KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS TIONGHOA DAN SUNDA DI...
Transcript of KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS TIONGHOA DAN SUNDA DI...
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
ETNIS TIONGHOA DAN SUNDA
DI KOMUNITAS PERSAUDARAAN GIE SAY
KOTA SUKABUMI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh
Siti Robiah
NIM. 11160510000025
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H / 2020 M
i
ABSTRAK
Siti Robiah
11160510000025
Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Sunda di
Komunitas Persaudaraan Gie Say Kota Sukabumi
Komunikasi antarbudaya menjadi sebuah isu yang beragam
konfliknya di Indonesia, pasalnya setiap budaya memiliki sikap
yang selalu ingin unggul dengan budaya lainnya. Lalu bagaimana
jika dalam sebuah komunitas budaya terdapat beragam budaya
yang berbeda, dan bagaimana antar etnis dalam komunitas budaya
dapat saling mendukung untuk mewujudkan tujuan yang sama.
Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif
dengan pendekatan Etnografi Komunikasi. Adapun implementasi
dari pendekatan Etnografi Komunikasi dalam penelitian ini
terwujud dalam rumusan masalah penelitian yang penulis susun
sebagai berikut 1. Bagaimana proses adaptasi budaya antar etnis
Tionghoa dan Sunda di komunitas Persaudaraan Gie Say, 2.
Bagaimana pola komunikasi antar pribadi etnis Tionghoa dan
Sunda di komunitas Persaudaraan Gie Say.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Anxienty/Uncertainty Management (AUM) oleh William
Gudykunst. Teori ini penulis gunakan untuk mengungkapkan
bagaimana proses komunikasi yang terjadi di komunitas
Persaudaraan Gie Say Sukabumi. Kemudian penulis
menggunakan teknik pengambilan data dengan cara observasi,
wawancara, dan dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini berupa 1. Proses adaptasi budaya
etnis Tionghoa dan Sunda di komunitas Persaudaraan Gie Say
adalah, fase perencanaan, fase bulan madu, fase frustasi, fase
penyesuaian ulang, dan fase resolusi. 2. Pola komunikasi antar
pribadi Etnis Tionghoa dan Sunda di komunitas Persaudaraan
Gie Say meliputi aspek komunikasi verbal, komunikasi non
verbal, sikap yang ditunjukkan, isi pesan dalam komunikasi,
kegiatan yang sering dilakukan, media yang digunakan, serta efek
komunikasi.
Kata Kunci : Komunikasi Antarbudaya, Teori
Anxiety/Uncertainty Management (AUM), Komunitas
Persaudaraan Gie Say.
ii
KATA PENGANTAR
يمه ٱلرحمن ٱلله بسم ٱلرحه
Penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT. yang
Maha Rahim dan yang Maha Pengasih karena atas limpahan
Rahmat serta karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan
Sunda di Komunitas Persaudaraan Gie Say Kota Sukabumi”
meskipun dalam penyusunannya penuh lika liku dan pahit manis,
namun Alhamdulillah dapat selesai sebagaimana mestinya. Tidak
lupa juga selawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad Saw. Rasul penuntun umat yang menjadikan
kehidupan cerah benderang.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini, namun tidak mengurangi sedikitpun rasa
terimakasih penulis kepada semua pihak yang terlibat dalam
penyusunan skripsi ini hingga dapat selesai sebagaimana
mestinya. Untuk itu penulis haturkan ucapan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Hj. Ammany Burhanuddin Lubis, Lc., M.A., selaku
Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Suparto, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti Napsiyah, S. Ag, BWS. MSW
sebagai Wakil Dekan I bidang Akademik. Dr. Sihabudin
Nour, M. Ag, sebagai Wakil Dekan II vi bidang Administrasi
Umum. Drs. Cecep Castrawijaya, M.A, sebagai Wakil Dekan
III bidang Kemahasiswaan.
iii
3. Dr. Armawati Arbi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Komunikasi
dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr. H. Edy
Amin, M.A, selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Kalsum Minangsih, M.A. selaku Dosen Pembimbing
Akademik (PA) yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis selama menjadi mahasiswi.
5. Drs. S. Hamdani, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberikan arahan, kritik dan saran yang membangun
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Semoga Allah SWT melimpahkan kebaikan kepada beliau,
diberikan kesehatan dan kelancaran rejeki, Amin.
6. Segenap seluruh Staff dan Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu, wawasan, dan pengalamannya serta
membimbing selama penelitian dan menjalani studi.
7. Pimpinan, Staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
8. Ketua komunitas Persaudaraan Gie Say, Ko Ciwih yang telah
mengizinkan saya untuk melakukan penelitian, juga kepada
Rey Mahendra yang telah baik hati untuk membantu penulis
dengan tulus dan responsif tanpa pamrih, kepada Ko Sabar
dan Ko Rendri yang senantiasa membimbing saya dalam
mendapatkan data di lapangan, kepada Ko Putra yang cepat
iv
tanggap merespon DM saya di instagram, kepada Ko Deni
dan Nico yang sangat terbuka dalam menyambut saya di
sekretariat komunitas.
9. Teruntuk kedua orang tua yaitu Ibu Yoyoh atas doa doa yang
luar biasa dan senantiasa dipanjatkannya, sehingga penulis
bisa sampai pada titik ini, juga kepada bapak Oleh yang
senantiasa memberikan kasih sayang yang tidak pernah orang
lain berikan kepada saya, terimakasih atas segalanya.
10. Kepada sahabat sahabat saya, Difa, Fitri, Tara yang sudah
melukiskan kisah perjalanan indah selama di bangku kuliah.
11. Kepada keluarga LTTQ yang senantiasa memberikan suport
yang tiada henti kepada saya.
12. Kepada teman teman seperjuangan, Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu. Semoga Allah mudahkan semua urusan teman teman
dan sukses di kemudian hari.
Akhir kata, penulis mohon maaf atas segala kekurangan
dalam skripsi ini, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
seluruh masyarakat juga Universitas dalam bidang pengetahuan
Komunikasi Antarbudaya.
Jakarta, 07 September 2020
Siti Robiah
NIM. 11160510000025
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................. v
DAFTAR TABEL ...................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................... ix
BAB I ............................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................. 5
C. Batasan Masalah ................................................................... 6
D. Rumusan Masalah ................................................................ 6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 7
F. Tinjauan Kajian Terdahulu .................................................. 8
G. Metodologi Penelitian ....................................................... 12
H. Kerangka Pemikiran .......................................................... 21
I. Sistematika Penulisan .......................................................... 23
BAB II ......................................................................................... 25
KAJIAN PUSTAKA ................................................................... 25
A. Pengertian Komunikasi Antarbudaya ................................ 25
B. Pola Komunikasi Antarbudaya ........................................... 32
C. Komunitas Budaya ............................................................. 37
D. Konsep Adaptasi Budaya ................................................... 38
vi
E. Teori Anxiety/Uncertainty Management (AUM) ............... 43
F. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Komunikasi
Antarbudaya ....................................................................... 47
BAB III ....................................................................................... 52
GAMBARAN UMUM KOMUNITAS PERSAUDARAAN GIE
SAY ............................................................................................. 52
A. Letak Geografis Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie
Say ...................................................................................... 52
B. Sejarah Berdirinya Komunitas Persaudaraan Gie Say ...... 53
C. Profil Komunitas Persaudaraan Gie Say ............................ 59
D. Stuktur Organisasi Komunitas Persaudaraan Gie Say ...... 61
E. Program Kerja/Bentuk Kegiatan Komunitas Persaudaraan
Gie Say ............................................................................... 67
F. Prestasi Komunitas Persaudaraan Gie Say ....................... 72
BAB IV ....................................................................................... 73
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ..................................... 73
A. Proses Adaptasi Budaya Etnis Tionghoa dan Sunda di
Komunitas Persaudaraan Gie Say ...................................... 77
B. Pola Komunikasi Antar Pribadi pada Anggota Komunitas
Persaudaraan Gie Say ........................................................ 85
C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Komunikasi
Antarbudaya Pada Komunitas Persaudaraan Gie Say dan
Solusinya. ........................................................................... 94
BAB V ........................................................................................ 99
vii
PEMBAHASAN ......................................................................... 99
A. Analisis Proses Adaptasi Budaya etnis Tionghoa dan Sunda
di Komunitas Persaudaraan Gie Say ............................... 102
B. Analisis Pola Komunikasi Antar Pribadi pada Anggota
Komunitas Persaudaraan Gie Say Sukabumi ................... 107
BAB VI ..................................................................................... 116
PENUTUP ................................................................................. 116
A. Simpulan .......................................................................... 116
B. Implikasi ........................................................................... 117
C. Saran ................................................................................. 117
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 119
LAMPIRAN .............................................................................. 124
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 .......................................................................................... 9
Tabel 3.1 .......................................................................................... 59
Tabel 4.1 ......................................................................................... 84
Tabel 4.2 ......................................................................................... 92
Tabel 4.3 ......................................................................................... 98
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 ....................................................................................... 52
Gambar 3.2 ....................................................................................... 59
Gambar 3.3 ....................................................................................... 59
Gambar 3.4 ....................................................................................... 64
Gambar 3.5 ....................................................................................... 64
Gambar 3.6 ....................................................................................... 71
Gambar 4.1 ....................................................................................... 74
Gambar 4.2 ....................................................................................... 83
Gambar 4.3 ....................................................................................... 89
Gambar 4.4 ...................................................................................... 90
Gambar 4.5 ....................................................................................... 90
Gambar 4.6 ....................................................................................... 92
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Budaya adalah pola pikir, cara hidup, kepercayaan pada
individu atau sekelompok orang berupa prilaku yang di ulang
ulang atau kebiasaan. Budaya menurut Matsumo adalah
seperangkat sikap, nilai, kepercayaan dan tingkah laku yang
dibagi kepada sekelompok orang, tetapi berbeda dalam tiap
individu dari generasi ke generasi berikutnya.1
Budaya dipengaruhi oleh pengetahuan dan kondisi
lingkungan sehingga budaya dapat berkembang seiring dengan
kemajuan zaman. Kondisi geografis atau iklim juga dapat
mempengaruhi budaya dalam suatu kelompok atau daerah.
sehingga tidak heran jika negara Indonesia dengan jumlah
penduduk 200 jt lebih disebut sebagai negara multikultural karena
memiliki budaya yang sangat beragam.
Kemajemukan etnik atau budaya ini merupakan sunnatullah
sebagaimana dijelaskan firmanNya dalam surah Al-Hujurat Ayat
13 sebagai berikut :
نث وجعلنكم شعوبا هن ذكر وأ ها ٱلناس إهنا خلقنكم م ي
أ ي
كم إهن ٱ تقىكرمكم عهند ٱلله أ
عارفوا إهن أ هل له لل علهيم وقبائ
١٣خبهير
1 Moh Faidol Juddi, Komunikasi Budaya dan Dokumentasi Kontemporer,
(Bandung : Unpad Press, 2019), h. 129
2
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk
2010 menyebut ada 1.331 kelompok suku di Indonesia. Kategori
itu merupakan kode untuk nama suku, nama lain alias suatu suku,
nama subsuku, bahkan nama sub dari subsuku. Terkait jumlah
bahasa di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Badan
Bahasa telah memetakan dan memverifikasi 652 bahasa daerah
yang berbeda. Jumlah ini diperoleh dari proses verifikasi sejak
1991-2017.2
Berbicara budaya tidak akan lepas dari komunikasi. Karena
budaya itu sendiri di pengaruhi oleh komunikasi dan komunikasi
sendiri mempengaruhi budaya. Dengan adanya ragam budaya di
Indonesia ini menjadi sebuah gejala ketika proses komunikasi
terjadi dengan orang yang memiliki latar kebudayaan yang
berbeda. Gejala ini kita ketahui dengan istilah komunikasi
antarbudaya. Komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi
yang terjadi antara dua budaya yang berbeda yang terjadi secara
langsung maupun tidak langsung, baik individu maupun
2 Luthfia Ayu Azanella, CEK FAKTA : Jokowi Sebut Ada 714 Suku dan
1001 Bahasa di Indonesia,
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/30/21441421/cek-fakta-jokowi-
sebut-ada-714-suku-dan-1001-bahasa-di-indonesia, diakses pada 12 Juli 2020
3
kelompok. Komunikasi antarbudaya melibatkan interaksi antara
orang-orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya cukup
berbeda dalam suatu komunikasi.3
Tingginya angka konflik antarbudaya di Indonesia
menunjukkan bahwa persoalan budaya menjadi sangat penting
untuk dikaji demi kerukunan dan kesejahteraan bangsa. Beberapa
konflik antarbudaya yang pernah terjadi di Indonesia adalah
Konflik Ambon-Maluku 1999 merupakan konflik terburuk yang
terjadi di Indonesia setelah reformasi yang memakan korban jiwa
sekitar 10.000 orang, konflik Sampit 2001 terjadi karena
persaingan ekonomi hingga menelan korban hingga 469 orang,
kerusuhan Mei 1998 yang dilatarbelakangi terpilihnya kembali
Soeharto sebagi presiden pada 11 Maret 1998
dan yang lainnya. 4
Konflik budaya ini terjadi karena persoalan budaya yang
begitu kompleks. Dilihat dari konflik di atas terjadinya konflik
dari dua komunitas budaya yang berbeda, namun bagaimana
jadinya jika dalam suatu komunitas terdiri dari beragam budaya
yang berbeda. Seperti Komunitas Persaudaraan Gie Say yang
akan penulis kaji dalam penelitian ini.
Komunitas Persaudaraan Gie Say merupakan komunitas
budaya Tionghoa (Barongsay) di Sukabumi. “Gie” berarti Sifat
kepahlawanan yang berbakti, jujur, setia dan pembela kebenaran.
3 Larry A Samovar, Richard E. Porter, Edwin R. McDaniel, Komunikasi
Lintas Budaya Edisi 7, (Jakarta : Salemba Humanika, 2020), h. 13
4 Ari Welianto, Kasus Kekerasan dipicu Masalah Keberagaman di
Indonesia, https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/190000569/kasus-
kekerasan-yang-dipicu-masalah-keberagaman-di-indonesia?page=all. Diakses
pada 12 Juli 2020
4
“Say” berarti Mahluk suci mitologi kebudayaan cina kuno yang
saat ini dikenal sebagai “Barongsay”. Persaudaraan Gie Say
didirikan pada tahun 1952 (Tanggal 23 Bulan 5 penanggalan
Imlek). Oleh pendiri antara lain Bpk. Lie Gie Ken, Bpk. Tan Eng
Liang, Bpk. Tan Ho Sen (Encek Hwe Sio), Bpk. A Cen, Bpk.
Coa Wie Tie.5 Adapun beberapa bentuk kegiatan komunitas ini
seperti latihan barong Gie Say, latihan liong, latihan barong
Shamsi, latihan Wushu, dll. Hasil dari latihan latihan itu
kemudian untuk ditampilkan pada berbagai event seperti
perayaan Cap Go Meh dan perlombaan.
Penulis menemukan fakta bahwa komunitas ini sangat
terbuka kepada siapapun yang ingin bergabung tanpa melihat
suku, ras, bahkan agama. Komunitas ini juga telah memperoleh
prestasi kejuaran dalam berbagai ajang perlombaan. Menarik bagi
penulis untuk mengetahui bagaimana interaksi antar sesama
anggota berlangsung hingga tercipta sebuah kekompakan dan
bisa meraih prestasi. Dengan adanya penulisan ini diharapkan
mampu memperkaya khazanah komunikasi antarbudaya dan
dapat bermanfaat bagi pengembangan prilaku sosial antarbudaya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini
penulis memberikan judul “KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
ETNIS TIONGHOA DAN SUNDA DI KOMUNITAS
PERSAUDARAAN GIE SAY KOTA SUKABUMI”
5 Deskripsi laman grup Facebook Gie Say,
https://facebook.com/groups/giesay/about, diakses pada 22 Juli 2020.
5
B. Identifikasi Masalah
Komunitas merupakan sebuah wadah atau tempat
berkumpul bagi individu individu yang memiliki kepentingan
atau tujuan yang sama. Dalam hal ini Komunitas Persaudaraan
Gie Say merupakan komunitas budaya Tionghoa yang didirikan
dengan tujuan untuk melestarikan serta menjunjung tinggi nilai
nilai budaya Tionghoa, serta mengenalkan budaya Tionghoa
kepada masayarakat Sunda di Sukabumi.
Penulis melihat Komunitas Persaudaraan Gie Sayini
merupakan komunitas budaya Tionghoa yang semestinya
pelestari budaya nya pun merupakan orang Tionghoa sendiri.
Namun komunitas ini ternyata terbuka kepada siapa saja yang
ingin bergabung tanpa memandang suku, agama, dan ras.
Anggota yang ingin gabung dalam komunitas ini hanya perlu
berkunjung ke sekretartiat komunitas dan langsung di
perbolehkan untuk bergabung.
Berdasarkan hasil pra peneltian dalam bentuk wawancara
penulis bersama salah satu anggota komunitas (suku sunda) yang
baru bergabung, menunjukkan bahwa peristiwa gegar budaya
terjadi ketika awal mula bergabung. Ada rasa takut, khawatir dan
terkejut saat melihat aksesoris budaya Tionghoa (Barong Gie
Say), namun di saat anggota yang lain bersikap terbuka dengan
anggota baru, dan juga atas dasar ketertarikan anggota baru
terhadap budaya Tionghoa, anggota Sunda yang baru bergabung
tersebut merasakan kesan kesan yang baik selama satu tahun
bergabung dalam komunitas tersebut.
6
Hambatan lain yang terjadi dalam komunkasi pada
komunitas ini adalah kurangnya kekompakan ketika latihan
barong berlangsung, kemudian sulitnya berkumpul dalam formasi
yang lengkap dan juga masih ada anggota komunitas yang
merendahkan/menjelekkan anggota lain seperti menyinggung
anggota lain dengan perkataan yang kurang baik.
Dalam hal ini penulis ingin mengkaji lebih dalam apakah
hambatan hambatan yang terjadi pada komunitas ini akan
menjadi kegagalan dalam berkomunkasi, atau kah justru
komunitas tersebut dapat mengatasi nya dengan baik sehingga
komunikasi berjalan harmonis. penulis mengkaji menggunakan
pendekatan etnografi komunikasi dengan batasan masalah nya
yaitu komunikasi antar Etnis Tionghoa dan Etnis sunda Saja.
Penulis juga akan mendapatkan data tambahan dari pengurus
komunitas untuk menyempurnakan data.
C. Batasan Masalah
Anggota Komunitas Persaudaraan Gie Say sendiri terdiri
dari beberapa anggota budaya yang berbeda, ada yang dari
Tionghoa Totok, Tionghoa Peranakan, Sunda, Jawa, dan Batak.
Agar penulisan dapat lebih terarah maka penulis memfokuskan
penulisan nya pada komunikasi antarbudaya pada Etnis Tionghoa
dan Sunda nya saja di Komunitas Persaudaraan Gie Say
Sukabumi.
D. Rumusan Masalah
Fokus penulisan di atas dimaksudkan untuk membatasi
penulisan guna memilih data yang relevan dan baik. Berdasarkan
7
fokus penelitian di atas, maka pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana proses adaptasi budaya Etnis Tionghoa dan
Sunda di Komunitas Persaudaraan Gie Say Kota
Sukabumi ?
2. Bagaimana pola komunikasi Antar pribadi antar Etnis
Tionghoa dan Sunda di Komunitas Persaudaraan Gie Say
Kota Sukabumi ?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Mengetahui bagaimana proses adaptasi budaya Etnis
Tionghoa dan Sunda di Komunitas Persaudaraan Gie Say
Kota Sukabumi.
b. Mengetahui bagaimana pola komunikasi antar pribadi
Etnis Tionghoa dan Sunda di Komunitas Persaudaraan Gie
Say Kota Sukabumi.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Universitas
Adanya penulisan ini dapat menjadi referensi kelimuan
bagi Universitas khususnya Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi dalam ranah keilmuan Komunikasi
Antarbudaya.
b. Bagi Penulis
8
Penulisan ini dapat memberikan wawasan pengetahuan
tentang cara pandang bagaimana berprilaku terhadap
budaya asing.
c. Bagi Masyarakat
Dapat membantu masyarakat budaya dalam
pengembangan prilaku sosial antarbudaya, juga sebagai
referensi keilmuan untuk para tokoh budaya di
masyarakat.
F. Tinjauan Kajian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi acuan penulis dalam
menyusun penelitian ini sehingga penulis dapat mengembangkan
teori maupun pembahasan penelitian. Berikut penulis cantumkan
tabel referensi penelitian rujukan sebagai salah satu referensi
dalam penyusunan penelitian ini.
TINJAUAN
PERBEDA
AN
Penelitian Sebelumnya
Jeane Aryandani Suherli Puji Indah Lestari
Bentuk Skripsi Skripsi Skripsi
9
Judul
Penulisa
n
Pola Komunikasi
Antarbudaya pada
Komunitas Korea
Hansamo di
Bandung
Dinamika
Interaksi Sosial
pada
Komunitas
Marginal di
pedesaan
(Studi
Etnografi
Komunikasi
Masyarakat
Tallas di Desa
Samasundu
Sulawesi
Barat)
Komunikasi
Antarbudaya (Studi
pada Pola
Komunikasi Etnis
Tionghoa dengan
Pribumi di RT
13/RW 05
Kelurahan
Cilenggang Kota
Tangeran Selatan)
Tahun 2016 2017 2019
Metode
dan
Pendeka
tan
Penelitia
n
Kualitatif
Deskriptif
Kualitatif,
Studi Etnografi
Komunikasi
Kualitatif Deskriptif
10
Fokus
Kajian
Pola Komunikasi
Antarbudaya
pada Komunitas
Korea Hasanamo
di Bandung
Pola Interaksi
Komunikasi
Antarpribadi
dan Kelompok
pada
Masyarakat
Tallas
Pola Komunikasi
Antarpribadi dan
Pola Komunikasi
kelompok pada etnis
Tionghoa dan
Pribumi
Teori
Teori
Anxiety/Uncertain
ty Management
Konsep
Interaksi Sosial
Konsep Pola
Komunikasi
antarbudaya
Subjek
Penelitia
n
Komunitas Korea
di Bandung yang
bernama
Hansamo.
Masyarakat
Tallas dan
masyarakat
Samsudu
Masyarakat etnis
Tionghoa dan
masyarakat Pribumi
yang ada diwilayah
RT 13 RW 05,
kelurahan
Cilenggang, Kota
Tangerang Selatan.
11
Hasil
Komunitas
Hansamo hadir
sebagai wadah
atau media yang
menjembatani
antar masyarakat
dan kebudayaan
di antara orang
Indonesia dan
orang Korea.
Komunitas ini
juga membantu
untuk pengenalan
dan pembelajaran
mengenai
kebudayaan
Indonesia dan
Korea.
Interaksi sosial
to Tallas masih
jarang
dilakukan
dengan
kelompok lain.
Perasaan
berada pada
kelas sosial
yang lebih
rendah
memosisikan
sebagai
masyarakat
minoritas . dan
terjadi
komunikasi
yang tidak
terbuka sesama
kelompoknya,d
an bersikap
tertutup
dengan
masyarakat
luar
kelompoknya.
Pola komunikasi
yang terjadi antara
masyarakat
Tionghoa dengan
pribumi adalah
komunikasi
antarpribadi dan
komunikasi
kelompok.
Mengenai stereotip
atau prasangka
tidaklah terlalu besar
sehingga tidak
menimbulkan
konflik antar etnis
Tionghoa dengan
Pribumi.
Persama
an Teori
Metode
Penelitian Fokus Penelitian
Perbeda
an Metode Penelitian
Variabel dan
Teori,
Teori, Metode
Penelitian
Tabel 1.1
Kajian Terdahulu
Sumber : Data Olahan Penulis, 2020
12
G. Metodologi Penelitian
Secara sederhana pengertian metodologi penelitian adalah
pengetahuan atau ilmu tentang metode. Metodologi adalah istilah
yang di adaptasi dari bahasa inggris Methodology, Berasal dari
kata metodos yunani atau methodus (latin) yang berarti cara yang
didefinisikan secara jelas dan sistematik untuk mencapai suatu
tujuan.6
1. Pendekatan Penelitian
Pada awalnya penulis melihat bahwa komunitas ini menarik
untuk penulis kaji karena komunitas ini tidak banyak diketahui
oleh masyarakat. berdasarkan fakta yang penulis temukan bahwa
komunitas ini sangat terbuka dengan siapapun tanpa melihat ras,
suku, dan agama, sehingga menarik untuk penulis kaji mengenai
pola komunikasi antarbudya yang terjadi dalam komunitas ini.
Adapun pendekatan yang sesuai dengan tujuan dan objek
penelitian adalah metode penulisan kualitatif Deskriptif dengan
pendekatan Etnografi Komunikasi. Etnografi adalah penelitian
untuk mendeskripsikan kebudayaan sebagaimana adanya.
Pendekatan etnografi berupaya mempelajari peristiwa kultural
yang menyajikan pandangan hidup subyek sebagaimana obyek
studi. Studi ini akan terkait bagaimana subyek berpikir, hidup dan
berperilaku. Etnografi merupakan ragam pemaparan penelitian
budaya untuk memahami cara orang orang berinteraksi dan
bekerjasama melalui fenomena teramati dalam kehidupan sehari
6 Nani Widiawati, Metodologi Penulisan :Komunikasi Penyiaran Islam,
(Tasikmalaya : Edu Publisher, 2020), h.19.
13
hari. Etnografi lazimnya bertujuan untuk menguraikan budaya
tertentu secara holistik, yaitu aspek budaya baik spiritual maupun
material.7
Dalam peneltian etnografi komunikasi, penulis berusaha
mengkaji tentang kehidupan dan kebudayaan suatu masyarakat
atau etnik, misalnya tentang adat-istiadat, kebiasaan, hukum, seni,
religi, dan bahasa, maka dalam etnografi komunikasi lebih
terfokus lagi, yakni berupaya melihat pola-pola komunikasi
kelompok. Kelompok dalam kerangka ini memiliki pengertian
sebagai kelompok sosiologis (sociological group). Oleh karena
itu, etnografi komunikasi dapat dikemukakan sebagai penerapan
metode etnografi untuk melihat pola-pola komunikasi. Adapun
implementasi dari pendekatan etnografi yang penulis gunakan
dalam penelitian ini adalah penulis rangkum dalam bentuk
rumusan masalah penelitian yang sesuai dengan tujuan dari
pendekatan etnografi itu sendiri.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah langkah yang dimiliki dan
dilakukan oleh penulis dalam rangka untuk mengumpulkan
informasi atau data serta melakukan investigasi pada data yang
telah didapatkan tersebut. Metode penelitian memberikan
gambaran rancangan penelitian yang meliputi antara lain:
prosedur dan langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu
7 Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press, 2012), h. 50-51
14
penulisan, sumber data, dan dengan langkah apa data-data
tersebut diperoleh dan selanjutnya diolah dan dianalisis.
