Komitmen, Iklan dan IFTITAH Manifestasi Kerinduan Tentang ... · ewindu wafatnya KH. Abdurrahman...

12
TERBIT TIAP BULAN Info iklan : 085-726-940-489 (Adib) Layanan Pelanggan : 085-667-728-852 (Salam) Infaq : Rp. 1.500 Edisi 06 Tahun Pertama JANUARI -FEBRUARI 2018 IFTITAH ‘’Ampun bosen, nggeh.’’ Demikian pesan salah satu kiai asal Kabupaten Pa berpesan kepada awak redaksi Suara Nahdliyin. Sebuah pesan yang disampaikannya, lantaran merasakan betul bagaimana beratnya melakukan akvitas menulis dan menjaga konsistensi dalam menerbitkan Suara Nahdliyin. Pesan itu pun senanasa diingat oleh para punggawa Suara Nahdliyin, yang memang telah berkomitmen untuk ‘khidmah’ kepada Nahdlatul Ulama (NU), bangsa dan masyarakat luas melalui dunia literasi. Dan apa yang disampaikan pesan sang kiai itu, memang benar adanya. Betapa menjaga konsistensi itu memang sebuah perjuangan yang teramat berat. Namun api komitmen itu senanasa dijaga oleh Suara Nahdliyin, agar nyalanya tak pernah padam. Kenda dengan tertah karena dua awak redaksi sibuk dengan tugas Kuliah Kerja Nyata (KKN) di luar kota, dan lainnya juga memiliki kesibukan masing-masing yang luar biasa. Sehingga kemoloran terbitnya Suara Nahdliyin tak dapat dihindari. Awak redaksi Suara Nahdliyin mohon maaf kepada pembaca atas keterlambatan itu, dan sejak edisi depan, akan berusaha mengembalikan ritme penerbitan sesuai biasanya; bulanan, bukan terbiat dua bulan sekali. Salah satu tantangan media cetak, terlebih media komunitas, adalah menjaga ritme penerbitan itu sendiri. Sebabnya, media cetak itu sangat dibatasi dengan waktu. Dan itu sangat disadari oleh Suara Nahdliyin. Selanjutnya adalah persoalan iklan. Ada beberapa pembaca yang merasa ‘kurang nyaman’ kepada Suara Nahdliyin lantaran memuat iklan polik. Perlu kami sampaikan kepada pembaca -yang mungkin saja lupa- bahwa konten dari sebuah media bukanlah berita saja. Ada konten-konten lain di luar berita, seper opini (arkel), kolom publik seper tanya jawab, dan juga iklan. Bagi sebuah media, menerima iklan bukan sebuah kesalahan, asal ‘dak menyalahi aturan’. Akhirnya, berbagai hal di atas bukanlah sebuah upaya membangun sebuah argumentasi terkait mengapa Suara Nahdliyin terbit terlambat, dan mengapa Suara Nahdliyin mau menerima iklan polik. Melainkan agar masing-masing saling memahami. Maturnuwun disampaikan kepada semua pihak atas dukungannya selama ini. Semoga Allah SWT. meridloi akvitas dan niat baik kita semua, dan memberikan pertolongan untuk meraih yang terbaik dalam segala hal. Wallahu a’lam. (*) Redaksi Komitmen, Iklan dan Tentang Keterlambatan itu S ewindu wafatnya KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), diperinga olah masyarakat dari berbagai lapisan masyarakat di penjuru negeri. Tak hanya oleh warga Nahdlatul Ulama (NU), juga oleh masyarakat dari ragam latar belakang dan lintas iman. Digelarnya peringatan Sewindu wafatnya Gus Dur, ini menjadi penanda manifestasi kerinduan umat dan rakyat Indonesia secara luas, kepada sosok humanis dan pejuang kemanusiaan itu. Doa, tahlil bersama, diskusi menggali nilai-nilai dan keteladanan, menjadi ''menu wajib'' yang selalu ada dalam seap gelaran memperinga hal Gus Dur itu. Sementara di kompleks maqbarah masyayikh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur silih bergan umat Islam dari berbagai daerah, datang untuk berziarah. Tak sedikit pula kader NU Kudus yang berziarah ke Tebuireng sekaligus menziarahi makam auliya lain di Jawa Timur. ''Sebelum berangkat ke Tebuireng, para kade muda NU, khususnya dari PS. GP Ansor dan Banser Kecamatan Kota berziarah ke makam Sunan Kudus dan KH. R. Asnawi terlebih dahulu,'' terang Ketua PAC GP Ansor Kota, Muhammad Fatchul Munif, pada akhir Desember 2017 lalu. Sedang di Jawa Timur, selain ke Tebuireng untuk menziarahi makam Gus Dur dan masyayikh lain, Munif beserta rombongannya juga menziarahi antara lain lain ke makam Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Ampel, dan Syekh Asmoroqondi. ''Tujuan ziarah ini dengan harapan mendapat barokah dari para wali,'' lanjutnya menambahkan. Tak hanya di Kudus dan Jombang. Kerinduan kepada Gus Dur itu pun termanifestasikan dalam berbagai gelaran lain. Di Yogyakarta, misalnya. GUSDURian bersama lebih dari 50 organisasi, menggelar tahlil kebangsaan di enam k pesantren, yakni Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Ummahat Manifestasi Kerinduan Peringatan Sewindu Gus Dur di Yogyakarta (istimewa).

Transcript of Komitmen, Iklan dan IFTITAH Manifestasi Kerinduan Tentang ... · ewindu wafatnya KH. Abdurrahman...

  • TERBIT TIAP BULANInfo iklan :085-726-940-489 (Adib)Layanan Pelanggan :085-667-728-852 (Salam)

    Infaq : Rp. 1.500

    Edisi 06 Tahun PertamaJANUARI -FEBRUARI 2018

    IFTITAH

    ‘’Ampun bosen, nggeh.’’ Demikian pesan salah satu kiai asal Kabupaten Pati berpesan kepada awak redaksi Suara Nahdliyin. Sebuah pesan yang disampaikannya, lantaran merasakan betul bagaimana beratnya melakukan aktivitas menulis dan menjaga konsistensi dalam menerbitkan Suara Nahdliyin.

    Pesan itu pun senantiasa diingat oleh para punggawa Suara Nahdliyin, yang memang telah berkomitmen untuk ‘khidmah’ kepada Nahdlatul Ulama (NU), bangsa dan masyarakat luas melalui dunia literasi.

    Dan apa yang disampaikan pesan sang kiai itu, memang benar adanya. Betapa menjaga konsistensi itu memang sebuah perjuangan yang teramat berat. Namun api komitmen itu senantiasa dijaga oleh Suara Nahdliyin, agar nyalanya tak pernah padam.

    Kendati dengan tertatih karena dua awak redaksi sibuk dengan tugas Kuliah Kerja Nyata (KKN) di luar kota, dan lainnya juga memiliki kesibukan masing-masing yang luar biasa. Sehingga kemoloran terbitnya Suara Nahdliyin tak dapat dihindari.

    Awak redaksi Suara Nahdliyin mohon maaf kepada pembaca atas keterlambatan itu, dan sejak edisi depan, akan berusaha mengembalikan ritme penerbitan sesuai biasanya; bulanan, bukan terbiat dua bulan sekali.

