KOMPETENSI APARATUR DESA DALAM MENGHADAPI...

35
KOMPETENSI APARATUR DESA DALAM MENGHADAPI UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2014 (STUDI KASUS TENTANG PENGELOLAAN ANGGARAN DESA TOAPAYA SELATAN TAHUN 2015 ) NASKAH PUBLIKASI Oleh ADITYA NUGROHO JATI 1. Pembimbing Utama : Agus Hendrayady, M.Si 2. Pembimbing Kedua : Fitri Kurnianingsih, M.Si PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016

Transcript of KOMPETENSI APARATUR DESA DALAM MENGHADAPI...

KOMPETENSI APARATUR DESA DALAM MENGHADAPI

UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2014

(STUDI KASUS TENTANG PENGELOLAAN ANGGARAN DESA

TOAPAYA SELATAN TAHUN 2015 )

NASKAH PUBLIKASI

Oleh

ADITYA NUGROHO JATI

1. Pembimbing Utama : Agus Hendrayady, M.Si

2. Pembimbing Kedua : Fitri Kurnianingsih, M.Si

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2016

1

SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi Mahasiswa

yang disebut dibawah ini :

Nama : Aditya Nugroho Jati

NIM : 100563201153

Jurusan/ Prodi : Ilmu Administrasi Negara

Alamat : Jl. A. Yani, Rt. 003, Rw. 009, Kelurahan Tanjungbatu

Kundur, Kecamatan Kundur, Kabupaten Karimun

No. Telp/ Hp : 0852 6470 0034

Email : [email protected]

Judul Naskah : Kompetensi Aparatur Desa Dalam Menghadapi Undang-

Undang No. 6 Tahun 2014 (Studi Kasus Tentang

Pengelolaan Anggaran Desa Toapaya Selatan)

Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tulisan naskah ilmiah

dan untuk dapat diterbitkan.

Tanjungpinang, 27 Juli 2016

Yang Menyatakan,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Agus Hendrayady, M.Si Fitri Kurnianingsih, M.Si NIDN. 1005087301 NIDN. 0016038702

2

KOMPETENSI APARATUR DESA DALAM MENGHADAPI UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2014

(STUDI KASUS TENTANG PENGELOLAAN ANGGARAN DESA TOAPAYA SELATAN)

ADITYA NUGROHO JATI Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, FISIP, UMRAH,

[email protected] Pembimbing Utama : Agus Hendrayady, M.Si Pembimbinh Kedua : Fitri Kurnianingsih, M.Si

ABSTRAK

Pembangunan Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Dalam melaksanakan Pembangunan Desa dibutuhkan suatu pengalokasian dana yang tepat dan cukup, sehingga dalam mempercepat pembangunan dibutuhkan suatu kompetensi Aparatur Desa. Kompetensi tersebut dapat dilihat melalui pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, minat.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian Deskriptif Kualitatif karena ingin mengetahui lebih mendalam mengenai Kompetensi Aparatur Desa dalam menghadapi Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang pengalokasian Dana Desa Toapaya Selatan pada tahun 2015.

Dapat simpulkan bahwa Kompetensi Aparatur Desa di Desa Toapaya Selatan dala pengalokasi dana Desa telah tepat sasaran, namun untuk pemerataan pembangunan di Desa Toapaya belum berjalan dengan maksimal. Hal ini disebabkan karena terbatasnya anggaran yang dikucurkan oleh Pemerintah Pusat.

Kata Kunci : Kompetensi, Pembangunan dan Dana Desa

3

KOMPETENSI APARATUR DESA DALAM MENGHADAPI UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2014

(STUDI KASUS TENTANG PENGELOLAAN ANGGARAN DESA TOAPAYA SELATAN)

ADITYA NUGROHO JATI Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, FISIP, UMRAH,

[email protected] Pembimbing Utama : Agus Hendrayady, M.Si Pembimbinh Kedua : Fitri Kurnianingsih, M.Si

ABSTRACT

Rural Development aims to improve the welfare of the villagers and the quality of life and reduce poverty through the fulfillment of basic needs, infrastructure development for the village, local economic development potential, as well as the use of natural resources and environmentally sustainable manner.

In implementing the Rural Development requires a proper allocation of funds and sufficient, thus accelerating the development of a competency needed Apparatus village. Competence can be seen through the knowledge, understanding, skills, values, attitudes, interests.

In this study, researchers used a qualitative descriptive type of research because they want to know more in depth about the competence of Administrative Village in the face of Act No. 6 of 2014 on the allocation of funds Toapaya Village South in 2015.

Can conclude that the competence of Administrative Village in the Village of South Toapaya dala allocator village funds have been targeted, but for equitable development in the village Toapaya has not gone up. This is due to a limited budget disbursed by the central government. Keywords : Competence , Development and Village Fund

4

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara

yang menggunakan konsep welfare

state dalam menjalankan

pemerintahannya dengan tujuan

untuk menciptakan kesejahteraan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Welfare State, secara singkat dapat

diartikan sebagai serangkaian

kebijakan publik dan kegiatan Negara

dalam mengintegrasikan kebijakan

ekonomi dan kebijakan sosial demi

sebuah pencapaian kemakmuran.

Serangkaian kebijakan yang

diwujudkan dalam suatu kegiatan

dilakukan dalam menjalankan

pemerintahan, salah satunya yaitu

dengan membuat suatu kebijakan

yang akan mempermudah dalam

melaksanakan rancangan program

pembangunan Nasional.

Pembangunan Nasional dan daerah

merupakan bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari kegiatan

pembangunan desa. Desa merupakan

basis kekuatan sosial ekonomi dan

politik yang perlu mendapat perhatian

serius dari pemerintah. Perencanaan

pembangunan selama ini hanya

menjadikan masyarakat desa sebagai

objek pembangunan bukan sebagai

subjek pembangunan.

Sistem Pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia

menurut Undang-Undang Dasar 1945

memberikan keleluasaan kepada

daerah untuk menyelenggarakan

otonomi daerah. Dalam

penyelenggaraan otonomi daerah,

dipandang perlu untuk menekankan

pada prinsip-prinsip demokrasi, peran

serta masyarakat, pemerataan dan

keadilan serta memperhatikan potensi

5

dan keanegaraman daerah.