Pada penyusunan penelitian ini penulis menggunakan
metode penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif
deskriptif ini bertujuan untuk mengkritik kelemahan spenulisan
kuantitaif (yang terlalu positivisme), serta juga bertujuan untuk
menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai
situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di
masyarakat yang menjadi objek penulisan, dan berupaya menarik
realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat,
model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun
fenomena tertentu.8
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek Penelitian dapat disebut juga partisipan. Spradley
menyimpulkan ada lima kriteria partisipan yang baik dalam
penelitian etnografi komunikasi, lima diantarannya sebagai
berikut : 9
a. Orang yang sudah terenkulturasi penuh
b. Keterlibatan langsung
c. Suasana budaya yang tidak dikenal
d. Waktu yang cukup
e. Non-analitik
8 Burhan Bungin , Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Grup, 2009), Cetakan ke 3, h. 68
9 James P. Spradley, Metode Etnografi (judul Asli The Etnografic
Interview), (Yogyakarta :PT. Tiara Wacana, 1997), h. 46.
15
Berdasarkan kriteria di atas yang menjadi subjek atau
partisipan penulis adalah anggota Etnis Tionghoa dan Sunda pada
Komunitas Persaudaraan Gie Say Sukabumi yang sudah gabung
lebih dari satu tahun. adapun yang menjadi objek dalam
penelitian ini komunikasi antarbudaya Etnis Tionghoa dan Sunda
di Komunitas Persaudaraan Gie Say Kota Sukabumi yaitu berupa
Proses Adaptasi, Pola Komunikasi Antar Pribadi, dan faktor
pendukung dan penghambat komunikasi antarbudaya antar Etnis
Tionghoa dan Sunda.
4. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekretariat Komunitas
Persadaraan Gie Say yaitu di kawasan Pecinan Jl. Pajagalan No.
20 Kelurahan Nyomplong Kecamatan Warudoyong Kota
Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Alasan penulis memilih tempat
ini karena lokasi ini merupakan tempat terjadi nya proses
komunikasi antar budaya berlangsung yakni pada saat anggota
saling latihan Barong dan kegiatan lainnya seperti rapat, dll.
Adapun waktu Penulisan ini dilakukan selama kurang lebih 5
bulan terhitung dari bulan April hingga Agustus 2020.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penulisan ini penulis melakukan
metode penulisan sebagai berikut :b
a. Observasi
Observasi merupakan kegiatan melakukan pengamatan
secara langsung pada objek yang diteliti atau dapat dirumuskan
sebagai proses pencatatan pola perilaku subjek atau orang objek
16
benda atau kejadian sistematik tanpa adanya pertanyaan atau
komunikasi dengan individu-individu yang diteliti. Observasi
dilaksanakan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap
proses pelaksanaan kerja dan hasil kerja yang diperoleh dan
untuk menilai tingkat akurasi data dan informasi yang
disampaikan oleh setiap unit kerja yang dihadapi yang dianggap
perlu. Seseorang yang sedang melakukan pengamatan tidak
selamanya menggunakan pancaindra mata saja, tetapi selalu
mengaitkan apa yang dilihatnya, seperti apa yang di dengar, apa
yang dicicipi, apa yang dicium, dan apa yang di rasakan dari
sentuhan sentuhan kulitnya.10
Dalam kegiatan observasi ini penulis melihat dan menelaah
pada saat proses komunikasi antarbudaya berlangsung pada
anggota Etnis Tionghoa dan Sunda di Komunitas Persaudaraan
Gie Say pada saat latihan . Proses observasi ini penulis lakukan di
sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say Kota Sukabumi.
b. Wawancara
Menurut Patton dalam buku Albi Anggito dan Johan
setiawan mengatakan bahwa teknik wawancara penulisan ada tiga
yakni wawancara pembicaraan informal, pendekatan
menggunakan petunjuk umum wawancara, dan wawancara baku
terbuka. Penulis menggunakan teknik wawancara baku terbuka
dengan jenis wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur
adalah wawancara yang dilakukan dengan mengajukan beberapa
10 Burhan Bungin , Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Grup, 2011), Cetakan ke 3, h. 118
17
pertanyaan secara sistematis dan pertanyaan yang diajukan telah
disusun sebelumnya. 11
Dalam penelitian ini penulis mewawancarai beberapa
anggota Etnis Tionghoa dan Sunda pada Komunitas Persaudaraan
Gie Say baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui
media. Untuk menentukan informan, penulis menggunakan
teknik Purposif, yaitu suatu strategi menentukan informan dengan
cara menyesuaikan dengan kriteria terpilih yang relevan dengan
kriteria masalah tertentu.12
Berikut informan wawancara yang
peneliti pilih berdasarkan teknik sampling tersebut.
1. Perjuangan Utomo Putra (Informan Etnis Tionghoa)
2. Rendri Permana (Informan Etnis Tionghoa)
3. Deni Herwanto (Informan Etnis Tionghoa)
4. Sabar Darmawan (Informan Etnis Sunda)
5. Reyhan Mahendra (Informan Etnis Sunda)
6. Nico Sebastian (Informan Etnis Sunda)
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data
dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik
dokumen tertulis, gambar maupun elektronik dokumen yang telah
diperoleh kemudian dianalisis diurai dibandingkan dan dipadukan
(sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis padu dan
utuh.
11 Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metode Penelitian Kualitatif.
(Sukabumi : Jejak Publisher, 2018). h. 81
12
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Kencana Prenada Media
Grup, 2011), h. 107
18
Meleong mengemukakan dua bentuk dokumen yang dapat
dijadikan bahan dalam studi dokumentasi yaitu dokumen pribadi,
dan dokumen resmi. Dokumen pribadi berupa catatan harian atau
diary, surat pribadi, Auto Biografi. Sedangkan dokumen resmi
diantaranya yaitu dokumen internal dan dokumen eksternal.13
Dalam proses pencarian data melalui dokumentasi ini
penulis mencari data dengan mengambil data secara langsung ke
pengurus komunitas dan mengumpulkan data pada beberapa
sosial media Instagram dan Facebook Komunitas Persaudaraan
Gie Say.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data versi Miles dan Huberman, bahwa ada tiga
alur kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data, serta penarikan
kesimpulan atau verifikasi.14
a. Reduksi data
diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data
“kasar” yang muncul dari catatan lapangan. Reduksi dilakukan
sejak pengumpulan data, dimulai dengan membuat ringkasan,
mengkode, menelusuri tema, menulis memo, dan lain sebagainya,
dengan maksud menyisihkan data atau informasi yang tidak
relevan, kemudian data tersebut diverifikasi.
13 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Salemba
Humanika, 2012), Cetakan ke-3, h.144-146.
14
Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian
Sosial, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2009), h. 85-89.
19
b. Penyajian data
Adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam
bentuk teks naratif, dengan tujuan dirancang guna
menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang
padu dan mudah dipahami.
c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi
Merupakan kegiatan akhir penulisan kualitatif. Penulis
harus sampai pada kesimpulan dan melakukan verifikasi, baik
dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati
oleh tempat penulisan itu dilaksanakan. Makna yang dirumuskan
penulis dari data harus diuji kebenaran, kecocokan, dan
kekokohannya. Penulis harus menyadari bahwa dalam mencari
makna, ia harus menggunakan pendekatan emik, yaitu dari
kacamata key information, dan bukan penafsiran makna menurut
pandangan penulis (pandangan etik).
7. Uji Keabsahan Data
Untuk mendapatkan data yang relevan, maka penulis
melakukan pengecekan keabsahan data hasil penulisan dengan
cara trianguasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini
diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat
triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan
20
triangulasi waktu.15
Dalam penulisan ini menggunakan
triangulasi sumber. Triangulasi sumber digunakan untuk
pengecekan data tentang keabsahannya, membandingkan hasil
wawancara dengan isi suatu dokumen dengan memanfaatkan
berbagai sumber data informasi sebagai bahan pertimbangan.
Dalam hal ini penulis membandingkan data hasil observasi
dengan data hasil wawancara, dan juga membandingkan hasil
wawancara dengan dokumentasi.
8. Pedoman Penulisan
Penulisan laporan penelitian ini, penulis merujuk pada SK
Rektor Nomor 507 Tahun 2017 tentang Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
15 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), Cet. 6, hlm. 273.
21
H. Kerangka Pemikiran
Bagan 1.1
Kerangka Pemikiran
Sumber : Hasil Pengolahan Penulis
Pola Komunikasi Antar Pribadi Etnis Tionghoa
dan Sunda
Teori Anxienty/Uncertainty Management (AUM)
Konsep Diri
Reaksi
Proses
Situasional
Koneksi
Motivasi
Kategori Sosial
Pola Komunikasi Antarbudaya Etnis
Tionghoa dan Sunda di Komunitas
Persaudaraan Gie Say
Fase Perencanaan
Fase Bulan Madu
Fase Frustasi
Fase Penyesuaian Ulang
Fase Resolusi
Proses Adaptasi (Kim Young Yun)
22
Kerangka pemikiran atau konsep adalah abstraksi dari suatu
realitas agar dapat di komunikasikan dan membentuk suatu teori
yang menjelaskan ketertarikan antar variabel (baik variabel yang
diteliti maupun yang tidak diteliti).16
Untuk memudahkan
penyusunan maka dapat dicermati pada batasan masalah nya.
Penelitian ini mengkaji komunikasi antarbudaya pada
Komunitas Persaudaraan Gie Say meliputi Poses adaptasi dan
pola komunikasi antarbudaya Etnis Tionghoa dan Sunda di
Komunitas Persaudaraan Gie Say. Penulis membatasi kajian pada
anggota Etnis Tionghoa dan etnis Sunda saja di komunitas
tersebut. Untuk mengkaji komunikasi antarbudaya pada anggota
Etnis Tionghoa dan Sunda di komunitas, penulis menggunakan
teori Anxienty/Uncertainty Management (AUM) sebagai alat atau
instrument untuk mengumpulkan data. Teori
Anxienty/Uncertainty Management (AUM) diperkenalkan oleh
Gudykunst, seorang professor dari Universitas California.
Konsep dasar dari teori ini memfokuskan pada kajian komunikasi
antarbudaya dalam satu kelompok atau berbeda kelompok. Teori
ini mengkaji dua mengenai kecemasan (Anxiety) dan
ketidakpastian (Uncertainty). Adapun konsep dari teori
Anxienty/Uncertainty Management adalah sebagai berikut :
1. Konsep diri dan diri
2. Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk didalam
kelompok (motivasi)
16 Nursalam, Konsep dan Metode Keperawatan, (Jakarta :Salemba, 2008),
h. 55
23
3. Kategori Sosial dari Orang Asing
4. Reaksi Terhadap Orang Asing
5. Proses Situasional
6. Koneksi dengan Orang Asing
I. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara sederhana agar
mempermudah penulisan skripsi, maka penulis membagi menjadi
enam bab sesuai dengan merujuk pada pedoman penulisan,
berikut rinciannya :
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan terdiri dari teknik atau tahapan tahapan
penitian berupa latar belakang, identifikasi masalah,
batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penulisan, tinjauan kajian terdahulu,
metodologi penelitian, kerangka pemikiran, dan
sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan menjelaskan tentang landasan
teori, dan kajian pustaka yang berkaitan dengan
objek penelitian. Adapun sub bab dalam penelitian
ini yaitu pengertian komunikasi antarbudaya, jenis
jenis pola komunikasi antarbudaya, pengertian
komunitas budaya, konsep adaptasi budaya, teori
Anxiety/Uncertainty Management (AUM), faktor
pendukung dan faktor penghambat dalam
komunikasi antarbudaya .
24
BAB III GAMBARAN UMUM KOMUNITAS
PERSAUDARAAN GIE SAY
Bagian ini berisi tentang gambaran geografis,
historis, sosial budaya pada Komunitas
Persaudaraan Gie Say Kota Sukabumi.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Bagian ini berisi uraian penyajian data dan temuan
hasil penelitian. Penulis menggunakan teori Anxiety/
Uncertainty Management (AUM) sebagai alat atau
instrumen penulisan untuk mendapatkan data
penelitian. Pada bab ini berisi sub bab yang
berkaitan dengan rumusan masalah.
BAB V PEMBAHASAN
Bagian ini berisi uraian yang mengaitkan latar
belakang, teori, dan hasil dari penulisan. Bab ini
berisi analisis penulis mengenai proses adaptasi
budaya etnis Tionghoa dan Sunda serta pola
komunikasi antar pribadi antar Etnis Tionghoa dan
Sunda.
BAB VI PENUTUP
Pada Bab ini ditarik kesimpulan dari pembahasan
dan hasil penelitian, serta berisi saran untuk
perkembangan penelitian selanjutnya maupun saran
untuk subjek penelitian dan masyarakat.
25
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Komunikasi Antarbudaya
1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio yang
berarti ‘pemberitahuan’ atau ‘pertukaran pikiran’. Menurut KBBI
komunikasi berarti pengiriman dan penerimaan pesan atau berita
antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat
dipahami; hubungan; kontak.1
Harold D Laswel mengatakan komunikasi adalah siapa
mengatakan apa, kepada siapa menggunakan saluran apa, dan
dengan dampak apa (Who says what to whom in what channel
with what effect)2
Hovland, Janis dan Kelley mengatakan bahwa komunikasi
adalah “communication is the process by which an individual
transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other
individuals” dengan kata lain bahwa komunikasi adalah sebuah
proses komunikasi antar individu yang cenderung berbentuk
verbal dan saling memberikan stimulus atau respon satu sama
lainnya.3
1 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, KBBI Daring
(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2006),
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/komunikasi, diakses pada 24 Juli 2020,
07.00 WIB
2 Ahmad Sutra Rustan dan Nurhakki Hakki, Pengantar Ilmu Komunikasi,
(Yogyakarta : DeePublish, 2017), h. 28
3 Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta : Bumi Aksara,
1995), h. 2
26
Brent D Ruben mendefinisikan komunikasi adalah suatu
proses melalui mana individu dalam hubungannya, dalam
kelompok, dalam organisasi, dan dalam masyarakat menciptakan,
mengirimkan, dan menggunakan informasi untuk
mengkoordinasi lingkungan dan orang lain.4
Sedangkan Arni Muhammad dalam buku Komunikasi
Organisasi mengartikan komunikasi adalah pertukaran verbal
maupun nonverbal antara si pengirim dengan si penerima pesan
untuk mengubah tingkah laku. 5
Dari beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan
bahwa komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan baik secara verbal maupun non
verbal, secara langsung maupun melalui media sehingga terjadi
feedback atau respon antara keduanya. Komunikasi pada hakikat
nya bertujuan untuk mempersuasif seseorang sehingga mampu
mencapai suatu hal sesuai dengan kehendak komunikator kepada
komunikan.
2. Pengertian Budaya
Ada perbedaan pendapat mengenai asal kata kebudayaan
terutama mengenai makna nya yaitu berasal dari kata budhayah
yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” dan “akal”
sehingga kebudayaan diartikan sebagai hal hal yang berhubungan
4 Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta : Bumi Aksara
1995), h. 3
5 Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta : Bumi Aksara
1995), h. 5
27
dengan budi dan akal.6 Berikut pengertian budaya atau
kebudayaan menurut para ahli :
Tylor mendefinisikan budaya sebagai suatu keseluruhan
yang kompleks termasuk di dalamnya pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum adat dan segala kemampuan dan
kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai seorang anggota
masyarakat.7
Linton menerjemahkan budaya sebagai keseluruhan dari
pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan
yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat
tertentu.8
Marvin Harris dalam buku Komunikasi Antarbudaya di Era
Budaya Siber mendefinisikan kebudayaan adalah berbagai pola
tingkah laku yang tidak bisa dilepaskan dari ciri khas dari
kelompok masyarakat tertentu, misalnya adat istiadat.9.
Sedangkan menurut Triandis dalam buku Larry A Samovar
mendefinisikan kebudayaan adalah elemen subjektif dan objektif
yang dibuat manusia yang di masa lalu meningkatkan
kemungkinan untuk bertahan hidup dan berakibat pada kepuasan
pelaku dalam ceruk ekologis, dan demikian tersebar diantara
mereka yang dapat berkomunikasi satu sama lainnya, karena
6 Tedi Sutardi, Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya, (Bandung :
PT. Setia Purna Inves, 2007) , h. 10
7 William A. Haviland, Antropologi, Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 1985),
Hal 332.
8 Roger M. Keesing, Antropologi Budaya, Suatu Prespektif
Kontemporer, Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 1989), hal 68.
9 Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya Siber,
(Jakarta : Prenada Media Group, 2018), h. 17
28
mereka mempunyai kesamaan bahasa dan mereka hidup dalam
waktu dan tempat yang sama.10
Dari beberapa pengertian budaya di atas, penulis
menyimpulkan bahwa budaya adalah sebuah hasil pola pikir,
imaginasi, kreasi pada seseorang yang kemudian di jadikan
sebuah kebiasaan yang dilakukan di masyarakat. Budaya ada
sebagai sebuah ciri atau identitas dalam sebuah masyarakat.
Adapun fungsi budaya adalah sebagai pedoman dalam berprilaku
yakni dalam bentuk norma, sehingga budaya ini di teruskan dari
generasi ke generasi.
3. Pengertian Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antarbudaya (KAB) adalah komunikasi yang
terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang
berbeda (bisa ras, etnis, atau sosioekonomi, atau gabungan dari
semua perbedaan ini). Sebagaimana Alo Liliweri mengatakan
komunikasi antarbudaya sebagai interaksi dan komunikasi
antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memilki
latar belakang kebudayaan yang berbeda.11
Menurut Tubss dan Moss dalam buku komunikasi
antarbudaya satu perspektif multidimensi, Komunikasi
antarbudaya adalah komunikasi antar orang orang yang berbeda
10 Larry A Samovar, Richard E. Porter, Edwin R. McDaniel, Komunikasi
Lintas Budaya Communication Between Cultures, (Jakarta : Salemba
Humanika, 2010), h. 27
11
Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya,
(Yogyakarta: PT. LKis Printing Cemerlang, 2009), h.17-18
29
budaya (baik dalam arti ras, etnik, maupun perbedaan
sosioekonomi).12
Menurut Larry A Samovar, Richard E. Porter, Edwin R.
McDaniel dalam buku nya komunikasi antarbudaya adalah
komunikasi yang terjadi ketika anggota dari suatu budaya tertentu
memberikan pesan kepada anggota budaya dari budaya yang lain,
lebih tepatnya komunikasi antarbudaya melibatkan interaksi
antara orang orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya
cukup berbeda dalam suatu komunikasi.13
Charley Hood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya
meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang
mewakili pribadi, antar pribadi, dan kelompok, dengan tekanan
pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi
perilaku komunikasi para peserta atau partisipan komunikasi.14
Dalam hal ini, budaya dalam komunikasi antarbudaya tidak
hanya terbatas pada adat-istiadat, tari-tarian ataupun hasil
kesenian lainnya. Budaya dalam komunikasi antarbudaya adalah
yang mewujud pada aspek material kebudayaan atau kebudayaan
dalam bentuk benda benda kongkret dan aspek non-material yaitu
kebudayaan dalam bentuk kaidah kaidah dan nilai-nilai
kemasyarakatan untuk mengatur hubungan yang lebih luas
termasuk agama, ideologi, kesenian dan semua unsur yang
12 Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antarbudaya Satu Perspeltif Multi
dimensi, Jakarta : Bumi Aksara, 2013), h. 13
13
Larry A Samovar, Richard E. Porter, Edwin R. McDaniel, Komunikasi
Lintas Budaya Communication Between Cultures, (Jakarta : Salemba
Humanika, 2010), h. 13
14
Rini Darmastuti, Mindfullness dalam Komunikasi Antarbudaya,
(Yogyakarta : Buku Litera Yogyakarta, 2013), h. 64
30
merupakan ekspresi jiwa manusia. Prinsip-Prinsip Komunikasi
Antarbudaya dapat dibagi menjadi enam bagian yaitu: 15
a. Relativitas Bahasa
Gagasan umum bahwa bahasa mempengaruhi pemikiran
dan perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis
linguistik. Pada akhir tahun 1920-an dan di sepanjang tahun
1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa mempengaruhi
proses kognitif kita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat
berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan strukturnya,
tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang
menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara
mereka memandang dan berpikir tentang dunia.
b. Bahasa Sebagai Cermin
Bahasa mencerminkan budaya, makin besar perbedaan
budaya, makin besar perbedaan komunikasi baik dalam bahasa
maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan
antara budaya (dan karenanya, makin besar perbedaan
komunikasi), makin sulit komunikasi dilakukan. Kesulitan ini
dapat mengakibatkan, misalnya, lebih banyak kesalahan
komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar
kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan
makin banyak potong kompas (bypassing).
15 Philep M. Regar, Evelin Kawung, Joanne P. M. Tangkudung, Pola
Komunikasi Antar Budaya dan Identitas Etnik Samgihe- Talaud- Sitaro, Jurnal
Acta Diurna,Volume III No. 4 tahun 2014
31
c. Mengurangi Ketidak-pastian
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah
ketidak-pastian dan ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari
komunikasi kita berusaha mengurangi ketidak-pastian ini
sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi, dan
menjelaskan perilaku orang lain. Karena ketidak-pastian dan
ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih banyak waktu
dan upaya untuk mengurangi ketidakpastian dan untuk
berkomunikasi secara lebih bermakna.
d. Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran
diri (mindfullness) para partisipan selama komunikasi, dan ini
mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Positifnya,
kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. ini
mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak
peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita terlalu
berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.
e. Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya
Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi
awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya
ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun kita selalu
menghadapi kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang
lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi
antarbudaya.
32
f. Memaksimalkan Hasil Interaksi dalam Komunikasi
Antarbudaya
Seperti dalam semua komunikasi kita berusaha
memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi yang dibahas
oleh Sunnafrank mengisyaratkan implikasi yang penting bagi
komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang akan berintraksi
dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan
hasil positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, anda
mungkin menghindarinya. Dengan demikian, misalnya anda
akan memilih berbicara dengan rekan sekelas yang banyak
kemiripannya dengan anda ketimbang orang yang sangat berbeda.
B. Pola Komunikasi Antarbudaya
1. Pengertian Pola Komunikasi
Pola komunikasi berasal dari dua suku kata yaitu pola dan
komunikasi. Pola dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti
bentuk atau sistem, cara atau bentuk (struktur), yang tetap dimana
pola tersebut dapat dikatakan contoh atau cetakan. 16
Pola adalah
bentuk atau model yang memiliki keteraturan, baik dalam desain
maupun gagasan abstrak. 17
Jadi, pola komunikasi adalah sebuah bentuk atau sistem
yang terstruktur dalam proses penyampaian pesan dari individu
ke individu lainnya. Pengertian Pola komunikasi juga diartikan
sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam
16 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta :Balai Pustaka, 1996), h. 778
17
https://id.wikipedia.org/wiki/Pola, diakses tanggal 03 Maret 2020 Pukul
08.12 WIB
33
proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat, sehingga
pesan yang dimaksud dapat dipahami.18
Josep A. Devito Membagi Pola komunikasi kedalam empat
bagian yaitu komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok
kecil, komunikasi Publik, dan komunikasi masa. 19
a. Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antar orang
orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap peserta nya
menangkap reaksi oranglain secara langsung baik secara verbal
maupun nonverbal.20
Menurut R Wayne Pace komunikasi antar
pribadi adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua
orang atau lebih secara tatap muka.21
Devito mengemukakan beberapa elemen dalam komunikasi
interpersonal, yaitu : 22
1. Sumber-Penerima (Source-Receiver)
Komunikasi interpersonal melibatkan paling sedikit dua
orang. Masing-masing orang mengirimkan (fungsi sumber) dan
juga memaknai dan memahami pesan (fungsi penerima). Siapa
diri kita, apa yang kita yakini, apa yang kita inginkan, apa yang
18. Djamarah, Bahri Syaiful, Pola Komunikasi Orang Tua & Anak Dalam
keluarga, (Jakarta: PT. Reneka Cipta, 2004). h. 57
19
Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta : PT. Radja Grafindo
Persada, 2007-2008), h. 27-28
20
Dedy Mulayana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya 2008), h. 81
21
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu komunikasi, (Jakarta : PT. Radja
Grafindo Persada, 2007), h. 32
22
Diodiputra, Apa Saja Unsusr Unsur dari Komunikasi Interpersonal?,
Dictio, https://www.dictio.id/t/apa-saja-unsur-unsur-dari-komunikasi-
interpersonal/16241, ditulis pada 1 Desember 2019 diakses pada 3 September
2020.
34
kita ketahui, sikap, dan lain sebagainya akan mempengaruhi apa
yang individu sampaikan, bagaimana ia mengatakannya, pesan
apa yang diterima, dan bagaimana ia menerima pesan tersebut.
2. Encoding-decoding
Penerjemahan pesan dalam bentuk bahasa (encoding)
serta pemahaman bahasa yang diterima (decoding).
3. Kompetensi
Adanya kompetensi dalam komunikasi, seperti
mengetahui topik apa yang tepat dibicarakan dengan pendengar
tertentu. Kompetensi dalam komunikasi terkait budaya, sehingga
kompetensi komunikasi antarsatu budaya dengan budaya lain bisa
berbeda.
4. Pesan
Pesan yang disampaikan dan diterima dalam komunitas
bisa beraneka ragam terkait dengan pengindraan manusia dna
kombinasinya. Menurut Devito penyampaian pesan dalam
komunikasi interpersonal tidak harus melalui pertemuan
langsung, tetapi juga bisa melalui perantara media.
5. Saluran (Channel)
Merupakan media yang digunakan dalam komunikasi.
Saluran berfungsi sebagai penghubung antara sumber dan
penerima. Saluran pesan dapat berbentuk visual, auditori,
gerakan, dan aroma.
6. Gangguan (Noise)
Merupakan segala sesuatu yang mengubah bentuk atau
mengganggu penerimaan pesan, mengakibatkan pesan yang
disampaikan berbeda dengan pesan yang diterima.
35
7. Konteks
Merupakan lingkungan tempat terjadinya komunikasi, dan
mempengaruhi bentuk dan isi dari komunikasi.
8. Akibat (Effects)
Setiap komunikasi yang terjadi akan menimbulkan akibat-
akibat tertentu.
