Kolitis Infeks1
-
Upload
giannaoshin -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of Kolitis Infeks1
-
7/21/2019 Kolitis Infeks1
1/15
1
Kolitis Infeksi
Kelompok F2
Stephani pakpahan
Meyliana
Lili Susanti
Heryawan Chandra
Giovanni Reynaldo
Meily Stevani
Christina Agustin
Prima Magdalena D
Pendahuluan
Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang dapat
diklasifikasikan sebagai kolitis infeksi dan non infeksi. Kolitis infeksi dapat disebabkan oleh
berbagai bakteri, virus, dan parasit patogen. Di negara berkembang dengan sanitasi yang
relatif buruk, infeksi bakteri dan parasit patogen enterik lebih umum dibandingkan dengan
virus patogen. Banyak mikroba patogen yang menyebabkan kolitis infeksi bersifat invasif dan
menginfiltrasi mukosa, mengakibatkan reaksi inflamasi akut dengan rusaknya barier epitelial;
terdapat lendir, sel-sel darah merah, dan sel darah putih pada tinja. Gejalanya dapat berupadiare dengan atau tanpa disentri, sakit perut, dan demam ringan.1
Pembahasan
Kolitis atau radang kolon pada dasarnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Kolitis Infeksi, misalnya:
Kolitis amebik
Shigellosis
-
7/21/2019 Kolitis Infeks1
2/15
2
Kolitis tuberkulosa
Kolitis pseudomembran
Kolitis oleh parasit atau bakteri lain
2. Kolitis Non-Infeksi, misalnya:
Kolitis ulserosa
Penyakit Crohn
Kolitis radiasi
Kolitis iskemik
Kolitis mikroskopik
Kolitis non-spesifik (simple colitis)
Pembahasan ini difokuskan pada kolitis infeksi yang sering ditemukan di Indonesia sebagai
daerah tropik, yaitu kolitis amebik, shigellosis, kolitis tuberkulosa, serta kolitis
pseudomembran. Kolitis pseudoembran dibahas karena mengingat pemakaian antibiotik yang
cukup luas.1
Kolitis amebik (amesiasis kolon)
Peradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba histolytica.
Epidemiologi
Prevalensi amebiasis diberbagai tempat sangat bervariasi, diperkirakan
10% populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan
host sekaligus resevoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan
minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal atau lewat hubungan seksual
anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi
individual mempermudah penularannya.1
Patofisiologi
E.histolytica terdapat dalam dua bentuk, kista dan trofozoit yang bergerak. Penularan
terjadi melalui bentuk kista yang tahan asam. Di dalam lumen usus halus dinding kista pecah,
mengeluarkan trofozoit yang akan menjadi dewasa dalam lumen kolon. Akibat klinis yang
ditimbulkan bervariasi, sebagian besar asimtomatik atau menimbulkan sakit yang sifatnya
ringan sampai berat. Walaupun mekanismenya belum jelas, diperkirakan trofozoit
-
7/21/2019 Kolitis Infeks1
3/15
3
menginvasi dinding usus dengan cara mengeluarkan enzim proteolitik. Pasien dalam keadaan
imunosupresi seperti pemakai steroid memudahkan invasi parasit ini. Akibat invasi ameba ke
dinding usus ini timbul reaksi imunitas humoral, dan imunitas cell-mediated amebisidal
berupa makrofag lymphokine-activated serta limfosit sitotoksis CD8. Invasi yang mencapai
lapisan muskularis dinding kolon dapat menimbulkan jaringan granulasi dan terbentuk massa
yang disebut ameboma, sering terjadi di sekum atau kolon asendens.12
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik sampai
berat dengan gejala klinis menyerupai kolitis ulseratif. Manifestasi klinis yang sering
dijumpai berupa diare berdarah dan nyeri abdominal. Hanya 10-30% pasien dengan disentri
amuba disertai dengan demam. Penurunan berat badan dan anoreksia dapat terjadi. Selain
itu,terdapat beberapa jenis keadaan klinis pasien amebiasis yaitu:1
Carrier (cyst passer):
Ameba tidak mengadakan invasi ke dinding usus, tanpa gejalaatau hanya keluhan
ringan seperti kembung, flatulensi, obstipasi, kadang-kadang diare. Sembilan puluh
persen pasien sembuh sendiri dalam waktu 1 tahun, sisanya(10%) berkembang
menjadi kolitis ameba. Disentri Ameba Ringan:
Kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare ringandengan tinja berbau busuk
serta bercampur darah dan lendir, keadaan umum pasien baik.
