kolangitis

24
Cholangitis ANATOMI Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung nya buntu dari kandung empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu. Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.

description

cholangitis

Transcript of kolangitis

Page 1: kolangitis

Cholangitis

ANATOMI

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang

terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya

sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.

Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Kandung empedu merupakan

kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati.

Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus

bentuknya bulat, ujung nya buntu dari kandung empedu. Korpus merupakan bagian

terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung

empedu.

Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu

yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran

yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus komunis.

Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.

Page 2: kolangitis

Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,

karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu

mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil

dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu

membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan

melalui membran mukosa intestinal.

Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan

yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran

hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

2

Page 3: kolangitis

I. Definisi

Kolangitis adalah salah satu dari dua komplikasi utama batu choledochal, yang

lainnya adalah batu empedu pankreatitis. Kolangitis akut adalah infeksi bakteri yang

berkaitan dengan sumbatan sebagian atau seluruh dari saluran-saluran empedu.

Empedu hati adalah dalam kondisi steril, dan di dalam saluran empedu disimpan

secara steril oleh aliran empedu terus menerus dan dengan adanya zat antibakteri dari

dalam empedu, seperti imunoglobulin. Sumbatan mekanik aliran empedu

memfasilitasi kontaminasi bakteri. Biakan positif empedu adalah hal yang biasa,

adanya batu di duktus empedu serta penyebab lain dari sumbatan.

Batu empedu adalah penyebab paling umum dari obstruksi di kolangitis;

Penyebab lainnya adalah striktur jinak dan ganas, parasit, instrumentasi dari saluran-

saluran dan sebagian sumbatan biliary-enteric anastomosis. Organisme yang paling

umum dari cairan empedu pada pasien dengan cholangitis adalah Escherichia coli,

Klebsiella pneumoniae, Streptococcus faecalis, Enterobacter, dan Bacteroides fragilis.

II. Etiologi

Kholangitis dapat disebabkan oleh berbagai keadaan patologis yang semuanya

akan berakhir dengan stasis aliran cairan empedu dan akhirnya terjadi infeksi oleh

bakteri akibat adanya multiplikasi yang meningkat pada sistem bilier. Berbagai jenis

etiologi dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1. : Etiologi Kholangitis

Choledocholithiasis

Striktur sistem bilier

Neoplasma pada sistem bilier

Komplikasi iatrogenik akibat manipulasi "CBD" (Common Bile Duct)

Parasit : cacing Ascaris, Clonorchis sinensis

Pankreatitis kronis

Pseudokista atau tumor pankreas

Stenosis ampulla

3

Page 4: kolangitis

Kista Choledochus kongenital atau penyakit Caroli

Sindroma Mirizzi atau Varian Sindroma Mirizzi

Diverticulum Duodenum

Batu saluran empedu adalah penyebab terbanyak (hampir 90%), yang kemudian

disusul oleh striktur sistem bilier dan tumor pada sistem bilier. Di negara-negara Asia

Tenggara dan Cina cacing tidak jarang ditemukan sebagai penyebab, walaupun jenis

cacing yang ditemukan berbeda-beda.

III. Patofisiologi

Dalam keadaan normal sistem bilier steril dan aliran cairan empedu tidak

mengalami hambatan sehingga tidak terdapat aliran balik ke sistem bilier. Kholangitis

terjadi akibat adanya stasis atau obstruksi di sistem bilier yang disertai oleh bakteria

yang mengalami multiplikasi. Obstruksi terutama disebabkan oleh batu "CBD" ,

striktur, stenosis, atau tumor , serta manipulasi endoskopik "CBD". Dengan demikian

pasase empedu menjadi lambat sehingga bakteri dapat berkembang biak setelah

mengalami migrasi ke sistem bilier melalui vena porta, sistem limfatik porta ataupun

langsung dari duodenum. Oleh karena itu akan terjadi infeksi secara asenderen

menuju duktus hepatikus, yang pada akhirnya akan menyebabkan tekanan intrabilier

yang tinggi dan melampaui batas 250 mmH20. Oleh karena itu akan terdapat aliran

balik empedu yang berakibat terjadinya infeksi pada kanalikuli biliaris, vena

hepatika dan limfatik perihepatik, sehingga pada gilirannya akan terjadi bakteriemia

yang bisa berlanjut menjadi sepsis (25-40%).

