Komoditas Provinsi

27
KOMODITAS UNGGULAN DARI SETIAP PROVINSI RESPONDEN KAJIAN MANDIRI 2014 BAGIAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KUMKM

Transcript of Komoditas Provinsi

Page 1: Komoditas Provinsi

KOMODITAS UNGGULAN DARI SETIAP PROVINSI RESPONDEN KAJIAN MANDIRI

2014

BAGIAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KUMKM

Page 2: Komoditas Provinsi

1. Provinsi Aceh

Pertumbuhan ekonomi Aceh (dengan migas) pada triwulan I tahun 2014 sebesar 3,3%(yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,8% (yoy). Sementara pertumbuhan ekonomi Aceh (tanpa migas) juga tumbuh melambat dari 5,27% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,4% pada triwulan laporan. Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan ekonomi Aceh pada periode laporan disebabkan oleh menurunnya kinerja sektor Pertanian dari 4,4% (yoy) menjadi 2,62% (yoy) karena terjadinya gagal panen akibat kekeringan di beberapa daerah di Aceh seperti Kabupaten Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Besar. Sektor Perdagangan dan Industri Pengolahan tumbuh melambat dari 6,0% menjadi 4,2% (yoy) karena Pemilu legislatif 2014 yang tidak berpengaruh signifikan akibat semakin ketatnya perundang-undangan dan peraturan yang dibuat KPU dan Bawaslu terhadap laporan dana kampanye peserta pemilu, sehingga dampak pelaksanaan pemilu tidak signifkan. Sektor Pertambangan dan Penggalian masih mengalami kinerja yang kurang baik akibat Penerapan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan berhentinya produksi LNG PT. Arun. Kinerja sektor ekonomi yang masih lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya adalah Sektor Bangunan yang tumbuh 6,7% (yoy) dari 5,5% (yoy) pada triwulan lalu.

Dari sisi Permintaan, Perlambatan pertumbuhan ekonomi triwulan laporan dipicu semakin mengecilnya surplus neraca perdagangan luar negeri Provinsi Aceh. Perlambatan pertumbuhan ekonomi triwulan laporan bersumber dari meningkatnya pertumbuhan impor secara signifikan. Komponen impor yang menggerus PDRB tidak mampu diimbangi oleh kinerja ekspor dan kinerja Konsumsi baik pemerintah maupun rumah tangga. Tahun 2014 triwulan I, inflasi Aceh tercatat sebesar 5,73% (yoy), lebih rendah dibanding inflasi nasional 7,32% (yoy). Tren kenaikan Inflasi Aceh pada triwulan I 2014 terjadi pada bulan Januari, sedangkan pada bulan Februari dan Maret 2014 mengalami deflasi. Bahan Makanan masih merupakan kelompok yang paling dominan mempengaruhi perkembangan inflasi Provinsi Aceh. Tekanan Inflasi pada bulan Januari berasal dari kelompok bahan makanan, begitu juga deflasi yang terjadi pada bulan Februari dan Maret. Terdapat penambahan kota pantauan Inflasi Provinsi Aceh di mulai tahun 2014 yaitu Meulaboh (Aceh Barat) sebagai kota penimbang inflasi selain kota yaitu Banda Aceh dan Lhoksumawe. Inflasi tahun 2014 triwulan I di ketiga kota pantauan tersebut tercatat Banda Aceh 6,09%, Lhoksumawe 4,13%, dan Meulaboh 6,69% (yoy).

Page 3: Komoditas Provinsi

2. Provinsi Sumatera BaratKomoditi Unggulan :

Pengolahan hasil ekstraksi CPO Kain Songket Makanan Ringan

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat (Sumbar) pada triwulan I 2014 melambat namun masih bertahan di level yang tinggi. Perekonomian mencatat pertumbuhan sebesar 6,5% (yoy), menurun dari pertumbuhan triwulan IV 2013 sebesar 6,8% (yoy). Perlambatan ini searah dengan periode penyesuaian ekonomi nasional yang juga turun dari 5,7% (yoy) menjadi 5,2% (yoy).

Menurunnya kinerja net ekspor dan konsumsi pemerintah yang signifikan menjadi faktor utama perlambatan ekonomi Sumbar di triwulan I 2014. Ekspor mengalami pelemahan sejalan dengan menurunnya hasil produksi CPO, sebagai komoditas ekspor utama Sumbar, di tengah penguatan harga komoditas tersebut. Sementara itu konsumsi pemerintah di awal tahun masih minimal sesuai dengan pola historisnya. Perlambatan ekonomi lebih lanjut tertahan oleh menguatnya konsumsi rumah tangga seiring dengan perbaikan daya beli masyarakat.Sumber pelemahan ekonomi berasal dari sektor pertanian, industri pengolahan; dan perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Menurunnya hasil produksi CPO berdampak pada perlambatan sektor pertanian. Sementara itu periode low season di awal tahun menyebabkan turunnya kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Adapun melemahnya daya saing industri berdampak pada menurunnya pertumbuhan sektor industri pengolahan.

Memasuki tahun 2014, tekanan inflasi Sumatera Barat mereda. Laju inflasi Sumbar tercatat sebesar 8.63% (yoy) di triwulan I 2014, turun signifikan dari 10,87% (yoy) di akhir tahun 2013. Meredanya tekanan inflasi didominasi dari menurunnya harga kelompok bahan makanan bergejolak (volatile foods) terutama subkelompok bumbu-bumbuan. Masuknya masa panen pada sejumlah sentra produksi di Sumatera dan Jawa berdampak pada membaiknya tingkat harga di Sumbar. Kondisi tersebut didukung oleh menurunnya tekanan inflasi kelompok barang yang diatur pemerintah (administered prices) paska kenaikan harga BBM bersubsidi. Kenaikan harga LPG 12 kg dan fuel surcharge angkutan udara tidak berdampak signifikan terhadap laju inflasi tahunan kelompok tersebut. Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi permintaan relatif stabil seiring dengan konsumsi rumah tangga yang masih moderat di awal tahun.

Page 4: Komoditas Provinsi

3. Provinsi BengkuluKomoditi Unggulan

Pertanian Semua Sektor Perdagangan seperti waserda Hotel dan Restoran

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bengkulu pada triwulan I 2014 melambat. Laju pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 7,78% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 7,83% (yoy). Secara triwulanan, perekonomian Bengkulu tumbuh sebesar 0,89% (qtq), juga lebih rendah dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun 2013 sebesar 0,93% (qtq). Perlambatan ekonomi pada triwulan laporan terutama didorong oleh terbatasnya investasi yang tercermin dari melambatnya pertumbuhan Pembentuk Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB). Dari sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja sektor pertanian yang tumbuh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Sementara itu, dua sektor utama lainnya yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) serta sektor jasa-jasa tumbuh cukup tinggi.

