Komunika Edisi 5 2016

10
http://www.infopublik.id Tahun XII Mei 2016 Edisi 5 Laporan Utama Halaman 3 Cinta Indonesia Halaman 9 Wawancara Halaman 4 Cinta dan Tradisi di Pasar Beringharjo Revitalisasi, agar Pasar Rakyat Semakin Kuat Revitalisasi dan Harapan di Pasar Tradisional PASAR PENOPANG GERAK EKONOMI komunikatabloid tabloidkomunika .com/komunikakominfo e-paper

description

Saat ini jumlah pasar tradisional atau pasar rakyat ada sekitar 9.500 unit tersebar di seluruh wilayah tanah air. Tak kurang dari 2.600.000 pedagang mencari nafkah dan menggantungkan hidupnya dari keberadaan pasar-pasar ini. Hal ini salah satu yang mendasari pemerintah memancang target 1000 pasar pertahun untuk direvitalisasi. Untuk target ini, Rp2,386 triliun anggaran setiap tahunnya, telah disiapkan oleh pemerintah.

Transcript of Komunika Edisi 5 2016

Page 1: Komunika Edisi 5 2016

ht t p : / / w w w. i n fo p u b l i k . i d

Tahun XII Mei 2016 Edisi 5

L a p o r a n U t a m a H a l a m a n 3 C i n t a I n d o n e s i a H a l a m a n 9W a w a n c a r a H a l a m a n 4

Cinta dan Tradisi di Pasar Beringharjo

Revitalisasi, agar Pasar Rakyat Semakin Kuat

Revitalisasi dan Harapan di Pasar Tradisional

PASARPENOPANG

GERAK EKONOMI

kom

unik

atab

loid

tabl

oidk

omun

ika

.com

/kom

unik

akom

info

e-pa

per

Page 2: Komunika Edisi 5 2016

Beranda2

Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

PengarahMenteri Komunikasi dan Informatika

Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo

Penanggung jawabDirjen Informasi dan Komunikasi Publik

Pemimpin RedaksiDirektur Pengelolaan Media Publik

Wakil Pemimpin RedaksiKasubdit Media Cetak

Sekretaris RedaksiElpira Inda Sari N.K

Redaktur PelaksanaM. Taofiq Rauf

Penyunting/Editor/Redaktur

Kasubdit Media OnlineKasubdit Media Luar Ruang dan Audio Visual

Reporter/Pembuat ArtikelArdi Timbul H. S.

Ignatius Yosua AHResti AminandaNurita Widyanti

Muhammad Arif FebriantoNixon Elyezer

Iwans Eko Widodo

Desain Grafis/ArtistikDanang Firmansyah

Sekretariat Keuangan

Very Radian WicaksonoInu Sudiati

Mulyati

Distribusi Monang Hutabarat

Imron

Tata UsahaRien Andari

Lia UlisariRahmat

Alamat Redaksi : Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta 10110 Telp/Faks. (021) 3504620.

e-mail: [email protected]

Tabloid komunika. ISSN: 1979-3480.

FOTO COVER ARDI TS

Tahun XII Mei 2016 Edisi 5

Pembaca Komunika dapat mengirimkan

materi suara publika melalui

e-mail ke : [email protected] atau

melalui surat dengan dialamatkan ke

Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi

Publik Kementerian Komunikasi dan

Informatika, Jl. Medan Merdeka Barat No. 9

Jakarta 10110

Suara Publika

Kebersihan yang utama

Pasar yang bagus harus bersih paling utama. Tidak becek dan licin, selain itu juga barang dagangannya harus lengkap.

Hartini Surip (52 tahun) - Ibu Rumah Tangga, Bima.

PENOPANG GERAK EKONOMI RAKYAT

Tanpa keributan dan copet

Pasar yang enak itu harus aman dan tertib, dari segi penataan juga harus teratur. Harga barang sebaiknya murah, Pasar akan nyaman jika damai tidak ada keributan, aman tidak ada copet kalau perlu dilengkapi cctv.

Titin (33 tahun) - Ibu Rumah Tangga, Pemilik Warung, Bima.

Pemer intah I ndones ia te lah b e r k o m i t m e n m e n j a d i k a n revitalisasi pasar sebagai program meningk atk an peran pasar tradisional di sejumlah daerah,

yang tujuan utamanya adalah membangun ekonomi kerakyatan. Presiden Joko Widodo sendiri menegaskan dari tahun 2015 hingga 2019 mendatang, ditargetkan ada 5000 pasar tradisional yang akan direvitalisasi.

Saat ini jumlah pasar tradisional atau pasar rakyat ada sekitar 9.500 unit tersebar di seluruh wilayah tanah air. Tak kurang dari 2.600.000 pedagang mencari nafkah dan menggantungkan hidupnya dari keberadaan pasar-pasar ini. Hal ini salah satu yang mendasari pemerintah memancang target 1000 pasar pertahun untuk direvitalisasi. Untuk target ini, Rp2,386 triliun anggaran setiap tahunnya, telah disiapkan oleh pemerintah.

Penguatan ini dinilai banyak pihak sebagai langkah bijak. Ini mengingat pasar tradisional merupakan potensi penting dalam mendorong gerak dan laju perekonomian bangsa. Penetrasi pasar-pasar modern yang begitu gencar dewasa ini, tak akan mengganti peran pasar tradisional. Potensi ini dikarenakan beberapa elemen penting yang dimiliki, diantaranya kedekatan yang terbangun antara pembeli dan pedagang karena adanya proses, seperti tawar menawar misalnya. Proses ini, membangun dinamisasi dan kepercayaan antar pihak. Imbasnya harga yang disepakati tentu tak akan merugikan. Ada kepercayaan. Para pedagang di pasar tradisional sudah mengetahui persis keinginan pelanggan terhadap barang yang akan dibelinya.

Lebih dari itu, pasar tradisional mampu menawarkan produk yang diinginkan

masyarakat dengan harga yang menarik yang tidak didapatkan di pasar-pasar modern. 

Ubah persepsiNamun begitu harus diakui bahwa

persepsi masyarakat terhadap pasar tradisional masih negatif, kumuh, bau, becek, kotor dan minim fasilitas. Kondisi ini menjadikan sebagian masyarakat beralih ke swalayan-swalayan atau pasar modern yang harganya jauh lebih mahal dengan pilihan barang yang juga terbatas.

Tak salah memang. Manajemen dan pengelolaan yang lemah menjadikan citra negatif itu tumbuh. Kesadaran terhadap aspek kebersihan dan ketertiban, terbengkalainya sarana fisik, lahan premanisme serta kurangnya pengawasan terhadap barang-barang yang diperdagangkan, jadi cerita sehari-hari tentang pasar tradisional.

Cerita ini harus segera diubah. Revitalisasi jadi satu solusi mengembalikan peran dan fungsi pasar tradisional sesungguhnya. Program ini harus mampu mensinergikan potensi pasar dengan seluruh aspek yang mengikutinya, seperti sosial, budaya d a n s e j a ra h m a s ya ra k at s e te m p at . Semua harus terintegrasi, menyeluruh dan berkesinambungan sehingga daya saing terjaga khususnya dengan pasar modern, namun tetap dengan kekhasan dan keunggulan yang dimiliki.

Revitalisasi jadi program realistis mengembalikan fungsi ekonomi pasar tradisional. Namun begitu pemerintah tentu tak bisa bekerja sendiri. Dukungan seluruh komponen bangsa mutlak diperlukan. Program ini tidak hanya harus membedah infrastruktur pasar, namun juga harus menyambung simpul-simpul ekonomi yang macet.

“Kami akan berupaya memfasilitasi pedagang skala mikro informal atau pedagang kaki lima dan menata lokasi serta sarana usaha, pemasaran serta promosi di daerah terluar, tertinggal dan kawasan perbatasan,” kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) AAGN Puspayoga.

