KOLANGITIS

23
KOLANGITIS PENDAHULUAN Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu. Charcot ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis, sebagai trias, yaitu demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas, yang dikenal dengan ’’Charcot triad’’. Charcot mendalilkan bahwa ’’empedu stagnan’’karena obstruksi saluran empedu menyebabkan perkembangan kolangitis. Obstruksi juga dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran empedu, yang membawa empedu dari hepar kekandung empedu dan usus. Bakteri yang sering dikultur pada empedu adalah Eschericia Coli, Klebsiella, Pseudomonas, Proteus, Enterococcus, Clostridium perfiringens, Bacteroides fragilis. Bakteri anaerob yang dikultur hanya sekitar 15% kasus. (1,2,4) Patofisiologi kolangitis sekarang ini dimengerti sebagai akibat kombinasi 2 faktor, yaitu cairan empedu yang terinfeksi dan obstruksi biliaris. Peningkatan tekanan intraduktal yang terjadi menyebabkan refluks bakteri ke dalam vena hepatik dan sistem limfatik perihepatik yang menyebabkan bakterimia. (3) Pada tahun 1959, Reynolds dan Dargon menggambarkan keadaan yang berat pada penyakit ini dengan menambahkan komponen syok sepsis dan gangguan kesadaran. (3, 4) ANATOMI DUKTUS SISTIKUS Duktus sistikus merupakan lanjutan dari vesika fellea, terletak pada porta hepatis yang mempunyai panjang kira-kira

description

fg

Transcript of KOLANGITIS

Page 1: KOLANGITIS

KOLANGITIS

PENDAHULUAN

Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu. Charcot

ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis, sebagai trias, yaitu demam,

ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas, yang dikenal dengan ’’Charcot triad’’.

Charcot mendalilkan bahwa ’’empedu stagnan’’karena obstruksi saluran empedu

menyebabkan perkembangan kolangitis.

Obstruksi juga dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran empedu, yang

membawa empedu dari hepar kekandung empedu dan usus. Bakteri yang sering dikultur pada

empedu adalah Eschericia Coli, Klebsiella, Pseudomonas, Proteus, Enterococcus,

Clostridium perfiringens, Bacteroides fragilis. Bakteri anaerob yang dikultur hanya sekitar

15% kasus.(1,2,4)

Patofisiologi kolangitis sekarang ini dimengerti sebagai akibat kombinasi 2 faktor, yaitu

cairan empedu yang terinfeksi dan obstruksi biliaris. Peningkatan tekanan intraduktal yang

terjadi menyebabkan refluks bakteri ke dalam vena hepatik dan sistem limfatik perihepatik

yang menyebabkan bakterimia.(3)

Pada tahun 1959, Reynolds dan Dargon menggambarkan keadaan yang berat pada

penyakit ini dengan menambahkan komponen syok sepsis dan gangguan kesadaran. (3, 4)

ANATOMI

  DUKTUS SISTIKUS

Duktus sistikus merupakan lanjutan dari vesika fellea, terletak pada porta hepatis yang

mempunyai panjang kira-kira 3-4 cm. Pada porta hepatis duktus sistikus mulai dari kollum

vesika fellea, kemudian berjalan ke postero-kaudal di sebelah kiri kollum vesika fellea. Lalu

bersatu dengan duktus hepatikus kommunis membentuk duktus koledokus. Mukosa duktus

ini berlipat-lipat terdiri dari 3-12 lipatan, berbentuk spiral yang pada penampang longitudinal

terlihat sebagai valvula disebut valvula spiralis (Heisteri).

  DUKTUS HEPATIKUS

Duktus hepatikus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister yang bersatu membentuk

duktus hepatikus komunis pada porta hepatis dekat pada processus papillaris lobus kaudatus.