Tekanan inflasi Kota Bengkulu pada triwulan I 2014 mereda. Secara tahunan, inflasi Kota Bengkulu tercatat sebesar 8,35% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya yang mencapai 9,94% (yoy). Sepanjang triwulan laporan, tingkat inflasi bulanan relatif rendah, bahkan bulan Februari 2014 mencatatkan deflasi 0,24% (mtm). Dengan demikian, realisasi inflasi tahun kalender triwulan I-2014 (Januari-Maret 2014) hanya sebesar 0,83% (ytd), lebih rendah dibandingkan inflasi tahun kalender pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai 2,60% (ytd).

4. Provinsi JambiKomoditi Unggulan :

Industri Pengolahan Sumber Daya Alam Distribusi Air dan Gas Bangunan (Borongan/konstruksi)

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi mengalami peningkatan yaitu dari 6,93% (y-o-y) menjadi 8,37% (y-o-y). Dari sisi permintaan, perekonomian terutama didorong oleh meningkatnya ekspor dan konsumsi lembaga swasta nirlaba sementara dari sisi penawaran, pertumbuhan sektor listrik, air, dan gas, sektor industri pengolahan, serta sektor bangunan mampu menjadi pendorong perekonomian Jambi tumbuh pada angka yang tinggi. Secara triwulanan, perkembangan perekonomian Jambi yaitu 0,46% (qtq) melambat dibandingkan triwulan IV-2013 yang tumbuh mencapai 1,94% (qtq).

Pada triwulan I-2014, inflasi kota Jambi tercatat 7,51%(yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (8,74% (yoy)), namun lebih tinggi dari inflasi nasional (7,32%) dan rata-rata inflasi triwulan I dalam tiga tahun terakhir (5,85%). Sementara itu inflasi Bungo tercatat sebesar 6,28% (yoy). Faktor utama meningkatnya inflasi kota Jambi disebabkan oleh meningkatnya inflasi administered prices sebesar 19,13% (yoy), sementara inflasi inti dan volatile foods tercatat masing-masing sebesar 4,18% (yoy) dan 3,86% (yoy). Sumber utama peningkatan inflasi administered prices adalah meningkatnya tarif angkutan udara sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 2 Tahun 2014 tentang Besaran Biaya Tambahan Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri yang diberlakukan per tanggal 1 Maret 2014, serta meningkatnya harga elpiji ukuran 12 kg sesuai kebijakan yang diberlakukan oleh Pertamina

Page 5: Komoditas Provinsi

5. Provinsi Bangka Belitung

Komoditi Unggulan :

Pertanian dan Perkebunan Makanan Segar (Sayur dan Buah-buahan)

Pertambangan

Pengolahan perhiasan imitasiPerekonomian Bangka Belitung tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2014 tercatat 4,91% (yoy) meningkat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,78% (yoy).

Secara tahunan, inflasi pada triwulan I 2014 mencapai 8,25% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 8,71% (yoy). Turunnya tekanan inflasi dipengaruhi oleh kelompok volatile food dan administered price. Secara umum, beberapa indikator kinerja perbankan tumbuh melambat atau mengalami kontraksi. Namun demikian, kualitas kredit masih terjaga baik. Kredit yang disalurkan perbankan ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tercatat Rp11,42 triliun atau tumbuh 31,56% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 39,20% (yoy). Rasio Non-Performing  Loan (NPL)  gross   perbankan  Bangka Belitung  pada  triwulan I 2014 sebesar 1,71%.

6. Provinsi Kalimatan BaratKomoditi Unggulan :

Produksi Sawit Pengolahan Getah Karet

Pada triwulan I 2014, perekonomian Kalimantan Barat tercatat tumbuh 4,69% (yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan IV 2013 yang tercatat mencapai 6,37% (yoy). Pertumbuhan Kalimantan Barat tersebut bahkan tercatat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan nasional yang berada pada level 5,21% (yoy), setelah tiga triwulan berturut-turut selalu berada di atas pertumbuhan nasional. Perlambatan tersebut terutama dipengaruhi oleh sisi eksternal dimana kinerja ekspor melambat sementara impor tumbuh rlatif signifikan. Di sisi lain, permintaan domestik menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Kalimantan Barat pada periode laporan. Di sisi sektoral kinerja perekonomian Provinsi Kalimantan Barat pada triwulan I 2014 ditandai dengan perlambatan kinerja pada hampir semua sektor, kecuali sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), dibandingkan triwulan sebelumnya. Kedua sektor tersebut bersama dengan sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Kalimantan Barat sebesar 3,03% dari angka pertumbuhan secara keseluruhan sebesar 4,69%(yoy). Perlambatan terutama terjadi pada sektor pertanian, yang dipengaruhi oleh perlambatan kinerja subsektor tabama dan perkebunan karet, serta kontraksi pada sektor pertambangan seiring dengan diimplementasikannya Peraturan Menteri ESDM No.1 Tahun 2014 terkait ekspor barang tambang mineral mentah. Sementara itu, struktur perekonomian Provinsi Kalimantan Barat masih didominasi oleh sektor pertanian, sektor PHR dan sektor industri pengolahan, yang membentuk pangsa 63,58% terhadap total PDRB.

Mengawali tahun 2014, inflasi Kalimantan Barat di triwulan I 2014 berada di level yang cukup tinggi. Kondisi tersebut tercermin dari laju inflasi triwulanan yang lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya, dari 1,05% (qtq) menjadi 2,17% (qtq). Tingginya tekanan inflasi pada triwulan I 2014 tersebut salah satunya dipicu oleh kondisi cuaca yang mempengaruhi pasokan bahan makanan sehingga menyebabkan inflasi tahunan di Kalimantan Barat pada triwulan I 2014 mencapai 8,98% (yoy). Secara triwulanan, laju inflasi di triwulan I 2014 terutama bersumber dari inflasi Bahan Makanan, seiring pasokan yang relatif terbatas. Kondisi tersebut tercermin dari andil kelompok Bahan Makanan yang pada triwulan laporan mencapai 1,78% (qtq). Tekanan harga subkelompok komoditas

Page 6: Komoditas Provinsi

Sayuran dan Bumbu menjadi salah satu pemicu kenaikan harga. Di sisi lain, kelompok komoditas Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan memiliki andil deflasi terendah pada triwulan laporan, mencapai 0,66% (qtq). Deflasi yang terjadi pada kelompok komoditas ini terutama disebabkan koreksi tarif tiket angkutan udara seiring berlalunya perayaan Cap Go Meh di akhir triwulan I 2014.