Disentri Ameba Sedang:
Kram perut, demam, badan lemah, hepatomegali dengannyeri spontan.
Disentri Ameba Berat:
Diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual, anemia.
Disentri Ameba Kronik:
Gejala menyerupai disentri ameba ringan diselingi dengan periode normal tanpa
gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun,neurasthenia, serangan
diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna.
Diagnosis
Pada pasien yang dicurigai mengidap amebiasis kolon, pertama kali diperiksa adanya
eritrosit dalam tinja, bila positif, pemeriksaan dilanjutkan. Pemeriksaan tinja segar yang
-
7/21/2019 Kolitis Infeks1
4/15
4
diberi larutan garam fisiologis, dilakukan minimal 3 spesimen tinja yang terpisahuntuk
mencari adanya bentuk trofozoit. Pemeriksaan endoskopi bermanfaat untuk menegakkan
diagnosis pada pasien amebiasis akut. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dini sebelum
dilakukan terapi. Ulkus yang terjadi bentuknya khas, berupa ulkus kecil, berbatas jelas,
dengan dasar yang melebar dan dilapisi dengan eksudat putih kekuningan. Mukosa di sekitar
ulkus biasanya normal. Pemeriksaan radiologi tidak banyak membantu, karena gambaranya
sangat bervariasi dan tidak spesifik. Bila terbentuk ameboma tampak sebagaifilling defect.34
Penatalaksaan
1. Asimtomatik atau carrier
Iodoquinol (diiodohidroxyquin) 650mg tiga kali per hari selama 20 hari.
2. Amebiasis intestinal ringan atau sedang
Tetrasiklin 500mg empat kali selama 5 hari.
3. Amebiasis intestinal berat,menggunakan 3 obat
Metronidazol 750mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali
selama 5 hari, dan emetin 1mg/kgBB/hari/IM (maksimal 60 mg) selama 10 hari.
4. Amebiasis ekstraintestinal, menggunakan 3 obat
Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram
perhari seama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu dan emetin 1
mg/kgBB/hari/IM (maksimal 60 mg) selama 10 hari. Emetin merupakan obat yang
efektif untuk membunuh trofozoit di jaringan atau yang berada di dinding usus, tidak
bermanfaat untuk ameba yang berada di lumen usus. Relatif toksik, dapat
menimbulkan mual muntah,diare,kram perut,nyeri otot,takikardia,hipotensi,nyeri
prekordial,dan kelainan EKG, yang sering berupa inversi gelombang T dan interval
QTc memanjang, sedangkan aritmia dan QRS yang melebar jarang ditemukan.
Disarankan pasien yang mendapat obat ini dalam keadaan tirah baring dengan
pemantauan EKG. Hindari penggunaan emetin bila terdapat kelainan ginjal, jantung
otot, sedang hamil, atau pada anak-anak, kecuali bila obat yang lain gagal.2
Disentri basiler (shigellosis)
Infeksi akut ileum terminalis dan kolon yang disebabkan oleh bakteri genus shigella.
