KOLESISTITIS

19
KOLESISTITIS Definisi Kosistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Epidemiologi o Di indonesia belum ada data epidemiologis, insidensi kolesistitis di Negara kita lebih rendah di banding negara- negara barat. o Sering ditemukan di Amerika Serikat yaitu 20% penduduk dewasa setiap tahunnya o Insiden tinggi pada orang Amerika asli, diikuti orang kulit putih, dan selanjutnya orang Afro-Amerika o Kolelitiasis tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda, tapi insidennya semakin sering pada individu yang berusia di atas 40 tahun dan semakin eningkat pada usia 75 tahun satu dari tiga orang akan meiliki batu empedu. Etiologi Faktor yang mepengaruhi timbulnya serangan kolesistitis adalah o Statis cairan empedu o Infeksi kuman o Iskemia dinding kandung empedu.

Transcript of KOLESISTITIS

Page 1: KOLESISTITIS

KOLESISTITIS

Definisi

Kosistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri

perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam.

Epidemiologi

o Di indonesia belum ada data epidemiologis, insidensi kolesistitis di Negara kita lebih

rendah di banding negara-negara barat.

o Sering ditemukan di Amerika Serikat yaitu 20% penduduk dewasa setiap tahunnya

o Insiden tinggi pada orang Amerika asli, diikuti orang kulit putih, dan selanjutnya orang

Afro-Amerika

o Kolelitiasis tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda, tapi insidennya

semakin sering pada individu yang berusia di atas 40 tahun dan semakin eningkat pada

usia 75 tahun satu dari tiga orang akan meiliki batu empedu.

Etiologi

Faktor yang mepengaruhi timbulnya serangan kolesistitis adalah

o Statis cairan empedu

o Infeksi kuman

o Iskemia dinding kandung empedu.

o Batu kandung empedu (90%)

o Kolesterol

o Lisolesitin

o Prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi

inflamasi dan supurasi.

Patofisiologi

Page 2: KOLESISTITIS

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap:

1) Pembentukan empedu yang supersaturasi

2) Nukleasi atau pembentukan inti batu, dan

3) Berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan

masalah terpenting dalam pebentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi

empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid

(terutama lesitin) dengan kolesterol turun dibawah harga tertentu. Secara normal

kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air empedu. Dipertahankan dalam

bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, diselingi

oleh mantel kulit yang hidrofilik dari garam empedu dan fosfolipid (lesitin), jadi sekresi

kolesterol yang berlebihan (karena empedu adalah saluran utama yang mengeluarkan

bahan inti dari badan) atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin,

merupakan keadaan yang litogenik.

Batu empedu ada dua tipe utama:

a) Batu pigmen

Batu pigmen sangat berisiko terjadi pada seseorang yang mengalami sirosis,

hemolisis, infeksi pada percabangan bilier, dan batu ini tidak bisa dilarutkan dan

pengeluarannya harus dengan operasi. Batu pigmen komposisnya terdiri dari

kalsium bilirubinat. Tidak seperti batu kolesterol, batu ini seringkali murni,

berwarna hitam pekat, dan disebut jack stones.

b) Batu kolesterol

Pada 80% kasus, kolestrerol merupakan komponen terbesar dari batu empedu

(batu kolesterol). Komposisi batu ini biasanya merupakan kalsium karbonat,

fosfat, atau bilirubin, tetapi batu-batu ini jarang terdiri dari satu komponen saja.

Batu kolesterol klasik berdiameter 1-3 cm, kuning pucat sampai coklat, sering

multipel, bulat atau persegi oleh karena aposisi yang berdesakan. Penyakit batu

kolesterol terjadi akibat beberapa defek yaitu: penjenuhan empedu oleh

Page 3: KOLESISTITIS

kolesterol, nukleasi kolesterol monohidrat diikuti oleh retensi kristal dan

pertumbuhan batu., gangguan motorik kandung empedu yang menyebabkan

perlambatan pengosongan dan stasis

c) Batu campuran

Batu yang terbentuk dari campuran antara kolesterol dan pigmen, dimana

mengandung 20-50% kolesterol.