Secara triwulanan, perkembangan volume usaha perbankan Kalimantan Barat pada triwulan I 2014 tercatat mencapai Rp43,95 Triliun, atau tumbuh sebesar 14,70% (yoy). Pertumbuhan total aset tersebut tercatat relatif melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV 2013 yang mencapai 15,34% (yoy). Perlambatan yang terjadi dipengaruhi oleh perlambatan baik pada sisi aktiva, yaitu penyaluran kredit, maupun sisi pasiva pada penghimpunan dana pihak ketiga. Penyaluran kredit perbankan Kalimantan Barat tercatat tumbuh 19,19% (yoy) menjadi sebesar Rp30,70 Triliun atau lebih lambat dibandingkan triwulan IV 2013 yang tumbuh mencapai 22,53% (yoy). Sementara itu, dari sisi pasiva, penghimpunan dana pihak ketiga perbankan Kalimantan Barat tumbuh 12,34% (yoy), lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 13,35% (yoy). Perlambatan pada penyaluran kredit yang lebih dalam dibandingkan penghimpunan DPK mendorong peningkatan rasio penyaluran kredit terhadap penghimpunan DPK (Loan to Deposit Ratio/ LDR) dari 83,55% pada triwulan IV 2013 menjadi 84,33% pada triwulan laporan.

7. Provinsi Kalimantan TengahKomoditi Unggulan :

sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan jasa

Searah dengan kinerja pertumbuhan ekonomi nasional dan Kalimantan yang masing-masing mencapai 5,21% dan 3,67% (yoy) melambat dibandingkan triwulan lalu (5,72% dan 3,78%), pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Tengah pada triwulan I-2014 mencapai 5,55% (yoy) juga lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,61%. Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan tersebut, tingkat inflasi di Kalimantan Tengah pada triwulan I-2014 mencapai 5,24% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang mencapai 6,79%.

Inflasi Kalimantan Tengah di triwulan I-2014 mencapai 5,24% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (6,79%), dan masih dalam rentang perkiraan inflasi sebesar 5,82+1% pada laporan periode sebelumnya. Ditinjau dari kota yang dihitung inflasinya di Kalimantan Tengah, Inflasi Kota Palangka Raya mencapai 5,30% (yoy) sementara inflasi Kota Sampit mencapai 5,15%, masih lebih rendah dibandingkan nasional (7,32%). Inflasi di triwulan I-2014, terutama dipicu tekanan inflasi antara lain dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas penyumbang inflasi utama seperti beras, daging ayam ras dan beberapa ikan segar. Sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah pada triwulan I-2014, juga sejalan dengan kebijakan nasional dalam menahan pertumbuhan ekonomi sektor perbankan tumbuh melambat. Secara tahunan, aset perbankan tumbuh sebesar 11,20% (yoy) atau menjadi Rp23,76 triliun, sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (11,36%). Selanjutnya, dana yang dihimpun dari masyarakat (DPK) tumbuh sebesar 6,96% (yoy) menjadi Rp16,58 triliun juga melambat dari triwulan sebelumnya (12,16%). Sementara itu, kredit yang disalurkan perbankan di Kalimantan Tengah tumbuh sebesar 15,38% (yoy) menjadi Rp16,63 triliun juga melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (17,27%). Selanjutnya, efektivitas fungsi intermediasi perbankan yang terlihat dari perkembangan rasio kredit terhadap DPK atau Loans to Deposit Ratio (LDR) tercatat 100,31% (yoy) sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (104,52%), sementara Non Performing Loan (NPL) mencapai 1,19%, lebih rendah dari triwulan sebelumnya 0,92%.Laju pertumbuhan di triwulan I-2014 diproyeksi melambat pada kisaran 6,82 – 7,22% (yoy) dipengaruhi oleh permintaan akan produksi kelapa sawit, dan hasil pertambangan

Page 7: Komoditas Provinsi

batubara yang mulai membaik namun permintaan Cina dan India masih belum menentu, meskipun harga sudah memiliki kecenderungan meningkat. Sementara dari sisi permintaan, tingkat konsumsi pemerintah yang masih minimum dan realisasi investasi di awal tahun yang masih rendah.

8. Provinsi Kalimantan TimurKomoditi Unggulan :

Pertanian Perkebunan Pertambangan Perikanan dan kelautan

Sektor PerkebunanMemiliki lahan budidaya non kehutanan seluas ± 6.520.622, 73 Ha, daerah Kalimantan Timur

berhasil mengembangkan produk komoditas berupa karet, kelapa hybrida, kelapa sawit, kopi, lada, cengkeh, kakao, jarak, nira, serta beberapa tanaman farmasi, yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi di pasar lokal maupun pasar internasional. Dari seluruh kawasan budidaya non kehutanan yang ada di Provinsi Kalimantan Timur, 4,7 juta Ha dikembangkan sebagai perkebunan kelapa sawit dan sisanya dipergunakan sebagai lahan perkebunan produk komoditas lainnya.Dari data yang kami peroleh, potensi pengembangan investasi sektor perkebunan pada tahun 2009 terdiri dari komoditi kelapa sawit seluas 530.554 Ha dengan hasil produksi sebanyak 2.298.185,50 ton, tanaman karet seluas 75.924,50 Ha dengan tingkat produksi 49.620,50 ton, lahan kelapa seluas 33.308,50  Ha dengan intensitas produksi 29.250 ton, tanaman kopi 15.254,5 Ha dengan hasil produksi 3.881 ton,  prospek cerah bisnis kakao 15.254,50  Ha dengan hasil produksi 24.134 ton, serta lada seluas 14.900 Ha dengan kuantitas produksi sebanyak 11.120,50 ton.

Sektor Peternakan

Untuk sektor peternakan, Provinsi Kalimantan Timur memiliki lahan seluas 732.586,07 Ha yang tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada di daerah tersebut. Dengan menyesuaikan kondisi Kalimantan Timur yang beriklim Tropika Humida, bisnis ternak yang cocok dikembangkan di wilayah tersebut meliputi pengembangan sapi perah, pembibitan dan penggemukan sapi, peternakan domba dan kambing, bisnis ternak ayam pedaging dan petelur, serta pengembangan industri pakan ternak.

