Kolitis Infeks1

download Kolitis Infeks1

of 15

Transcript of Kolitis Infeks1

  • 7/21/2019 Kolitis Infeks1

    1/15

    1

    Kolitis Infeksi

    Kelompok F2

    Stephani pakpahan

    Meyliana

    Lili Susanti

    Heryawan Chandra

    Giovanni Reynaldo

    Meily Stevani

    Christina Agustin

    Prima Magdalena D

    Pendahuluan

    Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang dapat

    diklasifikasikan sebagai kolitis infeksi dan non infeksi. Kolitis infeksi dapat disebabkan oleh

    berbagai bakteri, virus, dan parasit patogen. Di negara berkembang dengan sanitasi yang

    relatif buruk, infeksi bakteri dan parasit patogen enterik lebih umum dibandingkan dengan

    virus patogen. Banyak mikroba patogen yang menyebabkan kolitis infeksi bersifat invasif dan

    menginfiltrasi mukosa, mengakibatkan reaksi inflamasi akut dengan rusaknya barier epitelial;

    terdapat lendir, sel-sel darah merah, dan sel darah putih pada tinja. Gejalanya dapat berupadiare dengan atau tanpa disentri, sakit perut, dan demam ringan.1

    Pembahasan

    Kolitis atau radang kolon pada dasarnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

    1. Kolitis Infeksi, misalnya:

    Kolitis amebik

    Shigellosis

  • 7/21/2019 Kolitis Infeks1

    2/15

    2

    Kolitis tuberkulosa

    Kolitis pseudomembran

    Kolitis oleh parasit atau bakteri lain

    2. Kolitis Non-Infeksi, misalnya:

    Kolitis ulserosa

    Penyakit Crohn

    Kolitis radiasi

    Kolitis iskemik

    Kolitis mikroskopik

    Kolitis non-spesifik (simple colitis)

    Pembahasan ini difokuskan pada kolitis infeksi yang sering ditemukan di Indonesia sebagai

    daerah tropik, yaitu kolitis amebik, shigellosis, kolitis tuberkulosa, serta kolitis

    pseudomembran. Kolitis pseudoembran dibahas karena mengingat pemakaian antibiotik yang

    cukup luas.1

    Kolitis amebik (amesiasis kolon)

    Peradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba histolytica.

    Epidemiologi

    Prevalensi amebiasis diberbagai tempat sangat bervariasi, diperkirakan

    10% populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan

    host sekaligus resevoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan

    minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal atau lewat hubungan seksual

    anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi

    individual mempermudah penularannya.1

    Patofisiologi

    E.histolytica terdapat dalam dua bentuk, kista dan trofozoit yang bergerak. Penularan

    terjadi melalui bentuk kista yang tahan asam. Di dalam lumen usus halus dinding kista pecah,

    mengeluarkan trofozoit yang akan menjadi dewasa dalam lumen kolon. Akibat klinis yang

    ditimbulkan bervariasi, sebagian besar asimtomatik atau menimbulkan sakit yang sifatnya

    ringan sampai berat. Walaupun mekanismenya belum jelas, diperkirakan trofozoit

  • 7/21/2019 Kolitis Infeks1

    3/15

    3

    menginvasi dinding usus dengan cara mengeluarkan enzim proteolitik. Pasien dalam keadaan

    imunosupresi seperti pemakai steroid memudahkan invasi parasit ini. Akibat invasi ameba ke

    dinding usus ini timbul reaksi imunitas humoral, dan imunitas cell-mediated amebisidal

    berupa makrofag lymphokine-activated serta limfosit sitotoksis CD8. Invasi yang mencapai

    lapisan muskularis dinding kolon dapat menimbulkan jaringan granulasi dan terbentuk massa

    yang disebut ameboma, sering terjadi di sekum atau kolon asendens.12

    Manifestasi klinis

    Manifestasi klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik sampai

    berat dengan gejala klinis menyerupai kolitis ulseratif. Manifestasi klinis yang sering

    dijumpai berupa diare berdarah dan nyeri abdominal. Hanya 10-30% pasien dengan disentri

    amuba disertai dengan demam. Penurunan berat badan dan anoreksia dapat terjadi. Selain

    itu,terdapat beberapa jenis keadaan klinis pasien amebiasis yaitu:1

    Carrier (cyst passer):

    Ameba tidak mengadakan invasi ke dinding usus, tanpa gejalaatau hanya keluhan

    ringan seperti kembung, flatulensi, obstipasi, kadang-kadang diare. Sembilan puluh

    persen pasien sembuh sendiri dalam waktu 1 tahun, sisanya(10%) berkembang

    menjadi kolitis ameba. Disentri Ameba Ringan:

    Kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare ringandengan tinja berbau busuk

    serta bercampur darah dan lendir, keadaan umum pasien baik.

