorang
santri yang memiliki minat menghafal yang tinggi maka akan memberikan
kekuatan secara internal pada diri santri untuk tetap konsisten menghafal. Santri
54
yang awalnya hanya ikut-ikutan atau terbawa arus niatnya akan terpicu oleh
kondisi lingkungan. Lingkungan yang dipenuhi oleh santri-santri yang memiliki
semangat dan minat menghafal tinggi akan memunculkan iklim positif. Mereka
yang semangat dan memiliki minat tinggi dalam menghafal secara tidak langsung
mempengaruhi santri lain untuk memiliki semangat yang sama, bahkan melebihi.
Minat santri tunanetra dalam menghafal ditimbulkan karena dari firman
Allah SWT ataupun hadits-hadits yang menerangkan tentang keistimewaan orang
menghafal al-Qur’an, salahsatunya surga merindukan empat golongan salahsatu
golongan tersebut adalah golongan orang yang hafal al-Qur’an.3 Minat dari santri
yayasan Rudlatul Makfufin dalam menghafal al-Qur'an pada umumnya juga
dikarenakan hal baru yang mereka temukan, yaitu kemampuan membaca dan
menghafal. Para santri sangat tertarik ketika mereka menemukan komunitas
tunanetra seperti mereka yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk
menghafal al-Qur'an. Hal yang sangat berbeda jauh dengan anggapan awal
mereka bahwa seorang tunanetra memiliki kesempatan yang sangat kecil untuk
dapat melakukan hal tersebut. Mulai dari sini lah santri mulai tertarik dengan
komunitas penghafal al-Qur'an di yayasan Raudlatul Makfufin. Terlebih lagi
keunikan tersendiri dari yayasan Raudlatul Makfufin yang membuat dan mencetak
sendiri al-Qur'an braille, menjadi magnet tersendiri bagi mereka yang
menumbuhkan minat untuk bergabung dengan program tahfidz al-Qur'an di
yayasan Raudlatul Makfufin. Dan yayasan Raudlatul Makfufin tidak
membebankan biaya kepada santri tunanetra, bagi santri tunanetra yang mukim
sudah terjamin kebutuhannya karena sudah ditanggung oleh para donatur yayasan
3 Wawancara Pribadi dengan Mutaqin Santri Tunanetra Mukim. Tangerang, 12 Agustus
2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
55
Raudlatul Makfufin dan bagi santri tunanetra nonmukim akan diberikan uang
transpot pengganti dari yayasan bagi yang hadir. Dan pengajar juga menjadi
suritauladan untuk membuat santri tunanetra tertarik dalam menghafal karena
pengajar secara tidak langsung memotivasi santri tunanetra walau memiliki
keterbatasan tapi mampu membimbing santri tunanetra dalam menghafal.
Program tahfidz al-Qur'an belum lama diadakan di yayasan Raudlatul
Makfufin tepatnya mulai dilaksanakan pada bulan September 2014. Santri-santri
yang mengikuti program ini pun tergolong pemula dan ada beberapa yang sudah
berpengalaman dibidang tahfidz Qur’an baik itu dalam perlombaan atau
banyaknya juz yang sudah dihafal dan ada yang tidak. Dari hal tersebut santri
tunanetra yang perkembangnya lebih cepat dapat menjadi contoh kepada santri
tunanetra yang masih tergolong pemula lainnya dalam menghafal al-Qur’an serta
tetap menstabilkan minatnya atau bahkan meningkatkan minatnya dalam
menghafal al-Qur’an walau dalam keadaan yang memiliki kekurangan fisik
karena pada umumnya dalam menghafal membutuhkan keselarasan antara indera
pengelihatan untuk melihat ayat-ayat yang akan dihafal guna untuk menghindari
kesalahan ayat dan indera pendengaran karena susuatu hal yang sering didengar
berulang kali akan dengan sendirinya menjadi hafal.
Walau program tahfidz masih belum lama dilaksanakan oleh yayasan
Raudlatul Makfufin. Para santri begitu antusias untuk menghafal al-Qur’an.
Faktor yang membuat santri ingin menghafal hingga bertahan sampai saat ini
karena penasaran dan baru setengah jalan, jadi rasa penasaran mereka semakin
menjadi karena sulit untuk berhenti ditengah jalan atau putus asa tanpa
menghasilkan apa-apa. Karena semakin banyak rintangan justru semakin
56
membuat santri penasaran untuk terus maju, sekuat apa rintangan yang
menghalangi para santri sehingga santri semakin penasaran.4
Pengajar melakukan beberapa cara untuk memotivasi para santri tunanetra
agar lebih maksimal dalam menghafal al-Qur’an, beberapa metode untuk
memotivasi menghafal al-Qur’an santri tnanetra sebagai berikut:
1. Memberikan nasehat
Pengajar sering memberikan nasehat untuk memotivasi santri tunanetra
dalam menghafal al-Qur’an, seperti kemuliaan orang penghafal al-Qur’an yang
jasadnya terjaga didalam kubur karena hafal al-Qur’an, hadits-hadits yang
menerangkan bahwa surga rindu terhadap empat golongan salah satunya ialah
golongan orang yang hafal al-Qur’an, dan juga pernyataan dari pengajar
kepada santri tunanetra “…kamu itu di dunia sudah terlahir dalam keadaan
buta, nanti jangan sampai di akhirat kamu dibangkitkan juga dalam keadaan
buta seperti ini…”.5 Makna nasehat yang disampaikan tersebut adalah supaya
santri tunanetra terus semangat dalam menghafal walaupun sulit tapi harus
terus berusaha.
Respon santri terhadap nasehat tersebut adalah mereka semakin
termotivasi karena dengan adanya nasehat beliau bisa memotivasi santri yang
berbeda latar belakang, sikap, usia dan lain sebagainya. Pengajar yang selalu
memberikan semangat dan meyakinkan santri bahwa mereka memiliki
kemampuan yang sama dengan manusia normal, mampu membaca dan
mengingatnya. Tanpa motivasi dari beliau para santri tidak bisa sampai seperti
4 Wawancara Pribadi dengan Mutaqin Santri Tunanetra Mukim. Tangerang, 21 Agustus
2015 di yayasan Raudlatul Makfufin. 5 Wawancara Pribadi dengan Mutaqin Santri Tunanetra Mukim. Tangerang, 12 Agustus
2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
57
sekarang ini. Sekarang muncul santri-santri yang telah memiliki kepercayaan
diri dan sampai ada yang memiliki hafalan 15 juz hingga 30 juz. “Begitu besar
jasa pengajar untuk bisa memotivasi santri dimulai dari kata-kata yang lembut
sampai kata-kata yang kasar sekalipun, namun dengan tujuan yang baik”.6
2. Memberikan soal ayat
Pada dasarnya dalam menghafal membutuhkan keselarasan antara indera
pengelihatan dan inder pendengaran, untuk melihat ayat-ayat yang akan dihafal
guna menghindari kesalahan ayat. Tanpa indera pengelihatan tunanetra
menajamkan hafalannya dengan memaksimalkan kemampuan pendengaran
yang mereka. Salah satu yang diberikan oleh pengajar untuk memperkuat
ketajaman menghafal santri tunanetra adalah dengan melakukan pengulangan
hafalan santir tunanetra dalam sebuah evaluasi. Evaluasi tersebut dilakukan
dengan cara memberikan soal berupa potongan ayat dan santri diharuskan
melanjutkan ayat yang didengarnya dari pengajar. Kegiatan ini dilakukan
setiap pertemuan.
Soal merupakan bahan evaluasi yang biasa diberikan pengajar, dengan
diadakannya soal santri tunanetra akan lebih giat dalam menghafalnya karena
akan mempersiapkan soal yang akan ditanyakan pengajar. Supaya pengajar
bisa mengetahui sejauh mana kemampuan setiap santri tunanetra.
3. Memberikan bimbingan secara pribadi
Dalam setiap individu santri tunanetra memiliki kemampuan yang
berbeda dalam menghafal al-Qur’an ataupun diluar menghafal al-Qur’an
seperti masalah pribadi yang mempengaruhi semangatnya dalam menghafal al-
6 Wawancara Pribadi dengan Juanda Saputra Santri Tunanetra Nonmukim. Tangerang, 20
Agustus 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
58
Qur’an. maka pengajar akan memberikan waktu diluar jam program tahfidz
untuk memberikan bimbingan agar santri tunanetra merasa diperhatikan dan
akan lebih semangat dalam menghafal al-Qur’an. Pengajar sebagai
pembimbing bagi santri tunanetra memiliki peran krusial dalam
membangkitkan kembali semangat dan motivasi santri tunanetra dalam
menghafal al-Qur’an. pengajar akan memberikan waktu diluar jam program
tahfidz untuk memberikan bimbingan agar santri tunanetra merasa diperhatikan
dan akan lebih semangta dalam menghafal al-Qur’an.
C. Disonansi Kognitif (Perasaan Ketidakseimbangan) dan Perubahan
Perilaku pada Santri Tunanetra dalam Menghafal Al-Qur’an
Pada dasarnya sifat manusia yang mementingkan konsistensi
(keseimbangan), bahwa orang tidak akan menikmati inkonsistensi dalam pikiran
dan keyakinan mereka. Namun sebaliknya, mereka akan mencari konsistensi
(keseimbangan). Inilah mengapa santri tunanetra merima keadaannya yang
memiliki kekurangan dalam pengelihatan, karena mereka pasrah serta sadar akan
kekurangan keadaan mereka yang tidak bisa berbuat banyak dalam keadaan tidak
bisa melihat. Hingga akhirnya mereka terbiasa dengan keadaannya sehingga tidak
terlintas dalam pikiran mereka saat itu untuk maju atau berubah.
Namun lambat laun santri tunaetra ini meratapi hidup yang dijalani, ingin
rasanya bisa lebih baik dan bisa bermanfaatkan untuk orang lain walau dengan
keterbatasan fisik salah satunya dengan menghafal al-Qur’an. Saat santri tunanetra
ini mulai menemukan komunitas maka santri tunanetra merasakan inkonsistensi
yang membuktikan ternyata penyandang tunanetra itu mampu lebih maju dari
anggapan sebelumnya yang mengatakan bahwa tunanetra tidak bisa berbuat
59
banyak. Sehingga muncul disonansi pada diri santri tunanetra, apakah santri
tunanetra tetap pada kondisi awal atau berubah setelah mengetahui bahwa
penyandang tunanetra bisa mengafal.
Pengajar sangat mengapresiasi terhadap santri tunanetra yang ingin
menghafal al-Qur’an. Dalam hal itu pengajar merangkul mereka dengan
memberikan nasehat serta motivasi dan sering diajak berdialog bersama agar
mereka merasa nyaman tanpa ada beban dari keterbatasan mereka, karena ada
juga yang mengalami tunanetra saat dewasa dan itu membuat depresi yang
mendalam saat dia merasakan dunia baru saat sudah tidak bisa melihat lagi.
Setelah bertemu dengan yayasan Raudlatul Makfufin serta berbaur dengan
orang-orang yang juga penyandang tunanetra. Ternyata orang-orang di yayasan
ini juga penyandang tunanetra, tapi mereka bisa melakukan kegiatan seperti orang
normal salah satunya yaitu membaca sekaligus bisa menghafal al-Qur’an.
Awalnya mereka beranggapan kode-kode braille itu hanya titik-titik permainan
semata, kalau diraba seperti parutan santen dan bingung bagaimana cara
membacanya. Kemudian pengajar akan membimbing serta mengarahkan para
santri agar bisa mempergunakan al-Qur’an braille sebagaimana mestinya. Dari hal
tersebut timbullah harapan-harapan yang menimbulkan disonansi berupa konflik
batin atau pada psikologinya bahwa tunanetra juga bisa membaca serta menghafal
al-Qur’an layaknya orang normal pada umumnya. Maka timbul inkonsistensi dari
diri santri bahwa anggapannya selama ini tentang penyandang tunanetra telah
berbeda. Bagi seorang tunanetra jangankan bisa mempelajari serta menghafal al-
Qur’an, melihat serta berjalan saja susah apalagi itu. Jadi, apa yang ada dalam
pikiran tidak sama dengan kenyataan yang sebenarnya.
60
Inkonsistensi yang ada pada diri santri akan menimbulkan perubahan
perilaku. Perubahan perilaku tersebut dimulai dari adanya rasa keingintahuan
dalam menggunakan al-Qur’an braille. Karena anggapan awal santri tunanetra,
dengan cara apa mereka bisa membaca al-Qur’an kalau melihat saja tidak bisa.
Semakin lama mereka terbawa oleh komunitas sesamanya, yang membawa
mereka ke lingkungan yang memang mendukung. Awalnya tidak percaya diri,
tapi karena lingkungan mendukung, sekarang menjadi percaya diri. Sedikit demi
sedikit santri tunanetra membuang keyakinan atau anggapan kalau tunanetra tidak
bisa membaca serta menghafal al-Qur’an.
Perubahan perilaku yang dialami oleh santri tunanetra karena adanya
inkonsistensi yang mereka temui, menyebabkan timbulnya disonansi untuk
melakukan tindakan. Maksudnya, adanya kebimbangan santri untuk memilih,
apakah akan berpindah ke keadaan yang baru mereka temui atau mereka tetap
dengan kondisi awal mereka. Ketika santri tunanetra mulai masuk kedalam
yayasan Raudlatul Makfufin kemudian mulai mengikuti kegiatan-kegiatan yang
ada di yayasan tersebut berarti santri tunanetra secara tidak langsung sedang
melawan disonansi pada diri mereka.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi besar kecilnya tingkat disonansi, yaitu
faktor kepentingan (faktor dalam menentukan tingkat disonansi yang merujuk
pada seberapa signifikansi masalah), rasio disonansi (merujuk pada jumlah
kognisi konsonan berbanding dengan yang disonan) dan rasionalitas (merujuk
pada alasan yang dikemukakan untuk menjelaskan inkonsistensi). Tingkat
disonansi akan menentukan tindakan yang akan diambil oleh tunanetra untuk
mengurangi disonansi. Tingkat pertama ialah kepentingan artinya bahwa semakin
61
santri menganggap penting menghafal al-Qur’an bagi tunanetra. Maka santri akan
mengalami disonansi yang besar ketika menjumpai keadaan yang inkonsistensi.