Dalam menghadapi perkembangan

keadaan baik didalam maupun diluar

negeri serta tantangan pesaing global,

dipandang perlu menyelenggarakan

otonomi daerah dengan memberikan

kewenangan yang luas, nyata dan

tanggungjawab kepada daerah secara

proporsional yang mewujudkan

dengan pengaturan, pembagian,

pemanfaatan sumber daya nasional,

serta demokrasi, peran serta

masyarakat, pemerataan dan

keadilan, serta potensi dan

keanekaragaman daerah yang

dilaksanakan dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Dalam

rangka penyelenggara pemerintah

daerah sesuai dengan amanat

Undang-Undang Dasar 1945,

pemerintah daerah yang mengatur

dan mengurus urusan pemerintah

menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan (medebewind),

diarahakan untuk mempercepat

terwujudnya kesejahteraan

masyarakat melalui peningkatan

pelayanan, pemberdayaan dan peran

serta masyarakat, serta penngkatan

daya saing daerah degan

memperhatikan prinsip demokrasi,

pemerataan, keadilan, keistimewaan,

dan kekhasan suatu daerah dalam

sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Efisiensi dan efektivitas

penyelenggara pemerintahan daearah

perlu ditingkatkan dengan lebih

memperhatiakan aspek-aspek

hubungan antar susunan

pemerintahan dan atau pemerintah

daearah, potensi dan keanekaragaman

daearah, peluang dan tantangan

persaingan global dengan

memberikan kewenangan yang

seluas-luasnya kepada daerah disertai

dengan pemeberian hak dan

6

kewajiban menyelenggarakan

otonomi daerah dalam kesatuan

sistem penyelenggaraan pemerintah

daerah (Widjaja, 2005 : 36-37).

Hal ini telah diatur didalam

Undang-Undang Nomor 32 tahun

2004 tentang Pemerintah Daerah

menegaskan bahwa desa atau yang

disebut dengan nama lain adalah

kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas-batas wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat

setempat berdasarkan asal usul dan

adat istiadat setempat yang diakui dan

dihormati dalam sistem pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan pengertian diatas, sangat

jelas bahwa desa memiliki

kewenangan untuk mengatur dan

mengurusi kepentingan warganya

dalam segala aspek kehidupan desa,

dalam bidang pelayanan (public

good), pengaturan (public regulation)

dan pemberdayaan masyarakat

(empowerment). Disamping itu

pengakuan terhadap kesatuan

masyarakat hokum berdasarkan hak

asal usul dan adat istiadat

mengandung makna pemeliharaan

terhadap hak hak asli masyarakat desa

dengan landasan keanekaragaman,

partisipasi, otonomi asli,

demokratisasi, dan pemberdayaan

masyarakat (Warsistiono, 2007 :83)

Konsep otonomi daerah telah

mengatur kebebasan dalam

melakukan proses pembangunan

kepada daerah masing-masing, maka

pemerintah daerah dituntut

memberikan pelayanan yang

maksimal serta memberdayakan

masyarakat sehingga masyarakat ikut

terlibat dalam pembangunan untuk

kemajuan daerahnya. Masyarakatlah

yang lebih tau apa yang mereka

7

butuhkan serta pembangunan yang

dilakukan akan lebih efektif dan

efesien, dan dengan sendirinya

masyarakat akan mempunyai rasa

memiliki dan tanggungjawab. Proses

pembangunan saat ini perlu

memahami dan memperhatiakan

prinsip pembangunan yang berakar

dari bawah, memelihara keberagaman

budaya, serta menjunjung tinggi

martabat serta kebebasan bagi

manusia. Pembangunan yang

dilakukan harus emuat proses

pemberdayaan masyarakat yang

mengandung makna dinamis untuk

mengembangkan dalam mencapai

tujuan.

Konsep yang sering dimunculkan

dalam proses pemberdayaan adalah

konsep kemandirian dimana

program-program pembangunan

dirancang secara sistematis agar

individu maupun masyarakat menjadi

subjek pembangunan. Kegagalan

berbagai program pembangunan

perdesaan dimasa lalu adalah

disebabkan antara lain karna

penyusunan, pelaksanaan dan

evaluasi program-program

pembangunan yang tidak melibatkan

masyarakat. Otonomi merupakan

bentuk kewenangan yang hanya

dimiliki oleh desa berdasarkan adat-

istiadat yang hidup dan dihormati

disuatu desa yang bersangkutan. Ini

tampak kurang mendapat perhatian,

sehingga dapat menyebabkan

kegiatan administrasi dalam

organisasi pemerintah tidak berjalan

seperti yang diharapkan. Hal

semacam ini kemungkinan dapat

membawa dampak negatife bagi

suatu pemerintahan, maksudnya

penyelenggara atau pun

pengembangan organisasi pemerintah

desa tidak berjalan secara efektif dan

8

efesien. Untuk itu pemerintah desa

mempunyai hak, wewenang dan

kewajiban memimpin pemerintah

desa yaitu menyelenggarakan rumah

tangganya sendiri dan merupakan

penyelenggara serta

penanggungjawab utama dibidang

pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan dalam rangka

penyelenggaraan urusan pemerintah

desa.

Implementasi otonomi daerah

salah satu aspeknya adalah

pengelolaan keuangan daerah.

Pengelolaan keuangan daerah

merupakan suatu program daerah

bidang keuangan untuk mencapai

tujuan dan sasaran tertentu serta

mengemban misi mewujudkan suatu

strategi melalui berbagai kegiatan.

Dalam peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan

Desa bahwa Alokasi Dana Desa

berasal dari APBD Kabupaten/Kota

yang bersumber dari bagian dana

perimbangan keuangan pusat dan

daerah yang diterima oleh

kabupaten/kota untuk Desa paling

sedikit 10% (sepuluh persen)

Pemberian alokasi dana desa

merupakan wujud dari pemenuhan

hak desa untuk menyelenggarakan

otonominya agar tumbuh dan

berkembang. Pertumbuhan desa yang

berdasarkan keanekaragaman,

partisipasi, demokratisasi,

pemberdayaan masyarakat. Peran

pemerintah desa ditingkatkan dalam

memberikan pelayanan dan

kesejahteraan masyarakat serta

mempercepat pembangunan dan

pertumbuhan wilayah-wilayah

strategis, sehingga dapat

mengembangkan wilayah-wilayah

tertinggal dalam suatu sistem wilayah

9

pengembangan. Niat dan keinginan

pemerintah untuk membangun dan

mengembangkan sebuah wilayah

sangatlah mendapat dukungan

masyarakat, realisasi dari niat dan

keinginan ini haruslah berbentuk

kesejahteraan dan kebanggaan

sebagai anggota masyarakat.

Sementara Undang-Undang

Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa,

Pembangunan Desa bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan

masyarakat Desa dan kualitas hidup

manusia serta penanggulangan

kemiskinan melalui pemenuhan

kebutuhan dasar, pembangunan

sarana dan prasarana Desa,

pengembangan potensi ekonomi

lokal, serta pemanfaatan sumber daya

alam dan lingkungan secara

berkelanjutan. Pembangunan Desa

meliputi tahap perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan.