Epidemiologi
-
7/21/2019 Kolitis Infeks1
5/15
5
Infeksi Shigella mudah terjadi di tempat pemukiman padat, sanitasi jelek, kurang air,
dan tingkat kebersihan perorangan yang rendah. Di daerah endemik, infeksi Shigella
merupakan 10-15% penyebab diare pada anak. Sumber kuman Shigella yang alamiah adalah
manusia walaupun kera dan simpanse yang telah dipelihara dapat juga tertular. Jumlah
kuman untuk menimbulkan penyakit relatif sedikit, yaitu berkisar antara 10-100 kuman. Oleh
karena itu sangat mudah terjadi penularan secara tinja-oral, baik secara kontak langsung
maupun akibat makanan dan minuman yang terkontaminasi. Di daerah tropis termasuk
Indonesia, disentri biasanya meningkat pada musim kemarau di mana S. Flexnerii merupakan
penyebab infeksi terbanyak. Sedangkan di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat
prevalensinya meningkat dimusim dingin. Prevalensi infeksi oleh S. Flexnerii di negara
tersebut telah menurun sehingga saat ini S. Sonnei adalah yang terbanyak.12
Patofisiologi
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang
ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak (tidak cair), disertai eksudat
inflamasi yang mengandung leukosit polymorphonuclear (PMN) dan darah. Kolon
merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum terminalis dapat juga
terserang. Pada kasus yang sangat berat dan mematikan kuman dapat ditemukan juga pada
lambung serta usus halus. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi
sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak di dalamnya. Perluasan invasi kuman ke sel di
sekitarnya melalui mekanisme cell to cell transfer. Walaupun lesi awal terjadi di lapisan
epitel, respon inflamasi lokal yang menyertainya cukup berat, melibatkan leukosit PMN dan
makrofag. Hal tersebut menyebabkan edema, mikroabses, hilangnya sel goblet, kerusakan
arsitektur jaringan, dan ulserasi mukosa. Bila penyakit berlanjut terjadi penumpukan sel
inflamasi pada lamina propia, dengan abses pada kripta merupakan gambaran yang utama.
S.dysentriae, S. flexneri, dan S. Sonnei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1,ShET2,
toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan neurotoksik. Enterotoksin
tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel
mukosa kolon dan memperberat gejala klinis. Kuman Shigella jarang melakukan penetrasi ke
jaringan di bawah mukosa sehingga jarang menyebabkan bakteriemia. Walaupun demikian
pada keadaan malnutrisi dan pasien immuno-compromized dapat terjadi bakteriemia. Selain
itu dapat pula terjadi kolitis hemoragik dan sindrom hemolitik uremik (SHU). SHU di duga
akibat adanya penyerapan enterotoksin yang diproduksi shigella. Infeksi Shigella
menimbulkan imunitas humoral yang protektif untuk spesies yang sama.12
-
7/21/2019 Kolitis Infeks1
6/15
6
Manifestasi klinis
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya gejala klinis Shigellosis
bervariasi. Lama gejala rata-rata 7 hari pada orang dewasa, namun dapat berlangsung sampai
4 minggu. Disentri basiler yang tidak diobati dengan baik dan berlangsung lama gejalanya
menyerupai kolitis ulserosa.
Gejala-gejala shigellosis meliputi:3
Onset yang mendadak dari kram perut, demam tinggi, muntah, anoreksia, dan diare
cairan dalam jumlah banyak. Kejang dapat merupakan manifestasi awal.
Nyeri abdominal, tenesmus, urgency, inkontinensia fekal, dan diare sedikit berlendir
dengan darah merah terang dapat terjadi.
Peningkatan suhu (setinggi 106F) dilaporkan terdapat pada sepertiga kasus dan
didapatkan adanya tanda toksik umum.
Ketegangan perut biasanya terjadi di bagian tengah dan bawah, juga dapat terjadi
pada seluruh bagian perut.
Diagnosis
Perlu dicurigai adanya Shigellosis pada pasien yang datang dengan keluhan nyeri abdomen
bawah, rasa panas rektal, dan diare. Pemeriksaan mikroskopik tinja menunjukkan adanya
eritrosit dan leukosit PMN. Untuk memastikan diagnosis dilakukan kultur dan bahan tinja
segar atau hapus rektal. Pada fase akut infeksi Shigella, tes serologi tidak bermanfaat.3
Penatalaksanaan
1.
Mengatasi Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagian besar pasien disentri dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasiendengan
diare berat, disertai dehidrasi dan pasien yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat
dilakukan rehidrasi oral harus dilakukan rehidrasi intravena.
2.