Sebab, santri akan berusaha untuk menuju pada kondisi dimana dia bisa
menghafal. Santri di yayasan Raudlatul Makfufin menganggap penting menghafal
al-Qur’an bagi mereka yang penyadang tunanetra. Hal ini ditunjukkan dengan
antusias dari santri dalam menyetorkan hafalannya.
Faktor selanjutnya ialah rasio disonansi, bahwa santri menemukan
komunitas yang baru dan merasakan perubahan dari sebelumnya mengenal
yayasan Raudlatul Makfufin. Karena santri memiliki lebih banyak kognisi disonan
dibanding dengan yang kognisi konsonan. Jadi akan sangat mungkin santri bahwa
santri memiliki inkonsistensi, dan menghasilkan disonansi.
Selanjutnya tingkat disonansi dipengaruhi oleh faktor rasionalitas, yang
merujuk pada alasan-alasan santri yang dikemukakan untuk menjelaskan kenapa
mereka ingin berubah dari kondisi awal dan sampai ingin sekali dapat menghafal
al-Qur’an. semakin banyak santri mengungkapkan alasan, maka semakin sedikit
disonansi yang dirasakan. Dengan kata lain motivasi mereka untuk menghafal
besar sehingga mempunyai berbagai alasan untuk berubah. Alasan-alasan mereka
ialah mulai dari ingin bermanfaat untuk orang lain walaupun dengan keterbatasan
fisik, untuk bekal di akhirat nanti, kemudian ingin masyarakat melihat bukan dari
ketunanetraannya tapi dengan keilmuan yang dimiliki jadi tidak dipandang rendah
oleh masyarakat walaupun emiliki kekurangan fisik, ingin memperdalam agama
dengan hafal al-Qur’an, ingin semua ilmu yang dipelajari dengan mudah diterima
karena hafal al-Qur’an serta Allah akan menjanjikan surganya untuk para hafidz-
62
hafidzah janji tersebut tertera dalam hadits bahwa surga merindukan empat
golongan salah satunya orang-orang yang hafal al-Qur’an.
Disonansi yang dialami oleh santri tunanetra, membuat mereka melakukan
usaha untuk memperoleh konsistensi. Usaha yang dilakukan santri tunanetra
merupakan proses menuju apa yang santri tunanetra inginkan. Santri tunanetra
yayasan Raudlatul Makfufin memilih untuk berubah dari kondisi awal mereka.
Perubahan yang mereka pilih tentunya ada alasannya. Alasan tersebut berasal dari
motivasi. Besarnya motivasi untuk berubah itu tergantung dari tingkat disonansi.
Semakin kecil disonansi, maka tindakan usaha yang dilakukan santri tunanetra
akan semakin banyak atau lebih intensif. Tingkat disonansi yang tinggi tanpa
mempunyai motivasi, itu tidak akan mengalami perubahan.
Perubahan tersebut tergantung dari motivasi, “motivasi bisa dari diri sendiri
atau lingkungan sekitar yang mencakup teman, orang tua serta pengajar yang ada
di yayasan Raudlatul Makfufin”.7 Motivasi sangat berpengaruh dalam
menumbuhkan semangat menghafal al-Qur’an bagi santri tunanetra. Motivasi
dibangun oleh santri sendiri berdasarkan keinginannya untuk menjadi pribadi
yang lebih baik dan bermanfaat bagi lingkungannya. Mengingat fundamentalnya
motivasi dari diri sendiri, sehingga harus benar-benar dibangun untuk
menjadi modal bagi keberlanjutan perubahan yang diinginkan. Timbulnya
motivasi dari diri sendiri diawali dari ketertarikan santri tunanetra terhadap
komunitas santri tunanetra yang hafal al-Qur'an. Selain itu mereka juga
termotivasi untuk bisa membaca seperti orang normal, meski menggunakan alat
bantu. Motivasi dari diri sendiri perlu terus dibangun, dipertahankan dan
7 Wawancara Pribadi dengan Mutaqin Santri Tunanetra Mukim. Tangerang, 12 Agustus
2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
63
ditambah agar semakin kuat. Motivasi dari diri sendiri ini akan didukung
oleh motivasi yang didapat dari teman, orang tua serta pengajar agar
semakin membuat kokoh fondasi motivasi dari dirisantri tunanetra tersebut.
Motivasi dari teman, orang tua serta pengajar berupa dukungan, arahan,
dan masukan dari pihak-pihak di sekitar lingkungan kehidupan santri tunanetra.
Ketiga pihak tersebut merupakan pemberi sokongan bagi santri untuk lebih
giat, semangat, dan konsisten dalam menjalani kegiatan menghafal al-Qur'an.
Pengajar juga memiliki peran yang sangat krusial dalam program tahfidz di
yayasan Raudlatul Makfufin. Pengajar menjadi salah satu faktor yang
menentukan santri untuk lebih semangat menghafal. Peran pengajar dimata
santri sangat luar biasa karena beliau bisa memotivasi santri yang berbeda latar
belakang, sikap, usia dan lain sebagainya. Pengajar yang selalu memberikan
semangat dan meyakinkan santri bahwa mereka memiliki kemampuan yang
sama dengan manusia normal, mampu membaca dan mengingatnya. Tanpa
motivasi dari beliau para santri tidak bisa sampai seperti sekarang ini. Sekarang
muncul santri-santri yang telah memiliki kepercayaan diri dan sampai ada yang
memiliki hafalan 15 juz.
Kedekatan pengajar dengan para santri di yayasan Raudlatul Makfufin
dalam meningkatkan motivasi menghafal al-Qur‟an merupakan salah satu kunci
utama yang menjadikan komunikasi antara pengajar dan santri berjalan sangat
efektif. Sehingga pesan yang ingin disampaikan pengajar dapat diterima dan
diaplikasikan dengan baik oleh para santri. Pengajar memperlakukan santri seperti
temannya sendiri meski usia mereka terpaut cukup jauh. Sama sekali tidak terlihat
kecanggungan antara pengajar dan santrinya. Mereka terlihat sudah saling
64
mengerti apa yang diinginkan pengajar dan sebaliknya pengajar pun mengerti apa
yang dimau santri tunanetra tersebut. Meski kedekatan mereka layaknya seorang
teman, tetap terlihat sikap ta'dzim (hormat) santri kepada sang guru.
Keadaan seperti ini lah yang sangat ideal, di mana antara santri tunanetra
dan pengajar sudah sama-sama saling memahami keinginan dan maksud
masing-masing. Dengan demikian, pengajar akan lebih mudah mentransfer
informasi baik yang berupa persuasi, arahan, dan masukan dalam kegiatan
menghafal al-Qur'an.
Pengajar juga selalu mencoba menata kembali fondasi motivasi dari
diri santri tunanetra. Biasanya di sela-sela kegiatan tahfidz al-Qur'an,
pengajar menyelipkan materi-materi tentang keagamaan kepada santri
tunanetra. Materi-materi tersebut diberikan agar santri tunanetra dapat menjalani
kegiatan menghafal al-Qur'an dengan ikhlas dan menyadari sepenuhnya
bahwa hafal atau tidaknya adalah kuasa Allah. Tanpa kehendaknya, sekuat dan
sehebat apapun usahanya tak kan mampu menandingi kuasa Tuhan. Itu lah
fondasi yang coba dibangun oleh pengajar agar santri tunanetra selalu ikhlas
dalam menghafal al-Qur'an dan menyerahkan semua hasil usahanya kepada sang
pemilik jagad raya.
D. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi Antarpribadi Pengajar
kepada Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an
Upaya pengajar untuk memberikan tambahan motivasi kepada santri
tunanetra dilakukan melalui komunikasi antarpribadi. Berbagai interaksi dalam
lingkup komunikasi antarpribadi dilakukan oleh pengajar untuk membuat pesan
yang disampaikan oleh pengajar dapat diterima oleh santri tunanetra dengan baik.
65
Selain itu tentunya tujuan akhir komunikasi antarpribadi ini adalah dapat
mempengaruhi santri tunanetra melalui pesan komunikasi tersebut agar santri
tunanetra menjadi seperti yang diharapkan oleh pengajar, yaitu dapat menghafal
al-Qur'an dengan penuh motivasi.
Proses komunikasi antar pribadi tersebut tidak dapat terlepas dari faktor-
faktor tertentu, baik yang mendukung maupun yang menghambat. Faktor
pendukung adalah hal-hal yang membuat jalannya proses komunikasi sesuai
dengan harapan. Faktor pendukung membuat komunikasi antarpribadi berjalan
dengan lancar dan pesan komunikasi tersampaikan dengan baik. Sementara faktor
penghambat adalah segala sesuatu yang membuat komunikasi antarpribadi tidak
dapat mencapai tujuannya. Umumnya faktor penghambat menjadikan jalannya
komunikasi antarpribadi tidak sesuai dengan yang direncanakan dan yang
diharapkan oleh komunikator, dalam hal ini adalah pengajar. datangnya faktor
pendukung dan faktor penghambat bukan hanya dari salah satu pihak. Melainkan
dari berbagai pihak mulai dari santri tunanetra, pengajar, dan pihak di luar
keduanya.
Faktor-faktor yang mendukung jalannya komunikasi antar pribadi adalah
sebagai berikut:
1. Motivasi pengajar
Pengajar tentu akan memberikan dampak positif kepada santri tunanetra.
Terutama dalam hal memotivasi para santri tunanetra, karena pengajar sebagai
penggerak motivasi yang bertanggung jawab untuk membimbing santri
tuanetra dalam menghafal al-Qur’an. Segala usaha harus dilaksanakan untuk
membuat para santri tunanetra termotivasi dalam menghafal al-Qur’an.
66
Pengajar juga secara tidak langsung sudah memberikan motivasi kepada
santri tunanetra lewat keadaannya yang juga memiliki keterbatasan fisik yang
sama dengan santrinya yakni pengarjar mebuktikan bahwa walaupun memiliki
kekurangan fisik namun tidak mematikan semangatnya dalam berbagi ilmu
kepada santri tunanetra.
2. Sharing antara pengajar dengan santri tunanetra
Pada setiap kesempatan pertemuan dengan santri, pengajar selalu
meluangkan waktu untuk berkomunikasi secara intim dengan santri melalui
kegiatan sharing. Komunikasinya adalah berupa hal-hal yang terkait menjadi
hambatan bagi meraka dalam menghafal. Pengajar akan menerima keluhan-
keluhan santri dan memberikan masukan untuk mengatasi hambatan yang
dialami oleh santri. Hal tersebut dilakukan agar santri tetap konsisten
menghafal dan tidak mengalami kesulitan-kesulitan dalam menghafal.
Kegiatan sharing ini secara tidak langsung menumbuhkan kedekatan
antara pengajar dengan santri. Karena komunikasi yang dilakukan antara
pengajar dan santir layaknya komunikasi yang dilakukan antara teman sebaya.
Sehingga antara pengajar dan santri tidak menimbulkan perasaan canggung.
Ketika sudah demikian, santri akan mudah menerima pesan-pesan dari
pengajar yang berupa masukan untuk mengatasi hambatan-hambatan
menghafal yang dihadapinya.
Faktor penghambat yang dialami pengajar kepada santri tunanetra dalam
memotivasi menghafal al-Qur’an, sebagai berikut:
1. Kejenuhan santri tunanetra
67
Tidak jarang santri tunanetra yang merasakan jenuh dalam proses
menghafal al-Qur’an, terlebih jika santri tunanetra sudah menghafal ayat
namun ayat tersebut gampang hilang. Jika santri tunanetra merasa sudah bosan
dengan menghafal al-Qur’an “tentu akan timbul rasa malas”.8 Dari rasa malas
tersebut akan sulit untuk memulainya kembali ayat-ayat yang akan dihafal.
Ketika santri tunanetra mulai merasa bosan dalam menghafal al-Qur’an,
santri tunanetra akan mengalihkan perhatiannya kepada hal yang lain seperti
“mendengarkan musik dangdut H. Rhoma Irama”.9 Dengan demikian
seharusnya pengajar mempunyai strategi khusus agar santri tunanetra tidak
merasakan jenuh ketika menghafal al-Qur’an.
2. Kurang memprioritaskan setoran hafalan al-Qur’an
Santri tunanetra yang mukim maupun yang nonmukim tidak diberikan
target pencapaian hafalan oleh pengajar, dan target pencapaian hafalan tersebut
tergantung dari setiap individu santri tunanetranya. Jadi ketika ada waktu
setoran hafalan, tidak semua santri tunanetra menyetorkan hafalan ayat yang
sudah dihafalkannya, tapi hanya sebagian santri saja. Dan ada pula yang hanya
memuroja’ah saja, untuk menjaga hafalannya agar tidak hilang.
3. Sulit dalam menghafal al-Qur’an
Setiap santri tunanetra memiliki kemampuan yang berbeda sehingga
pengajar harus lebih telaten dan memiliki sikap sabar dalam menghadapi santri
8 Wawancara Pribadi dengan Diah Rahmawati Santri Tunanetra Nonmukim. Tangerang, 23
Agustus 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin. 9 Wawancara Pribadi dengan Senna Rusli Santri Tunanetra Mukim. Tangerang, 12 Agustus
2015 di yayasan Raudlatul Makfufin.
68
tunanetra.10
Sehingga santri tunanetra merasa diperhatikan lebih oleh pengajar
dan memicu semangatnya untuk terus berusaha sesuai kemampuannya.
4. Hambatan dari lingkungan
Kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada proses menghafal al-
Qur’an.11
Minimnya lokal yang ada di yayasan Raudlatul Makfufin membuat
keadaan tidak kondusif saat menghafal al-Qur’an. Terlebih lagi komunikasi
keseharian sesama penyandang tunanetra yang mukim ini mengandalkan suara
yang keras, karena tidak akan terdengar jika berbicara dengan volume suara
yang kecil.