Terbitnya UU No. 6 Tahun. 2014

tentang Desa, yang selanjutnya

disebut dengan UU Desa, menjadi

sebuah titik awal harapan desa untuk

bisa menentukan posisi, peran dan

kewenangan atas dirinya. Harapan

supaya desa bisa bertenaga secara

sosial dan berdaulat secara politik

sebagai fondasi demokrasi desa, seta

berdaya secara ekonomi dan

bermartabat secara budaya sebagai

wajah kemandirian desa dan

pembangunan desa. Harapan tersebut

semakin menggairah ketika muncul

kombinasi antara azas rekognisi dan

subsidiaritas sebagai azas utama yang

menjadi ruh UU ini. (Silahuddin,

2015:8)

UU nomor 6 tahun 2014 juga telah

mengatur tentang regulasi Desa dan

menegaskan Desa bukan lagi local

state goverment tapi Desa sebagai

pemerintahan masyarakat, hybrid

10

antara self governing community dan

local self government. UU Desa

memberi kesan adanya “Desa Baru”,

baru dalam pengertian regulasi yang

baru, kedudukan Desa, serta pola

pengelolaan Desa yang baru. Desa

dalam perspektif UU sebelumnya

merupakan “Desa Lama”. Paradigma

atau cara pandang yang dibangun

antara Desa Lama dengan Desa Baru

juga berbeda. Desa lama mengunakan

asas atau prinsip Desentralisasi-

residualitas, artinya Desa hanya

menerima delegasi kewenangan dan

urusan Desa dari Pemerintah

Kabupaten/Kota. Desa hanya

menerima sisa tanggung jawab

termasuk anggaran dari urusan yang

berkaiatan dengan pengaturan

Desanya. (Mustakim, 2015:9)

Selain itu sebagai wujud

demokrasi, maka didesa dibentuk

Badan Perwakilan Desa yang

berfungsi sebagai lembaga legislative

dan pengawasan terhadap

pelaksanaan peraturan desa,

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Desa, serta keputusan kepala desa.

Untuk itu, kepala desa dengan

persetujuan Badan Perwakilan Desa

mempunyai kewenangan untuk

melakukan perbuatan hukum dan

mengadakan perjanjian yang saling

menguntungkan dengan pihak lain,

menetapkan sumber-sumber

pendapatan desa. Kemudian

berdasarkan hak asal-usul desa

bersangkutan, kepala desa dapae

mendamaikan perkara atau sengketa

yang terjadi diantara warganya.

Namun harus selalu diingat bahwa

tiada hak tanpa kewajiban, tiada

kewenangan tanpa tanggung jawab,

dan tiada kebebasan tanpa batas. Oleh

karena itu, dalam pelaksanaan hak,

kewenangan, dan kebebasan dalam

11

penyelenggaraan otonomi desa

jangan dilakukan secara kebablasan

sehingga desa merasa seakan terlepas

dari ikatan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, tidak mempunyai

hubungan dengan kecamatan,

kabupaten, provinsi, ataupun

pemerintah pusat, bertindak

semaunya sendiri dan membuat

peraturan desa tanpa memperhatikan

peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi tingkatannya.

Kabupaten Bintan yang memiliki

10 Kecamatan, 10 Kelurahan, dan 35

Desa tentu bukanlah hal yang mudah

dalam melakukan proses pemerataan

pembangunan. Salah satunya adalah

Desa Toapaya Selatan yang baru

terbentuk dari pemekaran Desa

Toapaya pada tahun 2006 yang kini

telah berjalan selama 10 tahun,

sehingga masih perlu dilakukannya

percepatan pembangunan demi

tercapainya Pembangunan Jangka

Menengah Nasioanal. Pada tahun

2015 merupakan untuk

pertamakalinya Desa mendapatkan

bantuan dari Pemerintah Pusat yang

kemudian disebut dengan Alokasi

Dana Desa. Desa Toapaya Selatan

pada tahun 2015 mendapatkan

bantuan anggaran dari pemerintah

Pusat sebesar Rp. 319.520.000 ( Tiga

Ratus Sembilan Belas Juta Lima

Ratus Dua Puluh Ribu Rupiah ),

sementara dari Pemerintah Daerah

sebesar Rp. 507.705.297 ( Lima Ratus

Tujuh Juta Tujuh Ratus Lima Ribu

Duaratus Sembilan Puluh Tujuh

Rupiah ) dengan total keseluruhan

Rp. 827.225.297 (Delapan Ratus Dua

Puluh Tujuh Juta Dua Ratus Dua

Puluh Lima Ribu Dua Ratus

Sembilah Puluh Tujuh Rupiah),

tujuan dari bantuan ini adalah untuk

mempercepat proses pembangunan

12

desa sesuai dengan dengan Undang-

Undang No. 6 Tahun 2014 pasal 78

ayat 1 bahwa pembangunan Desa

adalah bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat Desa dan

kualitas hidup manusia serta

penanggulangan kemiskinan melalui

pemenuhan kebutuhan dasar,

pembangunan sarana dan prasarana

Desa, pengembangan potensi

ekonomi lokal, serta pemanfaatan

lokal, pemanfaatan sumber daya alam

dan lingkungan secara berkelanjutan.

Maka dari hal tersebut

pembangunan Desa Toapaya Selatan

merupakan sesuatu yang penting

untuk dibahas. Dalam penggunaan

Alokasi Dana Desa yang diberikan

oleh Pemerintah Pusat sangat

dibutuhkan suatu kompetensi

aparatur Desa dengan tujuan agar

pengalokasi dana Desa tepat sasaran

dan mempercepat pembanguna. Hal

ini sesuai dengan Permendagri No. 5

Tahun 2015 tentang penetapan

prioritas penggunaan dana Desa tahun

2015. Memperhatikan kondisi

tersebut, maka dibutuhkan suatu

pengkajian mengenai KOMPETENSI

APARATUR DESA DALAM

MENGHADAPI UNDANG-

UNDANG NO. 6 TAHUN 2014 (

STUDI KASUS TENTANG

PENGELOLAAN ANGGARAN

DESA TOAPAYA SELATAN )

B. Rumusan Masalah

Sebagaimana yang telah

diuraikan pada latar belakang bahwa

Pembangunan Desa memang perlu

untuk dibahas, maka penulis

merumuskkan permasalahan pada

penelitian ini yaitu sebagai berikut :

BAGAIMANA KOMPETENSI

APARATUR DESA DALAM

MENGHADAPI UNDANG-

UNDANG NO. 6 TAHUN 2014

13

(STUDI KASUS TENTANG

PENGELOLAAN ANGGARAN

DESA TOAPAYA SELATAN

TAHUN 2015 )

C. Tujuan dan Kegunaan

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui

Kompetensi Aparatur Desa

Toapaya Selatan dalam

menghadapi Undang-undang

no 6 tahun 2014.

b. Untuk mengetahui bagaimana

pengelolaan Anggaran Desa

yang digunakan untuk

pembangunan Desa Toapaya

Selatan

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara Akademis, penelitian

ini berguna untuk

penembangan ilmu

pengetahuan dan wawasan

tentang ilmu politik yang

dapat diterapkan sebagai

disiplin Ilmu Administrasi

Negara Khususnya tentang

kajian tentang Pembangunan

Desa.

b. Secara Praktis, penelitian ini

diharapkan dapat menambah

pengetahuan, informasi dan

bacaan ilmiah bagi pihak yang

memerlukan dan bias menjadi

bahan acuan penelitian dalam

membahas masalah yang

sama untuk penelitian

selanjutnya.

