kolelitiasis.doc

36
Disusun oleh : Amalia Rahmonita U.1102004013 Maria Risky A. 1110221018 Bambang Lesmana Z. 1102006055 Pembimbing : Dr. Bara Langi Tambing, SpA KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK

Transcript of kolelitiasis.doc

Page 1: kolelitiasis.doc

Disusun oleh :

Amalia Rahmonita U.1102004013

Maria Risky A. 1110221018

Bambang Lesmana Z. 1102006055

Pembimbing :

Dr. Bara Langi Tambing, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK

RS. TK II MOHAMMAD RIDWAN MEUREKSA KESDAM JAYA

PERIODE 21 JANUARI 2013 – 31 MARET 2013

Page 2: kolelitiasis.doc

Definisi

Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung

empedu.1 Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium

dan matriks inorganik.2,3 Lebih dari 70% batu saluran empedu pada anak-anak adalah tipe batu

pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui.2 Di

negara-negara Barat, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian

batu empedu mengandung kolesterol lebih dari 80%.3

Anatomi

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada

permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan

dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi

fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir

inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung

rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,

belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum

minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus.

Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan

collum dengan permukaan visceral hati.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan.

Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil

dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum

vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang

perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung

empedu berasal dari plexus coeliacus.

Page 3: kolelitiasis.doc

Gambar 2: Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.

Fisiologi Saluran Empedu

Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica

fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini,

mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan.

Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga

mempunyai banyak mikrovilli.

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan

ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian

keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus

biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung

empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum

disalurkan ke duodenum.

Page 4: kolelitiasis.doc

Gambar 3: Posisi anatomis dari vesica fellea dan organ sekitarnya.

Pengosongan Kandung Empedu

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.

Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak

menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon

kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat

yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula

relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum.

Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam

usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua

aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:

a) Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan

merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini

yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

b) Neurogen:

Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan

lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari

kandung empedu.

Page 5: kolelitiasis.doc

Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan

mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu

lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal

memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

Komposisi Cairan Empedu

Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu

Air 97,5 gm % 95 gm %

Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %

Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %

Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %

Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %

Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %

Elektrolit -   -  

a. Garam Empedu

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu :

Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.

Fungsi garam empedu adalah:

o Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam

makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-

partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.

o Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang

larut dalam lemak.

Page 6: kolelitiasis.doc

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus

dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu

dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya

akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu

tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah

tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan

terganggu.

b. Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme

bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera

berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin.

Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide.

Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka

bilirubin yang terbentuk sangat banyak.

Epidemiologi

Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak.1 Di Amerika Serikat, prevalensi

kolelitiasis pada anak dilaporkan hanya 0,15-0,22%, sedangkan pada orang dewasa berkisar 4-

11%.4 Ganesh et al4 dalam pengamatannya dari Januari 1999 sampai Desember 2003 di Kanchi

Kamakoti Child Trust Hospital, mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapat pemeriksaan

ultrasonografi (USG), 43 (0,31%) terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Rasio laki-laki dan

perempuan adalah 2,3:1. Median umur untuk anak laki-laki adalah 5 tahun (3 bulan-14 tahun)

dan median umur untuk anak perempuan adalah 9 tahun (7 bulan-15 tahun). Semua ukuran batu

kurang dari 5 mm dan 56% merupakan batu yang soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan

gejala asimtomatik dan hanya 2 anak dengan gejala. Bakhotmah5 dalam pengamatannya di

Rumah Sakit Universitas Jeddah antara Januari 1986 sampai Juli 1996 hanya mendapatkan 8

kasus dengan kolelitiasis. Kumar et al6 dalam pengamatannya tentang kolelitiasis pada anak

antara tahun 1979-1996 mendapatkan dari 2000 tindakan bedah di Rumah Sakit Anak Royal

Alexandra antara tahun 1979-1987 dan 2500 tindakan bedah antara tahun 1988-1996 didapatkan

insiden tindakan operasi karena kolelitiasis sebesar 0,2%.

Page 7: kolelitiasis.doc

Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab dan faktor risiko terbentuknya batu kandung empedu tidak secara jelas

dibedakan. Ada yang menyebutkan faktor tertentu sebagai penyebab, namun sumber lain

menyebutnya sebagai faktor risiko. Kumar et al6 mendapatkan penyebab batu kandung empedu

adalah idiopatik, penyakit hemolitik dan penyakit spesifik non hemolitik. Schweizer et al7 anak

yang mendapat nutrisi parenteral total yang lama, setelah menjalani operasi by pass

kardiopulmonal, reseksi usus, kegemukan dan anak perempuan yang mengkonsumsi kontrasepsi

hormonal mempunyai risiko untuk menderita kolelitiasis. Suchy2 menyebutkan beberapa kondisi

yang berhubungan dengan kolelitiasis adalah penyakit hemolitik kronik (anemia sel sickle,

sferositosis), kegemukan, penyakit atau reseksi ileum, fibrosis kistik, penyakit hati kronis,

penyakit Crohn, nutrisi parenteral yang lama, prematuritas dengan komplikasi bedah atau non

bedah, pengobatan kanker pada anak.2 Schirmer et al8 menyebutkan faktor-faktor risiko

terbentuknya batu kandung empedu adalah kegemukan, diabetes melitus, hormon estrogen dan

kehamilan, penyakit hemolitik dan sirosis.