    Salah satu tantangan media cetak, terlebih media komunitas, adalah menjaga ritme penerbitan itu sendiri. Sebabnya, media cetak itu sangat dibatasi dengan waktu. Dan itu sangat disadari oleh Suara Nahdliyin.

    Selanjutnya adalah persoalan iklan. Ada beberapa pembaca yang merasa ‘kurang nyaman’ kepada Suara Nahdliyin lantaran memuat iklan politik. Perlu kami sampaikan kepada pembaca -yang mungkin saja lupa- bahwa konten dari sebuah media bukanlah berita saja.

    Ada konten-konten lain di luar berita, seperti opini (artikel), kolom publik seperti tanya jawab, dan juga iklan. Bagi sebuah media, menerima iklan bukan sebuah kesalahan, asal ‘tidak menyalahi aturan’.

    Akhirnya, berbagai hal di atas bukanlah sebuah upaya membangun sebuah argumentasi terkait mengapa Suara Nahdliyin terbit terlambat, dan mengapa Suara Nahdliyin mau menerima iklan politik. Melainkan agar masing-masing saling memahami. Maturnuwun disampaikan kepada semua pihak atas dukungannya selama ini.

    Semoga Allah SWT. meridloi aktivitas dan niat baik kita semua, dan memberikan pertolongan untuk meraih yang terbaik dalam segala hal. Wallahu a’lam. (*)

    Redaksi

    Komitmen, Iklan dan Tentang Keterlambatan itu

    Sewindu wafatnya KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), diperingati olah masyarakat dari berbagai lapisan masyarakat di penjuru negeri. Tak hanya oleh warga Nahdlatul Ulama (NU), juga oleh masyarakat dari ragam latar belakang dan lintas iman.

    Digelarnya peringatan Sewindu wafatnya Gus Dur, ini menjadi penanda manifestasi kerinduan umat dan rakyat Indonesia secara luas, kepada sosok humanis dan pejuang kemanusiaan itu. Doa, tahlil bersama, diskusi menggali nilai-nilai dan keteladanan, menjadi ''menu wajib'' yang selalu ada dalam setiap gelaran memperingati hal Gus Dur itu.

    Sementara di kompleks maqbarah masyayikh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur silih berganti umat Islam dari berbagai daerah, datang untuk berziarah. Tak sedikit pula kader NU Kudus yang berziarah ke Tebuireng sekaligus menziarahi makam auliya lain di Jawa Timur.

    ''Sebelum berangkat ke Tebuireng, para kade muda NU, khususnya dari PS. GP Ansor dan Banser Kecamatan Kota berziarah ke makam Sunan Kudus dan KH. R. Asnawi terlebih dahulu,'' terang Ketua PAC GP Ansor Kota, Muhammad Fatchul Munif, pada akhir Desember 2017 lalu.

    Sedang di Jawa Timur, selain ke Tebuireng untuk menziarahi makam Gus Dur dan masyayikh lain, Munif beserta rombongannya juga menziarahi antara lain lain ke makam Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Ampel, dan Syekh Asmoroqondi. ''Tujuan ziarah ini dengan harapan mendapat barokah dari para wali,'' lanjutnya menambahkan.

    Tak hanya di Kudus dan Jombang. Kerinduan kepada Gus Dur itu pun termanifestasikan dalam berbagai gelaran lain. Di Yogyakarta, misalnya. GUSDURian bersama lebih dari 50 organisasi, menggelar tahlil kebangsaan di enam titik pesantren, yakni Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Ummahat

    Manifestasi Kerinduan

    Peringatan Sewindu Gus Dur di Yogyakarta (istimewa).

  • Suara Nahdliyin, edisi 6, Januari - Februari 20182

    LAPORAN UTAMA

    Sambungan hal. 1 , Manifestasi ...Kotagede, Ponpes Hindun Anisah Krapyak, Ponpes Nailul Ula Gedung Kuning, Ponpes As-Salafiyah Mlangi, Ponpes Al-Furqon Bantul, dan Ponpes Pandanaran.

    Serangkaian kegiatan lain juga digelar, antara lain diskusi di lima pangkalan intelektual, yakni di Yayasan Syantikara, Kafe Basa-basi, Republik Guyub, Pendapa

    LKiS, dan Kantor PWNU Yogyakarta. Ada juga pameran mural di Kampung Kranggan. Puncaknya, Ziarah Budaya pada 5 Februari di Auditorium Driyarkara Universitas Sanata Dharma, yang akan dihadiri Nyai Hj. Shinta Nuriyah Wahid, Prof. Mahfud MD, Buya Syafii Maarif dan tokoh lintas iman.

    ‘’Tahlil Kebangsaan dan Ziarah Budaya

    Sewindu Gus Dur ini untuk mengenang Gus Dur, sekaligus momentum bagi kita belajar kembali tentang laku, pemikiran, dan keteladanan Gus Dur untuk meneguhkan identitas kita sebagai bangsa dan menjaga tali persatuan bangsa,” ujar Rifai Muhammad, ketua panitia Sewindu Haul Gus Dur di Yogyakarta melalui rilis yang diterima Suara Nahdliyin. (ros)

    Banyak cara mengenang jasa dan perjuangan seorang tokoh, termasuk dalam mengenang jasa-jasa dan perjuangan KH. Adurrahman Wahid (Gus Dur).

    Nah, yang dilakukan para aktivis Pengurus Anak Cabang (PAC) GP. Ansor Jati, ini cukup unik, yaitu mengenang Gus Dur dengan membaca anekdot-anekdotnya pada pekan kedua Januari lalu.

    Peringatan Sewindu wafatnya Gus Dur yang digelar di halaman MI. NU. Baitul Mukminin Getas Pejaten, itu pun sangat gayeng, dengan dihadiri para pengurus dan anggota GP. Ansor dan Banser pada kesempatan itu.

    Noor Khoiri, salah satu pengurus PAC. GP. Ansor Jati, sebelum gelaran acara dimulai, menjadi salah satu orang yang cukup sibuk mengumpulkan anekdot-anekdot Gus Dur untuk dibaca secara bergantian. “Pengurus dan anggota GP. Ansor – Banser yang datang, wajib berpartisipasi membaca anekdot Gus Dur,” tuturnya.

    Tak pelak, peringatan Sewindu Gus Dur yang diisi dengan pembacaan anekdot-anekdot yang sangat kaya, itu pun gergeran, sehingga kian menambah keakraban tersendiri antarsesama pengurua PAC. GP. Ansor – Banser Jati.

    Senyum dan gelak tawa seringkali tak bisa ditahan, demi mendengar anekdot-anekdot Gus Dur yang lucu, nakal, namun seakan sesuai dengan kondisi zaman.

    Muhamad Rozikan, salah satu pengurus GP Ansor Jati, mengaku senang membaca anekdot Gus Dur pada acara itu. Dia membacakan anekdot Gus Dur saat di Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Magelang asuhan KH. Chudlori.

    Suatu ketika, bersama bberapa santri lain, Gus Dur membuat sekenario untuk ‘mencuri’ ikan di kolam milik kiai. Sewaktu teman-temannya mengambil ikan di kolam, Gus Dur yang bertugas mengawasi melihat kehadiran Kiai Chudlori. Teman-temannya pun disuruh bergegas pergi dan ikan yang didapat diberikan kepadanya.