Dalam menghafal al-Qur’an membutuhkan konsentrasi yang cukup
sehingga ada santri tunanetra yang memilih menghafal al-Qur’an di malam hari
disaat yang lain tidur, maka santri tunanetra ini memanfaatkan waktu sebaik
mungkin.
5. Belum bisa membaca al-Qur’an braille
Masih banyak santri tunanetra yang belum bisa membaca al-Qur’an
braille. Sehingga santri tunanetra harus terlebih dahulu mempelajari huruf latin
braille, kemudian belajar huruf arab braille barulah belajar membaca al-Qur’an
braille.12
10
Wawancara Pribadi dengan Diah Rahmawati Santri Tunanetra Nonmukim. Tangerang,
23 Agustus 2015 di yayasan Raudlatul Makfufin. 11
Wawancara Pribadi dengan Abdul Hayi Pengajar Tahfidz. Tangerang, 11 Agustus 2015
di Rumah Pribadi Bapak Abdul Hayi. 12
Wawancara Pribadi dengan Ade Ismail Ketua Dewan Pengurus. Tangerang, 28 Juli 2015
di yayasan Raudlatul Makfufin.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan temuan maka penulis menyimpulkan tentang
komunikasi antrapribadi pengajar dan santri tunanetra dalam memotivasi
menghafal al-Qur’an, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bentuk pesan komunikasi antarpribadi yang diberikan pengajar kepada santri
tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an:
a. Pesan komunikasi verbal
Pesan verbal seperti teguran berupa perbaikan lafadz ayat teguran berupa
ataupun kesalahan disaat proses menghafal atau pada saat setoran hafalan.
b. Pesan komunikasi nonverbal
Pesan non verbal seperti volume pengajar ditinggikan untuk memberikan
penegasan berupa sindiran kepada santri tunanetra yang lama tidak
menyetorkan hafalan.
2. Upaya yang dilakukan pengajar kepada santri tunanetra dalam memotivasi
menghafal al-Qur’an
a. Memberikan nasehat
b. Memberikan soal ayat
c. Memberikan bimbingan secara pribadi
3. Santri tunanetra menemukan motivasi untuk menghafal al-Qur'an melalui
proses disonansi kognitif yang membuat santri memutuskan untuk menghafal
al-Qur’an.
70
4. Faktor pendukung dan faktor penghambat komunikasi antarpribadi pengajar
dan santri tunanetra dalam memotivasi menghafal al-Qur’an
a. Faktor pendukung diantaranya ialah:
1) Motivasi pengajar.
2) Sharing antara pengajar dengan santri tunanetra.
b. Faktor penghambat diantarnya ialah:
1) Kejenuhan santri tunanetra.
2) Kurang meprioritaskan setoran hafalan al-Qur’an
3) Sulit dalam menghafal al-Qur’an
4) Hambatan dari lingkungan
5) Belum bisa membaca al-Qur’an braille
B. Saran
Berdasarkan pada hasil temuan tersebut, terdapat beberapa saran yang
penulis ajukan kepada santri, pengurus serta pengajar di yayasan Raudlatul
Makfufin, dan semoga saran ini bisa bermanfaat, antara lain:
1. Kepada Santri
Saran ini lebih peneliti tujukan pada santri penghafal al-Qur’an untuk
memperkuat motivasi sebagai faktor penentu keberhasilan dalam menghafal al-
Qur’an. Berdasarkan hasil penelitian ini minat yang tinggi mampu memotivasi
dalam menghafal al-Qur’an, sehingga harapan untuk menghafalkan 30 juz
dapat terealisasikan dengan baik dan berjalan seiring dengan kegiatan lainnya
selain kegiatan menghafal al-Qur’an.
Adapun cara meningkatkan minat dalam menghafal al-Qur’an
diantaranya yaitu dengan menanamkan nilai keagungan al-Qur’an dalam diri
71
masing-masing individu yang menghafal al-Qur’an, memahami keutamaan dari
membaca, mempelajari dan menghafal al-Qur’an, mengkaji sejarah ataupun
riwayat para penghafal al-Qur’an seperti imam As-sudais yang merupakan
imam besar masjidil haram, mengikuti kegiatan seperti Musabaqoh Tilawatil
Qur’an (MTQ) cabang tahfidzul Qur’an untuk mengasah kemampuan dan
meraih prestasi dalam menghafal al-Qur’an, mengikuti sima’an al-Qur’an serta
menghadiri setiap ada kegiatan di majlis-majlis tahfidz. Selain itu juga
disarankan untuk tidak cepat puas dengan apa yang sudah diperoleh, teruslah
belajar dan menuntut ilmu hingga akhir hayat. Bagi yang sudah khatam hafalan
al-Qur’annya hingga 30 juz, diharapkan mampu mengamalkan ilmunya kepada
penyandang tunanetra yang lain dan juga kepada selain penyandang tunanetra.
Kemudian memperdalam ilmu pengetahuan dibidang tafsir al-Qur’an serta
mempelajari Qira’atus Sab’ah (Qira’at tujuh) dari para tujuh imam yang
terkemuka.
2. Kepada Pengurus
Disarankan bagi pengurus yayasan Raudlatul Makfufin untuk
menciptakan iklim yang bisa menumbuhkan motivasi menghafal al-Qur’an
pada santri tunanetra. Adapun cara yang bisa dikembangkan diantaranya adalah
dengan mengembangkan metode-metode menghafal yang bervariasi dan
menarik untuk meminimalisir kejenuhan santri, mengadakan acara sima’an
yang semi formal sebulan sekali atau pun kapan saja asalkan dirutinkan untuk
melatih mental dan melancarkan hafalan, mengadakan studi banding ke
yayasan tunanetra yang memiliki program tahfidz agar memperkaya metode
72
yang tepat bagi santri tunanetra dalam menghafal al-Qur’an, menciptakan
lingkungan asrama yang kondusif.
3. Kepada pengajar
Disarankan pengajar memberikan hadiah atau beasiswa bagi santri yang
mampu menghafal sesuai target atau yang memiliki hafalan terbanyak, hal
tersebut bertujuan untuk lebih memotivasi para santri untuk menghafal.
Kemudian pengajar memberikan trik-trik khusus agar para santri yang belajar
latin atau arab braille dapat dengan mudah menghafal kode braille tersebut.
Berikut adalah pola-pola khusus dalam huruf braille yang dapat diajarkan
oleh pengajar kepada santri agar mudah untuk dihafalkannya.
1) Bila diperhatikan, antara huruf A sampai E, akan membentuk pola seperti
orang sedang sholat dan terakhir ada garis miring.
2) Sementara untuk huruf F sampai J akan membentuk tulisan "rOLIJ".
3) Kesimpulan yang dapat diambil dari pola huruf A sampai J adalah seperti
urutan orang rukuk sholat dan membentuk pola "rOLIJ".
73
4) Pola huruf K sampai O mirip dengan pola huruf A sampai E. hanya
menambahi satu titik di kiri bawah.
5) Pola huruf P sampai T juga mengikuti pola F sampai J, dengan
menambahkan satu titik di kiri bawah.
6) Pola huruf U, V, X, Y, Z merupakan modifikasi dari pola berturut-turut
dari K, L, M, N, O, dengan hanya menambahkan satu titik di kanan
bawah.
74
7) Pola huruf W merupakan kebalikan dari pola huruf R.
Demikian pola huruf yang dapat disederhanakan cara menghafalnya agar
mudah diingat oleh para santri tunanetra.1
1 Lidya Cindi Septika, “Cara Cepat Belajar Braille,” artikel diakses pada 16 Agustus 2015
dari http://lidyacindiseptika.blogspot.com/2011/03/cara-cepat-belajar-braille.html
75
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hafidz, W Ahsin. Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an. Jakarta: Bumi
Aksara, 1994.
Alya, Qonita. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Indah Jaya Adipratama,
Jakarta, 2011.
Aw, Suranto. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta,
2008.
Budyatna, Muhammad dan Ganiem, Mona Leila. Teori Komunikasi Antarpribadi.
Jakarta: Prenada Media Group, 2011.
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007.
Dewa, Mas. Kiai Juga Manusia, Mengurai Plus Minus Pesantren, Kiai, Gus,
Neng, Pengurus dan Santri. Probolinggo: Pustaka El-Qudsi, 2009.
Dimyati. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud, 2005.
Fajar, Marhaeni. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2009.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi
Aksara, 2013.
Kountur, Ronny. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta:
PPM, 2003.
76
LittleJohn, W Stephen. Teori Komunikasi Theories Of The Human Communication,
Jakarta: Salemba, 2009.
Madjid, Nurcholish. Bilik-bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta:
Paramadina Mastuhu, 1999.
Manastas, Lagita. Strategi Mengajar Siswa Tunanetra. Yogyakarta: Imperium,
2014.
Morissan. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Prenadamedia
Group, 2013.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
Noor, Juliansyah. Metode Penelitian Skripsi Tesis Disertasi dan Karya Ilmiah.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Oemar, Hamalik. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2001.
Pradopo, Soekini Suharto dan L Tobing. Pendidikan Anak-Anak Tunanetra.
Bandung: Masa Baru, t.t.
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012.
Riswandi. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Roudhonah. Ilmu Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007.
Sadirman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo,
2006.
77
Sevilla, Consuelo, dkk. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas
Indonesia, t.t.
Soyomukti, Nurani. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jogjakarta: Ar-Ruuz Media,
2010.
Uchjana, Onong. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2003.
West, Richard dan Turner H Lynn. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika, 2012.
Zamani, Zaki dan Syukron Maksum. Metode Cepat Menghafal Al-qur’an Belajar
Pada Maestro Al-qur’an Nusantara. Yogyakarta: Al Barokah, 2014.
Zen, Muhaimin. Problematika Menghafal Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Alhusna,
1985.
Sumber Internet:
Agama, Kementerian. “Kemenag Terbitkan Al-Qur’an Braille.” artikel diakses
pada 4 Maret 2015 dari
http://kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=123044
Banten, LPTQ. “Penetapan Peserta Terbaik Pada MTQ XI Tingkat Provinsi
Banten.” artikel diakses pada 19 Januari 2015 dari
http://lptqbanten.or.id/hasilmtqbanten2014.pdf
Kitaba. “Resolutions of The International Braille Quran Conference Istanbul.”
artikel diakses pada 4 Maret 2015 dari
78
http://www.kitaba.org/articles/resolutions-of-the-international-braille-
quran-conference-istanbul/
Maki, Zaini. “Keutamaan-Keutamaan Menghafal Al-Qur’an.” artikel diakses
pada 28 Januari 2015 dari http://keutamaan-
keutamaanmenghafalalquran.blogspot.com/
Septika, Lidya Cindi. “Cara Cepat Belajar Braille.” artikel diakses pada 16
Agustus 2015 dari http://lidyacindiseptika.blogspot.com/2011/03/cara-
cepat-belajar-braille.html
YAKETUNIS (Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam). “Visi dan Misi.”
diakses pada 14 Oktober 2015 dari http://yaketunis64.blogspot.co.id/visi-
misi.html
Yulia, Yhoen Q. “Profil PSBN Wyata Guna Bandung.” diakses pada 14 Oktober
2015 dari http://yhoen-yulia.blogspot.co.id/2013/03/profil-psbn-wyata-
guna-bandung.html
LAMPIRAN 1
Wawancara Penelitian
Pewawancara : Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber : Ade Ismail S.Pd (Ketua Dewan Pengurus)
Hari : Selasa, 28 Juli 2015
Pukul : 15.05 WIB
Tempat : yayasan Raudlatul Makfufin
T : Apa saja tugas yayasan Raudlatul Makfufin?
J :Tugas yayasan Raudlatul Makfufin itu mensyiarkan agama kemudian
mengajarkan agar para penyandang tunanetra bisa membaca al-Qur’an serta
dapat memahaminya.
T : Apa keunggulan yayasan Raudlatul Makfufin dari yayasan tunanetra
lainnya?
J : Keunggulan yayasan Raudlatul Makfufin dibanding dengan yayasan
tunanetra lainnya ialah yayasan ini fokus membina keagamaan walaupun ada
beberapa yayasan tunanetra lain yang bergerak dibidang keagamaan, yayasan
ini mengutamakan untuk keagamaan.
T : Apa tujuan yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Tujuan dari yayasan Raudlatul Makfufin ini ingin mewujudkan kesejahteraan
tunanetra dunia dan akhirat.
T : Prestasi apa saja yang didapatkan yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Prestasi banyak tapi sudah lupa (tutur beliau sambil tertawa), salah satunya
menjuarai MTQ tingkat provinsi DKI dan Banten, juara 1 marawis remaja
masjid tingkat se-pamulang, dan lain sebagainya.
T : Bagaimana cara pengasuh memberi arahan kepada santri tunanetra
dalam upaya memberdayakan mereka?
J : Arahan terutama untuk santri yang baru hadir itu diperkenalkan letak-letak
ruang yang ada di yayasan Raudlatul Makfufin ini, lalu untuk dibidang
keagamaannya diperkenalkan serta dilatih membaca al-Qur’an namun
sebelumnya diajarkan membaca huruf latin terlebih dahulu baru kemudian ke
al-Qur’an braille.
T : Sejauh ini (faktor apa ) hal apa yang dapat memberikan ruang bagi
santri tunanetra dalam mengembangkan potensinya?
J : Faktor kepercayaan diri yang tinggi serta keberanian bahwa santri-santri ini
mampu dan difasilitasi untuk menopang potensi tersebut.
T : Apakah ada hambatan dalam membina santri?