Berdasarkan jenis batu yang terbentuk, faktor risiko yang mempengaruhi terbentuknya

batu berbeda-beda sesuai jenis batunya. Kondisi-kondisi yang merupakan faktor predisposisi

terbentuknya batu pigmen hitam adalah penyakit hemolitik yang kronik, pemberian nutrisi

parenteral total, kolestasis kronik dan sirosis, pemberian obat (ceftriaxone). Ceftriaxone

didapatkan dalam konsentrasi tinggi di kandung empedu dalam keadaan yang utuh. Sedangkan

faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen coklat adalah adanya infestasi parasit seperti

Ascharis lumbricoides. Batu pigmen coklat ini sangat jarang dijumpai pada bayi dan anak. Untuk

batu kolesterol, faktor risikonya adalah kegemukan, reseksi ileum, penyakit Crohn’s ileal dan

fibrosis kistik.9

Kegemukan merupakan faktor yang signifikan untuk terjadinya batu kandung empedu.

Pada keadaan ini hepar memproduksi kolesterol yang berlebih, kemudian dialirkan ke kandung

empedu sehingga konsentrasinya dalam kandung empedu menjadi sangat jenuh. Keadaan ini

merupakan factor predisposisi terbentuknya batu. Kejadian batu kandung empedu meningkat

pada wanita gemuk dan pubertas.9,10

Hubungan antara pemberian nutrisi parenteral total dengan batu kandung empedu,

dibuktikan oleh Roslyn et al11 yang menyelidiki secara prospektif 21 anak yang mendapat nutrisi

Page 8: kolelitiasis.doc

parenteral total yang lama, ternyata insiden terjadinya batu kandung empedu adalah 43%. Tipe

batu yang terbentuk adalah batu nonkolesterol.

Risiko terjadinya kolelitiasis juga dijumpai pada anak dengan sindrom Down. Toscano et

al12 melaporkan adanya kolelitiasis pada anak dengan sindrom Down. Dari 126 anak dengan

sindrom Down yang menjalani pemeriksaan Ultrasonografi (USG), 4,7% dijumpai adanya

kolelitiasis.

Insidensi kolelitiasis meningkat pada anak yang menderita penyakit anemia sel sickle.

Umur dan adanya hemolisis yang kronik diduga sebagai risiko terbentuknya batu pigmen.

Pembentukan batu pada pasien ini 15% terjadi umur kurang dari 10 tahun dan meningkat 50%

pada yang sudah berumur 20 tahun.13

Faktor genetik diduga berperan dalam terjadinya batu kandung empedu. Risiko menderita

batu kandung empedu meningkat apabila kita memiliki keluarga dengan batu kandung empedu.

Beberapa gen mungkin terlibat. Faktor etnis mungkin berperan dalam terjadinya batu kandung

empedu. Sebagai contoh insiden kolelitiasis tinggi pada penduduk Indian Pima di Amerika dan

penduduk asli di Chili dan Peru. Perempuan Indian Pima mempunyai risiko 80% untuk

menderita batu kandung empedu.10

Faktor lain yang diduga berhubungan dengan kejadian kolelitiasis dan kolesistitis adalah

adanya infeksi Helicobacter pylori dalam jaringan kandung empedu maupun cairan empedu.

Silva et al14 menemukan adanya Helicobacter DNA pada jaringan kandung empedu maupun

cairan empedu penderita kolelitiasis. Namun hanya Helicobacter DNA pada jaringan kandung

empedu yang mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan kejadian kolelitiasis.

Tidak ditemukan adanya organisme Helicobacter pylori dalam kandung empedu maupun cairan

empedu. Bor et al15 meneliti hubungan antara pemberian terapi ceftriaxone dengan terbentuknya

batu kandung empedu, mendapatkan dari 38 anak (umur 1 bulan-17 tahun) yang mendapat terapi

ceftriaxone selama 10 hari, 28,9% dideteksi menderita kolelitiasis dan 7,9% didapatkan endapan

empedu pada kandung empedunya. Namun pada hari ke 90 setelah selesai pengobatan, semuanya

menunjukkan hasil USG yang normal. Terjadi batu kandung empedu pada pemberian ceftriaxone

bersifat reversibel, tidak menunjukkan gejala dan biasanya hilang spontan begitu pengobatan

dihentikan.15

Sakopoulos et al17 melaporkan dalam penelitiannya dari bulan Mei 1985 sampai

Desember 1998, dari 311 anak-anak yang mendapat transplantasi jantung, 3,2% diketahui