Gejala klinis

o 75% orang yang memiliki empedu tidak memperlihatkan gejala.

o Kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium

o Nyeri tekan

o Kenaikan suhu badan

o Nyeri menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit

tanpa reda.

o Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir atau berguling ke

kanan dan ke kiri di atas tempat tidur.

o Nausea dan muntah

o Bila penyakit mereda, nyeri dapat ditemukan di atas kandung empedu

Pemeriksaan fisis:

o Teraba masa kandung empedu

o Nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal ( tanda murphy).

o Didapatkan ikterus, dijumpai pada 20% kasus dan umumnya derajat ringan.

Pemeriksaan laboratorium

Page 4: KOLESISTITIS

Menunjukkan adanya leukositosis serta kemungkinan peninggian serum transaminase dan

fosfatase alkali.

Pencitraan

o Foto polos abdomen: Tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya

pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang ( radiopak)

oleh karena mengandungkalsium cukup banyak.

o Kolesistografi oral: tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada

obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistisis akut.

o Pemeriksaan ultrasonografi(USG): sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat

bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu,

batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekatan dan ketepatan USG encapai

90-95%.

o Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radiaktif HIDA atau 99n Tc6

Iminodiacetik mempunyai nilainsedikit lebih rendah dari USG tapi tehnik ini tidak

mudah. Terlihat gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu

pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut.

o Pemeriksaan CT scan abdomen: Kurang sensitif dan mahal tapi mampu memperlihatkan

adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada

peeriksaan USG.

o Koleskintigrafi: yaitu suatu metode menggunakan agen radioaktif IV. Selanjutnya

pemindaian dilakukan pada saluran empedu untuk melihat adanya kandung empedu

dan pola biliar. Cara ini digunakan apabila tidak ada alat USG

Penatalaksanaan

1. Konservatif pada keadaan akut:

o Bila penyakit berat, pasien perlu dirawat dan diberi cairan infus

o Istirahat baring

o Puasa, pasang pipa nasogastrik

Page 5: KOLESISTITIS

o Analgesik, antibiotik

2. Pengobatan paliatif untuk pasien:

Dengan menghindari makanan seperti makanan dengan kandungan lemak

tinggi.

Pemberian asam empedu oral dapat dapat digunakan untuk melarutkan

kolesterol pada batu empedu campuran. Berdasarkan penelitian pelarut parsial

atau komplet batu tersebut berhasil sekitar 50-60%.

Batu empedu dapat dipecah dengan gelombang shock ekstrakorporeal, melalui

metode yang disebut litotripsi, yang ditimbulkan dengan jenis elektromagnetik

alat-alat pada pasien dengan: kolik biliar, batu radiolusen, fungsi kandung

empedu dengan pengosongan normal, tidak adanya komplikasi seperi infeksi,

obstruksi, dan pankreatitis.

3. Bila gagal dengan pengobatan konservatif, dilakukan pengobatan yaitu dengan cara

pembedahan untuk mengangkat kandung empedu dan atau pengangkatan batu dari

duktus koledokus (koledokolitotomi), yang diharapkan dapat menyembuhkan sekitar

95% kasus. Pada kolesistitis yang gejala-gejalanya berat dan diduga terdapat

pembentukan nanah, beberapa ahli bedah melakukan operasi segera, sedangkan ahli

bedah lain hanya melakukan operasi bila perbaikan tidak terjadi dalam beberapa hari.

Komplikasi

Komplikasi yang paling penting dalah koledokolithiasis dan pankreatitis. Yang lebih jarang

adalah kolangitis, abses hati, sirosis billier, empiema, ikterus obstruktif.

Prognosis

Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kadang empedu menjadi tebal,

fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi dan tidak jarang menjadi kolesistitis

rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema,

dan perforasi kandung empedu, fisistel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah

Page 6: KOLESISTITIS

dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan.Tindakan bedah akut pada

pasien usia tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek disamping kemungkinan banyak

timbul komplikasi pasca bedah.