Panjang duktus hepatikus kommunis kurang lebih 3 cm terletak disebelah ventral arteri

hepatika propria dexter dan ramus dexter vena portae. Bersatu dengan duktus sistikus

menjadi duktus koledokus.(5)

Page 2: KOLANGITIS

  DUKTUS KOLEDOKUS

Duktus koledokus mempunyai panjang kira – kira 7 cm dibentuk oleh persatuan

duktus sistikus dengan duktus hepatikus kommunis pada porta hepatis, dimana dalam

perjalanannya dapat dibagi menjadi tiga bagian (5)

Pada kaput pankreas duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus wirsungi

membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior pars desenden duodeni

membentuk suatu benjolan ke dalam lumen disebut papilla duodeni major.(5)

Gambar. 1. Anatomi saluran empeduETIOLOGI

Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah : koledokolitiasis, obstruksi struktur

saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bagaimanapun berat penyebab obstruksi,

kolangitis tidak akan terjadi tanpa cairan empedu yang terinfeksi. Kasus obstruksi akibat

keganasan hanya 25-40% yang hasil kultur empedunya positif. Koledokolitiasis menjadi

penyebab tersering kolangitis.(3,8)

Dalam beberapa tahun terakhir dengan semakin banyaknya pemakaian manipulasi

saluran biliaris invasif seperti kolangiografi, stent biliaris, untuk terapi penyakit saluran

biliaris telah menyebabkan pergeseran penyebab kolangitis. Selain itu pemakaian jangka

panjang stent biliaris seringkali disertai obstruksi stent oleh cairan biliaris yang kental dan

debris biliaris yang menyebabkan kolangitis.(3)

EPIDEMIOLOGI

Page 3: KOLANGITIS

Kolangitis merupakan infeksi pada duktus koledokus yang berpotensi menyebabkan

kesakitan dan kematian. Dilaporkan angka kematian sekitar 13-88%. Kolangitis ini dapat

ditemukan pada semua ras. Berdasarkan jenis kelamin, dilaporkan perbandingan antara laki-

laki dan perempuan tidak ada yang dominan diantara keduanya. Berdasarkan usia dilaporkan

terjadi pada usia pertengahan sekitar 50-60 tahun.

MANIFESTASI KLINIK

Walaupun gambaran klasik kolangitis terdiri dari trias, demam, ikterus, dan nyeri

abdomen kuadran kanan atas yang dikenal dengan trias Charcot, namun semua elemen

tersebut hanya ditemukan pada sekitar 50 persen kasus. Pasien dengan kolangitis supuratif

tampak bukan saja dengan adanya trias charcot tapi juga menunjukkan penurunan kesadaran

dan hipotensi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cameron, demam di temukan pada lebih

dari 90 persen kasus, ikterus pada 67 persen kasus dan nyeri abdomen hanya pada 42 persen

kasus.(3)

Dua hal yang diperlukan untuk terjadinya kolangitis yaitu adanya obstruksi aliran

empedu dan adanya bakteri pada duktus koledokus. Pada sebagian besar kasus, demam dan

mengigil disertai dengan kolangitis menandakan adanya bakteriemia. Biakan darah yang

diambil saat masuk ke rumah sakit untuk kolangitis akut adalah positif pada 40 sampai 50

persen pasien. Pada hampir semua serial Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae adalah

organisme tersering yang didapatkan pada biakan darah. Organisme lain yang dibiakan dari

darah adalah spesies Enterobacter, Bacteroides, dan Pseudomonas.

Dalam serial terakhir species Enterobacter dan Pseudomonas lebih sering ditemukan,

demikian juga isolat gram negatif dan spesies jamur dapat dibiak dari empedu yang

terinfeksi. Adapun organisme anaerobik yang paling sering diisolasi adalah Bacteroides

fragilis. Tetapi, anaerobik lebih jarang ditemukan pada serial terakhir dibandingkan saat

koledokolitiasis merupakan etiologi kolangitis yang tersering.(3,9)

DIAGNOSIS

Diagnosis kolangitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan

pemeriksaan penunjang.