J : Hambatannya itu pada jenjang usia, latar belakang serta kemampaun tiap
santri beragam. Ada yang sudah menyandang tunanetra sejak lahir adapula
sudah memasuki usia dewasa baru tunanetra yang disebabkan faktor
kecelakaan dan lain sebagainya. Jadi dalam proses belajarnya tidak bisa
dilakuan secara massal, harus satu persatu dan tidak menuntut untuk meraka
faham. Karena butuh proses yang lama dibanding dengan orang normal pada
umumnya.
T : Bagaimana pihak yayasan menyikapi hambatan tersebut?
J : Jadi dari proses belajarnya harus satu persatu tidak bisa secara massal serta
tidak menuntut mereka faham. Karena tenaga pengajar juga kurang. Jadi,
belajar juga bisa dengan sesama teman.
T : Apakah dalam menanggulangi hambatan dilakukan juga komunikasi
antarpribadi? Lalu dalam bentuk apa saja komunikasi antarpribadi
dilakukan?
J : Ya, itu tadi belajar dengan teman, ngobrol sambil berbagi ilmu.
T : Kegiatan apa yang menjadi pendukung dalam memajukan program
tahfidz di yayasan raudlatul makfufin ini?
J : Membaca al-Qur’an braille, saling murojaan dengan teman dan membina
tajwidnya.
T : Apa tahapan-tahapan dalam menghafal al-Qur’an santri tunanetra?
J : Belajar huruf latin braille terlebih dahulu, kemudian belajar huruf arab
braille, lalu belajar membaca al-Qur’an braille, kemudian belajar ilmu tajwid,
setelah itu baru masuk ketahap terakhir yakni belajar menghafal al-Qur’an.
T : Apa tujuan dari belajar latin braille?
J : Agar mereka mengenal huruf braille dasar
T :Potensi atau jasa apa saja yang ditawarkan yayasan raudlatul makfufin
kepada penyandang tunanera?
J : Dilatih kesenian seperti bermain alat musik misalnya marawis, dilatih
muhadoroh, lalu dilatih mengoperasikan komputer, kemudian saat ini sedang
mencoba dibidang bahasa yaitu bahasa arab dan bahasa inggris.
T : Apa langkah yang akan diambil untuk program tahfidz kedepannya?
J : Program tahfidz kedepannya ingin lebih mengintensifkan karena masih tahap
merintis dan ingin melahirkan para hafidz-hafidzah tunanetra.
T : Kendala apa saja yang dihadapai dalam program tahfiz ini?
J : Bacaan braillenya masih belum lancar, harus bisa baca al-Qur’an braille
terlebih dahulu. Karena kalau belajar menghafal hanya dengar dari suara bisa
saja salah. Seperti perbedaan illa, ila atau dengan ala, dimana penempatan
tasydid atau panjang pendek. Terlebih lagi bagi santri yang sama sekali tidak
bisa atau awam akan huruf arab, itu adalah kendala. Jadi kalau sudah bisa baca
al-Qur’an braillenya sendiri itu memudahkan.
T : Bagaimana komunikasi antarpribadi yang yang digunakan dalam
berinteraksi sehari-hari bagi santri penyandang tunanetra?
J : Kalau interaksi sehari-hari ya jangan takut ngomong. Karena jangan harap
ditegur oleh kalau tidak tegur duluan. Kami ya memanfaatkan indera
pendengaran jadi kalau bicara suaranya jangan pelan, harus lebih keras.
T : Bagaimana interaksi dengan masyarakat disekitar lingkungan yayasan
yang bukan penyandang tunanetra?
J : Alhamdulillah, interaksi dengan masyarakat sekitar berjalan lancar dan
mendapat tanggapan positif, salah satunya kalau datanga waktu shalat suka
jama’ah bersama.
nnndaudaNara
Biodata Narasumber
Nama : Ade Ismail S.Pd.I
Tanggal lahir : Samarinda, 6 Maret 1983
Alamat : Jl. Raya Puspitek, Gg. Rais, Kp. Jati RT.002/05 Kel.Buaran Kec. Serpong Kota
Tangerang Selatan Banten 15315
Pendidikan : SD SLB Ruhui Rahayu Samarinda (1991-1996)
SMP SLB A PTN Jakarta (1996-1999)
SMA 66 Jakarta (1999-2002)
Universitas Negeri Jakarta Jurusan Pendidikan Sejarah (2003-2009)
Agama : Islam
No Telepon : 085282669927
LAMPIRAN 2
Wawancara Penelitian
Pewawancara : Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber : Abdul Hayi (Pengajar Tahfidz)
Hari : Selasa, 11 Agustus 2015
Pukul : 19.05
Tempat : Rumah tinggal Bapak Abdul Hayi
T : Kapan pelaksanaan program tahfidz di yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Pelaksanaan program tahfidz diadakan setiap hari Minggu pagi atau siang,
Senin dan Selasa pagi dari subuh hingga selesai biasanya sampai jam 08.00.
dan akan ada rencana ubah jadwal ke hari Rabu dan Kamis. Hari Senin untuk
mentakrir hafalan.
T : Bagaimana pembelajaran tahfidz di yayasan Raulatul Makfufin?
J : Pembelajaran tahfidz dianjurkan untuk yang sudah bisa membaca al-Qur’an
braille tapi santri di yayasan Raudlatul Makfufin ini sudah bisa membaca al-
Qur’an braille. Hafalan dimulai dari bawah yakni juz 30 atau juz amma bisa
dari surat An-as atau bisa dimulai dari An-naba, ataupun bisa dimulai dari juz
29 karena bisa mempermudah, sebab banyak ayat-ayat mutasabbih dan jika
sudah melewati juz 29 atau 30 menghafal ayat sudah ringan.
T : Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam
menghafal? (misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J : Inginnya ditarget misal satu hari tiga ayat, tapi masih membebaskan jadi
tidak ada target menghafal, karena tiap santri berbeda latar belakang dan
tingkat kemampuannya jadi tidak bisa dipaksakan harus menghafal dengan
target, tapi kalau bisa sih semakin banyak semakin bagus.
T : Siapa yang menetapkan target tersebut? (pengajar atau santri)
J : Pengajar tidak menetapkan target hafalan
T : Metode seperti apa yang digunakan dalam menghafal di yayasan
Raudlatul Makfufin, lalu bagaimana mekanismenya?
J : Untuk menghafal membaca al-qur’an dulu dari alfatihah menghafal satu ayat
perayat dengan sambil meraba, jangan berpidah ayat sebelum ayat itu dikuasai.
Itupun jangan sampai lupa ayat yang sudah dihafal jika menambah hafalan
selanjutnya. Serta harus semakin banyak diulang karena sering terjadi ayat
yang sudah dihafal akan lupa, jika sudah merasa lancar jangan sungkan untuk
mengulang.
T : Menurut bapak, seberapa efektif dan efisien penerapan metode tersebut
dalam menghafal?
J : Belum begitu efektif karena mereka masih terbatas jangankan untuk
menghafal terkadang masih terbata-bata, asalkan mereka sabar dan rajin.
Metode tadi juga tidak merata.
T : Upaya apa saja yang dilakukan dalam menerapkan metode tahfidz al-
Qur'an?
J : sering sharing apa yang menjadi kendala, dibantu dengan alat pendengaran
seperti mp3, dengan al-Qur’an braille, kalau al-Qur’an braille langsung pegang
hururfnya jadi langsung tau, dan kalau memakai media lain seperti mp3 bisa
jadi terjadi kesalahan. Kecuali kalau dia sudah hafal karena da juga yang
menjadi tuanetra ktika sudah besar dan sebelum menjadi penyandang tunanetra
sudah hafal jadi bisa mengulang kembali.
T :Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam mengimplementasikan
metode tersebut? (dari diri asatidz, dari segi santri, lingkungan pondok,
sarana prasarana)
J : hafalan itu kadang nambah lama tapi sering mengulang, jadi bagi waktu
untuk menambah dan mengulang berkaitan juga dengan kesibukan masing-
masing ada yang sekolah, kerja atau kesibukan lainnya. Jika dari santri sering
timbul rasa malas, lalai, sarana setiap teman-teman yang belum punya al-
Qur’an ada donatur yang memiliki donatur dan belum terdata siapa saja yang
mempnyai al-Qur’an braille dirumah.tidak semua dilingkungan rumahnya ada
yang bisa bimbing hafalan bagi tunanetra.
T : Ustadz, dalam menghafal di yayasan makfufin adakah syarat atau adab
terlebih dahulu sebelum memulai membaca atau menghafal al-Qur'an?
J : Syaratnya berwudhu karena dengan berwudhu bisa mensucikan dari hadas,
jika sudah suci insyaAllah Allah memberi kemudahan untuk menghafal. Kalau
adab ya jangan banyak hiburan ataupun jangan maksiat.
T : Boleh atau tidak jika langsung belajar arab braille tanpa belajar latin
braille dalam proses menghafal?
J : Boleh saja karena itu tergantung keinginan santri yang ingin belajar, kalau
ingin bisa membaca al-Qur’an saja tidak apa-apa kalau hanya belajar arab
braille saja, tapi tujuan diajarkan braillelatin terlebih dahulu karena untuk
memperkenalkan kepada santri agar mereka mengenal braille dasar.
Kalausudah mengenal braille dasar itu memudahkan belajar arab braille karena
hampir mirip dengan arab braille.
T : Bagaimana cara mengevaluasi tahfidz al-Qur'an?
J : Diacak dengan memberi soal, karena setiap ketemu untuk setoran santri
hafalannya diuji, jika hafalannya sudah bagus nanti mereka dikasih soal secara
diacak misalkan dikasih soal ayat yang ditengah nanti santri melanjutkan ayat
selanjutnya lalu menebak surat yang selanjutnya.
T : Apakah semua pembimbing atau pengajar sudah menguasai hafalan al-
Qur'an?
J : Tidak semua, berbeda hafalannya karena sama-sama saling belajar aja sih,
seperti saya saja masih ikutan setoran hafalan kepada pengajar baru yang
orang awas.
T : Alasan dari tujuan dididirikan yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Yayasan Raudlatul Makfufin yang artinya taman tunanetra atau bisa
dimaksud taman menuju syurga, tujuan sudah jelas untuk mengarahkan orang
penyandang tunanetra yang jauh terpisahkan oleh fitrohnya untuk
mendapatkan ilmu agama bagi tunanetra, karena disamping itu dulu banyak
kristenisasi. Dan akhirnya pendiri yayasan Raudlatul Makfufi mendirikan
yayasan ini untuk menyelamatkan mereka. Karena mudah sekali mengajak
orang yang dilatar belakangi oleh garis kemiskinan dengan kondisi rawan
akidah sebagai sasaran empuk mereka.
T : Apa proses dalam menghafal al-Qur’an santri tunanetra?
J : Ya pertama santri harus belajar huruf latin braille, kemudian belajar arab
braille, lalu belajar membaca al-Qur’an, habis itu diajarkan tajwidnya baru
bisa lanjut untuk menghafal.
T : Bagaimana pengajar di yayasan Raudlatul Makfufin menjalin
komuniksai yang baik terhadap santri tunanetra, serta arahan apa saja
yang diberikan?
J : Harus punya ketegasan atau menyesuaikan kondisi ada saatnya serius dan ada
saatnya santai, diajari untuk terbuka saling sharing ataupun curhat ke teman
atau pembimbng atau pengajar seperti mendengarkan curhatan masalah
pribadinya, karena masalah bisa mempengaruhi faktor menghafal.
T : Adakah media yang digunakan dalam komunikasi terhadap santri
tunanetra?
J : Media komunikasi bisa meggunakan hanphone aplikasi whatsapp, saling
mengobrol serta tadarusan bareng.
T : Hambatan apa saja yang terjadi dalam proses menghafal?
J : Hambatan mereka kesulitan dibaca al-Qur’an, dan ketersediaan al-Qur’an
braille dilingkungan rumah atau kondisi lingkungan yang tidak bisa
mendukung.
T : Adakah perbedaan komunikasi bagi santri yang baru tunanetra dengan
yang tunanetra sejak lahir?
J : komunikasi terhadap tunanetra yang baru mengalami tunaetra, akan dilatih
mental serta terus dimotivasi, sharing dan dirangkul.
T : Bagaimana bentuk kesulitan yang dirasakan selama proses komunikasi
antarpribadi berlangsung?
J : Untuk komunikasi dengan mereka agak sulit ngomong bebas dalam artian
harus hati-hati dalam pemilihan kata atau bercanda yang berlebihan karena
takut tersinggung.
T :Masalah apa saja yang dialami santri tunanetra dalam proses
komunikasi antarpribadi?
J : Banyak, masing-masing berbeda permasalahan ya terkadang cerita tentang
lingkungan keluarga serta kesulitan berinteraksi dengan orang awas karena
dalam hubungan sosial, jangankan komunikasi antara orang awas dengan
orang awas, antara orang tunanetra dan orang awas pun suka terjadi
kesalahpahaman, semisal jangan senyum dengan saya (tunanetra) artinya kalau
senyum dengan orang buta yapercupa jadi buat apa tersenyum.
T : Pernahkah ustadz menghadapi santri tunanetra yang mulai menurun
motivasi menghafalnya atau bahkan hampir tidak mau menghafal lagi?
Apa solusi yang ustadz berikan?
Biodata Narasumber
Nama : Abdul Hayi
Tanggal lahir : Jakarta, 6 Januari 1978
Alamat : Jl. Suka Mulya IV, Rt 4 Rw 8, Gg. Ambar Masjid Waqaf Alwafaa, Kelurahan Serua
Indah, Kecamatan Ciputat Tangerang Selatan.
Pendidikan : SD SLB Lebak Bulus Jakarta Selatan
SMP SLB Lebak Bulus Jakarta Selatan.
SMA Nurul Hidayah
PTIQ Jurusan Tarbiyah (tidak lanjut hanya 3 semester)
Agama : Islam
No.Telepon : 081380357274
Email : -
LAMPIRAN 3
Wawancara Penelitian
Pewawancara : Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber : A. Mutaqin (Santri Tunanetra Mukim)
Hari : Rabu, 12 Agustus 2015
Pukul : 16.10
Tempat : yayasan Raudlatul Makfufin
T : Sejak kapan mengalami tunanetra?