Pada dasarnya sektor peternakan di daerah Kalimantan Timur masih memiliki peluang pasar yang cukup besar, kebutuhan daging dan telur di daerah tersebut belum bisa dipenuhi oleh pelaku usaha yang ada di sana. Sehingga untuk memenuhi permintaan yang cukup tinggi, masyarakat masih bergantung dengan pasokan daging dan telur dari pedagang daerah lain (seperti dari Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Bali).

Potensi perikanan dan Kelautan

Selain terdiri dari daratan yang sangat luas, Provinsi Kalimantan Timur juga memiliki wilayah perairan yang tidak kalah luas. Dengan kekayaan potensi hutan mangrove yang digunakan untuk mengembangkan teknik budidaya air payau, serta kekayaan laut yang menghasilkan sumber daya alam melimpah, ternyata memberikan keuntungan yang cukup besar bagi masyarakat setempat. Saat ini keberadaan hutan mangrove dimanfaatkan masyarakat untuk mengoptimalkan bisnis budidaya udang air payau, sedangkan untuk tangkapan hasil laut yang diperoleh masyarakat di Kalimantan Timur antara lain ikan kerapu, ikan tuna, ikan pari, teripang, dan masih banyak lagi potensi perikanan air tawar maupun hasil tangkapan laut lainnya.

Page 8: Komoditas Provinsi

9. Kalimantan Selatan

Perekonomian  Kalimantan Selatan pada triwulan I 2014  mengalami peningkatan dari 5,40% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,87% (yoy). Membaiknya kinerja produksi perkebunan kelapa sawit mendorong perbaikan kinerja sektor pertanian dan juga meningkatkan produksi crude palm oil (CPO). Sementara itu, konsumsi rumah tangga dan investasi yang masih mengalami peningkatan turut memperbesar magnitude pertumbuhan di triwulan tersebut. Meskipun demikian, melemahnya permintaan Tiongkok terhadap komoditas batubara menyebabkan pelemahan kinerja di sektor pertambangan. Kondisi ini menyebabkan ekspor Kalsel terkontraksi cukup besar di triwulan I 2014 dan menahan peningkatan perekonomian yang terjadi pada triwulan tersebut. 

Meningkatnya konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi mendorong peningkatan perekonomian di Kalsel. Meningkatnya tingkat penghasilan masyarakat seiring dengan kenaikan UMP, harga CPO yang meningkat, dan nilai tukar petani yang semakin tinggi merupakan faktor pendorong tingginya aktivitas konsumsi di Kalsel. Kinerja sektor industri pengolahan yang meningkat turut menopang kosumsi rumah tangga di triwulan I 2014. Kegiatan investasi juga masih tumbuh tinggi seiring dengan pembangunan infrastruktur yang masih berlanjut serta tingginya minat investor asing untuk mendirikan perusahaan di Kalsel. Sementara itu, permintaan Tingkok yang menurun terhadap komoditas batubara dan CPO menurunkan kinerja ekspor pada periode tersebut. 

Dari sisi penawaran atau sektoral, peningkatan pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan pada periode laporan, terutama disebabkan oleh meningkatnya kinerja sektor utama Kalimantan Selatan, yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor PHR. Kinerja produksi perkebunan kelapa sawit yang meningkat karena didukung dengan kondisi cuaca yang baik mendorong peningkatan kinerja sektor pertanian dan sektor industri pengolahan.  Adapun peningkatan konsumsi rumah tangga turut mendorong peningkatan kinerja sektor PHR pada triwulan I 2014. Sementara itu, pemberlakukan UU Minerba menekan produksi tambang mineral (bijih besi) karena smelter belum siap pada periode tersebut.  

Page 9: Komoditas Provinsi

10. Kepualauan RiauKomoditi Unggulan :

Kegiatan Perdagangan Pertanian dan Perkebunan Perikanan dan Kelautan Penggalian dan Pertambangan

Provinsi Riau mempunyai beberapa potensi unggulan Riau, yaitu Pertambangan, Pertanian/perkebunan, kehutanan, kelautan/perikanan dan industry/jasa. Sektor pertambangan masih mendomisi perokoniman di Provinsi Riau, kemudian di sektor pertanian dan perkebunan. Sektor pertambangan yang dominan adalah pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Migas). Saat ini Minyak dan Gas Bumi yang menjadi kontributor utama dalam PDRB Provinsi Riau, Meskipun akhir-akhir ini jumlah produksi Migas cenderung menurun mengikuti menipisnya cadangan minyak bumi. Tahun 2012 produksi minyak bumi 135.474.057 barel, jumlah tersebut menurun dibandingkan dengan produksi tahun 2011 yang mencapai 140.049.484,98 bare. Besarnya sumbangan sektor migas pada PDRB Riau dapat diketahui perekonomian Provinsi Riau masih sangat tergantung pada sektor ini. Akan tetapi ketergantungan pembangunan ekonomi Provinsi Riau pada sektor migas sebagai sumber pertumbuhan ekonomi tidak bisa dilakukan dalam jangka panjang. Hal ini disebabkan sifat migas yang merupakan sumberdaya yang unreneble atau tidak dapat diperbaharui. Diperkirakan cadangan sumberdaya ini akan habis dalam waktu 15-20 tahun lagi. Oleh sebab itu Provinsi Riau harus mencari alternatif sektor lain untuk mendukung pertumbuhan perekonomiam Provinsi Riau. Selain sifatnya sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui, sektor migas lemah dalam hal distribusi pendapatan (income distribution). Migas memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Riau dan Nasional, namun kenyataan menunjukan bahwa kehidupan masyarakat Riau, terutama penduduk asli tidak semakin membaik dengan perkembangan sektor migas bahkan justru terpinggirkan kemakmurannya. Sektor migas hanya dinikmati oleh segelintir orang diantaranya karyawan perusahaan migas.

Rendahnya tingkat distribusi pendapatan sektor migas di Riau mungkin disebabkan kecilnya keterkaitan sektor migas terhadap ekonomi kerakyatan. Hal ini nampak dari pola eksploitasi yang membentuk kontong-kontong pemukiman yang bersifat eksklusif terhadap pemukiman lokal, hal ini dapat dilihat di Rumbai, Minas, Duri dan Dumai. Pola seperti itu tidak mendatangkan dampak pengganda bagi penduduk sekitar karena bersifat eksklusif, mempekerjakan tenaga kerja dari luar Provinsi Riau, mendatangkan karyawan dari pusat atau luar negeri.