    Disentri Ameba Sedang:

    Kram perut, demam, badan lemah, hepatomegali dengannyeri spontan.

    Disentri Ameba Berat:

    Diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual, anemia.

    Disentri Ameba Kronik:

    Gejala menyerupai disentri ameba ringan diselingi dengan periode normal tanpa

    gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun,neurasthenia, serangan

    diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna.

    Diagnosis

    Pada pasien yang dicurigai mengidap amebiasis kolon, pertama kali diperiksa adanya

    eritrosit dalam tinja, bila positif, pemeriksaan dilanjutkan. Pemeriksaan tinja segar yang

  • 7/21/2019 Kolitis Infeks1

    4/15

    4

    diberi larutan garam fisiologis, dilakukan minimal 3 spesimen tinja yang terpisahuntuk

    mencari adanya bentuk trofozoit. Pemeriksaan endoskopi bermanfaat untuk menegakkan

    diagnosis pada pasien amebiasis akut. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dini sebelum

    dilakukan terapi. Ulkus yang terjadi bentuknya khas, berupa ulkus kecil, berbatas jelas,

    dengan dasar yang melebar dan dilapisi dengan eksudat putih kekuningan. Mukosa di sekitar

    ulkus biasanya normal. Pemeriksaan radiologi tidak banyak membantu, karena gambaranya

    sangat bervariasi dan tidak spesifik. Bila terbentuk ameboma tampak sebagaifilling defect.34

    Penatalaksaan

    1. Asimtomatik atau carrier

    Iodoquinol (diiodohidroxyquin) 650mg tiga kali per hari selama 20 hari.

    2. Amebiasis intestinal ringan atau sedang

    Tetrasiklin 500mg empat kali selama 5 hari.

    3. Amebiasis intestinal berat,menggunakan 3 obat

    Metronidazol 750mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali

    selama 5 hari, dan emetin 1mg/kgBB/hari/IM (maksimal 60 mg) selama 10 hari.

    4. Amebiasis ekstraintestinal, menggunakan 3 obat

    Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram

    perhari seama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu dan emetin 1

    mg/kgBB/hari/IM (maksimal 60 mg) selama 10 hari. Emetin merupakan obat yang

    efektif untuk membunuh trofozoit di jaringan atau yang berada di dinding usus, tidak

    bermanfaat untuk ameba yang berada di lumen usus. Relatif toksik, dapat

    menimbulkan mual muntah,diare,kram perut,nyeri otot,takikardia,hipotensi,nyeri

    prekordial,dan kelainan EKG, yang sering berupa inversi gelombang T dan interval

    QTc memanjang, sedangkan aritmia dan QRS yang melebar jarang ditemukan.

    Disarankan pasien yang mendapat obat ini dalam keadaan tirah baring dengan

    pemantauan EKG. Hindari penggunaan emetin bila terdapat kelainan ginjal, jantung

    otot, sedang hamil, atau pada anak-anak, kecuali bila obat yang lain gagal.2

    Disentri basiler (shigellosis)

    Infeksi akut ileum terminalis dan kolon yang disebabkan oleh bakteri genus shigella.

    Epidemiologi

  • 7/21/2019 Kolitis Infeks1

    5/15

    5

    Infeksi Shigella mudah terjadi di tempat pemukiman padat, sanitasi jelek, kurang air,

    dan tingkat kebersihan perorangan yang rendah. Di daerah endemik, infeksi Shigella

    merupakan 10-15% penyebab diare pada anak. Sumber kuman Shigella yang alamiah adalah

    manusia walaupun kera dan simpanse yang telah dipelihara dapat juga tertular. Jumlah

    kuman untuk menimbulkan penyakit relatif sedikit, yaitu berkisar antara 10-100 kuman. Oleh

