kompleksasi obat wicita

24
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Farmasi fisika merupakan salah satu ilmu di bidang farmasi yang menerapkan ilmu fisika dalam sediaan farmasi. Dalam farmasi fisika dipelajari sifat fisika dari berbagai zat yang digunakan untuk membuat sediaan obat dan juga meliputi evaluasi akhir sediaan obat tersebut. Sehingga akan menghasilkan sediaan yang sesuai standar, aman dan stabil yang nantinya akan di distribusikan kepada pasien yang membutuhkan. Dalam dunia farmasi dikenal suatu fenomena fisika yang disebut kelarutan. Kelarutan adalah besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu. Ada beberapa cara dalam menentukan kelarutan yaitu salah satunya dengan penambahan zat pengkompleks. Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada ion logam pusat. Donasi pasangan elektron ligan kepada ion logam pusat menghasilkan ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks juga disebut senyawa koordinasi. Jadi semua senyawa kompleks atau senyawa koordinasi adalah senyawa yang

Transcript of kompleksasi obat wicita

Page 1: kompleksasi obat wicita

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Farmasi fisika merupakan salah satu ilmu di bidang farmasi yang

menerapkan ilmu fisika dalam sediaan farmasi. Dalam farmasi fisika

dipelajari sifat fisika dari berbagai zat yang digunakan untuk membuat

sediaan obat dan juga meliputi evaluasi akhir sediaan obat tersebut. Sehingga

akan menghasilkan sediaan yang sesuai standar, aman dan stabil yang

nantinya akan di distribusikan kepada pasien yang membutuhkan.

Dalam dunia farmasi dikenal suatu fenomena fisika yang disebut

kelarutan. Kelarutan adalah besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat

terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu. Ada beberapa cara

dalam menentukan kelarutan yaitu salah satunya dengan penambahan zat

pengkompleks.

Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu

ion logam pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan

elektron bebasnya kepada ion logam pusat. Donasi pasangan elektron ligan

kepada ion logam pusat menghasilkan ikatan kovalen koordinasi sehingga

senyawa kompleks juga disebut senyawa koordinasi. Jadi semua senyawa

kompleks atau senyawa koordinasi adalah senyawa yang terjadi karena

adanya ikatan kovalen koordinasi antara logam transisi dengan satu atau lebih

ligan (Martin,A :1990).

Senyawa kompleks dapat diuraikan menjadi ion kompleks. Ion

kompleks adalah kompleks yang bermuatan positif atau bermuatan negatif

yang terdiri atas sebuah logam atom pusat dan jumlah ligan yang

mengelilingi logam atom pusat. Logam atom pusat memiliki bilangan oksida

nol, positif sedangkan ligan bisa bermuatan netral atau anion pada umumnya

(Martin,A: 1990).

Senyawa pengkompleks sangat penting dalam fenomena kelarutan.

Ada beberapa jenis bahan obat yang sukar larut dalam medium pelarutnya.

Page 2: kompleksasi obat wicita

Oleh karena itu penambahan senyawa pengkompleks sangat diperlukan dalam

meningkatkan kelarutan zat tersebut.

Dari penjelasan di atas maka dilakukan percobaan kompleksasi obat

dengan sampel yakni kofein yang merupakan jenis zat yang sukar larut

dengan penambhan Na EDTA sebagai zat pengkompleks.

I.2 Maksud dn Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud percobaan

Mengetahui dan memahami cara penetapan kelarutan suatu zat

dengan penambahan zat pengompleks.

I.2.2 Tujuan percobaan

Menetapkan kelarutan kofein dalam larutan dengan penambahan Na

EDTA menggunakan spektrofotometer.

I.3 Prinsip Percobaan

Penetapan kelarutan kofein dalam larutan dengan adanya

penambahan Na EDTA dengan konsentrasi yang berbeda-beda didasarkan

pada komplek yang terjadi antara kofein dengan Na EDTA yang diukur

dengan menggunakan spektrofotometer UV.

Page 3: kompleksasi obat wicita

BAB II

TIJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Salah satu sifat unsur transisi adalah mempunyai kecenderungan

untuk membentuk ion kompleks atau senyawa kompleks. Ion-ion dari unsur

logam transisi memiliki orbital-orbital kosong yang dapat menerima

pasangan elektron pada pembentukan ikatan dengan molekul atau  anion

tertentu membentuk ion kompleks. Ion kompleks terdiri atas ion logam

pusat dikelilingi anion-anion atau molekul-molekul membentuk ikatan

koordinasi. Ion logam pusat disebut ion pusat atau atom pusat. Anion atau

molekul yang mengelilingi ion pusat disebut ligan (Himawan, 2009).