A.    Anamnesis

Pada anamnesis penderita kolangitis dapat ditemukan adanya keluhan demam, ikterus,

dan sakit pada perut kanan atas. Beberapa penderita hanya mengalami dingin dan demam

dengan gejala perut yang minimal. Ikterus atau perubahan warna kuning pada kulit dan mata

didapatkan pada sekitar 80% penderita.(1,3,8)

B.     Pemeriksaan Fisis

Page 4: KOLANGITIS

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya demam, hepatomegali, ikterus,

gangguan kesadaran, sepsis, hipotensi dan takikardi. (4,9)

C.    Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada sebagian besar

pasien. Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000. Lekopeni atau trombositopenia

kadang – kadang dapat ditemukan, biasanya jika terjadi sepsis parah. Sebagian besar

penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi

pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk alkali fosfatase dan transaminase serum

juga meningkat yang menggambarkan proses kolestatik. (3, 4, 9)

Beberapa pemeriksaan radiologis pasien dengan kolangitis adalah:

1. Foto polos abdomen

Meskipun sering dilakukan pada evaluasi awal nyeri abdomen , foto polos abdomen

jarang memberikan diagnosis yang signifikan. Hanya sekitar 15% batu saluran empedu yang

terdiri dari kalsium tinggi dengan gambaran radioopak yang dapat dilihat. Pada peradangan

akut dengan kandung empedu yang membesar hidrops, kandung empedu kadang juga dapat

terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara

dalam usus besar, di fleksura hepatika.(3,13)

2. Ultrasonografi

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun

ekstrahepatik. Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau edema

karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal

kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara di dalam usus. Dengan ultrasonografi lumpur

empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi.(3,12,13)

Gambar. 2 Menunjukkan ultrasonografi dari duktus

Page 5: KOLANGITIS

intrahepatik yang mengalami dilatasi

3. CT-Scan

CT Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu kandung

empedu. Cara ini berguna untuk diagnosis keganasan pada kandung empedu yang

mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.

Gambar 3. CT scan yang menunjukkan dilatasi duktus biliaris (panah hitam) dan

dilatasi duktus pankreatikus (panah putih), dimana keduanya terisi oleh musin

4. ERCP

Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang menggunakan

lensa atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro intestinal. Endoscope Retrograde

Cholangiopancreotography (ERCP) dapat lebih akurat menentukan penyebab dan letak

sumbatan serta keuntungannya juga dapat mengobati penyebab obstruksi dengan

mengeluarkan batu dan melebarkan peyempitan.

Gambar. 4 Menunjukkan endoscope Cholangiopancreotography(ERCP) dimana menunjukkan duktus biliaris yang berdilatasi

pada bagian  tengah dan distal (dengan gambaran feeling defect)

Page 6: KOLANGITIS

 5. Skintigrafi

Skintigrafi bilier digunakan untuk melihat sistem bilier termasuk fungsi hati dan

kandung empedu serta diagnosa beberapa penyakit dengan sensitifitas dan spesifitas sekita

90% sampai 97%. Meskipun test ini paling bagus untuk melihat duktus empedu dan duktus

sistikus, namun skintigrafi bilier tidak dapat mengidentifikasi batu saluran empedu atau

hanya dapat memberikan informasi sesuai dengan letak anatominya. Agent yang digunakan

untuk melakukan test skintigrafi adalah derivat asam iminodiasetik dengan label 99mTc.

6. Kolesistografi oral

Metode ini dapat digunakan untuk melihat kerja dari sistem bilier melalui

prinsip kerja yang sama dengan skintigrafi tapi dapat memberikan informasi yang lebih jelas.

Pasien diberi pil kontras oral selama 12-16 jam sebelum dilakukan tes. Kemudian kontras tadi

diabsorbsi oleh usus kecil, lalu dibersihkan oleh hepar dan di ekskresi ke dalam empedu dan

dikirim ke kandung empedu.