J : Bawaan dari lahir karena lahir prematur tujuh bulan jadi bola mata belum
terbentuk
T : Alasan anda masuk ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Pengen cari ilmu, cari ilmu pengetahuan dan cari pengalaman yang lainnya.
T : Siapa yang merekomendasikan anda ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Dulu waktu saya masih di Darul Qur’an, guru al-Qur’an braille di Darul
Qur’an pengajar dari yayasan Raudlatul Makfufin ini, namanya Bapak Budi
Santoso seorang penyandang tunanetra juga, setelah lulus dari Darul Qur’an,
saya langsung kontak beliau dan dari beliaulah saya bisa berada di yayasan ini.
T : Apa pendapat anda tentang yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Sebenarnya pendapat saya sangat bagus karena disamping kalau untuk
penyandang tunanetra cari pebelajaran ilmu agama itu susah, kalau untuk
teman teman yang normal kan banyak majelis-majelis ilmu dimana-mana,
kalau untuk saya yang sebagai penyandang tunanetra itu ingin belajar ngaji
saja saat dikampung itu susah, sampai meramba ke Darul Qur’an baru bisa
belajar ngaji. Sebenernya banyak yayasan tapi tidak mau menerima
penyandang tunanetra karena bingung cara mengajarkannya.
T : Pengalaman atau perbandingan yang kamu ketahui dari Darul Qur’an
dengan Raudlatul Makfufin itu seperti apa?
J : Kalau untuk ilmu yang saya dapat di Darul Qur’an dibanding yayasan
Raudlatul Makfufin ini ya tentu lebih banyak di yayasan Raudlatul Makfufin
ini, kalau di Darul Qur’an walaupun ada untuk tunanetra tapi pelajaran yang
seharusnya saya dapat itu tidak didapatkan, cuma tahfidz dan ilmu agama yang
sekedarnya. Kalau disinikan saya dapat pendidikan formalnya, mendalami
ilmu al-Qur’annya juga dapat ilmu agamanya.
T : Sudah berapa lama mengikuti program tahfidz qur'an di yayasan
Raudlatul Makfufin?
J : Baru jalan setahun ketika diadakan program tahfidz ini karena program ini
masih baru, tepatnya bulan September 2014.
T : Jadwal setoran hafalannya kapan saja?
J : Senin pagi dan Kamis pagi
T : Berapa juz atau surat al-Qur'an yang sudah dihafal?
J : Alhamdulilah, saya sudah 15 juz
T : Apa motivasi yang melatarbelakangi anda untuk menghafal al-Qur'an?
J : Karena kalau tunanetra mau melakukan sesuatu susah, mau jadi tukang ojek
susah karena tidak bisa lihat, mau jadi petani susah, ataupun pekerjaannya
lainnya. Kalau bukan pegang al-Qur’an ya mau pegang apalagi. Seandainya
kalau saya menguasai 30 juz hafalan al-Qur’an kan ga perlu ngojek, ga perlu
nyangkul. Kalau mau cari nafkah insyaAllah nanti kalau sudah hafal 30 juz
ditanggung sama Allah SWT.
T : Siapa saja yang memberi motivasi untuk menghafal? Berasal dari siapa
motivasi terbesar itu?
J : Sebenernya banyak, dari temen-temen juga dan yang paling memotivasi
tentunya dari keluarga ada kakak, adek, ibu dan ayah semuanya juga
mendukung untuk saya menghafal al-Qur’an karena ibu saya dulu pernah
bilang “kamu itu di dunia sudah terlahir dalam keadaan buta, nanti jangan
sampai di akhirat kamu dibangitkan juga dalam keadaan buta seperti ini”. Nah
ketika saya menghafal juz yang ke 16, tertera dalam surat thoha menjelaskan
bahwa nanti di hari kiamat ada sebagian orang pada saat di dunia dia melihat,
setelah dibangkitkan diakhirat dia dibangkitkan dalam keadaan buta, akhirnya
dia protes kepada Allah, ya Allah kenapa saya dibangkitkan seperti ini?,
karena apa kamu tidak menyadari bahwa kami di dunia telah menurukan ayat-
ayat kami tapi ternyata engkau mendustakannya. Maka dari itulah alasan kami
membangkitkanmu dalam keadaan buta”.
T : Motivasi apa yang diberikan pengajar kepada santri?
J : Banyak, seperti beliau bilang jangan berhenti menghafal al-Qur’an karena
al-Qur’an kalau dibaca saja, sekarang banyak orang-orang yang ingin merusak
al-Qur’an denga lagam jawalah, seriosa dan lain sebagainya. Kalau seandainya
kita hanya membacanya saja tapi tidak menghafalnya kan kita tidak tau al-
Qur’an dibaca dengan seperti itu benar apa ga. Tapi kalau kita memang sudah
pernah menghafal, kita juga bukan hanya sekedar tau, kalau seandainya ada
kerusakan-kerusakan ada penyelewengan kan kita tau bahwa ayat yang ini
dibaca dengan seperti ini salah.
T : Bagaimana cara anda untuk menghafal al-Qur'an?
J : Kalau saya menghafal ga pernah dibikin ribet, jadi seenaknya aja gitu. Kalau
misalkan satukali sholat bisa menghafalan dua ayat, kalau seandainya itu rutin
dua ayat dikalikan sholat fardhu yang lima waktu, berartikan 2 x 5 udah
lumayan 10 ayat, kalau diistiqomahkan dalam seminggu itu setengah juz sudah
dikuasai (sudah dihafal).
T : Adakah metode khusus yang diterapkan yayasan Raudlatul Makfufin
kepada santri dalam menghafal al-Qur'an?
J : Tidak ada, kalau untuk metode-metode khusus, jadi tinggal santrinya sendiri
yang menyesuaikan enaknya bagaimana.
T :Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam mengimplementasikan
metode tahfidz yang diterapkan di Raudlatul Makfufin?
J : Banyak, penghambatnya terutama rasa malas, terus kadang capek kalau
menghafal masih muroja’ah hilang, terkadang rasa kesalnya disitu tapi kalau
sudah dikuasai hafalannyanya sudah tidak kesal lagi. Terkadang kalau
misalkan lagi banyak acara waktu untuk menghafal juga jadi lebih dikurangi.
T :Pernahkah bekerja sama atau meminta bantuan santri lain dalam
menghafal al-Qur'an? Bagaimana bentuk kerja sama atau bantuannya?
J : Dulu ketika saya masih belum bisa baca al-Qur’an braille benar-benar
dibimbing sama ustadznya dari ayat satu ke ayat selanjutnya. Tapi ketika
sudah bisa membaca braille hanya minta dibantuin sima’in saja.
T : Ketika meminta bantuan atau bekerja sama dengan santri lain, adakah
kesulitan yang dihadapi?
J : Sebenarnya kalau kita memang sudah akrab, sering ngobrol dan sudah
mengetahui karakter dengan teman yang diminta tolong itu mudah. Tapi kalau
orangnya belum kenal sepertinya agak susah untuk minta tolong sima’in.
T :Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam menghafal?
(misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J : Kalau saya ga pernah pasang target, yang penting saya dengan mudah
menghafal terus saya juga mudah memuroja’ahnya itu sudah cukup. Dan
waktu muroja’ah semaunya saja, kalau lagi ingin dan merasa hafalan sudah
berat mau tidak mau harus dipaksa muroja’ah, paling banyak 1 juz setengah
jam.
T : Selain tahfidz, kegiatan apa saja yang diikuti di yayasan Raudlatul
Makfufin?
J : Ya semua kegiatan diikutin karena mukim disini
T :Menurut santri seberapa penting menghafal al-Qur’an bagi seorang tuna
netra?
J : Ya penting, bagi saya ga ada yang bisa dilakukan tunanetra selain menuntut
ilmu dan menghafal al-Qur’an. Karena dengan menghafal al-Qur’an semoga
tidak menjadi buta diakhirat, menjadi amal diakhirat. Ga apa-apa buta di dunia
asal jangan diakhirat.
T : Apa manfaat yang dirasakan setelah mengikuti program tahfidz ?
J : Banyak, tidak terhitung ya salah satunya manfaat dari menghafal al-Qur’an
itu dulu waktu saya baru hafal juz 30 itu saya pernah menjuarai MTQ tingkat
Provinsi mewakili Jawa Barat, tahun 2011.
T : Pernahkah santri mengikuti kejuaraan tahfidz qur'an?
J : Pernah
T : Prestasi apa yang pernah diraih dalam bidang tahfidz qur'an?
J : Menjuarai MTQ tingkat Provinsi mewakili Jawa Barat, tahun 2011.
T : Pernahkah santri mengalami demotivasi, yaitu keadaan di mana timbul
keinginan untuk berhenti menghafal ? (misal karena jenuh)
J : Pastinya ada kalau seandainya kita menghafal semakin lama semakin banyak
hafalan, muroja’ahnya juga semakin berat, itu terkadang berpikir ternyata
seperti ini rasanya orang menghafal. Tapi ketika muncul pikiran seperti itu
dalam pikiran saya muncul lagi ayat yang menerangkan bahwa dibalik
kesulitan itu pasti ada kemudahan.
T : Bagaimana cara mengatasi demotivasi tersebut?
J : Ya tinggal mensuport diri aja untuk semangat dan yakin bahwa dibalik
kesulitan pasti ada kemudahan.
T : Dalam proses komunikasi dengan sesama penyandang tunanetra pernah
mengalami kesulitan?
J : Ga, kalau untuk saya ga pernah ada kesulitan
T : Masalah apa saja yang pernah dialami?
J : Ya kalau untuk curhat sesama teman ya pasti sering, masalah misalkan mau
kemana-mana ga ada yang nganterin, bagi saya jadi masalah itu.
T : Motivasi berupa apa yang diberikan oleh yayasan bagi santri penghafal
al-Qur’an?
J :Kalau untuk beasiswa saya ga tau, tapi kalau fasilitas untuk menghafal al-
Qur’an dan lain-lainnya bagi saya sudah cukup.
T : Seberapa pentingkah peran pengajar atau pengasuh bagi santri dalam
proses menghafal?
J : Penting karena beliau yang mengajarkan dari mulai membaca arab braille
hingga bisa menghafal dan membimbing.
T : Peran seperti apa yang diharapkan santri dari para pengajar untuk
meningkatkan hafalan?
J : Ya, saya harap sih teman-teman semangat untuk menghafal walaupun
pendapatan hafalannya sehari cuma dua ayat atau sehari minimal lima ayat ya
jangan mundur. Karena yang namanya orang belajar ya butuh proses tidak
instan ingin langsung punya hafalan banyak.
T : Faktor apa yang membuat anda sampai saat ini bertahan untuk
menghafal?
J :Karena saya masih penasaran baru setengah jalan dan ga mungkin berhenti
ditengah jalan begitu saja, entah semakin banyak rintangan tapi itu justru
semakin membuat saya penasaran untuk maju kedepan, sekuat apa rintangan
yang menghalangi saya sehingga saya semaki maju semakin penasaran, kalau
seandainya saya berhenti ditengah jalan sangat disayangkan karena hafalannya
cuma setengah dan juga faktor keduanya, kalau tunanetra itu susah bawa al-
Qur’an 30 juz dibanding dengan orang awas yang al-Qur’annya bisa masuk
kedalam saku dan sampai ada juga al-Qur’an di aplikasi android. Kalau
tunanetra bawa al-Qur’an 30 juz susah, satu kardus al-Qur’an berisi 15 juz
yang beratnya 15 kg berart kalau 30 juz ya harus bawa dua kardus yang
mencapai 30 kg. dan saya ga mau repot-repot untuk membawa itu semua, jadi
lebih baik al-Qur’annya saya simpan di memori otak saya hafalkan.
T : Seberapa besar peran pengajar bagi anda dalam meningkatkan
semangat menghafal?
J : Sangat luar biasa karena beliau bisa memotivasi saya yang bandel, tanpa
motivasi dari beliau ya saya tidak bisa sampai seperti sekarang ini, subhanallah
semua guru-guru saya bisa memotivasi saya dimulai dari kata-kata yang
lembut sampai kata-kata yang kasar sekalipun. Jadi dalam menghafal, selain
orang tua, saya pernah dikasih tau oleh guru saya juga, jadi saya tidak ingin
buta didunia dan juga diakhiratnya, sebenarnya itu motivasi terbesar saya. Jadi
buta didunia saja sudah begini susahnya, apalagi kalau buta diakhirat sana.
Saya tidak ingin merepotkan siapa-siapa baik didunia maupun diakhirat dalam
perjuangan saya dalam meraih gelar hafidz 30 juz ya semoga Allah
memudahkan jalannya dari sekarang sampai nanti.
T : Apakah ada trik-trik dari pengajar untuk mengajarkan huruf braille
latin atau arab agar santri bisa cepat menghafal kode braille?
J : Tergantung pengajarnya, kalau dari pengajarnya bisa merangkum materi arab
dan latin pastinya cepat tapi ada juga ada yang sengaja biar latin braille lancar
baru masuk ke arab braillenya. Tapi tergantung dari anak yang
mempelajarinya juga, sebenarnya kalau trik kalau kitanya ingin niat belajar
dan dari pengajarnya sabar tinggal dikenalkan titik-titik kode awal juga santri
sudah bisa. Tapi kalau untuk trik biar cepat menguasai huruf braille latin dan
arab dalam beberapa hari atau beberapa mingu belum ada. Dan alhamdulillah
dulu ketika saya belajar huruf braille latin dan arab dalam waktu 14 hari saya
sudah bisa baca arab dan latin serta langsung bisa membaca al-Qur’an. empat
hari baca iqro, iqro 1 sampai 6 selesai dan hari ke 15 sudah mulai membaca al-
Qur’an. ya triknya suruh meraba terlebih dahulu, belajar serta langsung
dihafalkan kode latin setelah lancar baru pindah ke arab lalu baru belajar
tanda baca seperti kasroh, fathah, dhomah dan lainnya.
