Komnas HAM berdasarkan uu 39 tahun 1999
-
Upload
farah-ramafitri -
Category
Education
-
view
26.679 -
download
2
description
Transcript of Komnas HAM berdasarkan uu 39 tahun 1999
RESUME KOMNAS HAM BERDASARKAN UU 39 TAHUN 1999
(UU HAM)
Ketentuan tentang Komnas HAM diatur dalam UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia (UU HAM), yaitu pada Bab VII pasal 75-99. Pada awalnya, Komnas HAM
didirikan dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia. Sejak 1999 keberadaan Komnas HAM didasarkan pada Undang-undang, yakni
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 yang juga menetapkan keberadaan, tujuan, fungsi,
keanggotaan, asas, kelengkapan serta tugas dan wewenang Komnas HAM.
Berdasarkan Pasal 76 UU HAM, fungsi Komnas HAM adalah untuk melakukan
pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi tentang Hak Asasi Manusia, yang
mana dalam Pasal 89 UU HAM dijelaskan lebih lanjut wewenang Komnas HAM dalam
menjalankan fungsinya. Pasal 89 menyatakan bahwa:
Pasal 89
1. Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pengkajian dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :
a. pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi;
b. pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia;
c. penerbitan hasil pengkajian dari penelitian;
d. studi kepustakaan, studi lapangan dan studi banding di negara lain mengenai hak asasi manusia;
e. pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia; dan
f. kerjasama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga, atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
2. Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :
a. penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia;
b. upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non formal serta berbagai kalangan lainnya; dan
c. kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
3. Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :
a. pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut;
b. penyidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia;
c. pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya;
d. pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan;
e. peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu;
f. pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan;
g. pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan; dan
h. pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proes peradilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.
4. Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :
a. perdamaian kedua belah pihak;
b. penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli;
c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan;
d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan
e. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.
Diantara beberapa fungsi Komnas HAM tersebut di atas, fungsi pemantauan dan mediasi
adalah fungsi yang memegang peranan signifikan untuk menyelesaikan kasus HAM. Pasal 89
ayat (3) huruf c dan d mengatakan bahwa:
Dalam menjalankan fungsi pemantauan Komnas HAM bertugas dan berwenang untuk melakukan:
c. pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya;
d. pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan;
dan pasal ini diperkuat oleh Pasal 94 dan Pasal 95, yang menyatakan bahwa:
Pasal 94
(1) Pihak pengadu, korban, saksi, dan atau pihak lainnya yang terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (3) huruf c dan d, wajib memenuhi permintaan Komnas HAM.(2) Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dipenuhi oleh pihak lain yang bersangkutan, maka bagi mereka berlaku ketentuan Pasal 95.
Pasal 95
Apabila seseorang yang dipanggil tidak datang menghadap atau menolak memberikan keterangannya, Komnas HAM dapat meminta bantuan Ketua Pengadilan untuk pemenuhan panggilan secara paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya wewenang untuk Komnas HAM berdasar
Pasal 89 ayat (3) huruf c dan d yang diperkuat oleh Pasal 94 adalah bukan sebagai wewenang
untuk melakukan upaya paksa dalam memanggil pihak terkait guna memberikan keterangan
tertulis, melainkan sebatas mendengar keterangan pihak terkait dan melakukan peninjauan.
Dalam hal pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara
tertulis, dan untuk melakukan pemeriksaan setempat, Komnas HAM berdasarkan Pasal 89 ayat
(3) huruf f dan g perlu meminta persetujuan Ketua Pengadilan terlebih dahulu.
f. pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis
atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan
persetujuan Ketua Pengadilan;
g. pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-
tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan
Ketua Pengadilan;
Komnas HAM wajib menyampaikan laporan tahunan tentang pelaksanaan fungsi, tugas,
dan wewenangnya, serta kondisi hak asasi manusia, dan perkara-perkara yang ditanganinya
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dan Presiden dengan tembusan kepada Mahkamah
Agung.
Berdasarkan Pasal 98 UU ini, dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, anggaran Komnas
HAM dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 99 sebagai pasal terakhir yang mengatur tentang Komnas HAM menyatakan bahwa:
Ketentuan dan tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang serta kegiatan Komnas HAM diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib Komans HAM.
Beberapa kelemahan UU 39 Tahun 1999 (UU HAM) sebagai dasar hukum KOMNAS
HAM untuk menjalankan fungsinya:1
1. Mengacu Pasal 1 ayat (7) UU HAM, Komnas HAM disebut sebagai lembaga mandiri yang
kedudukanya setingkat dengan lembaga negara lain, tapi keberadaan Komnas HAM tidak
didasarkan pada UUD 1945, akibatnya bila terjadi sengketa kewenangan dengan lembaga
lainnya seperti Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kejaksaan Agung dan
DPR maka tidak dapat diselesaikan lewat Mahkamah Konstitusi;
2. UU HAM tidak mengatur secara jelas dan tegas tentang pemanggilan terhadap pihak yang
diduga melakukan pelanggaran HAM atau pihak lain yang dimintai keterangannya oleh
1 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f7d11402f7ae/komnas-ham-butuh-penguatan-kewenangan
Komnas HAM, sehingga tidak memiliki kekuatan memaksa untuk menghadirkan yang
bersangkutan;
3. Berdasarkan UU HAM, Komnas HAM dapat menerbitkan rekomendasi setelah ada proses
mediasi. Di luar proses mediasi UU HAM tidak mengatur apakah Komnas HAM boleh
mengeluarkan rekomendasi atau tidak.
Dalam praktiknya rekomendasi juga diterbitkan setelah Komnas HAM melakukan tugas
pemantauan. Hal ini dapat menimbulkan persoalan karena pihak yang bersangkutan menolak
rekomendasi itu dengan alasan tidak diatur secara tegas dalam UU HAM;
4. Komnas HAM tidak diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan atas hasil temuan
pelanggaran HAM di lapangan.
Kewenangan Komnas HAM sekedar melakukan penelitian, pemantauan dan investigasi serta
menerbitkan rekomendasi. UU HAM tidak memberi konsekuensi apapun jika pihak yang
diberi rekomendasi tidak mau melaksanakan rekomendasi tersebut. Kondisi itulah yang
membuat Komnas HAM tidak mampu menuntaskan persoalan HAM yang diadukan
masyarakat. Komnas HAM, seharusnya juga diberi kewenangan lebih untuk bertindak
menuntaskan pelanggaran HAM. Mengingat aktor pelanggar HAM mayoritas dilakukan oleh
aparatur negara, maka satu-satunya lembaga yang dapat melakukan pemeriksaan terkait
pelanggaran HAM di instansi pemerintahan seharusnya adalah Komnas HAM;
5. Kelemahan lain, terkait imunitas bagi anggota dan pekerja Komnas HAM. Di tengah tuntutan
pekerjaan yang berat, pekerja Komnas HAM tidak didukung oleh perlindungan yang
mumpuni sehingga kerap mendapat ancaman. Selain itu, dalam menjalankan tugasnya
Komnas HAM seringkali mengeluarkan pendapat, keterangan, tanggapan dan lain
sebagainya. Kondisi itu dapat dianggap oleh pihak tertentu sebagai pencemaran nama baik.
Beberapa persoalan imunitas itu dapat mempengaruhi independensi Komnas HAM.