7. Kolangiografi

Biasanya diindikasikan ada suatu saat dalam penatalaksanaan pasien dengan

kolangitis. Pada sebagian besar kasus, kolangiografi dilakukan untuk menentukan patologi

biliaris dan penyebab obstruksi saluran empedu sebelum terapi definitif. Jadi, kolangiografi

jarang diperlukan pada awal perjalanan kolangitis dan dengan demikian harus ditunda sampai

menghilangnya sepsi. Kekecualian utama adalah pasien yang datang dengan kolangitis

supuratif, yang tidak berespon terhadap antibiotik saja. Pada kasus tersebut, kolangiografi

segera mungkin diperlukan untuk menegakkan drainase biliaris. Kolangiografi retrograd

endoskopik ataupun kolangiografi transhepatik perkutan dapat digunakan untuk menentukan

anatomi atau patologi billiaris. Tetapi, kedua teknik tersebut dapat menyebabkan kolangitis

pada sekitar 5 persen pasien. Dengan demikian perlindungan antibiotik yang tepat harus

diberikan sebelum instrumentasi pada semua kasus.

DIAGNOSIS BANDING

1.      Kolesistitis akut

Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu

yang terjebak di dalam kantong Hartmann. Pada keluhan utama dari kolesistikus akut adalah

nyeri perut di kuadran kanan atas, yang kadang-kadang menjalar ke belakang di daerah

skapula. Biasanya ditemukan riwayat kolik dimasa lalu, yang pada mulanya sulit dibedakan

dengan nyeri kolik yang sekarang. Pada kolesistitis, nyeri menetap dan disertai tanda

rangsang peritoneal berupa nyeri tekan dan defans muskuler otot dinding perut. Kadang-

Page 7: KOLANGITIS

kadang empedu yang membesar dapat diraba. Pada sebagian penderita, nyeri disertai mual

dan muntah.7

2.      Pankreatitis

Pankreatitis adalah radang pankreas yang kebanyakan bukan disebabkan oleh

infeksi bakteri atau virus, akan tetapi akibat autodigesti oleh enzim pankreas yang keluar dari

saluran pankreas. Biasanya serangan pankreatitis timbul setelah makan kenyang atau setelah

minum alkohol. Rasa nyeri perut timbul tiba-tiba atau mulai secara perlahan. Nyeri dirasakan

di daerah pertengahan epigastrium dan biasanya menjalar menembus ke belakang. Rasa nyeri

berkurang bila pasien duduk membungkuk dan bertambah bila terlentang. Muntah tanpa mual

dulu sering dikeluhkan dan muntah tersebut sering terjadi sewaktu lambung sudah kosong.

Gambaran klinik tergantung pada berat dan tingkat radang. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan perut tegang dan sakit terutama bila ditekan. Kira-kira 90% disertai demam,

takikardia, dan leukositosis.7,9

3. Hepatitis Hepatitis merupakan salah satu infeksi virus pada hepar yang terdiri dari hepatitis

A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D dan hepatitis E. Hepatitis B merupakan hepatitis yang

paling sering terjadi. Keluhan utamanya yaitu nyeri perut pada kuadran kanan atas sampai di

ulu hati. Kadang disertai mual, muntah dan demam. Sekitar 90% kasus hepatitis merupakan

infeksi akut. Sebagian menjadi sembuh dan sebagian lagi menjadi hepatitis fulminan yang

fatal. (2, 9)

PENATALAKSANAAN

Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal adalah konservatif.

Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi dan perlindungan antiobiok dimulai.

Pasien yang sakit ringan dapat diterapi sebagai pasien rawat dengan antibiotik oral. Dengan

kolangitis supuratif dan syok septik mungkin memerlukan terapi di unit perawatan insentif

dengan monitoring invasif dan dukungan vasopresor.

Pemilihan awal perlindungan antibiotika empiris harus mencerminkan bakteriologi

yang diduga. Secara historis, kombinasi aminoglikosida dan penicillin telah dianjurkan.

Kombinasi ini adalah pilihan yang sangat baik untuk melawan basil gram negatif yang sering

ditemukan dan memberikan antivitas sinergistik melawan enterokokus. Penambahan

metronidazole atau clindamycin memberikan perlindungan antibakterial terhadap anaerob

bakteroides fragilis, jadi melengkapi perlindungan antibiotik. Perlindungan antibiotik jelas

diubah jika hasil biakan spesifik dan kepekaan telah tersedia.