    Kenang Gus Dur melalui Anekdot

    Kepada Kiai Chudlori, Gus Dur pun matur, bahwa tadi ada maling yang mencuri ikan di kolam miliknya. Pencurinya sudah berhasil diusir. Oleh kiai, ikan yang telah diambil pun diminta dibawa untuk dimasak.

    Tiba di kamar, Gus Dur mendapatkan protes dari teman-temannya. Bukan Gus Dur namanya, jika tak bisa berdalih tentang protes temannya. Dia mengatakan, “lagi pula kalian juga ikut makan ikannya, ikan ini sudah halal, soalnya sudah dapat izin dari pemiiliknya”.

    ‘’Anekdot-anekdot Gus Dur tidak hanya segar, kritis, dan terkadang nakal. Namun juga memiliki makna yang sangat dalam, jika mau menelaahnya,’’ katanya.

    Kegiatan serupa juga digelar PAC IPNU-IPPNU Gebog,30 Januari lalu. Bertempat di Pondok Muslimat NU Padurenan, para generasi muda menggelar doa bersama untuk guru bangsa Gus Dur. Pada kesempatan itu, ratusan penerbang rebana mengiringi sholawat nabi menambah semarak acara. (salam ys, adb)

    Noor Khoiri sedang membacakan anekdot dalam acara Sewindu Khaul Gud Dur bersama pengurus PAC GP Ansor Jati/. (Foto: Salam)

  • Suara Nahdliyin, edisi 6, Januari - Februari 2018 3

    Pemimpin Umum: Qomarul Adib I Pemimpin Redaksi: Rosidi I Sekretaris Redaksi: Septi I Redaktur Pelaksana: Muhammad Farid I Staf Redaksi: Rochim, Istahiyah, Sugiyono, Masluh Jamil I Layout: Ismail & Yaumis S. I Keuangan/ Iklan: Abdus Salam I IT: Masluh, Miftahur Ridlo Diterbitkan oleh Ikatan Jurnalis Nahdlatul Ulama (IJNU) Kabupaten Kudus.Sekretariat: Pondok Paris Desa Padurenan, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus.

    LAPORAN UTAMA

    Email : [email protected] : suaranahdliyin.com

    Beragam penilaian muncul terkait sosok KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Salah satunya dari ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Cabang Kudus, Dr. H. Kisbiyanto M.Pd. menurutnya, Gus Dur tidak sekadar tokoh yang pernah memimpin negeri ini, yang oleh sebagian orang juga dianggap sebagai wali.

    ‘’Gus Dur adalah inspirasi yang tak pernah mati. Barakah Gus Dur untuk kita semua,’’ tegas Dr. H. Kisbiyanto yang juga dosen STAIN Kudus itu kepada Suara Nahdliyin.

    Dia mengemukakan, Gus Dur bagi Nahdlatul Ulama (NU) adalah sosok pembaharu yang tidak saja bisa mempertahan tradisi-tradisi lama dalam NU, juga berhasil memelopori kemajuan NU di berbagai bidang.

    ‘’Kemajuan itu khususnya di bidang kajian ke-Islam-an yang dikembangkan dengan pendekatan budaya Indonesia.

    Inspirasi Tak Pernah Mati

    Itulah yang mengantarkan NU menjadi organisasi Islam terbesar serta maju dalam pemikiran dan kebudayaan Islam di Nusantara,’’ ungkapnya.

    Bagi Indonesia, lanjutnya, Gus Dur tidak hanya pernah menjadi pemimpin (Presiden), melainkan dialah peletak hubungan harmonis antara Islam dan negara. ‘’Menurut Gus Dur, untuk membesarkan Islam tidak harus mendirikan negara Islam. Dan baginya, Pancasila sudah sangat sesuai dengan Indonesia,’’ katanya.

    Tak hanya itu. Bagi dunia internasional, Gus Dur juga dinilai sebagai juru damai. Ia selalu mengajarkan antidiskriminasi dan penjajahan. Ketika Israel menjajah Palestina, Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim harus membela Palestina. Dia membangun komunikasi dengan Israel. Dan Gus Dur memperjuangkan perdamaian Palestina dengan diplomasi, bukan dengan kekerasan,’’ tuturnya. (ros)

    Peringatan Sewindu Haul KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) digelar di berbagai tempat. Tak hanya umat Islam saja yang ambil bagian, juga komunitas lintas iman. Apa makna dari semua itu?

    Alissa Wahid, koordinator nasional GUSDURian, dalam ‘sambutannya’ mengatakan, haul yang diselenggarakan oleh masyarakat, adalah bentuk dari tanda cinta, rasa hormat, penghargaan dan doa.

    ‘’Itu jauh lebih berharga dari hadiah-hadiah atau gelar kehormatan lain yang sifatnya seremonial,’’ ujar Alissa Wahid yang tak lain adalah putri Gus Dur itu.

    Dalam penuturannya, dirinya mengaku melihat ketulusan penghormatan dan kecintaan dari lubuk hati yang paling dalam.

    ‘’Selain itu, kami merasakan adanya keinginan-keinginan untuk menggali, belajar, dan mengambil inspirasi dari perjuangan Gus Dur,’’ paparnya. (ros/ adb)

    Tanda Cinta

    Diskusi menggali inspirasi dan keteladanan Gus Dur di Kudus, beberapa waktu lalu.

    Alissa Wahid

  • Suara Nahdliyin, edisi 6, Januari - Februari 20184

    KAJIAN

    Pada dasarnya, setiap orang adalah pemimpin, yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat atas tugas kepemimpinan yang diembannya.

    Dijelaskan dari Abdullah bin Umar dia berkata: Rasulullah bersabda “Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya. Seorang raja memimpin rakyatnya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya itu. Seorang suami memimpin keluarganya, dan akan ditanya kepemimpinannya itu. Seorang ibu memimpin rumah suaminya dan anak-anaknya, dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya itu. Seorang budak mengelola harta majikannya dan akan ditanya tentang pengelolaanya. Ingatlah bahwa kalian semua memimpin dan akan ditanya pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya itu.” (Al-Bukhari)

    Penjelasan hadits di atas sangat jelas, tentang kepemimpinan. Dan seorang pemimpin, memiliki kewajiban melaksanakan kebijakan kepemimpinan sesuai aturan yang berlaku, untuk kemashlahatan umat, dan menegakkan keadilan.

    Dalam Islam, kepemimpinan ini menjadi hal yang wajib ditepati, sebab Islam tidak akan bisa tegak dan abadi,

    tanpa ditunjang oleh kekuasaan. Dan kekuasaan tidak bisa langgeng tanpa ditunjang dengan agama.

    Dengan kata lain, menegakkan keadilan hanya bisa dicapai ketika kepemimpinan diraih. Sehingga meraih kepemimpinan hukumnya adalah wajib. Kepemimpinan yaitu kemampuan seseorang sehingga ia memperoleh rasa hormat (respect), pengakuan (recognition), kepercayaan (trust), ketaatan (obedience), dan kesetiaan (loyality) untuk memimpin

    kelompoknya dalam kehidupan bersama menuju cita-cita.

    Karena kepemimpinan dalam Islam erat kaitannya dengan pencapaian cita-cita, maka kepemimpinan harus ada dalam tangan seorang pemimpin yang beriman.