Ketergantungan Provinsi Riau pada sektor migas karena besarnya kontribusinya pada PDRB tidak benar-benar dinikmati oleh Riau sebagai penghasil sumber daya migas tersebut. Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, Riau hanya memperoleh sebahagian kecil dari hasil sektor migas. Hal ini menimbulkan rasa ketidakadilan masyarakat Riau sehingga sempat menimbulkan gejolak dengan gerakan pemisahan dari Republik Indonesia.

Memang, selain Migas, potensi unggulan daerah Riau yaitu sektor pertanian. Dalam arti luas pertanian meliputi tanaman padi dan tanaman perkebunan. Untuk tanaman padi, produksi tetap sejak tahun 2008 – 2011 terus meningkat. Tercatat tahun 2008 produksi padi sebesar 531.429 ton padi Gabah Kering Giling (GKG), dan pada tahun 2011 mencapai 535.788 ton GKG. Sementara pada tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 512.152 ton GKG begitu pula ditahun 2013 yyang masih dalam angka prognosa yang sama dengan tahun 2012.

11. Provinsi Riau

Page 10: Komoditas Provinsi

Komoditi Unggulan : Pertanian Perkebunan Perikanan dan Kelautan

Kinerja ekonomi Riau pada triwulan I-2014 mengalami perbaikan dan tumbuh diatas perkiraan Bank Indonesia. Dengan memperhitungkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau mencapai 4,34% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan IV-2013 yang tercatat sebesar 3,77% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau tercatat sebesar 6,98% (yoy), meningkat dari triwulan IV-2013 dan juga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi non migas nasional yang tercatat sebesar 5,60% (yoy). Peningkatan ekonomi Riau pada triwulan I-2014 utamanya didorong oleh membaiknya kinerja sektor tradables dimana peningkatan pertumbuhan terjadi hampir pada seluruh sektor. Dari sisi penggunaan, peningkatan didorong oleh masih kuatnya permintaan domestik sejalan dengan membaiknya kepercayaan konsumen terhadap kondisi ekonomi kedepan dan meningkatnya pendapatan penduduk yang dicerminkan oleh peningkatan harga tandan buah segar (TBS) pada awal 2014.

Inflasi Provinsi Riau pada triwulan I-2014 (yoy) tercatat sebesar 7,76%, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,79%. Namun, bila dibandingkan dengan rata-rata inflasi historisnya sejak 2009 – 2013, inflasi Riau pada triwulan I-2014 tercatat jauh lebih tinggi. Menurunnya tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan utamanya didorong oleh menurunnya tekanan inflasi dari kelompok makanan bergejolak (volatile foods). Berdasarkan kota yang disurvey di Provinsi Riau, maka pada triwulan I-2014 inflasi tertinggi terjadi di Kota Tembilahan yaitu sebesar 12,59%, diikuti oleh Kota Pekanbaru sebesar 7,38% dan Kota Dumai 7,26%.Mengawali pembukaan tahun 2014, perkembangan kinerja perbankan di Riau secara umum berada dalam kondisi yang kurang menggembirakan. Secara triwulanan, hal ini ditandai dengan menurunnya indikator total aset, penghimpunan dana dan juga penyaluran kredit dibandingkan dengan akhir tahun 2013. Sementara, di sisi risiko, kualitas kredit bermasalah yang dialami perbankan cenderung menurun sebagaimana tercermin dari meningkatnya risiko kredit bermasalah. Meskipun demikian, perkembangan penyaluran kredit kepada sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Provinsi Riau oleh bank umum menunjukkan kenaikan serta diikuti dengan membaiknya kualitas kredit. Hal ini mengindikasikan bahwa geliat ekonomi pada sektor UMKM relatif lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya dan tetap menjanjikan bagi sektor perbankan di Provinsi Riau.

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II-2014 secara umum diperkirakan relatif stabil dibandingkan triwulan I-2014. Dengan memasukkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan secara tahunan berada pada kisaran 3,71%-4,71% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi diperkirakan juga relatif stabil yakni berada pada kisaran 6,48%-7,48% (yoy). Perkembangan inflasi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan berada pada kisaran 6,6% - 7,0% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar 0,6% - 1,0% (qtq). Terjadinya inflasi Kota Pekanbaru pada kisaran tersebut diperkirakan sedikit banyak dipengaruhi oleh nilai tukar Rupiah yang masih berada pada level tinggi sehingga berpotensi mendongkrak laju inflasi barang impor. Selain itu, persiapan kegiatan pemilu diperkirakan akan memicu inflasi pada beberapa komoditas seperti tarif angkutan dan makanan.

Page 11: Komoditas Provinsi

12. Sulawesi TenggaraKomoditi Unggulan :

Berdasarkan harga konstan tahun 2000, PDRB TW I-2014 mencapai 3,75 triliun rupiah, atau tumbuh sebesar 3,39% (yoy) melambat cukup signifikan apabila dibandingkan dengan posisi di triwulan sebelumnya. Sebesar 8,18% (yoy). Sementara secara triwulanan, perekonomian Sulawesi Tenggara tercatat tumbuh terkontraksi sebesar 4,44% (qtq).Sektor bangunan, PHR dan pertanian merupakan 3 (tiga) sektor utama yang memberikan kontribusi dominan terhadap perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara di triwulan I-2014 dengan andil masing-masing sebesar 1,61% (yoy), 1,58% (yoy) dan 1,10% (yoy). 

Dari sisi permintaan, komponen konsumsi dan investasi masih menjadi komponen utama yang mendorong perkembangan ekonomi di Sulawesi Tenggara dengan nilai andil masing-masing sebesar 6,07% (yoy) dan 5,16% (yoy). Perlambatan yang terjadi di periode laporan didorong oleh terhentinya aktivitas sektor pertambangan akibat dari diberlakukannya UU Minerba No. 4 Tahun 2009. Pada sisi penggunaan, masih sama dengan triwulan sebelumnya dimana perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara didorong oleh kontribusi dari komponen investasi (5,16%, yoy) dan diikuti oleh konsumsi rumah tangga (3,58%, yoy). 

Kinerja penyerapan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada Triwulan I – 2014 relatif menunjukkan penyerapan yang belum optimal. Dari total anggaran belanja daerah sebesar Rp2.186,17 miliar, baru sekitar 11,49% dari total anggaran belanja yang telah direalisasikan pada triwulan I-2014. Atau dengan kata lain sebanyak Rp251,21 miliar telah dipergunakan untuk keperluan belanja daerah. Persentase realisasi anggaran belanja terbesar ada pada belanja bagi hasil (transfer) dan belanja operasi, masing-masing sebesar 24,09% dan 14,82% dari anggaran masing-masing. Adapun belanja modal yang dianggarkan sebesar Rp617,98 miliar, pada triwulan I-2014 realisasinya hanya sebesar Rp3,37 miliar atau 0,55% dari nominal yang dialokasikan. 