D. Konsep Teoritis

Dalam rangka memperjelas

uaraian penulisan ini dan untuk

mendapat pengertian-pengertian yang

lebih mendasar sesuai dengan yang

ditengahkan, maka dibawah ini akan

diuraikan kerangka teori yang

berkaitan dengan permasalahan yang

akan dibahas.

14

a. Kompetensi

Menurut Hutapea dan Thoha

(2008:4) mengemukakann

definisi Kompetensi adalah

Kapasitas yang ada pada

seseorang yang bisa membuat

orang tersebut mampu memenuhi

apa yang disyaratkan oleh

pekerjaan dalam suatu organisasi

sehingga organisasi tersebut

mampu mencapai hasil yang

diharapkan. Kompetensi adalah

seperangkat tingkah laku,

keterampilan dan pengetahuan

tertentu yang menjadi syarat

utama dan elemen kunci bagi

lahirnya kepemimpinan yang

efektif dan efisien, hal ini

disampaikan Siagian yang

dikutip oleh Sedarmayanti

(2007:125)

Menurut Training Agency

yang dikutip Sedarmayanti

(2007:125) menyatakan bahwa

Kompetensi adalah Konsep luas,

memuat kemampuan mentransfer

keahlian dan kemampuan kepda

situasi baru dalam wilayah kerja.

Menyangkut organisasi dan

perencanaan pekerjaan, inovasi

dan mengatasi aktivitas rutin,

kualitas efektivitas personel yang

dibutuhkan ditempat berkaitan

dengan rekan kerja, manager

serta pelanggan. Sedangkan

Burgoyne menyampaikan

pandangannya Kompetensi

adalah kemampuan dan kemauan

melakukan tugas, sesuai yang

dikutip oleh Sedarmayanti

(2007:125).

Sementara menurut Wood-

ruffle menyatakan Kompetensi

adalah defenisi perilaku yang

mempengaruhi kinerja. Spencer

et al mengatakan Kompetensi

15

adalah karakteristik individu

yang dapat dihitung dan diukur

secara konsisten, dapat diberikan

untuk membedakan secara

signifikan antara kerja efektif dan

tidak efektif. Kompetensi adalah

kemampuan dasar dan kualitas

kerja yang diperlukan untuk

mengerjakan pekerjaan dengan

baik, sesuai yang dikutip

Sedarmayanti (2007:125).

Murpy yang dikutip

Sedarmayanti (2007:125)

berpendapat Kompetensi

merupakan suatu bakat, sifat dan

keahlian individupu apapun yang

dapat dibuktikan, dapat

dibungkam dengan kinerja

efektif dan baik sekali.

Kemudian sejalan dengan hal

tersebut Mc. Clelland

Competency (Kompetensi)

merupakan karakter mendasar

yang dimiliki seseorang yang

berpengaruh langsung terhadap,

atau dapat memprediksikan

kinerja yang sangat baik. Dengan

kata lain, kompetensi adalah apa

yang outstanding performance

lakukan lebih sering, pada lebih

banyak situasi, dengan hasil yang

lebih baik, daripada apa yang

dilakukan penilai kebijakan.

Yang dapat dijelaskan pula

sebagai :

a. Keterampilan : keahlian/

kecakapan melakukan

sesuatu dengan baik.

b. Pengetahuan, Informasi

yang dimiliki/ dikuasai

seseorang dalam bidang

tertentu.

c. Peran sosial, citra yang

diproyeksikan seseorang

kepada orang lain

16

d. Citra diri, persepsi individu

tentang dirinya.

e. Sifat/ciri, karakteristik yang

relatif konstan pada tingkah

laku sesorang

f. Motif, Pemikran/ niat dasar

konstan yang mendorong

individu bertindak atau

berperilaku.

Secara harfiah, kompetensi

berasal dari kata competence yang

artinya kecakapan, kemampuan, dan

wewenang. Spencer and spencer

yang dikutip Sutrisno (2010:203)

berpandangan kompetensi sebagai

karakteristik yang mendasari

seseorang dan berkaitan dengan

efektivitas kinerja dalam

pekerjaannya. Berdasarkan defenisi

tersebut mengandung makna

kompetensi adalah bagian

kepribadian yang mendalamdan

melekat kepada seseorang serta

perilaku yang dapat diprediksi pada

berbagai keadaan dan tugas

pekerjaan.

Boulter, Dalzier, dan Hill juga

mengemukaan kompetensi adalah

suatu karakteristik dasar dari

seseorang yang memungkinkannya

memberikan kinerja unggul dalam

pekerjaan, peran, atau situasi

tertentu. Sementara McAshan

menyatakan kompetensi diartikan

sebagai pengetahuan, ketrampilan,

kemampuan yang dikuasai oleh

seseorang yang telah menjadi

bagian dari dirinya sehingga ia dapat

melakukan perilaku-perilaku

kognitif, afektif, dan psikomotorik

dengan sebaik-baiknya. Sedangkan

Finch dan Crunkilton mengartikan

kopetensi merupakan sebagai

penguasaan sebagai tugas,

ketrampilan, sikap, dan apresiasi

17

yang diperlukan untuk menunjang

keberhasilan.

Selain itu Gordon yang dkutip

oleh Sutrisno (2010:204)

menjelaskan beberapa aspek yang

terkandung dalam konsep

kompetensi sebagai berikut :

a. Pengetahuan (Knowledge),

yaitu kesadaran dalam bidang

kognitif.

b. Pemahaman (Understanding),

yaitu kedalaman kognitif dan

afektif yang dimiliki oleh

individu.

c. Kemampuan (Skill) adalah

suatu yang dimiliki oleh

individu untuk melaksanakan

tugas atau pekerjaan yang

dibebankan kepadanya.

d. Nilai (Value) adalah suatu

standar perilaku yang telah

diyakini dan secara psikologis

telah menyatu dalam diri

seseorang.

e. Sikap (Atitude) yaitu perasaan

(senang tidak senang, suka

tidak suka) atau reaksi terhadap

sesuatu rangsangan yang dating

dari luar.

f. Minat (Interest) adalah

kecendrungan seseorang untuk

melakukan suatu perbuatan.