    Pertanyaannya kemudian, bagaimana kriteria seorang pemimpin yang baik?

    Dr. H. Abdurrohman Kasdi Lc. M.Si*

    Kepemimpinan dalam Islam

    Pemimpin Redaksi Suara Nahdliyin, Rosidi, mengungkapkan, bahwa semua penulis, asal konsisten, suatu saat insyaallah bisa melahirkan karya masterpiece. Pernyataan itu disampaikan menyitir salah satu seniornya, untuk memotivasi peserta didik MA NU Miftahul Falah yang mengikuti Latihan Dasar Jurnalistik (LDJ) MA. NU. Miftahul Falah Cendeono di Aula Madrasah, Kamis (01/02/18).

    "Saya pernah dipeseni senior saya, harus tekun belajar menulis,

    pasti suatu saat insyaallah Anda bisa melahirkan karya yang jadi masterpiece," tuturnya.

    Terkait konsistensi, terangnya, jajaran pengelola Suara Nahdliyin pun pernah dinasihati oleh salah satu kiai asal Kabupaten Pati agar tidak bosan menulis.

    "Pesan beliau itu yang selalu kami pegang teguh. Sederhana sekali, tetapi sangat dalam jika mau menghayati: ampun bosen nggeh," jelas Eros, sapaan akrabnya.

    Dalam kesempatan itu Rosidi

    menyontohkan ilmuwan Thomas Alfa Edison yang berhasil menemukan listrik, kendati sebelumnya mengalami banyak kegagalan dalam uji cobanya.

    Sementara staf redaksi Suara Nahdliyin, Yaumis Salam, berpesan agar peserta LDJ mengamalkan ilmunya. Salah satunya dengan menulis dan berkarya.

    "Pesen guru saya itu salah satunya yaitu amalkanlah meski satu ilmu itu dengan seribu amalan," ujar Salam menjekasjan. (rid)

    Asal Konsisten, Penulis Bisa Lahirkan "Masterpiece"

    Ada beberapa kriteria pemimpin yang baik bisa diketengahkan di sini. Pertama, amanah. Menjaga amanah kepemimpinan melaksanakan dan menjalankannya dengan baik adalah sebuah keniscayaan,karena kelak Allah akan meminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu.

    Kedua, tidak meminta (menginginkan) jabatan. Ketiga, niat yang Lurus. Keempat, profesional. Keempat, tidak memanfaatkan jabatan sebagai aji mumpung untuk memperkaya diri apalagi dengan cara tidak terpuji seperti korupsi. Kelima, tidak menutup diri saat diperlukan rakyat.

    Selain beberapa hal di atas, seorang pemimpin juga harus memiliki komitmen untuk menegakkan hukum dan keadilan. Sekarang ini, untuk terjaganya hukum-hukum Illahiah yang mengatur kehidupan umat manusia dan masyarakat, dibutuhkan seorang pemimpin yang memiliki pengetahuan luas tentang hukum Allah SWT. dan keadilan, akhlak yang mulia, matang secara kejiwaan dan ruhani, memiliki kemampuan mengatur (mengorganisasi), serta memiliki pola hidup yang sederhana. Intinya pemimpin haruslah wujud dari hukum Islam itu. Wallahu a’lam. (*)

    Wakil Ketua III STAIN Kudus, Ketua IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Demak dan

    Wakil Ketua PCNU Kabupaten Demak.

    Karena kepemimpinan dalam Islam erat kaitannya

    dengan pencapaian cita-cita, maka kepemimpinan harus ada dalam tangan seorang pemimpin yang beriman.

  • Suara Nahdliyin, edisi 6, Januari - Februari 2018 5

    SOSOK

    Dikenal dengan kehidupan dan persaingan yang sangat keras, Kota Jakarta tak membuat nyali banyak orang untuk merantau ke sana dan mencari peruntungannya. Selamet salah satunya, pendiri Selamet Expo Exhibition and Interior Contractor.

    Selamet Expo Exhibition and Interior Contractor yang bergerak di bidang jasa pelayanan stan pameran berpusat di Jalan Bangun Nusa Raya No. 89, Cengkareng Timur, Jakarta Barat ini didirikan sekitar 10 tahun silam.

    Selamet adalah pengusaha asal Kudus, yang merantau ke Jakarta sekitar tahun 1990-an atas ajakan seorang teman. ‘’Selain ajakan dari salah satu teman, niat merantau muncul lantaran tidak diterima bekerja di sebuah perusahaan di Kudus,’’ kisahnya.

    Di Jakarta, Selamet yang lahir di Kudus pada 12 Desember 1967 silam itu, mengawali karir dengan bekerja membuat stan pameran untuk para pemborong besar. Namun lambat laun, ia pun memiliki keinginan untuk mendirikan usaha sendiri. ‘’Saya kemudian mendirikan Selamet Expo Exhibition and Interior Contractor pada 2007,’’ ungkapnya.

    Lambat laun, usaha yang dirintis sosok yang gemar membaca al-Quran ini pun berkembang, hingga akhirnya

    m a m p u menjalin k e r j a s a m a d e n g a n para klien yang tidak hanya dari dalam negeri, tetapi banyak juga yang dari luar negeri.

    Para kliennya antara lain berasal dari Medan, Bekasi, Surabaya dan T a n g e r a n g . “Untuk klien dari luar negeri, di antaranya dari Malaysia, Jepang, Turki, China, Hongkong, dan Singapore,” kata Ulin Nuha, putra pertama Selamet, menambahkan.

    Kepuasan klien, oleh Selamet Expo Exhibition and Interior Contractor, sangat diutamakan, sehingga jika ada komplain dari klien atau meminta tambahan desain, akan segera ditangani. ‘’Selain kepuasan pelanggan, bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur dan tanggung jawab juga sangat kami utamakan,’’ tuturnya. (ulya/ ros)

    Sukses Kembangkan Usaha Jasa Pembuatan Stan di Ibukota

    BiodataNama : SelametTTL : Kudus, 12 Desember 1967Hobi : Membaca al-QuranPekerjaan: WiraswastaAlamat : RT 4 RW V Desa Jepang Pakis, Kecamatan Jati, Kudus

    Pendidikan: - SD 1 Jepangpakis Kudus- MTs. Qudsiyyah Kudus

    - SMA Hasyim Asy’ari KudusMotto Hidup:

    Menjaga Kebenaran

    Selamet, Pendiri Selamet Expo Exhibition and Interior Contractor

    hal tentang potensi kawasan Pegunungan Kendeng Utara, soal kearifan Suku Samin dalam menjaga dan merawat lingkungan, serta perjuangannya mempertahankan Pegunungan Kendeng itu agar tetap lestari.

    Rektor UMK, H. Suparnyo, menilai, buku karya H. Subarkah tersebut hadir pada momentum yang tepat, di mana dewasa ini, kasus-kasus lingkungan di berbagai daerah di Nusantara ini marak terjadi. (luh/ ros)

    Subarkah Rilis "Sedulur Sikep Menggugat"

    Di awal t a h u n 2018 ini, W a k i l K e t u a P C N U Kabupaten

    Kudus, H. Subarkah, merilis buku terbarunya berjudul ‘’Sedulur Sikep Menggugat: Jalan Berliku Pertahankan

    Pegunungan Kendeng Utara’’ yang diterbitkan Badan Penerbit Universitas Muria Kudus (BP. UMK).