Banyaknya ikatan koordinasi antara ion pusat dan ligan disebut

bilangan koordinasi. Ion pusat merupakan ion unsur transisi, dapat

menerima pasangan elektron bebas dari ligan. Pasangan elektron bebas dari

ligan menempati orbital-orbital kosong dalam subkulit 3d, 4s, 4p dan 4d

pada ion pusat. Pada awal perkembangan sintesis senyawa kompleks, atom

pusat yang umumnya digunakan adalah ion-ion logam transisi. Senyawa-

senyawa kompleks dengan atom pusat ion logam golongan utama juga ada

yang berhasil disintesis seperti senyawa kompleks salisilaldehida

tosalisilaldehida natrium (Fenton, 1987).

Senyawa – senyawa kompleks dapat dibagi menjadi dua golongan,

yaitu :

1. Kompleks Werner, yaitu kompleks yang tidak berisi ikatan logam

karbon dan kompleks sianida.

2. Kompleks logam karbonil atau senyawa organometalik, yaitu kompleks

yang paling sedikit berisi satu ikatan karbon.

Senyawa-senyawa kompleks golongan logam tidak mempunyai sifat

garam seperti golongan Werner dan biasanya bersifat kovalen. Zat ini

umumnya larut dalam pelarut-pelarut non polar, mempunyai titik lebur dan

titik didih rendah. Untuk membuat senyawa-senyawa kompleks, pertama

Page 4: kompleksasi obat wicita

harus diingat bahwa hasilnya harus cukup banyak, kemudian harus ada cara

yang baik untuk mengisolasi hasil tersebut (Cotton, 2009).

Senyawa ion logam yang berkoordinasi dengan ligan disebut dengan

senyawa kompleks. Sebagian besar ligan adalah zat netral atau anionik

tetapi kation, seperti kation tropilium juga dikenal. Ligan netral, seperti

amonia, NH3, atau karbon monoksida, CO, dalam keadaan bebas pun

merupakan molekul yang stabil, semenatara ligan anionik, seperti Cl- atau

C5H5-, distabilkan hanya jika dikoordinasikan ke atom logam pusat. Ligan

umum atau yang dengan rumus kimia rumit diungkapkan dengan

singkatannya. Ligan dengan satu atom pengikat disebut ligan monodentat,

dan yang memiliki lebih dari satu atom pengikat disebut ligan polidentat,

yang juga disebut ligan khelat. Jumlah atom yang diikat pada atom pusat

disebut dengan bilangan koordinasi (Himawan, 2009).

Banyak senyawa kompleks yang digunakan didasarkan pada warna,

kelarutan atau perubahan perilaku kimiawi dari ion logam dan ligan ketika

senyawa tersebut membentuk kompleks. Klorofil yang merupakan pigmen

hijau di dalam tanaman adalah senyawa kompleks yang mengandung

magnesium. Tanaman berwarna hijau disebabkan klorofil menyerap cahaya

kuning dan memantulkan warna komplemennya yaitu hijau. Energi yang

diserap dari matahari digunakan untuk melakukan fotosintesis. Senyawa

kompleks yang dipakai sebagai zat warna lain misalnya kompleks tembaga

(II) Ftalosianin biru. Kompleks ini digunakan sebagai pigmen atau pencelup

kain dalam industri tekstil pada tinta biru, blue jeans, dan cat biru tertentu

(Sunarya, 2004).

Gaya antarmolekuler yang terlibatdalam pembentukan komleks

adalah gaya van der Waals dari dispersi, dipolar dan tipe dipolar induksi.

Ikatan hidrogen memberikan gaya yang bermakna dalam beberapa

kompleks molekuler, dan kovalen koordinat penting dalam kompleks logam

(Martin, 1990).

Suatu sifat fisika dan kimia yang penting dari suatu obat adalah

kelarutan, terutama kelarutan sistem dalam air agar baik secara terapi. Agar

Page 5: kompleksasi obat wicita

suatu obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek

terapeutik, pertama-tama harus berada dalam larutan. Jika kelarutan dari zat

obat kurang dari yang diinginkan, maka harus ada pertimbangan untuk

memperbaiki keadaan kelarutannya. Contohnya yaitu penggunaan kosolven

atau teknik-teknik lain seperti kompleksasi, mikronisasi atau dispersi

padatan untuk memperbaiki kelarutan dalam air (Martin,A, 1990).

Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan

EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA

sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu

ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau

disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi

per molekul, yang mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat

atom oksigen penyumbang dalam molekul (Rivai, 1995).

Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap

dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang

tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial

EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan

spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam

larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah

semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).

II.2 Uraian Bahan1. Air suling (Dirjen POM, 1995).

Nama resmi : Aqua Destillata

Nama lain : Air suling, Aquadest

Rumus molekul : H2O

Berat molekul : 18,02

Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan

tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Page 6: kompleksasi obat wicita

Kegunaan : Sebagai pelarut.

2. Alkohol (Dirjen POM, 1995).

Nama resmi : Aethanolum

Nama lain : Etanol, alkohol

Rumus molekul : C2H6O

Berat molekul : 46,07

Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan

mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah

terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak

berasap.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform dan

dalam eter.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari

cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api.

Khasiat : Sebagai antiseptik

Kegunaan : Sebagai larutan yang digunakan untuk

mensterilkan alat

3. Kafein (Dirjen POM, 1979)

Nama Resmi : Coffeinum

Sinonim : Kafein; 1,3,7-trimetil xantin

RM/BM : C8H10N4O2/194,19

Rumus Bangun :

O

CH3

CH3O

CH3 N

NN

N

Page 7: kompleksasi obat wicita

Pemerian : Serbuk atau hablur bentuk jarum, mengkilap

biasanya menggumpal, putih, tidak berbau rasa

pahit.

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%)

P, mudah larut dalam kloroform dan sukar larut

dalam eter.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai sampel

4. Na EDTA (Dirjen POM, 1979)

Nama Resmi : Natrii Edetas

Sinonim : Natrium etilen diamin tetra asetat

RM/BM : C2H8N2.H2O / 78,11

Rumus Bangun : H2N – CH2 – CH2 – NH2.H2O

Pemerian : Serbuk hablur, putih

Kelarutan : Larut dalam air dan etanol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat baik, terlindung dari

cahaya

Kegunaan : Sebagai pengompleks

Page 8: kompleksasi obat wicita

BAB IIIMETODE KERJA

III.1 Alat dan bahan

III.1.1 Alat-alat yang digunakan adalah:

1. Batang pengaduk

2. Beker gelas (Pyrex)

3. Botol semprot

4. Labu ukur 50 mL dan 100 mL (Pyrex)

5. Pipet volume 1.0 mL, 5.0 mL, dan 10.0 mL

6. Sendok tanduk

7. Spektrofotometer UV

8. Tabung reaksi

9. Timbangan (A&D Company United)

III.1.2 Bahan – bahan yang digunakan adalah:

1. Aquades

2. Kertas saring

3. Kertas timbang

4. Koffein

5. Na EDTA

6. Tissue

III.2 Cara Kerja

III.2.1 Larutan standar

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%

3. Kofein dilarutkan dengan aquades dalam labu ukur 100 mL, dan

dicukupkan volumenya hingga 100 mL

4. Dipipet 1 mL larutan dengan dengan pipet volume 1.0 mL,

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya

hingga 100 mL.

5. Dipipet 1 mL larutan dengan dengan pipet volume, dimasukkan ke

dalam labu ukur 50.0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 50 mL

Page 9: kompleksasi obat wicita

6. Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume kemudian dimasukkan

kedalam tabung reaksi

7. Larutan tersebut kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer

dengan panjang gelombang yang sesuai.

III.2.2 Larutan Sampel

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Ditimbang 2.5 g kofein

3. Dibuat larutan, dimana 2.5 g kofein dilarutkan dengan air suling dalam

labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya

4. Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume 5.0 mL, dimasukkan ke

dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL

5. Dipipet 10 mL larutan dengan pipet volume 10.0 mL, dimasukkan ke

dalam labu ukur 100 mL lalu dicukupkan volumenya dengan air suling

hingga 100 mL.

6. Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukkan ke

dalam tabung reaksi

7. Dibuat larutan dengan cara yang sama menggunakan kofein 2.5 g

dengan penambahan Na EDTA sebanyak 0.5 g, 1.0 g, 1.5 g, dan 2.0 g

8. Larutan sampel tersebut kemudian diukur serapannya pada

spektrofotometer dengan panjang gelombang yang sesuai.