Terdapat berbagai bentuk patologis dan klinis kholangitis yaitu :

1. Kholangitis dengan cholecystitis : Pada keadaan ini tidak ditemukan obstruksi

pada sistem bilier, maupun pelebaran dari duktus intra maupun ekstra hepatal.

Keadaan ini sering disebabkan oleh batu "CBD" yang kecil, kompresi oleh vesica

4

Page 5: kolangitis

felea / kelenjar getah bening / inflamasi pankreas, edema/spasme sphincter Oddi,

edema mukosa "CBD", atau hepatitis.

2. "Acute Non Suppurative Cholangitis" : Terdapat baktibilia tanpa pus pada sistem

bilier yang biasanya disebabkan oleh obstruksi parsial.

3. "Äcute suppurative cholangitis" : "CBD" berisi pus dan terdapat bakteria, namun

tidak terdapat obstruksi total sehingga pasien tidak dalam keadaan sepsis.

4. "Obstructive Acute Suppurative Cholangitis" : Di sini terjadi obstruksi total sistem

bilier sehingga melampaui tekanan normal pada sistem bilier yaitu melebihi 250

mm H20 sehingga terjadi bakterimia akibat reflluk cairan empedu yang disertai

dengan influks bakteri ke dalam sistem limfatik dan vena hepatika.

5. Apabila bakteriemia berlanjut maka akan timbul berbagai komplikasi yaitu sepsis

berlarut, syok septik, gagal organ ganda yang biasanya didahului oleh gagal ginjal

yang disebabkan oleh sindroma hepatorenal, abses hati piogenik (sering multipel)

dan bahkan peritonitis. Jika sudah terdapat komplikasi, maka prognosisnya

menjadi lebih buruk. Beberapa kondisi yang memperburuk prognosis adalah

sebagai berikut

Tabel 2. : Faktor yang meningkatkan mortalitas

Umur

Febris

Lekositosis

Syok Septik

Kultur darah (+)

Gangguan sistem phagositosis

Immunosuppresi

Adanya Neoplasma hepar

Obstruksi intrahepatal multipel

Penyakit hepar kronis

Abses hepar

5

Page 6: kolangitis

IV. Bakteriologi

Adanya infeksi bakteri merupakan hal yang penting di dalam patogenesis

Kholangitis. Sesuai dengan rute infeksi yang telah diuraikan sebelumnya, maka jenis

bakteri yang dapat ditemukan pada kultur cairan empedu maupun darah adalah yang

terbanyak berturut-turut yaitu bakteri gram negatif, anaerob dan gram positif yang

terutama berasal dari usus halus. Tabel 2. Memperlihatkan berbagai jenis bakteri yang

dapat ditemukan pada kultur empedu maupun darah.

Tabel 3. :Bakteriologi Kholangitis Akut

EMPEDU

Cholecystitis Kholangitis Keduanya Darah

Escherichia coli 31% 26% 44% 26 %

Enterococcus 18% 11% 13% 9%

Klebsiella spp 15% 12% 11% 14%

Pseudomonas spp 6% 5% 5% 9%

Enterobacter spp 2% 5% 4% 1%

Staphylococcus 0.3% 3% 3% 9%

Bacteriodes spp 3% 4% 4% 2%

Clostridium spp 2% 4% 3% 0.3%

Toloza EM & Wilson SF. In: Fry DE (ed). Surgical Infections 1995

6

Page 7: kolangitis

Terdapat berbagai faktor yang dapat dijadikan prediktor terjadinya baktibilia

sebagaimana tercantum pada tabel3.

Tabel 4. : Faktor-faktor prediktor terjadinya baktibilia.

Umur > 60 tahun

Febris > 37.30 C

Bilirubin Total > 8.6 mol/L

Lekositosis > 14.000/mm3

Episode cholecystitis akuta atau Kholangitis yang baru lalu

Kanulasi bilier atau prosedur by pass

Diabetes mellitus

Hyperamylasemia

Obesitas

Toloza EM & Wilson SF. In: Fry DE (ed). Surgical Infections 1995

V. Diagnosis

Diagnosis kholangitis akut dapat ditegakkan secara klinis yaitu dengan

ditemukannya "Charcot’s Triad " yang terdiri dari nyeri di kuadran kanan atas, ikterus

dan febris yang dengan/tanpa menggigil. Namun demikian, kurang dari 50 % kasus

ditemukan ketiganya secara bersamaan. Adapun frekuensi gejala-gejala dan tanda-

tanda yang dapat ditemukan adalah :