KUR dan kebijakan berpihakYa. Revitalisasi pasar tradisional memang

membutuhkan kebijakan yang berpihak, baik pemerintah pusat, daerah maupun seluruh pihak yang terkait. Program ini harus mengedepankan kepentingan para pedagang. Iklim usaha harus terbangun. Akses pedagang dalam memperoleh pinjaman lunak atau apapun bentuk pinjaman yang bersifat tidak memberatkan, harus dibuka luas. Persoalan modal memang selalu jadi hal utama bagi pedagang pasar tradisional dalam menggerakkan “mesin” ekonominya.

Adanya Kredit Usaha Rakyat (KUR) patut diapresiasi. Tak sedikit pedagang terbantu oleh “pinjaman lunak” dari bank penyalur yang ditunjuk pemerintah ini. Pintu masuk memperoleh KUR dibuka luas dan mudah. Apalagi di tahun 2016, selain memangkas bunga pinjaman, pemerintah juga menaikkan target penyaluran hingga 400 persen.

Diluar kebijakan, kembali lagi pemerintah juga harus terlibat dalam kampanye massal mendorong kesadaran pelaku usaha di pasar tradisional. Misalnya saja pentingnya sanitasi lingkungan, menjual produk yang sehat dan bersih, atau penggunaan timbangan yang tepat ukur.

Jika sudah demikian, tentu peningkatan kualitas dan kembali vitalnya peran pasar tradisional akan cepat terwujud. (tr/)

Acara untuk daya tarik

Pihak pengelola pasar diharapkan sering mengadakan acara di pasar ini sehingga mengundang daya tarik masyarakat mengunjungi pasar.

Wahyuni (48 tahun) – Pedagang di Pasar Podosugih, Kota Pekalongan

FOTO

: ARD

I TS

Page 3: Komunika Edisi 5 2016

3UtamaTahun XII Mei 2016Edisi 5

FOTO

: ARD

I TS

Ya, revitalisasi memang akan menjadikan pasar tradisional bersih, sehat, nyaman, dan tertib ukur, serta mampu memperlancar arus barang untuk jaga stabilisasi

harga dan mengurangi disparitas harga antar daerah.

Di tahun 2015 la lu, pemer intah mengalokasikan Rp1,075 triliun untuk 675 pasar di beberapa wilayah di tanah air. Melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara – Perubahan (ABNP), kemudian dialokasikan lagi sebesar Rp1,311 triliun guna 325 sisanya dari target 1000 pasar pertahun.

Presiden Joko Widodo saat meluncurkan p r o g r a m “ b e n a h - b e n a h” p a s a r i n i mengatakan, pasar tradisional adalah salah satu penggerak roda perekonomian bangsa sehingga perlu terus dibenahi dan ditingkatkan secara menyeluruh baik dari sisi infrastruktur, mutu dan kualitas, serta sarana dan prasarana pendukung lainnya.

“Membangun fisiknya saja tidak cukup, oleh karena itu manajemen pedagang juga harus didampingi entah pembukuan yang sederhana, pencatatan uang yang keluar masuk sehingga pasar bersih, teratur, tidak bau, pedagang juga diberi seragam, belikan celemek semuanya,” ujar Presiden.

Pemerintah kemudian menerapkan strategi sinergi lintas kementerian dan lembaga, baik horisontal maupun vertikal, terkait revitalisasi pasar ini. Di tingkat pusat, ada sinergi antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dan perbankan

REVITALISASI DAN HARAPAN DI PASAR RAKYAT

BUMN yang menyalurkan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pihak perbankan akan membantu pedagang mengelola keuangan sehingga layak menerima dana KUR.

Sementara terkait usaha dagang, pendampingan dilakukan oleh pemerintahan daerah. “Nanti yang ngatur pedagang dan lain-lain biar pak gubernur dan pak bupati,” kata Presiden.

Akses KUR yang mudahSaat ini jumlah pasar tradisional atau

biasa juga dikenal dengan sebutan pasar rakyat sebanyak 9.559 unit dengan jumlah kios 1.722.071 unit dan jumlah pedagang 2.639.633 orang. Tahun 2016, pemerintah bahkan melipatgandakan anggaran untuk revitalisasi. Langkah ini dianggap salah satu keberpihakan kepada ekonomi rakyat yang akan mengembalikan peran pasar tradisional hingga bisa bersaing ditengah masifnya penetrasi pasar-pasar moderen.

Namun begitu, tidak hanya pemerintah, dukungan semua pihak tentu menjadi hal mutlak untuk mewujudkan upaya ini. Terlebih para pengelola. “Membangun fisiknya saja tidak cukup, oleh karena itu manajemen pedagang juga harus didampingi entah pembukuan yang sederhana, pencatatan uang yang keluar masuk sehingga pasar bersih, teratur, tidak bau. Dan, banyak lagi perbaikan yang harus dilakukan,” tegas Presiden.

Penguatan kapasitas dan jaringan para pelaku pasar tradisional juga dilakukan. Untuk bisa bersaing dengan pasar modern, akses modal memang harus dibuka dan mudah

selain perbaikan manajemen pengelolaan pasar, tentunya. Pemerintah sendiri telah memudahkan para pedagang pasar dalam hal permodalan, misalnya memanfaatkan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) AAGN Puspayoga sendiri telah menegaskan hal ini. Pemerintah telah berkomitmen memudahkan pemanfaatan KUR ini, terlebih pada daerah tertinggal dan perbatasan, serta daerah pasca bencana.

“Akselerasi pemberdayaan Koperasi dan UMKM dalam mendukung pembangunan kawasan perbatasan dan daerah tertinggal. Kami juga berupaya memfasilitasi pedagang skala mikro informal atau pedagang kaki lima dan menata lokasi serta sarana usaha, pemasaran serta promosi di daerah terluar, tertinggal dan kawasan perbatasan,” katanya.

Dengan syarat yang lebih mudah dan ringan, besaran pinjaman KUR juga ditambah. Ada belasan bank dan lembaga non bank yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyalurkan KUR ini. Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Mandiri, menjadi tiga bank nasional yang menyalurkan KUR dengan jumlah terbesar di tahun 2016. Selain itu ada bank-bank swasta yang juga di tunjuk menyalurkan, antara lain Bank BCA, Bank Artha Graha, BTPN, Bank Bukopin serta beberapa Bank Pembangunan Daerah (BPD), yaitu BPD Kalimantan Barat, BPD Nusa Tenggara Timur, BPD DI Yogyakarta, BPD Sulawesi Selatan dan Barat, BPD Jawa Tengah dan BPD Sumatera Utara.

OJK juga sedang meninjau kinerja perusahaan pembiayaan untuk menjadi penyalur KUR, yaitu BCA Finance, Adira Dinamika Finance, Mega Central Finance serta Federal Internasional Finance.

“Selain perbaikan fisik pasar, juga perlu perbaikan modal dan manajemen melalui pendampingan-pendampingan yang diperlukan. Jika pedagang-pedagang memanfaatkan KUR, maka pendampingan akan dilakukan oleh pihak perbankan,” ujar Presiden Joko Widodo.

Kebijakan BerkelanjutanTapi diluar itu semua, satu hal yang

juga tak kalah penting untuk dilakukan adalah dukungan kebijakan yang kuat dan memadai terkait pengembangan pasar dan permodalan yang berkelanjutan. Pembangunan fisik, peningkatan kapasitas

dan kemudahan akses permodalan, tentu hanya akan sesaat menghidupkan asa pelaku ekonomi di pasar tradisional jika tidak dilakukan berkesinambungan.

“Ini perlu kebijakan yang kuat dan berkelanjutan,” kata Wakil Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR), Oesman Sapta Odang.

Bahkan Oesman menilai pemerintah lebih baik mencurahkan pikiran dan tenaga membangkitkan pasar-pasar tradisional lebih dulu ketimbang fokus menuju Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang mulai berlaku pada awal 2016. “Mending isi kekurangan pasar kita. Yang harus kita perhitungkan pasar-pasar daerah, dengan masuknya barang impor misalnya, ini tentu membunuh UKM-UKM daerah,” katanya.