Page 9: kolelitiasis.doc

menderita kolelitiasis. Delapan puluh persen dari penderita tersebut menerima transplantasi pada

umur kurang dari 3 bulan. Walaupun angka insiden ini kecil, tetapi semua kejadian tersebut

signifikan berhubungan dengan transplantasi jantung.16

Jenis Batu Kandung Empedu

Schirmer et al8 membagi batu kandung empedu menjadi tiga jenis yaitu batu kolesterol,

batu pigmen dan campuran (tabel 1).1,8,17 Batu kolesterol mengandung lebih dari 50% kolesterol

dari seluruh beratnya, sisanya terdiri dari protein dan garam kalsium.9 Batu kolesterol sering

mengandung kristal kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol yang murni biasanya

agak lunak dan adanya protein menyebabkan kosistensi batu empedu menjadi lebih keras.3

Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut, terdiri dari

kalsium bilirubinat, kalsium fosfat dan kalsium karbonat. Kolesterol terdapat dalam batu pigmen

dalam jumlah kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam dan 10-30% dalam batu pigmen coklat.9

Batu pigmen dibedakan menjadi dua yaitu batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat, keduanya

mengandung garam kalsium dari bilirubin. Batu pigmen hitam mengandung polimer dari

bilirubin dengan musin glikoprotein dalam jumlah besar, sedangkan batu pigmen coklat

mengandung garam kalsium dengan sejumlah protein dan kolesterol yang bervariasi. Batu

pigmen hitam umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau penyakit hemolitik kronik seperti

talasemia dan anemia sel sickle. Batu pigmen coklat sering dihubungkan dengan kejadian

infeksi.1,3,17

Page 10: kolelitiasis.doc

Patogenesis Kolelitiasis

Patogenesis terbentuknya batu telah diselidiki dalam beberapa tahun terakhir. Walaupun

beberapa aspek yang berperan sebagai penyebab belum diketahui sepenuhnya, namun komposisi

kimia dan adanya lipid dalam cairan empedu memegang peran penting dalam proses

terbentuknya batu.

Kira-kira 8% dari lipid empedu dalam bentuk kolesterol dan 15-20% dalam bentuk

fosfolipid. Keduanya tidak larut dalam air, dalam cairan empedu terikat dengan garam empedu

dengan komposisi 70-80% dari lipid empedu.1

Empedu adalah suatu cairan aqueous yang terdiri dari lemak hidropobik yang tidak larut

(kolesterol dan fosfolipid), yang selanjutnya bisa terlarut dengan bantuan suatu asam empedu.9

Empedu terdiri dari air (97,5 g/dL) garam empedu (1,1 g/dL) bilirubin (0,04 g/dL) kolesterol (0,1

g/dL) asam lemak (0,12 g/dL) leshitin/fosfolipid (0,04 g/dL) Na+ (145 mEq/L), K+ (5 mEq/L),

Ca2+ (5 mEq/L), Cl- (100 mEq/L), HCO3- (28mEq/L).18

Kolesterol dalam empedu bercampur dengan garam empedu dan fosfolipid membentuk

campuran micelles dan vesikel.3 Micelles adalah kumpulan lemak yang mempunyai dinding

yang hidrofilik (larut dalam air) dan inti yang hidrofobik (tidak larut dalam air).20 Vesikel adalah

suatu bentukan sferik bilayers dari fosfolipid yang terdiri dari 2 rantai yaitu rantai nonpolar

Page 11: kolelitiasis.doc

hidrokarbon menghadap dan rantai polar mengarah ke larutan. Pada keadaan kosentrasi

kolesterol yang tinggi vesikel membawa kolesterol dalam jumlah besar.3

Hubungan antara kolesterol, fosfolipid dan garam empedu digambarkan dalam suatu

segitiga yang sering disebut Triangular Coordinats yang menggambarkan konsentrasi kelarutan

kolesterol dalam suatu campuran dengan fosfolipid dan garam empedu (gambar 1). The

maximum equilibrium solubility dari kolesterol ditentukan oleh rasio kolesterol, fosfolipid dan

garam empedu, yang dinyatakan dalam indeks saturasi kolesterol.1,3,9 Micelles terbentuk jika titik

potong konsentrasi relatif dari ketiga komponen (kolesterol, lesitin dan garam empedu) terletak

pada area micellar. Keadaan ini berada dalam kondisi stabil untuk mencegah terbentuknya batu.

Jika titik potong konsentrasi empedu terletak di luar area tersebut maka empedu bersifat

litogenik. Berbagai kondisi dapat menyebabkan ketidakstabilan komposisi dari ketiga komponen

tersebut, seperti terlihat dalam tabel 2.1

Patogenesis Batu Empedu Kolesterol

Page 12: kolelitiasis.doc

Terbentuknya batu kolesterol diawali adanya presipitasi kolesterol yang membentuk

kristal kolesterol. Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya presipitasi kolesterol adalah:

1. absorpsi air,

2. absorpsi garam empedu dan fosfolipid18

3. sekresi kolesterol yang berlebihan pada empedu,9,20

4. adanya inflamasi pada epitel kandung empedu20 dan

5. kegagalan untuk mengosongkan isi kandung empedu,9

6. adanya ketidakseimbangan antara sekresi kolesterol,

7. fosfolipid dan asam empedu, peningkatan produksi musin di kandung empedu dan

penurunan kontraktilitas dari kandung empedu.19 Batu kolesterol terbentuk ketika

konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk

mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya

membentuk batu.3,20

Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang yaitu pembentukan

empedu yang sangat jenuh (supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta

proses pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi kolesterol,

penurunan sekresi garam empedu atau keduanya.17

Konsentrasi empedu yang melebihi indeks saturasi kolesterol membuat empedu menjadi

sangat jenuh. Akibatnya terjadi peningkatan kolesterol dalam vesikel. Vesikel unilamelar yang

jenuh kolesterol ini bergabung membentuk vesikel kolesterol multilamelar, kemudian terbentuk

cluster yang dapat bertindak sebagai inti pembentukan Kristal kolesterol. Pembentukan inti ini

bisa bersifat homogen dan heterogen. Inti homogen terjadi apabila pembentukan Kristal tanpa

material asing, sedangkan heterogen apabila pembentukan kristal disertai material asing seperti

sel epitel, protein, garam kalsium atau benda asing. Pembentukan inti yang bersifat heterogen

lebih sering terjadi dibandingkan dengan homogen. Kristal kolesterol ini terus tumbuh dan

menggumpal dengan musin membentuk suatu batu (Gambar 2).3,9,17

Page 13: kolelitiasis.doc

Pembentukan kristal kolesterol dapat dipacu (promoter) dan dihambat (inhibitor) oleh suatu

zat tertentu. Diperkirakan promoter dan inhibitor tersebut berperan saat pembentukan inti

kolesterol. Protein dapat bertindak sebagai promoter dan inhibitor. Protein bilier dengan berat

molekul lebih dari 130 kDa (Kilo Dalton) merupakan suatu promoter, sedangkan protein dalam

empedu normal merupakan suatu inhibitor. Faktor antinukleasi dari protein tersebut menjaga

kestabilan vesikel kolesterol fosfolipid dalam empedu normal dan menghambat proses

kristalisasi. Faktor antinukleasi tersebut adalah Apolipoprotein A-I dan Apolipoprotein A-II.

Musin dari kandung empedu juga merupakan promoter. Musin mempercepat pembentukan

kristal kolesterol. Pemberian obat aspirin yang menghambat pengeluaran musin dikatakan

mampu menghambat pembentukan Kristal kolesterol. Kecepatan pembentukan kristal ini

dipengaruhi oleh keseimbangan antara faktor pro dan antinukleasi.9

Stasis dari kandung empedu juga mempengaruhi pembentukan kristal empedu dari bentuk

mikroskopik menjadi bentuk makroskopik. Pergerakan kandung empedu menghambat

pembentukan batu.9

Page 14: kolelitiasis.doc

Patogenesis Batu Non Kolesterol (Batu Pigmen)

Batu pigmen sebagian besar terbentuk dari bilirubin yang tak terkonjugasi. Bilirubin tak

terkonjugasi terdapat dalam pigmen empedu normal dalam jumlah yang sedikit, namun sangat

sensitif untuk mengalami presipitasi oleh ion kalsium. Proses ini belum sepenuhnya diketahui,

namun diduga sebagai awal terbentuknya batu adalah terjadi proses polimerisasi sehingga

terbentuk polymers of cross-linked bilirubin tetrapyrroles. Pencetus terjadinya proses

polimerisasi juga belum diketahui, namun diduga disebabkan oleh radikal bebas atau singlet

oksigen yang diproduksi oleh hepar atau oleh makrofag atau neutrofil dalam mukosa kandung

empedu.2 Pada manusia peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi merupakan akibat dari

peningkatan kadar hemoglobin.

Peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dapat juga timbul akibat peningkatan proses

hidrolisis enzimatik (beta glukoronidase) dari bilirubin terkonjugasi atau penurunan jumlah

inhibitor beta glukoronidase yaitu asam glutarat.9

Musin glikoprotein merupakan kerangka terbentuknya batu pigmen. Musin diproduksi

oleh kripta kandung empedu. Hipersekresi musin juga memainkan peranan penting dalam

pembentukan batu pigmen.3,9

Patogenesis Batu Pigmen Hitam

Page 15: kolelitiasis.doc

Batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien sirosis, penyakit hemolitik

seperti talasemia dan anemia sel sickle.2 Batu pigmen hitam dijumpai dalam empedu yang steril

dalam kandung empedu. Pada gambaran radiologis hamper 50% terlihat sebagai gambaran

radioopak, akibat mengandung kalsium karbonat dan kalsium fosfat dalam konsentrasi yang

tinggi. Batu pigmen hitam biasanya mengkilat atau tumpul seperti aspal, sedangkan batu pigmen

coklat lembek, dengan konsistensi seperti sabun.9,17

Batu pigmen hitam terjadi akibat melimpahnya bilirubin tak terkonjugasi dalam cairan

empedu. Peningkatan ini disebabkan oleh karena peningkatan sekresi bilirubin akibat hemolisis,

proses konjugasi bilirubin yang tidak sempurna (penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi.

Bilirubin tak terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks dengan ion kalsium bebas

membentuk kalsium bilirubinat yang mempunyai sifat sangat tidak larut. Proses asidifikasi yang

tidak sempurna menyebabkan peningkatan pH, dan keadaan ini merangsang pembentukan garam

kalsium. Kalsium bilirubinat yang terbentuk terikat dengan musin tertahan di kandung empedu.