    karena itu sangat mudah terjadi penularan secara tinja-oral, baik secara kontak langsung

    maupun akibat makanan dan minuman yang terkontaminasi. Di daerah tropis termasuk

    Indonesia, disentri biasanya meningkat pada musim kemarau di mana S. Flexnerii merupakan

    penyebab infeksi terbanyak. Sedangkan di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat

    prevalensinya meningkat dimusim dingin. Prevalensi infeksi oleh S. Flexnerii di negara

    tersebut telah menurun sehingga saat ini S. Sonnei adalah yang terbanyak.12

    Patofisiologi

    Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang

    ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak (tidak cair), disertai eksudat

    inflamasi yang mengandung leukosit polymorphonuclear (PMN) dan darah. Kolon

    merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum terminalis dapat juga

    terserang. Pada kasus yang sangat berat dan mematikan kuman dapat ditemukan juga pada

    lambung serta usus halus. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi

    sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak di dalamnya. Perluasan invasi kuman ke sel di

    sekitarnya melalui mekanisme cell to cell transfer. Walaupun lesi awal terjadi di lapisan

    epitel, respon inflamasi lokal yang menyertainya cukup berat, melibatkan leukosit PMN dan

    makrofag. Hal tersebut menyebabkan edema, mikroabses, hilangnya sel goblet, kerusakan

    arsitektur jaringan, dan ulserasi mukosa. Bila penyakit berlanjut terjadi penumpukan sel

    inflamasi pada lamina propia, dengan abses pada kripta merupakan gambaran yang utama.

    S.dysentriae, S. flexneri, dan S. Sonnei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1,ShET2,

    toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan neurotoksik. Enterotoksin

    tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel

    mukosa kolon dan memperberat gejala klinis. Kuman Shigella jarang melakukan penetrasi ke

    jaringan di bawah mukosa sehingga jarang menyebabkan bakteriemia. Walaupun demikian

    pada keadaan malnutrisi dan pasien immuno-compromized dapat terjadi bakteriemia. Selain

    itu dapat pula terjadi kolitis hemoragik dan sindrom hemolitik uremik (SHU). SHU di duga

    akibat adanya penyerapan enterotoksin yang diproduksi shigella. Infeksi Shigella

    menimbulkan imunitas humoral yang protektif untuk spesies yang sama.12

  • 7/21/2019 Kolitis Infeks1

    6/15

    6

    Manifestasi klinis

    Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya gejala klinis Shigellosis

    bervariasi. Lama gejala rata-rata 7 hari pada orang dewasa, namun dapat berlangsung sampai

    4 minggu. Disentri basiler yang tidak diobati dengan baik dan berlangsung lama gejalanya

    menyerupai kolitis ulserosa.

    Gejala-gejala shigellosis meliputi:3

    Onset yang mendadak dari kram perut, demam tinggi, muntah, anoreksia, dan diare

    cairan dalam jumlah banyak. Kejang dapat merupakan manifestasi awal.

    Nyeri abdominal, tenesmus, urgency, inkontinensia fekal, dan diare sedikit berlendir

    dengan darah merah terang dapat terjadi.

    Peningkatan suhu (setinggi 106F) dilaporkan terdapat pada sepertiga kasus dan

    didapatkan adanya tanda toksik umum.

    Ketegangan perut biasanya terjadi di bagian tengah dan bawah, juga dapat terjadi

    pada seluruh bagian perut.

    Diagnosis

    Perlu dicurigai adanya Shigellosis pada pasien yang datang dengan keluhan nyeri abdomen

    bawah, rasa panas rektal, dan diare. Pemeriksaan mikroskopik tinja menunjukkan adanya

    eritrosit dan leukosit PMN. Untuk memastikan diagnosis dilakukan kultur dan bahan tinja

    segar atau hapus rektal. Pada fase akut infeksi Shigella, tes serologi tidak bermanfaat.3

    Penatalaksanaan

    1.

    Mengatasi Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

    Sebagian besar pasien disentri dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasiendengan

    diare berat, disertai dehidrasi dan pasien yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat

    dilakukan rehidrasi oral harus dilakukan rehidrasi intravena.

    2.