Pemerintah telah menggelontorkan program dan menegaskan komitmen. Dukungan berbagai pihak tentu menjadi hal mutlak. Rakyat tinggal mengawal dan memastikan semua berjalan dengan baik dan benar. (tr/dari berbagai sumber)

Pemerintah Indonesia telah menjadikan revitalisasi pasar tradisional sebagai program

guna mengembalikan dan meningkatkan peran pasar. Targetnya, dalam rentang tahun

2015 hingga 2019 mendatang sebanyak 5000 pasar tradisional akan tampil apik, elok dan

tertib, jauh dari kesan selama ini yang kumuh, semrawut dan rawan praktek “curang”.

“Selain perbaikan

fisik pasar, juga perlu perbaikan modal dan manajemen melalui

pendampingan-pendampingan yang

diperlukan. Jika pedagang-pedagang memanfaatkan KUR,

maka pendampingan akan dilakukan oleh

pihak perbankan,”

Page 4: Komunika Edisi 5 2016

Wawancara4 Tahun XII Mei 2016 Edisi 5

tempat interaksi sosial masyarakat dan landmark yang menjadi identitas khas suatu daerah.

Bagaimana Kementerian Perdagangan menyikapi kompetisi antara toko modern dan pasar rakyat?

Menurut hemat kami pasar rakyat mampu bersaing dengan toko-toko modern karena berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70 tahun 2013 disebutkan bahwa pendirian toko modern termasuk mini market harus mempertimbangkan jarak / keberadaan pasar rakyat dengan mengacu pada RT RW (Rencana Tata Ruang Wilayah) setempat. Tentu saja harus disertai dengan peningkatan pelayanan dan akses yang lebih baik kepada masyarakat konsumen sehingga terwujud pasar rakyat yang lebih modern, lebih bersih, sehat, aman, segar dan nyaman. Diharapkan pasar rakyat ini menjadi penggerak perekonomian daerah dan menjadi tujuan tetap belanja masyarakat konsumen.

A d a k a h p r o g r a m K e m e n t e r i a n Perdagangan terkait peningkatan kualitas pengelolaan manajemen pasar?

Ada, yaitu pemberdayaan pengelola pasar. Kami melaksanakan Bimbingan Teknis bagi para pengelola pasar untuk peningkatan kemampuan SDM Kepala Pasar dalam hal pengelolaan pasar. Kami juga mengadakan aktivitas pasar seperti lomba pasar rakyat terbersih dan lomba kuliner. Selain itu kami juga melaksanakan sekolah pasar untuk memberikan edukasi kepada para pedagang. Misalnya menata barang dagangan / inventory, pelayanan kepada konsumen dan pembukuan sederhana.

REVITALISASI, AGAR PASAR RAKYAT SEMAKIN KUAT

S e b e r a p a b e s a r p e n g a r u h KU R (Kredit Usaha Rakyat) terhadap program revitalisasi pasar?

Kredit Usaha Rakyat berpengaruh terhadap program revitalisasi pasar karena membantu permodalan pedagang untuk mengembangkan usahanya. Untuk itu Kementerian Perdagangan telah melakukan penandatanganan MoU dengan Bank Rakyat Indonesia untuk memberikan Kredit Usaha Rakyat kepada 10 pedagang di pasar rakyat, seperti Pasar Cibeber di Kabupaten Cianjur,

Pasar Temanggung Permai di Kabupaten Temanggung, Pasar Seruni di Kabupaten Kebumen, Pasar Kumpulan di Kabupaten Pasaman dan Pasar Sebukit di Kabupaten Mempawah.

Apa target revitalisasi pasar rakyat di tahun 2016 ini?

Pada tahun 2016 ini target pembangunan atau revitalisasi pasar rakyat yang bersumber dari APBN Dana Tugas Pembantuan (TP) sejumlah 168 pasar dengan alokasi anggaran sebesarRp 1.466.500.000.000. Sedangkan target yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah sejumlah 709 pasar untuk 452 Kabupaten/Kota dengan alokasi anggaran sebesar Rp 1.006.995.080.000.

Apa harapan Kementerian Perdagangan kepada pihak-pihak terkait dalam rangka melaksanakan program revitalisasi pasar rakyat?

Untuk mengimplementasi Nawacita Presiden, pembangunan atau revitalisasi 5.000 pasar rakyat, kami mengharapkan dukungan dari Pemerintah Daerah dalam hal pelaksanaan pembangunan atau revitalisasi pasar bagi daerah yang mendapat dana alokasi Tugas Pembantuan dan Dana Alokasi Khusus. Kami juga mengharapkan masyarakat ikut terlibat dalam melakukan pengawasan pembangunan agar pasar rakyat kita semakin kuat. (feb/muha124@kominfo.

go.id/vira)

Sekretaris Jenderal Kementerian PerdaganganSrie Agustina, SE., MEKe m e n t e r i a n P e r d a g a n g a n

memiliki “PR” untuk membangun dan memperbaharui pasar atau is t i lahnya revi ta l i sas i pasar.

Targetnya adalah total 5.000 pasar rakyat pada tahun 2019 mendatang. Pada tahun 2015 Kementerian Perdagangan berhasil melakukan pembangunan atau revitalisasi sejumlah 1.002 pasar rakyat yang tersebar di berbagai daerah.

Program revitalisasi pasar merujuk pada pasal 13 Undang-undang nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan, disebutkan bahwa Pemerintah Pusat bekerjasama dengan Pemerintah Daerah melakukan p e mba ngunan, pemberdayaan dan peningkatan kualitas pengelolaan Pasar Rakyat dalam rangka peningkatan daya saing. Lalu apa dan bagaimana langkah yang diambil Kementerian Perdagangan untuk mencapai target tersebut? Berikut penuturan Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, Srie Agustina, SE., ME kepada reporter Komunika.

Dampak apa yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dengan adanya program revitalisasi pasar rakyat yang telah berjalan selama ini?

Tentunya program revitalisasi pasar rakyat ini dapat menyerap tenaga kerja dalam pelaksanaan pembangunan fisik. Dampak bagi para pedagang dan pembeli setelah revitalisasi pasar rakyat tersebut adalah tersedianya tempat jual bel i yang bersih dan nyaman sesuai dengan kriteria Standar Nasional Indonesia (SNI) Pasar Rakyat. Selain itu, keberadaan pasar rakyat yang dibangun dengan nilai kearifan lokal menjadikan pasar rakyat sebagai sumber pendapatan daerah,

FOTO

: M

. FEB

RY

“Diharapkan pasar rakyat ini

menjadi penggerak perekonomian

daerah dan menjadi tujuan tetap belanja

masyarakat konsumen

Page 5: Komunika Edisi 5 2016

Diterbitkan oleh :DITJEN INFORMASI DAN KOMUNIKASI PUBLIKKEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

6T a b l o i d T e m p e l

7http://www.infopublik .org

Tahun XII Mei 2016 Edisi 5

h t t p : / / w w w. i n fo p u b l i k . i d

FOTO-FOTO: ELVIRA

Rahma memarkir motor yang dikendarainya di bawah pohon rindang di halaman depan Pasar Podosugih. Setelah melepas helm dan

mengunci motor, wanita berkerudung itu pun bergegas memasuki pasar yang terletak di Jalan Kurinci Kota Pekalongan itu. Di pintu masuk, Rahma mencuci tangannya di kran wastafel yang disediakan. Selanjutnya Ia bergegas menuju lapak ikan yang letaknya di ruangan kaca. Karena berada di ruangan terpisah, aroma dan basah nya ikan tidak mengganggu area lain. Kepada reporter Komunika, Rahma mengatakan bahwa sebelum berangkat kerja Ia selalu berbelanja kebutuhan dapur di pasar Podosugih. Ia memilih Podosugih karena kondisi pasar yang bersih dan tertib ukur untuk jual beli yang menggunakan alat timbang. “Resik (bersih-pen) jadi habis belanja bisa langsung ngantor. Timbangan juga akur” ujarnya.