Hal ini sebagai awal proses terbentuknya batu (gambar 3).9,17

Pada penyakit batu pigmen hitam, empedu biasanya jenuh oleh adanya kalsium

bilirubinat, kalsium karbonat dan kalsium fosfat. Garam kalsium ini merupakan akibat dari

peningkatan jumlah bilirubin tak terkonjugasi atau peningkatan kalsium yang terionisasi.

Peningkatan kalsium yang terionisasi biasanya akibat peningkatan jumlah kalsium terionisasi

dalam plasma atau penurunan jumlah zat pengikat kalsium di dalam cairan empedu seperti garam

empedu micellar dan vesikel lesitin kolesterol.9

Patogenesis Batu Pigmen Coklat

Batu pigmen coklat umumnya terbentuk dalam duktus biliaris yang terinfeksi. Gambaran

radiologisnya biasanya radiolusen karena mengandung kalsium karbonat dan fosfat dalam

konsentrasi yang kecil. Batu pigmen coklat mengandung lebih banyak kolesterol dibanding batu

pigmen hitam, karena terbentuknya batu mengandung empedu dengan kolesterol yang sangat

jenuh.3,9

Garam asam lemak merupakan komponen penting dalam batu pigmen coklat. Palmitat

dan stearat yang merupakan komponen utama garam tersebut tidak dijumpai bebas dalam

empedu normal, dan biasanya diproduksi oleh bakteri.

Page 16: kolelitiasis.doc

Kondisi stasis dan infeksi memudahkan pembentukan batu pigmen coklat (gambar 4).9

Dalam keadaan infeksi kronis dan stasis empedu dalam saluran empedu, bakteri memproduksi

enzim b-glukoronidase yang kemudian memecah bilirubin glukoronida menjadi bilirubin tak

terkonjugasi. Bakteri juga memproduksi phospholipase A-1 dan enzim hidrolase garam empedu.

Phospholipase A-1 mengubah lesitin menjadi asam lemak jenuh dan enzim hidrolase garam

empedu mengubah garam empedu menjadi asam empedu bebas. Produk-produk tersebut

kemudian mengadakan ikatan dengan kalsium membentuk suatu garam kalsium. Garam kalsium

bilirubinat, garam kalsium dari asam lemak (palmitat dan stearat) dan kolesterol membentuk

suatu batu lunak. Bakteri berperan dalam proses adhesi dari pigmen bilirubin.17

Gejala Klinik Kolelitiasis

Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya gejala. Lebih dari

80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik.19 Gejala klinik yang timbul

pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala dispepsia non spesifik, intoleransi makanan yang

mengandung lemak, nyeri epigastrium yang tidak jelas, tidak nyaman pada perut kanan atas.

Gejala ini tidak spesifik karena bisa terjadi pada orang dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.9

Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier dan

obstructive jaundice.5 Nyeri bilier yang khas pada penderita ini adalah kolik bilier yang ditandai

oleh gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit sampai 5 jam. Lokasi nyeri di

epigastrium, perut kanan atas menyebar sampai ke punggung. Nyeri sering terjadi pada malam

Page 17: kolelitiasis.doc

hari, kekambuhannya dalam waktu yang tidak beraturan.19 Nyeri perut kanan atas yang berulang

merupakan gambaran penting adanya kolelitiasis.2,9 Umumnya nyeri terlokalisir di perut kanan

atas, namun nyeri mungkin juga terlokalisir di epigastrium. Nyeri pada kolelitiasis ini biasanya

menyebar ke bahu atas. Mekanisme nyeri diduga berhubungan dengan adanya obstruksi dari

duktus. Tekanan pada kandung empedu bertambah sebagai usaha untuk melawan obstruksi,

sehingga pada saat serangan, perut kanan atas atau epigastrium biasanya dalam keadaan tegang.9

Studi yang dilakukan oleh Kumar et al2 didapatkan gejala nyeri perut kanan atas yang berulang

dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari gejala klinik yang timbul, sisanya

meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice, failure to thrive, keluhan perut yang tidak

nyaman. Hanya 10% dijumpai dengan gejala asimptomatik.6

Mual dan muntah juga umum terjadi.6,9,21 Demam umum terjadi pada anak dengan umur

kurang dari 15 tahun. Nyeri episodik terjadi secara tidak teratur dan beratnya serangan sangat

bervariasi.9

Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan. Pada sepertiga pasien terjadi

inflamasi mendahului nekrosis, kemudian diikuti perforasi atau empiema pada kandung empedu.

Lewatnya batu pada kandung empedu menyebabkan obstruksi kandung empedu, kolangitis

duktus dan pankreatitis.9

Manifestasi pertama gejala kolelitiasis sering berupa kolesistitis akut dengan gejala

demam, nyeri perut kanan atas yang dapat menyebar sampai ke skapula dan sering disertai teraba

masa pada lokasi nyeri tersebut.2 Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri tekan pada perut kanan

atas yang dapat menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas (Murphy’s sign) berupa napas

yang terhenti sejenak akibat rasa nyeri yang timbul ketika dilakukan palpasi dalam di daerah

subkosta kanan.22

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi hepar, kadar

lipase dan amilase serum.