Febris > 38 C : 87 - 90 %

Nyeri abdomen : 40 %

Ikterus : 65 %

Tidak ditemukannya ketiga tanda tersebut secara bersamaan terutama

disebabkan oleh obstruksi saluran empedu yang tidak komplit. Apabila keadaan

penyakit menjadi lebih berat yaitu disertai oleh sepsis atau syok maka akan ditemukan

7

Page 8: kolangitis

"Reynold’s Pentad" yang ditandai oleh Charcot’s triad ditambah dengan "Mental

confusion / Lethargy" dan syok. Keadaan ini terjadi pada 10 - 23 % pasien. Perubahan

tersebut disebabkan oleh obstruksi total saluran empedu sehingga tekanan yang

meningkat menyebabkan refluks aliran empedu sehingga bakteri dapat mencapai

sistem pebuluh darah sistemik dan terjadi sepsis. Oleh karena itu pada keadaan ini

perlu segera dilakukan drainase untuk mengadakan dekompresi dan pengendalian

terhadap sumber infeksi.

Pemeriksaan alat bantu terutama berguna untuk mencari kemungkinan etiologi

Kholangitis yang sangat menentukan jenis terapi yang harus dilakukan sebagai terapi

pembedahan definitif maupun untuk tujuan dekompresi sementara. Pemeriksaan yang

dilakukan adalah:

USG hepatobilier dan pankreas :

Dapat ditemukan "CBD" yang berdilatasi.

Kemungkinan disertai dengan batu "CBD".

CT.Scan lebih sensitif dan spesifik dari pada USG dan memberikan gambaran :

Batu "CBD".

Tumor sistem bilier atau pankreas

Batu pada sistem bilier intrahepatal

Adanya atrofi pada hepar

Abscess pada hepar (biasanya multipel bila penyebab batu)

MRI Cholangiografi : Pemeriksaan ini sangat sensitif dan spesifik, serta akurat,

yaitu masing-masing 91.6 %,: 100 %, dan 96.8 %. Kelebihan alat ini adalah non

invasif, dapat dilakukan hampir semua usia dan dapat membedakan jenis batu

cholesterol dari jenis lainnya secara jelas.

Cholangiography : Menimbulkan morbiditas 1-7 % dan mortalitas 0,25%, oleh

karena itu sebaiknya dihindari, kecuali disertai oleh tindakan dekompresi yang

dilakukan bersama-sama. Dapat dilakukan secara ERCP (Endoscopic Retrograde

Choalngio Pancreatography) ataupun PTC (Percutanues Transhepatic

Cholangiography).

Cholescintigraphy dengan HIDA :

8

Page 9: kolangitis

- Menunjukkan "Liver uptake"

- Tidak terdapat visualisasi kandung empedu, CBD, maupun usus halus oleh

karena adanya obstruksi total.

Laboratorium, menunjukkan perubahan-perubahan sebagai berikut :

Leukositosis > 10.000 / mm3 : 33-80%

Serum bilirubin 2-10 mg / dl : 68-76 %

Alkali phosphatase 2-3x normal pada 90%

C-reactive protein : Biasanya ditemukan peningkatan

VI. Penatalaksanaan :

Mengingat mortalitas yang tinggi jika terapi bedah dilakukan pada saat emergensi,

maka langkah awal pengobatan Kholangitis akut adalah sebagai berikut :

Perbaikan keadaan umum :

Pasien dipuasakan

Dekompressi dengan NGT ("Naso Gastric Tube")

Pemasangan infus dan dilakukan rehidrasi

Dilakukan koreksi kelainan elektrolit

Pemberian antibiotika parenteral

Dengan melakukan tindakan tersebut, 80-85 % pasien akan mengalami

perbaikan, sehingga dalam periode berikutnya (dalam 48 - 72 jam) dapat dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan diagnosis penyebabnya dan menentukan

jenis operasi definitifnya.

Pada 15 % kasus terapi medikamentosa tidak berhasil memperbaiki keadaan umum

penderita, sehingga tindakan dekompresi emergensi diperlukan dan dapat dilakukan

dengan cara :

Pembedahan terbuka

Drainase secara endoskopik

9

Page 10: kolangitis

Drainase perkutan sistem bilier

Setelah terapi medikamentosa dan suportif lainnya berhasil memperbaiki keadaan

umum, maka tindakan bedah untuk dekompresi dapat dilakukan secara elektif dan

pada umumnya yang dilakukan adalah :

Cholecystectomy + Eksplorasi “CBD” +/- Drainase T-tube , +/- choledocho-

enterostomy

Mortalitas pada berbagai tindakan baik bedah maupun non bedah adalah sebagai

berikut :

• Terapi konservatif tanpa drainase menimbulkan angka mortalitas antara 40-100

%.