    Buku itu diangkat dari disertasi H. Subarkah yang kini menjabat Wakil Rektor IV UMK Bidang Kerja Sama, sewaktu studi Program Doktor (S3) di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. ‘’Alhamdulillah, setelah melalui proses editing dan lain sebagainya, akhirnya buku ini bisa terbit,’’ tuturnya.

    Buku karyanya itu, mengulas berbagai

    H. Subarkah

  • Suara Nahdliyin, edisi 6, Januari - Februari 20186

    JEJAK

    Berada di dataran tinggi di kawasan Pegunungan Muria, petilasan Sunan Kaliyitno di Desa Ternadi, Kecamatan Dawe, Kudus ini tak pernah sepi dari pengunjung. Banyak pengunjung dari berbagai daerah datang, di petilsan ini.

    Siapa sejatinya Sunan Kaliyitno. Menurut cerita tutur turun temurun masyarakat Desa Ternadi, Sunan Kaliyitno tak lain adalah Sunan Kalijaga sewaktu masih muda, yang akrab dikenal pula dengan Lokajaya.

    Itulah yang disampaikan salah satu sesepuh Desa Ternadi, Sudarmo (90 tahun). Mbah Darmo –demikian Sudarmo biasa disapa- mengatakan, Kaliyitno ini dulunya adalah tempat melakukan laku prihatin dan tapa brata Lokajaya.

    ‘’Teladan dari sosok Lokajaya atau yang kelak dikenal dengan Sunan Kalijaga, adalah bahwa seseorang harus berani prihatin (tirakat) untuk meraih kemuliaan (kesuksesan),’’ terang kakek kelahiran tahun 1928 itu saat berbincang dengan Suara Nahdliyin di musala depan petilasan Sunan Kaliyitno.

    Di petilasan ini, selalu ramai oleh pengunjung (peziarah), khususnya pada Kamis Kliwon malem Jumuah Legi. ‘’Peziarah tidak hanya dari Kudus, melainkan banyak yang berasal dari berbagai daerah, antara lain Semarang, Jepara, Pati, Rembang dan Demak. Menjelang Indonesia merdeka pada 1945 dulu, banyak juga pejuang yang tirakat di sini,’’ kisahnya.

    Selain petilasan Sunan Kaliyitno, di sampingnya ada beberapa pohon bambu yang berdiri menjulang. ‘’Konon bambu itu dulunya adalah tongkat yang ditancapkan Lokajaya. Lambat laun tumbuh menjadi beberapa pohon dan masih hingga sekarang. Tidak ada yang berani memotong bambu. Bambu hanya diambil seperlunya untuk penyangga luwur petilasan saat buka luwur,’’ terangnya.

    Lebih lanjut dijelaskan Mbah Darmo, bahwa petilasan Sunan Kaliyitno masih utuh hingga sekarang, adalah berkat kehendak Allah SWT. Dia menceritakan, pada 2007 lalu, terjadi banir bandang di Desa Ternadi, yang menghancurkan bangunan-bangunan di kompleks petilasan dan bangunan lain milik warga

    Menelisik Teladan dari Petilasan Sunan Kaliyitno

    di sepanjang bantaran sungai. ‘’Tahun 2007, ada banjir bandang. Air

    dari atas, karena hujan yang sangat deras. Batu dan kayu menerjang. Bangunan kompleks makam hancur semua, hanya petilasan Sunan Kaliyitno yang waktu itu belum ada atapnya, yang tidak terkena banjir. Alhamdulillah, kersane Gusti Allah, petilasan Sunan Kaliyitno tidak ada-apa (tidak rusak-Red),’’ katanya.

    Petilasan Sunan Kaliyitno hingga kini terawat dengan baik dengan juru kunci yang telah berganti-ganti. Para juru kunci itu, antara lain Mbah Punuk, Mbah Kartorosa, Mbah Mertoruwek, Mbah Ranu, Mbah Sukarjowarno, Mbah Kromorejo, Mbah Mukhlas, Mbah Sutris, Mbah Sukat, dan juru kunci yang sekarang adalah Mbah Suparlan. (ros, mian)

    Salah satu pengunjung di Petilsanan Sunan Kaliyitno (kiri atas), Bambu yang dipercaya berasal dari tongkat yang ditancapkan Lokajaya (kanan atas). Bawah: Penunjuk arah ke berbagai destinasi wisata di Desa Ternadi Kecamatan Dawe Kudus.

  • Suara Nahdliyin, edisi 6, Januari - Februari 2018 7

    POJOK LAZISNU

    Lembaga Amal Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Kabupaten Kudus mengadakan kegiatan Maulid Peduli Marbot di Gedung Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK), Sabtu malam (22/12/2017).

    Dalam kegiatan itu, LAZISNU membagikan dana zakat dan bingkisan kepada 266 Marbot masjid dan 10 guru madrasah se Kabupaten Kudus. Masing-masing marbot dan guru madrasah mendapatkan uang sebesar Rp 300.000, bingkisan sarung dari PR Sukun dan

    LAZISNU Salurkan Dana Zakat Kepada Ratusan Merbot Masjid

    Tanya:Bapak pengasuh yang

    terhormat, Saya pernah mendengar ada seorang dai yang mengatakan, bahwa infak, shadaqah dan zakat dapat melipatgandakan harta. Benarkah apa yang disampaikan dai tersebut? Bagaimana penjelasannya? Bolehkah kita berzakat, berinfak dan bersedekah dengan tujuan agar dilipatgandakan harta kita?

    Billy Hendarto,pegawai PT. Pura Kudus

    jenang kudus dari PT Mubarokfood Cipta Delicia Kudus. Pembagian secara simbolik diserahkan oleh Rois Syuriah PCNU Kudus, KH. Ulil Albab Arwani.

    Ketua PC LAZISNU Kudus Sya’roni Suyanto mengatakan pemberian santunan ini merupakan bentuk kepedulian terhadap marbot masjid. Marbot masjid memiliki peran penting dalam menjaga dan merawat keberadaan masjid.

    “Insya Allah ke depan, LAZISNU bisa meningkatkan kepeduliannya kepada semua marbot masjid dan musholla, guru TPQ dan para pengabdi Agama Islam lainnya,”tandasnya.

    Kepada para marbot, Sya’roni mengharapkan untuk menjaga masjid dari paham-paham aliran lain yang mampu menggerogoti faham Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) An-Nahdliyah. Sebab,

    Jawab:Bapak/ Saudara Billy yang berbahagia. Apa

    yang dikatakan dai tersebut memang benar, bahwa harta yang diinfakkan, dishadaqahkan dan dizakatkan itu akan dilipatgandakan oleh Allah SWT. Bagaimana mungkin dilipatgandakan, sementara secara lahirnya, harta yang dikeluarkan itu jelas berkurang.

    Contoh, orang yang mempunyai uang Rp. 100 juta dan dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% (Rp. 2,5 juta). Secara nominal, berkurang dan tinggal Rp.97,5 juta. Begitu juga orang yang yang memiliki uang Rp. 200 juta dan diinfakkan Rp. 10 juta, jelas tinggal Rp. 190 juta. Bagaimana logikanya bisa dilipatgandakan?