9. Etika
Komunikasi interpersonal memiliki batasan-batasan wajar
mengenai apa yang benar dan salah dalam berkomunikasi.
b. Komunikasi Kelompok
Komunikasi Kelompok merupakan komunikasi merupakan
komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator
dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang.23
Komunikasi kelompok terbagi menjadi dua yaitu komunikasi
kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar. Sebagaimana
yang disebutkan oleh Alo liliweri bahwa komunikasi kelompok
kecil berjumlah 4-20 orang sedangkan komunikasi kelompok
besar berjumlah 20-50 orang dalam sebuah kelompok).24
c. Komunikasi Publik
Komunikasi Publik adalah komunikasi yangdilakukan oleh
seseorang kepada orang yang banyak atau khalayak dalam sebuah
23 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h. 75
24
Alo Liliweri, Makna Budaya dalam komunikasi antarbudaya,
(Yogyakarta: PT. LKis Printing Cemerlang, 2009), h. 1
36
situasi pertemuan seperti rapat, seminar, kampanye, ceramah,
pidato, dan lain sebgainya.25
d. Komunikasi Masa
Menurut Zulkarnaen dalam bukunya yang berjudul Sosiologi
komunikais massa, bahwa yang dimaksud dengan komunikasi
massa adalah suatu proses penyampaian informasi atau pesan
pesan yang ditujukan kepada khalayak massa dengan
karakteristik tertentu. Sedangkan media massa hanya salah satu
kompenen atau sarana yang memungkinkan berlangsungnya
proses yang dimaksud.26
2. Jenis Jenis Pola Komunikasi Antarbudaya
Proses komunikasi yang masuk dalam kategori pola
komunikasi Antarbudaya yaitu; pola komunikasi komunikasi
primer, pola komunikasi sekunder, pola komunikasi linear, dan
pola komunikasi sirkular. 27
a. Pola Komunikasi Primer
Pola komunikasi primer merupakan suatu proses
penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan
dengan menggunakan suatu simbol sebagai media atau saluran.
Dalam pola ini terbagi menjadi dua lambang yaitu lambang
verbal dan lambang nonverbal.
25 Poppy Ruliana, Komunikasi Organisasi, Teori dan Studi Kasus,
(Jakarta : PT Radja Grafiondo Persada, 2004), h. 14
26
Zulkarnaen Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 1993), h.5
27
Philep M. Regar, Evelin Kawung, Joanne P. M. Tangkudung, Pola
Komunikasi Antar Budaya dan Identitas Etnik Samgihe- Talaud- Sitaro, Jurnal
Acta Diurna,Volume III No. 4 tahun 2014.
37
b. Pola Komunikasi Sekunder
Pola komunikasi secara sekunder adalah penyampaian
pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan
alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang
pada media pertama.
c. Pola Komunikasi Linear
Linear di sini mengandung makna lurus yang berarti
perjalanan dari satu titik ke titik lain secara lurus, yang berarti
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan sebagai
titik terminal.
d. Pola Komunikasi Sirkular
Dalam proses sirkular itu terjadinya feedback atau umpan
balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan ke komunikator,
sebagai penentu utama keberhasilan komunikasi. Dalam pola
komunikasi yang seperti ini proses komunikasi berjalan terus
yaitu adaya umpan balik antara komunikator dan komunikan.
C. Komunitas Budaya
1. Pengertian Komunitas Budaya
Menurut McMillan dan Chavis mengatakan bahwa
komunitas merupakan kumpulan dari para anggotanya yang
memiliki rasa saling memiliki, terikat diantara satu dan lainnya
dan percaya bahwa kebutuhan para anggota akan terpenuhi
selama para anggota berkomitmen untuk terus bersama-sama.28
28 Binus University Community Development Academic, Pengertian dan
Jenis Jenis Komunitas Menurut Ahli, diakses pada 2 Agustus 2020.
https://comdev.binus.ac.id/pengertian-dan-jenis-jenis-komunitas-menurut-
38
Linton menerjemahkan budaya sebagai keseluruhan dari
pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang memrupakan
kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu
masyarakat tertentu.29
Dengan demikian komunitas budaya adalah sekumpulan
orang yang bernaung dalam sebuah wadah dan sama sama
memiliki tujuan yang sama dengan syarat dalam komunitas itu
memiliki suatu adat norma sosial yang dihormati oleh seluruh
anggota nya.
Komunitas budaya mengandung makna bahwa diamana saja
dan dalam bentuk apa saja budaya selalu mengiringinya.
Sehingga ada yang bilang budaya positif artinya bahwa prilaku
masyarakat menggunakan prilaku yang sesuai dengan kebaikan
secara umum. Ada juga yang bilang budaya negatif artinya bahwa
sekelompok masyarakat menggunakan prilaku negatif.30
D. Konsep Adaptasi Budaya
Adaptasi merupakan suatu upaya seseorang atau
sekelompok orang dalam menghadapi sesuatu yang baru dalam
kehidupannya untuk menimimalisir hambatan yang akan terjadi
karena perbedaan budaya. Proses adaptasi budaya juga berkaitan
dengan presfektif seseorang terhadap budaya.
ahli/#:~:text=Menurut%20McMillan%20dan%20Chavis%20(1986,berkomitm
en%20untuk%20terus%20bersama%2Dsama.
29
Roger M. Keesing, Antropologi Budaya, Suatu Prespektif
Kontemporer, Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 1989), hal 68.
30 Imam Sibaweh, Pendidikan Mental Menuju Karakter Bangsa,
Berdasarkan Ilmu Pengetahuan, (Yokyakarta :DeePublish, 2015), h. 251
39
Adaptasi dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan oleh
makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
hidup mereka. Menurut Gerungan adaptasi adalah penyesuaian
diri terhadap lingkungan. Penyesuaian diri berarti mengubah diri
pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan atau bisa juga berarti
mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan yang diinginkan. 31
Adaptasi menurut Gudykunst dan Kim adalah perubahan
diri suatu masyarakat atau sub masyarakat kepada masyarakat
atau sub masyarakat yang lain. Perubahan tersebut menyangkut
perbedaan kebudayaan yang disebabkan oleh perpindahan
seseorang dari suatu sistem kebudayaan menuju kebudayaan lain.
32
Sedangkan menurut Jamaluddin pengertian adaptasi adalah
adalah proses dinamika yang terus menerus dilakukan oleh
seseorang untuk mengubah tingkah laku agar muncul hubungan
yang selaras antara dirinya dan lingkungan barunya. 33
Dengan kata lain, adaptasi budaya merupakan cara
penyesuaian diri manusia terhadap perubahan tatanan sosial
budaya. Adaptasi merupakan sifat sosial manusia yang muncul
akibat adanya kebutuhan tujuan para individu. Lebih lanjut
31 W.A. Gerungan 2004. Psikologi Sosial. (Bandung: PT Refika Aditama,
2004), h. 55
32
Alo Liliweri, Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta:
Pustaka Belajar, 2004), h. 19
33
W.A. Gerungan 2004. Psikologi Sosial. (Bandung: PT Refika Aditama,
2004), h. 59
40
tentang penyesuaian diri tersebut, Aminuddin mengatakan bahwa
penyesuaian dilakukan demi tujuan-tujuan tertentu, yaitu : 34
1. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan
2. Menyalurkan ketegangan sosial
3. Mempertahankan kelangsungan keluarga/unit sosial
4. Bertahan hidup
Banyak karakteristik individual (termasuk usia, gender,
level kesiapan dan harapan) yang berpengaruh pada seberapa baik
seseorang menyesuaikan diri. Namun terdapat bukti yang
bertentangan mengenai dampak usia dan adaptasi. Di satu sisi,
orang-orang berusia muda lebih mudah beradaptasi karena
sifatnya yang lebih fleksibel baik dalam pemikiran, keyakinan
dan identitas. Di sisi lain, orang-orang tua lebih kesulitan dalam
beradaptasi karena mereka tidak fleksibel. Mereka tidak banyak
berubah sehingga tidak terlalu kesulitan ketika kembali ke daerah
asal.35
Menurut Kim Young Yun terdapat empat fase dalam
proses adaptasi ditambah dengan fase perencanaan. Tahapan
dalam proses pengadaptasian budaya adalah sebagai berikut : 36
1. Fase Perencanaan
adalah tahap ketika seseorang masih berada pada kondisi
asalnya dan menyiapkan segala sesuatu, mulai dari ketahanan
34 Aminuddin, Sosiologi: Suatu Pengenalan Awal, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2000), h. 38
35
Oktolina Simatupang, Lusiana A. Lubis dan Haris Wijaya, Gaya
Berkomunikasi dan Adaptasi Budaya Mahasiswa Batak di Yogyakarta, Jurnal
Komunikasi ASPIKOM, Volume 2 Nomor 5, Juli 2015, h. 321
36
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013).h. 375
41
fisik sampai kepada mental, termasuk kemampuan komunikasi
yang dimiliki untuk dipersiapkan, yang nantinya digunakan pada
kehidupan barunya.
2. Fase Bulan Madu (honeymoon)
Fase ini merupakan fase seseorang telah berada di
lingkungan barunya dan merasa bahwa ia dapat menyesuaikan
diri dengan budaya baru yang menyenangkan karena penuh
dengan orang-orang baru, serta lingkungan dan situasi baru.
Tahap ini adalah tahap seseorang masih memiliki semangat dan
rasa penasaran yang tinggi serta menggebu-gebu dengan suasana
baru yang akan dijalani.
3. Fase Fase Frustasi (frustration)
Fase ini merupakan sebuah periode ketika daya tarik akan
hal-hal baru dari seseorang perlahan-lahan mulai berubah
menjadi rasa frustasi, bahkan permusuhan, ketika terjadi
perbedaan awal dalam hal bahasa, konsep, nilai-nilai simbol-
simbol yang familiar.
4. Fase Fase Penyesuaian ulang (readjustment)
Yaitu ketika seseorang mulai menyelesaikan krisis yang
dialami pada fase frustasi. Penyelesaian ini ditandai dengan
proses penyesuaian ulang dari seseorang untuk mulai mencari
cara, seperti mempelajari bahasa, simbol-simbol yang dipakai,
dan budaya dari penduduk setempat.
5. Fase Fase Resolusi (resolution)
tahap terakhir dari proses adaptasi budaya ini berupa jalan
terakhir yang diambil seseorang sebagai jalan keluar dari
ketidaknyamanan yang dirasakannya.
42
Dalam tahap resolusi, ada beberapa hal yang dapat
dijadikan pilihan oleh orang tersebut, seperti :
a. Flight adalah reaksi yang ditimbulkan ketika seseorang tidak
tahan dengan lingkungannya yang baru dan dia merasa tidak
dapat melakukan usaha untuk beradaptasi yang lebih dari apa
yang telah dilakukannya. Pada akhirnya dia akan memutuskan
untuk meninggalkan lingkungan tersebut.
b. Fight adalah reaksi yang ditimbulkan ketika orang yang
masuk pada lingkungan dan kebudayaan yang baru dan dia
sebenarnya merasa sangat tidak nyaman, namun dia
memutuskan untuk tetap bertahan dan berusaha menghadapi
segala hal yang membuat dia merasa tidak nyaman itu.
c. Accomodation adalah reaksi yang ditimbulkan ketika
seseorang mencoba untuk menerima dan menikmati apa yang
ada pada lingkungannya yang baru. Awalnya orang tersebut
mungkin merasa tidak nyaman. Namun karena dia sadar
bahwa memasuki budaya dan lingkungan yang baru memang
akan menimbulkan sedikit ketegangan, maka dia pun
berusaha berkompromi dengan keadaan baik eksternal
maupun internal dirinya.
d. Full Participation adalah reaksi yang ditimbulkan ketika
seseorang sudah mulai merasa enjoy dengan lingkungannya
yang baru dan pada akhirnya bisa mengatasi rasa frustasi
yang dialaminya dahulu. Pada saat ini, orang mulai merasa
nyaman dengan lingkungan dan budaya baru. Tidak ada lagi
rasa khawatir, cemas, ketidaknyamanan ataupun keinginan
yang sangat kuat untuk pulang ke lingkungannya yang lama.
43
E. Teori Anxiety/Uncertainty Management (AUM)
Anxiety/Uncertainty Management Theory (AUM)
dikembangkan oleh William Gudykunst melalui penelitiannya
pada tahun 1985 dengan menggunakan teori yang ada sebagai
titik awal. Gudykunst merupakan profesor komunikasi dari
California University. Teori ini merupakan sebuah teori yang
berbicara mengenai keefektifan komunikasi antar budaya.
Teori Anxiety/Uncertainty Management Theory (AUM)
Mengatakan bahwa untuk melahirkan sebuah komunikasi
antarbudaya yang efektif maka anggota budaya tersebut harus
mampu meneglola kecemasan dan ketidakpastian dalam dirinya
ketika menghadapi budaya asing.
Anxiety merupakan sebuah respon afektif, bukan kognitif
seperti uncertainty. Anxiety ini dapat menciptakan motivasi untuk
berkomunikasi dan apabila dikelola dengan baik dapat
menciptakan suatu komunikasi yang efektif. Dalam kondisi
intergroup communication, anxiety cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan kondisi interpersonal communication.
Uncertainty atau ketidakpastian terjadi ketika kita berada di
antara dua kondisi: di satu sisi, kita sangat percaya pada perdiksi
kita, sedangkan di sisi lain, apa yang akan terjadi bisa sangat
tidak terprediksi Uncertainty ini bersifat kognitif dan mengurangi
keefektifan komunikasi sehingga harus dikelola dengan baik.
Apabila situasi tidak dapat mengurangi ketidakpastian tersebut,
maka kita harus dapat menguranginya sendiri. Ketidakpastian
44
akan dirasakan dengan lebih besar apabila berkomunikasi dengan
orang asing dibandingkan dengan anggota ingroup kita sendiri.37
Teori AUM menyatakan mindfulness sebagai kemampuan
seseorang baik bagian dari sebuah kelompok maupun orang asing
mengurangi kecemasan dan ketidakpastian sampai tahap optimal
sehingga pada akhirnya mampu mencapai komunikasi efektif.
Kecemasan muncul di tingkat afektif yang mengacu pada
perasaan seperti kegelisahan, kecanggungan, kebingungan, stress
yang muncul ketika seseorang mulai berhadapan dengan orang
asing.38
Menurut Gudykunst komunikasi yang efektif disebabkan
oleh adanya mindfulness dan uncertainty/anxiety management.
Mindfulness adalah keadaan kognitif yang diperlukan sebagai
proses moderasi dalam pengelolaan anxiety dan uncertainty agar
menciptakan komunikasi yang efektif. Mindfulness membuat
prediksi kita terhadap perilaku seseorang menjadi lebih baik dari
sekedar menggunakan prasangka dan stereotip. Ketika
berhadapan dengan orang asing dan kita merasakan adanya
uncertainty dan anxiety, kedua hal tersebut harus dikelola dengan
baik untuk berada di dalam ambang batas. Salah satu cara adalah
37 Lusia Savitri Setyo Utami , Teori Teori Adaptasi Antarbudaya, Jurnal
Komunikasi ISSN 2085-1979 Vol. 7, No. 2, Desember 2015, h. 186
38
Bima Satria, Apa Yang di Maksud dengan Teori Kecemasan dan
Ketidakpastian Anxiety/Uncertainty Management Theory, (Dictio :
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-pengelolaan-
kecemasan-ketidakpastian-anxiety-uncertainty-management-theory/8925,
ditulis pada 2 Agustus 2017), diakses pada 25 Agustus 2020.
45
dengan menjadi mindfull sehingga kita dapat memberikan respon
yang benar dan menciptakan keefektifan komunikasi. 39
Teori ini mempunyai konsep-konsep dasar yang
melandasinya, yaitu : 40
1. Konsep Diri dan Diri
Meningkatkan harga diri atau kebanggaan ketika
berinteraksi dengan orang lain diyakini akan mengurangi sebuah
kecemasan dalam diri dan dapat meningkatkan kemampuan dalam
mengelola kecemasan tersebut.
2. Motivasi Untuk Berinteraksi Dengan Orang Asing
Meningkatkan kebutuhan diri untuk masuk dalam kelompok
ketika kita berinterkasi dengan orang lain akan menghasilkan
sebuah peningkatan kecemasan.
3. Reaksi Terhadap Orang Asing
Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk
memproses informasi yang kompleks mengenai orang asing akan
menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita dalam
memprediksi secara tepat perilaku mereka. Peningkatan untuk
mentolelir dan berempati ketika kita berinteraksi dengan orang
asing dapat menghasilkan sebuah peningkatan mengelola
kecemasan kita dan sebuah peningkatan kemampuan memprediksi
secara akurat perilaku orang asing.
39 Lusia Savitri Setyo Utami , Teori Teori Adaptasi Antarbudaya, Jurnal
Komunikasi ISSN 2085-1979 Vol. 7, No. 2, Desember 2015, h. 186
40
Adi Prakosa, Teori Komunikasi Antar Budaya, (Komunikasi
http://adiprakosa.blogspot.com/2007/12/teori-komunikasi-antarbudaya.html,
ditulis pada 26 Desember 2007), di akses pada 25 Agustus 2020.
46
4. Kategori Sosial Dari Orang Asing
Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi
antara diri kita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan
kemampuan mengelola kecemasan kita dan kemampuan
memprediksi perilaku mereka secara akurat. Pembatas kondisi:
pemahaman perbedaan-perbedaan kelompok kritis hanya ketika
orang orang asing mengidentifikasikan secara kuat dengan
kelompok. Sebuah peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran
orang asing dari harapan positif kita dan atau harapan negatif akan
menghasilkan peningkatan kecemasan kita dan akan
menghasilkan penurunan di dalam rasa percaya diri dalam
memperkirakan perilaku mereka.
5. Proses Situasional
Meningkatnya situasi informal saat kita berinteraksi dengan
orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan, lalu
adanya peningkatan rasa percaya kita terhadap perilaku mereka.
6. Koneksi Dengan Orang Asing
Meningkatnya ketertarikan terhadap orang asing akan
menghasilkan penurunan kecemasan dan meningkatnya percaya
diri kita dalam hal memprediksi perilaku orang lain.
47
F. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Komunikasi
Antarbudaya
1. Faktor Pendukung dalam Komunikasi Antarbudaya
Agar komunikasi antar budaya bisa berjalan efektif De Vito
mengungkapkan : 41
a. Keterbukaan
Bersikap terbuka dengan perbedaan budaya dengan orang
asing khususnya terhadap perbedaan nilai, kepercayaan dan sikap
juga perilaku yang dimilikinya.
b. Empati
Menempatkan diri pada posisi orang yang berbeda budaya
cara ini akan memberikan Anda cara yang lebih baik dalam
memandang dunia dari sudut pandang yang berbeda, misalnya
mengisyaratkan empati dengan ekspresi wajah gerak-gerik yang
penuh minat dan perhatian serta tanggapan yang mencerminkan
saling pengertian dan saling memahami perbedaan budaya yang
ada.
c. Saling Mendukung
Bersikap saling mendukung antara perbedaan yang ada
sehingga sikap tersebut dapat menciptakan komunikasi yang
efektif.
41
Ansar Suherman, Buku Ajar TeoriTteori Komunikasi, (Yogyakarta :
Deepublish, 2020), h.87
48
d. Sikap Positif
Tunjukkan atau komunikasikan sikap positif khususnya
situasi antar budaya karena begitu banyak yang tidak dikenal dan
tidak diketahui. misalnya memperkirakan Apa yang dipikirkan
dan dirasakan oleh orang lain.
e. Kesetaraan
Senantiasa menganggap bahwa semua orang meskipun
dengan budaya yang berbeda memiliki kesetaraan antara budaya
yang satu dengan lainnya.
f. Percaya Diri
Kedekatan manajemen interaksi bersikap sensitif dan daya
ekskresi.
2. Faktor Penghambat dalam Komunikasi Antarbudaya
Hambatan dalam komunikasi antarbudaya bersumber dari
tiga faktor , yaitu faktor psikologis, ekologis dan faktor mekanis.
Faktor psikologis berkaitan dengan kondisi kejiwaan seseorang
yang mempengaruhi baik secara positif maupun negatif terhadap
jalannya komunikasi. Faktor ekologis berkaitan dengan kekuatan
kekuatan eksternal yang mempengaruhi peserta komunikasi,
seperti perbedaan sosial ekonomi atau kondisi lingkungan seperti
riuh, bising, hujan, petir dan faktor alam lain yang mempengaruhi
terjadinya komunikasi. Sedangkan faktor mekanis berkaitan
dengan media atau teknologi yang digunakan dalam
49
berkomunikasi, seperti pertemuan, festival, telekonferensi, chat,
dsb. 42
Hambatan-hambatan dalam komunikasi yang berkaitan
dengan faktor budaya dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Perbedaan Norma Sosial
Norma sosial merupakan suatu cara, kebiasaan, tata karma,
adat istiadat, dan kepercayaan yang dianut secara turun temurun
yang dapat memberikan petunjuk bagi seseorang untuk bersikap
dan bertingkah laku dalam pergaulan masyarakat. Keragaman
etnik menyebabkan terjadinya keragaman norma sosial yang
tidak menutup kemungkinan terjadinya pertentangan nilai.
Kebiasaan dan adat istiadat yang dianggap baik suatu masyarakat
belum tentu dianggap baik pula oleh masyarakat lain. Agar tidak
terjadi hambatan maka komunikator perlu mengkaji apakah pesan
yang akan disampaikan tidak melanggar norma tertentu.
b. Etnosentrisme
Etnosentrisme adalah penilaian terhadap kebudayaan lain
atas dasar nilai dan standar budaya sendiri. Dalam etnosentrisme
sebuah komunitas menganggap budaya superior dibanding
budaya lain. Peserta komunikasi yang berbeda budaya dapat
menggagalkan komunikasi.
c. Stereotip dan Prasangka
Stereotip adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan
masyarakat berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat.
42 Mohammad Shoelhi, Komunikasi Lintas Budaya Dalam Dinamika,
(Bandung: Simboisa Rekatama Media, 2015), H. 17-18
50
Stereotip mampu menghambat komunikasi antarbudaya. Orang
yang bersikap strereotip cenderung menempatkan orang di luar
kelompoknya sebagai out group.
d. Perbedaan Perspektif
Perspektif adalah cara pandang suatu objek, benda atau
peristiwa berdasarkan pengamatan seseorang. Cara pandang
seseorang sangat ditentukan oleh budaya yang dianutnya.
Persepsi yang sama akan memudahkan dan melancarkan
komunikasi.
e. Perbedaan Pola Pikir
Pola pikir berkaitan dengan pencarian kebenaran yang
mengandalkan rasionalitas. Pola pikir seseorang atau kelompok
orang berbeda satu sama lain sebagai akibat pengalaman dan
acuan yang digunakan. Pola pikir sangat berpengaruh terhadap
reaksi, rangsangan, dan tanggapan individu dalam berkomunikasi
dengan individu yang berasal dari budaya lain.
f. Faktor Bahasa
Bahasa sebagai alat komunikasi sering menjadi hambatan
utama dalam komunikasi ketika para peserta komunikasi tidak
memiliki persamaan bahasa.
g. Faktor Sintaksis
Hambatan semantik dapat terjadi dalam beberapa bentuk.
Pertama, adanya pengertian konotatif atau denotatif. Kedua,
adanya perbedaan makna dan pengertian untuk kata atau istilah
yang sama sebagai akibat aspek psikologis. Ketiga, Komunikator
salah mengucapkan kata-kata karena tergesa-gesa.
51
h. Ketidakmerataan Pendidikan
Kesenjangan pendidikan antara masing masing masyrakat
sering meyebabkan terjadinya kegagalan komunikasi.
i. Gegar Budaya
Gegar budaya adalah disorientasi psikologis yang dialami
seseorang ketika seseorang bergerak dalam periode tertentu ke
dalam sebuah lingkungan budaya yang berbeda dari budaya
mereka sendiri. Berada di tengah lingkungan yang berbeda
budaya menyebabkan seseorang salah tingkah sehingga
menyebabkan komunikasi tidak efektif dan terhambat.43
43 Mohammad Shoelhi, Komunikasi Lintas Budaya Dalam Dinamika,
(Bandung: Simboisa Rekatama Media, 2015), H. 17-25
52
BAB III
GAMBARAN UMUM KOMUNITAS PERSAUDARAAN
GIE SAY
A. Letak Geografis Sekretariat Komunitas Persaudaraan
Gie Say
Gambar 3.1
Peta Lokasi Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
Sumber : Google My Maps
http://bit.ly/PetaLokasiSekretariatGieSay
Batas Tapak
Jalan Utama : Jalan Pajagalan No.20
Sebelah Utara : Jalan Pasundan dengan jarak 110,15
m (361,40 kaki)
Sebelah Timur : Jalan Kelenteng dengan jarak 8,31
m (27,27 kaki)
Sebelah Selatan : Jalan Pelabuan dengan jarak 107,97
m (354,22 kaki)
53
Sebelah Barat : Jalan Terate dengan jarak 41,45
m (136,01 kaki)
Garis Bujur
6°55'30.1"BT, 106°55'31.7"LS
B. Sejarah Berdirinya Komunitas Persaudaraan Gie Say
1. Sejarah Barongsai
Diceritakan, pada masa Dinasti Qing, di sebuah wilayah di
China, ada monster yang mengganggu ketenteraman penduduk
setempat. Kehadiran Monster (Nian) tersebut, menimbulkan
keresahan dan ketakutan bagi masyarakat setempat. Pada saat itu,
muncul singa atau Barongsai untuk melindungi masyarakat dan
menghalangi Nian. Monster itu kalah dan lari tunggang-langgang.
Singa itu pun pergi, meninggalkan penduduk yang sudah merasa
aman. Ternyata, Nian yang kecewa berniat untuk membalas
dendam, tetapi masyarakat tidak tahu-menahu. Setelah Nian
datang kembali, masyarakat dilanda panik. Mereka bingung, di
mana singa yang dapat mengalahkan monster itu? Akhirnya,
mereka menciptakan kostum Barongsai seperti yang sering kita
saksikan saat ini. Monster ketakutan, sekali lagi dia lari
ketakutan. Masyarakat berhasil menyingkirkan sang monster.
Oleh sebab itu, tarian barongsai dibuat untuk mengusir mahluk
tersebut dan juga dalam acara penting. Di antaranya, pembukaan
restoran, pendirian klenteng, dan yang pasti Tahun Baru Imlek.1
1 Linimasa Grup Facebook postingan Wallace Liaw pada 20 Juni 2019,
http://bit.ly/Sejarahbarongsay1 diakses tanggal 20 Agustus 2020
54
Barongsay merupakan sebuah kesenian yang berasal dari
daratan Tionghoa yang dalam Bahasa Mandarin asal kata nya
adalah bo ling bo sai yang berarti bermain naga dan singa. kata
bo ling bo sai ini merupakan bahasa Mandarin berdialek
Hokkian. Kemudian setelah barongsay masuk ke Indonesia kata
bo ling bo sai tersebut di ucapkan dengan dialek atau lidah orang
Indonesia sehingga namanya menjadi Barongsay.