E. Konsep Operasional

Operasionalisasi sangat penting

dalam suatu penelitian, karena

merupakan suatu petunjuk bagaimana

variabel dapat diukur. Atau dengan

kata lain konsep operasional

merupakan jembatan teori dan

praktek, dengan begitu konsep

operasional merupakan penetepan

dari indikator-indikator yang akan

dipelajari dan dianalisis, sehingga

nantinya dapat diperoleh gambaran

18

yang jelas terhadap variabel-variabel

gejalanya.

Untuk mencapai realitas dalam

rangka penelitian secara empiris,

maka sejumlah konsep yang masih

abstrak perlu dioperasionalkan agar

benar-benar menyentuh fenomena

yang akan diteliti. Adapun konsep

operasional yang digunakan dalam

penelitian ini mengacu pada teori

Gordon yang dikutip oleh Sutrisno

(2010:204) yang menyatakan bahwa

indicator dari Kompetensi adalah :

a. Pengetahuan (Knowledge), yaitu

kesadaran dalam bidang kognitif.

Pengetahuan adalah segenap

apa yang kita ketahui tentang

suatu objek tertentu. Sebagian

besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan

telinga. Sehingga upaya yang

dilakukan dalam meningkatkan

Sumber Daya Manusia dapat

dilakukan dengan cara adanya

pelatihan-pelatihan baik itu

pelatihan yang diberikan oleh

Pemerintah Pusat maupun

pemerintah daerah dengan tujuan

untuk memberikan pengetahuan

mengenai pengelolaan anggaran

desa dan pembangunan desa.

Dalam hal ini Perangkat Desa

Toapaya Selatan telah menerima

pelatihan-pelatihan tersebut

dengan tujuan Perangkat Desa

mampu menerapkan pelatihan

yang mereka terima untuk

membangun Desa Toapaya

Selatan.

b. Pemahaman (Understanding),

yaitu kedalaman kognitif dan

afektif yang dimiliki oleh

individu. merupakan sesuatu hal

yang kita pahami dan kita

mengerti dengan benar.

Sementara dalam lingkungan

19

masyarakat desa khusunya Desa

Toapaya Selatan tidak semuanya

memahami secara terperinci

sehingga tidak menutup

kemungkinan akan adanya

pertentangan dalam menetapkan

pengalokasi Dana Desa.

c. Kemampuan (Skill) adalah suatu

yang dimiliki oleh individu untuk

melaksanakan tugas atau

pekerjaan yang dibebankan

kepadanya. Aparatur Desa Desa

Toapaya Selatan dituntut

memiliki kemampuan tersebut

agar proses pembangunan dea di

Desa Toapaya Selatan berjalan

dengan baik.

d. Nilai (Value) adalah suatu

standar perilaku yang telah

diyakini dan secara psikologis

telah menyatu dalam diri

seseorang. Dalam hal ini dapat

dilihat dari sikap keterbukaan

dan memberikan informasi

mengenai kegunaan dari

Anggaran Alokasi Dana Desa

yang di terima Desa Toapaya

Selatan.

e. Sikap (Atitude) yaitu perasaan

(senang tidak senang, suka tidak

suka) atau reaksi terhadap

sesuatu rangsangan yang dating

dari luar. Hal ini berkaitan

dengan kendala-kendala yang

terjadi mengenai pembangunan

yang ada di Desa Toapaya

Selatan.

f. Minat (Interest) merupakasn

suatu kecendrungan seseorang

untuk melakukan suatu

perbuatan. Dalam melaksanakan

pembangunan sudah seharusnya

Perangkat Desa untuk

melibatkkan masyarakat dengan

tujuan agar masyarakat

mempunyai rasa memiliki atas

20

PENGELOLAAN ANGGARAN DESA

DAN PEMBANGUNAN

KOMPETENSI UNDANG-UNDANG

NOMOR 6 TAHUN 2016

PENGETAHUAN

PEMAHAMAN

KEMAMPUAN

NILAI

MINAT

SIKAP

pembangunan yang telah

dilaksanakan di Desa Toapaya

Selatan.

F. Kerangka Berfikir

Untuk mengukur Kompetensi

Aparatur Desa Toapaya Selatan

dalam menghadapi Undang-Undang

No. 6 Tahun 2014, peneliti

menggunakan teori Gordon yang

dikutip oleh Sutrisno (2010:204).

Kompetensi dapat diukur melalui :

pengetahuan, pemahaman,

kemampuan, nilai, sikap, dan minat.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini penulis

menggunakan jenis penelitian

Deskriptif Kualitatif. Dengan

menggunakan penelitian deskriptif

kualitatif ini peneliti akan

memberikan gambaran sistematis,

faktual dan akurat mengenai fakta-

fakta sesuai ruang lingkup judul

penelitian.

Menurut Sugiyono (2003:11)

“Penelitian Deskriptif adalah

penelitian yang dilakukan terhadap

variabel mandiri, yaitu tanpa

membuat perbandingan, atau dengan

menggabungkan dengan variabel

lain”. Data kualitatif adalah data yang

dinyatakan dalam bentuk kata,

kalimat, skema dan gambar (

Sugiyono 2003:14).

2. Lokasi Penelitian

Penulis mengambil lokasi

penelitian di Kantor Desa Toapaya

Selatan, karena penulis menganggap

21

bahwa Kantor Desa Toapaya Selatan

merupakan yang memegang peranan

penting dalam mengonsenkan

penataan pembangunan di Desa

Toapaya Selatan dimana didalamnya

termasuk Pengelolan Anggaran Desa

dan Pembangunan Infrastruktur Desa,

sehingga penulis mampu menjelaskan

secara gamblang kegiatan yang

dilakukan oleh Kantor Dea Toapaya

Selatan yang penulis anggap belum

mampu menjawab dalam hal

Pengelolaan Anggaran Desa dan

Pembangunan Infrastruktur Desa.

3. Jenis Data

a. Data Primer

Data yang dikumpulkan dari

situasi aktual ketika peristiwa

terjadi. Individu, kelompok focus,

dan satu kelompok responden

secara khusus sering dijadikan

peneliti sebagai data primer

(Silalahi, 2009:289).

b. Data Sekunder

Data yang dikumpulkan

melalui sumber-sumber lain yang

tersedia. Sumber sekunder

meliputi komentar, interprestasi,

atau pembahasan tentang materi

original. Bahan sekunder dapat

berupa artikel-artikel dalam surat

kabar atau majalah popular, buku

atau telah gambar hidup atau

artikel-artikel yang ditemukan

dalam jurnal-jurnal ilmiah yang

mengevaluasi atau mengkritisi

sesuatu penelitian original.

4. Informan

“Informan adalah orang yang

memberikan informasi. Dengan

pengertian ini maka informan dapat

dikatakan sama dengan responden,

apabila pemberian keterangannya

karena dipancing oleh pihak peneliti”

(Arikunto 2006:145). Istilah

22

“informan” ini banyak digunakan

dalam penelitian kualitatif.