Antibiotik
-
7/21/2019 Kolitis Infeks1
7/15
7
Keputusan penggunaan antibiotik sepenuhnya berdasarkan beratnya penyakityaitu pasien
dengan gejala disentri sedang sampai berat, diare persisten serta perludiperhatikan pola
sensitivitas kuman di daerah tersebut.Beberapa jenis antibiotik yang dianjurkan adalah:
Ampisilin 4 x500 mg per hari,
Kontrimoksazol 2 x 2 tablet per hari,
Tetrasiklin 4 x 500 mg per hari selama 5 hari.
Dilaporkan bahwa pada daerah tertentu di Indonesia kuman Shigella telah banyak yang
resisten dengan antibiotik tersebut diatas sehingga diperlukan antibiotik lain seperti golongan
kuinolon dan sefalosporin generasi III terutama pada pasien dengan gejala klinik yang berat.5
Kolitis tuberkulosa
Infeksi kolon oleh kumanMycobacterium tuberculosae.
Epidemiologi
Lebih sering ditemukan di negara berkembang dengan penyakit tuberkulosis yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Patofisiologi
Penyebab terbanyak Mycobacterium tuberculosae, biasanya lewat tertelannya sputum yang
mengandung kuman. Kadang-kadang akibat minum susu yang tercemar Mycobacterium
bovis. Terdapat hubungan tingginya frekuensi tuberkulosis saluran cerna dengan beratnya
tuberkulosis paru. Secara patologis, TB gastrointestinal ditandai oleh peradangan dan fibrosis
dari dinding usus dan kelenjar getah bening regional. Ulserasi mukosa merupakan hasil dari
nekrosis patch peyer, folikel getah bening, dan trombosis pembuluh darah. Pada tahap ini,
masih dimungkinkan terjadi perubahan reversibel dan penyembuhan tanpa jaringan parut.
Saat penyakit ini berkembang, ulserasi berkonfluen, dan fibrosis yang luas
menyebabkan penebalan dinding usus, fibrosis, dan lesi massa pseudo tumor. Pembentukan
striktur dan fistul dapat terjadi. Permukaan serosa mungkin menunjukkan adanya massa
nodular dari tuberkel. Mukosa meradang dengan hiperemi dan edema yang serupa pada
penyakit Crohn. Dalam beberapa kasus, aphthous ulcer dapat dilihat dalam usus besar.
Kaseasi mungkin tidak selalu terlihat sebagai granuloma, terutama di mukosa, tapi hampir
selalu terlihat pada kelenjar getah bening regional. Timbul 3 bentuk kelainan pada kolitis
tuberkulosa, yaitu:1
-
7/21/2019 Kolitis Infeks1
8/15
8
1. Ulseratif pada 60% kasus, lesi aktif berupa tukak superfisial.
2. Ulserohipertrofik pada 30% kasus, terdapat ulserasi dengan fibrosis yang merupakan
bentuk penyembuhan. Semua bagian saluran cerna dapat terinfeksi, namun lokasi
yang tersering (8590%kasus) adalah di daerah ileosekal.
Manifestasi klinis
Keluhan paling sering (pada 80-90% kasus) adalah nyeri perut kronik yang tidak khas. Dapat
terjadi diare ringan bercampur darah, kadang-kadang konstipasi, anoreksi,demam ringan,
penurunan berat badan atau teraba masa abdomen kanan bawah. Pada sepertiga kasus
ditemukan kuman pada tinja, tetapi pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif adanya kuman
pada tinja mungkin hanya berasal dari kuman yang tertelan bersama sputum.1
Diagnosis
Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya kuman tuberkulosis di jaringan, baik
dengan pemeriksaan mikroskopik langsung atau atas hasil kultur biopsi jaringan.Sedangkan
diagnosis dugaan adanya kolitis tuberkulosa adalah bila didapatkan tuberkulosis paru aktif
dengan penyakit ileosekal.5
Penatalaksanaan
Diperlukan kombinasi 3 macam atau lebih obat anti tuberkulosis seperti pada
pengobatantuberkulosis paru, demikian pula lama pengobatan dan dosis obatnya. Kadang-
kadang perlu tindakan bedah untuk mengatasi komplikasi. Beberapa obat anti tuberkulosis
yang sering dipakai adalah:2
INH 5-10 mg/kgBB atau 400 mg sekali sehari.