Tidak ada catatan resmi yang menyatakan kapan kesenian
barongsay ini masuk ke Indonesia, bahwa barongsay masuk ke
Indonesia sejalan dengan kedatangan mereka ke daerah
nusantara. Kesenian ini terus berkembang di Indonesia seiring
dengan perkembangan masyarakat Tionghoa itu sendiri. Konon
barongsay sudah dikenal di Palembang sejak zaman kerajaan
Sriwijaya. Barongsay diperkenalkan di daratan sumatera oleh
utusan kerajaan Kwang Cho dari daratan Tionghoa saat
mengunjungi Sriwijaya. 2
Dalam sumber lain penulis menemukan bahwa Barongsai
hadir sejak 1500 tahun silam. Pertunjukan seni ini bermakna
untuk mengusir hal-hal buruk yang akan terjadi.3 Kesenian
barongsay berkembang di dalam komunitas-komunitas
masyarakat Tionghoa maupun di tempat ibadah mereka yaitu di
Klenteng. Perkumpulan-perkumpulan atau komunitas Tionghoa
2 Linimasa Facebook Grup Gie Say di posting Oleh Wallace Liaw pada
12 Agustus 2018, http://bit.ly/Sejarahbarongsay2 diakses tangal 20 Agustus
2020.
3 Windratie, Asal Usul Barongsay si Pengusir Roh Jakat, CNN Indonesia,
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150218122625-269-33073/asal-
usul-barongsai-si-pengusir-roh-jahat di tulis pada 18 Februari 2018, diakses
pada 3 September 2020.
55
yang ada di Indonesia pada umumnya memiliki group kesenian
barongsay. Hal ini disebabkan karena barongsay merupakan
bagian dari ritual mereka.
Banyak versi yang menjelaskan tentang asal usul dari
kesenian barongsay ini, menyatakan sejarah munculnya kesenian
barongsay ini di mulai pada tahun 551 SM di negeri Tionghoa.
Pertama di inspirasi oleh pemunculan Killin (kuda naga yang
bertanduk), yaitu binatang suci dari negeri Tionghoa yang dalam
penabvmpakkannya membawa maksud akan terjadinya suatu
peristiwa. Pemunculan pertama binatang berkepala, badan
bersisik naga dan berkaki kijang kepada ibunda Nabi Khong Cu
mengawali peristiwa kelahiran Nabi Khong Cu. Pemunculan
Killin juga tercatat dalam sejarah diakhir dinasti Ciu (1125-255
SM) dalam kitab Tang Ciu Kok yang artinya catatan sejarah
dinasti Ciu Timur. Perwujudan dari binantang Killin kemudian
ditranformasikan dalam pemainan barongsay.4
Versi lain mengisahkan asal-usul Barongsai adalah sebagai
senjata untuk menakut-nakuti para roh jahat yang dipercaya
menjadi lebih ganas saat awal tahun baru Imlek karena pada
dewa-dewi yang kembali ke kahyangan untuk menghadap ke
Kaisar Langit pada awal tahun baru Imlek.5
Secara umum, barongsay mempunyai dua aliran besar
sesuai dengan asalnya, yaitu yang berasal dari Tionghoa bagian
4 Linimasa Facebook Grup Gie Say di posting Oleh Wallace Liaw pada
12 Agustus 2018, http://bit.ly/Sejarahbarongsay2 diakses tangal 20 Agustus
2020.
5 Linimasa Grup Facebook postingan Wallace Liaw pada 13 April 2019,
http://bit.ly/Sejarahbarong di akses pada 3 September 2020.
56
utara dan Tionghoa bagian selatan. Aliran Tionghoa bagian utara
umumnya berbentuk seperti pekines dan penampilannya lebih
natural karena tanpa taduk, sementara yang dari selatan umumnya
memiliki tanduk dan sisik sehingga jadi mirip dengan binatang
killin (kuda naga yang bertanduk seperti layaknya binatang-
binatang lainnya juga, maka barongsai juga harus diberi makan
berupa Angpau yang di tempeli dengan gambar singa.6
2. Sejarah Komunitas Persaudaraan Gie Say
Komunitas Persaudaraan Gie Say Adalah organisasi
perkumpulan masa kini dengan berbasis penerus misi budaya
Tionghoa yang berbaur menyatu dengan budaya Indonesia. Salah
satu perkumpulan yang masih konsisten mempertahankan
kedisiplinan dan marwah persaudaran dalam kesatria.
Go Gwee Ji Sah 2571 adalah hari peringatan berdiri resmi
nya Persaudaraan Gie Say Sukabumi. Dahulu kala, lima sifu
bersaudara dari Tiongkok, harus terpencar karena situasi yang
kurang baik. Di persimpangan mereka berpencar, mereka
bersumpah apabila masing masing mereka selamat, maka agar
murid murid perguruannya dapat mengetahui saudara saudara
seperguruannya, mereka akan membuat barongsai yang
berbentuk khas, dengan gerakan permainan yang diambil dari
dasar sumpah setia lima Jendral perang San Guo di taman Persik
yang menjadi cikal bakal lima sifu yang berbeda perguruan
tersebut. Sekian puluh tahun kemudian, salah satu murid dari
6 Linimasa Facebook Grup Gie Say di posting Oleh Wallace Liaw pada 12
Agustus 2018, http://bit.ly/Sejarahbarongsay2 diakses tangal 20 Agustus 2020.
57
salah satu sifu Tiongkok tersebut yaitu Mpe Acen, pada akhirnya,
berdomisili di Sukabumi, dan bersama sifu sifu kungfu lainnya,
sepakat sumpah saudara dan memenuhi harapan sifu nya dengan
mendirikan Gie Say Hwe (Persaudaraan Gie Say). Go Gwee Ji
Sah (bahasa Chinese Hokkian), artinya, tanggal 13 bulan 5 Imlek
adalah hari, dimana lima Jendral perang San Guo di taman Persik,
yang menjadi cikal bakal lima sifu yang berbeda perguruan
tersebut. Tiba dan bertemu di taman persik Tiongkok untuk
membicarakan strategi perjuangan mereka membantu negara
Tiongkok saat itu. 7
Persaudaraan Gie Say didirikan pada tahun 1952 (Tanggal
23 Bulan 5 penanggalan Imlek) Oleh pendiri antara lain Bpk. Lie
Gie Ken, Bpk. Tan Eng Liang, Bpk. Tan Ho Sen (Encek Hwe
Sio), h, Bpk. Coa Wie Tie. Yang ditandai dengan dibuatnya
barongsay “Beng Say” yang sekarang dikenal sebagai barong Gie
Say.8
Go Gwee Ji Sih, tanggal 14 bulan 5 Imlek pagi hari, lima
Jendral perang San Guo ini sumpah saudara. Mereka adalah Guan
Yu, Zhang Fei, Zhao Zi Long, Huang Zhong, dan Ma Chao yang
dikenal sebagai lima Jendral Harimau, dalam cerita San Guo Yen
Yi (Hokkian: Samkok). Gie Say Hwe meneruskan sifat sifat Guan
Yu (Kwan Gong) yang terkenal dengan pepatah "Tiong Gie"
(bahasa hokkian) atau Zhong Yi (bahasa mandarin) yang artinya
7 Hasil wawancara, file bentuk dokumentasi bersama Reyhan Mahendra
di DM Instagram pada tanggal 23 Juli 2020 11.06 WIB.
8 Buku Peringatan 100 Tahun Vihara Widhi Sakti (kelenteng Bie Hian
Khong) Sukabumi (1912-2012) di tulis di Sukabumi tahun 2012.
58
"Setia Jujur". "Yi Shi Huei" (bahasa mandarin) / "Gie Say Hwe"
(bahasa hokkian), berarti "Singa yang Jujur". Tiong Gie, Setia
dan Kejujuran, adalah sifat utama semua anggota Gie Say. 9
Pada generasi selanjutnya, salah satu murid perguruan
kungfu Gie Say, Hendra Rock (alm), mendirikan Tiong Gie Say
di Cileungsi, sebagai perguruan yang juga melanjutkan sifat sifat
mulia seorang Guan Yu. Sehingga, Persaudaraan Gie Say dan
Persaudaraan Tiong Gie Say, adalah satu saudara.10
9 Data Dokumentasi Pengurus Komunitas Persaudaraan Gie Say.
10
hasil wawancara, file bentuk dokumentasi bersama Reyhan Mahendra
di DM Instagram pada tanggal 23 Juli 2020 11.06 WIB.
59
C. Profil Komunitas Persaudaraan Gie Say
1. Nama Komunitas Persaudaraan Gie Say
2. Alamat
Jl. Pajagalan No.20, Nyomplong, Kec.
Warudoyong, Kota Sukabumi, Jawa
Barat 43131
3. Tahun berdiri 1952 M Tanggal 23 Bulan 5
penanggalan Imlek (68 tahun, 2020)
4.
Logo, Bendera, dan
Seragam
Komunitas
Gambar. 3.2
Bendera, Logo dan seragam Gie Say
Sumber : Instagram @Persaudaraan Gie Say
5. Barong Ritual
Gambar. 3.3
Barong Gie Say
Sumber. Instagram @persaudaraan_giesay
6. Kontak Sosial Instagram : @persaudaraan_giesay
Facebook : Gie Say
Tabel 3.1 Profil Komunitas Persaudaraan Gie Say
Sumber : Data Dokumentasi Olahan Penulis (2020)
60
‘Gie’ Sifat kepahlawanan yang berbhakti, jujur, setia dan
pembela kebenaran. ‘Say’ Mahluk suci mitologi kebudayaan cina
kuno yang saat ini dikenal sebagai “Barongsay”.
Warna Barong Gie Say, hijau tua, menunjukan nilai nilai
kesakralan dan kewibawaan. Badan Barong Gie Say memiliki
lima warna yaitu biru tua, merah, putih, kuning dan hitam. Pita
yang berbentuk bunga yang terdapat di kepala barong Gie Say
yang umbaian pitanya memiliki panjang yang berbeda merupakan
salah satu tanda persaudaraan. Irama dari ketukan pada tambur
diciptakan oleh Empek A Cen yang berasal dari Kong Hu.
Sehingga permainan barong dan irama tambur yang digunakan
merupakan ciri khas kesenian daerah Kong Hu. 11
Baju seragam anggota persaudaraan Gie Say berwarna
hitam-hitam mengacu kepada warna bendera Gie Say. Lambang
persaudaraan Gie Say berupa Pat Kwa yang berarti delapan
penjuru yang memiliki perbedaan, saling berlawanan tapi
memiliki satu tujuan yang saling mengisi dan melengkapi. Tanpa
satu sisinya maka tidak akan terbentuk pat kwa. Pat Kwa dalam
lambang Gie Say berarti delapan penjuru adalah saudara.12
Generasi pertama, kungfu persaudaraan Gie Say di ajarkan
oleh Bpk. A Cen, Bpk. Tan Eng Liang, Bpk Yap Tjeng Tie, dan
Bpk. Tan Kian Hwat. Generasi yang kedua, Bpk. Thung Siang
Gie meneruskan amanah dari pendahulunya sebagai guru kungfu
persaudaraan Gie Say. Generasi ke tiga dilanjutkan oleh Bpk.
11 Diskusi penulis bersama Ko Sabar Darmawan di Sekretariat Gie Say
pada 11 Agustus 2020
12
Deskripsi Grup Facebook Gie Say
61
Alm. Ong Bun Kiat, Bpk. Liaw Wie Kong, dan Bpk. Apit
Susanto (sekarang (2009-2012) : Ketua Umum Persaudaraan Gie
Say). 13
Sebagian dari daerah yang pernah dikunjungi oleh
persaudaraan Gie Say adalah Cileungsi, Jonggol, Rengas
Dengklok, Kampung Pakis (sekarang Serpong (BSD)),
Prumpung, Tonjong, Ciampea, Banten, Cianjur, Bogor, Cipanas,
Bandung, Semarang, Tuban, Pulau Seribu, Malaysia, Singapura,
dan China.14
D. Stuktur Organisasi Komunitas Persaudaraan Gie Say
Struktur Organisasi Komunitas persaudaraan Gie Say
Sukabumi terdiri dari ketua dan wakil ketua di bawah bimbingan
dewan penasihat/Sesepuh, kemudian sekretaris, bendahara,
pelatih Barong Gie Say, Pelatih barong samsi, Pelatih Liong,
pelatih Wu Shu, ada juga divisi peralatan, pengurus Altar,
Humas, Dokumentasi dan Keamanan. Dalam hasil dokumentasi
diatas periode kepengurusan tahun 2015-2018 namun sampai saat
ini struktur kepengurusan masih sama dan belum diganti.
13 Buku Peringatan 100 Tahun Vihara Widhi Sakti (kelenteng Bie Hian
Khong) Sukabumi (1912-2012) di tulis di Sukabumi tahun 2012.
14
Deskripsi Grup Facebook Gie Say,
https://web.facebook.com/groups/giesay diakses pada 01 Agustus 2020
62
Bagan 3.1 Struktur Organisasi Komunitas Persaudaraan Gie Say tahun 2012-
2015 (Masih berlaku sampai saat ini)
Sumber : Hasil studi dokumentasi penulis (2020)
GIE
SAY
Heryanto
SEKRETARIS
1. Wida Widya
2. Ira Rahmawati
SESEPUH/
PENASEHAT
1. Lie Tjoang Beng
2. Harry. T.S
3. Apit Susanto
4. Wan Gust Halim
5. Wilyanto
WAKIL KETUA
Ong Tjong Pek
KETUA UMUM
Ciwih
BENDAHARA
Chaiky Budianto
PERALATAN
1. Thamura
2. Rendri
Permana
3. Andri
Kurniawan
SAMSI
Sabar
WU
SHU
Sabar
LION
YoFan
Halim
ALTAR
Lie Soei
Lian
HUMAS
1. Dede
Iwan
2. Jimmy
Juhanda
3. Ferry
Darma
wan
DOKUMEN
TASI
Arieffin KEAMANAN
M. Riva Mulya
63
Berikut penjelasan struktur berdasarkan tugasnya :15
1. Sesepuh/Penasehat
Penasehat komunitas ini beranggotakan lima orang yaitu
Lie Tjoang Beng , Harry. T.S, Apit Susanto, Wan Gust Halim,
Wilyanto. Dewan penasihat memiliki wewenang mengawasi
jalannya organisasi agar tetap eksis dan menjadi lebih baik lagi.
2. Ketua Umum
Ketua umum Gie Say saat ini (2020) adalah Ko Ciwih, Ko
Ciwih merupakan etnis Tionghoa Totok yang sudah lama tinggal
di kota Sukabumi. Ko ciwih menjabat sebagai ketua umum Gie
Say sejak tahun 2015. Adapun tugas dan tanggung jawab dari
ketua umum komunitas adalah mewadahi anggota nya untuk
mendapatkan ilmu yang ada di dalam komunitas, juga mengatur
segala tugas dan peran setiap anggota agar tetap berjalan sesuai
prosedurnya.
3. Wakil ketua umum
Wakil ketua umum komunitas ini bernama Ong Tjong Pek
ini tetap setia mendapingi ketua umum untuk menjadikan
komunitas persaudaraan Gie Say menjadi semakin berprestasi.
Tugas dari wakil selain mendapingi juga mewakili atau
menggantikan ketua jika sewaktu waktu ketua berhalangan dalam
kegiatan komunitas. Ketua umum dan wakil ketua umum
memiliki peran utama dalam menjadikan komunitas persaudaraan
Gie Say ini semakin maju dalam berbagai hal, baik dalam bentuk
15 Wawancara Bersama Ko Sabar , Selasa 11 Agustus 2020 di Sekretariat
Komunitas Gie Say
64
prestasi maupun eksis di masyarakat sebagai komunitas yang
menjadi salah satu dari identitas Tionghoa ini.
4. Sekretaris
Sekretaris ini beranggotakan 2 orang yaitu Wida Widya, Ira
Rahmawati, Wida Widya merupakan wanita Muslim dan menjadi
guru di sekolah Dewikora dan Ira rahmawati merupakan istri dari
ko Rendri yang sudah menikah di tahun 2019 lalu. Sekretaris
mengurusi berbagai hal yang berkaitan surat menyurat maupun
yang berhubungan dengan pendataan seluruh anggota komunitas
selain itu juga membuat surat undangan kepada anggota melalui
grup WhatApp atau Facebook seperti berikut :
Gambar 3.4 Gambar 3.5
Bentuk undangan kegiatan komunitas Gie Say Sumber : Linimasa Facebook Grup Gie Say
5. Bendahara
Bendahara komunitas persaudaraan Gie Say ini bernama
Chaiky Budianto bertugas mengatur sirkulasi keluar masuk
keuangan komunitas. Pemasukan keuangan komunitas di dapat
dari berbagai perlombaan Barong atraksi, angpau yang dikasih
65
dari penonton saat atraksi barong. Adapun bentuk pengeluaran
komunitas untuk menjenguk jika ada yang sakit, dll.
6. Pelatih Barong Gie Say
Pelatih barong Gie Say ini bernama Heryanto sudah ahli
sekali dalam ilmu bela diri kungfu nya, karena pada dasarnya
semua gerakan barong Gis say adalah dari gerakan gerakan
Kungfu. Pelatih barong Gie Say memastikan bahwa 2 orang yang
memainkan barong Gie Say ini dapat kompak saat atraksi.
7. Pelatih Barong Samsi
Pelatih dari barong samsi adalah ko Sabar. Ko sabar
merupakan anggota yang beragama Muslim yang juga orang
sunda ini ahli sekali dalam ilmu beladiri nya. Selain jadi pelatih
barong samsi dan Wu Shu di komunitas Gie Say, ko Sabar juga
menjadi guru kelas tiga di sekolah SD Budi Luhur ko Sabar
sendiri sudah bergabung di komunitas Gie say sejak 20 tahun
silam. Waktu yang cukup lama tersebut membuat ko Sabar di
percaya menjadi pelatih barong samsi dan pelatih Wu Shu di
komunitas.16
8. Pelatih Wu Shu
Pelatih dari Wu Shu ini bernama ko Sabar. Sebagaimana
telah di jelaskan sebelumnya bahwa ko Sabar ini juga merupakan
pelatih barong samsi. Karena gerakan gerakan pada beladiri Wu
Shu tidak jauh berbeda dengan gerakan yang disuguhkan pada
barong samsi.
16 Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
66
9. Pelatih Liong
Liong merupakan nama jenis barong yang bentuk nya
panjang atau biasa disebut dragon. Pelatihnya bernama Yofan
Halim, memiliki peran membuat para pemain liong untuk
kompak mengingat para pemain nya berjumlah banyak tidak
seperti barong atraksi yang berjumlah sekitar 2-3 orang, barong
liong beranggotakan lebih dari tiga orang untuk memainkan nya,
oleh karena itu membutuhkan kekompakan di antara sesama
pemainnya.
10. Pengelola Altar
Lie Soei Lian bertugas menyiapkan Altar setiap tanggal 1
dan 5 penanggalan imlek untuk ibadah ritual atau biasa disebut
Ce It Ce Go. Selain ditanggal itu ritual sembahyang barong juga
dilakukan pada saat ada acara acara khusus lainnya seperti ulang
tahun atau ketika ada barong baru yang masuk. 17
11. Divisi Peralatan
Anggota dari divisi peralatan ini berjumlah 3 orang Yaitu
Thamura, Rendri Permana, dan Andri Kurniawan yang bertugas
merapihkan dan menjaga peralatan serta aksesoris komunitas,
seperti barong Gie Say, barong Samsi, Tambur, musik, bendera,
dll. Divisi ini diperlukan mengingat peralatan ini sangat penting
demi menjaga keutuhan peralatan dan meminimalisir cepat
rusaknya peralaan dan aksesoris komunitas. Jika ada perlombaan
17 Diskusi mengenai Altar Bersama Ko Putra di Komunitas Persaudaraan
Gie Say Tanggal 11 Agustus 2020.
67
atau atraksi divisi perlatan lah yang mempersiapkan semua
kelengkapan atraksi nya.
12. Divisi Humas
Anggota divisi humas adalah Dede Iwan, Jimmy Juhanda,
dan Ferry Darmawan. Divisi humas ini bertugas sebagai media
penghubung antara internal dan eksternal komunitas, seperti
mengirim dan menerima surat menyurat, dll.
13. Divisi Dokumentasi
Divisi dokumentasi ini bernama Arieffin bertugas
mendokumentasikan berbagai kegaiatan komunitas seperti pada
saat perlombaan, latihan, rapat pertemuan santai, dll.
14. Divisi Keamanan
Divisi keamanan yang bernama M. Riva Mulya ini bertugas
mengatur ketertiban pada saat atraksi dilapangan maupun
mengatur ketertiban anggota di dalam komunitas.
E. Program Kerja/Bentuk Kegiatan Komunitas
Persaudaraan Gie Say
1. Latihan Barong
Sebagaimana bentuk dari komunitas itu sendiri yang
merupakan komunitas budaya tionghoa berupa barongsay.
Latihan barong menjadi kegiatan utama komunitas ini, adapun
barong yang sering digunakan utuk latihan adalah barong Gie
Say, Barong Samsi, dan Barong Liong.
Barong Gie Say merupakan barong ritual komunitas ini
karena berkaitan dengan ibadah etnis tionghoa itu sendiri, barong
gie say sering digunakan untuk ritual keagamaan, dan perayaan
68
perayaan acara besar seperti Tahun baru imlek, dan Cap Go Meh,
jadi barong Gie Say ini tidak sembarangan dimainkan
nyamelainkan untuk acara tertentu saja.18
Sedang barong Samsi adalah barong atraksi untuk berbagai
penampilan acara maupun perlombaan. Sama seperti barong
Liong barong Liong pun merupakan barong atraksi namun
bentuknya saja yang berbeda, barong liong atau biasa disebut
Dragon merupakan barong berbentuk naga yang panjang
perawakan nya. 19
Untuk latihan barong Gie Say, Barong Samsi, dan Barong
Liong berbeda, karna dari fungsi dan bentuk barongnya pun
berbeda, oleh karena itu pelatih nya pun juga berbeda namun
pada dasar nya gerakan gerakan pada masing masing barong
merupakan gerakan pada bela diri Wu Shu/kungfu.
2. Kompetisi Barongsay
Sebagai bentuk lestari budaya Tionghoa dan untuk
mempertahan eksistensi nya komunitas persaudaraan Gie Say
seringkali mengikuti perlombaan baik tingkat Nasional maupun
Internasional. Seiring berkembangnya zaman kesenian barongsay
bukan hanya sebagai wujud budaya Tionghoa saja namun sudah
menjadi salah satu cabang olahraga paling bergengsi di dunia.
Barongsai dianggap sebagai salah satu cabang olahraga di
dunia, sejak diadakannya perlombaan Barongsai bertaraf
internasional Genting World Lion Dance Championship, yang
18 Wawancara bersama Ko Rendri Permana tanggal 18 Agustus 2020
pukul 19.00 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
19
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
69
pertama kali diselenggarakan Malaysia pada tahun 1994. Saat ini,
meskipun telah diadakan berbagai macam ajang perlombaan
Barongsai bertaraf internasional lainnya, namun
perlombaan Genting World Lion Dance Championship dianggap
ajang perlombaan Barongsai tertua, dan paling bergengsi diantara
negara negara partisipan. Hingga saat ini, Malaysia secara rutin
menyelenggarakan perlombaan tersebut setiap dua tahun sekali.20
Sebenarnya komunitas persaudaraan gie say ini sudah banyak
sekali mengikuti ajang perlombaan barongsay tingkat Nasional
maupun Internasional namun pada saat itu belum ada yang
mewadahi ny sehingga banyak yang belum mengetahui. Namun
sejak berdirinya FOBI (Federasi Olahraga Barongsai Indonesia)
pada tanggal 9 Agustus 2012, komunitas persaudaraan gie say ini
menjadi dibawah naungan FOBI. Dan sejak ada KONI (Komite
Olahraga Nasional Indonesia) pada tanggal 11 Juni 2013
barongsai diakui sebagai salahsatu cabang olahraga di Indonesia,
tenunya ini membuat semanagat untuk para anggota komunitas
agara semakin terus berprestasi dicabang olahraga barongsay ini.
Semenjak diakui nya barongsai sebagai salahsatu cabang
olahraga di Indonesia, para pemain barongsay disebuat sebagai
Atlet Barongsai. 21
20 Tionghoa.Info, Simak 6 Fakta Seru Tentang Barongsay a.k.a Tarian
Singa di Indonesia!, (Tionghoa.Info 17 Agustus 2017),
https://www.tionghoa.info/simak-6-fakta-seru-mengenai-barongsai-a-k-a-
tarian-singa-di-indonesia/
21
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
70
3. Menghadiri Undangan Perayaan Sebuah Acara
Adapun inti dari tujuan latihan barong adalah untuk
menampilkan sebuah atraksi barongsay untuk masyarakat umum,
setiap tahun selalu ada acara festival budaya di sukabumi atau
Cap Go Meh, komunitas ini selalu eksis menghadiri acara festival
budaya tersebut. Festival budaya di Sukabumi tersebut
merupakan sebuah acara dalam rangka perayaan tahun baru Cina
atau Imlek Cap Go berarti 15 dan Meh Perayaan, yang berarti
perayaan tahun baru imlek dirayakan setiap tanggal 15 di awal
tahun baru yang jatuh di tahun 2020 ini pada tanggal 14 Februari.
Selain acara festival budaya komunitas gie say juga pernah
diundang untuk menghadiri acara buka puasa di pesantren Al
Masthuriyah yang berlokasi di Jl. Nasional III Cibolang,
kecamatan Cisaat Sukabumi, Al Masthuriyah merupakan salah
satu pesantren besar di Sukabumi yang para santri juga juga
banyak dari luar kota. Pimpinan pesantren pada saat itu yang
memiliki jaringan atau hubungan dengan petinggi komunitas gie
say yang mengundang barong gie say untuk menghadiri acara
buka puasa bersama. Demikian sebagai wujud toleransi para
anggota komunitas yang dominan Chinese berbaur mengikuti
kegiatan buka bersama tersebut. 22
22 Wawancara bersama Ko Deni Herwanto tanggal 18 Agustus 2020
pukul 19.20 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
71
4. Kegiatan lainnya
Selain kegiatan inti latihan barong di komunitas, komunitas
ini juga sering melakukan liburan bareng meskipun cuma sekedar
makan makan bersama, ini bertujuan agar disetiap anggota
semakin akrab. Pengurus komunitas juga mengadakan kegiatan
sosial kepada anggota gie say yakni pada saat ada anggota yang
sakit, menjenguk dengan menggunakan uang kas komunitas dan
juga memberikan bantuan pada saat covid kepada anggota
komunitas yang memerlukan bantuan.
Gambar.3.6 Sreenshoot ajakan pengurus kepada anggota untuk makan makan
bersama.
Sumber : Linimasa Facebook Grup Gie Say23
23 http://bit.ly/datagiesay diakses pada 24 Agustus 2020
72
F. Prestasi Komunitas Persaudaraan Gie Say
1. Barong Samsi Tonggak – Juara 4 World International
Dragon & Lion Dance Tournament 2002 di Jiangdu,
China
2. Liong - Ranking 6 Kejuaraan Dunia 2002 di Malaysia.
3. Liong – Ranking 7 Singapore Open 2003 di Singapura.
4. Liong – Juara 1 Kejuaraan Nasional 2002
5. Liong – Juara 1 Kejuaraan Nasional 2003
6. Barong Samsi Lantai – Ranking 4 Kejuaraan Nasional
Presiden Cup 2006 di Sragen.