III.2.3 Larutan Blanko

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dibuat larutan Na EDTA dengan melarutkan 0,5 g Na EDTA dengan

air suling dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga

100 mL

3. Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volum lalu dimasukkan kedalam

labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL

4. Dipipet 10 mL larutan tersebut dengan pipet volum lalu dicukupkan

volumenya dengan air suling dalam labu ukur 100 mL

5. Dipipet 10 mL larutan tersebut lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi

Page 10: kompleksasi obat wicita

6. Dibuat larutan dengan cara yang sama untuk sulfanilamid 1,0 g, 1,5 g,

dan 2,0 g

7. Semua larutan yang telah dibuat tersebut diukur serapannya pada

spektrofotometer UV dengan panjang gelombang yang sesuai.

Page 11: kompleksasi obat wicita

BAB IV HASIL PENGAMATAN

IV.1 Data PengamatanIV.1.1 Tabel kecepatan dalam ppm

No Kecepatan dalam ppm Absorban

1 5 0,3263

2 10 0,7419

3 20 1,4394

IV.1.1 Tabel Larutan Sampel

IV.1.2 Larutan Blangko

No Sampel Absorban

1 Kofein 0.4377

2 Kafein + Na EDTA 0,25 g 0,8567

3 Kafein + Na EDTA 0,5 g 0,8585

4 Kafein + Na EDTA 1 g 0,7642

No Blangko Absorban

1 Blangko air 0,2495

2 Natrium EDTA 0,5 g 1,2133

3 Natrium EDTA 1 g 1,2885

4 Natrium EDTA 1,5 g 1,3411

Page 12: kompleksasi obat wicita

IV.2 Perhitungan Koffein

2.5 g 100 mL (25000 ppm)

1 mL 100 mL (250 ppm)

1 mL 50 mL air (5 ppm)

Cs = x 106 = 25.000 ppm

x 25.000 = 250 ppm

x 250 = 5 ppm (Cs)

Karena, 2,5 g = 2500 mg, jadi :

fp =

Konsentrasi sampel

Cx = x Cs x fp

Keterangan :

Cx = Konsentrasi sampel

Ax = Absorban sampel

As = Absorban pembanding

Page 13: kompleksasi obat wicita

Cs = Konsentrasi pembanding

fp = Faktor pengenceran

1. Kafein + Na EDTA 0,25 g

Cx = x Cs x fp

= x 5 x 0,005

= 2,625 x 5 x 0.005

= 0,0656 mg/L

2. Kafein + Na EDTA 0,5 g

Cx = x Cs x fp

= x 5 x 0,005

= 2,631 x 5 x 0.005

= 0,0657 mg/L

3. Kafein + Na EDTA 1 g

Cx = x Cs x fp

= x 5 x 0.005

= 2,342 x 5 x 0.005

= 0,0585 mg/L

IV.3 Reaksi Kimia

+

Page 14: kompleksasi obat wicita

BAB V

PEMBAHASAN

Percobaan yang dilakukan dalam paktikum adalah kompleksasi obat dengan

prinsip penetapan kelarutan kofein dalam larutan dengan adanya penambahan Na

EDTA dengan konsentrasi yang berbeda-beda didasarkan pada komplek yang

terjadi antara kofein dengan Na EDTA yang diukur dengan menggunakan

spektrofotometer UV.

Pengertian persenyawaan kompleks sudah mulai timbul sejak teori ion

dikemukakan oleh Arrhenius dalam tahun 1884. Mula - mula sudah dikenal adanya

garam rangkap yaitu zat - zat yang mengkristal dan terbentuk oleh dua macam

garam yang dalam larutannya akan memberikan ion - ion yang sama dengan ion -

Kafein Na EDTA Metal-EDTA Chelate

Page 15: kompleksasi obat wicita

ion garam tunggal pembentuknya. Sedangkan garam kompleks adalah garam

rangkap yang dalam larutannya memberikan ion - ion berbeda dengan ion - ion

garam tunggal pembentuknya. Ion kompleks ialah suatu senyawa bermuatan yang

terbentuk oleh suatu ion lain atau molekul netral (Harjadi, W: 1993).

Spektrofotometer UV merupakan sebuah alat dengan prinsip dimana

sinar/cahaya dilewatkan melewati sebuah wadah atau kuvet tang berisi larutan dan

akan menghasilkan spectrum atau gelombang. Spektrofotometer UV menggunakan

Lambert Beer sebagai acuan (Martin, 1990).

Penambahan zat pengkompleks Natrium EDTA bertujuan untuk

meningkatkan kelarutan kofein dalam air.dimana diketahui kofein adalah salah satu

senyawa yang sukar larut dalam air, yaitu 30-100 bagian air (Sunarya : 2004) .