Dalam melakukan penelitian ini

yang dijadikan sebagai Informen

adalah Kepala Desa, Sekretaris Desa,

Bendahara Desa, Pelaksana Teknis

Lapangan, Ketua BPD dan

Masyarakat.

5. Teknik dan Alat Pengumpulan

Data

Teknik yang digunakan dalam

pengumpulan data adalah teknik yang

mengacu kepada metode penelitian

yang disesuaikan dengan kebutuhan

peneliti, adapun penelitian ini

menggunakan teknik pengumpulan

data sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi adalah teknik

pengumpulan data dengan

mengamati obyek penelitian

secara langsung dan meninjau

lokasi-lokasi yang menjadi

obyek penelitian, serta mencatat

hal-hal yang ada hubungannya

dengan bahan penelitian.

Sehubungan dengan teknik

observasi ini, maka menurut

Sutrisno yang dikutip oleh

Sugiyono (2008:166)

mengemukakan bahwa observasi

merupakan suatu proses yang

komplek, suatu proses yang

tersusun dari pelbagai proses

biologis dan psikologis. Dua

diantara yang terpening adalah

proses-proses pengamatan dan

ingatan.

Teknik pengumpulan data

dengan observasi digunakan bila

penelitian berkenaan dengan

perilaku manusia, proses kerja,

gejala-gejala alam dan bila

responden yang diambil tidak

terlalu besar. Metode observasi

ini juga merupakan suatu teknik

23

pengumpulan data mempunyai

ciri yang spesifik bila

dibandingkan dengan teknik

yang lain, yaitu Wawancara dan

Kuesioner.

b. Wawancara

Wawancara digunakan

sebagai teknik pengumpulan data

apabila peneliti ingin melakukan

studi pendahuluan untuk

menemukan masalah yang harus

diteliti, dan juga apabila peneliti

ingin mengetahui hal-hal dari

responden yang lebih mendalam

dan jumlah responden

sedikit/kecil. Wawancara dapat

dilakukan secara terstruktur

maupun tidak terstruktur, dan

dapat dilakukan melalui tatap

muka (face to face) maupun

dengan menggunkan telepon.

Menurut Sutrisno Hadi

yang dikutip oleh Sugiyono

(2008:157) mengemukakan

bahwa anggapan yang perlu

dipegang oleh peneliti dalam

menggunakan metode interview

dan juga Kuesioner (angket),

yaitu bahwa subjek (responden)

adalah orang yang paling tahu

tentang dirinya sendiri, yang

dinyatakan oleh subyek kepada

peneliti adalah benar dan dapat

dipercaya, dan interpretasi

subyek tentang pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan

peneliti kepadanya adalah sama

dengan apa yang dimaksudkan

oleh peneliti. Dalam wawancara

ini penulis menggunakan

purposive sampling yang

merupakan pemilihan siapa

subyek yang ada dalam posisi

terbaik untuk memberikan

informasi yang dibutuhkan

(Silalahi, 2009:272).

24

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu

metode pengumpulan data

kualitatif dengan melihat atau

menganalisis dokumen-dokumen

yang dibuat oleh subjek sendiri

atau oleh orang lain tentang

subjek. (Herdiansyah, 2010:143)

Tidak kalah penting dengan

metode-metode lain, adalah

metode dokumentasi, yaitu

mencari data mengenai hal-hal

atau variable yang berupa

cacatan, transkip, buku, surat

kabar, majalah, prasasti, notulen

rapat, agenda, dan sebagainya.

(Arikunto, 2010:274)

H. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses

penyerderhanaan data dan penyajian

data dengan mengelompokkannya

dalam suatu bentuk yang mudah

dibaca diinterpretasi. Analisis data

memiliki dua tujuan, yakni meringkas

dan menggambarkan data dan

membuat inferensi dari data untuk

populasi dari mana sampel ditarik

Analisis data kualitatif dilakukan

apabila data empiris yang diperoleh

adalah data kualitatif berupa

kumpulan berwujud kata-kata dan

bukan rangkaian angka serta tidak

dapat disusun dalam kategori-

kategori/ klarifikasi. Data (dalam

wujud kata-kata) mungkin telah

dikumpulkan dalam aneka macam

cara (obsevasi, wawancara, intisari

dokumen, pita rekaman) dan biasanya

diproses sebelum siap digunakan,

tetapi analisis kualitatif tetap

menggunakan kata-kata yang

biasanya disusun kedalam teks yang

diperluas dan tidak menggunakan

perhitungan matematis atau statistika

sebagai alat bantu analisis. (silalahi,

2009:339)

25

Data-data yang telah

diperoleh dari wawancara dan

observasi baik data primer

maupun data sekunder akan

diklasifikasikan ke dalam sub-

sub pembahasan yang akan

dimuat dalam masing-masing

sub pembahasan.

Akhir dari penelitian ini

adalah menyimpulkan secara

keseluruhan mengenai

Kompetensi Aparatur Desa

Dalam Menghadapi Undang-

Undang No. 6 Tahun 2014 (Studi

Kasus Tentang Pengelolaan

Anggaran Desa Toapaya Selatan)

, serta memberikan saran-saran

pada berbagai pihak yang terkait

dalam permasalahan penelitian

ini.

II. PEMBAHASAN

A. Karakteristik Informan

Pada penjelasan bab ini akan

dibahas terlebih dahulu mengenai

karakteristik informan untuk

mendapatkan informasi yang lebih

akurat dalam menganalisis data,

sehingga nantinya dapat

dipertanggungjawabkan

kebenarannya dalam pembahasan

dan menganalisis “Kompetensi

Aparatur Desa Dalam Menghadapi

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014”

(Studi Kasus Tentang Pengelolaan

Anggaran Desa Toapaya Selatan

Tahun 2015). Informan dalam

penelitian ini berjumlah 5 orang dan

1 orang Kepala Desa Toapaya

Selatan sebagai Key Informan. 4

orang ini terdiri dari 1 Orang

Sekretaris Desa yang merangkap

sebagai Pelaksana Teknis Lapangan,

1 Orang kaur keuangan yang

26

merangkap sebagai bendahara Desa,

1 orang Kepala BPD Toapaya

Selatan, dan 1 orang masyarakat

Desa Toapaya Selatan.

Adapun informan dalam penelitian

ini adalah :

1. Kepala Desa

Kepala Desa adalah sebutan

untuk pemimpin

menyelenggarakan Pemerintah

Desa. Keputusan Kepala Desa

adalah suatu keputusan yang

menyangkut aturan dan

kebijakand yang dikeluarkan

Kepala Desa yang bersifat

mengikat. Kepala Desa bertugas

menyelenggarakan Pemerintahan

Desa, melaksanakan

Pembangunan Desa, pembinaan

kemasyarakatan Desa, dan

pemberdayaan masyarakat Desa.