Page 8: KOLANGITIS

Satu faktor yang seringkali dipertimbangkan dalam pemilihan antibiotik untuk terapi

kolangitis adalah konsentrasi obat yang terdapat dalam empedu. Secara teoritis antibiotik

saluran biliaris yang ideal harus merupakan antibiotik yang bukan saja mencakup organisme

yang ditemukan dengan infeksi saluran biliaris, tetapi juga yang dieksresikan dalam

konsentrasi tinggi ke dalam cairan empedu.

DEKOMPRESI BILIARIS

Sebagian besar pasien (sekitar 70 persen) dengan kolangitis akut akan berespon

terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan tes fungsi hati

kembali ke normal seringkali dalam 24 sampai 48 jam. Jika pasien tidak menunjukkan

perbaikan atau malahan memburuk dalam 12 sampai 24 jam pertama, dekompresi biliaris

darurat harus dipertimbangkan. Pada sebagian besar kasus, dekompresi biliaris segera paling

baik dilakukan secara non operatif baik dengan jalur endoskopik maupun perkutan. Yaitu:(2,3)

a. Penanggulangan sfingterotomi endoskopik

Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau malah semakin

buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk pengaliran empedu dan nanah serta

membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa nasobilier. Apabila batu

duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm, sfingterotomi endoskopik

mungkin tidak dapat mengeluarkan batu ini. Pada penderita ini mungkin dianjurkan litotripsi

terlebih dahulu.(7,12)

b.      Lisis batu

Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil pada batu

kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan pengobatan selama satu sampai dua

tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan kedalam kandung empedu dengan metil eter

berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif walaupun kerap disertai

dengan penyulit(7)

ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah penghancuran batu saluran

empedu dengan menggunakan berbagai jenis lithotripter yang dilengkapi dengan pencitraan

flouroskopi sebelum prosedur, diperlukan sfingterotomi endoskopik dan pemasangan kateter

nasobiliaris untuk memasukkan material kontras. Terapi dilanjutkan sampai terjadi

penghancuran yang adekuat atau telah diberikan pelepasan jumlah gelombang kejut yang

maksimum.(3, 7, 9)

c. PTBD ( Percutaneous Transhepatik Biliar Drainage)

Page 9: KOLANGITIS

Pengaliran bilier transhepatik biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai salah

satu alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi ikterus berat

pada obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa T pada

saluran empedu dapat juga dimasukkan koledokoskop dari luar untuk membantu mengambil

batu intrahepatik.(7,13)

ADAPUN PEMBEDAHAN-PEMBE DAHAN YANG DILAKUKAN :

A.    Kolesistektomi Terbuka

Karl Legenbach dari Jerman telah melakukan kolesistektomi elektif yang pertama

pada tahun 1882. Lebih dari satu abad kolesistektomi terbuka dijadikan standar untuk metode

terapi pembedahan pada sistem empedu. Kolesistektomi membutuhkan anestesi umum

kemudian dilakukan irisan pada bagian anterior dinding abdomen dengan panjang irisan 12 –

20 cm. (10)

Tekhnik operasi untuk kolesistektomi terbuka

Tidak ada aturan yang kaku tentang jenis insisi yang terbaik. Insisi digaris tengah,

paramedian kanan, transversal dan insisi subkostal dapat dilakukan, tergantung pada pilihan

ahli bedah. Kriteria penting adalah pemaparan yang adekuat untuk diseksi serta eksplorasi.