Perkembangan harga di tingkat nasional pada triwulan I-2014 tercatat mengalami inflasi sebesar 7,32% (yoy) yang didorong oleh inflasi yang terjadi pada kelompok Transportasi (13,20%, yoy), Bahan Makanan (7,34%, yoy) dan Makanan Jadi (7,60%, yoy). Kondisi inflasi tersebut mengalami sedikit penurunan dibanding dengan inflasi di triwulan IV-2013 yang tercatat sebesar 8,38% (yoy). Inflasi di triwulan I-2014 disebabkan oleh meningkatnya tekanan pada kelompok bahan makanan dan transportasi.

Page 12: Komoditas Provinsi

13. Sulawesi UtaraKomoditi Unggulan :

Perekonomian Sulawesi Utara di awal tahun 2014 menunjukkan pertumbuhan yang impresif. Hal ini tercermin dari angka pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2014 sebesar 7,98% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2013 yang tercatat 7,57% (yoy).Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, tekanan inflasi secara tahunan bersumber dari kelompok barang yang harganya diatur pemerintah (administered price), serta tekanan inflasi inti (core inflation) yang meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Kinerja perbankan konvensional Sulawesi Utara secara umum menunjukkan perlambatan yang dipengaruhi siklus awal tahun serta kebijakan moneter ketat. Pada triwulan I 2014 perkembangan perbankan umum syariah di Sulawesi Utara masih dilanda perlambatan pertumbuhan dari sisi aset dan kredit. Sementara itu, DPK perbankan syariah relatif membaik meski masih tumbuh negatif pada triwulan laporan. Kinerja BPR Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan IV 2013 menunjukkan pertumbuhan yang melambat disertai peningkatan rasio NPL yang harus diwaspadai. Dukungan fiskal dari pemerintah pusat untuk pengembangan ekonomi daerah tercermin dari transfer dana berupa Dana perimbangan dan Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus. Dukungan fiskal dari pemerintah pusat kepada Provinsi Sulawesi Utara serta 15 kab/kota di bawahnya pada tahun 2014 menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2013. Pada triwulan I-2014, nilai transaksi sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai (kliring) di Sulawesi Utara menunjukkan kondisi net inflow, baik dari sisi perkembangan aliran uang kartal maupun pada sistem pembayaran non-tunai melalui kliring dan Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami perkembangan yang cukup baik di tengah laju pertumbuhan perekonomian Sulawesi Utara yang tinggi pada triwulan I 2014. Hal ini tercermin dari berbagai indikasi positif pada indikator tenaga kerja regional. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan II 2014 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,52% - 7,92% (yoy). Sementara itu laju inflasi tahunan Kota Manado pada triwulan II 2014 diprakirakan melambat dibandingkan triwulan I 2013, sehingga angka inflasi tahunan berada pada kisaran 5,39%±1% (yoy).

Page 13: Komoditas Provinsi

14. Sulawesi TengahKomoditas Unggulan :

Perkebunan (Jagung, kakao, Kopi)Perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan I-2014 mengalami penurunan

pertumbuhan yang signifikan hingga menjadi 2,98% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 6,28% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya 10,71% (yoy). Di sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh kelompok investasi, konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, dan kelompok konsumsi pemerintah dengan kontribusi masing-masing sebesar 5,92%, 4,57% dan 1,37%. Sementara di sisi sektoral, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertanian, dan sektor jasa-jasa memiliki kontribusi terbesar dengan masing-masing sumbangan sebesar 1,49%; 1,48% dan 1,47%. Penurunan kinerja produksi dan ekspor tambang pasca kebijakan larangan ekspor mentah minerba, memburuknya kinerja subsektor perkebunan dan tabama serta perlambatan kinerja keuangan, persewaan dan jasa perusahaan menjadi faktor utama penurunan tajam perekonomian pada triwulan laporan.

Secara tahunan (yoy), laju inflasi kota Palu pada akhir triwulan I-2014 mencapai 8,42%, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,97% dan inflasi nasional 7,32%. Pada triwulan laporan, kota Palu mengalami deflasi kuartalan sebesar 0,91% (qtq) atau lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya sebesar 1,12% (qtq). Secara bulanan, inflasi triwulan I-2014 mengalami puncak pada bulan Januari dengan tingkat inflasi sebesar 1,03% (mtm). Pada bulan tersebut, curah hujan yang tinggi disertai banjir dan longsor di beberapa daerah di Sulawesi Tengah berimbas pada kurangnya pasokan beberapa komoditas pangan utama serta terganggunya proses distribusi dari sentra produksi ke pasar-pasar utama yang memberikan dampak cukup besar pada inflasi Kota Palu.

Page 14: Komoditas Provinsi

15. Provinsi GorontaloKomoditas Unggulan :

Pada triwulan I-2014, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Gorontalo Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 mencapai Rp954 miliar atau tumbuh sebesar 7,83% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,43% (yoy). Realisasi tersebut juga sesuai dengan proyeksi Bank Indonesia yang berada pada kisaran 7,19 – 8,19% (yoy). Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, perekonomian Gorontalo triwulan I-2014 tumbuh lebih baik daripada triwulan I-2013 yang tumbuh sebesar 7,06% (yoy). Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi didorong oleh masih tingginya konsumsi rumah tangga dan konsumsi lembaga swasta nirlaba. Kinerja fiskal yang belum optimal juga dialami pada belanja modal pemerintah. Walaupun masih mengalami defisit neraca perdagangan, tetapi ekspor barang dan jasa pada triwulan I-2014 mengalami peningkatan, disertai dengan impor barang dan jasa yang mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi penawaran, sektor utama perekonomian Provinsi Gorontalo yaitu sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, sektor utama lainnya yaitu Perdagangan-Hotel-Restoran berhasil tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan sektor ini didorong oleh perdagangan hasil panen disertai dengan musim kampanye yang berlangsung sejak bulan Maret 2014 mampu mendorong aktivitas perdagangan Provinsi Gorontalo.Pada triwulan I-2014, realisasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Provinsi Gorontalo masih relatif rendah yaitu sebesar 10,10% dari pagu Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) 2014. Sementara itu, penerimaan dan pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Gorontalo pada triwulan I-2014 juga masih belum optimal. Penerimaan pendapatan di triwulan I-2014 tercatat sebesar 22,93% dari pagu APBD 2014, sedangkan realisasi belanja masih sebesar 11,02% dari anggaran.