Kepala Desa Toapaya dipimpin

oleh Bapak Suhenda, usis beliau

46 tahun. Beliau terpilih melalui

pemilihan secara langsung yang

pertama kali pada tahun 2006.

Bapak Suhenda menjabat sebagai

kepala Desa selama 2 periode.

Periode pertama dengan masa

jabatan tahun 2006-2012 dan

pada periode kedua pada masa

jabatan pada tahun 2012-2018.

Bapak Suhenda merupakan

tamatan SLTA. Dengan

pengalaman beliau selama 2

periode tentu dapat dikatakan

telah memiliki pengetahuan,

pemahaman, kemampuan yang

cukup bangaimana untuk

mengembangkan Desa Toapaya

Selatan.

2. Sekretaris Desa

Sekretaris Desa dipimpin oleh

Sekretaris Desa. Sekretaris Desa

diisi dari Pegawai Negeri Sipil

(PNS) yang diangkat oleh

27

Bupati. Sekretaris mempunyai

tugas : mengkoodinasi

penyusunan program kerja/

kegiatan pemerintah Desa,

melakukan urusan surat

menyurat, pelaporan dan

kearsipan, melakukan tertib

administrasi umum, administrasi

kependudukan, administrasi

keuangan dan administrasi

lainnya, melakukan pelayanan

administrasi-administrasi yang

dibutuhkan oleh masyarakat di

bidang pemerintahan,

pembangunan, dan

kemasyarakatan, mengarahkan,

membina staf yang merupakan

tertib administrasi kepegawaian,

menginventarisir kekayaan dan

potensi budaya, melakukan

tugas-tugas yang diberikan oleh

Kepala Desa.

Jabatan sekretaris Desa

Toapaya Selatan pada tahun

2012-2018 di amanahkan kepada

Bapak Yurizal Kariana. Bapak

Yurizal yang berusia 43 tahun

juga merangkap jabatan sebagai

Pelaksana Teknis Lapangan.

Berbekal tamatan SMA jabatan

sebagai Sekretaris bukanlah

posisi yang mudah untuk

dijalankan. Namun dengan

adanya pelatihan-pelatihan yang

diberikan oleh pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah

sangat membantu sekretaris Desa

dalam melakukan tugas dan

tangungjawabnya, sehingga

dalam penyusunan program kerja

sekretaris sangat berperan

penting dalam pengembangan

pembangunan di desa Toapaya

Selatan.

28

3. Bendahara Desa

Bendahara Desa memiliki

tugas untuk melaksanakan

administrasi keuangan Desa,

mempersiapkan data

gunamenyusun rancangan APB

Desa, perubahan dan perhitungan

penerimaan dan pengeluaran

keuangan Desa.

Pada tahun 2012-2018

bendahara sempat mengalami

kekosongan, sehingga pada tahun

2015 untuk jabatan bendahara

dirangkap dengan Kaur

Keuangan. Ibu Tuti Susilawati

yang berusia 35 merupakan Kaur

Keuangan Desa Toapaya Selatan.

Beliau merupakan tamatan

SLTA, dengan pengalaman kerja

sejak tahun 2007 dianggap telah

banyak mengetahui bagaimana

melakukan pengalokasi dana

Desa. Namun tidak menutup

kemungkinan masih banyak

kelemahan-kelemahan yang ada,

sehingga masih perlu untuk di

tingkat kompetensi Aparatur

Desa Toapaya Selatan.

4. Badan Permusyawaratan Desa

Badan Permusyawaratan Desa

mempunyai fungsi:

a. membahas dan menyepakati

Rancangan Peraturan Desa

bersama Kepala Desa

b. menampung dan menyalurkan

aspirasi masyarakat Desa

c. melakukan pengawasan kinerja

Kepala Desa.

Jabatan kepala BPD Desa

Toapaya Selatan di jabat oleh

bapak Damsik yang berusia 45

tahun. Beliau merupakan

Tamatan SLTA dan menjabat

sebagai kepala Desa dari tahun

2012-2018. Dalam menjalankan

tugas dan fungsi sebagai kepala

29

Badan Permusyawaratan Desa

dibutuhkan pengetahuan yang

cukup terutama mengenai

undang-undang, pemahaman

karakter masyarakat Desa,

kemampuan dalam menjalankan

tugas, dan minat untuk

membangun Desa Toapaya.

5. Masyarakat

Masyarakat adalah bentuk

pengelompokkan manusia yang

menunjukkan aktivitas-aktivitas

bersama yang tampak dalam

interaksi diantara anggota-

anggota kelompok tersebut,

dimana kebutuhan-kebutuhan

anggota kelompok hanya dapat

dipenuhi dengan jalan

berinteraksi dengan individu-

individu lainnya. Dalam hal ini

Sinta merupakan masyarakat

Desa Toapaya Selatan yang

berusia 33 tahun dan memiliki

riwayat pendidikan hingga

tingkat SLTA. Sinta merupakan

informan yang digunakan

peneliti sebagai informan

pembanding untuk melihat

kompetensi aparatur Desa

Toapaya Selatan dalam

mengahadapi Undang-undang

No. 6 Tahun 2014.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan di Desa Toapaya Selatan,

maka dapat disimpulkan bahwa

Kompetensi Aparatur Desa Toapaya

Selatan dalam Mengahadapi

Undang-undang no 6 Tahun 2014

dapat dilihat beberapa aspek yang

terkandung dalam konsep

kompetensi yaitu, pengetahuan

(knowledge), pemahaman

(understanding), kemampuan (skill),

30

nilai (value), sikap (atitude), minat

(interest).

a. Pengetahuan (knowledge),

pengetahuan Apaatur Desa dapat

dilihat bahwa Aparatur Desa

Toapaya Selatan telah memiliki

pengetahuan yang cukup dan

telah menjalankan sesuaai

dengan Permen Nomor 5 Tahun

2015 pasal 5 yang berbunyi :

“Prioritas penggunaan Dana

Desa untuk pembangunan Desa

dialokasikan untuk mencapai

tujuan pembangunan Desa yaitu

meningkatkan kesejahteraan

masyarakat Desa dan kualitas

hidup manusia serta

penanggulangan kemiskinan,

melalui: pemenuhan kebutuhan

dasar, pembangunan sarana dan

prasarana Desa, pengembangan

potensi ekonomi lokal

danpemanfaatan sumber daya

alam dan lingkungan secara

berkelanjutan”

b. Pemahaman (understanding),

pemahaman Aparatur Desa dapat

di nilai bahwa tingkat

pemahaman Aparatur Desa

sudah mampu untuk mengatasi

permaslahan yang terjadi di Desa

Toapaya Selatan. Hal ini dapat

dilihat bahwa tidak ada

penentangan dari masyarakat

dalam mengalokasi Dana Desa

yang diperuntukan untuk

Pembangunan di Desa Toapaya

Selatan.