Pilihannya adalah insisi subkostal kanan (Kocher) sebagai salah satu insisi yang paling serba

guna dalam diseksi kandung empedu dan saluran empedu.(3,12)

Gambar insisi untuk pembedahan sistem bilierTerdapat sedikit perbedaan pendapat tentang pengangkatan kandung empedu secara

antegrad (diseksi dimulai di fundus) atau retrograd (diseksi dimulai di porta). Jika anatomi

porta tidak dikaburkan oleh peradangan yang parah, maka pilihannya adalah memulai diseksi

pada porta. Dengan traksi pada kandung empedu menggunakan klem yang dipasang di

fundus dan kantung Hartman, peritoneum yang menutupi segitiga Calot diinsisi dan

disisihkan dengan diseksi tumpul. Arteri sistikus diidentifikasi, diligasi ganda atau diklem

ganda, dan lalu dipotong, meninggalkan puntung sekurangnya 1sampai 2 mm.3

Page 10: KOLANGITIS

Gambar langkah-langkah teknik kolesistektomiPemotongan arteri mempermudah identifikasi saluran sistikus. Memperhatikan

anomali yang sering terjadi adalah penting pada tahapan ini. Anomali yang cukup sering

adalah masuknya saluran sistikus ke saluran hepatik kanan, anomali lain adalah masuknya

saluran hepatik asesorius kanan yang cukup besar ke saluran sistikus. Sangat penting bahwa

struktur saluran yang dipotong sampai anatomi sistem saluran yang tepat telah diketahui.

Persambungan saluran sistikus dengan saluran empedu harus ditunjukkan secara jelas. Jika

kandung empedu mengandung batu kecil atau lumpur, saluran sistikus diikat dengan jahitan

atau klem tunggal pada tempat keluarnya dari kandung empedu, untuk mencegah batu atau

lumpur masuk ke dalam saluran empedu selama diseksi. Menegakkan anatomi pada tahap

operasi ini dilakukan dengan kolangiografi operatif.(3,12)

* Kolangiografi operatif

Kolangiografi operatif dilakukan secara rutin karena dua alasan. Pertama, untuk

mendapatkan peta anatomik di daerah yang sering mengalami anomali. Kedua yang sama

pentingnya adalah untuk menyingkirkan batu saluran empedu yang tidak dicurigai, dengan

insidensi setinggi 5 sampai 10 persen.

Kolangiografi dilakukan dengan menggunakan salah satu dari sekian banyak kanula

kolangiografik yang dapat digunakan (Berci, Lehman, Colangiocath, dll). Pilihannya adalah

kolesistektomi terbuka adalah kanula Berci bersudut untuk mempermudah insersi dan fiksasi.

Insisi dibuat disaluran sistikus pada titik yang aman setelah persambungan sistikus dan

saluran empedu (biasanya sekurangnya 2,0 cm). Insisi harus cukup besar untuk memasukkan

kanula atau kateter, yang dapat diinsersikan jika empedu terlihat mengalir dari lumen. Kanula

lalu dipertahankan di tempatnya dengan hemoklip medium atau klem khusus. Material

kontras untuk kolangiografi adalah hypaque 25 persen. Sistem operasi yang paling disukai

untuk kolangiografi, menggunakan fluorokolangiografi dengan penguatan citra (image

intensifier) serta monitor televisi . Ini memungkinkan pengisian saluran empedu secara

lambat dan pemaparan multiple sistem saluran saat sedang diisi.(3,10)

* Laparoskopi Kolesistektomi

Page 11: KOLANGITIS

Kolesistektomi laparoskopi adalah cara yang invasif untuk mengangkat batu empedu

dengan menggunakan teknik laparoskopi. Prosedur menjadi populer pada tahun 1988 dan

telah berkembang dengan cepat. Indikasi untuk operasi adalah batu empedu, polip

simtomatik dan penyulit akibat batu. Kontraindikasinya adalah sepsis abdomen, gangguan

pendarahan, kehamilan dan tidak mampu melihat saluran empedu. Teknik ini adalah

perawatan yang singkat dan dapat kembali beraktifitas dengan normal. Penyulitnya adalah

adanya cidera saluran empedu, perdarahan, kebocoran empedu dan cidera akibat trokar (3)

Gambar 5 Lokasi kanula untuk kolesistektomi laparoskopi.