Jika dilihat selintas, Pasar Podusugih lazimnya pasar tradisional yang terletak di Kota kecil. Tapi jika diperhatikan pasar yang menjual bahan kebutuhan pokok ini sungguh istimewa. Selain keberadaan wastafel tempat mencuci tangan. Disediakan juga ruang khusus bagi perokok di bagian samping pasar. Jangan membayangkan pasar berlantai tanah yang becek, pasar ini berlantai keramik dan kondisi lantai kering, kendati yang dijual sebagian adalah bahan basah. Pedagang kuliner juga mendapat tempat terpisah yang pantas.

Tersedia juga klinik kesehatan dan ruangan menyusui. Sungguh fasilitas yang menjadi nilai tambah bagi sebuah pasar tradisional.

Hal ini adalah adalah salah satu upaya Pemerintah Kota Pekalongan untuk menarik minat masyarakat berbelanja di pasar tradisional. Bersih, aman, dan tepat ukur adalah faktor utama yang diinginkan konsumen. Apalagi dalam perkembangannya, persaingan ketat memperebutkan konsumen terjadi antara pasar tradisional dengan pasar modern. Kepala Disperindagkop dan UMKM Kota Pekalongan, Supriono menuturkan untuk bisa bersaing dengan pasar modern, seluruh pasar rakyat atau pasar tradisional di Kota Pekalongan ditargetkan penerapan SNI (Standar Nasional Indonesia). “Hal tersebut dilakukan demi menarik kembali minat dan kepercayaan masyarakat untuk berbelanja di pasar tradisional,” kata dia. Perkembangan saat ini, lanjut dia, memang menunjukkan bahwa pasar rakyat mulai mendapatkan penetrasi dari pasar modern. “Mereka harus punya fasilitas yang lebih lengkap, nyaman, aman dan lengkap. Poin-poin itulah yang akan digunakan dan diterapkan ke pasar rakyat agar bisa bersaing,” tuturnya.

Target Revitalisasi 5000 pasarPemerintahan Presiden Jokowi

berkomitmen untuk merevitalisasi sebanyak 5000 pasar rakyat hingga 2009 mendatang. Dan berdasarkan aturan

yang tertuang dalam Pasal II Peraturan Menteri Perdagangan RI (Permendag) Nomor 56 Tahun 2014, istilah pasar tradisional diganti menjadi pasar rakyat, sedangkan toko modern istilahnya diganti menjadi toko swalayan.

Pasar Podosugih adalah salah satu proyek percontohan penerapan standar SNI di pasar rakyat. Supriono menungkapkan, SNI Pasar Rakyat bertujuan untuk menjadi pedoman dalam mengelola, membangun serta memberdayakan komunitas Pasar Rakyat. “Dengan demikian Pasar Rakyat dikelola secara profesional dan menjadi sarana perdagangan yang kompetitif terhadap pusat perbelanjaan, pertokoan, mall, plasa, maupun pusat perdagangan lainnya, yang pada akhirnya juga dapat meningkatkan perlindungan terhadap konsumen,” ujarnya. Dalam hal ini pasar rakyat diharapkan tetap mempertahankan kearifan lokal daerah.

 Tiga SyaratBerdasarkan SNI 8152:2015 Pasar

Rakyat, terdapat 3 persyaratan pasar rakyat yang meliputi persyaratan umum, persyaratan teknis, dan persyaratan pengelolaan. Persyaratan umum terdiri dari lokasi pasar, kebersihan dan kesehatan, serta keamanan dan kenyamanan. Persyaratan teknis terdiri

dari ruang dagang, aksesibilitas dan zonas, pos ukur ulang dan sidang tera, fasilitas umum, elemen bangunan, k e s e l a m a t a n d a l a m b a n g u n a n , pencahayaan, sirkulasi udara, drainase, ketersediaan air bersih, pengelolaan air limbah, pengelolaan sampah, sarana telekomunikasi, dan keselamatan dalam bangunan. Persyaratan pengelolaan terdiri dari prinsip pengelolaan pasar, tugas pokok dan fungsi pengelola pasar, prosedur kerja pengelola pasar, struktur pengelola pasar, pemberdayaan pedagang, serta pembangunan pasar.

 Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Prasetya mengatakan “SNI Pasar Rakyat ini menetapkan k e t e n t u a n p e r s y a r a t a n u m u m , persyaratan teknis dan persyaratan p e n g e l o l a a n . D a r i k e t i g a b e l a s persyaratan teknis SNI Pasar Rakyat, semuanya mengarah pada K3L. Bagaimana kesehatannya, mengelola kemananan dan keselamatan,” kata Bambang. “BSN bisa saja bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan memberikan award bagi penerap SNI pasar rakyat yang bagus,” kata Bambang. Karena itu, kegiatan edukasi kepada pengelola pasar menjadi penting. (Elvira)

PESONA PODOSUGIH MENANGKAN HATI PEMBELI

komunikatabloid tabloidkomunika.com/komunikakominfoe-paper

Page 6: Komunika Edisi 5 2016

Target penyaluran juga naikSelain penurunan bunga, pemerintah

juga menaikkan target penyaluran KUR pada tahun 2016. Tidak tanggung-tanggung, target penyalurannya dinaikkan menjadi empat kali lipat menjadi Rp 120 triliun, dari yang sebelumnya Rp 30 triliun.

Dana terbesar penyaluran KUR sendiri masih disalurkan oleh tiga bank BUMN, yakni Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia (BNI). Sejumlah bank daerah juga mendapat bagian untuk ikut menyalurkan KUR di wilayahnya masing-masing.

“ Tahun ini, ditambah BPD Kalimantan Barat (Kalbar) dan BPD Nusa Tenggara Timur (NTT), di samping enam BPD lainnya,” Kata Puspayoga.

Pemerintah juga menggandeng bank swasta dan lembaga keuangan non-bank untuk berpartisipasi menyalurkan KUR. Terhadap ini, pemerintah memberlakukan persyaratan yakni memiliki tingkat kredit macet (NPL/Non Performing Loan) kurang dari 5% dan portofolio kredit UMKM minimal 5%.

“Kami berharap bank-bank swasta tersebut memenuhi persyaratan sehingga penyaluran KUR akan lebih cepat dan target tercapai,” tutur Puspayoga. (Jo/ Berbagai sumber)

Usaha Kecil Menengah, Anak Agung Ngurah Puspayoga saat sosialisasi percepatan penyaluran KUR, di Ternate beberapa waktu lalu.

Mudahnya memperoleh KUR diakui Naning selaku pelaku usaha. Apalagi dalam proses pengajuan pihak bank dikatakannya selalu mendampingi. Tak lebih dari sebulan pengajuan, dana sebesar Rp 500 juta yang diinginkannya, diperoleh dari bank penyalur. Dana inilah yang kemudian digunakannya untuk merenovasi pabrik dan membeli beberapa peralatan produksi.

“Bulan Desember 2015 kemarin kami akhirnya memperoleh sertifikat GMP,” Kata Naning.

UMKMK memang jadi salah satu roda penggerak perekonomian nasional yang terbukti selalu tahan terhadap terpaan badai krisis ekonomi. Sektor ini menjadi pelaku utama karena keterlibatan aktif secara massal penduduk Indonesia. Gelontoran program penguatan dan pengembangan tentu menjadi angin segar bagi Naning, dan Naning-naning lain di seluruh wilayah nusantara. ([email protected]/tr)

5

Tarik di sini

8MELESAT BERKAT KUR

FOTO

: JO

Naning tak menyangka usaha rumahannya bisa

berkembang hingga seperti sekarang ini.

Tidak main-main, bersama sang suami,

Sutarno, Naning boleh dikata sebagai

pemasok tahu tempe terbesar di kota

Batam. Semuanya bermula pinjaman

dari Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Zahra Tempe, begitu Naning d a n S u t a r n o m e l a b e l i usahanya. Sebagai pemasok tahu dan tempe, kini “rumah produksi”nya terdiri dari

beberapa ruangan terpisah untuk masing-masing tahapan pembuatan produk. Padahal beberapa tahun sebelumnya, hanya ada satu ruangan untuk beberapa tahapan produksi.