7. Dan beberapa kejuaraan daerah lainnya.24
24 Studi dokumentasi penulis pada buku sejarah Vihara Widhi Sakti dan
juga ditulis dalam deskripsi Grup Facebook Gie Say,
https://web.facebook.com/groups/giesay
73
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Komunitas Persaudaraan Gie Say merupakan sebuah
komunitas budaya Tionghoa yaitu Barongsay. Barong Say
merupakan sebuah kesenian budaya Tionghoa yang sudah diakui
ke dalam kesenian olahraga di FOBI (Federasi Olahraga Barong
Say Indonesia) sejak tahun 2012. Sejak saat itu para pemain
barong Saydi sebut sebagai Atlet Barongsay, karena pada
dasarnya gerakan gerakan pada atraksi Barongsai merupakan
gerakan beladiri Wu Shu dan Kungfu. Sejak saat itu pula barong
Say diakui sebagai salah satu budaya di kota Sukabumi dan
menjadi identitas budaya Tionghoa di Sukabumi.
Dalam komunitas ini terdiri dari berbagai anggota budaya
yang berbeda beda, yaitu dari etnis Tionghoa Totok, Tionghoa
Peranakan, Sunda, Jawa, dan Batak. Berikut bagan anggota
komunitas persaudaraan Gie Say berdasarkan jumlah etnisnya.
Bagan 4.1
Persentase Jumlah Anggota Gie Say berdasarkan Etnisnya
Sumber : Olahan Data Primer Penulis (2020)
25%
30% 25%
10% 10%
Persentase Jumlah Anggota Komunitas
Persaudaraan Gie Say
Etnis Tionghoa
TotokEtnis Tionghoa
PeranakanEtnis Sunda
Etnis Jawa
Etnis Batak
74
Senior komunitas Persaudaraan Gie Say yang beretnis
Tionghoa dan berlatar agama Budha tidak memandang etnis,
budaya, ataupun agama dalam merekrut anggota. Sebagaimana
dituturkan oleh Reyhan Mahendra salah satu anggota komunitas
etnis Sunda Muslim.
“Ada ke ko Dede (Rendri) di DM Instagra. Ko boleh ikut Gie
Sayga, datang aja minggu latihan aja disini berdua sama
Nico. Kita pas masuk ga ditanya dari suku mana agama nya
apa, Cuma latihan hobi serius belajar disini”.1
Data hasil wawancara tersebut juga didukung dengan
temuan data penulis melalui Interner Searching sebagai berikut :
Gambar 4.1
Postingan Orang yang bertanya cara gabung di Gie Say
Sumber : Linimasa Facebook Grup Gie Say
1 Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 11 Agustus 2020 pukul
17.30 WIB di Komunitas Persaudaraan Gie Say
75
Gambar tersebut menunjukkan bahwa ada orang lain yang
berusaha gabung ke komunitas Gie Say dengan cara join grup
facebook komunitas Gie Say dan bertanya melalui linimasa
facebook grup Gie Say, terlihat interaktif juga dalam kolom
komentar pengurus Gie Say yang berusaha menjawab bagaimana
caranya untuk bisa gabung di komunitas Gie Say.
Meskipun begitu dalam praktik nya dalam komunitas ini
tidak terlepas dari permasalahan, yakni mengenai fanatisme
agama, keluwesan serta keterbukaan pengurus komunitas dalam
menerima anggota menyebabkan kemajemukan anggota lintas
agama dan budaya. Ko Rendri selaku pengurus komunitas
menuturkan bahwa fanatisme agama terjadi ketika salah satu
anggota yang beragama Kristen tidak disetujui oleh pendeta nya
untuk mengikuti budaya barongsay, karna khawatir akan
mempengaruhi agama yang dianutnya. Padahal di komunitas Gie
Say sendiri tidak ada anggota yang diharuskan untuk berpindah
agama untuk mengkuti kesenian barong Say ini. Adapun wujud
penolakan orang kristen terhadap budaya barong Say itu adalah
tidak boleh sama sekali memegang dupa pada saat ritual
sembahyang barongsay. Begitupun serupa dengan anggota lain
yang beragama Katolik. Pendeta nya yang terlalu fanatik terhadap
agama membuat mereka keluar dari komunitas Persaudaraan Gie
Say dan pengurus pun tidak menahan dan tidak
mempermasalahkan hal itu.2
2 Wawancara bersama Ko Rendri Permana, tanggal 18 Agustus 2020
pukul 19.00 WIB di sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
76
Selain anggota yang beragama Kristen dan Katolik ada juga
anggota komunitas yang beragama islam tidak dizinkan oleh
orang tuanya untuk ikut di komunitas ini, namun anggota itu
begitu kekeh ingin mengikuti kegiatan barongsay, sehingga untuk
latihan barong dan segala aksesoris Gie Say yang dia punya harus
disembunyikan dari orangtuanya. Dari pihak pengurus Gie Say
pun tidak bisa memaksakan kehendak anggota itu karna memang
betul betul ingin bergabung di komunitas Persudaraan Gie Say
untuk mendapatkan ilmu dan juga prestasi. 3
Persoalan lainnya dalam komunitas Gie Say adalah
keegoisan anggota pada saat seleksi para pemain barong. Ketika
akan mengadakan suatu perlombaan atau kompetensi barong Say
pengurus akan memilih anggota terbaik untuk mengikuti
kompetisi yaitu dengan cara seleksi. Pengurus tidak membedakan
mana anggota baru dan mana yang lama, tetapi yang pengurus
pilih adalah anggota yang benar benar sudah mumpuni dan layak
untuk mengikuti perlombaan. Dalam kasus ini ada anggota yang
baru beberapa kali latihan, namun atas kesungguhan dan
keuletannya dipilih untuk ikut kompetisi, sedangkan anggota lain
yang sudah lama bergabung tidak dipilih karena memang belum
layak. Begitulah terjadi ketimpangan pemikiran di pihak anggota
yang merasa disisikan. 4
Untuk mengatasi masalah diatas pengurus Gie Say
mengatasi nya dengan cara komunikasi tatap muka ke anggota
3 Wawancara bersama Ko Rendri Permana, tanggal 18 Agustus 2020
pukul 19.00 WIB di sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
4 Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan, tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
77
yang bersangkutan secara langsung, dan melalui komunikasi
publik dengan cara menasehati anggota dan menjelaskan nya
secara baik baik. Sebagaimana dituturkan oleh Ko sabar dalam
wawancara bersama penulis,
“biar ga ngambek lagi tergantung mereka juga, ada anak
yang nerima ada anak yang ga nerima juga ada yang
menyerah ada, latihan ga sampai ilmu mah banyak disini itu,
Melakukan pendekatan personal kenapa tidak ngerti
langsung ga melalui media, kumpul juga, jelaskan kenapa
yang lain belum terpilih. Karna kita menjaga nama baik”.5
Penulis mengumpulkan data selama kurang lebih dua
minggu di tempat penelitian yaitu di Odeon Sukabumi dengan
mengumpulkan data dengan cara triangulasi sumber yaitu dengan
memilih enam informan, tiga diantaranya merupakan etnis
Tionghoa Totok dan tiga lainnya merupakan etnis Sunda asli.
A. Proses Adaptasi Budaya Etnis Tionghoa dan Sunda di
Komunitas Persaudaraan Gie Say
Terdapat empat fase dalam proses adaptasi ditambah
dengan fase perencanaan. Tahapan dalam proses pengadaptasian
budaya adalah sebagai berikut :
1. Fase Perencanaan
Fase ini adalah tahap ketika seseorang masih berada pada
kondisi asalnya dan menyiapkan segala sesuatu, mulai dari
ketahanan fisik sampai kepada mental, termasuk kemampuan
5 Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
78
komunikasi yang dimiliki untuk dipersiapkan, yang nantinya
digunakan pada kehidupan barunya. 6
Dalam proses gabung di komunitas Persaudaraan Gie Say,
mereka dibantu pihak anggota keluarga atau saudara Chinese jadi
ada unsur kekerabatan sehingga mereka bisa berbaur. Ditambah
juga mereka dari dulu kepercayan komunitas nya melaksanakan
sumpah setia persaudaraan dengan menetes kan darah , jadi
kepercayaan itu yang dipegang teguh komunitas sehingga
komunitas bisa terlihat lebih solid bahkan dri penduduk pribumi.
Sebenarnya proses adaptasi mereka sebelum masuk komunitas
sudah berproses di lingkungan nya sehingga ketika sudah di
komunitas berbaur seperti biasa dan berjalan lebih mudah.
“Enggak, dibawa sama orangtua kesini, pada hari Minggu
kesini langsung bertanya, boleh ga ikut latihan disini. Mereka
ga nanya orang Sunda atau agama juga engga, serius pas
saya nanya ada biaya nya pun untuk masuk ga ada disini itu
bentul betul gratis. Tujuan utama nya mereka nyari
persaudaraan tidak ada biaya malah kita disini dapat ilmu
dalam segi olahraga, dan belajar organisasi. Terus terang
saya ngerti organisasi disini di Gie Say. Mulai saya jadi
anggota sampai di percaya jadi pelatih”7
“Karena hobi, dan dari kecil sudah sering lihat barong Say
sewaktu acara Cap Go Meh, jadi penasaran aja sama budaya
mereka”8
“Dari kecil sering liat Cap Go Meh, jadi suka dan tertarik
untuk gabung di komunitas nya”9
6 Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 375
7 Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
8 Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 17 Agustus 2020 pukul
18.30 WIB di Kedai Dapur Anugrah
79
Dua kutipan terakhir di atas dari Reyhan dan Nico, proses
adaptasi terhadap budaya barong Say sudah terjadi di
lingkungannya, jauh sebelum mereka gabung di komunitas
mereka sudah sering melihat atraksi barong Say ketika ada acara
Cap Go Meh, sehingga itu yang membuat mereka merasa tertarik
dan berpandangan terbuka terhadap komunitas ini.
2. Fase Periode Bulan Madu (honeymoon)
Fase ini merupakan fase seseorang telah berada di
lingkungan barunya dan merasa bahwa ia dapat menyesuaikan
diri dengan budaya baru yang menyenangkan karena penuh
dengan orang-orang baru, serta lingkungan dan situasi baru.
Tahap ini adalah tahap seseorang masih memiliki semangat dan
rasa penasaran yang tinggi serta menggebu-gebu dengan suasana
baru yang akan dijalani. 10
Dalam tahap ini setelah etnis Sunda mempersiapkan mental
dengan bertanya dan dukungan keluarga, etnis Tionghoa atau
senior yang mendominasi komunikasi pada mulanya, senior etnis
Tionghoa berusaha membuat anggota baru merasa nyaman
bergabung di komunitas baru nya. Adapun cara yang dilakukan
oleh etnis Tionghoa adalah dengan mengajak ngobrol atau
komunikasi santai membicarakan soal sejarah Gie Say, sejarah
barongsay, hingga tentang kompetensi barongsay, senior
berkomunikasi dengan gaya bicara yang rileks dan terkadang
menggunakan Bahasa Sunda untuk menyesuaikan. Kemudian
9 Wawancara bersama Nico Sebastian tanggal 17 Agustus 2020 pukul
18.30 WIB di Kedai Dapur Anugrah
10
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 375
80
pada tahap kedua setelah senior berhasil membuat anggota baru
merasa nyaman, mereka para anggota baru itu akan bersikap
luwes dan terhadap senior nya, sikapnya sudah tidak
menunjukkan rasa malu lagi, tapi sudah seperti ke keluarga atau
teman dekat sendiri. Etnis Sunda sebagai anggota baru di
komunitas sudah merasakan perbedaan budaya dan mampu
menerima dan mengimplikasikannya dengan baik.11
Pada saat itulah senior dapat melihat sikap asli dari para
anggotanya, sehingga dapat lebih bisa mengontrol sikap dan
menimalisir terjadinya sebuah konflik di komunitas. Dapat
terbukti hingga saat ini hampir tidak ada konflik yang berkaitan
dengan perbedaan budaya.
3. Fase Frustasi (frustration)
Sebuah periode ketika daya tarik akan hal-hal baru dari
seseorang perlahan-lahan mulai berubah menjadi rasa frustasi,
bahkan permusuhan, ketika terjadi perbedaan awal dalam hal
bahasa, konsep, nilai-nilai simbol-simbol yang familiar.12
Pada fase ini, di komunitas Gie Say tidak se ekstrim
penjabaran diatas, namun ketika proses adaptasi etnis Sunda ke
budaya Tionghoa atau barong Say itu hanya terjadi dalam
perbedaan bahasa, banyak sekali etnis Tionghoa totok yang
kesulitan memahami Bahasa Sunda. Begitupun etnis Sunda yang
kesulitan memahami Bahasa Mandarin.
11 Wawancara bersama ko Rendri dan ko Deni tanggal 18 Agustus 2020
pukul 19.00 di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
12
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 375
81
Namun itu tidak menjadi permasalahan yang begitu besar,
ketidak fahaman mengenai perbedaan bahasa tersebut tidak
membuat mereka untuk menghindari komunikasi, bahkan
terkadang menjadi bahan candaan yang tentunya membuat
mereka menjadi lebih dengan hubungannya.
Pada awalnya mereka tertawa ketika mendengar bahasa
asing bagi mereka, pada saat itu perasaan mereka adalah
kebingungan, jika menjawab menggunakan bahasa asing takut
salah, kekhawatiran dalam kesalahan menafsirkan makna bahasa
asing juga menjadi ciri dari fase frustasi dalam tahap ini.
Seperti dituturkan oleh ko Rendri (Etnis Tionghoa) dalam
wawancara,
“ya kalau lagi ga ngerti bahasa Sunda saya ketawa, mau
jawab pakai bahasa Sunda takut salah, tapi mau jawab pakai
bahasa Indonesia juga takut salah mengartikan maknanya”
4. Fase Penyesuaian Ulang (readjustment)
Fase penyesuaian yaitu ketika seseorang mulai
menyelesaikan krisis yang dialami pada fase frustasi.
Penyelesaian ini ditandai dengan proses penyesuaian ulang dari
seseorang untuk mulai mencari cara, seperti mempelajari bahasa,
simbol-simbol yang dipakai, dan budaya dari penduduk
setempat.13
Kemudian untuk mengatasi ini mereka bertanya dan
memberikan informasi tentang bahasa asing yang tidak diketahui
makna dan artinya tersebut. Pada tahap ini juga mereka
13 Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, Komunikasi dan Perilaku Manusia,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 375
82
menyadari bahwa mereka dengan ini mendapatkan sebuah
wawasan dna pengalaman baru, dan ini membuat mereka merasa
lebih nyaman dalam menghargai perbedaan.
“ya bertanya langsung kalau ga ngerti, tapi kadang di iyain
aja sih”14
“bersama saling bertanya, saling mempelajari, pencak silat
kolebs barongsay, budaya Sunda dan budaya Tionghoa
sama sama budaya yang di Sukabumi, jalan bersama”15
“bertanya langsung maksud kata yang gak faham”16
“menerimanya dan jadi pengetahuan baru untuk saya”17
“lebih sering ngobrol dan saling ngasih wawasan”18
5. Fase Resolusi (resolution)
Tahap ini merupakan tahap terakhir dari proses adaptasi
budaya. Tahap ini berupa jalan terakhir yang diambil seseorang
sebagai jalan keluar dari ketidaknyamanan yang dirasakannya.19
Dalam tahap ini, etnis Tionghoa menjadi lebih terbiasa
menggunakan Bahasa Sunda yang umum dalam berkomunikasi,
meskipun etnis Tionghoa ini belum pandai berbicara bahasa
Sunda tetapi mereka mencoba mengunakan Bahasa Sunda itu
14 Wawancara bersama Ko Putra tanggal 17 Agustus 2020 pukul 14.18
WIB di DM Instagram.
15
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
16
Wawancara bersama Ko Rendri Permana tanggal 11 Agustus 2020
pukul 17.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
17
Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 17 Agustus 2020 pukul
18.30 WIB di Kedai dapur Anugrah
18
Wawancara bersama Nico Sebastian tanggal 17 Agustus 2020 pukul
18.30 WIB di Kedai dapur Anugrah
19
Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, Komunikasi dan Perilaku Manusia,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 375
83
sebagai pendekatan ke anggota lain yang juga merupakan etnis
Sunda.
“Sering manggil teteh akang. Sering bilang teteh atau akang
ke orang Sunda, kadang jadi agak lebih luwes sama orang
orang disini.”20
Begitupun sama ketika etnis Tionghoa menyapa dengan
Bahasa Mandarin, setelah etnis Sunda mengerti makna dan arti
Bahasa Mandarin tersebut, orang Sunda tersebut bisa mengikuti
dan menyesuaikan.
Namun dalam hal lain hasil wawancara penulis bersama salah
satu etnis Tionghoa melalui DM instagram menyatakan bahwa, ia
ketika tidak mengerti bahasa Sunda, memutuskan untuk meng-
iyakan saja, sehinga jarang ada obrolan lebih sama orang Sunda
karna faktor bahasa.
Gambar 4.2
(sumber : Wawancara melalui DM Instagram)
20 Wawancara bersama Ko Putra tanggal 17 Agustus 2020 pukul 16.30
WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
84
NO
Proses Adaptasi
Budaya
Anggota Etnis
Tionghoa Anggota Etnis Sunda
1. Fase Perencanaan Memerhatikan
lingkungan sekitar
Dibantu oleh keluarga
budaya Tionghoa,
Bertanya melalui media
sosial DM Ig
2. Fase Bulan Madu
(Honeymoon)
Melakukan
pendekatan personal
kepada etnis Sunda
dengan membuka
obrolan, cerita tentang
sejarah komunitas,
dll., setelah anggota
baru etnis Sunda
merasa nyaman, akan
keluar karakter dari
masing masing
anggota, kemudian
pengurus bersikap
sebagaimana karakter
masing masing untuk
menghindari konflik
dan harmonisasi
komunoitas.
Merasa nyaman dengan
sikap terbuka dari
senior, dan bisa
menyesuaikan dengan
perbedaan budaya dari
etnis Tionghoa.
3. Fase Frustasi
(Frustation)
Ada rasa khawatir dan
takut saat ingin
menjawab anggota
etnis Sunda yang
mengajak komunikasi
dengan bahasa Sunda.
Perbedaan agama
membuat salah satu
anggota komunitas
etnis Sunda yang
beragama islam harus
mengikuti kegiatan
secara sembunyi
sembunyi dari
orangtuanya.
4.
Fase Penyesuaian
Ulang
(Readjusment)
Mulai mempelajari
bahasa Sunda dengan
cara bertanya langsung
Melakukan kegiatan
komunitas dengan cara
sembunyi sembunyi
dari izin orangtuanya.
85
5. Fase Resolusi
(Resolution)
Ada dua karakter etnis
Tionghoa yang
mengalami fase ini,
diantaranya :
1. lebih memilih untuk
mengangguk saja dan
berusaha menghindar
tidak berkomunikasi,
2. Anggota etnis
Tionghoa lebih sering
menggunakan bahasa
Sunda dalam
kehidupan sehari
harinya, hingga dialek
atau nada bicara nya
mengikuti.
Mencoba
mempraktikan Bahasa
Mandarin dalam bentuk
salam sapa, dan
menggunakan
panggilan Ko untuk
anggota laki laki di
komunitas dan
panggilan Ci untuk
perempuan di
komunitas.
Tabel 4.1
Proses Adaptasi Etnis Tionghoa dan Sunda di Komunitas Gie Say
B. Pola Komunikasi Antar Pribadi pada Anggota Komunitas
Persaudaraan Gie Say
Pola komunikasi antar pribadi dalam komunitas Gie Say
meliputi komunikasi verbal, non verbal, isi pesan yang
disampaikan, kemudian menggunakan media apa, kegiatan yang
dilakukan apa saja, dan menimbulkan efek komunikasi yang
seperti apa.
Komunikasi verbal dalam komunitas persaudaraan Gie
Say antar etnis Cina dan Sunda menggunakan Bahasa Indonesia,
Sunda, dan Mandarin. Dominan nya mereka menggunakan
Bahasa Indonesia namun dalam siatusi non formal menggunakan
Bahasa Sunda. Mereka juga menggunakan Bahasa Mandarin
seperti Ni hao, Ni hao Ma,
86
“Memperkenalkan diri, baik baik respon nya bagus kalau
ketemu ucapkan salam, Ni hao, Ni hao ma,”21
Dalam komunitas ini lazimnya laki laki dipanggil Ko dan
Ci untuk panggilan perempuan. Terkadang menggunakan akang
teteh kepada orang Sunda untuk memperakrab dan
menyesuaikan.
Kemudian komunikasi non verbal yang terlihat adalah
pada saat orang Tionghoa tidak mengerti bahasa Sunda yang
diungkapkan menunjukannya dengan tertawa, mengangguk dan
mengerutkan kening dengan tatapan mata yang tajam
menandakan kebingungan. Begitu pula dengan orang Sunda
mengerutkan kening atau kepala mengangguk ketika tidak
mengerti bahasa mandarin yang diucapkan itu apa. Berikut ujaran
Rey salah satu anggota etnis Sunda ketika tidak mengerti Bahasa
Mandarin.
“ya kalau lagi ga ngerti awalnya kebingungan dan langsung
nanya, hah artinya apa” 22
Ko Rendri juga sebagai etnis Tionghoa mengatakan saat dia
tidak faham dengan Bahasa Sunda,
“kalau lagi ga ngerti sama Bahasa Sunda paling saya ketawa
ketawa mau jawab pakai Bahasa Sunda takut salah, tapi mau
jawab pakai Bahasa Indonesia juga takut salah menafsirkan
katanya saya juga”23
21 Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 11 Agustus 2020 pukul
17.30 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
22
Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 17 Agustus 2020 pukul
18.05 WIB di kedai Dapur Anugrah
23
Wawancara bersama Ko Rendri Permana tanggal 18 Agustus 2020
pukul 19.00 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
87
Bahasa non verbal yang diungkapkan di komunitas adalah
salam pertemuan, salam pertemuan menggunakan salam
persaudaraan (budaya Tionghoa) disini etnis Sunda mengikuti
budaya dominan, walaupun etnis Tionghoa juga mengetahui
budaya salam sapa entis Sunda. Salam sapa persaudaraan ini
biasa dilakukan di awal pertemuan atau di akhir pertemuan.
Demikian hal ini tidak hanya dilakukan kepada etnis Sunda saja
melainkan juga kepada seluruh anggota Gie Say.
Adapun sikap yang ditunjukkan etnis Tionghoa selaku
tuan rumah atau senior di komunitas adalah dengan cara terbuka,
humble, dan berusaha membuat anggota nya merasa nyaman.
Begitupun orang Sunda berusaha berbaur dengan etnis Tionghoa
atas dasar ketertarikan mereka terhadap budaya Tionghoa. Etnis
Tionghoa yang dominan adalah senior di komunitas tidak pernah
memdang aneh tentang budaya lain, mereka menganggap semua
anggota sama ketika sudah di persatukan di dalam komunitas.
Etnis Tionghoa dan etnis Sunda memiliki satu perspektif yang
sama, yaitu saling terbuka dalam menerima budaya asing dan
jika terdapat sebuah perbedaan, mereka jadikan itu sebagai
wawasan baru bagi mereka.
“baik, terbuka dengan senyum dan sedikit candaan jadi ya
lebih mudah berbaur. Sempat takut juga melihat barongnya
sampai nangis. Tapi karena niat yang kuat motivasi dalam
diri untuk bisa berbaur dengan mereka akhirnya bisa juga
melawasan kecemasan itu” 24
24 Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 21 Juli 2020 pukul
11.30 WIB di DM Instagram
88
“baik, dan biasa saja sama seperti ketemu orang chinise
lainnya sapa laki laki dengan panggilan ko dan perempuan
dengan panggilan ci”25
“yaa.. canggung engga, terbuka, salam kabar, malu malu,
lama lama malu maluin” 26
Sebuah prespektif mengenai semua anggota dalam
komunitas adalah satu saudara atau keluarga menurut pandangan
penulis juga berdasarkan hasil observasi dan wawancara itu
berkaitan dengan sejarah komunitas itu sendiri, yakni dahulu para
pendiri komunitas Gie Say melakukan janji persaudaraan atau
sumpah setia yang bermaksud semua anggota dalam komunitas
adalah satu saudara, para pendiri terdahulu membuat kesepakatan
itu dengan sebuah ritual meneteskan darah masing masing
anggota pada saat itu kemudian di taruh di sebuah mangkok,
setelah darah terkumpul kemudian di minum bersama sama. Itu
dilakukan sebagai wujud janji setia persaudaraan sesama anggota.
Menurut pandangan penulis pola pikir itulah yang senantiasa
dibudakaan anggota Gie Say dalam melihat perbedaan budaya
bahkan agama antar sesama anggota di komunitas.27
Terkait dengan isi pesan yang sering ungkapkan adalah
tentang sejarah komunitas persaudaraan Gie Say, kemudian
tentang barongsay, tentang perlombaan barongsay, hingga
percakapan santai tentang liburan, ini menandakan bahwa
hubungan mereka sudah sangat dekat. Kemudian disaat waktu
25 Wawancara bersama Nico Sebastian tanggal 11 Agustus 2020 pukul
17.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
26
Wawancara bersama Ko Deni Herwanto tanggal 11 Agustus 2020
pukul 18.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
27
Wawancara penulis bersama Ko Sabar Darmawan, 11 Agustus pukul
16.50 WIB , Sekretariat komunitas Persaudaraan Gie Say
89
senggang mereka juga melakukan atraksi kolaborasi antara
budaya Sunda (pencak silat) dan budaya Tionghoa (barongsay).
Jelas disini terlihat kerukunan anggota budaya antara etnis
Tionghoa dan etnis Sunda.
“Makan bareng, ka mall , tempat wisata dll”28
Hal serupa juga di ungkapkan oleh ko Rendri ,
“Ngobrolin masa lampau, yang senior cerita ke yang junior
pengalaman tentang gis say, latihannya harus ditingkatkan
lagi, makan makan masak”29
“Banyak bidang bidang , senam, liong, latihan barong samsi,
kalau ada waktu senggang ngobrol. Kalau lagi serius serius,
kalau lagi becanda becanda kekeluargaan nya lebih terasa”30
Berikut penulis tambahkan foto kegaitan makan bersama etnis
Tionghoa dengan salah satu anggota Gie Say Sunda Muslim yang
bernama Muhammad Yusup Ihsan,
Gambar 4.3
Sumber : Dokumentasi Perjuangan Utomo Putra
28 Wawancara bersama Ko Putra tanggal 11 Agustus 2020 pukul 16.30
WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
29
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
30
Wawancara bersama Ko Rendri Permana tanggal 11 Agustus 2020
pukul 17.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
90
Selain itu ada juga dokumentasi lainnya tetang hubungan
komunikasi budaya etnis Sunda dan Tionghoa yang penulis
temukan di media sosial Facebook milik Muhammad Yusup
Ihsan dengan komentar nya,
Gambar 4.4 Gambar 4.5
Sumber : Linimasa Facebook Muhammad Yusuf Ihsan
Dalam gambar tersebut terlihat ko Rendri (Informan Etnis
Tionghoa) bersama salah satu anggota Gie Sayber etnis Sunda
yang bernama Muhammad Yusuf Ihsan, dengan Caption “ini
kami hidup apa adanya tanpa kemewahan tapi bahagia /m/”
seolah menunjukkan bahwa di antara mereka tidak ada sama
sekali terlintas perbedaan agama, dan etnis atau budaya.