 Gambar 6. Lokasi kanula dan susunan awal untuk kolesistektomi laparoskopi

 

 

Page 12: KOLANGITIS

Gambar 7 . Kolesistektomi Laparoskopik

  Keterangan gambar :

A.    Tempat trokar

B.     Fundus ditahan/dipegang dan cephalad diretraksi untuk mengekspos/mengenai kandung

empedu proksimal dan ligamentum hepotoduadenale. Selain itu bagian posterolateral

infundibulum di retraksi untuk dapat mengenai segitiga Calot

C.     Segi tiga Calot dibuka dan leher kandungan empedu dan bagian duktus sistikus di diseksi.

Klip dipindahkan pada hubungan antara duktus sistikus dengan kandungan empedu

D.    Pembukaan kecil dibuat didalam duktus sistikus dan kateter kolangiogram di insersi

E.     Duktus sistikus dan arteri sistikus dibagi

F.      Gambar intraoperatif yang menunjukkan bagian lateral infundibulum kandungan empedu,

nampak segitiga Calot yang sudah didiseksi begitu juga dengan arteri sistikus

* Eksplorasi koledokus; laparoskopi eksplorasi duktus empedu

Umumnya, batu duktus empedu dideteksi intraoperatif dengan kolangiografi

intraoperatif atau ultrasonografi dan dilakukan dengan cara laparoskopi eksplorasi koledokus

yang merupakan bagian dari tekhnik kolesistetomi laparoskopi. Pasien dengan batu duktus

empedu dideteksi sebelum operasi, biasanya dengan klirens endoskopik. Namun, kurang

berhasil sehingga batu di duktus harus dilakukan dengan kolesistektomi.13

Jika batu pada duktus empedu kecil, mungkin dapat dibilas ke dalam duodenum

dengan mengalirkan saline melalui kateter kolangiografi setelah sfingter Oddi direlaksasikan

dengan glukagon. Jika irigasi (pengaliran) tidak berhasil, dapat dilakukan pemasangan kateter

balon melalui duktus sistikus dan turun ke duktus empedu.13

Page 13: KOLANGITIS

Gambar 8 laparoskopi eksplorasi duktus empedu. Laparoskopi eksplorasi koledokus.Keterangan Gambar :

I. Keranjang transistik dengan menggunakan fluoroskopi

A.    Keranjang digunakan sebagai tempat batu dan terbuka

B.     Batu ditempatkan dikeranjang kemudian dipindahkan dari duktus sistikus II. Koledoskopi transistik dan pemindahan batu

C.     Keranjang dilewati oleh beberapa saluran pada skopik dan batu dapat dilihat dibawahnya

D.    Batu entrapped

E.     Pernyataan dari koledoskopik

III. Koledoktomi dan pemindahan batu

F.      Insisi kecil dibuat pada duktus empedu

Page 14: KOLANGITIS

G.    Duktus empedu dibersihkan batunya dengan koledoskopik

H.    Pemasangan T. Tube dibagi kiri duktus empedu yang berhubungan dengan dinding abdomen

untuk dekompersi empedu

KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi dari penyakit kolangitis terutama yang derajat tinggi

(kolangitis supuratif) adalah sebagai berikut:

A.    Abses hati piogenik

Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada anak dan

dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada orang tua sebagai komplikasi

penyakit saluran empedu seperti kolangitis. Infeksi pada saluran empedu intrahepatik

menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangiolitis dengan akibat abses multiple.7

B.     Bakteremia , sepsis bakteri gram negatif(9)

Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah (25-40%). Komplikasi

bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi utama penyebab terjadinya

kolangitis adalah infeksi bakteri. Demam merupakan keluhan utama sekitar 10-15%.

C. Peritonitis sistem bilier

Kebocoran empedu dalam ruang peritoneal menyebabkan iritasi dan peritonitis. Jika

empedu terkena infeksi, maka akan menyebabkan peritonitis dan sepsis yang mempunyai

resiko tinggi yang sangat fatal.

D.          Kerusakan duktus empedu

Duktus empedu dapat dengan mudah rusak pada tindakan kolesistektomi atau pada

eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan anatominya. Kesalahan yang sangat fatal

adalah tidak mengetahui cara melakukan transeksi atau ligasi pada duktus.