    Antibiotik

  • 7/21/2019 Kolitis Infeks1

    7/15

    7

    Keputusan penggunaan antibiotik sepenuhnya berdasarkan beratnya penyakityaitu pasien

    dengan gejala disentri sedang sampai berat, diare persisten serta perludiperhatikan pola

    sensitivitas kuman di daerah tersebut.Beberapa jenis antibiotik yang dianjurkan adalah:

    Ampisilin 4 x500 mg per hari,

    Kontrimoksazol 2 x 2 tablet per hari,

    Tetrasiklin 4 x 500 mg per hari selama 5 hari.

    Dilaporkan bahwa pada daerah tertentu di Indonesia kuman Shigella telah banyak yang

    resisten dengan antibiotik tersebut diatas sehingga diperlukan antibiotik lain seperti golongan

    kuinolon dan sefalosporin generasi III terutama pada pasien dengan gejala klinik yang berat.5

    Kolitis tuberkulosa

    Infeksi kolon oleh kumanMycobacterium tuberculosae.

    Epidemiologi

    Lebih sering ditemukan di negara berkembang dengan penyakit tuberkulosis yang masih

    menjadi masalah kesehatan masyarakat.

    Patofisiologi

    Penyebab terbanyak Mycobacterium tuberculosae, biasanya lewat tertelannya sputum yang

    mengandung kuman. Kadang-kadang akibat minum susu yang tercemar Mycobacterium

    bovis. Terdapat hubungan tingginya frekuensi tuberkulosis saluran cerna dengan beratnya

    tuberkulosis paru. Secara patologis, TB gastrointestinal ditandai oleh peradangan dan fibrosis

    dari dinding usus dan kelenjar getah bening regional. Ulserasi mukosa merupakan hasil dari

    nekrosis patch peyer, folikel getah bening, dan trombosis pembuluh darah. Pada tahap ini,

    masih dimungkinkan terjadi perubahan reversibel dan penyembuhan tanpa jaringan parut.

    Saat penyakit ini berkembang, ulserasi berkonfluen, dan fibrosis yang luas

    menyebabkan penebalan dinding usus, fibrosis, dan lesi massa pseudo tumor. Pembentukan

    striktur dan fistul dapat terjadi. Permukaan serosa mungkin menunjukkan adanya massa

    nodular dari tuberkel. Mukosa meradang dengan hiperemi dan edema yang serupa pada

    penyakit Crohn. Dalam beberapa kasus, aphthous ulcer dapat dilihat dalam usus besar.

    Kaseasi mungkin tidak selalu terlihat sebagai granuloma, terutama di mukosa, tapi hampir

    selalu terlihat pada kelenjar getah bening regional. Timbul 3 bentuk kelainan pada kolitis

    tuberkulosa, yaitu:1

  • 7/21/2019 Kolitis Infeks1

    8/15

    8

    1. Ulseratif pada 60% kasus, lesi aktif berupa tukak superfisial.

    2. Ulserohipertrofik pada 30% kasus, terdapat ulserasi dengan fibrosis yang merupakan

    bentuk penyembuhan. Semua bagian saluran cerna dapat terinfeksi, namun lokasi

    yang tersering (8590%kasus) adalah di daerah ileosekal.

    Manifestasi klinis

    Keluhan paling sering (pada 80-90% kasus) adalah nyeri perut kronik yang tidak khas. Dapat

    terjadi diare ringan bercampur darah, kadang-kadang konstipasi, anoreksi,demam ringan,

    penurunan berat badan atau teraba masa abdomen kanan bawah. Pada sepertiga kasus

    ditemukan kuman pada tinja, tetapi pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif adanya kuman

    pada tinja mungkin hanya berasal dari kuman yang tertelan bersama sputum.1

    Diagnosis

    Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya kuman tuberkulosis di jaringan, baik

    dengan pemeriksaan mikroskopik langsung atau atas hasil kultur biopsi jaringan.Sedangkan

    diagnosis dugaan adanya kolitis tuberkulosa adalah bila didapatkan tuberkulosis paru aktif

    dengan penyakit ileosekal.5

    Penatalaksanaan

    Diperlukan kombinasi 3 macam atau lebih obat anti tuberkulosis seperti pada

    pengobatantuberkulosis paru, demikian pula lama pengobatan dan dosis obatnya. Kadang-

    kadang perlu tindakan bedah untuk mengatasi komplikasi. Beberapa obat anti tuberkulosis

    yang sering dipakai adalah:2

    INH 5-10 mg/kgBB atau 400 mg sekali sehari.