Selain itu mereka juga melakukan interaksi komunikasi
melalui media sosial yaitu grup WhatsApp, disana mereka saling
berinteraksi dengan harmonis, tanpa ada yang mendominasi baik
etnis Tionghoa maupun Sunda. Mereka juga melalukan interaksi
di kolom komentar Facebook dan Instagram dan terlihat begitu
interaktif.
91
Gambar 4.6 Sumber : Screenshoot Grup WhatsApp Komunitas Gie Say (diambil
dari handphone Nico Sebastian)
Terlihat dari diskusi diatas sesama anggota Sunda dan etnis
Tionghoa begitu cair walaupun melalui media grup, Reyhan
Mahendra yang dalam kontak nya Nico dinamai Cilok itu terlihat
santai menanggapi gurauan dari anggota etnis Tionghoa yang
bernama ~Han itu.
Kemudian efek komunikasi budaya yang dihasilkan setelah
seringnya terjadi komunikasi antar etnis Tionghoa dan Sunda
adalah orang Tionghoa menjadi lebih terbuka dan lebih luwes
dalam berkomunikasi dengan orang Sunda, lebih banyak
mengerti tentang bahasa dan budaya Sunda sehingga secara
praktik dapat bermanfaat ketika orang Tionghoa tersebut
berkomunikasi dengan orang Sunda di luar anggota komunitas
yakni masyarakat sukabumi. Kemudian efek komunikasi yang
92
dirasakan oleh orang Sunda setelah banyak melakukan interaksi
dengan orang Tionghoa adalah mereka lebih open minded dan
pola pikir mereka lebih terbuka budaya luar sehingga dapat lebih
menghargai perbedaan.
Sebagaimana dituturkan ole informan sebagai berikut,
“lebih bisa menerima perbedaan perbedaan yang ada
sehingga merubah pola pikir saya tentang perbedaan saya
jadi lebih menghargai pendapat orang lain. Kalau main lion
ga boleh egois. Harus sehati aja kompak.”31
“lebih open minded lebih bisa menghargai orang lain jadi
lebih bisa melihat dari sudut pandang orang lain itu
gimana”32
“jadi lebih belajar lagi, dari awalnnya nakal jadi lebih baik,
bicara yang senior gimna, sikap terbuka mencari jati diri” 33
“saling menghargai, menghormati sesama yang lain, jail jail
serius serius bisa menyesuaikan.”34
NO Bentuk
Komunikasi Etnis Tionghoa Etnis Sunda
1.
Komunikasi
Verbal (lisan dan
tulisan)
Menggunakan Bahasa
Indonesia dalam
berkomunikasi, untuk
menyampaikan
informasi, meluapkan
Menggunakan Bahasa
Indonesia dan Sunda
untuk menyampaikan
informasi, meluapkan
perasaan, dan
31 Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 11 Agustus 2020
pukul 17.30 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
32
Wawancara bersama Nico Sebastian tanggal 11 Agustus 2020 pukul
17.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
33
Wawancara bersama Ko Deni Herwanto tanggal 11 Agustus 2020
pukul 18.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
34
Wawancara bersama Ko Rendri Permana tanggal 11 Agustus 2020
pukul 17.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
93
perasaan, dan pemikiran.
Terkadang menggunakan
bahasa Sunda kasar
sebagai simbol atau
wujud keakraban.
Menggunakan pangilan
Ko untuk laki laki dan Ci
untuk perempuan
pemikiran,
Menggunakan pangilan
Ko untuk laki laki dan
Ci untuk perempuan
2. Komunikasi Non
Verbal
Senyum, tertawa,
mengerutkan kening saat
tidak mengerti bahasa
Sunda. Salam pertemuan
dengan mengepalkan
tangan kanan kemudian
tangan kanan dikepal
oleh tangan kiri dan
membungkukkan badan
Mengerutkan kening,
menggelengkan kepala.
Salam pertemuan
dengan merapatkan
kedua tangan dan
membungkukkan
badan.
3. Sikap yang
ditunjukkan
Bersikap terbuka, tidak
memandang aneh aneh
budaya asing (Sunda)
Terbuka, dan berusaha
berbaur.
4. Isi pesan dalam
komunikasi
Tentang sejarah komunitas Tionghoa (senior ke
junior), tentang barongsay, kehidupan sehari hari,
fun dan liburan.
5. Kegiatan yang
sering dilakukan
Latihan, kolaborasi budaya (pencak silat dan
barong), jalan jalan ke mall, dan temphat wisata
lainnya.
94
6.
Media yang
digunakan untuk
komunikasi
Komunikasi tatap muka, media grup whatsApp,
facebook, dan Instagram.
7. Efek komunikasi Lebih terbuka, dan lebih
luwes.
Open minded, lebih
menghargai perbedaan.
Tabel 4.2
Tabel Pola Komunikasi Antar Pribadi Etnis Tionghoa dan Sunda
di Komunitas Persaudaraan Gie Say
C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Komunikasi
Antarbudaya Pada Komunitas Persaudaraan Gie Say
dan Solusinya.
1. Faktor Pendukung Komunikasi
Ada beberapa faktor yang menjadi pendukung komunikasi
antar pribadi etnis Tionghoa dan etnis Sunda yaitu keterbukaan,
kesamaan hobi, Persamaan perspektif/cara pandang/pola pikir,
sering mengadakan pertemuan nonformal, dan juga mereka
mampu memahami kondisi kapan mereka harus serius ataupun
kapan mereka harus bercanda.
a. Keterbukaan
Keterbukaan merupakan awal dari kunci berhasilnya sebuah
komunikasi, sebagaimana hal ini dilakukan oleh etnis Tionghoa
dan etnis Sunda yang sama sama terbuka dalam menyambut
kehadirannya di komunitas. Sebagaimana diungkapkan :
“Keterbukaan, mereka kadang ketakutan pindah agama lah
enggak, justru agama saya silahkan jalankan. Ya masing
masing solat solat, silahkan masing masing makanya kita
mah mereka sebab akibat . tanam baik tumbuh baik. Jadi
95
nggak kamu harus agama Budha jadi harus mempelajari
agama ini. Lebih rajin lebih bagus, Bercandanya juga mereka
tidak dibawa ke hati, udah jadi sodara sih maksudnya dalam
segi apapun menurut saya pribadi lebih terbuka aja. Malah
saya juga akrab sama orang tuanya kita juga datang ke
rumahnya Walaupun mereka asli totok”35
“Baik terbuka dengan senyum dan sedikit candaan jadi ya
lebih mudah berbaur. Sempat takut juga melihat barongnya
sampai nangis. Tapi karena niat yang kuat motivasi dalam
diri untuk bisa berbaur dengan mereka akhirnya bisa juga
melawasan kecemasan itu”36
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwasanya
senior dari etnis Tionghoa ketika menyambut anggotanya tidak
pernah dibiarkan begitu saja, tetapi diajak ngobrol dan dibuatnya
merasa nyaman. Hal lainnya juga diungkapkan serupa oleh ko
Rendri :
“Disini yang tua tua nya bisa ngikutin yang senior nya
terbuka sama anggota baru”37
b. Kesamaan Hobi dan Tujuan yang sama
Setelah dilakukan wawancara mendalam, unsur pendukung
komunikasi antar etnis Tionghoa dan Sunda adalah mereka
memiliki ketertarikan yang sama atau satu hobi, mereka sama
sama menyukai olahraga yakni gerakan gerakan beladiri kungfu
barongsay. Selain itu mereka juga meiliki tujuan yang sama yaitu
untuk berprestasi. Setelah diakuinya barong Saydi FOBI
35 Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
36
Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 11 Agustus 2020
pukul 17.30 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
37
Wawancara bersama Ko Rendri Permana tanggal 11 Agustus 2020
pukul 17.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
96
(Federasi Olahraga Barong SayIndonesia) mereka semakin
semangat untuk berprestasi di komunitas Persaudaraan Gie Say.
“sehobi dengan mereka, mau terbuka, ga membeda
bedakan”38
“sama sih sehobi, sama pengen sama sama berprestasi
juga” 39
c. Persamaan Pola Pikir/Perspektif
Dalam proses adaptasi dari Etnis Tionghoa maupun Etnis
Sunda sama sama memiliki pola pikir/perspektif yang sama,
sebagaimana di ungkapkan :
“baik, dan biasa saja sama kayak ketemu orang chinise
lainnya sapa ke laki laki dengan panggilan Ko dan
perempuan dengan panggilan Ci” 40
“biasa aja tidak berpikir aneh aneh, sudah seperti keluarga
sendiri”41
“menurut saya pribadi sangat berharga sekali ya buat
pribadi saya juga kebetulan mempelajari budaya ini mereka
juga pada nyari ayok pengen sama sama belajar”42
“saya pribadi ga pernah nanggepin perbedaan semua sama
cuma mungkin saya kadang ngerti kadang ga ngerti pakai
bahasa Sunda ga lancar, suka nanya nanya ini apa itu apa”43
38 Wawancara bersama Reyhan Mahendra tanggal 11 Agustus 2020
pukul 17.30 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
39
Wawancara bersama Ko Deni Herwanto tanggal 11 Agustus 2020
pukul 18.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
40
Wawancara bersama Nico Sebastian tanggal 17 Agustus 2020 pukul
19.00 WIB di Kedai Dapur Anugrah
41
Wawancara bersama Ko Putra tanggal 11 Agustus 2020 pukul 16.30
WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
42
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
43
Wawancara bersama Ko Rendri Permana tanggal 11 Agustus 2020
pukul 17.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
97
“saya pribadi sih ga pernah diambil hati kalau dia mau a ya
a kalau dia mau b ya b kalau saya mah ga diambil pusing
woles saja santuy” 44
d. Sering Mengadakan Pertemuan Non Formal
Agar sebuah anggota bisa lebih akrab lagi antar anggota
yang lain juga, senior atau pengurus seringkali mengadakan acara
makan makan bersama sehingga mereka dapat saling bertukar
informasi yang lebih banyak lagi.
“karena sering kumpul jalan jalan, Makan bareng, ka mall ,
tempat wisata dll.”45
“suka kolaborasi, sempet kolaborasi sama budaya Sunda
pencak silat juga ada jadi bagus juga sih, ingin mendekatkan
dari yang namanya perbedaan saling menghargai”46
“bercandanya mereka tidak dibawa ke hati, udah jadi sodara
sih maksudnya dalam segi apapun menurut saya pribadi lebih
terbuka aja. Malah saya juga akrab sama orang tuanya kita
juga datang ke rumahnya, walaupun mereka asli Totok” 47
2. Faktor Penghambat Komunikasi dan Solusinya
Adapun faktor penghambat dalam komunikasi antar Etnis
Tionghoa dan Sunda adalah pada perbedaan Bahasa. Perbedaan
bahasa membuat mereka merasa kesulitan untuk melakukan
komunikasi yang lebih lanjut, terkadang salah mengartikan dan
terkadang juga salah menafsirkan. Kemudian untuk mengatasi itu
44 Wawancara bersama Ko Deni Herwanto tanggal 11 Agustus 2020
pukul 18.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
45
Wawancara bersama Ko Putra tanggal 11 Agustus 2020 pukul 16.30
WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
46
Wawancara bersama Ko Deni Herwanto tanggal 11 Agustus 2020
pukul 17.10 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
47
Wawancara bersama Ko Sabar Darmawan tanggal 11 Agustus 2020
pukul 16.50 WIB di Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
98
solusinya dengan cara bertanya langsung apa yang tidak di
mengerti ke budaya asing atau memilih menggunakan bahasa
utama (Indonesia).
NO Faktor Pendukung Faktor Penghambat dan
Solusinya
1. Keterbukaan Bahasa
Solusinya : dengan cara
bertanya langsung apa yang
tidak di mengerti ke budaya
asing atau memilih
menggunakan bahasa
utama (Indonesia).
2. Kesamaan hobi dan tujuan yang
sama
3. Persamaan persfektif/cara
pandang/pola pikir
4. Sering mengadakan pertemuan
nonformal
5. Mengerti kondisi
Tabel 4.3 Faktor pendukung dan faktor penghambat komunikasi
antarbudaya Etnis Tionghoa dan Sunda serta solusinya.
99
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis menggunakan
pendekatan Etnografi komunikasi dengan metode penlitian
kualitatif deskriptif, menurut penulis etnografi komunikasi
dengan kualitatif deskriptif saling mendukung dan berkaitan baik
dalam proses pengambilan data maupun teknis penyusunan nya.
Etnografi komunikasi merupakan sebuah pendekatan
penelitian dengan mendeskripsikan kegiatan atau pola prilaku
budaya dalam suatu masyarakat secara sistematis. Etnografi
merupakan ragam pemaparan penelitian budaya untuk memahami
cara orang orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena
teramati dalam kehidupan sehari hari. Etnografi lazimnya
bertujuan untuk menguraikan budaya tertentu secara holistik,
yaitu aspek budaya baik spiritual maupun material.1 Adapun
implementasi dari pendekatan Etnografi Komunikasi dalam
penelitian ini terwujud dalam rumusan masalah penelitian yang
sesuai dengan tujuan penelitian.
Untuk mendapatkan data penulis menggunakan teori
Anxiety/Ancertainty Management (AUM) teori ini menjelaskan
bagaimana pengurangan kecemasan dan ketidakpastian seseorang
dalam komunikasi antar budaya dapat meningkatkan kualitas
komunikasi. Penulis memilih teori ini karena memang dimensi
atau aspek aspek dalam teori ini berhubungan dengan pendekatan
1 Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press, 2012), h. 50-51
100
penelitian tentunya rumusan masalah penulis dalam penelitian ini,
berikut aspek aspek dari penelitian ini berdasarkan teori
Anxiety/Ancertainty Management (AUM).
1. Diri dan Konsep Diri
Konsep diri ini bermakna seberapa bangga atau percaya
diri seorang anggota budaya ketika berkomunikasi dengan
orang asing, untuk itu penulis membuat pertanyaan sebagai
berikut :
a. Apa motivasi anda untuk bergabung di komunitas
Persaudaraan Gie Say?
b. Bagaimana perasaan atau kesan anda saat pertama kali
berkomunikasi dengan orang asing ?
2. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing
Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing akan
mempengaruhi kualitas komunikasi atau pola komunikasi.
Dalam hal ini penulis ingin mengetahui faktor apa yang
membuat etnis Tionghoa termotivasi untuk berkomunikasi satu
sama lain dengan pertanyaan, bagaimana anda bisa termotivasi
untuk berkoomunikasi dengan mereka ? apa penyebabnya ?
3. Reaksi terhadap orang asing
Reaksi terhadap orang asing akan mempengaruhi seberapa
kuat motivasi seseorang dalam berkomunikasi. Dalam poin ini
penulis ingin mengetahui aspek verbal dan nonverbal ketika
etnis Tionghoa dan Sunda saling berkomunikasi dengan
membuat beberapa pertanyaan sebagai berikut:
101
a. Saat pertama kali berkomunikasi dengan orang asing apa
yang pertama kali anda sampaikan/ tunjukkan
(verbal/nonverbal )?
b. Apa saja kegiatan yang anda lakukan ketika bekomunikasi
dengan orang asing ?
c. Adakah hal hal yang membuat anda tidak nyaman ketika
berkomunikasi dengan orang asing ?
d. Apabila anda tidak nyaman saat berkomunikasi dengan
orang asing bagaimana anda menujukan nya ?
4. Kategori sosial dari orang asing
Kategori sosial dalam poin ini yaitu pandangan atau
perspektif seseorang terhadap budaya asing. Pandangan atau
prespektif terhadap budaya asing yang memandang aneh aneh
atau unsur negatif tentunya akan mempengaruhi jalannya
komunikasi, untuk itu penulis ingin mengetahui :
a. Apa prespektif anda terhadap budaya orang asing?
b. Apakah anda mencari informasi terlebih dahulu sebelum
berkomunikasi dengan orang asing ? jika Ya, Jelaskan
dengan cara apa anda mencari Informasi.
5. Proses situasional
Proses situasional adalah bagaimana proses komunikasi
yang terjadi antar etnis etnis Tionghoa dan etnis Sunda.
Mengenai bahasa apa yang digunakan, melakukan apa saja dan
lainnya, berikut beberapa pertanyaannya :
a. Bagaimana anda menggunakan bahasa dengan orang
asing ?
102
b. Berdasarkan pengalaman anda apa saja yang membuat
anda bisa lebih akrab dengan mereka ?
c. Apakah ada persamaan dan perbedaan prespektif (berbeda
prilaku/ sikap/ kepercayaan) dengan orang asing ?
d. Bagaimana/ apa saja persamaan dan perbedaan
kebudayaan mereka dengan anda ?
e. Apakah perbedaan itu menjadi penghambat dalam
interaksi mereka dengan anda ?
f. Bagaimana anda mengatasi perbedaan tersebut ?
6. Koneksi dengan orang asing
Poin terakhir ini adalah bagaimana etnis Tionghoa dan
Sunda melakukan komunikasi yang lebih lanjut apakah
melalui media sosial atau lainnya, untuk mengetahui seberapa
dekat hubungan komunikasi mereka, berikut pertanyaan nya :
a. Apakah anda melakukan komunikasi yang lebih lanjut
melalui media lain dengan orang asing (Tionghoa/Sunda)
seperti media sosial ? jika ya, sebutkan melalui media apa,
dan bagaimana caranya.
b. Adakah perubahan sikap setelah lama berkomunikasi
dengan orang asing ?
A. Analisis Proses Adaptasi Budaya etnis Tionghoa dan
Sunda di Komunitas Persaudaraan Gie Say
Menurut Gerungan adaptasi adalah penyesuaian diri
terhadap lingkungan. Penyesuaian diri berarti mengubah diri
103
pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan atau bisa juga berarti
mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan yang diinginkan. 2
Proses adaptasi budaya menjadi hal utama dalam
terciptanya harmonisasi dalam sebuah komunitas budaya. jika
dalam awal proses adaptasinya dapat berjalan baik, maka dapat
dipastikan komunikasi antarbudaya dalam komunitas itu juga
akan berjalan baik kedepannya. Hasil dari proses adaptasi budaya
akan menentukan sebuah iklim dalam komunitas itu sendiri.
Sebagaimana penulis paparkan proses adaptasi budaya antar
etnis Tionghoa dan Sunda di komunitas Gie Say ini. Terdapat 5
Fase dalam proses adaptasi komunikasi antarbudaya diantaranya
fase perencanaan, fase bulan madu (honeymoon), fase frustasi
(frustration), fase penyesuaian ulang (redjusment), fase resolusi
(resolution).
1. Fase Perencanaan
Fase perencanaan adalah tahap ketika seseorang masih
berada pada kondisi asalnya dan menyiapkan segala sesuatu,
mulai dari ketahanan fisik sampai kepada mental, termasuk
kemampuan komunikasi yang dimiliki untuk dipersiapkan,
yang nantinya digunakan pada kehidupan barunya. 3
Dalam fase perencanaan ini, yang dilakukan etnis
Tionghoa adalah lebih memerhatikan kondisi lingkungan
sekitar masyarakat, sehingga ketika di komunitas sudah bisa
2 W.A. Gerungan 2004. Psikologi Sosial. (Bandung: PT Refika Aditama,
2004), h. 55
3 Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013).h. 375
104
berkomunikasi dengan baik. Etnis Tionghoa dalam proses ini
juga memerhatikan sikap dan karakter anggota etnis sunda
sehingga tau bagaimana dia harus bersikap.
Kemudian dengan etnis Sunda juga demikian melakukan
proses perencanaan dengan mecari tahu kepada saudara nya
yang sesama etnis Tionghoa sehingga orang Sunda juga sudah
banyak tau melalui kerabat nya yang ber etnis Tionghoa, selain
itu etnis Sunda disini juga sudah sering melihat atraksi barong
sebelum gabung di komunitas sehingga lebih terbiasa.
Fase perencaan dalam tahap ini masing masing anggota
antar etnis sudah saling lebih mengenal kebudayaan asing nya
bagi mereka.
2. Fase Bulan Madu (honeymoon)
Fase bulan madu (honeymoon) Fase ini merupakan fase
seseorang telah berada di lingkungan barunya dan merasa
bahwa ia dapat menyesuaikan diri dengan budaya baru yang
menyenangkan karena penuh dengan orang-orang baru, serta
lingkungan dan situasi baru. Tahap ini adalah tahap seseorang
masih memiliki semangat dan rasa penasaran yang tinggi serta
menggebu-gebu dengan suasana baru yang akan dijalani.4
Dalam tahap ini etnis Tionghoa memberikan stimuli
kepada anggota etnis Sunda untuk bisa akrab dan berbaur
dengan mereka, etnis Tionghoa melakukan berbagai
pendekatan baik personal maupun secara kelompok sehingga
etnis Sunda merasa nyaman berkomunikasi dengan mereka.
4 Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013).h. 375
105
Pada tahap ini etnis Tionghoa sangat terbuka dengan etnis
Sunda dan anggota etnis Sunda pun merasa nyaman dan dapat
menerima perbedaan budaya dalam komunitas.
3. Fase Frustasi (frustration)
fase frustasi (frustration) atau sebuah periode ketika daya
tarik akan hal-hal baru dari seseorang perlahan-lahan mulai
berubah menjadi rasa frustasi, bahkan permusuhan, ketika
terjadi perbedaan awal dalam hal bahasa, konsep, nilai-nilai
simbol-simbol yang familiar.5
Dalam fase ini etnis Tionghoa meskipun sduah terbiasa
mendengar Bahasa Sunda namun rupanya tidak semua
mengerti dan paham dengan Bahasa Sunda dalam hal kata
maupun makna nya terkadang perbedaan dialek juga membuat
makna kata berbeda. Kemudian dengan etnis Sunda yang
beragama Islam merasakan fase ini pada saat ritual
sembahyang dimana mereka dituntut untuk bersikap toleran
terhadap adat mereka.
4. Fase Penyesuaian Ulang (redjusment)
Fase penyesuaian ulang (readjustment) yaitu ketika
seseorang mulai menyelesaikan krisis yang dialami pada fase
frustasi. Penyelesaian ini ditandai dengan proses penyesuaian
ulang dari seseorang untuk mulai mencari cara, seperti
5 Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013).h. 375
106
mempelajari bahasa, simbol-simbol yang dipakai, dan budaya
dari penduduk setempat.6
Etnis Tionghoa yang terkadang kesulitan mempelajari
Bahasa Sunda menengahi nya dengan bertanya menggunakan
bahasa Indonesia, sehingga perkara mengenai perbedaan
bahasa disini tidak telalu menjadi penghambat yang besar.
Sedangkan etnis Sunda yang merasa Frustasi dengan
perbedaan adat dalam hal kepercaayn itu pun memutuskan
untuk lebih mendukung dan menghormati budaya adat di
komunitas dengan tanpa meyangkut pautkan dengan agama.
5. Fase Resolusi (resolution)
Fase resolusi (resolution) atau tahap terakhir dari proses
adaptasi budaya. Tahap ini berupa jalan terakhir yang diambil
seseorang sebagai jalan keluar dari ketidaknyamanan yang
dirasakannya.7
Ada dua karakter etnis Tionghoa yang mengalami fase ini,
diantaranya :
a. Lebih memilih untuk mengangguk saja dan berusaha
menghindar tidak berkomunikasi,
b. Anggota etnis Tionghoa lebih sering menggunakan bahasa
Sunda dalam kehidupan sehari harinya, hingga dialek atau
nada bicara nya mengikuti.
Sedangkan Etnis Sunda dalam fase ini adalah
mempraktikan Bahasa Mandarin dalam bentuk salam sapa, dan
6 Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013).h. 375
7 Ruben, Brent D. & Stewart, Lea P, .Komunikasi dan Perilaku Manusia.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013).h. 375
107
menggunakan panggilan ko untuk anggota laki laki di
komunitas dan panggilan untuk perempuan di anggota
komunitas.
Tercapainya adaptasi antar budaya yang maksimal adalah
ketika masing-masing individu pendatang dan individu budaya
setempat saling menerima budaya mereka satu sama lain.
B. Analisis Pola Komunikasi Antar Pribadi pada Anggota
Komunitas Persaudaraan Gie Say Sukabumi
Komunikasi Antar Pribadi adalah komunikasi yang
dilakukan dengan akrab dan sangat mengenal antara orang orang
yang di dalamnya terbatas dan kecil, yang mana diantaranya lebih
saling kenal mengenal.8
Devito mengungkapkan ada beberapa elemen dalam
komunkasi antar Pribadi diantara nya Sumber-Penerima (Source-
Receiver), Encoding-decoding, Kompetensi, Pesan,
Channel (saluran), Noise (gangguan), Konteks, Effects (akibat),
Etika. 9
Berdasarkan elemen menurut Devito diatas, penulis akan
mengklasifikasikan beberapa bentuk komunikasi yang terjadi di
komunitas Persaudaraan Gie Say antar etnis Tionghoa dan Sunda.
Berikut beberapa bentuk komunikasi yang terjadi :
8 Silvia Hanani, Komunikasi Antarpribadi Teori dan Praktik,
(Yogyakarta : Ar-Ruz Media, 2017) , h. 16
9 Diodiputra, Apa Saja Unsusr Unsur dari Komunikasi Interpersonal?,
Dictio, https://www.dictio.id/t/apa-saja-unsur-unsur-dari-komunikasi-
interpersonal/16241, ditulis pada 1 Desember 2019 diakses pada 3 September
2020.
108
1. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal yang terjadi antar etnis Tionghoa dan
Sunda di Sukabumi adalah mereka menggunakan Bahasa
Indonesia sebagai bahasa utama ketika berkomunikasi namun
mereka juga sering menggunakan Bahasa Mandarin mereka juga
menggunakan Bahasa Sunda sebagai bahasa kedua, karena
memang kondisi lingkungan yang menggunakan bahasa Sunda,
meskipun tidak semua kata bisa di mengerti oleh anggota etnis
Tionghoa.
Meskipun begitu tidak jarang orang Tionghoa yang
bercanda dengan orang Sunda menggunakan bahasa Sunda kasar
dan dijadikan bahan candaan bersama orang sunda itu sendiri,
keadaan ini membuat hubungan mereka semakin akrab. Orang
sunda pun sudah terbiasa dengan etnis Tionghoa yang sering
menyapa menggunakan bahasa Mandarin seperti Ni hao, Ni hao
Ma, dll.
Di komunitas, baik pada saat latihan, rapat maupun
pertemuan lainnya mereka mengunakan panggilan Ko untuk laki
laki dan panggilan Ci untuk perempuan meskipun di dalam nya
terdapat anggota dari budaya lain, namun nampaknya budaya
asing dapat menyesuaikan budaya dominan yang menjadi budaya
utama di komunitas ini.