Pada keadaan kolik bilier kronis maupun episodik beberapa pasien memiliki kadar atau

nilai laboratorium yang normal, khususnya pada pasien yang tidak menunjukkan gejala pada saat

diperiksa.9,23 Sedangkan pada keadaan akut, khususnya pada kasus dengan batu pada saluran

empedu akan terjadi peningkatan kadar aminotransferase, alkalin fosfatase dan bilirubin.23

Page 18: kolelitiasis.doc

Pasien dengan komplikasi kolesistitis akut akan memperlihatkan peningkatan lekosit,

15% dari pasien tersebut terjadi peningkatan ringan dari aminotransferase, alkalin fosfatase dan

bilirubin. Pada pasien dengan komplikasi pankreatitis akan terjadi peningkatan serum amilase

dan lipase dan tes fungsi hepar yang abnormal. 23

Pemeriksaan radiologi untuk membantu menegakkan diagnosis adanya batu kandung

empedu bisa dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG), cholescintigraphy dan foto polos

abdomen.

Pada umumnya USG merupakan pemeriksaan pilihan untuk memeriksa anak dan remaja

dengan keluhan adanya nyeri perut kanan atas atau nyeri epigastrium. USG merupakan

pemeriksaan yang aman dan sensitif untuk mengidentifikasi adanya batu di kandung empedu.

Apabila kandung empedu teridentifikasi saat dilakukan USG, maka angka keberhasilan

menemukan batu dapat mencapai 98%.9,23,24

Pemeriksaan foto polos abdomen dapat mengidentifikasi batu jika batu tersebut

radioopak24 atau terbuat dari kalsium dalam konsentrasi tinggi.9 Pemeriksaan cholecystography

dan cholangiography jarang dilakukan pada anak-anak.24

Pemeriksaan skintigrafi dengan menggunakan technetium-99m-labeled aminodiacetic

acid, sangat akurat dalam mengevaluasi pasien-pasien dengan kolesistitis.9 Dalam mendeteksi

batu, khususnya pada pasien yang mendapat nutrisi parenteral yang lama, pemeriksaan USG

lebih akurat dibandingkan dengan skintigrafi.23

Diagnosis

Diagnosis adanya kolelitiasis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

USG sebagai pilihan utama untuk menegakkan diagnosis (gambar 5). USG tidak bisa

membedakan jenis batu. Pemeriksaan terbaik untuk mengetahui jenis batu adalah pemeriksaan

kolesistografi oral.19,22 USG merupakan pemeriksaan diagnostik utama pada pasien yang

dicurigai menderita kolelitiasis. Sensitivitas pemeriksaan ini dalam mendeteksi batu ini adalah

96%.

Gambaran yang dijumpai adalah bayangan fokus eklogenik yang khas. USG juga dapat

membedakan adanya penebalan dinding kandung empedu karena proses inflamasi. Adanya batu

di saluran kandung empedu juga dapat dideteksi pada pemeriksaan USG.22

Page 19: kolelitiasis.doc

Diagnosis Banding

Diagnosis banding nyeri karena kolelitiasis adalah ulkus peptikum, refluks

gastroesofagus, dispepsia non ulkus, dismotilitas esofagus, irritable bowel syndrome, kolik

ginjal.22

Nyeri ulkus peptikum biasanya lebih sering, hamper setiap hari dan berkurang sehabis

makan. Nyeri yang timbul biasanya menetap di perut kanan atas, pada kolelitiasis frekuensinya

lebih jarang.22

Nyeri karena refluks dapat dibedakan dengan nyeri kolelitiasis dilihat dari adanya rasa

terbakar, lokasi nyeri di substernal, dan sering dipengaruhi oleh posisi, dimana pada posisi

supine rasa nyeri akan memberat. Nyeri epigastrium karena kolelitiasis dan dispepsia nonulkus

sukar dibedakan. Namun demikian nyeri karena kolik bilier biasanya lebih hebat, frekuensinya

sporadik, dan penyebaran nyeri sampai perut kanan atas dan skapula.22

Diagnosis banding untuk kolesistitis akut adalah apendisitis akut, pankreatitis akut,

hepatitis akut, perforasi ulkus, perforasi ulkus peptikum dan penyakit intestinal akut lainnya.