T : Sebelum kenal dengan yayasan Raudlatul Makfufin, ada tidak anggapan
atau keyakinan kalau tunanetra itu bisa membaca bahkan menghafal al-
Qur’an?
J : Kalau menghafal dulu saya pernah dibimbing ibu untuk hafalan juz 30, saya
pikir yang bisa ngaji itu hanya orang awas saja sedangkan orang tunanetra
tidak bisa. Ternyata dalam sebulan ibu saya berhasil membimbing juz 30 dan
dari situlah saya yakin bahkan tunanetra bisa mengaji walau tidak melihat
hurufnya. Dan ketika usia 17 tahun saya belajar braille, dengan ketidakyakian
bahwa tunanetra itu bisa membaca al-Qur’an kan ga bisa melihat. Tapi
akhirnya pengajar mengatakan bahwa al-Qur’an untuk tunanetra itu bukan
dilihat tapi diraba berbeda dengan orang awas. Karena saya tunanetra, jadi
awalnya saya merasa aneh juga dengan pengajar tunanetra yang bisa membaca
al-Qur’an, ko bisa ya membaca al-qur’an. Karena saya berpikir kode-kode
braille itu hanya titik-titik permainan semata, kalau diraba seperti parutan
santen dan bagaimana cara membacanya. Setelah dipelajari saya baru paham
dari titik-titik yang timbul ini saya bisa membaca dan menghafal serta bisa
mengetahui huruf-huruf al-Qur’an yang sudah dihafal, terkadang
menghafalkan dengan cara mendengar bisa suka keliru, kalau sudah bisa
membaca kan sudah mengenal sendiri dan tidak keliru, dan subhanallah braille
bisa sangat membantu karena sebelum. Dan sekarang saya sudah percaya
kalau tunanetra bisa melakukan kegiatan sama dengan orang awas, seperti bisa
membaca dan menghafal al-Qur’an, komputer, hanphone, baca buku dan
kegiatan lainnya.
T : Apa manfaat yang dirasakan sesudah mengikuti program tahfidz al-
Qur’an?
J : manfaat yang saya rasakan setelah mengikuti tahfidz al-Qur’an banyak sekali
pertama saya bisa bersyukur karena bisa mendekatkan diri kepada Allah
karena menghafalkan al-Qur’an serta ibu juga jauh lebih bangga, ibu tidak
membeda-bedakan anak-anaknya dan ibu pernah bilang kalau setiap manusia
itu punya kelebihannya masing-masing jadi entah yang tunanatra atau yang
tidak tunanetra semunya sudah diberikan sama Allah kelebihan masing-masing
jadi tidak pantas bagi ibu untuk membedakan dengan saudara yang lainnya.
Alhamdulillah bisa membanggakan orang tua serta bisa membantu orang tua
kalau habis diminta untuk panggilan mengaji dapat rezeki ya berkah dari al-
Qur’an walaupun baru setengah jalan aja manfaatnya luar biasa apalagi kalau
Biodata Narasumber
Nama : Mutaqin
Tanggal lahir : Indramayu, 9 maret 1995
Alamat : Jl. Raya Puspitek, Gg. Rais, Kp. Jati RT.002/05 Kel.Buaran Kec. Serpong Kota
Tangerang Selatan Banten 15315
Pendidikan : SD Raudlatul Makfufin
Agama : Islam
No.Telepon : 085775483978
Email : [email protected]
LAMPIRAN 3
Wawancara Penelitian
Pewawancara : Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber : Atoillah (Santri Tunanetra Mukim)
Hari : Rabu, 12 Agustus 2015
Pukul : 16.23
Tempat : yayasan Raudlatul Makfufin
T : Sejak kapan mengalami tunanetra?
J : Sejak kuliah sekitar tahun 2002 karena sakit panas tinggi kemudian disuntik
sama dokter
T : Alasan anda masuk ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Karena di yayasan ini lebih menitikberatkan pada agama, tadinya saya di
Mitra Netra dan disana serba bayar. Kegiatan yang saya ambil disana ternyata
di yayasan ini juga ada bahkan ada point plusnya yaitu dalam hal agama. Dan
di Mitra Netra tidak ada kegiatan atau ilmu tentang agama.
T : Apa pendapat anda tentang yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Bagus sekali dalam artian bisa menolong kita yang tunanetra terutama untuk
kelas menengah kebawah, kan kalau di yayasan ini dibantu bisa tertolong dan
dari kegiatan juga banyak dan dari keterampilan juga ada seperti komputer,
bahasa inggris dan lainnya, ya mudah-mudahan yayasan ini lebih maju.
T : Sudah berapa lama mengikuti program tahfidz qur'an di yayasan
Raudlatul Makfufin?
J : belum lama sih, tapi kalau untuk belajar al-Qur’an braille sudah satu tahun
ini
T : Berapa juz atau surat al-Qur'an yang sudah dihafal?
J : karena saya masih baru ya belum banyak, jadi masih juz 30
T : Apa motivasi yang melatarbelakangi anda untuk menghafal al-Qur'an?
J : Sebagai pengetahuan tambahan di agama, jadi bisa sebagai hujjah atau dalil
jadi kalau mau ngasih penerangan kepada orang kan bisa kasih dalilnya. Terus
biar bisa untuk diterima dimasyarakat karena disini juga diajarin kalau ada
khotbah atau tahlilan dipakai dimasyarakat jadi dengan harapan nanti bisa
berbaur dengan masyarakat walaupun dengan kekurangan fisik.
T : Siapa saja yang memberi motivasi untuk menghafal? Berasal dari siapa
motivasi terbesar itu?
J : Dari diri sendiri, dari orang tua, keluarga, dari kakak juga. Karena kakak juga
suka nanya hafalan sudah sampai mana. Dan kalau tidak ada kemajuan kan
malu.
T : Bagaimana cara anda untuk menghafal al-Qur'an?
J : Biasanya sama dengan orang biasa dibaca berulang-ulang setelah dibaca
berulang nanti hafal sendirinya
T : Adakah metode khusus yang diterapkan yayasan Raudlatul Makfufin
kepada santri dalam menghafal Al-qur'an?
J : Pagi abis subuh muroja’ah, habis sholat berjamaah itu baca bareng juz amma
T :Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam mengimplementasikan
metode tahfidz yang diterapkan di Raudlatul Makfufin?
J : Faktor malas dan jenuh
T :Pernahkah bekerja sama atau meminta bantuan santri lain dalam
menghafal al-Qur'an? Bagaimana bentuk kerja sama atau bantuannya?
J : Pakai mp3, cuma membantu sekedarnya tidak sampai detail mungki pengajar
yang disininya
T :Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam menghafal?
(misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J : Saya satu minggu satu surat karena masih juz amma
T : Jika ada, siapa yang menetapkan target tersebut? (pengajar atau santri)
J : Pengajar ga menentukan target, itu tergantung dari santrinya
T : Selain tahfidz, kegiatan apa saja yang diikuti di yayasan Raudlatul
Makfufin?
J :Bahasa inggis, komputer, sempoa, kesenian marawis, pokonya ikut semua
kegiatan disini
T : Kendala (hambatan) apa saja yang dihadapai selama proses menghafal?
J : Ya itu saja sih rasa males
T :Menurut santri seberapa penting tahfidz qur'an bagi seorang tuna
netra?
J : Penting, kalau saya yang penting bisa lancar baca al-Qur’an
T : Apa manfaat yang dirasakan setelah mengikuti program tahfidz ?
J : Jadi lebih percaya diri dalam bergaul karena mempunyai hafalan
T : Pernahkah santri mengikuti kejuaraan tahfidz qur'an?
J : Belum
T : Prestasi apa yang pernah diraih dalam bidang tahfidz qur'an?
J : Ga ada
T : Pernahkah santri mengalami demotivasi, yaitu keadaan di mana timbul
keinginan untuk berhenti menghafal ? (misal karena jenuh)
J : Pernah
T : Bagaimana cara mengatasi demotivasi tersebut?
J : Paling mengalihkan seperti buka internet
T : Peran seperti apa yang diharapkan santri dari para pengajar untuk
meningkatkan hafalan?
J :Lebih intensitasnya saja yang diperbanyak, berharap stiap habis shalat bisa
selalu muroja’ah karena waktunya terbagi pengurusnya kan juga setor hafalan
juga dengan pengajar dari luar.
Biodata Narasumber
Nama : Atoillah
Tanggal lahir : Cirebon, 20 Mei 1985
Alamat : Jl. Raya Puspitek, Gg. Rais, Kp. Jati RT.002/05 Kel.Buaran Kec. Serpong Kota
Tangerang Selatan Banten 15315
Pendidikan : SD
SMP
SMA
Kuliah di Jogyakarta Jurusan Komunikasi
Agama : Islam
No.Telepon : 085724741955
Email : [email protected]
LAMPIRAN 3
Wawancara Penelitian
Pewawancara : Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber : Ja’far Umar (Santri Tunanetra Mukim)
Hari : Rabu, 12 Agustus 2015
Pukul : 16.39
Tempat : yayasan Raudlatul Makfufin
T : Sejak kapan mengalami tunanetra?
J :Sejak lahir tanpa diberi tau dokter apa penyebab jadi tunanetra
T : Alasan anda masuk ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J :Pengen mempelajari agama islam dan ingin mempelajari al-Qur’an serta
pengen menghafal al-Qur’an
T : Apa pendapat anda tentang yayasan Raudlatul Makfufin?
J :Yayasan ini lebih fokus diutamakan memperdalam ilmu agama
T : Siapa yang merekomendasikan anda masuk ke yayasan Raudlatul
Makfufin?
J : Cari infonya sendiri lewat internet
T : Sudah berapa lama mengikuti program tahfidz qur'an di yayasan
Raudlatul Makfufin?
J :Dari bulan Maret kemarin
T : Berapa juz atau surat al-Qur'an yang sudah dihafal?
J : Alhamdulillah sudah juz 1
T : Apa motivasi yang melatarbelakangi anda untuk menghafal al-Qur'an?
J : Dari sebelum masuk ke yayasan ini pengen banget menghafal, ya untuk
bekal diri nanti
T : Siapa saja yang memberi motivasi untuk menghafal? Berasal dari siapa
motivasi terbesar itu?
J :Banyak dari teman-teman, pengajar, keluarga. Kalau motivasi terbesar ya dari
keluarga dan diri sendiri
T : Bagaimana cara anda untuk menghafal al-Qur'an?
J :Membaca lewat al-Qur’an dulu jadi kita yang membaca huruf nya jelas
dengan diimbangi mp3, kalau sekedar mp3 saja hurufnya tidak jelas
T : Adakah metode khusus yang diterapkan yayasan Raudlatul Makfufin
kepada santri dalam menghafal Al-qur'an?
J : Seperti setoran setiap ada hafalan baru atau mengulang
T :Pernahkah bekerja sama atau meminta bantuan santri lain dalam
menghafal al-Qur'an? Bagaimana bentuk kerja sama atau bantuannya?
J : Belum cuma sharing aja terkadang menghafal bareng-bareng
T :Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam menghafal?
(misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J :Minimal 10 ayat, pengennya setahun satu juz ini selesai
T : Jika ada, siapa yang menetapkan target tersebut? (pengajar atau santri)
J : Dari saya sendiri
T : Usaha apa yang dilakukan santri untuk mencapai target tersebut?
J : Paling lebih tekun aja
T : Selain tahfidz, kegiatan apa saja yang diikuti di yayasan Raudlatul
Makfufin?
J : Selain tahfidz ada pelajaran bahasa arab, ngaji kitab seperti riyadussolihin,
hadits arbain hampir semua yang diikutin dan yang paling disukai menghafal
al-Qur’an
T : Kendala (hambatan) apa saja yang dihadapai selama proses menghafal?
J : Suka lupa aja sih
Biodata Narasumber
Nama : Ja’far Umar
Tanggal lahir : Bekasi, 20 November 1990
Alamat : Jl. Raya Puspitek, Gg. Rais, Kp. Jati RT.002/05 Kel.Buaran Kec. Serpong Kota
Tangerang Selatan Banten 15315
Pendidikan : SD SLB Tamiya Bekasi
SMP SLB Tamiya Bekasi
Agama : Islam
No.Telepon : 087879189468
Email : [email protected]
LAMPIRAN 3
Wawancara Penelitian
Pewawancara : Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber : Senna Rusli (Santri Tunanetra Mukim)
Hari : Rabu, 12 Agustus 2015
Pukul : 14.55
Tempat : yayasan Raudlatul Makfufin
T : Sejak kapan mengalami tunanetra?
J :Dari umur 2 tahun bermula karena sakit campak dan panas tinggi saraf otak
kemata itu putus karena telat penanganan medis dan kena saraf bagian dalam.
T : Alasan anda masuk ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Alasan utama karena ingin belajar ilmu agama, kalau belajar ilmu agama
diluar itu medianya kurang karena bingung cara menngajarkan tunanetra
seperti apa. Kalau disini medianya banyak semua buku dengan menggunakan
braille.
T : Apa pendapat anda tentang yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Unik karena yayasan ini fokus ke bidang agama karena yang lainnya sosial,
pendidikan atau pengembangan keterampilan seperti pijat. Jadi fokus keagama
tapi fukus kesegala bidang mencakup umum juga. Satu item mencakup ke
beberapa hal.
T : Sudah berapa lama mengikuti program tahfidz qur'an di yayasan
Raudlatul Makfufin?
J : Tahfidz sejak program ini diadakan sejak September tahun kemarin
T : Berapa juz atau surat al-Qur'an yang sudah dihafal?
J : Baru juz 2
T : Apa motivasi yang melatarbelakangi anda untuk menghafal al-Qur'an?