Pasangan suami istri Naning dan Sutarno, memang mengawali usaha tahu dan tempenya dari usaha rumahan biasa sekitar tahun 1996, tepatnya di Kampung Belian, Batam Center . Berbekal uang secukupnya, keduanya saat itu merekrut lima pegawai yang merupakan sanak keluarga dan kerabat sendiri. Awalnya mereka hanya mampu memproduksi setidaknya tujuh karung tempe setiap harinya.

“ Waktu itu pemasarannya pun

terbatas hanya untuk kios-kios di kawasan Nagoya dan Sei Jodoh, Batam.” kata Naning.

Dari biasa menjadi luar biasaYang menarik, diawal usaha, tempe

hasil produksi Zahra tidak dijual dengan sistem konsinyasi atau titip barang. Metode seperti ini dianggap Naning beresiko, karena barang yang tak terjual akan dikembalikan. Untuk itulah, ia lebih memilih memasarkan tempenya dengan harga mepet bahkan cenderung lebih murah dibandingkan harga pasaran biasanya. Pemilik kiospun tertarik karena bisa menjual kembali dengan harga normal.

“Dengan begitu keuntungan hasil penjualan bisa mereka ambil, dan produk kami tidak kembali. Jadi kami untung, mereka juga untung. Usaha kami juga terus berkembang” Ujar Naning.

Dengan usaha yang terus berkembang, keduanya lantas memikirkan bagaimana membangun pabrik produksi yang lebih besar. Konsekuensinya, butuh modal yang tidak sedikit tentunya.

N a n i n g m e n g a k u i p e r n a h mengajukan pinjaman ke beberapa bank swasta, namun selalu terbentur

beberapa masalah, misalnya persyaratan yang rumit dan berliku. “Pembangunan pabrik yang harusnya bisa dilaksanakan beberapa tahun yang lalu baru terealisasi pada bulan Januari tahun 2015,” ujarnya.

Sebelum memperoleh pinjaman KUR, dengan dana yang “pas-pasan” sesungguhnya Naning dan Sutarno telah membangun pabrik yang lebih besar. Namun begitu peralatan dan perlengkapan pabrik masih minim karena kurangnya dana. Hal ini yang menjadikan keduanya ragu-ragu menerima undangan dari Kementerian Perindustrian untuk sertifikasi Good Manufacturing Practices (GMP) Agustus 2015 lalu. Untuk industri pengolahan makanan, sertifikasi GMP ini sangat dibutuhkan untuk memastikan produk yang dihasilkan benar-benar melalui proses yang higienis dengan kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan

Disaat keraguan inilah, keduanya mendapat tawaran dana oleh salah satu Bank penyalur KUR. “Saat itu kami langsung terima dan langsung mengajuk an persyaratan untuk memperoleh KUR.” Kata Naning saat

ditemui di pabrik barunya di Ruko Sentra Tahu-Tempe Sari Padjajaran, Tembesi, Batuaji.

Geliatkan ekonomi dengan KURGuna membangkitkan ekonomi

rakyat, pemerintah saat ini memang gencar menggenjot percepatan penyaluran KUR. Tujuan utamanya adalah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK), menciptakan lapangan kerja serta menanggulangi kemiskinan. Target penyaluran program kredit berbunga murah ini berkisar Rp100 hingga Rp120 triliun sampai dengan akhir tahun 2016. Sementara penyerapan tenaga kerja sendiri, dengan adanya program ini pemerintah berharap mampu memberdayakan sekitar 107 juta orang.

Selain berbunga murah, proses memperoleh KUR pun dibuat mudah. Jika profil UMKMK baik dan terpercaya, Bank yang ditunjuk pemerintah sebagai penyalur tak akan meminta jaminan atau agunan. “Ini salah satu upaya pemerintah membangkitkan ekonomi masyarakat,” ujar Menteri Koperasi dan

Pemerintah menurunk an bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 12 persen menjadi 9 persen yang berlaku mulai 4 Januari 2016. Penyaluran KUR

2016 juga ditargetkan hingga Rp120 triliun.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga menjelaskan bahwa pemerintah menurunkan bunga KUR dengan tujuan untuk meringankan beban kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Puspayoga pun menjelaskan bahwa usulan penurunan suku bunga KUR telah diajukan Kementerian yang dipimpinnya pada tahun sebelumnya, namun baru disetujui dan terealisasi pada tahun 2016. “Semula 12%, tahun ini diturunkan menjadi 9% dan berlaku sejak 4 Januari 2016 ini,” kata Puspayoga.

Dengan bunga yang ringan ini, diharapkan dapat membantu para pelaku UKM untuk mengembangkan usaha melalui kredit sesuai dengan kemampuan membayar dari hasil usahanya.

“Kalau bunganya ringan, para pelaku UKM akan semangat mengembangkan usahanya, kalau bunga tinggi mereka akan takut rugi,” terang Puspayoga.

KUR,SEMAKIN MUDAH

Page 7: Komunika Edisi 5 2016

9Cinta IndonesiaTahun XII Mei 2016Edisi 5

Ada tiga wilayah pasar Beringharjo yang di pimpin oleh tiga Lurah di bantu tiga Carik, yaitu Beringharjo Timur, Barat dan Tengah. Pembagian wilayah ini mengingat luas pasar yang mencapai 2,5 hektare dan ditempati oleh sekitar 7.000 pedagang. Berbagai jenis barang bisa dijumpai di pasar ini seperti batik, kain lurik, jarik, blangkon, jamu dan rempah-rempah tradisional, bahkan berbagai benda dan barang antik pun bisa ditemui di sini. Pengunjung juga bisa dengan mudah menjumpai pedagang yang menjual setrika tempo dulu misalnya. Atau keris dan uang logam zaman kerajaan. Tentu tak ketinggalan, kuliner tradisional khas seperti sate kere, sego empal, dawet, jenang dan jajanan-jajanan lain ada di pasar ini.

Modernisasi pasar terlihat ada di lantai dua. Lantai ini mulai beroperasi tahun 2014 lalu dan disebut “Metro”. “Dahulu bagian ini dikelola oleh pihak ketiga, namun setelah kontrak habis, Dinas mengambil alih. Lalu terbentuklah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Bisnis,” kata Rudi.

Dengan segala keunikan dan sejarahnya, pasar Beringharjo telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Yogyakarta. Hadirnya pasar-pasar modern yang juga menjamur di Yogyakarta, tak menjadikan pasar ini ditinggalkan pengunjung. Bagi para wisatawan, selalu ada rindu untuk kembali ke pasar ini jika berkunjung ke Yogyakarta. ([email protected]/tr).

Selain harga yang murah dan beragam

pilihan barang belanjaan, hiruk

pikuk suasana pasar Beringharjo selalu

menjadi daya tarik. Lebih dari sekedar

tempat bertemunya pedagang dengan

pembeli, Pasar ini punya nilai sejarah dan

falsasah yang tinggi dan terus bertahan.

Tak bergeming meski serbuan pusat

perbelanjaan modern merambah wilayah

Yogyakarta.

Memasuki area pasar dari depan (jalan Malioboro), tulisan beraksara Jawa atau yang biasa disebut hanacaraka menyambut di atas pintu bergaya kolonial. “Pasar Beringharjo”, begitu arti tulisannya.

Pasar yang tepatnya terletak di Jalan Pabringan no. 1 ini selalu dipenuhi pengunjung baik, masyarakat Yogya sendiri maupun wisatawan lokal dan mancanegara. Geliat aktivitas pasar sendiri dimulai sejak sebelum subuh dan berakhir pada jam 5 sore hari. Meski demikian, biasanya pasar ini baru terlihat ramai pengunjung pada sekitar pukul 10 pagi.