2. Komunikasi Non Verbal
Bentuk komunikasi nonverbal antar etnis Tionghoa dan
Sunda di komunitas ini adalah pertama, ketika di awal pertemuan
mereka saling bertemu mereka menggunakan salam sapa yaitu
salam persaudaraan salam persaudaraan ini adalah etika salam di
109
komunitas ini dengan mengepalkan tangan kanan kemudian
tangan kiri mengepal tangan kanan, di awal pertemuan mereka
seringkali melakukan salam persaudaraan meskipun dalam adat
sunda salam pertemuan adalah hanya merapatkan atau
menempelkan kedua telapak tangan di depan dada dan kemudian
bungkukkan, namun etnis Sunda disini menghargai budaya
komunitas dan menerimanya.
Selain itu, unsur komunikasi non verbal yang terjadi adalah
pada saat etnis Tionghoa maupun etnis sunda tidak mengerti
dalam hal perbedaan bahasa, etnis Tionghoa menunjukkannya
dengan tertawa, mengerutkan kening dan menggelengkan kepala
bahkan memilih diam pada saat tidak mengerti bahasa sunda.
Kemudian orang Sunda saat tidak mengerti Bahasa Mandarin
yaitu dengan cara mengeritkan kening dan menggelengkan
kepala.
Pengungkapan secara nonverbal sangat berguna dalam
penegasan penegasan, pengulangan, pengayaan, pengayaan atau
pelengkap, dan penyindiran dalam komunikasi kita sehari hari. 10
3. Sikap yang ditunjukkan
Sikap yang ditunjukkan oleh etnis Tionghoa adalah
terbuka karena mereka memiliki sebuah presprektif atau pola
pikir yang sama yakni mereka tidak memandang budaya asing itu
asing bagi mereka, mereka baik itu dari etnis Tionghoa maupun
Sunda tidak beranggapan aneh aneh terhadap budaya asing
10 Silfia Hanani, Komunikasi Antarpribadi Teori dan Praktik,
(Yogyakarta : A-Ruzz Media, 2017), h. 158
110
meskipun pada hakikat nya mereka tetap waspada terhadap
perbedaan budaya diantara mereka dan kemudian menyesuaikan.
Adapun sikap yang di tunjukkan etnis Sunda adalah
ketertarikan dan rasa ingin tau yang tinggi terhadap budaya asing
(Tionghoa) mereka terbuka dengan segala perbedaan, baik itu
perbedaan prilaku, norma, maupun agama. Etnis Tionghoa tetap
menghargai dengan mengikuti segala bentuk kegiatan di
komunitas ini, hanya satu yang mereka jaga yaitu kepercayaan
agama nya.
4. Isi pesan dalam komunikasi
Isi pesan dalam komunikasi menunjukkan seberapa dekat
hubungan mereka di komunitas itu. pada saat pertama kali
anggota Sunda masuk komunitas ini, etnis Tionghoa cenderung
menjadi komunikator dan etnis Sunda sebagai komunikan. Pada
saat etnis Tionghoa memerankan tugas nya ia menjadi
komunikator yang berusaha membuat komunikan (etnis Sunda)
merasa nyaman. Pada saat etnis sunda sudah merasa nyaman
mereka berkomunikasi dengan baik tanpa ada yang mendominasi.
Adapun percakapan yang sering mereka meliputi sejarah
komunitas, sejarah barongsay, tentang perlombaan barongsay, dll.
Mereka memulai obrolan dengan hal hal yang berkaitan dengan
komunitas tetapi pada saat suasana komunikasi sudah mengalir
tak jarang mereka membicarakan hal hal yang berkaitan dengan
liburan, masak masak, tentang komunitas ikan,tempat wisata dll.
Menurut pandangan penulis isi pesan antar etnis Tionghoa
dan Sunda ini sudah termasuk dekat karena penulis juga
menemukan data di internet yang sudah penulis paparkan di bab
111
sebelumnya terkait hubungan anggota Sunda dan Tionghoa yang
di posting di sosial media Facebook. Pada saat observasi, penulis
juga melihat komunikasi mereka lancar dan tidak kaku.
5. Kegiatan yang sering dilakukan
Poin ini juga penulis paparkan untuk melihat hubungan
antar etnis Tionghoa dan Sunda di Sukabumi. Adapun kegiatan
yang sering etnis Tionghoa dan Sunda lakukan di komunitas
adalah yang pertama tentunya latihan barong, kemudian bercerita
tentang barongsay, dan kegiatan lain seperti liburan, makan
makan, jalan jalan ke Mall, hingga kolaborasi budaya.
Mereka pernah melakukan kolaborasi budaya antar
budaya Sunda dan Tionghoa pada saat itu etnis Sunda dengan
budayanya yaitu pencak silat dan etnis Tionghoa dengan
barongsay itu sendiri. kegiatan mereka lakukan ini mencerminkan
sikap saling mendukung antarbudaya.
6. Media yang digunakan
Untuk media komunikasi mereka tidak hanya secara
langsung bertatap muka di komunitas mereka juga melakukan
komunikasi di media sosial atau di grup WhatsApp. Di media
sosial seperti Facebook dan Instagram mereka lebih sering
berkomunikasi di kolom komentar.
Jika dalam pertemuan langsung mereka dapat
menghindari konflik dan hambatan budaya, maka komunikasi
antarbudaya melalui media juga dapat lebih meminimalisir
terjadinya konflik. Karena dapat lebih berhati hati karena sifat
media dengan jarak yang tidak mengharuskan memberikan
feedback secara langsung.
112
7. Efek komunikasi
Efek komunikasi yang dimaksud dalam poin ini adalah
sebuah sikap atau prilaku yang berubah dari masing individu
budaya setelah melalui proses komunikasi bersama orang asing.
Adapun sikap orang Tionghoa setelah lama berkomunikasi
dengan orang Sunda di komunitas adalah lebih terbuka dan lebih
luwes menerima budaya Sunda, mereka lebih mudah berbaur
dengan masyarakat.
Sedangkan perubahan sikap etnis Sunda setelah lama
berkomunikasi dengan orang Tionghoa adalah lebih Openminded
dan bisa lebih menghargai perbedaan. Setelah beberapa konflik di
komunitas yang berkaitan dengan agama anggota etnis Sunda
bisa lebih luas menerima perbedaaan dan menyadari bagaimana
ia harus bersikap dan menghargai adat dan perbedaan tersebut.
Berdasarkan pemaparan penulis mengenai proses adaptasi
dan pola komunikasi Etnis Tionghoa dan Sunda di Komunitas
Persaudaraan Gie Say Kota Sukabumi maka penulis menemukan
sebuah fakta bahwa ada beberapa budaya dari Sunda maupun
budaya Tionghoa yang mengalami perubahan atau pun
pergeseran. Beberapa budayanya yaitu :
a. Bentuk Salam Sapa
Etnis Sunda yang sudah terbiasa melakukan salam dengan
merapatkan kedua telapak tangan di depan dada kemudian
membungkukkan sedikit badan, ketika di komunitas etnis
Sunda harus menggunakan salam persaudaraan. Yakni
dengan cara mengepalkan tangan kanan dan tangan kiri
mengepal tangan kanan di depan dada kemudian
113
membungkukkan badan. Hal ini menjadi wajar karena
memang budaya di komunitas yang mengharuskan anggota
etnis Sunda menghargai apa yang menjadi budaya dominan.
b. Bahasa
Untuk bahasa utama di komunitas Gie Say menggunakan
Bahasa Indonesia dan bahasa Sunda. Bahasa Mandarin yang
seharusnya menjadi bahasa utama sebagai budaya dominan di
komunitas ini sudah tidak lagi digunakan. Bahasa Mandarin
hanya di gunakan untuk istilah tertantu saja missal nama
komunitas juga berbahasa Mandarin, salam Sapa Ni Hau, Ni
Hau Ma sebagai formalitas di budaya ini itu masih sering
digunakan oleh orang Tionghoa maupun Orang Sunda di
Komunitas ini.
Panggilan nama pun etnis sunda di komunitas ini
menggunakan istilah Ci untuk Perempuan dan Ko untuk laki
laki. Istilah Akang dan teteh di komunitas ini tidak
digunakan.
c. Budaya makan
Pada saat kumpul dan makan bersama terlihat budaya Sunda
yang seringkali makan menggunakan tangan dan piring
berbeda dengan etnis Tionghoa yang makan nya
menggunakan sumplit dan mangkuk. Dalam perbedaan ini
etnis Sunda menghargai dan menjadikannya sebagai wawasan
baru dan ini menjadi corak perbedaan kebudayaan Tionghoa
dan Sunda tidak mengharuskan untuk etnis Sunda dan yang
lainnya mengikuti budaya ini.
114
d. Kepercayaan
Etnis Tionghoa dan Sunda memiliki latar kepercayaan yang
berbeda namun sama sama tidak saling mempengaruhi.
Kepercayaan etnis dominan tidak memaksakan untuk gabung
dan pindahg kepercayaan kepada anggota yang berbeda
agama. Namun tetap harus menghomati budaya dominan.
Seperti misalnya pada saat acara ritual sembahyang
barongsay dimana ritual ibadah nya itu menggunakan
kepercayaan agama Budha (budaya dominan) maka etnis
Sunda harus menghargai dan mengikuti kepercayaan atau
ritual ibadah budaya dominan tersebut.
Beberapa poin di atas terbentuk tidak lain karena proses
faktor pendukung dan penghambat yang terjadi dalam komunitas
yang telah penulis paparkan di Bab Sebelumnya seperti saling
menghargai dan menghormati, keterbukaan antar masing masing
anggota budaya, dan dapat meminimalisir atau tidak membesar
besarkan sebuah konflik. Berikut penulis rangkum hasil dari
penelitian ini yang menyangkut proses adaptasi budaya dan pola
komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan Sunda sebagai
berikut :
115
No Etnis Budaya
Yang Hilang
Budaya Yang
Bertahan
Nilai Dakwah
dalam
Penulisan
1. Tionghoa
Bahasa
Mandarin
Sebagai
bahasa utama
etnis
Tionghoa
Bentuk
komunikasi
Salam Sapa,
Budaya Makan,
kepercayaan,
kata panggilan
orang kedua
Cici dan Koko
Nilai Nilai
Toleransi yang
ditunjukan
oleh Etnis
Tionghoa dan
Sunda seperti
Keterbukaan,
saling
Menghormati
dan
Menghargai
(Q.S Al-
Hujarat : 13)
2. Sunda
Bentuk
komunikasi
Salam Sapa,
kata
panggilan
orang kedua
akang teteh
menjadi Cici
dan Koko
Bahasa Sunda
sebagai bahasa
sehari hari,
Budaya Makan,
Kepecayaan.
116
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan Kajian teoritis, hasil temuan data dan
pembahasan penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Proses adaptasi budaya yang terjadi di komunitas
Persaudaraan Gie Say adalah, fase perencanaan, fase bulan
madu (honeymoon), fase frustasi (frustation), fase
penyesuaian ulang (redjustment), dan fase resulusi
(resolution).
2. Pola komunikasi antar pribadi yang terjadi di komunitas
Persaudaraan Gie Say meliputi aspek komunikasi verbal,
komunikasi non verbal, sikap yang ditunjukkan, isi pesan
dalam komunikasi, kegiatan yang sering dilakukan, media
yang digunakan, serta efek komunikasi nya seperti apa.
3. Dari proses adaptasi dan dan pola komunikasi etnis Tionghoa
dan Sunda dapat diketahui bahwa ada beberapa budaya yang
hilang dan budaya yang masih bertahan dari masing masing
etnis di komunitas ini. Adapun budaya etnis Tionghoa yang
masih bertahan adalah Bentuk komunikasi Salam Sapa,
Budaya Makan, kepercayaan, kata panggilan orang kedua
yaitu Cici dan Koko, sedangkan budaya etnis Sunda yang
masih bertahan adalah Bahasa Sunda sebagai bahasa sehari
hari, Budaya Makan, Kepercayaan. Kemudian budaya etnis
Tionghoa yang hilang adalah Bahasa Mandarin Sebagai
bahasa utama etnis Tionghoa, sedangkan etnis Sunda Bentuk
117
komunikasi Salam Sapa, kata panggilan orang kedua akang
teteh menjadi Cici dan Koko
4. Beberapa Faktor perubahan budaya tersebut di pengaruhi oleh
faktor pendukung dan penghambat nya yaitu sebagai berikut
keterbukaan, kesamaan hobi dan tujuan, persamaan
perspektif/cara pandang/ pola pikir, sering mengadakan
pertemuan non formal, serta saling mengerti kondisi dan
situasi. Serta faktor penghambatnya adalah Bahasa.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Penulis menyetujui dengan teori Anxiety/Uncertanity
Management (AUM) bahwasanya semakin rendah nya tingkat
kecemasan dan ketidakpastian seseorang dalam komunikasi
antarbudaya akan membuat komunikasi lebih harmonis dan
berjalan baik. Dapat terlihat dari proses adaptasi dan pola
komunikasi antar pribadi etnis Tionghoa dan Sunda yang
telah penulis paparkan dalam bab bab sebelumnya.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini digunakan sebagai rujukan untuk
Universitas dan komunitas Persaudaraan Gie Say , serta
menambah pengetahuan dan wawasan untuk masyarakat
dalam pengembangan prilaku komunikasi antarbudaya.
C. Saran
1. Untuk Komunitas Persaudaraan Gie Say
Dalam rangka memperluas dan mengenalkan lagi nama
komunitas Persaudaraan Gie Say di Sukabumi kiranya dapat
118
memasifkan kembali sebaran sebaran kegiatan komunitas Gie
Say di media sosial, sehingga akan lebih banyak masyarakat
sunda yang lebih mengenal komunitas Persaudaraan Gie Say
yang sangat berperan sebagai identitas budaya Tionghoa yang
unggul di kota Sukabumi.
2. Untuk Peneliti Selanjutnya
Komunitas ini menurut pandangan peneliti unik untuk
dikaji namun selain komunikasi antarbudaya, komunikasi
agama juga menarik untuk dikaji. Sehingga penulis
menyarankan untuk peneliti selanjutnya mengkaji ranah
komunikasi antar agama dan budaya.
119
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ahmad Sutra Rustan, d. N. (2017). Pengantar Ilmu Komunikasi.
Yogyakarta: DeePublish.
Akbar, H. U. (2009). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Aminuddin. (2000). Sosiologi : Suatu Pengenalan Awal. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Bagus, L. (1996). Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.
Buku Peringatan 100 Tahun Vihara Widhi Sakti Kelenteng Bie
Han Khong. (2012). Sukabumi.
Bungin, B. (2009). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.
Cangara, H. (2007). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT.
Radja Grafindo Persada.
Clifford Geertz, M. (1986). Dinamika Sosial Sebuah Kota di
Jawa. Jakarta: Pustaka Grafiti Pers.
Dedi Mulyana, J. R. (2005). Komunikasi Antarbudaya. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Djamarah. (2004). Pola Komunikasi Orangtua dan Anak Dalam
Keluarga. Jakarta: PT. Renaka Cipta.
Effendi, O. U. (2007). Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Endraswara, S. (2012). Metodologi Penelitian Kebudayaan .
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
120
Gerungan, W. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: PT Reflika
Aditama.
Haviland, W. A. (1985). Antropologi, Jilid 1 . Jakarta: Erlangga.
Herdiansyah, H. (2012). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Salemba Humanika.
Juddi, M. F. (2019). Komunikasi Budaya dan Dokumrntasi
Kontemporer. Bandung: Unpad Publisher.
Kebudayaan, D. P. (1996). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Keesing, R. M. (1989). Antropologi Budaya, Suatu Prespektif
Kontemporer, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Koentjaraningrat. (1993). Kebudayaan Mentalitas dan
Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Liliweri, A. (2004). Dasar Dasar Komunikasi Antarbudaya.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Liliweri, A. (2009). Makna Budaya Dalam Komunikasi
Antarbudaya. Yogyakarta: Pt. LKis Prinitng Cemerlang.
Muhammad, A. (1995). Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Mulyana, D. (2008). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.
Bandung: PT. Remadja Rosda Karya.
Nasrullah, R. (2018). Komunikasi Antarbudaya di Era Budaya
Siber. Jakarta: Prenada Media Group.
Nasution, Z. (1993). Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Nursalam. (2008). Konsep dan Metode Kepperawatan. Jakarta:
Penerbit Salemba.
121
Nuruddin. (2008). Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: PT.
Rdja Grafindo Persada.
Philep M. Regar, E. K. (2014). Pola Komunikasi Antarbudaya
dan Identitas Etnik. Jurnal Acta Diuma.
Ruliana, P. (2004). Komunikasi Organisasi Teori dan Studi
Kasus. Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada.
Setiawan, A. A. (2018). Metode Penelitian Kualitatif. Sukabumi:
Jejak Publisher.
Shoelhi, M. (2015). Komunikasi Lintas Budaya Dalam Dinamika.
Bandung: Simboisa Rekatama Media.
Sihabudin, A. (2013). Komunikasi Antarbudaya Satu Perspeltif
Multi dimensi. Jakarta: Bumi Aksara.
Spradley, J. P. (1997). Metode Etnografi (Judul Asli the Etnografi
Interview). Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suherman, A. (2020). Buku Ajar Teori Teori Komunikasi.
Yogyakarta: Deepublish.
Widiawati, N. (2020). Metodologi Penelitian : Komunikasi
Penyiaran Islam. Tasikmalaya: Edu Publisher
JURNAL
Iswatiningsih, D. (n.d.). Etnografi Komunikasi : Sebuah
Pendekatan Dalam Mengkaji Masyarakat Tutur
Perempuan Jawa. SEMINAR NASIONAL PRASASTI
(Pragmatik: Sastra dan Linguistik) , 38.
122
Oktolina Simatupang, L. A. (2015). Gaya Berkomunikasi dan
Adaptasi Budaya Mahasiswa Batak di Yogyakarta. Jurnal
Komunikasi ASPIKOM, Volume 2 Nomor 5, Juli 2015,
321.
Pengertian Pola. (2020, 04 14). Retrieved 03 03, 2020, from
Wikipedia Ensiklopedia Bebas:
https://id.wikipedia.org/wiki/Pola
Utami, L. S. (2015). Teori Teori Adaptasi Antarbudaya. Jurnal
Komunikasi ISSN 2085-1979 Vol. 7, No. 2, Desember
2015, 186.
INTERNET
(2009, 04 11). Retrieved 07 22, 2020, from Deskripsi Grup
Facebook: https://facebook.com/groups/giesay/about
Azanella, L. A. (2019, 03 30). CEK FAKTA : Jokowi Sebut ada
714 Suku dan 1001 Bahasa di Indonesia. Retrieved 07 12,
2020, from Kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/30/21441421/c
ek-fakta-jokowi-sebut-ada-714-suku-dan-1001-bahasa-di-
indonesia.
Diodiputra. (2019, Desember 1). Apa Saja Unsur Unsur dari
Komunikasi Interpersonal. Retrieved September 03, 2020,
from Dictio: https://www.dictio.id/t/apa-saja-unsur-unsur-
dari-komunikasi-interpersonal/16241
Pengertian dan Jenis Jenis Komunitas Menurut Ahli. (n.d.).
Retrieved Agustus 2, 2020, from Binus University
Community Development Academic:
https://comdev.binus.ac.id/pengertian-dan-jenis-jenis-
komunitas-menurut-
ahli/#:~:text=Menurut%20McMillan%20dan%20Chavis%
123
20(1986,berkomitmen%20untuk%20terus%20bersama%2
Dsama.
Prakosa, A. (2007, Desember 26). Teori Komunikasi Antar
Budaya. Retrieved Agustus 25, 2020, from Komunikasi:
http://adiprakosa.blogspot.com/2007/12/teori-komunikasi-
antarbudaya.html
Satria, B. (2017, Agustus 2). Apa Yang dimaksud dengan teori
kecemasan dan ketidakpastian Anxienty/Uncertainty
Management Theory? Retrieved Agustus 25, 2020, from
Dictio: https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-
dengan-teori-pengelolaan-kecemasan-ketidakpastian-
anxiety-uncertainty-management-theory/8925
Tionghoa.Info. (2017, 8 17). Simak 6 Fakta Seru Mengenai
Barongsai a.k.a Tarian Singa di Indonesia! Retrieved 8
15, 2020, from Tionghoa.Info:
https://www.tionghoa.info/simak-6-fakta-seru-mengenai-
barongsai-a-k-a-tarian-singa-di-indonesia/
Welianto, A. (2020, 02 06). Kasus Kekerasan yang dipicu
Masalah Keberagaman di Indonesia. Retrieved 07 12,
2020, from Kompas.com:
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/1900005
69/kasus-kekerasan-yang-dipicu-masalah-keberagaman-
di-indonesia?page=all.
Windratie. (2015, Feberuari 18). Asal Usul Barongsay si
Pengusir Roh Jahat. Retrieved September 3, 2020, from
CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/gaya-
hidup/20150218122625-269-33073/asal-usul-barongsai-
si-pengusir-roh-jahat
124
LAMPIRAN
1. Lampiran. 1
2. Lampiran.2
PEDOMAN OBSERVASI 1
Tanggal : Senin, 27 Januari 2020
Waktu : 10.00 WIB
TemPat : Vihara Widhi Sakti
Objek : Mengetahui lingkungan Sekretariat Komunitas
Persaudaraan Gie saya di Pecinan Sukabumi.
Pada tahap observasi pertama, penulis mencari beberapa
informasi terkait lokasi yang akan penulis datangi dengan cara
bertanya ke keluarga serta tetangga yang memiliki hubungan
dengan orang Tionghoa. Lokasi yang akan pertama kali penulis
kunjungi untuk observasi adalah Odeon, di Jl. Pajagalan No. 20.
Di Odeon inilah tempat komunitas persaudaraan gie say
tumbuh sejak 68 tahun lalu. Komunitas gie say bernaung di
sebuah Vihara, yaitu Vihara Widhi Sakti, sebuah tempat
peribadatan agama Budha. Adapun sekretariat komunitas
persaudaraan gie say sendiri tepat berada di samping Vihara
Widhi Sakti dengan gerbang merah dan lampion merah juga
sebagai identitas budaga Tionghoa.
Pada hari pertama observasi penulis tidak langsung
berkunjung ke sekretariat komunitas persaudaraan gie say, tetapi
penulis lebih ingin mengetahui kondisi dan situasi lingkungan
sekitarnya terlebih dahulu.
Saat penulis mulai memasuki lingkungan pecinan di
Sukabumi tersebut (Odeon), penulis menemukan bahwa disana
banyak sekali warga Tionghoa yang membuka toko mulai dari
toko listrik, furniture rumah, ikan hias, dll. Di sekitar Vihara,
banyak kuliner dan jajanan yang penjual nya ga hanya Tionghoa
saja, tetapi juga orang Sunda ada beberapa yang jualan disana.
Namun sayang sekali dominan penjual disana tidak melebeli halal
dan non haram nya, sehingga sulit membedakan bagi warga
Sunda atau muslim yang baru pertama kali berkunjung kesana.
Kemudian dengan bismillah penulis mulai melangkahkan
kaki dan masuk ke Vihara Widhi Sakti dan di sambut oleh
penjaga Vihara Pa Oei Khing Hok yang sangat ramah sekali dan
terbuka menyambut saya.
Pada awalnya saya terkejut melihat lilin lilin yang besar
setinggi saya berada di hadapan saya, juga melihat patung patung
ibadah mereka, tetapi dengan hati lapang dan terbuka saya
berusaha terbuka dan tenang untuk mendapatkan informasi.
Disana Pa Oei Khing Hok menjelaskan bahwa disetiap hari
Minggu banyak orang yang datang ke Vihara untuk beribadah,
tidak hanya di hari minggu saja, tetapi di hari yg biasa juga
banyak orang yg melakukan ibadah. Bapak Ahmad Fahmi
Walikota Sukabumi juga sering berkunjung ke Vihara Widhi
Sakti. Ini merupakan wujud toleransi dari budaya Tionghoa juga
Pa Ahmad Fahmi sebagai Walikota Sukabumi.
Pa Oei Khing Hok Juga menjelaskan kegiatan ibadah agama
Budha kepada saya melalui handphone nya kegiatan ibadah
agama Budha di kota lain, karna pada saat itu lagi sedikit yang
berkunjung ke Vihara.
Kemudian Pa Oei Khing Hok juga menjelaskan bahwa
bulan depan kita akan adain Cap Go Meh yang sudah 8 tahun
vacuum, dan acara akan dibuat meriah, diluar Vihara juga terlihat
pengurus lilin mempersiapkan lilin lilin yg besar untuk
dinyalakan Pada acara Cap Go Meh, dan tentu salah satu yg
memeriahkan acara itu adalah barong gie say, senang bukan main
para anggota komunitas persaudaraan gie say bisa tampil di acara
Cap Go Meh yang sudah 8 tahun vacuum tersebut.
Pa Oei Khing Hok juga menuturkan bahwa di komunitas
persaudaraan gie say itu bukan hanya orang Tionghoa saja tapi
banyak orang Sunda, batak, jawa dll. Komunitas persaudaraan gie
say pada cap gomeh akan menampilkan atraksi barong gie say
itu dan barong liong.
Di akhir pertemuan Pada observasi hari ini adalah saya
dikasih oleh oleh buku ibadah agama budaya yg berjilid merah
dan berisikan nyanyian nyanyian agama Budha berbahasa
Mandarin dan bahasa Indonesia.
Kemudian di perjalanan pulang dengan arah yg berbeda
saya melihat ada sebuah masjid berdiri di belakang Vihara itu,
seketika saya berpikir bahwa ini merupakan wujud toleransi
sekali, yang mendirikan masjid itu merupakan muallaf Tionghoa.
Dan hidup rukun dikawasan pecinan Sukabumi (Odeon).
PEDOMAN OBSERVASI 2
Tanggal : Selasa, 11 Agustus 2020
Waktu : 16.00 WIB
TemPat : Sekretariat komunitas persaudaraan gie say
Objek : Mengetahui proses komunikasi antar etnis
Tionghoa dan Sunda di Komunitas.
Setelah konsep penelitian rampung saya buat saya
memutuskan untuk mencari data langsung ke sekretariat
komunitas nya, diawali dari meminta izin terlebih dahulu melalui
chat di WhatsApp, ketua komunitas yang bernama ko Ciwih Pada
saat itu menerima saya untuk melakukan penelitian dan observasi
ke sekretariat nya, namun pada saat itu ia alihkan ke pengurus
nya karna kondisi yang sedang covid dan ketua komunitas betul
betul menjaga kesehatan tubuh dan menghindari covid nya.
Alhamdulillah saya disana diterima dengan sangat terbuka.