J : Tidak ingin dipandang rendah oleh orang lain karena orang tunanetra
dibilang makhluk yang mempunyai kekurangan tapi kalau saya melakukan
segala hal termasuk menghafal al-Qur’an ini motivasinya adalah saya ingin
masyarakat melihat saya bukan karena tunanetranya tapi keilmuannya karena
sepanjang pengalaman saya yang bergaul dengan teman-teman normal diluar
sana, kalau saya punya sesuatu yang sama misalnya saya bisa menghafal atau
public speaking, nah orang banyak yang tidak menyangka kalau saya
tunanetra. Jadi itu yang saya pengen hadirkan dimasyarakat, jadi pandanglah
saya atau kita berdasarkan keilmuannya bukan karena ketunanetraannya.
T : Siapa saja yang memberi motivasi untuk menghafal? Berasal dari siapa
motivasi terbesar itu?
J : Motivasi terbesar jelas dari keluarga karena dari keluarga yang berhasil
mencapai pendidikan agak lumayan ya saya, jadi mau tidak mau ketika ada
problem keluarga sayalah yang diminta untuk membimbing. Dan itu yang
membuat saya termotivasi agar nantinya bisa memberi manfaat untuk
keluarga.
T : Bagaimana cara anda untuk menghafal al-Qur'an?
J : Membaca ayat yang akan dihafal beberapa kali, dan sambil muroja’ah
biasanya menghafal itu malam karena sunyi dan memudahkan untuk fokus.
Saya sudah ga asing dengan braille karena saya disini dari 2006.
T : Adakah metode khusus yang diterapkan yayasan Raudlatul Makfufin
kepada santri dalam menghafal al-Qur'an?
J : Metode disini tidak terlalu spesifik karena teman-teman disini sudah bisa
mengoperasikan hp, kalau untuk memperlancar kita banyak mendengar mp3
qur’an sambil santai, atau hafalanya dibaca ketika jadi imam shalat, walaupun
2 juz harus melekat sampai ayat pun hafal.
T :Pernahkah bekerja sama atau meminta bantuan santri lain dalam
menghafal al-Qur'an? Bagaimana bentuk kerja sama atau bantuannya?
J : Pernah, kadang suka main tebak-tebakan ayat sambil mengetes hafalan, jadi
ga terlalu ditekankan yang terpenting senyamannya saja,
T : Ketika meminta bantuan atau bekerja sama dengan santri lain, adakah
kesulitan yang dihadapi?
J : Ga ada kesulitan karena sesama tunanetra kecuali tunanetra dengan teman
yang norma
T :Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam menghafal?
(misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J : Sehari paling minal 5 sampai 10 ayat, dan target kedepan ingin 30 juz dan
ingin memperdalam tafsir al-Qur’annya.
T : Usaha apa yang dilakukan santri untuk mencapai target tersebut?
J : Lebih di tingkatkan lagi semangat menghafalnya
T : Selain tahfidz, kegiatan apa saja yang diikuti di yayasan Raudlatul
Makfufin?
J : Hampir semua kegiatan diikuti
T : Kendala (hambatan) apa saja yang dihadapai selama proses menghafal?
J :Al-Qur’an braille terlalu besar jadi tidak bisa dibawa kemana-mana, malas
dan gangguan wanita
T :Menurut santri seberapa penting tahfidz qur'an bagi seorang tuna
netra?
J :Pentingnya ya sama aja kaya kita shalat, untuk mendekatkan diri pada lebih
kenal dengan Allah
T : Pernahkah santri mengikuti kejuaraan tahfidz qur'an?
J :Ga minat dan belum bisa juga
T : Prestasi apa yang pernah diraih dalam bidang tahfidz qur'an?
J :Belum
T : Pernahkah santri mengalami demotivasi, yaitu keadaan di mana timbul
keinginan untuk berhenti menghafal ? (misal karena jenuh)
J :Pasti apalagi masih baru
T : Bagaimana cara mengatasi demotivasi tersebut?
J : Mendengarkan musik dangdut bang H.Rhoma Irama
Biodata Narasumber
Nama : Senna Rusli
Tanggal lahir : Jakarta, 13 November 1992
Alamat : Jl. Raya Puspitek, Gg. Rais, Kp. Jati RT.002/05 Kel.Buaran Kec. Serpong Kota
Tangerang Selatan Banten 15315
Pendidikan : TK LB Lebak Bulus
SD SLB Lebak Bulus
SMPN 226 Pondok Labu
SMA
Kuliah di Kahfi Motivator School
Agama : Islam
No.Telepon : 08159966884
Email : [email protected]
LAMPIRAN 4
Wawancara Penelitian
Pewawancara : Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber : Muhammad Hafidz (Santri Tunanetra Nonmukim)
Hari : Jum’at, 21 Agustus 2015
Pukul : 16.35
Tempat : yayasan Raudlatul Makfufin
T : Sejak kapan mengalami tunanetra?
J : Sejak lahir sudah mengalami tunanetra dan sudah operasi tiga kali tapi tidak
ada perubahan, jadi saya ambil hikmahnya saja mungkin ini sudah takdir dari
Allah.
T : Alasan anda belajar di yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Karena di yayasan Raudlatul Makfufin itu banyak sekali ilmu-ilmu terutama
ilmu agama yang dididik disana, karena dari kecil sudah dididik ilmu agama
maka saya ngin lebih memperdalam lagi ilmu agama di yayasan Radlatul
Makfufin.
T : Siapa yang merekomendasikan anda ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Dari mas Rafiq Akbar yang menjadi sekretaris yayasan Raudlatul Makfufin.
T : Apa pendapat anda tentang yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Bagus sekali, saya sangat suka karena yayasan Raudlatul Makfufin satu-
satunya yayasan yang bergerak dibidang agama dam memperdalam ilmu al-
Qur’an, nahwu, shorof atau pun yang lainnya, serta di yayasan Raudlatul
Makfufin kedekatan antara santi dan pengajar itu sangat baik tidak ada rasa
canggung. Asik dalam segala hal disaat belajat, berdiskusi, ngobrol itu semua
menyenangkan tidak ada rasa pembeda antara pengajar dengan santrinya.
T : Sudah berapa lama mengikuti program tahfidz qur'an di yayasan
Raudlatul Makfufin?
J : Satu tahun setengah, dari awal tahun 2012 sampai 2013 pertengahan itu saat
rutinnya, tapi kalau akhir-akhir ini agak jarang karena banyak acara.
T : Berapa juz atau surat al-Qur'an yang sudah dihafal?
J : Alhamdulilah, saya sudah 30 juz
T : Apa motivasi yang melatarbelakangi anda untuk menghafal al-Qur'an?
J : Saya menghafal al-Qur’an karena saya sering baca hadits yang menerangkan
bahwa syurga merindukan empat golong salah satunya yaitu orang yang
menghafal al-Qur’an, kemudian bacalah al-Quran sesungguhnya dia akan
datang kepadamu sebgai penolong di hari kiamat, nah saya tidak bisa
membacanya jadi saya hafalkan saja. Jadi, dari dua hadits itu dan masih
banyak lagi hadits-hadits yang lain yang memotivasi saya untuk menghafal.
Dasarnya ya cinta dulu, kalau sudah cinta ya sudah pasti nyaman saja dengan
al-Qur’an dan terinspirasi menghafal al-Qur’an karena dulu diberikan kaset
berisi lantunan al-Qur’an juz 30 yang dilantunkan oleh Syekh Musyari Rasyid
karena kekaguman saya dengan suara beliau maka nya saya mulai mengikuti
suaranya walau tidak begitu sama persis.
T : Siapa saja yang memberi motivasi untuk menghafal? Berasal dari siapa
motivasi terbesar itu?
J : Selain dari keluarga, teman, diri sendiri, motivasi terbesarnya dari ustadz
tempat saya mengaji dilingkungan rumah yag mengajarkan saya dari kecil,
belia mengatakan bahwa dengan kita menghafal al-Qur’an hidup kita akan
lebih tenang, berkah serta dilancarkan sama Allah jalan hidupnya.
T : Motivasi apa yang diberikan pengajar kepada santri?
J : Banyak, seperti beliau bilang kita harus semangat dalam menghafal al-
Qur’an karena pada akhir zaman nanti al-Qur’an akan dihapuskan serta banyak
orang yang akan merusak atau merubah dari ayat-ayat al-Qur’an. Maka kalau
kita menghafal al-Qur’an berarti kita menjaga kemurnian dari al-Qur’an. jadi
mereka tidak akan bisa merusakn karena banyaknya para hafidz serta hafidzah
didalam menghafalkan al-Qur’an ini. Makanya saya tertarik sekali dalam
menghafalkan al-Qur’an ini.
T : Faktor apa saja yang menjadi pendukung serta penghambat dalam
menghafal al-Qur’an?
J : Faktor pendukungnya dari seseorang yang menjanjikan saya untuk berangkat
haji beserta ibu, kalau saya mampu menghafalkan al-Qur’an 30 juz. Saya
berpikir kapan lagi ada kesempatan rezeki seperti ini dan bisa membahagiakan
ibu juga. Kalau faktor penghambatnya karea saat itu saya menghafal
menggunakan radio type, jadi radio tersebut sering rusak karena terus di pause
dan replay.
T : Berapa lama bisa mengkhatamkan hafalan al-Qur’an 30 juz?
J : 3 tahun menghafalkan 30 juz
T :Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam menghafal?
(misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J : Tidak ditargetkan tapi ya saya menargetkan sendiri minimal itu 1 juz satu
bulan, bebas sehari berapa halaman asalkan ya tadi itu sebulan satu juz, jadi
perhari ya semampunya otak saya aja. Dan cara untuk mengulangnya ya setiap
saya shalat diulang kembali, kemudian sering dengerin mp3 qori-qori dari
berbagai macam syaekh yang tingkat kecepatan bacaannya berbeda, hal itu
untuk mempertajam hafalan saya juga untuk mengulang kembali.
T :Menurut santri seberapa penting menghafal al-Qur’an bagi seorang tuna
netra?
J : Penting sekali, karena tidak semuanya bisa membaca al-Qur’an braille, kalau
pun bisa alangkah baik dengan matan yang buta otomatiskan terhindar dari
melakukan maksiat mata. Makanya hatinya dipenuhhi dengan hafalan-hafalan
al-Qur’an itu bagus sekali.
T : Apa manfaat yang dirasakan setelah mengikuti program tahfidz ?
J : Setelah saya ikut, ya bacaan al-Qur’an saya semakin lancar apalagi saat
membaca al-Qur’an braille saya cuma bisa menghafal saya tau huruf-hurufnya,
jadi membacanya lebih tartil.
T : Pernahkah santri mengikuti kejuaraan tahfidz qur'an?
J : Tidak pernah ikut karena tidak minat dengan ikut perlombaan, karena bagi
saya sudah bisa menghafal saja itu sudah bersyukur yang penting untuk diri
saya dan orang sekitar saya.
T : Prestasi apa yang pernah diraih dalam bidang tahfidz qur'an?
J : Tidak pernah
T : Selain tahfidz, kegiatan apa saja yang diikuti di yayasan Raudlatul
Makfufin?
J : Ikut belajar paket B disana, seperti metematika, bahasa inggis. Dan ikut
kegiatan marawis, komputer.
T : Pernahkah santri mengalami demotivasi, yaitu keadaan di mana timbul
keinginan untuk berhenti menghafal ? (misal karena jenuh)
J : Pernah, waktu baru menghafal awal 2003 saya hampir sudah menyerah untuk
menghafal al-Qur’an padahal saat itu hafalannya baru 2 juz.
T : Bagaimana cara mengatasi demotivasi tersebut?
J : Ya tinggal mensuport diri aja dan karena saat itu ada yang menjanjikan haji,
jadi saya pikir kapan lagi kesempatan ini datang. Dan rasa keinginan yang
tinggi untuk pergi haji itulah yang membuat saya terus menghafal hingga
akhirnya hafal 30 juz. Dan yang terpenting cinta dulu dengan al-Qur’an bisa
dari janji-janji Allah terhadap orang penghafal al-Qur’an atau mengagumi
suara syekh-syekh, nanti insyaAllah dimudahkan jika niatnya sungguh-
sungguh.
T : Dalam proses komunikasi dengan sesama penyandang tunanetra pernah
mengalami kesulitan?
J : Ga, kalau untuk saya sih ga pernah ada kesulitan lancar-lancar saja baik itu
lewat media atau pun bertemu langsung baikdengan sesama penyandang
tunanetra atau tidak.
T : Seberapa pentingkah peran pengajar atau pengasuh bagi santri dalam
proses menghafal?
J : Penting peran seorang pengajar karena kalau beliaunya saja tidak telaten itu
gimana dengan santrinya pasti berpengaruh. Terutama harus memiliki sikap
sabar, harus aktif dengan murid atau santrinya agar tidak tegang.
T : Peran seperti apa yang diharapkan santri dari para pengajar untuk
meningkatkan hafalan?
J : Ya, saya harap pengajar memiliki sifat sabar, telaten, berwibawa, suri
tauladan.
T : Apakah ada trik-trik dari pengajar untuk mengajarkan huruf braille
latin atau arab agar santri bisa cepat menghafal kode braille?
J : Belum ada, jadi tergantung dari santrinya aja untuk cepat menhafal tuh harus
seperti apa.
Biodata Narasumber
Nama : Muhammad Hafidz
Tanggal lahir : Jakarta, 8 Oktober 1988
Alamat : Jl. Flavon 1 no 23 Rt 09 Rw 03 Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung
Kampung Ambon Jakarta Timur
Pendidikan : SD Paket A di SLB Cahaya Batin Cawang (2010-2012)
SMP Paket B di Mitra Netra (2012-2015)
Agama : Islam
No.Telepon : 085694090611
Email : [email protected]
LAMPIRAN 4
Wawancara Penelitian
Pewawancara : Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber : Diah Rahmawati (Santri Tunanetra Nonmukim)
Hari : Minggu, 23 Agustus 2015
Pukul : 16.40
Tempat : yayasan Raudlatul Makfufin
T : Sejak kapan mengalami tunanetra?