    Etambutol 15-25 mg/kgBB atau 900-1200 mg sekali sehari.

    Rifampisin 10 mg/kgBB atau 400-600 mg sekali sehari.

    Pirazinaimid 25-3 mg/kgBB atau 1,5-2 g sekali sehari.

    Kolitis pseudomembran

    Kolitis pseudomembran adalah peradangan kolon akibat toksin yang ditandai dengan

    terbentuknya lapisan eksudatif (pseudomembran) yang melekat di permukaan mukosa.

    Disebut pula sebagai kolitis terkait antibiotik sebab umumnya timbul setelah menggunakan

    antibiotik.1

  • 7/21/2019 Kolitis Infeks1

    9/15

    9

    Etiologi

    Walaupun umumnya timbul sebagai komplikasi pemakainan antibiotik, namun kolitis

    pseudomembran ini telah ditemukan sebelum era antibiotik. Yang dianggap sebagai kuman

    penyebab adalah Clostridium difficile, toksin yang dikeluarkan mengakibatkan kolitis.

    Mekanisme pasti antibiotik menjadikan usus lebih rentan terhadap C. Difficile belum jelas.

    Penjelasan yang paling mungkin adalah penekanan flora usus normal oleh antibiotik

    memberikan kesempatan tumbuh dan terbentuknya koloninsasi C. Difficile disertai

    pengeluaran toksin.1

    Epidemiologi

    C. difficile ditemukan di tinja 3-5% orang dewasa sehat tanpa kelainan apapun dikolonnya.

    Kolitis pseudomembran bisa mengenai semua tingkat umur. Kemungkinan

    tidak dilaporkannya kolitis pseudomembran karena untuk menegakkan diagnosis perlu

    kolonoskopi dan pemeriksaan toksin kuman di tinja. Penularan bisa secara kontak langsung

    lewat tangan atau perantaraan makanan minuman yang tercemar. Semua jenis

    antibiotik kecuali aminoglikosida intravena, potensial menimbulkan kolitis pseudomembran,

    namun yang paling sering adalah ampisilin, klindamisin, dan sefalosporin.1

    Patofisiologis

    C. difficile menimbulkan kolitis dengan cara toxin-mediated . Kuman mengeluarkan dua

    toksin utama, yaitu toksin A dan toksin B. Toksin A merupakan enterotoksin yangsangat

    berpengaruh terhadap semua kelainan yang terjadi, sedangkan toksin B adalah sitotoksin dan

    tidak melekat pada mukosa yang masih utuh. Sebanyak 75% isolat C.difficile menghasilkan

    kedua toksin tersebut. Kuman yang tidak menghasilkan toksin tidak menyebabkan kolitis

    maupun diare. Pemeriksaan toksin A dan toksin B diambil dan sediaan tinja, dengan metode

    ELISA masing-masing spesifitasnya 98.6% dan 100%.23

    Manifestasi Klinis

    Kolitis mungkin sudah timbul sejak sehari setelah antibiotik digunakan, tetapi mungkin pula

    baru muncul setelah antibiotik dihentikan. Gejala yang paling sering dikeluhkan ialah diare

    cair disertai kram perut. Diare yang terjadi dapat ringan, tetapi biasanya banyak, sampai 10-20 kali sehari. Mual dan muntah jarang ditemukan. Sebagian pasien mengalami demam

  • 7/21/2019 Kolitis Infeks1

    10/15

    10

    walaupun dapat terjadi hiperpireksia, umumnya suhu tidak melampaui 38C. Terdapat

    leukositosis, sering sampai 50.000/mm. Pada beberapa pasien mungkin hanya diawali demam

    dan leukositosis, sedangkan diare baru muncul stelah beberapa hari kemudian. Temuan lain

    meliputi nyeri tekan abdomen bawah, edema, dan hipoalbuminemia. Yang lebih sering terjadiadalah kolitis ringan. Pada kasus yang beratdapat terjadi komplikasi berupa dehidrasi, edema

    anasarka, gangguan elektrolit, megakolontoksik, atau perforasi kolon. Penggunaan narkotik

    atau antiperistaltik dapat meningkatkan resiko megakolon.5

    Diagnosis

    Jika perlu ditemukan pasien diare selama atau setelah menggunakan antibiotik perlu