Sehingga diharapkan dengan penambahan Natrium EDTA akan berbentuk

kompleks kofein yang dapat meningkatkan kelarutannya .

Penambahan Natrium EDTA dilakukan pada takaran yang yang berbeda

beda untuk melihat pada jumlah beberapa Natrium EDTA dapat bertindak sebagai

agen pengkompleks yang paling ideal untuk kofein. Menurut teori, semakin

bertambahnya jumlah zat pengkompleks yang ditambahkan kedalam larutan maka

kelarutan zat yang dikompleks akan semakin besar atau meningkat.

Pada percobaan ini ada tiga larutan yang digunakan, yakni larutan standar,

larutan sampel, larutan sampel serta larutan blangko. Larutan standar dibuat dengan

maksud untuk membuat kurva standar atau kurva kalibrasi sehingga nanti akan

diperoleh panjang gelombang maksimum dari larutan standar tersebut. Larutan

sampel merupakan larutan yang berisi zat analit yang nantinya akan dianalisis.

Sedangkan larutan blangko adalah larutan yang tidak berisi zat analit namun

mendapat perlakuan sama dengan larutan sampel. Tujuan pembuatan larutan

blangko adalah sebagai pembanding hasil serapan yang didapatkan dengan larutan

yang berisi zat analit (Underwood, 2001).

Sesuai prinsip kerja praktikum yaitu menetapkan kelarutan koffein dalam

larutan dengan adanya penambahan Natrium EDTA berturut-turut dengan

konsentrasi 0,25 g, 0,5 g, 1 g. Dari hasil percobaan, diperoleh hasil absorban

koffein dengan penambahan Natrium EDTA 0,25 g, 0,5 g, 1 g berturut-turut

Page 16: kompleksasi obat wicita

0,8567, 0,8585, 0,7642. Data menunjukkan bahwa absorbansi yang diperoleh untuk

ketiga larutan sampel tidak konstan dengan kenaikan dan penurunan yang tidak

teratur.

Seharusnya data yang ditunjukkan semakin tinggi konsentrasi zat

pengompleks (Na EDTA) yang ditambahkan dalam larutan koffein maka akan

semakin tinggi pula nilai absorbansinya atau tingkat kelarutan koffein (Fenton, D.E

: 1987). Hal ini disebabkan zat pengompleks memiliki gaya dipol-dipol atau ikatan

hidrogen antara gugus karbonil terpolarisasi dengan atom hidrogen dari ion logam

sehingga bagian-bagian nonpolar dari molekul kompleks yang dihasilkan ditekan

keluar dari fase cair sehingga kofein semakin mudah larut (Patric, J. Sinko; 345).

Sehingga hasil untuk konsentrasi sampel juga tidak konstan yakni 0,0656

mg/L untuk koffein yang ditambah 0,25 g Na EDTA , 0,0657 mg/L untuk koffein

yang ditambah 0,5 g Na EDTA, 0,0585 mg/L untuk koffein yang ditambah 1 g Na

EDTA. Hal ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh tidak sesuai dengan

literatur dan dipastikan terdapat beberapa faktor yang memicu terjadinya kesalahan

misalnya pada saat dilakukan pengenceran bertingkat dan tehnik yang dilakukan

untuk pengenceran tersebut.

BAB VI PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa semakin

banyak zat pengkompleks yang ditambahkan (Natrium EDTA) maka

kelarutan zat (kofein) akan semakin besar dalam pelarut air. Namun jika

terjadi kesalahan pada proses pengenceran maka absorbansi larutan

sampel dan konsentrasinya tidak akan konstan. Hal ini berdasarkan data

yang diperoleh, yaitu :

Konsentrasi kofein 2,5 g dalam air adalah 5 mg/L

Konsentrasi kofein 2,5 g + 0,25 g Natrium EDTA adalah 0,0656 mg/L

Konsentrasi kofein 2,5 g + 1 g Natrium EDTA adalah 0,0657 mg/L

Page 17: kompleksasi obat wicita

Konsentrasi kofein 2,5 g + 0,5 g Natrium EDTA adalah 0,0585 mg/L

VI.2 Saran

Peningkatan mutu dan kualitas laboratorium perlu diperhatikan demi

kelancaran praktikum kedepan misalnya agar alat dan bahan yang

digunakan dalam praktikum Farmasi Fisika dapat dilengkapi dan

diperbanyak sehingga Farmasis UNG dapat tetap mengikuti perkembangan

teknologi yang semakin pesat dibidang Farmasi.