Kolesistitis kronik

Gejala klinis

Gelaja sangat minimal dan tidak menonjol seperti pada dispepsia

o Rasa penuh di epigastrium

o Nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang-

kadang hilang setelah bersendawa.

o Nyeri kolik berulang

o Ikterus

o Nyeri lokal di daerah kandung empedu disertai tanda murphy positif

Diagnosis

Pemeriksaan kolesistografi oral, ultrasonografi dapat memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi

kandung empedu. Endoskopic retrograde choledochopancreaticography (ERCP) sangat

bermanfaat untuk memperlihatkan adanya batu di kandung empedu dan duktus koledokus.

Pengobatan

Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu kandung empedu yang

simtomatis, dianjurkan untuk kolesistektomi. Keputusan untuk kolesistektomi agak sulit untuk

pasien dengan keluhan minimal atau disertai penyakit lain yang mempertinggi risiko operasi.

Page 7: KOLESISTITIS

SIROSIS HEPATIS

Sirosis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic yang

berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus

regenerative. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin

kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular, dan regenerasi nodular parenkim

hati.

Sirosis hati secara klinis dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Sirosis hati kompensata berarti belum adanya gejala klinis yang nyata. Sirosis hati

kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat

tidak terlihat perbedaan secara klinis.

2. Sirosis hati dekompensata ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas.

Klasifikasi

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular atau besar nodul lebih dari 3

mm dan mikronodular atau besar nodul kurang dari 3 mm.

Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan morfologinya yaitu:

a. Alkoholik

b. Kriptogenik dan pos hepatitis (pasca nekrosis)

c. Biliaris

d. Kardiak

e. Metabolic, keturunan dan terkait obat.

Etiologi

Page 8: KOLESISTITIS

Penyakit Infeksi:

Bruselosis

Ekinokokus

Skistosomiasis

Toksoplasmosis

Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)

Penyakit Keturunan dan Metabolik

Defisiensi α1-antitripsin

Sindrom Fanconi

Galaktosemia

Penyakit Gaucher

Penyakit simpanan glikogen

Hemokromatosis

Intoleransi fluktosa herediter

Tirosinemia herediter

Penyakit Wilson

Obat dan toksin

Alcohol

Amiodaron

Arsenic

Obstruksi bilier

Penyakit perlemakan hati non alkoholik

Sirosis bilier primer

Kolangitis sklerosis primer

Page 9: KOLESISTITIS

Penyebab lain atau tidak terbukti

Penyakit usus inflamasi kronik

Fibrosis kistik

Pintas jejunoileal

Sarkoidosis

Epidemiologi

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatik. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu

pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsy. Penyebabnya sebagian besar akibat

penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan hasil

perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan

berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Untuk di Indonesia diambil dari pusat-

pusat pendidikan, pada RS.Dr.Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% .Dari

pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien

sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.

Patologi & Patogenesis

Sirosis alkaholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh pembentukan

jaringan parut yang difuse, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit nodul regenerative.

Sehingga kadang-kadang disebut sirosis mikronodular. Sirosis mikro nodular dapat pula

diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi alcohol adalah:

1. Perlemakan hati alkoholik steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh

vakuola lunak dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit

ke membrane sel.

2. Hepatitis Alkoholik fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat

masuknya alcohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi

dapat berkontraksi ditempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah

Page 10: KOLESISTITIS

periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat seperti jaringan yang akhirnya

menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini

mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi

dan membentuk nodulus. Namun, demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi

perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-

benjol menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.

Diperkirakan mekanisme cedera hapar alkoholik adalah :

Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi

oksigen lobular, terjadi hipoksi relative dan cedera sel di daerah yang jauh dari

aliran darah yang teroksigenasi.

Infiltrasi/aktivitas neutrofil, terjadi pelepasan chemo attractants neutrofil oleh

hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari

neotrofil dan hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen relative, protease

dan sitokin.

Formasi acetaldehyde-protein adduct berperan sebagai neoantigen, dan

menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibody spesifik yang menyerang

hepatosit pembawa antigen ini.

Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternative dari metabolism etanol,

disebut system yang mengoksidasi enzim mikrosomal.

Pathogenesis fibrosis alkoholik melibatkan banyak sitokin, antara lain factor nekrosis

tumor, IL-1, PDGF, dan TGF-β. Asetaldehid kemungkinan mengakifasi sel stelata tetapi

bukan suatu factor patogenik utama pada fibrosis alkoholik.