Awal mula saya memasuki ruangan gie say saya langsung
terpukai dengan ruangan nya, bau harum dupa di sekitar ruangan
nya seolah menambah ciri khas budaya peribadatan mereka,
disana terlihat sebuah barong gie say yang nampak sudah tua di
suguhi dupa dan minuman (air teh) rupa nya, setiap malam
kegiatan penyuguhan itu selalu dilakukan oleh pengurus
komunitas, sebagai wujud ritual ibadah mereka mereka terhadap
barong gie say (barong ritual). Di sekitar saya lihat juga banyak
foto foto dokumentasi sejarah mereka, ada foto salah satu pendiri
gie say juga namanya Bpk. A Cen, Ada juga tambur, tambur ialah
sebuah alat untuk musik gie say, kemudian ada juga 2 bendera gie
say yg berbeda bentuk nya menandakan bahwa gie say ini yg
sudah 68 tahun usia nya sudah sangat Panjang melewati sejarah
hingga terjadi peralihan bentuk bendera. (Terlampir), saya juga
melihat ada 3 bentuk barong disana, yg pertama barong gie say
itu sendiri, yang kedua barong liong atau bisa di sebut barong
dragon (karna bentuk nya panjang mengerupai naga), yang ketiga
barong atraksi yang jumlah pemain nya sama seperti barong gie
say yaitu sekitar 2-3 orang.
Di hari pertemuan pertama itu saya disambut oleh ko Sabar,
ko Putra, dan ci Ira. Ko Sabar merupakan pelatih wushu dan
barong samsi, ko Putra sebagai pengurus sekretariat komunitas,
dan ci Ira selaku bendahara komunitas. ko Sabar menuturkan
kePpda saya dengan sejelas jelas nya tentang sejarah gie say, dan
apa itu barongsay, dengan sangat khusyuk saya memerhatikan
dan berusaha me record nya agar tak tertinggal satu informasi
pun, namun sayang sekali kondisi pada saat itu banyak bising
suara motor dan hujan sehingga suara rekaman tidak terlalu jelas,
Namun penulis tetap mengupayakan agar hasil record nya bisa
terdengar yaitu dengan sebuah aplikasi android yg berguna untuk
meninggikan suara audio.
Kemudian setelah ko Sabar menjelaskan Panjang lebar
tentang sejarah gie say ituu, datanglah Para anggota yang lainnya,
yaitu ko Rendri biasa di sebut ko dede, ko deni, rey, dan niko.
Mereka sangat menyambut saya dengan hangat tawa dan canda.
saya jadi merasa nyaman Pada saat itu dengan mereka, disini saya
menyimpulkan bahwa hal inilah yang mereka lakukan juga Pada
anggota baru komunitas untuk bisa nyaman gabung di komunitas
persaudaraan gie say ini.
Ko Sabar adalah orang sunda beragama Islam dan sudah 20
tahun di komunitas gie say, ko Rendri juga sama sudah 20 tahun
di gie say namun dia keturunan Tionghoa asli dan beragama
Budha, kemudian ko Putra juga sama Tionghoa, Rey dan Niko
beragama Islam dan baru sekitar satu tahun gabung di komunitas.
Pada awal mereka bertemu mereka, salam sapa dengan
berjabatan tangan, saling senyum dan sapa, ada juga yang salam
pertemuan nya yaitu dengan salam persaudaraan, yaitu dengan
tangan kanan mengepal dan tangan kiri berdiri atau mengepal di
atas tangan kanan. Terkadang mereka juga salam sapa menyapa
dengan bahasa Mandarin seperti Ni Hao / Ni Hao Ma mereka
memanggil ko kepada laki laki atau ci kepada perempuan dalam
kondisi lain mereka juga memanggil nama langsung. Dalam hal
lain mereka juga bisa menyesuaikan keadaan seperti ke orang
Sunda memanggil akang atau teteh, tidak mesti di komunitas itu
memanggil dengan panggilan ko atau ci saja. Mereka sangat
terbuka dan saling berkomunikasi dengan baik.
PEDOMAN OBSERVASI 3
Tanggal : Selasa, 18 agustus 2020
Waktu : 19.00 WIB
TemPat : Sekretariat komunitas persaudaraan gie say
Objek : Mengetahui ritual sembahyang barong gie say
dan pengaruhnya terhadap proses komunikasi.
Untuk observasi ketiga ini berbeda dari sebelumnya, penulis
ingin mengetahui tentang kebiasaan orang Tionghoa dalam
ibadah ritual nya yang melibatkan barong gie say untuk
disembahyangkan, sehingga penulis ingin tau apakah proses
ritual ini berpengaruh terhadap proses komunikasi antar Etnis
Tionghoa dan Sunda di komunitas persaudaraan gie say.
Penulis merasa heran mengapa barong gie say itu dilakukan
ritual ibadah atau kenapa di sembahyang kan. Padahal jika dilihat
dari sejarah barongsay nya itu tidak ada kaitan nya dengan
masalah kepercayaan atau keagamaan. Dan apakah ini ada
berpengaruh terhadap perbedaan kepercayaan dari sesama
anggota gie say yang tentunya akan mempengaruhi pola
komunikasi mereka.
Tepat di malam itu adalah tanggal 18 Agustus itu
merupakan malan awal bulan penanggalan Imlek atau biasa di
sebut Ce It. Malam dimana besok nya barong gie say di
sembahyang kan, mereka memang sudah biasa mempersiapkan
dupa, buah buahan, lilin dan air teh untuk disuguhkan di barong
ritual gie say itu. Kemudian besok pagi nya di penanggalan
pertama awal bulan Imlek akan di sembahyangkan.
Kemudian terjadinya komunikasi penulis bersama ko
Rendri yg merupakan orang kepercayaan ketua gie say di
komunitas, ko Rendri yang kini sebagai pelatih juga logistik
dalam struktur organisasi komunitas menjelaskan bahwa sanya
dari dulu turun temurun memang barong gie say di ritual
ibadahkan sudah kepercayaan warga Tionghoa sendiri seperti itu,
dan bukan hanya barong gie say saja yang diibadahi tetapi barong
barong lain yang baru masuk juga diibadahi untuk menghormati
barong sebelumnya.
Kemudian jika melirik hasil wawancara penulis di
instagram bersama salahsatu anggota gie say yang muslim konon
katanya barong gie say itu memiliki ruh. Karena berat barong gie
say itu sendiri sangat berat mencapai 30 kg, namun untuk
memudahkan di modifikasi lagi lah oleh pembuat nya sehingga
atau dibuatkan lagi yang baru menjadi yang lebih ringan, saat ini
barong gie say sendiri ada lima, tiga yang sudah jadi dan dua
disimpan dan sedang diperbaiki. Yang tiga itu berat salah satu
nya 18 kg, kemudian 7 kg total bersama baju jadi 12 kg,
kemudian mentok barong gie say itu 8 kg paling ringan, karena
memang dalam proses pembuatan nya barong itu sendiri bukan
dari bahan yg sembarangan tetapi dari bahan bahan yang kokoh
sehingga tahan dan kuat.
Kalau dibayangkan jika mengangkat barong gie say yang
seberat itu seperti sebuah ke niscayaan, bagaimana mungkin
seseorang bisa mengangkat beban seberat itu dengan memainkan
atraksi atraksi bela diri wushu dengan waktu yg tidak sebentar.
Makanya tidak heran jika salah satu anggota bilang bahwa barong
itu setelah di ritual kan dan dimainkan sama yang ahli barong itu
menjadi terasa ringan.
Penulis juga bertanya apakah ada kaitan nya sama anggota
gie say yang berbeda agama, beliau ko Rendri menuturkan bahwa
ada anggota yang agama nya katolik dan kristen yang fanatik
terhadap barong gie say, sebenarnya orang yang beragama
Kristen tersebut ingin ikut komunitas gie say tanpa memerhatikan
perbedaan agama, namum orang Kristen tersebut tidak diizinkan
oleh pendeta nya untuk memegang dupa dan ikut barong gie say,
hingga akhirnya karna perbedaan pendapat itu anggota yg
beragama Kristen tersebut memilih untuk keluar darri komunitas.
Ada juga anggota muslim yang fanatik terhadap barong gie
say, persoalan mengenai ridak diizinkannya untuk gabung gie
say, namun anggota itu tetap ingin gabung di gie say dan
sembunyi sembunyi untuk latihan Padahal dari senior gie say pun
tidak memaksa kan. Dan tidak ada unsur saling mempengaruhi
untuk ikut agama Budha. Ya mereka sama prinsip dengan kita,
lakum diinukum waliyadiinn.
Dan sejauh inii konflik konflik soal fanatisme tadi tidak
berpengaruh terhadap pola komunikasi antar sesama anggota
komunitas, karna di komunitas gie say semua nya menjadi
menyatu satu saudara.
3. Lampiran. 3
PEDOMAN WAWANCARA
Tanggal : 11 Agustus 2020
Tempat : Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
Pukul : 16.45 - 18.30 WIB
Identitas Informan
Informan 1
Nama Lengkap : Perjuangan Utomo Putra
TTL : Bali, 31 Oktober 2000
Alamat : Jl. Pejagalan No.20
Agama : Budha
Status : Belum Menikah
Pekerjaan/Pendidikan : Pengurus Sekretariat Komunitas Gie Say
Sudah berapa lama di
komunitas : 3 Tahun
Bahasa sehari hari : Indonesia
Bahasa di komunitas : Indonesia, Mandarin
Media Sosial : Instagram :@perjuangan.utomo.putra31
: Facebook : Perjuangan Utomo Putra 31
Posisi di Komunitas : Anggota
Informan 2
Nama Lengkap : Sabar Darmawan
TTL : Sukabumi, 07 Agustus 1982
Alamat : Jl. Nyomplong Gg. Mahrif RT 03/03
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan/Pendidikan : Guru SD Budi Luhur Sukabumi
Sudah berapa lama di
komunitas : 20 Tahun
Bahasa sehari hari : Indonesia, Sunda
Bahasa di Komunitas : Indonesia, Sunda, Mandarin
Media Sosial : Instagram : sabardarma
: Facebook : Gybran Darmawan
Posisi di Komunitas : Pelatih Wushu dan Barong Samsi
Informan 3
Nama Lengkap : Rendri Permana
TTL : Sukabumi, 20 September 1994
Alamat : Jl. Pajagalan
Agama : Budha
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan/Pendidikan : Wiraswasta
Sudah berapa lama di
komunitas : 20 Tahun
Bahasa sehari hari : Indonesia, Sunda
Bahasa di Komunitas : Indonesia, Sunda, Mandarin
Media Sosial : Instagram : rendry_permana
: Facebook : Rendry Permana
Posisi di Komunitas : Pelatih, Logistik.
Informan 4
Nama Lengkap : Reyhan Mahendra
TTL : Sukabumi, 29 September 2003
Alamat : Jl. Kabandungan No. 1
Agama : Islam
Status : Pelajar
Pekerjaan/Pendidikan : SMAN 3 Kota Sukabumi
Sudah berapa lama di
komunitas : 1 Tahun
Bahasa sehari hari : Indonesia, Sunda
Bahasa di Komunitas : Indonesia, Sunda
Media Sosial : Instagram : @rey.danendara
: Facebook : rehankirito
Posisi di Komunitas : Anggota
Informan 5
Nama Lengkap : Nico Sebastian
TTL : Sukabumi, 24 Februari 2004
Alamat : Jl. Parigi No.55
Agama : Islam
Status : Pelajar
Pekerjaan/Pendidikan : SMA Mardi Yuana
Sudah berapa lama di
komunitas : 1 Tahun
Bahasa sehari hari : Indonesia, Sunda
Bahasa di Komunitas : Indonesia, Sunda
Media Sosial : Instagram : @Nico.sbstn
: Facebook : Nicosbstn
Posisi di Komunitas : Anggota
Informan 6
Nama Lengkap : Deni Herwanto
TTL : Sukabumi, 13 Desember 1995
Alamat : Jl. Parigi
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan/Pendidikan : Wiraswasta
Sudah berapa lama di
komunitas : 20 Tahun
Bahasa sehari hari : Indonesia, Sunda
Bahasa di Komunitas : Indonesia, Sunda
Media Sosial : Instagram : @denidraw
: Facebook : Deni Herwanto
Posisi di Komunitas : Pelatih, anggota
Pertanyaan Wawancara
c. Apa motivasi anda untuk bergabung di komunitas
Persaudaraan Gie Say?
Putra : Ingin memperdalam ilmu budaya Tionghoa,
seperti barong itu seperti apa, dan tradisi nya
bagaimana.
Sabar : Mempelajari budaya Tionghoa dan berolahraga.
Rendri : Mencari kekeluargaan, tali persaudaraan, dan
prestasi.
Rey : Karena hobi, dan dari kecil sudah sering lihat
barongsay sewaktu acara Cap Go Meh, jadi
penasaran aja sama budaya mereka.
Nico : Dari kecil sering liat Cap Go Meh, jadi suka dan
tertarik untuk gabung di komunitas nya.
Deni : Ingin melestarikan budaya etnis Tionghoa, pengen
menambah prestasi.
d. Bagaimana perasaan atau kesan anda saat pertama kali
berkomunikasi dengan orang (Tionghoa/Sunda) ?
Putra : Lumayan agak bingung ketika diajak berbicara
Bahasa Sunda, tapi sedikit sedikit paham.
Sabar : Kagok, karna saya dari Sunda begitu melihat
budaya Tionghoa lebih bersikap hati hati dengan
cara berusaha memahami lingkungan sekitar
bagaimana saya harus bersikap. Tapi dari orang
Tionghoa nya sendiri ga membeda bedakan mana
orang Sunda dan yang lainnya. welcome saja,
saling menghargai. Pertama sedikit kaget juga
karna beda kan, canggung, tapi lama kelamaan
bisa cair juga.
Rendri : Seneng, bisa belajar Bahasa Sunda juga. Dan
orang Sunda nya enak enak.
Rey : Sama kayak Nico soalnya keluarga juga ada yang
chinesse. Kalau perasaan sih pertamanya malu,
beda gitu pergaulannya. Caranya dikenalin sama
keluarga yang orang cina. Dan diawal ketemu
mereka sikapnya Baik.
Nico : Kalau saya sih emang udah terbiasa dari kecil
jadi ya ga kaget, soalnya keluarga juga ada yang
keturunan orang chinese jadi emang udah biasa
aja.
Deni : Biasa aja sih, tidak terlalu memikirkan apa apa
yaa, lancar dan jalan saja komunikasinya karna
di Sukabumi juga sudah lama kan jadi sudah
terbiasa sama Bahasa Sunda. Saya berusaha
untuk menyesuaikan dan berusaha memahami
kebiasaan orang sunda.
e. Saat pertama kali berkomunikasi dengan orang
(Tionghoa/Sunda) apa yang pertama kali anda
sampaikan/ tunjukkan (verbal/nonverbal )?
Putra : Awal ketemu ya Salam sapa, kadang Bahasa
Sunda, atau juga Indonesaia.
Sabar : Memperkenalkan diri, baik baik dan respon nya
bagus kalau ketemu ucapkan salam, Ni hao ma, Ni
Hao.
Rendri : Kaget, ditambah lagi Bahasa Sunda sehari hari.
Rey : Baik dan terbuka mereka menyambut dengan
senyum dan sedikit candaan jadi ya lebih mudah
berbaur. Sempat takut juga melihat barongnya
sampai nangis. Tapi karena niat yang kuat
motivasi dalam diri untuk bisa berbaur dengan
mereka akhirnya bisa juga melawaan kecemasan
itu.
Nico : Baik, dan biasa saja sama kayak ketemu orang
chinese lainnya, sapa ke laki laki dengan
panggilan Ko dan perempuan dengan panggilan
Ci.
Deni : Yaa.. canggung engga, terbuka, salam kabar,
malu malu, lama lama malu maluin.
f. Bagaimana anda bisa termotivasi untuk berkomunikasi
dengan mereka? apa penyebabnya?.
Putra : Karna enak aja, bisa berkumpul kayak keluarga
sendiri.
Sabar : Karna ingin menambah wawasan tentang
kebudayaan Tiongkok.
Rendri : Karna Papah orang Jawa Barat, Sehari hari
Bahasa Sunda, jadi ingin lebih kenal dengan
budaya Sunda.
Rey : Karna ingin lebih tau budaya barongsay apa
artinya dan juga bagaimana kebudayaannya.
Nico : Agar bisa lebih mengenal sudut pandang budaya
asing.
Deni : Karena pengen akrab, gak ada kejelekan, dan
saling menghargai satu sama lain.
g. Apa saja hal hal yang anda lakukan ketika
berkomunikasi dengan orang (Tionghoa/Sunda)?
Putra : Makan bareng, ke Mall , tempat wisata dll.
Sabar : Ngobrolin masa lampau, yang senior cerita ke
yang junior pengalaman tentang Gie Say,
latihannya harus ditingkatkan lagi, makan makan
dan masak bersama.
Rendri : Banyak bidang bidang , senam, latihan liong,
latihan barong samsi, kalau ada waktu senggang
ngobrol. Kalau lagi serius serius, kalau lagi
becanda, becanda kekeluargaan nya lebih terasa.
Rey : Ngobrol tentang sejarah Gie Say, Sekolah SMA
gimana, dll.
Nico : Bagi bagi cerita tentang sejarah Gie Say, Liburan,
pergi Cap Go Meh ke luar Kota.
Deni : Latihan, acara acara, dll.
h. Adakah hal hal yang membuat anda tidak nyaman ketika
berkomunikasi dengan orang (Tionghoa/Sunda)?
Putra : Tidak ada
Sabar : Tidak ada, malah sebaliknya disini kita
diperhatikan, mendatangkan tamu dari Malaysia,
dari Tiongkok,dan yang lainnya juga.
Rendri : Tidak ada
Rey : Tidak ada
Nico : Tidak ada
Deni : Engga ada sama sekali
i. Apa prespektif anda terhadap budaya
(Tionghoa/Sunda) ?
Putra : Biasa aja tidak berpikir aneh aneh, sudah seperti
keluarga sendiri.
Sabar : Mmenurut saya pribadi sangat berharga sekali ya
buat pribadi saya juga kebetulan mempelajari
budaya ini mereka juga pada nyari ayok pengen
sama sama belajar.
Rendri : pribadi ga pernah nanggepin peredaan semua
sama cuma mungkin saya kadang ngerti kadang
ga ngerti dan pakai bahasa sunda ga lancar, suka
nnanya nanya ini apa itu apa.
Rey : Seru, asyik, justru saya bisa mengetahui budaya
tionghoa dengan itu saya bisa sharing ke teman
teman saya yang juga orang sunda agar lebih
terbuka dengan budaya Tionghoa.
Nico : Keliatan nya seru, Asyik, bisa memiliki penikiran
yang luas.
Deni : Suka kolebs, sempet kolebs sama budaya Sunda
pencak silat juga ada jadi bagus juga sih, ingin
mendekatkan dari yang namanya perbedaan
saling menghargai.
j. Apakah anda mencari informasi terlebih dahulu sebelum
berkomunikasi dengan orang (Tionghoa/Sunda) ? jika Ya,
Jelaskan dengan cara apa mencari Informasi.
Putra : Tidak, tapi langsung komunikasi karna ga ragu
juga sih dan langsung bisa cair.
Sabar : Enggak, dibawa sama orangtua kesini, pada hari
Minggu kesini langsung bertanya, boleh ga ikut
latihan disini. Mereka ga nanya orang Sunda atau
engga, serius pas saya nanya ada biaya nya pun
untuk masuk ga ada disini itu bentul betul gratis.
Tujuan utama nya mereka nyari persaudaraan
tidak ada biaya malah kita disini dapat ilmu
dalam segi olahraga, belajar organisasi. Terus
terang saya ngerti organisasi disini di Gie Say.
Mulai saya jadi anggota sampai di percaya jadi
pelatih.
Rendri : Tidak sih tapi lebih mengamati saudara dan
keluarga yang orang sunda nya, jadi lama lama
terbiasa.
Rey : Ada ke ko dede (Rendri) di DM Instagram ko
boleh ikut gie say ga, datang aja minggu latihan
aja disini berdua sama Nico. Kita pas masuk ga
ditanya dari suku mana agama nya apa, Cuma
latihan hobi serius belajar disini.
Nico : Bertanya tentang komunitas di DM instagram
Deni : Di sekolah SD ada perkumpulan barongsai wajib
ikut karna udah ada di eskul sekolah. Jadi sudah
tau.
k. Bahasa apa yang anda gunakan ketika berkomunikasi
dengan orang (Tionghoa/Sunda)?
Putra : Indonesia, Sunda
Sabar : Indonesia, Sunda
Rendri : Indonesia, Sunda
Rey : Indonesia, Sunda
Nico : Indonesia, Sunda
Deni : Saya ngikutin sih, kadang belajar bahasa sunda
campur sih Indonesia juga iya.
l. Berdasarkan pengalaman anda apa saja yang membuat
anda bisa lebih akrab dengan mereka ?
Putra : Karena Sering kumpul jalan jalan
Sabar : Bercandanya mereka tidak dibawa ke hati, udah
jadi sodara sih maksudnya dalam segi apapun
menurut saya pribadi lebih terbuka aja. Malah
saya juga akrab sama orang tuanya kita juga
datang ke rumahnya. Walaupun mereka asli
Totok.
Rendri : Disini yang tua tua nya bisa ngikutin yang senior
nya terbuka sama anggota baru.
Rey : Sehobi dengan mereka, mau terbuka, ga membeda
bedakan.
Nico : Mereka terbuka dengan kita dan tidak membeda
bedakan.
Deni : Asyik dibwa becanda ga pundungan, ga dibawa
kehati, di bawa have fun aja.
m. Apakah ada persamaan dan perbedaan prespektif
(berbeda prilaku/ sikap/ kepercayaan) dengan orang
asing ?
Putra : Sama sama sih karena ketika di Gie Say
semuanya menyatu
Sabar : Persamaanya kalau misalnya ketemu suka sama
sama saling menyapa dan tanya kabar baik itu
pakai bahasa mandarin atau Bahasa Indonesia,
kalau perbedaan nya dalam segi bahasa dan
agama tapi tetap saling menghargai dan
menghormati.
Rendri : Iya ada dari segi karakter
Rey : Ada pasti, seperti beda agama, budaya
Nico : Dari fisik juga beda beda sih
Deni : Iya ada sih setiap orang orang punya ego masing
masing
n. Bagaimana/ apa saja persamaan dan perbedaan
kebudayaan mereka dengan anda ?
Putra : Bahasa ya yang paling menonjol karna sampai
sekarang saya belum bisa bahasa Sunda
Sabar : Gaya bicara beda yang Tionghoa kadang panggil
loe gue, tapi kembali ke sifat orangnya masing
masing juga sih.
Rendri : Kalau di budaya Tionghoa sekali nya udah
kecewa sama seseorang itu ga akan di percaya
lagi, terus kalau minjemin uang ga akan berani
nagih sudah nganggap uang itu hilang, prinsip
orang Tionghoa kalau udah buka usaha, usaha itu
yang akan terus dijalankan meski lagi sepi
usahanya karna ga mau mulai lagi semuanya dari
nol lagi.
Rey : Mereka kalau makan di mangkok, kalau kita di
piring, terus kalau nyapa Ni hao, kalau makasih
Shie Shie
Nico : Kalau makan mie mereka seringnya pakai sumplit
Deni : Fisiknya sih, kalau Chinese kan putih dan juga
sipit.
o. Apakah perbedaan itu menjadi penghambat dalam
interaksi mereka dengan anda ?
Putra : Tidak
Sabar : Tidak
Rendri : Tidak
Rey : Tidak
Nico : Tidak
Deni : Tidak
p. Bagaimana anda mengatasi perbedaan tersebut ?
Putra : Ya bertanya langsung kalau ga ngerti, tapi
kadang di iyain aja sih.
Sabar : Bersama saling bertanya, saling mempelajari,
pencak silat kolebs barongsay, budaya sunda dan
budaya tionghoa sama sama budaya yang di
sukabumi jalan bersama.
Rendri : Bertanya langsung maksud kata yang gak faham
Rey : Menerimanya dan jadi pengetahuan baru untuk
saya.
Nico : Lebih sering ngobrol dan saling ngasih wawasan.
Deni : Saya pribadi sih ga pernah diambil hati kalau dia
mau a ya a kalau dia mau b ya b kalau saya mah
ga diambil pusing woles saja santuy.
q. Apakah anda melakukan komunikasi yang lebih lanjut
melalui media lain dengan orang asing (Tionghoa/Sunda)
seperti media sosial ? jika ya, sebutkan melalui media
apa, dan bagaimana caranya.
Putra : Jarang sih, kalau iya pun paling di grup WA
Sabar : di Chat WhatsApp, dan grup nya juga.
Rendri : Di grup WA, Facebook sih, kalau di ig jarang
jarang
Rey : Ada di Instagram
Nico : Kalau saya di WA sama ko Dede dan lainnya juga
Deni : Ada, di dalam grup Wa, Ig, fb aktif di komunitas
ikan , motor yang positif. Mereka juga tertarik.
Mereka juga oh iya bagus yaa.. malah ada satu
guru tadinya teman ada satu menarik sampai
ikutan gabung di komunitas.
r. Apakah ada perubahan prilaku setelah anda cukup lama
membangun komunikasi dengan mereka ? missal, cara
berbicara/cara pandang, dll.
Putra : Sering manggil teteh akang. Sering bilang teteh
atau akang ke orang sunda, kadang jadi agak
lebih luwes sama orang orang disini.
Sabar : Keterbukaan, mereka kadang ketakutan pindah
agama lah enggak, justru agama saya silahkan
jalankan. Ya masing masing solat solat, silahkan
masing masing makanya kit amah mereka sebab
akibat . tanam baik tumbuh baik. Jadi nggak kamu
harus agama budha jadi harus mempelajari
agama ini. Lebih rajin lebih bagus.
Rendri : Saling menghargai, menghormati sesama yang
lain, jail jail serius serius bisa menyesuaikan.
Rey : Lebih bisa menrima perbedaan perbedaan yang
ada sehingga merubah pola pikir saya tentang
perbedaan saya jadi lebih menghargai pendapat
4. Lampiran.4
Foto Perubahan Bendera Gie Say sejak 20 Tahun yang lalu
Foto pengesahan Gie Say masuk FOBI Foto Medali dan Piagam Prestasi Gie Say
Dokumentasi Foto Komunitas Gie Say Tahun 1930 Pada saat
kegiatan sosial bantuan bencana alam Gunung Merapi
Dokumentasi Anggota Komunitas Gie Say Di Depan Vihara
Widhi Sakti
Foto penulis bersama anggota komunitas Gie Say saat Observasi
dan wawancara
Foto barong Gie Say saat akan di sembahyangkan Pada tanggal 1
pengganggalan Imlek (Ce It)
Foto Tambur yang dimainkan saat atrakri Barongsay
Foto tampak depan Sekretariat Komunitas Persaudaraan Gie Say
Sukabumi
Foto penulis bersama ko Sabar setelah Foto penulis bersama ko Rendri
pengesahan transkip wawancara setelah pengesahan transkip
wawancara dan observasi
Foto penulis saat observasi di Vihara Widhi Sakti Foto penulis bersama Ko Putra
saat wawancara