    dipikirkan terjadinya kolitis pseudomembran. Diagnosis kolitis pseudomembran dapat cepat

    dibuat dan akurat dengan melakukan pemeriksaan kolonoskopi. Sensitivitasnya tinggi dan

    merupakan alat diagnosis definitif. Jika ditemukan lesi khas kolitis pseudomembran,

    seyogyanya dilakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi. Secara tipikal, diawali dengan

    lesi kecil (2-5 mm) putih atau kekuningan, diskret, timbul, mukos adi antaranya sering

    terlihat normal atau mungkin menunjukkan berbagai derajat eritema,granularitas, dan

    kerapuhan. Jika lesi membesar, terbentuk pseudomembran yang luas berwarna kuning keabu-

    abuan dan jika diambil dengan forsep biopsi terlihat mukosa di bawahnya mengalami

    ulserasi. C. Difficile tumbuh pada 95% biakan tinja pasien kolitis pseudomembran yang

    terdiagnosis secara kolonoskopi. Hasil biakan positif tidak diagnostik, karena pasien

    yang berada di rumah sakit tanpa kolitis ditemukan biakan C. Difficile positif sebesar 10-

    25%.Sebagai standar baku adalah ditemukannya toksin B di tinja, sehubungan dengan

    efek sitopatik pada kultur jaringan. Karena pemeriksaan ini memakan waktu dan

    mahal, biasanya cukup memeriksa terdapatnya toksin A dengan metode ELISA.Gambaran

    histopatologi kolitis pseudomembran bervariasi tergantung beratnya penyakit dan saat kapan

    biopsi dikerjakan.4

    Penatalaksanaan

    Tindakan awal terpenting adalah menghentikan antibiotik yang diduga menjadi penyebab,

    juga obat yang menggangu peristaltik, dan mencegah penyebaran nosokomial. Pada kasus

    yang ringan keadaan sudah bisa teratasi dengan penghentian antibiotik disertai pemberian

    cairan dan elektrolit. Pada kasus dengan gejala-gejala yang lebih berat seyogyanya dilakukan

    pemeriksaan deteksi toksin C. Difficile dan terapi spesifik per oral menggunakan

    metronidazol atau vankomisin. Kolitis ringan sampai sedang: metronidazol dengan dosis per

  • 7/21/2019 Kolitis Infeks1

    11/15

    11

    oral 250-500 mg 4x sehariselama 7-10 hari. Kolitis berat: vankomisin dengan dosis per oral

    125-500 mg 4x sehari selama 7-14 hari. Alternatif pengobatan: kolestiramin dengan dosis per

    oral 4 gram 3x sehari selama 5-10hari. Dianjurkan setelah pengobatan spesifik diusahakan

    kembalinya flora normal usus dengan memberikan kuman laktobasilus atau ragi

    (Saccharomyces boulardii) selama beberapa minggu.1

    Diare kronik

    Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan bertambahnya kekerapan dan

    keenceran tinja yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara

    terus menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional atau akibat suatu penyakit berat.

    Oleh sebab itu penting bagi seorang dokter untuk memperhatikan tanda-tanda adanya

    penyakit organik seperti demam,berat badan menurun,malnutrisi,anemia dan meningginya

    laju endap darah. Demam disertai defense otot perut menunjukkan adanya proses radang pada

    perut. Diare kronik seperti yang dialami seorang penderita penyakit Crohn mula-mula dapat

    berjalan seperti serangan akut dan sembuh sendiri. Sebaliknya suattu serangan akut seperti

    diare karena penyakit infeksi dapat menjadi berkepanjangan. Keluhan penderita sendiri dapar

    diarahkan untuk membedakan antara diare akut dengan diare kronik yaitu tiba-tiba mencret

    pada diare akut dan sering mencret pada diare kronik. Secara konsepsional keduanya dapat

    dibedakan yaitu serangan diare tiba-tiba yang segera berangsur menyembuh pada seseorang

    yang sebelumnya sehat (diare akut), dan diare yang timbul perlahan-lahan, berlanjut

    berminggu-minggu sampai berbulan-bulan baik menetap atau bertambah hebat (diare

    kronik).2

    Patogenesis dan patofisiologi

    Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih faktor dibawah ini :1

    1. Pengurangan atau penghambatan ion-ion, perangsangan dan sekresi aktif ion-ion

    pada usus.