    Benar. Mungkin sebagian orang terutama para kaum kapitalis, pragmatis dan matematis mengatakan seperti itu, dan tidak percaya akan hal ini. Namun umat Islam jangan sampai tidak percaya. Dilipatkannya harta yang dizakati dan dikeluarkan infaknya, adalah janji Allah SWT. yang disebutkan secara jelas dalam Al-Quran.

    QS. Ar-Ruum : 39 menyatakan, “Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuatdemikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan pahalanya”

    Disebutkan juga dalam QS Al-Baqarah : 261, yang artinya, “Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan

    Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui”.

    Ayat di atas jelas sekali

    menegaskan, bahwa harta yang dizakati dan dikeluarkan untuk infak, akan dilipatgandakan oleh Allah. Kita tidak boleh ragu dan harus yakin tentang janji ini. Masing-masing kita pasti pernah mempunyai pengalaman dan membuktikan janji Allah ini secara nyata dalam kehidupan. Kalaupun belum dibalas Allah di dunia, yakinlah Allah akan membalas di akhirat kelak, berupa tabungan pahala yang berlipat ganda.

    Selanjutnya, niatkan harta yang dikeluarkan itu tujuannya hanya karena Allah. Niat karena menjalankan perintah Allah. Bukan karena selain Allah. Kalau pun kemudian punya keyakinan bahwa Allah akan melipatgandakan harta kita, itu boleh saja, karena memang Allah sudah menjanjikannya. Tujuannya, agar semangat mengeluarkan hartanya di jalan Allah dan tidak pelit. (*)

    Infak & Zakat Dapat Melipatgandakan Harta?TANYA LAZISNU

    belakangan banyak kelompok lain yang memanfaatkan masjid untuk penyebaran paham/alirannya.

    “Bila ada orang yang menyebarkan buletin yang tidak sepaham dengan Aswaja an-nahdliyah, para marbot sebaiknya memberitahu dulu kepada Ta’mir Masjid. Jangan keburu dibagikan kepada jamaah.”harapnya.

    Ketua PCNU Kudus H. Abdul Hadi mengharapkan para marbot supaya menjaga masjid yang bersih, nyama sehingga menciptakan suasana nyaman bagi orang beribadah. “Usahakan masjid itu bersih dan nyaman supaya jamaah krasan,” tandasnya singkat.

    Kegiatan dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini dihadiri Rois PCNU Kudus KH.Ulil Albab Arwani, Ketua Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) KH. Najib Hasan dan pengurus NU lainnya.(gie/adb)

    Noor Aflah

    Santunan kepada ratusan merbot oleh LA-ZISNU, belum lama ini.

  • Suara Nahdliyin, edisi 6, Januari - Februari 20188

    KILAS

    Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU - IPPNU Kecamatan Jati, menyelenggarakan Latihan Kader Muda (Lakmud) pada 22 - 24 Desember 2017 lalu. Lakmud tersebut digelar di MA NU Miftahul Ulum Loram Kulon.

    M. Azizun Nafri, Wakil Ketua IPNU Cabang Kudus Bidang Pengkaderan, menjelaskan, Lakmud 2017 ini menggunakan sistem pengawalan dari bawah, bekerja sama dengan pimpinan ranting dan pimpinan se-Kecamatan Jati hingga para alumni PAC IPNU – IPPNU.

    “Untuk mengikuti Lakmud ini, peserta harus melalui beberapa tahapan seleksi. Mulai dari wawancara, Sekolah Kader Dasar (SKD) tahap I dan

    SDKtahap II. Konsep Lakmud 2017 yaitu konsep dua kelas,” ungkapnya kepada Suara Nahdliyin.

    Pada dua kelas itu, masing-masing kelas dengan narasumber yang berbeda pula. Tujuan dari konsep ini, agar pembelajaran lebih mandiri dan tidak saling bergantung satu sama lain. ‘’Banyak kader yang ikut dalam Lakmud ini, karena sudah diinformasikan perihal kegiatan ini jauh-jauh hari,’’ M. Azizun Nafri menambahkan.

    Dalam Lakmud yang diikuti sekitar 80 peserta, ini pun mendapatkan apresiasi positif peserta. M. Hilmi Al Muhshi (15) dari Ranting Tanjungkarang, menilai, Lakmud sangat penting untuk

    menghasilkan karer-kader IPNU dan IPPNU yang berkualitas. ‘’Saya tertarik ikut Lakmud ini, setelah melihat tokoh-tokoh penting IPNU di akun instagram,’’ katanya.

    Dwi Syaifullah, Ketua Bidang Kaderisasi PP IPNU yang menyempatkan hadir dalam Lakmud tersebut, menyelipkan pesan, yakni bahwa kader IPNU harus memiliki empat hal, yaitu ramah dan tak mudah marah, Ikhlas dalam menjalankan amanah, rela berkorban, serta sering membaca dan menulis. (yaumis salam/ ros)

    Lakmud untuk Hasilkan Kader Berkualitas

    Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kudus, KH. Hamdani LC., menyebutkan, banyak nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. kepada umatnya, namun terkadang kurang disadari.

    Dia mengutarakan hal itu dalam sambutannya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Angudi Barokahe Gusti (ABG) Kanzus Sholawat di Undaan, Kudus pada pekan pertama Januari lalu. ‘’Kita mestinya bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan,’’ katanya di depan ribuan jamaah yang hadir.

    Di antaranya adalah nikmat iman. Menurut Hamdani, iman menjadi nikmat yang luar biasa besar, karena banyak orang yang mempelajari Islam, mempelajari al-Quran dan hadits, tetapi tidak mendapatkan hidayah (petunjuk), sehingga tidak masuk Islam.

    ‘’Untuk itu, iman harus dilindungi,

    yaitu dengan mendekat kepada para kiai dan ulama. Kalau kita tidak mendekat dengan para kiai dan ulama, dikhawatirkan iman akan berkurang sampai mati, dan akhirnya menjadi orang yang tidak beriman,’’ terangnya.

    Selanjutnya nikmat aman. Allah SWT sebagai menjadikan Indonesia sebagai Negara yang aman, sementara tak sedikit Negara lain yang bertikai, sehingga tidak aman. Bagaimana agar Negara Indonesia tetap aman?

    Dalam sabdanya Rasulullah SAW., menegaskan, bahwa berdirinya dunia itu karena empat perkara. Empat perkara tersebutlah yang akan menjadikan dunia, bangsa dan Negara aman. Yaitu jika alim ulama masih mau mengajar, amar ma’ruf nahy munkar, dan mau memberikan nasihat; ulama yang memiliki kebijaksanaan mengatur masyarakat; adanya seseorang yang memiliki siasat (ilmu politik) untuk mengatur masyarakat.

    Lebih lanjut Hamdani mengemukakan, betapa penting adanya seorang pemimpin (pejabat) yang adil, serta keberadaan orang-orang kaya yang dermawan. ‘’Yang tak kalah penting, yaitu para fakir yang mau berdoa dan tidak mengeluh,’’ tuturnya. (salam)

    Ratusan pesilat Pagar Nusa menyelenggarakan Hari Lahir (Harlah) ke-32 Pagar Nusa sekaligus tasyakuran atas keberhasilannya menjadi juara umum dalam Kejuaraan Daerah (Kejurda) VI Jateng – DIY tahun 2017.