J : Sejak usia 17 tahun pengelihatan mengalami penurunan hingga akhirnya buta
total.
T : Alasan anda belajar di yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Karena untuk menghilangkan kekhawatiran orangtua terhadap saya, karena
pengetahuan mereka tentang tunanetra minim, jadi saya tidak boleh kemana-
mana walau hanya untuk cari ilmu. Dan akhirnya setelah pengajar dari
yayasan Raudlatul Makfufin datang kerumah untuk mengajari hal baru tentang
tunanetra terutama belajar braille latin dan arab, kekhawatiran orangtua
terhadap saya sudah hilang. Di yayasan Raudlatul Makfufin saya juga ingin
memperdalam ilmu terkhusus ilmu-ilmu agama, bahkan dipercaya untuk
membantu mengajarkan arab braille untuk pemula.
T : Siapa yang merekomendasikan anda ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Dari saudara sepupu yang bertemu dengan salah satu pengajar di yayasan
Raudlatul Makfufin didalam angkot, akhirnya dari perkenalan itu saya tau
yayasan Raudlatul Makfufin ini.
T : Apa pendapat anda tentang yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Subhanallah, Alhamdulillah dengan adanya yayasan Raudlatul Makfufin ini
bisa memberi wadah kepada teman-teman untuk belajar ilmu agama tertama
untuk teman-teman tunanetra. Jadi walaupun sekarang banyak yang
memberikan pembelajaran tentang a-Qur’an braille, yayasan Raudlatul
Makfufin ini sudah terbilang lama berdiri dari yahun 1983 dan saat awal
berdiri pun sudah mengajarkan keagamaan sampai memcetak al-Qur’an braille
sendiri. Karena tunanetra disini memiliki fasilitas yang berbeda dengan yang
lain seperti disini juga menyediakan buku-buku umum maupun agama dalam
bentuk braille, hal itu sangat menunjang pembelajaran. InsyaAllah teman-
teman tunanetra disini tidak kekurangan dalm hal memperkaya ilmu.
T : Sudah berapa lama mengikuti program tahfidz qur'an di yayasan
Raudlatul Makfufin?
J : Semenjak program ini dilaksanakan, alhamdulillah walaupun hanya setiap
hari minggu setoranya karena saya bukan santri mukim disini jadi tidak terlalu
fokus menghafal seperti santri mukim yang ada di yayasan ini.
T : Berapa juz atau surat al-Qur'an yang sudah dihafal?
J : Saya juz 30
T : Apa motivasi yang melatarbelakangi anda untuk menghafal al-Qur'an?
J : Karena ingin bisa belajar agama, kalau menghafal al-Qur’an sudah dari 2004
sudah mulai.
T : Siapa saja yang memberi motivasi untuk menghafal? Berasal dari siapa
motivasi terbesar itu?
J : Selain dari teman, diri sendiri, motivasi terbesarnya dari keluarga.
T : Motivasi apa yang diberikan pengajar kepada santri?
J : Banyak, seperti beliau bilang kita harus semangat dalam menghafal al-
Qur’an karena pada akhir zaman nanti al-Qur’an akan dihapuskan serta banyak
orang yang akan merusak atau merubah dari ayat-ayat al-Qur’an. Maka kalau
kita menghafal al-Qur’an berarti kita menjaga kemurnian dari al-Qur’an.
T : Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam menghafal al-
Qur’an?
J : Kalau faktor penghambatnya dari diri sendiri yaitu rasa malas.
T :Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam menghafal?
(misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J : Tidak ditargetkan
T : Apa manfaat yang dirasakan setelah mengikuti program tahfidz ?
J : Manfaatnya bisa dibaca ketika shalat ayat-ayat yang sudah dihafal, bisa
membantu teman yang lain dalam belajar membaca arab braille.
T : Pernahkah santri mengikuti kejuaraan tahfidz qur'an?
J : Tidak pernah ikut
T : Prestasi apa yang pernah diraih dalam bidang tahfidz qur'an?
J : Tidak pernah
T :Menurut santri seberapa penting menghafal al-Qur’an bagi seorang tuna
netra?
J : Menurut saya penting banget, karena saya tau barangsiapa yang menghafal
al-Qur’an nanti kedua orangtuanya akan dipakaikan mahkota.
T : Pernahkah santri mengalami demotivasi, yaitu keadaan di mana timbul
keinginan untuk berhenti menghafal ? (misal karena jenuh)
J : Pernah ya hanya rasa malasnya saja
T : Bagaimana cara mengatasi demotivasi tersebut?
J : Ya belum tau cara jitunya, susah banget menghilangkan rasa malas ini
T : Dalam proses komunikasi dengan sesama penyandang tunanetra pernah
mengalami kesulitan?
J : Ga, biasanya saja ga ada kesulitan-kesulitan.
T : Seberapa pentingkah peran pengajar atau pengasuh bagi santri dalam
proses menghafal?
J : Penting peran seorang pengajar karena kalau beliaunya saja tidak telaten itu
gimana dengan santrinya pasti berpengaruh. Terutama harus memiliki sikap
sabar.
T : Peran seperti apa yang diharapkan santri dari para pengajar untuk
meningkatkan hafalan?
J : Ya, saya harap pengajar memiliki sifat sabar serta ikhlas karena santrikan
menerimanya ada yang cepat dan ada yang lambat.
T : Faktor apa yang membuat anda sampai saat ini bertahan untuk
menghafal?
Biodata Narasumber
Nama : Diah Rahmawati
Tanggal lahir : Jakarta, 2 April 1985
Alamat : JL. Karya Utama Rt 011, Rw 06 No. 7A Kebayoran Baru Jakarta Selatan
Pendidikan : SDN 013 Gandaria Utara
SMPN 240
SMAN
S1 di UHAMKA Jurusan Pendidikan Agama Islam
Agama : Islam
No.Telepon : 089651701222
Email : [email protected]
LAMPIRAN 4
Wawancara Penelitian
Pewawancara : Fathiyatur Rizkiyah
Narasumber : Juanda Saputra (Santri Tunanetra Nonmukim)
Hari : Kamis, 20 Agustus 2015
Pukul : 12.04
Tempat : yayasan Raudlatul Makfufin
T : Sejak kapan mengalami tunanetra?
J : Sejak usia 2 tahun.
T : Alasan anda belajar di yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Saya ingin mendalami ilmu agama serta mempelajari ilmu fiqih, ilmu tajwid
dan ilmu yang lainnya.
T : Siapa yang merekomendasikan anda ke yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Dari pak Abbas beliau guru di SLB dan beliau juga menjadi pengajar di
yayasan Raudlatul Makfufin
T : Apa pendapat anda tentang yayasan Raudlatul Makfufin?
J : Yayasan Raudlatul Makfufin sangat bagus dibanding yayasan tunanetra yang
lainnya karena selain berbasis pendidikan agama serta keterampilan yang lain
serta pengajar di yayasan Raudlatul Makfufin sangat berkompeten
dibidangnya.
T : Sudah berapa lama mengikuti program tahfidz qur'an di yayasan
Raudlatul Makfufin?
J : Semenjak program ini dilaksanakan, walaupun hanya setiap hari minggu
setoranya karena saya bukan santri mukim disini jadi tidak terlalu fokus
menghafal seperti santri mukim yang ada di yayasan ini.
T : Berapa juz atau surat al-Qur'an yang sudah dihafal?
J : Saya juz 2
T : Bagaimana cara anda menghafalkan al-Qur’an?
J : Setiap ayat saya ulang membacanya sampai tiga kali atau bahkan lebih
sampai benar-benar hafal
T : Apa motivasi yang melatarbelakangi anda untuk menghafal al-Qur'an?
J : Motivasinya agar ilmu-ilmu lain yang saya pelajari biar cepat bisa karena
saya menghafal al-Qur’an
T : Siapa saja yang memberi motivasi untuk menghafal? Berasal dari siapa
motivasi terbesar itu?
J : Selain dari teman, diri sendiri, motivasi terbesarnya dari keluarga.
T : Motivasi apa yang diberikan pengajar kepada santri?
J : Saya melihat para pengajar itu sangat dibutuhkan masyarakat dan ilmu
mereka juga sangat bermanfaat.
T : Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam menghafal al-
Qur’an?
J : Kalau faktor penghambatnya itu rasa malas dan terlalu sibuk dengan
pelajaran.
T :Adakah standar atau target yang harus dicapai santri dalam menghafal?
(misal dalam sehari harus hafal 1 lembar al-Qur'an)
J : Tidak ada target tergantung semampunya saja, kalau saya satu hari itu 5 ayat
T : Apa manfaat yang dirasakan setelah mengikuti program tahfidz ?
J : Manfaatnya bisa dibaca ketika shalat ayat-ayat yang sudah dihafal, bisa
membantu teman yang lain dalam belajar membaca arab braille.
T : Pernahkah santri mengikuti kejuaraan tahfidz qur'an?
J : Pernah ikut saat masih SD sampai SMP tapi sudah lupa
T : Prestasi apa yang pernah diraih dalam bidang tahfidz qur'an?
J : Belum pernah
T : Selain tahfidz, kegiatan apa saja yang diikuti di yayasan Raudlatul
Makfufin?
J : Banyak, saya ikut semua kegiatan yang ada di yayasan Raudlatul Makfufin
T :Menurut santri seberapa penting menghafal al-Qur’an bagi seorang tuna
netra?
J : Menurut saya penting banget, karena kalau orang yang menghafal al-Qur’an
itu insyaAllah ilmu-ilmu yang lain akan cepat bisanya.
T : Apa manfaat yang dirasakan setelah mengikuti program tahfidz ?
J : Ikut belajar tahfidz jadi kita tau cara menghafa yang baik, kalau menghafal
al-Qur’an otomatis jiwa kita juga jadi lebih tenang
T : Pernahkah santri mengalami demotivasi, yaitu keadaan di mana timbul
keinginan untuk berhenti menghafal ? (misal karena jenuh)
J : Belum pernah karena saya menghafal dengan penuh penjiwaan
T : Dalam proses komunikasi dengan sesama penyandang tunanetra pernah
mengalami kesulitan?
J : Alhamdulillah ga, lancar-lancar saja ga ada kesulitan-kesulitan.
T : Seberapa pentingkah peran pengajar atau pengasuh bagi santri dalam
proses menghafal?
J : Penting peran seorang pengajar karena kalau beliau yang terus memotivasi
disaat sudah merasa males, beliau memotivasi santri-santrinya agar lebih
semangat lagi dalam menghafal
T : Peran seperti apa yang diharapkan santri dari para pengajar untuk
meningkatkan hafalan?
J : Ya, saya harap pengajar bisa memberikan metode-metode praktis yang
membuat santrinya tidak bosan dalam menghafal al-Qur’an
T : Faktor apa yang membuat anda sampai saat ini bertahan untuk
menghafal?
J : Karena saya ingin belajar di majlis-majlis ilmu agar jiwa kita tentram dan
dari jiwa yang tentram itu bisa dengan mudah untuk menghafal
Biodata Narasumber
Nama : Juanda Saputra
Tanggal lahir : Lampung, 11 Januari 1992
Alamat : JL. X 2 Rt 12 Rw 4 Cilacas Jakarta Timur
Pendidikan : SD Cawang Jakarta Timur
SMPN 226 Jakarta Selatan
SMA Darul Ma’arif Jakarta Selatan
Kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia
Agama : Islam
No.Telepon : 083896569020
Email : [email protected]
Gambar 4. Kegiatan tilawah al-Quran, dipandu oleh pengajar yang juga penyandang
tunanetra
Gambar 5. Kegiatan tahfidz qur’an, pengajar juga penyandang tunanetra, salah satu santri
sedang setoran hafalan
Gambar 6. Al-Qur’an braille terbitan yayasan Raudlatul Makfufin, siap dikirim keseluruh
tunanetra yang membutuhkan di Indonesia
Gambar 7. Foto bersama pengajar tahfidz
qur’an, Bapak Abdul Hayi
Gambar 8. Kebersamaan santri, penulis dengan ketua dewan pengurus bapak Ade Ismail
Gambar 9. Tanda tangan lampiran wawancara oleh
salah satu narasumber, dibantu oleh penulis.
Gambar 10. Kegiatan kesenian marawis, dibimbing oleh pembimbing yang normal
Gambar 11. Yayasan Raudlatul Makfufin menjadi wakil dari Indonesia pada acara Konferensi
Internasional Al-Qur’an Braille di Istanbul, Turki tahun 2013.
Gambar 12. Foto pendiri yayasan Raudlatul Makfufin
CURICULUM VITAE
Nama : Fathiyatur Rizkiyah
Tempat,tanggal lahir : Tangerang, 30 Agustus 1993
Pendidikan : SMA IT Al-Qur’aniyyah Pondok Aren Tangerang
Selatan, 2011
Alamat : JL. H.Sarmili Rt.03 Rw.02 No.03 Kelurahan
Jurang Mangu Timur Kecamatan Pondok Aren Kota
Tangerang Selatan Banten 15222
Judul Skripsi : Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri
Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur’an
di yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang
Selatan
No.HP : 085693595075
Email : [email protected]
Hobi : Ukir HennaArt
Pengalaman Organisasi : Anggota Devisi Syarhil Qur'an di HIQMA (
Himpunan Qori- Qori'ah Mahasiswa ) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Prestasi Non Akademik :
Delegasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Juara 1 MSQ pada Olimpiade Al-Qur’an Se-Indonesia di LTTQ Fathullah
(2014)
2. Juara harapan 2 MSQ pada MTQ Mahasiswa Nasional ke 13 di UNP dan
Universitas Andalas, Padang Sumatra Barat (2013)
3. Juara 1 MSQ pada Festival Seni Islam Nasional di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta (2012)
4. Peserta MSQ pada Festival Seni Qur’an Nasional di UIN Sunan Kalijaga
Jogyakarta (2013)
5. Pemberian Penghargaan dalam Acara Penganugrahan Student Achievement
Award UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012 hingga 2014 atas prestasi
tersebut.