c. Kemampuan (skill), kemampuan

Aparatur Desa dalam bidang

perencanaan dan pelaksanaan

dapat dikatakan bahwa mereka

belum siap sepenuhnya, baik

dalam bidang administrasi

Aparatur Desa masih terdapat

kekurangan sementara

31

pembangunan di Desa Toapaya

Selatan dapat dikatakan belum

merata.

a. Nilai (value), merupakan suatu

standar perilaku yang telah

diyakini dan secara psikologis

telah menyatu dalam diri

seseorang. Dalam hal ini

Aparatur Desa Toapaya Selatan

mau terbuka dan memberikan

informasi mengenai kegunaan

dari Anggaran Alokasi Dana

Desa yang di terima Desa

Toapaya Selatan sehingga

informasi mengenai Anggaran

Desa dapat diketahui oleh

masyarakat Desa Desa Toapaya

Selatan.

b. Sikap (atitude), dilihat dari sikap

Aparatur Desa dalam

menghadapi kendala-kedala

dalam melaksanakan

pembangunan dapat diakatakan

bahwa Aparatur Desa sudah siap

dan mampu mengatasi segala

kendala-kendala dalam proses

melakukakan Pembangunan di

Desa Toapaya Selatan.

c. Minat (interest), keinginan

Aparatur Desa dalam melibatkan

masyarakat dalam melaksanakan

percepatan pembangunan dapat

dikatakan sudah maksimal,

karena segala proses pelaksanaan

pembangunan Aparatur Desa

tidak melibatkan orang luar

justru masyarakat Desa Toapaya

yang terlibat dalam

pengerjaannya.

B. Saran

Dari pembahasan dan

kesimpulan yang dipaparkan

oleh peneliti, maka bisa dilihat

Kompetensi Aparatur Desa

dalam menghadapi Undang-

undang no 6 tahun 2014 dalam

32

mengelola Anggaran Dana sudah

tepat sesuai dengan Permendagri

No 5 Tahun 2015 tentang

Penetapan Prioritas Penggunaan

Dana Desa sementara untuk

pemerataan pembangunan belum

maksimal, hal ini disebabkan

terbatasnya anggaran yang di

kucurkan oleh Pemerintah Pusat.

Harapan peneliti kepada

Perangkat Desa di Desa Toapaya

Selatan pada tahun 2016 agar

dapat memaksimalkan

pembangunan dan pemberdayaan

masyarakat Desa Toapaya

Selatan karena kucuran anggaran

dari APBN dan APBD mencapai

angka 1,9 Milyiar, sehingga akan

tercapainya pembangunan

Rencana Pembangunan Jangka

Menenengah Nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rozali. 2010. Pelaksanaan

Otonomi Luas. PT RajaGrafindo

Persada. Jakarta.

Abdullah, Ghozali Dindin. 2015.

Kader Desa : Penggerak Prakarsa

Masyarakat Desa. Kementrian Desa,

Pembangunan Desa, Pembangunan

Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Republik Indonesia. Jakarta Pusat

Amanulloh, Naeni. 2015.

Demokratisasi Desa. Kementrian

Desa, Pembangunan Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi Republik Indonesia.

Jakarta Pusat

Arsyad, Idham. 2015. Membangun

Jaringan Sosial dan Kemitraan.

Kementrian Desa, Pembangunan

Desa, Pembangunan Daerah

Tertinggal, dan Transmigrasi

Republik Indonesia. Jakarta Pusat

33

Eko, Sutoro. 2015. Regulasi Baru,

Desa Baru ; Ide, Misi, dan Semangat

UU Desa. Kementrian Desa,

Pembangunan Desa, Pembangunan

Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Republik Indonesia. Jakarta Pusat

Kessa, Wahyudin. 2015.

Perencanaan Pembangunan Desa.

Kementrian Desa, Pembangunan

Desa, Pembangunan Daerah

Tertinggal, dan Transmigrasi

Republik Indonesia. Jakarta Pusat

Kurniawan, Borni. 2015. Desa

Mandiri, Desa Membangun.

Kementrian Desa, Pembangunan

Desa, Pembangunan Daerah

Tertinggal, dan Transmigrasi

Republik Indonesia. Jakarta Pusat

Herdiansyah, Haris. 2010.

Metodelogi Penelitian Kualitatif.

Salemba Humanika, Jakarta.

Musoffa, Ihsan Moch. 2015.

Ketahanan Masyarakat Desa.

Kementrian Desa, Pembangunan

Desa, Pembangunan Daerah

Tertinggal, dan Transmigrasi

Republik Indonesia. Jakarta Pusat

Silahuddin, M. 2015. Kewenangan

Desa dan Regulasi Desa. Kementrian

Desa, Pembangunan Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi Republik Indonesia.

Jakarta Pusat

Sedarmayanti. 2007. Manajemen

Sumber Daya Manusia. PT Refika

Aditama, Bandung.

Sholihul. 2014. Undang-undang No.

6 Tahun 2014 tentang Desa. Rona

Publishing, Surabaya.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian

Administrasi, Alfabeta, Jakarta

Sumpeno Wahjudin. 2004.

Perencanaan Desa Terpadu. Read

Indonesia. Banda Aceh-Indonesia

Surya, Putra Anom. 2015. Badan

Usaha Milik Desa : Sprit Usaha

34

Kolektif Desa. Kementrian Desa,

Pembangunan Desa, Pembangunan

Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Republik Indonesia. Jakarta Pusat

Sutrisno, Edy. 2010. Manajemen

Sumber Daya Manusia. Prenada

Media Group. Jakarta.

Wasistiono, Sadu. 2007. Prospek

Pengembangan Desa. CV. Fokus

Media, Bandung.

Widjaja, HAW. 2013. Penyelenggara

Otonomi di Indonesia. PT

RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Zaini, Mustakim Mochammad. 2015.

Kepemimpinan Desa. Kementrian

Desa, Pembangunan Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi Republik Indonesia.

Jakarta Pusat

Internet :

(http://aipni.blogspot.co.id/2011/06/t

eori-kompetensi.html, di akses 18

Desember 2015, 19.10 Wib)

(http://tesisdisertasi.blogspot.co.id/20

10/09/teorikompetensi.html, di akses

18 Desember 2015, 19.00 Wib)

Undang-Undang

Undang-undang No. 6 Tahun 2014

tentang Desa

Permendagri No 5 Tahun 2015

tentang Penetapan Prioritas

Pembangunan Dana Desa Tahun

2015

Permendagri No 113 Tahun 2014

tentang Pengelolaan Keuangan Desa

Permendagri No 114 Tahun 2014

tentang Pedoman Pembangunan Desa