3. Sirosis hati pasca nekrosis gambaran patologinya biasa hati mengkerut, berbentuk

tidak teratur, dan terdiri dari nodular sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang

padat dan lebar. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat

memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.

Page 11: KOLESISTITIS

Pathogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan

sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan

pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degenerasi. Pembentukan fibrosis

menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar factor tertentu yang

berlangsung secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk

kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam

sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.

Manifestasi Klinis

Gejela-gejala Sirosis

Stadium awal sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien

melakukan cek kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awalnya meliputi

perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perut kembung, mual, berat

badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, tentis mengecil, buah dada

membesar dan hilangnya dorongan seksualitas.

Stadium lanjut gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan

hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur dan demam yang tidak

terlalu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembentukan darah, perdarahan gusi,

epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,

muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar

konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

Temuan Klinis

Spider angioma-spiderangiomata suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa vena

kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka dan lengan atas. Mekanisme terjadinya

masih belum diketahui, ada anggapan berkaitan dengan peningkatan rasio

estradiol/testosterone, tetapi hal ini juga dapat ditemukan pada orang sehat, ibu hamil

dan lain-lain.

Page 12: KOLESISTITIS

Eritema Palmaris warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal

ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolism hormone entrogen. Tanda ini juga

tidak spesifik pada sirosis hepatic.

Perubahan kuku-kuku Muchrchem berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan

warna normal kuku. Mekanismenya blom diketahui pasti, diperkirakan karena

hipoalbuminemia.

Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoatropati hipertrofi suatu

periostitis proliferative kronik, menimbulkan rasa nyeri.

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraksi fleksi jari-jari

berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis.

Genikomasti secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae

laki-laki, kemungkinan terjadi akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan

hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan

kearah feminism. Kebalikannya pada perempuan ialah menstruasi cepat berhenti

sehingga seringkali salah diartikan sebagai fase menopause.

Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini

menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.

Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bias membesar, normal atau mengecil. Bilamana

hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.

Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.

Pembesaran ini akibat kongsti pulpa meran lien karena hipertensi porta.

Asites penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan

hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.

Fetor hepatikum, bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan

konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan sistemik yang berat.

Ikterus pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila knsentrasi bilirubin >

2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urine tampak gelap seperti teh.

Gambaran laboratorium

Page 13: KOLESISTITIS

Aspartat aminotransferase (AST) atau SGOT dan alanin aminotransferase (ALT) atau SGPT

meningkat tetapi ridak terlalu tinggi. AST lebih meningkat dibandingkan ALT.

Alkali fosfatase meningkat > 2-3 kali batas normal atas.

Gamma glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase pada

penyakit hati.konsentrasinya tinggi pada penyakit alkoholik kronik.

Bilirubin, konsentrasinya bias normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada

sirosis lanjut.

Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun dengan perburukan

sirosis.

Pengobatan

Terapi ditujukan mengurangi progresivitas penyakit, menghindari bahan-bahan yang bisa

merubah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma

hepatic diberikan diet yang mengandung protein 1 gr/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000

kkal/hari.

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata

Ditujukan untuk mengurangi progresifitas kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk

menghilangkan etiologi, diataranya: alcohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat

mencedrai hati dihentikan penggunaannya.

Pada hepatitis B interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai

diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama 1 tahun. Interferon alfa diberikan secara

suntikan subkutan 3MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak

yang kambuh.

Pada hepatitis C kronik kombinasi interferon dengan rabivirin merupakan terapi standar.

Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MUI tiga kali seminggu dan

dikmbinasi rabivirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.

Page 14: KOLESISTITIS

Pengobatan sirosis dekompensata

Asites; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90

mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic.

Ensefalopati hepatic; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa

digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5

gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino

Varises esophagus; sebelum berdarah dan sesudah berdarah bias diberikan obat penyekat beta

(propranolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid,

diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.

Peritonitis bacterial spontan; diberikan antobiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin atau

aminoglikosida.

Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan

garam dan air.

Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum dilakukan

transplantasi ada beberapa kreteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.