    Acara tersebut dihadiri antara lain KH. M. Ulil Albab Arwani (Rois Syuriyah PCNU Kudus), H. Agus Hari Ageng (sekretaris PCNU Kudus), Sya’roni Suyanto (ketua LazisNU Kudus), H. Husnul Khitami (ketua cabang Pagar Nusa Kudus), pengurus dan pendekar Pagar Nusa Jawa Tengah, juga dari beberapa daerah lain seperti .

    Husnul Khitami, mengatakan, bahwa prestasi yang diraih oleh Pagar Nusa Kudus ini, merupakan fadlal dari Allah SWT. ‘’Prestasi yang diraih ini, adalah berkat fadlal dari Allah,’’ ujarnya.

    Agus Hari Ageng dalam sambutannya mewakili ketua PCNU, pada kesempatan itu mengapresiasi atas raihan prestasinya dalam Kejurda VI Jateng – DIY. ”Semoga prestasi ini senantiasa dipertahankan dan ditingkatkan,” katanya.

    Dikemukakannya, meningkatkan prestasi tersebut, adalah salah satu wujud syukur kepada Allah SWT. ”Mari kembangkan (berjuang) sesuai bidang masing-masing. Sehingga bisa memberi warna dalam mengembangkan akidah Islam ahlussunnah wal jamaah,” katanya sembari mendoakan agar Pagar Nusa Kudus semakin berjaya. (gie/ adb, ros)

    Harlah dan Tasyakuran Pagar Nusa KudusKetua MUI Kudus

    Ulas Macam-macam Nikmat Allah SWT.

    KH. Hamdani LC.

  • Suara Nahdliyin, edisi 6, Januari - Februari 2018 9

    MADRASATUNA

    Keberadaan madrasah-madrasah sebagai institusi yang mendidikan generasi bangsa ini, sangat penting, sebagai sarana memotivasi, menumbuhkan harapan dan penguatan wawasan keislaman.

    Perjalanan madrasah-madrasah dalam membimbing anak-anak didiknya, pun tidak sertamerta berjalan mulus. Perjuangan keras dan perjalanan panjang mesti dilalui, tak terkecuali MI. NU Baitul Mukminin di Desa Getas Pejaten, Kecamatan Jati, Kudus.

    Pendirian madrasah yang berada di bawah naungan Masjid Baitul Mukminin, ini bermula dari keinginan kuat tokoh masyarakat pada tahun 2.000-an, khususnya H. Noor Halim, yang diamini ketua Yayasan Masjid Baitul Mukminin sekaligus sesepuh desa, KH. Abu Syairi.

    Pada 2.002, Yayasan Baitul Mukminin melebur menjadi Badan Pelaksana Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (BPPM NU) Baitul Mukminin, sesuai Akta Notaris Nomor 377 tahun 2002. BPPM NU Baitul Mukminin diketuai KH. Abu Syairi. Dengan menjadi BPPM NU Baitul Mukminin, madrasah ini memiliki kekuatan hukum tetap dan segala aktivitasnya berada di bawah naungan LP. Ma’arif NU Cabang Kudus.

    Tahun 2.000, madrasah MI NU Baitul Mukminin dipimpin oleh Hj. Kumala Dewi, asal Aceh. Pada tahun itu, madrasah ini mendapatkan 20 peserta didik. Dan tahun berikutnya, hanya mendapatkan delapan peserta didik. Namun itu tidak membuat jajaran pengelola patah semangat.

    Di tengah perjuangan membesarkan madrasah tersebut, MI NU Baitul Mukminin berduka karena Hj. Kumala Dewi wafat. Tampuk kepemimpinan kemudian digantikan oleh Hilman Hamid SE. Dalam perjalanannya, MI NU Baitul Mukminin pelan namun pasti pun akhirnya kian dikenal dan mampu menorehkan prestasi-prestasi.

    Istighasah Suaidi, salah satu guru, mengatakan,

    sebagaimana sekolah atau madrasah lain, pembelajaran dimulai dengan membaca doa. ‘’Peserta didik masuk kelas tepat pukul 06.45 WIB. Selain doa, peserta didik juga membaca asma’ul

    husna secara bersama,’’ katanya. Namun setiap Jum’at, tidak hanya

    doa dan asma’ul husna saja yang dibaca. ‘’Kalau Jum’at, peserta didik diwajibkan hadir di madrasah pukul 06.30. sebab, selain doa dan membaca asma’ul husna, juga ada istighasah bersama,’’ terangnya.

    Lebih lanjut Suaidi menambahkan, waktu masuk madrasah dibuat lebih awal, dengan tujuan meberikan pembelajaran

    Kepecayaan Masyarakat Kian Meningkat

    agar peserta didik menghargai waktu dan pembelajaran bisa maksimal.

    Kini, tingkat masyarakat kepada MI NU Baitul Mukminin pun kian meningkat. Itu dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang memasukkan putra-putrinya belajar di madsaras tersebut. Pada tahun 2017, jumlah peserta didik di madrasah ini mencapai 391 siswa. (salam)

    MI NU Baitul Mukminin Desa Getas Pejaten, Kecamatan Jati, Kudus

    Perjuangan keras dilakukan jajaran pengurus Yayasan dan pengelola MI NU Baitul Mukminin, hingga mampu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai tempat belajar anak-anaknya.

    Gedung MI NU Baitul Mukminin di Desa Getaspejaten (atas).Pengelola Madrasah menerima sertifikat akreditasi (bawah).

  • Suara Nahdliyin, edisi 6, Januari - Februari 201810

    RESENSI

    Judul : Puisi-puisi Kudus Bermula dari Al Quds

    Penulis : Mukti Sutarman Espe, dkk

    Penerbit: Penerbit Cipta Prima Nusantara Semarang

    ISBN : 978-6026-5893-30

    Tahun : Juni 2017

    Banyak cara untuk menceritakan makna dari keberadaan sebuah kota. Tak terkecuali Kudus, kota yang telah menjadi peradaban bagi umat beragama saat ini. Lahir dari kesucian diri dan fitrah untuk menyebarkan Islam, sampai tokoh penting pendiri kota, Sunan Kudus, bertawasul mengambil nama dikota kelahiran para utusan Allah SWT. di Palestina: Al Quds.

    Kota yang didirikan Sunan Kudus ini, oleh para penyair di Kabupaten Kudus, mendapatkan interprestasi yang sangat beragam. Sebuah interpretasi melalui renungan (kontemplasi) para penyair, yang kemudian melahirkan buku berjudul ‘’Bermula dari Al Quds’’.

    Beragam sudut pandang hasil kontemplasi para penyair itu, antara lain meliputi tema keagamaan, budaya, wisata, sejarah, kuliner khas hingga pesan-pesan toleransi dengan berbagai

    ragamnya. Belasan penyair ikut

    menyumbangkan karyanya dalam buku ini. Mereka adalah Mukti Sutarman Espe, Jimat Kalimasadha, Jumari HS, Bagus Dwi Hananto, Amir Yahyapati ABY,

    MM Bhoernomo, Bin Subiyanto M, Dian Khristiyanti, Yit Prayitno, Imam Khanafi, Gilang Matahasa Esa, Darmanto Nugroho, Pipiek Isfianti, Widya Ningrum, Myria Dian Farida dan Nanang Usdiarto.