Laju inflasi Gorontalo pada triwulan I-2014 relatif terkendali, berada pada level 5,10% (yoy) lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya yang berada pada kisaran 5,45% - 6,45% (yoy). Realisasi inflasi tersebut juga lebih rendah dari inflasi nasional yang sebesar 7,32% (yoy). Relatif terkendalinya tingkat inflasi pada triwulan I-2014 disebabkan oleh rendahnya inflasi volatile foods yang sebesar 0,52% (yoy) sebagai dampak dari berlalunya faktor seasonal yaitu Hari Raya Natal dan Tahun Baru pada akhir triwulan IV-2013. Dari sisi permintaan, penurunan harga pada beberapa komoditas volatile foods memberikan pengaruh yang positif terhadap rendahnya inflasi triwulan I-2014. Sedangkan dari sisi penawaran, komoditas administered prices menjadi salah satu faktor pendorong yang meningkatkan inflasi yaitu kenaikan harga rokok di tingkat penjualan eceran dan kenaikan harga angkutan udara.

Page 15: Komoditas Provinsi

16. MalukuKomoditas Unggulan :

Perekonomian Provinsi Maluku pada triwulan I-2014 mengalami pertumbuhan yang positif, dengan laju pertumbuhan yang meningkat secara tahunan namun melambat secara triwulanan.Menurut sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi utamanya ditopang oleh komponen konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi, dengan masing-masing pangsa sebesar 72,49%, 28,56% dan 4,98%. Sedangkan menurut sisi penawaran,  pertumbuhan ekonomi disokong oleh tiga sektor utama, yakni sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 29,43%, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) dengan pangsa sebesar 27,03% dan sektor jasa-jasa dengan seebsar 19,51%. Inflasi Provinsi Maluku pada triwulan I-2014 berada pada level 8,97% (yoy), lebih tinggi dibanding inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar 8,81% (yoy) maupun perkiraan semula pada kisaran 6,25% – 7,25% (yoy). Secara nasional, tren perlambatan laju inflasi sebesar 7,32% (yoy) belum terlihat di Maluku. Pada triwulan IV-2014, sektor perbankan regional Maluku menunjukkan kinerja yang baik, tercermin pada indikator aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit yang tumbuh positif. Aset perbankan di Provinsi Maluku tercatat Rp7,99 triliun atau tumbuh 3,47% (y.o.y). Peningkatan juga terdapat pada indikator DPK yang mencapai Rp5,29 triliun atau tumbuh 0,84% (y.o.y). Sedangkan, kredit mencapai Rp7,37 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 16,39% (y.o.y). Menurut risiko likuiditas dan kredit, perbankan di Provinsi Maluku masih dalam kondisi yang stabil ditinjau dari level Loan-to-Deposit Ratio (LDR) dan Non-Performing Loan (NPL). LDR sebesar 77,57% dan NPL sebesar 3,07%.

Pertumbuhan ekonomi Maluku di triwulan mendatang diperkirakan tumbuh positif dan cenderung meningkat, berada pada rentang 7,50-8,50% (y.o.y). Tingginya pertumbuhan ekonomi Maluku di triwulan II-2014 seiring dengan masih tingginya tingkat konsumsi rumah tangga akibat meningkatnya belanja rumah tangga dalam rangka Pemilu calon legislatif dan calon presiden dan wakil presiden 2014, berupa atribut kampanye, atribut partai politik dan atribut calon legislatf maupun eksekutif, serta masih berlanjutnya pembangunan proyek-proyek MP3EI Pemerintah yang sebagian besar ditargetkan selesai pada akhir tahun ini.

Sektor keuangan daerah Maluku di triwulan mendatang akan mengalami pertumbuhan positif pada aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit perbankan namun sedikit tertahan akibat Kebijakan Uang Ketat (Tight Money Policy) dan pengereman laju ekspansi kredit nasional menjadi 15-17% (y.o.y). Aset perbankan di Maluku meningkat sehubungan dengan meningkatnya kredit yang disalurkan oleh perbankan Maluku. DPK akan meningkat seiring dengan kenaikan suku bunga dana sehingga masyarakat akan cenderung menyimpan daripada menghabiskan pendapatannya. Pembiayaan kepada proyek berlokasi di Maluku akan meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan kredit investasi di Maluku dan meningkatnya permintaan kredit konsumsi di tengah meningkatnya keyakinan masyarakat Maluku.

Page 16: Komoditas Provinsi

17. Maluku UtaraKomoditas Unggulan :

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara atas dasar harga konstan pada triwulan I 2014 tercatat sebesar Rp. 943,16 miliar, naik cukup tinggi sebesar 6.28% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan perekonomian Maluku Utara berada diatas rata-rata pertumbuhannya selama lebih dari satu dekade terakhir (2002 – triwulan I 2014) yang tercatat pada level 5,99%. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara di pembukaan tahun ini masih berada diatas pertumbuhan ekonomi Nasional yang tercatat sebesar 5,21% (yoy).

Laju kenaikan harga barang dan jasa tahunan (yoy) di Maluku Utara yang direpresentasikan oleh Kota Ternate di triwulan awal 2014 yaitu tercatat sebesar 8,80% (yoy), jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan data periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 3,97% (yoy). Tekanan inflasi yang dialami oleh Kota Ternate juga terpantau lebih tinggi dibandingkan dengan Nasional dan Zona Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan Papua) yang masing-masing tercatat sebesar 7,32% (yoy) dan 7.32% (yoy).