• Tindakan dekompresi secara bedah secara keseluruhan akan menunjukkan angka

mortalitas antara 2 – 13 % dan morbiditasnya adalah 12 – 21 %.

• Drainase secara endoskopik akan disertai oleh tingkat mortalitas antara 1 – 13

%, dan morbiditas 4 – 24 %.

• Terapi invasif minimal dengan teknik “Percutaneus Transhepatic

Cholangiography Drainage” (PTCD) menunjukkan mortalitas yang rendah yaitu

0.05 – 7.00 %, namun morbiditasnya sangat bervariasi yaitu 4 – 80 %.

• Jika penyebabnya adalah neoplasma maligna primer maka :

Angka mortalitas tindakan pembedahan adalah sampai dengan 40 %, namun

jika sudah terdapat metastasis yang ekstensif maka akan meningkat menjadi

59 %.

Drainase endoskopik akan memberikan tingkat mortalitas sampai dengan 46

%.

10

Page 11: kolangitis

Terapi antibiotika parenteral adalah merupakan hal yang penting pula, sehingga

pemilihan jenis antibiotika yang tepat secara empirik adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Jenis antibiotika parenteral pilihan secara empirik .

Cholecystitis Akuta :

- Aminoglikosida - penicillin

- Penicillin spektrum luas

- Cephalosporin generasi ketiga

Kholangitis Akuta :

- Penicillin spektrum luas

- Aminoglikosida – penicillin

- Cephalosporin generasi ke-tiga

- Imipenem-cilastatin

- Cephalosporin generasi ke-dua

Prophylaxis :

- Cephalosporin generasi ke-dua

- Penicillin spektrum luas

Hadirnya cephalosporin generasi ke-tiga adalah suatu langkah maju di dalam

terapi infeksi bakteri, namun demikian penggunaannya harus tepat. Jenis ini

mempunyai spektrum antibakteri yang kuat terhadap Eschericia coli, Klebsiela,

enterococci dan bakteri anaerob seperti Bacteroides yang merupakan bakteri yang

paling sering ditemukan di dalam cairan empedu dan menyebabkan peningkatan

pembentukan batu pada sistem saluran empedu. Yang dimasukkan ke dalam

kelompok ini adalah Cefotaxime, Ceftriaxone, dan Ceftizoxine karena memiliki

indikasi klinis dan spektrum antibiotika yang sama.

Dari ketiga cephalosporin tersebut di atas, tampaknya Ceftriaxone merupakan pilihan

terbaik mengingat beberapa keuntungan sebagai berikut :

1. Penetrasi jaringan 24 jam dan konsentrasi bilier cukup tinggi.

11

Page 12: kolangitis

2. Proteksi 24 jam dengan dosis 1 gram sekali pemberian /hari.

3. “ Dual Excretion” yaitu pada renal dan hepar, menambah keamanan.

4. Aktifitas bakterisidal cukup luas.

5. Keuntungan farmakoekonomik dari segi biaya keseluruhan dan beban kerja staf

rumah sakit.

6. Efek samping yang rendah.

7. Dosis 1 kali sehari terbukti efektif secara klinis.

Pada kasus yang disertai oleh peningkatan bilirubin yang melebihi 5.0 mg/dl ,

penggunaan Aminoglikosida harus dihindari karena resiko nephrotoksik yang

semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh sensitasi ginjal oleh karena perfusi ginjal

yang menurun, peningkatan bilirubin dan garam empedu lainnya, dan adanya

endotoksemia bakteri gram negatif.Baktibilia dapat tetap bertahan walaupun obstruksi

telah berhasil diatasi. Keadaan ini dapat disebabkan oleh bakteri jenis anaerob, bakteri

yang resisten terhadap antibiotika, bakteri gram negatif, dan jamur.Sebagaimana telah

diuraikan sebelumnya, penyebab terbanyak adalah choledocholitihiasis, dan oleh

karena itu pengelolaannya akan dibahas lebih mendalam sebagaimana tercantum pada

gambar 5. di bawah ini.