    2.

    Terdapatnya zat yang sukar diabsorbsi atau cairan dengan tekanan osmotik yang

    tinggi pada usus.

    3. Perubahan pergerakan dinding usus.

    Gejala klinis

  • 7/21/2019 Kolitis Infeks1

    12/15

    12

    Penderita diare kronik mempunyai gejala umum disamping gejala khusus yang sesuai dengan

    penyakit penyebabnya. Gejala umum berupa diare yang dapat berlangsung lama berminggu-

    minggu atau berbulan-bulan baik secara menetap atau berulang, kadang-kadang bercampur

    darah, lendir, lemak dan berbuih. Rasa sakit di perut, rasa kembung dan kadang-kadang

    disertai demam.2

    Pemeriksaan umum

    Dijupai penurunan berat badan terutama pada tirotoksikosis dan malabsorbsi. Anemia

    terutama pada kolitis, penyakit crohn usus halus. Demam menunjukkan adanya proses

    peradangan.

    Pemeriksaan khusus

    Pemeriksaan abdomen tidak banyak membantu. Perasaan nyeri perut yang difus

    menunjukkan kemungkinan sindrom kolon irritable. Dalam kasus ini teraba kolon desenden.

    Sewaktu mengadakan colok rektal diperhatikan adanya fisura dan fistula daerah perianal

    yang biasa dijumpai pada penderita penyakit crohn pada kolon. Peeriksaan yang dapat

    memberikan data banyak pada penderita diare kronik adalah rektosigmoidoskopi disertai

    pemeriksaan tinja secara makroskopis dan mikroskopis.4

    Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah) :

    Pada proses peradangan terdapat peninggian LED tetapi pada kasus kolits kadang-kadang

    nilainya normal. Pada keadaaan peradangan dapat terjadi anemia.

    Tumor kolorektal

    Tumor di kolon dan rektum dikenal dua macam yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Tumor

    jinak yang paling sering ditemukan adalah adenoma. Sedangkan tumor ganas yang boleh

    dikatakan terbanyak dijumpai adalah karsinoma.3

    Karsinoma kolorektal

    Sering ditemukan pada pasien dalam fase lanjut dan hampir tidak ada dalam fase dini.

    Dikarenakan fase dini tidak menimbulkan gejala sama sekali. Prevelensi terbanyak adalah di

    Amerika Serikat. Kemungkinan diakibatkan makan yang kurang mengandung serat.1

    Etiologi

  • 7/21/2019 Kolitis Infeks1

    13/15

    13

    Makan banyak yang mengandung serat akan menyebabkan waktu transit bolus di intestin

    akan berkurang sehingga kontak zat yang potensial karsinogen pada mukosa lebih singkat.

    Adapun kemungkinan terjadinya kelainan kolon semisal: pada penderita kolitis ulserativa

    menahun mempunyai risiko besar sekitar 10-50% untuk dapat terjadinya karsinoma kolon.

    Faktor genetik pun menunjukkan anak yang berasal dari orang tua yang menderita karsinoma

    kolon mempunyai frekuensi 3

    kali lebih banyak daripada anak-anak dari orang tua sehat1

    Patologi

    Karsinoma dapat tumbuh pada tiap bagian kolon, mungkin dapat tumbuh lebih dari satu

    tempat. Lokasi terbanyak di rektosigmoid. Berdasarkan besar differensiasi sel, dibuat

    klasifikasi dalam 4 tingkat, yaitu:

    13

    Grade I : sel-sel anaplastik tak melebihi 25%

    Grade II : sel-sel anaplastik terdapat antara 25-50%

    Grade III : sel-sel anaplastik terdapat antara 50-75%

    Grade IV : sel-sel anaplasik terdapat lebih dari 75%

    Dibagi juga berdasarkan atas penyebaran sel karsinoma, yaitu:

    Stadium I : neoplasma masih terbatas pada dinding rektu dankolon.

    Stadium II : terdapat penyebaran keluar dinding kolon tetapi belum terjadi

    metastasis ke kelenjar limfe.

    Stadium III : sudah terjadi meastasis ke kelenjar limfe regional.

    Stadium IV : terdapat metastasis ke kelenjar limfe yang agak berjjauhan atau ke

    pleksus limfatikus dan ke organ lain misalnya hepar,pulmo.