Secara umum kinerja perbankan di Maluku Utara pada triwulan I-2014 menunjukan perkembangan positif, baik secara kelembagaan maupun secara keuangan. Walaupun Aset perbankan pada triwulan laporan tercatat mengalami penurunan, namun penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan kredit yang disalurkan mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan tingkat pertumbuhan penyaluran dana tercatat lebih tinggi dibandingkan penghimpunan DPK sehingga mengakibatkan Loan to Deposit Ratio (LDR) meningkat. Peningkatan penyaluran kredit ini juga diiringi peningkatan rasio Non Performing Loan’s (NPL) yang sedikit meningkat, namun demikian rasio ini masih berada didalam batas aman yang ditetapkan. Secara kelembagaan di tahun 2014, akan ada penambahan jaringan kantor Bank Umum Syariah, BPRS dan BPR yang tersebar di wilayah Maluku Utara dan sedang proses perizinan di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

 

Page 17: Komoditas Provinsi

18. Papua dan Papua BaratKomoditas Unggulan :

Bangunan Perdagangan, hotel, dan restoran Jasa pengangkutan, dan Jasa Lainnya

Pada triwulan I-2014, perekonomian Provinsi Papua maupun Papua Barat menunjukkan percepatan pertumbuhan yang semakin meningkat. Hal itu ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi kedua provinsi yang masih positif. Ekonomi Papua tumbuh sebesar 0,57% (yoy) sementara ekonomi Provinsi Papua Barat tumbuh sebesar 1,54% (yoy). Pertumbuhan kedua provinsi tersebut mengalami pelemahan jika dibandingkan dengan pencapaian pada triwulan IV-2013. Dari sisi penawaran, ekonomi Papua terutama ditopang oleh pertumbuhan pada sektor jasa-jasa; sektor pertanian; sektor angkutan dan transportasi; sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel &restoran; sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan. Sementara itu, sektor bangunan; sektor perdagangan hotel dan restoran; sektor jasa-jasa; sektor angkutan & komunikasi serta sektor Keuangan menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi Papua Barat.   Sampai dengan periode triwulan I-2014, inflasi tahunan Provinsi Papua tercatat sebesar 9,58% (yoy) atau lebih tinggi dari inflasi nasional yang tercatat sebesar 7,75% (yoy). Sementara, inflasi gabungan di Provinsi Papua Barat pada triwulan I-2014 tercatat sebesar 5,77% (yoy) atau lebih rendah dari inflasi nasional yang tercatat sebesar 7,75% (yoy).  Secara umum, kinerja perbankan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat pada triwulan I-2014 mengalami pertumbuhan yang cukup besar. Hal ini tercermin dari pertumbuhan beberapa indikator perbankan yang cukup signifikan. Fungsi intermediasi perbankan terlihat cukup meningkat sebagaimanatercermin dari pertumbuhan dana pihak ketiga di sisi pasiva perbankan yang tumbuh sebesar 11,66% (yoy). Sementara disisi aktiva, kredit perbankan tumbuh cukup signifikan sebesar 24,14% (yoy) dan mendorong meningkatnya loan to deposit rate (LDR) perbankan menjadi sebesar 64,50% (yoy) pada triwulan I-2014 dari sebesar 58,01% (yoy)pada triwulan I-2013. Namun demikian, LDR tersebut masih dibawah angka yang ditargetkan. Pada tahun 2014, perekonomian Provinsi Papua diperkirakan masih akan mengalami pertumbuhan tahunan positif sebesar 5,55%±1% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan selama tahun 2013 sebesar 14,72% (yoy). Adapun pada triwulan II-2014 pertumbuhan perekonomian Provinsi Papua diperkirakan akan tumbuh sebesar 2,62% (yoy).Pada tahun 2014, perekonomian Provinsi Papua Barat diperkirakan masih akan mengalami pertumbuhan tahunan yang positif sebesar 6,53%±1% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan selama tahun 2013 sebesar 9,30% (yoy). Pada tahun triwulan I-2014, perekonomian Provinsi Papua Barat diperkirakan masih akan mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 6,50%±1% (yoy). 

19. Jawa Barat

Page 18: Komoditas Provinsi

Komoditi Unggulan : Industri Pengolahan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pertanian

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I 2014 sebesar 5,5% (yoy), melambat cukup dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,3% (yoy). Perlambatan pertumbuhan PDRB tersebut terutama didorong oleh melambatnya sisi impor dan ekspor. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dan BI untuk mengatasi kondisi defisit neraca berjalan akibat besarnya impor untuk memenuhi kebutuhan domestik dengan maksud untuk menjaga stabilitas kondisi makroekonomi dibandingkan mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dari sisi permintaan, faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi triwulan I 2014 terutama dari sisi konsumsi rumah tangga dan investasi yang meningkat. Sementara itu dari sisi penawaran, peningkatan kontribusi dari sektor pengangkutan dan komunikasi mampu mendorong peningkatan kinerja ekonomi pada triwulan ini. Namun demikian, jika dibandingkan dengan kinerja perekonomian triwulan IV 2013, laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2014 mengalami perlambatan dari 6,3% (yoy) menjadi 5,5% (yoy). Perlambatan laju pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan oleh melambatnya kinerja ekspor. Hal ini tercermin pula dari sisi sektoral dengan melambatnya pertumbuhan sektor utama Jawa Barat yakni sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Seiring dengan implementasi bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk menjaga stabilitas makroekonomi, kinerja sektor perbankan masih cukup kondusif. Hal ini tercermin dari perkembangan indikator perbankan yang masih terjaga. Pertumbuhan kredit perbankan mencapai 18,7% mengarah pada kisaran yang ditetapkan oleh BI. Sementara itu, dana pihak ketiga perbankan masih tumbuh sebesar 14,5% (yoy). Rasio LDR bank konvensional telah mencapai 90,7%. Di sisi lain, tingkat risiko kredit (NPL) terindikasi cenderung meningkat mencapai 2,7%,  meski masih berada pada tingkat yang aman. Di sisi UMKM, porsi penyaluran kredit UMKM terhadap total kredit hingga triwulan I 2014 cukup baik pada level 27,4%. Terkait dengan perbankan syariah, pertumbuhan aset di triwulan ini mencapai 48,5% (yoy).  Hal ini menyebabkan pangsa perbankan syariah terhadap total aset perbankan terus mengalami peningkatan. Hingga triwulan I 2014, pangsa perbankan syariah telah mencapai 8,9%. Dari sisi sistem pembayaran, jumlah likuiditas di Jawa Barat terpantau mencukupi untuk mendukung transaksi perekonomian sebagaimana tercermin dari uang kartal yang memadai serta jumlah transaksi non tunai yang cukup besar. Kinerja sistem pembayaran non tunai Jawa Barat pada triwulan I 2014 cukup kondusif. Fasilitas RTGS maupun kliring menunjukkan tren meningkat baik dari sisi nominal maupun volume transaksi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu, perkembangan peredaran uang kartal pada triwulan I 2014 masih cukup memadai baik dalam jumlah maupun kondisi yang layak edar.

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun triwulan I 2014 dibandingkan dengan triwulan IV 2013, potret ketenagakerjaan Jawa Barat menunjukkan arah yang lebih baik. Di sisi lain, meningkatnya jumlah penduduk yang masuk dalam kategori middle income class ditengarai merupakan salah satu hal yang mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal positif lain yang terjadi sampai dengan triwulan ini adalah menurunnya tingkat pengangguran di Jawa Barat.