Bagian dari Catur TunggalPasar yang sudah ada sejak tahun

1758 ini punya nilai sejarah karena merupakan satu dari empat pilar Catur Tunggal, selain Keraton, alun-alun utara dan Masjid Keraton. Catur Tunggal adalah empat elemen yang menjadi satu untuk tata kelola roda pemerintahan (kerajaan). Keraton sebagai pusat pemerintahan, alun-alun sebagai ruang publik, Masjid Keraton sebagai pusat tempat beribadah, dan Pasar Beringharjo sebagai pusat kegiatan ekonomi masyarakat.

Keberadaan Beringharjo tak lepas dari berdirinya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di tahun 1758. Saat itu, Sultan yang berkuasa mencari lokasi sebagai tempat transaksi jual-beli masyarakat. Sang Sultan kemudian m e n e t a p k a n s a t u l o k a s i y a n g sebelumnya adalah hutan beringin karena dipenuhi pohon beringin rimbun dan teduh. Itulah kenapa kemudian dinamakan Beringharjo, karena Bering bermakna pohon beringin dan Harjo berarti kemakmuran.

Tiga zaman telah dilalui oleh pasar ini sebagai pusat perniagaan masyarakat

CINTA DAN TRADISI DI PASAR BERINGHARJO

Yogyakarta. Dimulai dari zaman kerajaan, kolonial, hingga kini di era modern. Jika di dua zaman awal pasar ini adalah pasar tradisional dengan nuansa Jawa yang kental, kini Beringharjo tampil lebih modern dan representatif. Sarana penunjang seperti tempat parkir, area bongkar muat barang, mushala, ATM, pusat pelayanan kesehatan sampai tempat penitipan anak dan area bermain anak tersedia di Pasar ini. Radio Super (Suara Pasar Terpadu) juga hadir sejak tahun 2014 yang tak semata sebagai sarana informasi, tetapi juga jadi media silaturahmi antar pedagang pasar dan bahkan pengunjung.

Modern dengan nuansa tradisionalNamun begitu tak perlu khawatir

pasar in i keh i langan sentuhan tradisionalnya. Tembang Jawa, sapaan santun para pedagang, aksara-aksara Jawa dan ulir-ulir bangunan di beberapa sisi, seolah mampu mempertahankan nuansa etnik Jawa tempo dulu. Tak sampai disitu, pengelolaan pasarpun mengadopsi gaya dan nilai luhur budaya Yogyakarta, dipimpin oleh Lurah dan dijalankan oleh Carik. Seluruh pasar di Yogyakarta pengelolaanya memang masih mempertahankan sistem ini

“Lurah Pasar adalah wakil dari Dinas yang bertugas sebagai kepala pasar di pasar tersebut, sedangkan Carik adalah sekretaris yang tugasnya mengurus administrasi dan retribusi,” ujar Rudi Firdaus Yusuf, Kepala Bidang Pengembangan Dinar Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta.

FOTO

: NU

RITABe r k u n j u n g k e D a e r a h

Istimewa Yogyakarta, tak sahih rasanya j ika tak menyusuri jalan Malioboro. Jalan ini memang menjadi

trademark kota gudeg, Yogya, selain keraton tentunya. Namun ada satu lagi daya tarik Yogya, tepatnya di ujung selatan jalan Malioboro. Di sini berdiri pasar sejarah, Beringharjo namanya. Bagi wisatawan, tak ada yang tak mengenal pasar ini. Sama seperti jalan Malioboro, tak lengkap rasanya berkunjung ke negeri pimpinan Sri Sultan Hamengkubawana X ini jika tak menyempatkan diri ke pasar Beringharjo. Jika hendak membeli pakaian bercorak batik, atau cenderamata lain dengan nuansa etnik dengan harga yang terjangkau, datanglah ke pasar ini. Aneka kebutuhan pokok juga bisa dijumpai di sisi lain pasar Beringharjo ini.

“Bering bermakna

pohon beringin dan Harjo berarti

kemakmuran

Page 8: Komunika Edisi 5 2016

Teknlologi Tepat Guna10 Tahun XII Mei 2016 Edisi 5

PASAR RESIK, REJEKINE APIK

Sampah adalah material sisa dari aktivitas manusia

yang tidak lagi terpakai. Apabila diabaikan, sampah

tentu akan menimbulkan banyak masalah. Tapi

sebaliknya, apabila diolah secara benar, sampah

justru membawa banyak berkah.

Satu hal yang identik jika bicara tentang pasar tradisional adalah becek, kumuh, kotor dan bau karena sampah yang berserakan. Imbasnya,

hal ini jadi salah satu alasan masyarakat enggan berbelanja di pasar tradisional. Tapi itu dulu.

Kini, dibeberapa daerah, pasar tradisional tampil dengan wajah baru. Selain bersih dan apik, pasar-pasar tersebut menerapkan standar pengelolaan yang lebih terjamin dari sisi lingkungan, keamanan dan kenyamanan.

Pasar Imogiri kabupaten Bantul DI Yogyakarta misalnya. Pasar yang beralamat di Jalan Imogiri Tim, Bantul ini mengusung konsep pasar sehat dengan menerapkan manajeman pengelolaan sampah yang baik. Berbelanja kebutuhan pokok di sini, tak ada yang namanya kotor, kumuh dan bau.

Olah sampah jadi berkahMengelola sampah memang gampang-

gampang susah. Menjadi sesuatu yang sulit dilakukan jika tidak dilandasi dengan tekad yang kuat serta didukung dengan individu yang paham dan peduli.

Tekad, pemahaman dan kepedulian inilah yang jadi pendekatan yang dipakai pengelola pasar dalam tata kelola sampah. Kepala Pengelola Pasar Imogiri, Suharsono mengatakan pihaknya berkomitmen kuat menjadikan pasar Imogiri sebagai tujuan utama masyarakat untuk mencari kebutuhan pokoknya. Bagaimana menjadikan pasar punya daya tarik itu, hal sederhana pertama yang dilakukan pihaknya adalah “menyulap” sampah. Selain itu, kata Suharsono, pola pikir masyarakat lebih dulu harus diubah. Pasar adalah tempat yang bersih dan rapih. Dengan demikian, keberadaan pasar tradisional akan tetap dibutuhkan konsumen. Apalagi harga dan produk yang ditawarkan memang lebih murah dan bervariasi. “Supaya kebersihan dan kerapihan lingkungan pasar, khususnya di Imogiri ini tetap terjaga,”ujarnya.

Setelah pola pikir masyarakat berubah, pengelola tinggal melakukan penguatan. Fa s i l i t a s - f a s i l i t a s p e n d u k u n g g u n a kebersihan, kerapihan dan kenyamanan pasar dilengkapi. Tempat sampah organik dan non-organik ditempatkan dibeberapa titik pasar. Toiletpun selalu tampil bersih. Tak salah jika pasar ini dinobatkan sebagai pasar dengan toilet terbersih di DIY.

Satu hal yang menjadi keunggulan dari pasar ini adalah sistem pengelolaan sampahnya. Sampah non-organik tak pernah lama berada di bak sampah pasar karena langsung akan dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sementara sampah organik sisa barang dagangan akan diolah menjadi pupuk kompos yang tentunya

bermanfaat untuk pertanian masyarakat sekitar. Luarbiasanya, pupuk yang sudah dikemas, sebagian dibagikan secara cuma-uma kepada masyarakat tani yang ada di wilayah Bantul.

Dalam proses pengerjaan pupuk komposnya sendiri, pengelola didukung oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bantul. BLH mempekerjakan tenaga honorer yang bertugas mengambil sampah organik pasar dan mengolahnya menjadi kompos.

Revitalisasi untuk ekonomi rakyatDalam sehari, pasar Imogiri menghasilkan

kurang lebih 2 hingga 3 ton sampah. Dari sampah-sampah ini mampu diolah menjadi pupuk kompos sebanyak 500 kuintal. Dengan hasil seperti ini, hal yang pasti terjadi adalah beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA) berkurang, biaya operasional sampah

minim, penyerapan tenaga kerja dan tentu lingkungan terjaga dengan baik.

“Pasar ini adalah rumah kedua bagi kami pengelola pasar dan juga pedagang. Selayaknya rumah, tentu kita semua harus menjaga lingkungan pasar ini supaya bersih dan nyaman, “ tutur Suharsono.