Etambutol 15-25 mg/kgBB atau 900-1200 mg sekali sehari.
Rifampisin 10 mg/kgBB atau 400-600 mg sekali sehari.
Pirazinaimid 25-3 mg/kgBB atau 1,5-2 g sekali sehari.
Kolitis pseudomembran
Kolitis pseudomembran adalah peradangan kolon akibat toksin yang ditandai dengan
terbentuknya lapisan eksudatif (pseudomembran) yang melekat di permukaan mukosa.
Disebut pula sebagai kolitis terkait antibiotik sebab umumnya timbul setelah menggunakan
antibiotik.1
-
7/21/2019 Kolitis Infeks1
9/15
9
Etiologi
Walaupun umumnya timbul sebagai komplikasi pemakainan antibiotik, namun kolitis
pseudomembran ini telah ditemukan sebelum era antibiotik. Yang dianggap sebagai kuman
penyebab adalah Clostridium difficile, toksin yang dikeluarkan mengakibatkan kolitis.
Mekanisme pasti antibiotik menjadikan usus lebih rentan terhadap C. Difficile belum jelas.
Penjelasan yang paling mungkin adalah penekanan flora usus normal oleh antibiotik
memberikan kesempatan tumbuh dan terbentuknya koloninsasi C. Difficile disertai
pengeluaran toksin.1
Epidemiologi
C. difficile ditemukan di tinja 3-5% orang dewasa sehat tanpa kelainan apapun dikolonnya.
Kolitis pseudomembran bisa mengenai semua tingkat umur. Kemungkinan
tidak dilaporkannya kolitis pseudomembran karena untuk menegakkan diagnosis perlu
kolonoskopi dan pemeriksaan toksin kuman di tinja. Penularan bisa secara kontak langsung
lewat tangan atau perantaraan makanan minuman yang tercemar. Semua jenis
antibiotik kecuali aminoglikosida intravena, potensial menimbulkan kolitis pseudomembran,
namun yang paling sering adalah ampisilin, klindamisin, dan sefalosporin.1
Patofisiologis
C. difficile menimbulkan kolitis dengan cara toxin-mediated . Kuman mengeluarkan dua
toksin utama, yaitu toksin A dan toksin B. Toksin A merupakan enterotoksin yangsangat
berpengaruh terhadap semua kelainan yang terjadi, sedangkan toksin B adalah sitotoksin dan
tidak melekat pada mukosa yang masih utuh. Sebanyak 75% isolat C.difficile menghasilkan
kedua toksin tersebut. Kuman yang tidak menghasilkan toksin tidak menyebabkan kolitis
maupun diare. Pemeriksaan toksin A dan toksin B diambil dan sediaan tinja, dengan metode
ELISA masing-masing spesifitasnya 98.6% dan 100%.23
Manifestasi Klinis
Kolitis mungkin sudah timbul sejak sehari setelah antibiotik digunakan, tetapi mungkin pula
baru muncul setelah antibiotik dihentikan. Gejala yang paling sering dikeluhkan ialah diare
cair disertai kram perut. Diare yang terjadi dapat ringan, tetapi biasanya banyak, sampai 10-20 kali sehari. Mual dan muntah jarang ditemukan. Sebagian pasien mengalami demam
-
7/21/2019 Kolitis Infeks1
10/15
10
walaupun dapat terjadi hiperpireksia, umumnya suhu tidak melampaui 38C. Terdapat
leukositosis, sering sampai 50.000/mm. Pada beberapa pasien mungkin hanya diawali demam
dan leukositosis, sedangkan diare baru muncul stelah beberapa hari kemudian. Temuan lain
meliputi nyeri tekan abdomen bawah, edema, dan hipoalbuminemia. Yang lebih sering terjadiadalah kolitis ringan. Pada kasus yang beratdapat terjadi komplikasi berupa dehidrasi, edema
anasarka, gangguan elektrolit, megakolontoksik, atau perforasi kolon. Penggunaan narkotik
atau antiperistaltik dapat meningkatkan resiko megakolon.5
Diagnosis
Jika perlu ditemukan pasien diare selama atau setelah menggunakan antibiotik perlu
dipikirkan terjadinya kolitis pseudomembran. Diagnosis kolitis pseudomembran dapat cepat
dibuat dan akurat dengan melakukan pemeriksaan kolonoskopi. Sensitivitasnya tinggi dan
merupakan alat diagnosis definitif. Jika ditemukan lesi khas kolitis pseudomembran,