Untuk membedakan dengan pankreatitis akut, biasanya nyeri pada pankreatitis akut lebih

Page 20: kolelitiasis.doc

terlokalisir dan jarang disertai tanda peritoneal akut. Nyeri sampai ke punggung, menghilang saat

posisi duduk adalah khas untuk pankreatitis akut. Gejala demam dan leukositosis mungkin sama

pada kedua kasus, tetapi peningkatan kadar serum amilase jauh lebih tinggi pada keadaan

pankreatitis akut. Pada keadaan pankreatitis yang berat, penderita tampak sangat toksik. Namun

pada penderita dengan kolesistitis akut dengan komplikasi pankreatitis akut USG diperlukan

untuk segera membedakan keadaan tersebut.22

Untuk membedakan dengan kolesistitis, pada keadaan hepatitis biasanya pada

pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar serum enzim hepar akan jauh lebih tinggi

dibanding dengan kolesistitis akut. Pada keadaan apendisitis akut, ditandai oleh nyeri khas pada

perut kanan bawah, diawali dari sekitar daerah umbilikal yang kemudian menetap di perut kanan

bawah. Pada keadaan perforasi usus, pada pemeriksaan radiologis sering dijumpai adanya udara

bebas pada foto polos abdomen.22

Komplikasi Kolelitiasis

Komplikasi yang umum dijumpai adalah (batu saluran empedu), kolesistitis akut,

pakreatitis akut, emfiema dan perforasi kandung empedu, seperti terlihat pada gambar 6.6,21

Penatalaksanaan Kolelitiasis

Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan

bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis,

yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.

Page 21: kolelitiasis.doc

Penatalaksanaan Non Bedah

Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi penghancuran batu dengan obat-

obatan seperti chenodeoxycholic atau ursodeoxycholic acid, extracorporeal shock-wave

lithotripsy dengan pemberian kontinyu obatobatan, penanaman obat secara langsung di kandung

empedu.9

Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan

oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena

efek samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare,

peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang. Pemberian obat-obatan ini dapat

menghancurkan batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka

kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Pada anak-anak

terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan risiko tinggi untuk menjalani

operasi.9,21

Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol

dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus

melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl

terbutyl eter.

Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan

biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini

hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang

digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan

terbentuknya kembali batu kandung empedu.3

Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL) menggunakan gelombang suara dengan

amplitudo tinggi untuk menghancurkan batu pada kandung empedu.3,9 Pasien dengan batu yang

soliter merupakan indikasi terbaik untuk dilaskukan metode ini. Namun pada anak-anak

penggunaan metode ini tidak direkomendasikan, mungkin karena angka kekambuhan yang

tinggi.9

Penatalaksanaan Bedah

Cholecystectomy sampai saat ini masih merupakan baku emas dalam penanganan

kolelitiasis dengan gejala.3,9,21 Yang menjadi pertanyaan kapan sebaiknya operasi dilakukan.

Page 22: kolelitiasis.doc

Penelitian tentang ini didapatkan bahwa pasien dengan gejala nyeri perut yang berulang

merupakan indikasi segera dilakukan operasi karena dapat menyebabkan komplikasi yang

serius.9

Prosedur Cholecystectomy terdiri dari beberapa jenis tindakan yaitu Laparoscopic

Cholecystectomy, open Cholecystectomy, open Cholecystectomy dengan eksplorasi saluran

empedu, open Cholecystectomy dengan eksplorasi saluran empedu dan choledochoenterostomy

dan choledochoenterostomy yang diikuti open Cholecystectomy.25 Laparoscopic

Cholecystectomy mempunyai keuntungan lebih dibandingkan dengan Cholecystectomy

konvensional. Pada anak-anak, indikasi Laparoscopic Cholecystectomy sama dengan

Cholecystectomy konvensional terutama pada anak kolelitiasis dengan gejala atau pada anak

yang juga menderita hemoglobinopati9 atau pada anak dengan kolelitiasis tanpa gejala berumur

kurang dari 3 tahun, yang telah mendapatkan makanan oral minimal selama 12 bulan.21 Teknik

ini bermanfaat pada pasien dengan familial hyperlipidemia, hereditary spherocytosis, glucose-6-

phosphatase deficiency, thalassemia, glicogen strage disease dan sickle cell anemia.9 Prosedur

ini tidak dianjurkan pada anak dengan kolelitiasis yang disertai kolesistitis akut, pankreatitis atau

kemungkinan menderita perlengketan usus.9

Pada anak yang menderita anemia sel sickle dengan kolelitiasis, laparoscopic

cholecystectomy elektif merupakan pilihan utama. Tindakan elektif lebih dipilih dibandingkan

dengan tindakan cholecystectomy emergensi karena untuk menghindari risiko komplikasi seperti

komplikasi intraoperatif (vaso-oklusi), komplikasi sesudah operasi (pneumonia) dan komplikasi

lain seperti kolangitis, koledokulitiasis atau kolesistitis akut.13

Prognosis

Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG diperlukan

untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa menghilang secara spontan. Untuk

batu besar masih merupakan masalah, karena merupakan risiko terbentuknya karsinoma kandung

empedu (ukuran lebih dari 2 cm). Karena risiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu

tersebut. Pada anak yang menderita penyakit hemolitik, pembentukan batu pigmen akan semakin

memburuk dengan bertambahnya umur penderita, dianjurkan untuk melakukan kolesistektomi.9

Page 23: kolelitiasis.doc

Kesimpulan

Prematuritas dengan komplikasi bedah atau non bedah, pengobatan kanker pada anak.

Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala sampai dengan adanya gejala. Lebih dari

80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik. Gejala klinis yang sering

ditemui adalah adanya nyeri bilier dan obstruktif jaundice. USG merupakan pemeriksaan pilihan

untuk memeriksa anak dan remaja dengan keluhan adanya nyeri perut kanan atas atau nyeri

epigastrium. USG merupakan pemeriksaan yang aman dan sensitive untuk mengidentifikasi batu

di kandung empedu. Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non

bedah dan bedah. Cholecystectomy merupakan baku emas dalam penanganan kolelitiasis dengan

gejala.

Page 24: kolelitiasis.doc

Daftar Pustaka

1. Mowat AP. Liver disorders in childhood. 2nd edition London: Butterworths; 1987.p.337-

55.

2. Suchy FJ. Diseases of the gallbladder. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB

penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders;

2004. p.1345-6.

3. Johnston DE, Kaplan MM. Pathogenesis and treatment of gallstones. The New Eng J

Med 1993; 328:412-21.

4. Ganesh R, Muralinath S, Sankaranarayanan VS, Sathiyasekaran M. Prevalence of

cholelithiasis in children–a hospital-based observation. Indian J Gastroenterol 2005;

24:85-6.

5. Bakhotmah MA. Symptomatic cholelithiasis in children: A Hospital-Based Review. Ann

Saudi Med 1999; 19(3):251-2.

6. Kumar R, Nguyen K, Shun A. Gallstones and common bile duct calculi in infancy and

childhood. Aust NZJ Surg 2000;70:88-91.

7. Schweizer P, Lenz MP, Kirschner HJ. Pathogenesis and symptomatology of cholelithiasis

in childhood. Dig Surg 2000;17:459-67.

8. Schirmer B, Winters KL, Edlich RF. Cholelithiasis and cholecystitis. Jurnal of Long-

Term Effects of Medical Implants 2005; 15(3):329-38.

9. Heubi JE, Lewis LG, Pohl JF. Diseases of the gallbladder in infancy, childhood, and

adolescence. In: Suchy FJ, Sokol RJ, Balistreri WF editor. Liver desease in children. 2nd

Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001. h.343-59.

10. Simon H. Gallstones and gallbladder disease. Gallstones and gallbladder disease. 2003

(Diperoleh dari: http://www.healthandage.com/html/well_connected/pdf/doc10.pdf.

11. Roslyn JJ, Berquist WE, Pitt HA, Mann LL, Kangarloo H, DenBesten L, et al. Increased

risk of gallstones in children receiving total parenteral nutrition. Pediatrics 1983;

71(5):784-9.

12. Toscano E, Trivellini V, Andria G. Cholelithiasis in Down’s syndrome. Arch Dis Child

2001; 85:242-3.

Page 25: kolelitiasis.doc

13. Hendricks-Ferguson, Nelson MA. Treatment of cholelithiasis in children with sickle cell

disease. AORN Journal 2003; 77(6):1170-82.

14. Silva CP, Pereira-Lima JC, Oliveira AG, Guerra JB, Marques DL, Sarmanho L, et al.

Association of the presence of helicobacter ingallbladder tissue with cholelithiasis and

cholecystitis. Journal ofClinical Microbiology 2003;41(12):5615-8.

15. Bor O, Dinleyici EC, Kebapsi M, Aydogdu SD. Ceftriaxone-associated biliary sludge and

pseudocholelithiasis during childhood: aprospective study. Pediatrics International

2004;46:322-4.

16. Sakopoulos AG, Gundry S, Razzouk AJ, Andrews HG, Bailey LL. Cholelithiasis in

infant and pediatric heart transplant patients. Pediatr Transplantation 2002:6:231–4.

17. Shaffer EA, Gallbladder disease. In: Walker WA, Durie PR, Hamilton JR, Walker-Smith

JA, editors. Pediatrics gastrointestinal disorders. 3rd ed. Hamilton-Ontario: Bc Decker;

2000.p.1291-

1. 309.

18. Guyton AC, Hall JE. Secretory functions of the alimentary tract.In: Guyton AC, Hall JE,

editors. Textbook of medical physiology. 10th Ed. Philadelphia: W.B. Saunders

Company; 2000.p.749-53.

19. Pharma F. Practice manual cholestatic liver diseases. Revised Edition. Freiburg

Germany; 2004.

20. Sherwood L. The Digestive System. In: Sherwood L, editor.Human physiology from

cells to systems. Edisi ke-5. Australia:Thompson Brooks/cole; 2004.p.618-23.

21. Lugo-Vicente H. Infantile cholelithiasis. Pediatric Surgery Update 2004;23(5):1-3.

22. Jacobson IM. Gallstones. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editor. Current

Diagnosis & Treatment in Gastroenterology. 2rd ed. Boston: Mc Graw Hill, 2003.p.772-

83.

23. Vogt DP. Gallbladder Disease: An update on diagnosis and treatment. Cleveland Clinical

Journal of Medicine 2002;69(12):977-83.

24. El-Mouzan MI. Disorder of Biliary System. In: Elzouki AY, Harfi HA, Nazer HM,

editors. Textbook of clinical pediatrics. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins;

2001. p.1180-1.

Page 26: kolelitiasis.doc

25. Miltenburg DM, Schaffer R, Breslin T, Brandt ML. Changing indications for pediatrics

cholecystectomy. Pediatrics 2000;105(6):1250-3.