Meskipun baru sekitar 2 tahun berubah wajah, tapi apa yang dilakukan pengelola pasar Imogiri dapat menjadi inspirasi bagi pasar-pasar lainnya. Apalagi pemerintah saat ini memang menggelontorkan program revitalisasi pasar tradisional. Tujannya tidak lain adalah salah satunya memberdayakan ekonomi rakyat.

Dengan kepercayaan dirinya, pasar Imogiri seolah tak gentar di tengah penetrasi pasar-pasar modern yang tumbuh bak jamur beberapa tahun belakangan ini. Saat ini ada sekitar 100 unit pasar modern hadir di Kabupaten Bantul. Sementara pasar tradisional hanya sekitar 32 unit dan hanya empat unit pasar besar yang dikelola oleh pemerintah kabupaten.

Pasar Imogiri salah satu dari empat pasar besar tersebut. Menempati lahan seluas lima hektare, pasar ini menampung sekitar 1.500 pedagang berbagai kebutuhan. Kini, perputaran uang di pasar ini mencapai 35 hingga 50 juta setiap bulannya.

“Kunci keberhasilan membangun pasar ini adalah komitmen dari para pengelola dan kerjasama pedagang serta dukungan masyarakat. Ini jadi kunci sukses terwujudnya pasar sehat ini. Ke depannya, kami akan mengembangk an sistem yang lebih profesional, mulai dari soal manajemen hingga layanan kepada pelanggan,” ujar Suharsono. (wid/[email protected]/tr)

“Pasar ini adalah rumah kedua bagi

kami pengelola pasar dan juga pedagang. Selayaknya rumah,

tentu kita semua harus menjaga lingkungan

pasar ini supaya bersih dan nyaman

FOTO

: NU

RITA

Page 9: Komunika Edisi 5 2016

11RegulasiTahun XII Mei 2016Edisi 5

karena banyak orang bisa membeli hasil panennya dengan harga murah.

Malam itu, di meja makan saya, terhidang semangkuk sayur labu siam. Saya tahu, pembantu saya membeli labu siam itu di warung pengepul dengan harga Rp 350 per kg, labu siam yang pasti berasal dari ladang pak tua. Saat mengambil piring untuk mulai makan, tiba-tiba saya merasa malu pada diri sendiri. Saya, yang jauh lebih mampu dari si bapak tua, dalam urusan makan ternyata masih menggantungkan subsidi dari orang-orang seperti dia! (gun).

Siang terik itu, seorang lelaki tua melintas di depan rumah saya, memikul dua keranjang penuh labu siam. Ia, rupanya, hendak menjual

hasil panen ladangnya ke rumah pengepul sayur yang rumahnya berjarak tiga blok dari rumah saya.

Panas matahar i membuat peluh bercucuran dari tubuh kerempengnya. Urat nadi yang bertonjolan di kening dan nafas terengah-engah menunjukkan ia sedang menanggung beban berat. Sumpah, saya tidak berani bertanya, karena saya yakin ia tak lagi memiliki sisa energi untuk menjawab. Lima menit berselang, lelaki tua itu sudah kembali dari rumah pengepul sayur, dan melintas lagi di depan saya.

Kali ini, wajahnya tampak banar. Seulas senyum tersungging di bibirnya. Kendati masih bersimbah keringat, nafasnya sudah lumayan tertata. Saat itulah saya memberanikan diri untuk menyapa.

“Laku berapa, pak, labu siamnya?”“Sekilo Rp 200, nak. Tadi saya bawa 40

kg, jadi dapat uang Rp 8.000,” katanya sambil menunjukkan delapan lembar uang ribuan di genggamannya.

Saya terkesiap mendengar jawaban si bapak. Delapan ribu rupiah, menurut saya, bukan harga yang pantas untuk 40 kg labu siam. Bahkan untuk ongkos memikul dari ladang ke rumah pengepul saja, saya kira terlalu murah.

“Kok murah banget, pak? Apa bapak tidak

HARGA

rugi jual labu siam cuma segitu?”Si bapak mengambil nafas dalam. Melap

keringat dengan kaus kumalnya, kemudian, masih dengan tersenyum, berkata, “Nak, harga memang penting. Tapi bagi saya, nilai lebih penting. Uang delapan ribu sudah bikin saya senang, tapi ratusan orang yang tidak menanam labu siam bisa makan labu siam dengan harga murah, bagi saya jauh lebih menyenangkan. Coba dihitung, jika sekilo isinya lima labu siam dan satu orang masing-masing makan satu labu, paling tidak ada 200 orang yang akan makan waluh tanaman saya. Bukankah itu hal yang sangat bernilai?”

Saya tercengang mendengar jawaban si bapak.

***Lihatlah di mal-mal dan supermarket,

betapa harga telah menjadi sarana kuasa bagi pemilik barang. Ia dilabelkan pada komoditas secara masif, dan tak seorang pembelipun mampu menurunkannya. Di sana, harga adalah lambang supremasi penjual atas pembeli. Pembeli harus percaya bahwa harga barang yang ditawarkan memang “segitu”. Dan ia harus mengeluarkan uang sebanyak harga yang tertulis, tanpa bisa tahu apakah ia telah membayar terlalu banyak dari yang seharusnya ia bayar.

Tapi siang itu, di depan mata, saya melihat paradoks yang begitu nyata: betapa pembeli memiliki kuasa yang demikian besar atas penjual. Pak tua harus rela melepas labu siam dengan harga yang ditentukan sepihak

oleh pengepul, Rp 200 per kg. Ia tak punya pilihan karena pilihannya hanya dua, dijual atau labu siamnya akan membusuk di ladang.

Di tingkat produsen pangan gurem seperti pak tua, begitulah kondisi realnya. Seharusnya pak tua menderita, merasa teraniaya oleh kejamnya sistem ekonomi yang tak pernah berpihak kepada si lemah. Seharusnya ia berteriak, karena ia nyata-nyata telah dieksploitasi untuk membubungkan margin keuntungan para juragan, sementara ia tetap hidup kekurangan. Tetapi tidak, pak tua tidak meratap, tidak pula mengeluh, apalagi berteriak marah. Ia bahkan bersyukur,

TOKO SWALAYAN UTAMAKAN PRODUK DALAM NEGERI DAN UMKMMulai September 2014 sebenarnya tidak

ada lagi pasar tradisional. Tidak secara fisik melainkan istilahnya diganti menjadi pasar

rakyat, sedangkan toko modern istilahnya diganti menjadi toko swalayan. Aturan ini tertuang

dalam Pasal II Peraturan Menteri Perdagangan RI (Permendag) Nomor 56 Tahun 2014.

Permendag ini tidak semata mengatur pergantian penggunaan istilah pasar, lebih jauh peraturan ini adalah penyempurnaan atas Permendag

nomor 70 tahun 2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

Menjadi KomplementerPertumbuhan pusat perbelanjaan

dan toko swalayan memang cukup mencengangkan. Pada tahun 2014 ketika aturan ini dikeluarkan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat jumlahnya di Indonesia mencapai 23.000 unit, jumlah itu mengalami peningkatan 14 persen dalam tiga tahun terakhir sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Sr ie Agust ina, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag kala itu menyatakan pola beli masyarakat berubah dari yang tadinya membeli barang

kebutuhan di pasar tradisional beralih ke pasar modern.

Strategi yang diterapkan Kemendag untuk membatasi persaingan pasar modern dengan pasar rakyat adalah pengaturan penyebaran pembangunan dan pengaturan produk-produk yang bisa dijual pasar modern. “Pasar modern diharapkan menjadi komplementer”, tutur Srie seperti dikutip dari Kompas.com. Alasan ini pulalah yang menjadi pertimbangan dikeluarkannya Permendag Nomor 56 Tahun 2014, pemenuhan kebutuhan konsumen terhadap barang yang belum diproduksi di dalam negeri.