E.           Perdarahan

Arteri hepatik dan arteri sistikus serta vaskularisasi hepar lainnya dapat mengalami

trauma dan perdarahan pada saat melakukan operasi. Perdarahan yang terjadi kadang susah

untuk dikontrol.

D. Kolangitis asendens dan infeksi lain

Kolangitis asendens adalah komplikasi yang terjadinya lambat pada pembedahan sistem

bilier yang merupakan anastomosis yang dibentuk antara duktus empedu dan usus besar

bagian asendens. Refluks pada bagian intestinal dapat berlanjut menjadi infeksi aktif

sehingga terjadi stagnan empedu pada sistem duktus yang menyebabkan drainase tidak

adekuat.

Page 15: KOLANGITIS

Komplikasi lain yang harus diperhatikan pada pembedahan sistem bilier adalah abses

subprenikus. Hal ini harus dijaga pada pasien yang mengalami demam beberapa hari setelah

operasi.

Komplikasi yang berhubungan dengan pemakaian kateter pada pasien yang diterapi

dengan perkutaneus atau drainase endoskopik adalah:

* Perdarahan (intra-abdomen atau perkutaneus)

* Sepsis

PROGNOSIS

Tergantung berbagai faktor antara lain :

  Pengenalan dan pengobatan diri

Pada kasus kolangitis dibutuhkan pengobatan antibiotik secara dini dan diikuti dengan

drainase yang tepat serta dekompresi traktus biliaris.

  Respon terhadap terapi

Semakin baik respon penderita kolangitis terhadap terapi yang diberikan (misalnya

antibiotik) maka prognosisnya akan semakin baik.

Namun sebaliknya, respon yang jelek akan memperberat penyakit tersebut.

  Kondisi Kesehatan Penderita

Sistem pertahanan tubuh penderita merupakan salah satu faktor yang menentukan

prognosis penyakit ini. Biasanya penderita yang baru pertama kali mengalaminya dan

berespon baik terhadap terapi yang diberikan, prognosisnya akan baik.9

DAFTAR PUSTAKA

1.      Debas, T. Haile, Gastrointestinal Surgery, Pathophysiology and Management, p : 208-203

2.      Sabiston C, Davidm Textbook of Surgery, WB. Sauders company, 1968, p : 1154 – 1161

3.      Cameron L, John, Terapi bedah Mutakhir, Edisi 4, Binarupa Aksaram Jakarta, 1997, hal :

476-479

4.      Shojamanes, Homayoun, Mo, Cholangitis, in : http:/www.emidicine.com7 2006, p : 1-10

5.      Luhulima, JW, dr, Prof, Abdomen, Anatomi II, Bagian Antomi FKUH, Makassar, 2001.

hal : 28-29

6.      Piutz R, Pabst R, Atlas Anatomi Manusia, Edisi 20, EGC, Jakarta, 1997, hal : 144-145

7.      De Jong, Wim, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997 hal : 776-778.

8.      Kaminstein, David, MD, Cholangitis, in : http://www.healthatoz.com 2006, p : 1-8

9.      Josh, J. Adams, Cholangitus, in http://www.emidiche.com 2006, p : 1-11

Page 16: KOLANGITIS

10.  Northon A, Jeffery, Balinger, Randal R, Chang EA, et al, Surgery Basic Science and Clinical

Evidence, Part I, New York, Sprinset Comp, 2000, p : 568-574

11.  Patel A, Lambiase L, Decarli. A, Fazel; A Pancreas, in : http://www.geogle.com, 2005. p : 1

– 5

12.  Burkitt G, Quick C, Gatt D. Management of gallstone disease in essensial surgery, second

edition, New York ; Churchill Livingstone, 1996, P : 215-220

13.  Brunicardi F, Andersen D, Billiar T, dkk. Cholangitis in Schwartz Principles of Surgery,

Eight edition, New York ; McGraw-Hill, 2000, p : 1203-1213

SKYDRUGZ: Refarat Kolangitis http://skydrugz.blogspot.com/2012/01/refarat-kolangitis.html#ixzz3McCfWWrF