    Dibuka dengan puisi Mukti Sutarman Espe berjudul Bermula dari Al

    Quds: /dan tersebutlah Tee Ling Sing/ yang suka menyungging alif di dinding/ lalu datang Ja’far Shadiq/ membawa al quds

    dari tanah Palestin..// (hal. 2). Puisi ini mendedahkan tokoh penting yang melahirkan Kota Kudus.

    Jumari HS menulis ‘’Di Makam Sunan Kudus’’: /Kau bersemayam dalam keheningan cahaya/ taburan bunga dan doa-doa silih berganti datang menyapa/ dengan bahasa ketulusan terasa mengundang rindu bertebur/ pada jiwa merenangi sunyi keabadian…// (hal. 30). Melalui puisi ini, Jumari HS memotret banyaknya peziarah yang silih berganti, dengan latar belakang yang berbeda-beda.

    Dalam perspektif budaya, Bagus Dwi Hananto menulis puisi berjudul Dandangan: /…Di sepanjang jalan/ penjual menggantung dagangannya/ dan pembeli menawar dengan pantas/ kau ada di sana// Celengan sapi dari tanah/ kapal ethek dari lempengan besi/ yang berbunyi saat kau hidupkan/ dengan kapas dicampur minyak..// (hal.42)

    Cerita di balik ramainya pedagang ketika Dandangan berlangsung, oleh Bagus menjadi ingatan yang tak bisa dilupakan. Demikian akrabnya tradisi Dandangan ini dengan masyarakat, yang senantiasa digelar menjelang Ramadan.

    Ya. Kudus memang memiliki beragam cerita. Itu mengilhami Dian Khristiyanti menulis puisi ‘’Tentang Toleransi di Kota Kami’’. /… Biarlah para ahli hukum/ dengan toga hitamnya nan agung/ dan referansinya yang tebal bersenti-senti itu/ yang merumuskan gerangan apakah makna toleransi// Tak bisa, kami tidak bisa/ tapi kami bisa menceritakan padamu/ tentang toleransi yang terjaga di kota kami/ sejak berates-ratus tahun lalu//. (hal. 99)

    Membincang toleransi dalam konteks Kudus, sangat menarik. Sebab, tema ini bahkan sudah mendaptkan perhatian sejak dulu kala; Menara Kudusyang menjadi simbol toleransi, hingga ‘himbauan’ Kangjeng Sunan Kudus agar masyarakat Kudus tidak menyembelih sapi, demi untuk menghormati kaum beragama tempo dulu yang menganggap sapi sebagai hewan suci. (Yaumis Salam)

    Al Quds, Tentang Makna dan Cerita Kotaku

  • Suara Nahdliyin, edisi 6, Januari - Februari 2018 11

    KOLOM

    Kolom ‘’Pitutur Jalanan’’ (Suara Nahdliyin, edisi 5/ Desember 2017), memberikan pemahaman yang cukup menarik. Paling tidak, bagi Saya, menyadarkan bahwa perjalanan adalah hidup sebenarnya. Seseorang akan mengerti tentang hidup, jika mengetahui perjalanan yang ditempuhnya.

    Bukankah hidup, hakikatnya juga sebuah perjalanan? Perjalanan panjang penuh liku dan dinamika, di mana ujungnya adalah saatpemberhentian terjadi; menghadap Sang Pencipta.

    Terkait dengan perjalanan, sepulang dari berkunjung di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melewati Kota Ambarawa dengan mengendarai sepeda motor, sekelebat ada sebuah pitutur yang sangat menarik di bak truk; Urip iku urup. Pepatah Jawa itu bukan kalimat asing dan ringandiucapkan, namun begitu sarat makna.

    Bukan saja lilin yang menerangi sekitarnya. Karena hidup sendiri adalah cahaya, yang –mestinya- memberi manfaat menjadi dalam ‘’gelap’’. Di mana pun seseorang hidup dan berada, maka juga harus bisa menerangi bagi segala.

    Aku menepi sejenak. Sejenak ‘berkontemplasi’. Mencoba berpikir, tentang menjalani kehidupan agar barokah. Urip barokah, dua kata ini pun berkelebat dalam benak.

    Urip barokah. Bagaimana seseorang bisa memenuhi menjadikan lakon hidupnya agar barokah?

    Dalam pemahaman awan Saya, agar hidup bisa mbarokahi tidak harus kita menjadi kia. Dan untuk ngurupi kehidupan sekitar, juga tidak perlu menjadi lilin. Cacing punya caranya sendiri untuk

    membantu petani. Adele, ikon musisi dunia punya caranya sendiri menghormati Beyonce, dengan mematahkan sebagian Piala Grammy-nya untuk Beyonce. Dan lain sebagainya.

    Ya. Terkadang, seseorang bisa barokah hidupya, karena hal-hal yang barangkali, oleh banyak kalangan, dipandang sepele. Agar urip barokah, tidak selalu harus melakukan hal-hal besar, tetapi bisa juga dengan melakukan hal-hal yang terkadang dipandang remeh temeh oleh orang lain.

    Mengambil sampah yang berserakan, misalnya, kemudian membuangnya ke tempat yang semestinya., mungkin akan dianggap oleh seseorang sepele. Tetapi coba bayangkan, apabila seseorang membuang sampah seenaknya kendati volumenya tak seberapa, namun bagaimana juga semua orang berpikiran seperti itu, lalu membuang sampah seenaknya?

    Di bidang lain, yakni penulisan, salah seorang senior Saya pernah berkata: “Menulis adalah salah satu cara berguna bagi orang lain”.

    Barangkali, tidak sedikit orang yang akan memandang menulis sebagai aktivitas yang sepele; merangkai kata menjadi baris-baris, lalu paragraf demi paragraf. ‘’Tak usah memikirkan

    maknanya. Pembaca punya hak untuk memaknai apa yang

    dibacanya,’’ katanya.Tanpa sadar, betapa melalui tulisan,

    yang oleh banyak orang mungkin dianggap sepele, peradaban dari masa ke masa bisa berkesinambungan dan meraih kemajuannya. Bisa dibayangkan, apabila Khalifah Ustman bin Affan tidak memulai gerakan penulisan (kodifikasi) al-Quran, umat Islam tentu tidak akan bisa membaca al-Quran sampai sekarang.

    Umat Islam bisa membaca al-Quran hingga saat ini, adalah berkat jasa Khalifah Utsman dalam bidang penulisan itu. Kendati khoth dalam penulisannya waktu itu belum sempurna, namun paling tidak Ustman telah melakukan pekerjaan besar melalui aktivitas yang tidak banyak ditekuni oleh umat.

    Akhirnya, untuk mendapatkan urip barokah, lakukanlah sesuatu sesuai hal yang disenangi, bahkan jika itu dianggap oleh seseorang sebagai hal yang remes temeh atau sepele sekali pun. Tetaplah lakukan dan istiqamah, karena disadari atau tidak, hal-hal besar seringkali harus dimulai dari yang kecil dulu. Wallahu a’lam. (*)

    Ade Achmad Ismail, staf redaksi Suara Nahdliyin, bergiat di Paradigma Institute

    Urip BarokahOleh Ade Achmad Ismail