seyogyanya dilakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi. Secara tipikal, diawali dengan
lesi kecil (2-5 mm) putih atau kekuningan, diskret, timbul, mukos adi antaranya sering
terlihat normal atau mungkin menunjukkan berbagai derajat eritema,granularitas, dan
kerapuhan. Jika lesi membesar, terbentuk pseudomembran yang luas berwarna kuning keabu-
abuan dan jika diambil dengan forsep biopsi terlihat mukosa di bawahnya mengalami
ulserasi. C. Difficile tumbuh pada 95% biakan tinja pasien kolitis pseudomembran yang
terdiagnosis secara kolonoskopi. Hasil biakan positif tidak diagnostik, karena pasien
yang berada di rumah sakit tanpa kolitis ditemukan biakan C. Difficile positif sebesar 10-
25%.Sebagai standar baku adalah ditemukannya toksin B di tinja, sehubungan dengan
efek sitopatik pada kultur jaringan. Karena pemeriksaan ini memakan waktu dan
mahal, biasanya cukup memeriksa terdapatnya toksin A dengan metode ELISA.Gambaran
histopatologi kolitis pseudomembran bervariasi tergantung beratnya penyakit dan saat kapan
biopsi dikerjakan.4
Penatalaksanaan
Tindakan awal terpenting adalah menghentikan antibiotik yang diduga menjadi penyebab,
juga obat yang menggangu peristaltik, dan mencegah penyebaran nosokomial. Pada kasus
yang ringan keadaan sudah bisa teratasi dengan penghentian antibiotik disertai pemberian
cairan dan elektrolit. Pada kasus dengan gejala-gejala yang lebih berat seyogyanya dilakukan
pemeriksaan deteksi toksin C. Difficile dan terapi spesifik per oral menggunakan
metronidazol atau vankomisin. Kolitis ringan sampai sedang: metronidazol dengan dosis per
-
7/21/2019 Kolitis Infeks1
11/15
11
oral 250-500 mg 4x sehariselama 7-10 hari. Kolitis berat: vankomisin dengan dosis per oral
125-500 mg 4x sehari selama 7-14 hari. Alternatif pengobatan: kolestiramin dengan dosis per
oral 4 gram 3x sehari selama 5-10hari. Dianjurkan setelah pengobatan spesifik diusahakan
kembalinya flora normal usus dengan memberikan kuman laktobasilus atau ragi
(Saccharomyces boulardii) selama beberapa minggu.1
Diare kronik
Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan bertambahnya kekerapan dan
keenceran tinja yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara
terus menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional atau akibat suatu penyakit berat.
Oleh sebab itu penting bagi seorang dokter untuk memperhatikan tanda-tanda adanya
penyakit organik seperti demam,berat badan menurun,malnutrisi,anemia dan meningginya
laju endap darah. Demam disertai defense otot perut menunjukkan adanya proses radang pada
perut. Diare kronik seperti yang dialami seorang penderita penyakit Crohn mula-mula dapat
berjalan seperti serangan akut dan sembuh sendiri. Sebaliknya suattu serangan akut seperti
diare karena penyakit infeksi dapat menjadi berkepanjangan. Keluhan penderita sendiri dapar
diarahkan untuk membedakan antara diare akut dengan diare kronik yaitu tiba-tiba mencret
pada diare akut dan sering mencret pada diare kronik. Secara konsepsional keduanya dapat
dibedakan yaitu serangan diare tiba-tiba yang segera berangsur menyembuh pada seseorang
yang sebelumnya sehat (diare akut), dan diare yang timbul perlahan-lahan, berlanjut
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan baik menetap atau bertambah hebat (diare
kronik).2
Patogenesis dan patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih faktor dibawah ini :1
1. Pengurangan atau penghambatan ion-ion, perangsangan dan sekresi aktif ion-ion
pada usus.