Ada empat pasal yang mengalami perubahan dari Permendag Nomor 70 Tahun 2013 sebagaimana tertuang dalam Pasal I. Perubahan pertama adalah ketentuan Pasal 8 Ayat 2, dimana Menteri dapat memberikan izin penjualan barang pendukung usaha utama lebih dari 10% dari keseluruhan jumlah barang yang dijual di outlet/gerai Toko Modern. Sebelumnya Menteri perlu mempertimbangkan rekomendasi dari Forum Komunikasi Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

Perubahan kedua seperti tertuang dalam Pasal 21 adalah toko swalayan bisa memiliki barang merek sendiri lebih dari 15 persen dari keseluruhan jumlah barang dagangan di suatu gerai, selama produk tersebut dalam rangka kemitraan UMKM. Oleh karena itu janganlah heran apabila kita menemukan produk sembako dengan logo toko swalayan dengan catatan kecil bekerja sama dengan kelompok UMKM lokal.

Utamakan Produk Dalam NegeriToko swalayan yang beroperasi di

Indonesia wajib menyediakan barang dagangan produksi dalam negeri paling sedikit 80 persen dari jumlah dan jenis barang yang diperdagangkan. Pengecualian diberikan apabila barang dagangan memerlukan keseragaman produksi dalam jaringan pemasaran global, mereknya mendunia, dan berasal dari negeri asal untuk kebutuhan warga negaranya yang tinggal di Indonesia. Perubahan ketiga ini bisa diberlakukan untuk toko swalayan yang lebih banyak menjual produk-produk impor dan tidak diproduksi di dalam negeri seperti minuman anggur atau minyak samin.

Dalam Permendag ini juga diatur mengenai pelaku usaha toko swalayan yang telah beroperasi dan memiliki lebih dari 150 gerai. Pada peraturan sebelumnya, toko swalayan berjaringan paling banyak hanya 150 gerai saja dan harus menyesuaikan dalam waktu lima tahun sebagaimana berbunyi di Pasal 41. Peraturan terbaru ini lebih longgar, apabila jaringan sudah memiliki lebih dari 150 gerai, masih boleh tetap beroperasi.

Lain halnya dengan toko swalayan atau pusat perbelanjaan yang dikelola sendiri yang telah beroperasi dan menyediakan produk dalam negeri kurang dari 80 persen, harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lambat dua tahun setelah diterbitkan tahun 2014.

Jadi tahun 2016 ini setiap gerai swalayan harus memastikan 80 persen produk yang djualnya adalah produk dalam negeri. (ATS/Vira)

Page 10: Komunika Edisi 5 2016

penjual kelapa Aco. Lelaki 52 tahun yang telah berjualan kelapa sejak empat tahun lalu ini merasakan keuntungan berlipat dibandingkan berjualan di pasar lama. Saat itu diakui Aco dalam sehari mendapatkan omset maksimal 300 ribu. Kini, usai revitalisasi ia bisa meraup penghasilan 700 ribu rupiah dalam sehari.

Hal yang sama juga dirasakan Nurjanah, pedagang ikan asin selama 30 tahun di pasar Amahami. Nenek 56 tahun ini mengaku mampu meraup 500 ribu hingga sejuta per hari dibandingkan ketika berjualan di pasar lama yang tidak sampai 400 ribu per hari.

Meskipun begitu, kerana beberapa kendala ada beberapa pedagang yang mengaku mengalami penurunan omzet usai Amahami direvitalisasi. Man (44 tahun) yang berdagang sayuran dan Ismail (40 tahun) pedagang pisang misalnya. Keduanya mengaku penjualannya menurun dibandingkan saat di pasar lama. Man, yang sejak remaja telah menekuni profesinya ini mengaku penjualannya menurun sekitar seperlimanya, sedangkan Ismail hanya mendapat satu juta rupiah per hari dari sebelumnya mampu meraup lima juta rupiah per hari.

T i d a k a d a n y a g u d a n g t e m p a t menampung stok barang dan pembeli yang hanya ramai sampai tengah hari jadi salah satu penyebabnya. “Di pasar lama sampai sore juga masih ramai, kalau sekarang jam satu siang sudah sepi,” tutur Man. Akan tetapi Man dan Ismail tetap optimis di masa mendatang laba akan bertambah seiring semakin ramainya pasar Amahami.

Ubah stigmaKehadiran Pasar Amahami diharapkan

membuat Bima menjadi pusat pedagangan bagi daerah-daerah di sekitarnya. Sarana transportasi yang lengkap seperti jalan penghubung yang baik, adanya bandara dan pelabuhan membuat Bima jadi tujuan warga dari luar kota sekitar. “Alhamdullilah banyak pemasukan untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Ratnaningsih, Kepala Bidang Perdagangan Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Pedagangan Kota Bima.

Pasar Amahami, memang diharap sebagai salah satu pelopor yang akan merubah stigma pasar tradisional, yang kumuh, tak terawat dan tidak tertib. Itu sebabnya pemerintah pusat sendiri akan meningkatkan kapasitas daya tampung pasar.

“Supaya semua pedagang bisa masuk berjualan di dalam. Tahun depan saya akan cek ke sini lagi. Saya minta jangan sampai yang namanya pasar tradisional kalah sama mall,” tegas Presiden Joko Widodo. (ATS/tr)

Matahari pagi belum juga nampak di langit Kota Bima kala pasar Amahami mulai berdenyut mengawali aktivitasnya. Dibalik

remang-remang gelap subuh, mobil dan gerobak nampak hilir mudik keluar masuk pasar mengantar hasil bumi seperti sayuran, buah, dan ikan dari berbagai daerah seperti Dompu, Sumbawa, dan Labuan Bajo. Di bagian lain, para pedagang juga sibuk menata dagangannya di atas keramik licin atau di atas tanah kering, siap meyambut pembeli. Setiap pagi seolah jadi harapan baru setiap pedagang di pasar yang baru diresmikan Presiden Joko Widodo bulan April 2016 lalu.

Salah satu pasar yang masuk program revitalisasi ini memang jadi tumpuan para pedagang menggerakkan roda ekonomi. Pagi itu, rangka-rangka baja besar pasar berwarna biru dengan atap tinggi, memang terlihat dinamis menaungi sekitar 1500 pedagang beraktivitas. Asa mereka membumbung menata perekonomian, karena memang pasar ini belum genap setahun ditempati sejak pindah dari pasar lama yang telah tak layak guna. Jika dahulu menggunakan meja-meja reot, kini ina-ina (sebutan bagi wanita-wanita pedagang kebutuhan pokok) telah menempatkan jualannya di bilik-bilik dagang berkeramik putih. Walaupun memang masih ada beberapa dari mereka yang menggelar dagangan “mengambil“ ruas jalan pasar.

“Saya minta Pasar Amahami jadi pasar yang penataan barangnya rapih, kalau hujan tidak becek, sehari-hari semua pada posisi yang bersih tidak bau. Dagangannya ditata pada posisi yang baik,” begitu ujar Presiden Joko Widodo dalam sambutan peresmian pasar tersebut April lalu seperti dikutip dari Antara.

Buah revitalisasiBerdiri di atas tanah seluas lima hektare,

pasar Amahami terdiri dari tiga los besar berdasarkan komoditi, yaitu pasar sayur, rempah-rempah, dan buah, pasar daging dan ikan, serta pasar sembako dan barang sandang.

Pasar hasil revitalisasi yang menelan dana Rp7 miliar pembangunannya ini, memang dirancang menjadi pasar tradisional yang bisa menarik minat masyarakat berkunjung dan berbelanja. Selain tidak becek, pasar dipastikan aman dari tangan-tangan jahil “pencopet” karena dilengkapi juga kamera pengawas CCTV yang siaga 24 jam di beberapa titik pasar.

“Selain CC T V petugas keamanan mengontrol 3 kali sehari”, kata Azrah, pegawai UPT Pasar Amahami, menjamin keamanan pasar.

“ Wajah baru” Amahami dirasakan

PASAR AMAHAMI, MENGUBAH STIGMA

FOTO

: ARD

I TS