    Dikenal pula klasifikasi menurut modifikasi DUKES yang akhir-akhir ini sering dipakai,

    yaitu:

    A : kanker hanya terbatas pada mukosa dan belum ada metastasis.

    B1 : kanker telah enginfiltrasi lapisan muskularis mukosa.

    B2 : kanker telah enembus lapisan muskularis mukosa sampai lapisan propria.

    C1 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening sebanyak 1

    sampai 4 buah.

  • 7/21/2019 Kolitis Infeks1

    14/15

    14

    C2 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening lebih dari 5

    buah.

    D : kanker telah mengadakan metastasis ke organ lain misal ke hati.

    Gambaran klinis

    1.

    Perdarahan segar peranal (hematokezia)

    Sebagian besar pasien karsinoma kolorektal yang terletak di bagian distal terutama di

    rektum sering mempunyai keluhan buang air besar bedarah segar.

    2.

    Buang air besar darah lendir

    Seseorang yang mempunyai keluhan buang air besar darah lendir perlu dipikirkan

    adanya infeksi, misal disentri basiler atau ameba, kolitis ulserativa dan keganasan.

    Pada keganasan di kolon di bagian proksimal lebih sering menimbulkan buang air

    besar darah lendir.

    3.

    Obstruksi saluran makan

    Tanda-tanda obstruksi yaitu perut kembung dan makin kembung serta makin lama

    makin tegang disertai tidak dapat buang air besar dan tidak dapat flatus. Gejala

    tersebut dikuatkan dengan foto rontgen polos abdomen telentang dan berdiri yang

    menunjukkan pelebaran usus halus dan kolon.

    4.

    Lain-lain

    Selain keluhan diatas pasien karsinoma kolorektal mempunyai keluhan lain seperti :

    anoreksia, berat badan menurun, rasa nyeri perut di tempat kanker, buang air besar

    tidak teratur walaupun sudah buang air besar tetapi masih sering merasa banyak

    kotoran di dalam perut yang sukar keluar karena seperti menyumbat. Disertai timbul

    rasa nyeri saat buang air besar.

    Metastasis kolon sering terjadi ke kelenjar getah bening dan organ lain misal hati, paru dan

    otak.1

    Diagnosis

    Dapat ditemukan pada pasien yang mengeluh buang air besar terganggu, buang air besar

    disertai darah lendir atau darah segar. Pada pasien yang diduga menderita harus dilakukan

    colok dubur dimana akan teraba suatu massa maligna (massa berbenjol-benjol dengan

    striktura) di rektum atau rektosigmoid teraba keras kenyal. Biasanya pada sarung tangan

    terdapat lendir dan darah segar.1

  • 7/21/2019 Kolitis Infeks1

    15/15

    15

    Endoskopi

    Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi dan untuk

    menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi.4

    Radiologi

    Untuk melihat adanya metastasis ke organ lain atau juga untuk persiapan tindakan

    pembedahan.3

    Laboratorium

    Tumor marker yang biasa dipakai ialah CEA. Kadar CEA lebih dari 5ng/ml biasanya

    ditemukan pada karsinoma kolorektal yang sudah lanjut.4

    Pengobatan

    1. Pembedahan

    2.

    Radiasi dengan dosis adekuat

    3. Kemoterapi 5-fluorourasil (5FU). Dikombinasi dengan leucovorin untuk

    meningkatkan efektivitas terapi. Bahkan ada yang memberikan tiga kombinasi: 5FU,

    levamisole dan leucovorin.1

    Prognosis

    Pasien yang belum mengalami metastasis dan dapat dioperasi biasanya prognosis lebih baik.1

    Penutup

    Hipotesis diterima.

    Daftar pustaka

    1. Ali l, akalasia. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Jakarta:bala penerbit FKUI

    2011.

    2. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: biro publikasi fakultas

    kedokteran UKRIDA;2013.

    3.

    Brunner & suddarth. Buku ajar keperawatan medikal. Edisi 8. Jakarta:EGC 2001.

    4. Priyanto,agus, dan sri lestari. Endoskopi gastrontestinal. Jakarta:salemba 2009.

    5.

    Mutaqqin,arif. Gangguan gastrointestinal. Jakarta: salemba medika. 2011.