2.
Terdapatnya zat yang sukar diabsorbsi atau cairan dengan tekanan osmotik yang
tinggi pada usus.
3. Perubahan pergerakan dinding usus.
Gejala klinis
-
7/21/2019 Kolitis Infeks1
12/15
12
Penderita diare kronik mempunyai gejala umum disamping gejala khusus yang sesuai dengan
penyakit penyebabnya. Gejala umum berupa diare yang dapat berlangsung lama berminggu-
minggu atau berbulan-bulan baik secara menetap atau berulang, kadang-kadang bercampur
darah, lendir, lemak dan berbuih. Rasa sakit di perut, rasa kembung dan kadang-kadang
disertai demam.2
Pemeriksaan umum
Dijupai penurunan berat badan terutama pada tirotoksikosis dan malabsorbsi. Anemia
terutama pada kolitis, penyakit crohn usus halus. Demam menunjukkan adanya proses
peradangan.
Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan abdomen tidak banyak membantu. Perasaan nyeri perut yang difus
menunjukkan kemungkinan sindrom kolon irritable. Dalam kasus ini teraba kolon desenden.
Sewaktu mengadakan colok rektal diperhatikan adanya fisura dan fistula daerah perianal
yang biasa dijumpai pada penderita penyakit crohn pada kolon. Peeriksaan yang dapat
memberikan data banyak pada penderita diare kronik adalah rektosigmoidoskopi disertai
pemeriksaan tinja secara makroskopis dan mikroskopis.4
Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah) :
Pada proses peradangan terdapat peninggian LED tetapi pada kasus kolits kadang-kadang
nilainya normal. Pada keadaaan peradangan dapat terjadi anemia.
Tumor kolorektal
Tumor di kolon dan rektum dikenal dua macam yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Tumor
jinak yang paling sering ditemukan adalah adenoma. Sedangkan tumor ganas yang boleh
dikatakan terbanyak dijumpai adalah karsinoma.3
Karsinoma kolorektal
Sering ditemukan pada pasien dalam fase lanjut dan hampir tidak ada dalam fase dini.
Dikarenakan fase dini tidak menimbulkan gejala sama sekali. Prevelensi terbanyak adalah di
Amerika Serikat. Kemungkinan diakibatkan makan yang kurang mengandung serat.1
Etiologi
-
7/21/2019 Kolitis Infeks1
13/15
13
Makan banyak yang mengandung serat akan menyebabkan waktu transit bolus di intestin
akan berkurang sehingga kontak zat yang potensial karsinogen pada mukosa lebih singkat.
Adapun kemungkinan terjadinya kelainan kolon semisal: pada penderita kolitis ulserativa
menahun mempunyai risiko besar sekitar 10-50% untuk dapat terjadinya karsinoma kolon.
Faktor genetik pun menunjukkan anak yang berasal dari orang tua yang menderita karsinoma
kolon mempunyai frekuensi 3
kali lebih banyak daripada anak-anak dari orang tua sehat1
Patologi
Karsinoma dapat tumbuh pada tiap bagian kolon, mungkin dapat tumbuh lebih dari satu
tempat. Lokasi terbanyak di rektosigmoid. Berdasarkan besar differensiasi sel, dibuat
klasifikasi dalam 4 tingkat, yaitu:
13
Grade I : sel-sel anaplastik tak melebihi 25%
Grade II : sel-sel anaplastik terdapat antara 25-50%
Grade III : sel-sel anaplastik terdapat antara 50-75%
Grade IV : sel-sel anaplasik terdapat lebih dari 75%
Dibagi juga berdasarkan atas penyebaran sel karsinoma, yaitu:
Stadium I : neoplasma masih terbatas pada dinding rektu dankolon.
Stadium II : terdapat penyebaran keluar dinding kolon tetapi belum terjadi
metastasis ke kelenjar limfe.
Stadium III : sudah terjadi meastasis ke kelenjar limfe regional.
Stadium IV : terdapat metastasis ke kelenjar limfe yang agak berjjauhan atau ke
pleksus limfatikus dan ke organ lain misalnya hepar,pulmo.
Dikenal pula klasifikasi menurut modifikasi DUKES yang akhir-akhir ini sering dipakai,
yaitu:
A : kanker hanya terbatas pada mukosa dan belum ada metastasis.
B1 : kanker telah enginfiltrasi lapisan muskularis mukosa.
B2 : kanker telah enembus lapisan muskularis mukosa sampai lapisan propria.
C1 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening sebanyak 1
sampai 4 buah.
-
7/21/2019 Kolitis Infeks1
14/15
14
C2 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening lebih dari 5
buah.
D : kanker telah mengadakan metastasis ke organ lain misal ke hati.
Gambaran klinis
1.
Perdarahan segar peranal (hematokezia)
Sebagian besar pasien karsinoma kolorektal yang terletak di bagian distal terutama di
rektum sering mempunyai keluhan buang air besar bedarah segar.
2.
Buang air besar darah lendir
Seseorang yang mempunyai keluhan buang air besar darah lendir perlu dipikirkan
adanya infeksi, misal disentri basiler atau ameba, kolitis ulserativa dan keganasan.
Pada keganasan di kolon di bagian proksimal lebih sering menimbulkan buang air
besar darah lendir.
3.
Obstruksi saluran makan
Tanda-tanda obstruksi yaitu perut kembung dan makin kembung serta makin lama
makin tegang disertai tidak dapat buang air besar dan tidak dapat flatus. Gejala
tersebut dikuatkan dengan foto rontgen polos abdomen telentang dan berdiri yang
menunjukkan pelebaran usus halus dan kolon.
4.
Lain-lain
Selain keluhan diatas pasien karsinoma kolorektal mempunyai keluhan lain seperti :
anoreksia, berat badan menurun, rasa nyeri perut di tempat kanker, buang air besar
tidak teratur walaupun sudah buang air besar tetapi masih sering merasa banyak
kotoran di dalam perut yang sukar keluar karena seperti menyumbat. Disertai timbul
rasa nyeri saat buang air besar.
Metastasis kolon sering terjadi ke kelenjar getah bening dan organ lain misal hati, paru dan
otak.1
Diagnosis
Dapat ditemukan pada pasien yang mengeluh buang air besar terganggu, buang air besar
disertai darah lendir atau darah segar. Pada pasien yang diduga menderita harus dilakukan
colok dubur dimana akan teraba suatu massa maligna (massa berbenjol-benjol dengan
striktura) di rektum atau rektosigmoid teraba keras kenyal. Biasanya pada sarung tangan
terdapat lendir dan darah segar.1
-
7/21/2019 Kolitis Infeks1
15/15
15
Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi dan untuk
menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi.4
Radiologi
Untuk melihat adanya metastasis ke organ lain atau juga untuk persiapan tindakan
pembedahan.3
Laboratorium
Tumor marker yang biasa dipakai ialah CEA. Kadar CEA lebih dari 5ng/ml biasanya
ditemukan pada karsinoma kolorektal yang sudah lanjut.4
Pengobatan
1. Pembedahan
2.
Radiasi dengan dosis adekuat
3. Kemoterapi 5-fluorourasil (5FU). Dikombinasi dengan leucovorin untuk
meningkatkan efektivitas terapi. Bahkan ada yang memberikan tiga kombinasi: 5FU,
levamisole dan leucovorin.1
Prognosis
Pasien yang belum mengalami metastasis dan dapat dioperasi biasanya prognosis lebih baik.1
Penutup
Hipotesis diterima.
Daftar pustaka
1. Ali l, akalasia. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Jakarta:bala penerbit FKUI
2011.
2. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: biro publikasi fakultas
kedokteran UKRIDA;2013.
3.
Brunner & suddarth. Buku ajar keperawatan medikal. Edisi 8. Jakarta:EGC 2001.
4. Priyanto,agus, dan sri lestari. Endoskopi gastrontestinal. Jakarta:salemba 2009.
5.
Mutaqqin,arif. Gangguan gastrointestinal. Jakarta: salemba medika. 2011.