Gambar 5. : Algoritme sebagai strategi pada penanganan batu “CBD”.

12

Page 13: kolangitis

Dengan demikian, sesuai dengan skema tersebut di atas maka pilihan di dalam

pengelolaanya terdapat dua jenis tindakan yaitu “ One Step Approach” dan “Two Step

Approach” Tindakan mana yang dipilih, haruslah berdasarkan pertimbangan

ketersediaan fasilitas yang ada, ketrampilan ahli bedah yang menanganinya dan

tentunya biaya yang harus dikeluarkan untuk pengelolaannya. Terdapat keuntungan

maupun kerugian dua teknik tersebut .

Tabel 6. : Perbandingan keuntungan dan kerugian dengan dua teknik.

One-step approach Two-step approach

LC+LTCDCBDE LC + pre/post-op ERS

Advantages Advantages

- Lower costs - Shorter operating time

- Shorter hospital stay - Less technically

demanding

- Potentially decreased morbidity - Requires less equipment

Disadvantages Disadvantages

- More technically demanding - Longer hospital stay

- Requires expensive equipment - Increased total costs

- Longer operative time - Potentially increased

morbidity

13

Page 14: kolangitis

- Increased operating room cost - Two separate procedure

Rosenthal RJ et al. World J Surg 1998; 22: 1125-1132

Gambar 6. : Teknik Pengelolaan batu CBD satu tahap

Pada teknik pengelolaan satu tahap, setelah mengalami perbaikan keadaan

umum pasien dilakukan operasi cholecystectomy per laparoskopi dan kholangiografi

intraoperatif. Jika tidak ditemukan batu CBD atau hambatan dalam aliran zat kontras

ke dalam duodenum maka cholecystectomy saja telah cukup. Namun jika ditemukan

batu CBD maka tindakan selanjutnya bergantung pada ukuran batu yang ditemukan.

Jika batu ditemukan berukuran kecil yaitu < 0,9 mm maka dapat dilakukan eksplorasi

saluran empedu trancystic dengan laparoskopi jika sarana dan keahlian tersedia.

Apabila batu berukuran > 0,9 mm maka dilakukan choledochotomy perlaparoskopi

atau eksplorasi saluran empedu secara terbuka. Keuntungan cara ini adalah lama

rawat yang pendek, biaya yang rendah, dan morbiditas yang lebih rendah, namun

memerlukan ketrampilan laparoskopi yang tinggi dan peralatan yang lengkap dan

mahal, serta waktu operasi yang lebih lama.

14

Page 15: kolangitis

Gambar 7. : Teknik Pengelolaan dua tahap

Pasien-pasien cholangitis yang disebabkan oleh choledocholithiasis tidak

jarang memiliki resiko tinggi operasi sehingga sering kali teknik dua tahap lebih tepat

dilakukan karena tindakan awal bisa berupa terapi bedah invasif yang minimal dan

tidak memerlukan waktu operasi yang lama. Jika setelah tindakan invasif menimal

seperti ERCP/ERS batu penyebab sumbatannya dapat dihilangkan maka tindakan

cholecystectomy dapat dilakukan setelah keadaan umum pasien menjadi lebih baik.

Terlebih lagi, jika setelah ekstraksi batu melalui teknik ERCP masih terdapat batu,

maka selanjutnya dilakukan eksplorasi saluran empedu secara terbuka untuk sekaligus

dilakukan cholecystectomy dan pengangkatan batu empedu yang tertinggal. Pilihan

tindakan yang lain adalah dilakukan terlebih dahulu cholecystectomy per laparoskopi

jika tidak terdapat resiko tinggi operasi, baru kemudian dilakukan ERCP untuk

mengambil batu saluran empedu yang tertinggal. Keuntungan pendekatan ini adalah

waktu operasi yang relatif lebih singkat, tidak membutuhkan peralatan dan keahlian

yang terlalu tinggi, namun terdapat kerugian yaitu memerlukan waktu rawat yang

lebih lama dan morbiditas yang lebih tinggi.

15

Page 16: kolangitis

Pilihan pendekatan mana yang dipilih tentunya bergantung kepada terutama

sarana dan keahlian yang tersedia, serta perawatan yang intensif yang melibatkan

berbagai disiplin ilmu yang terkait seperti ilmu bedah, penyakit dalam, radiologi, dan

anestesiologi.

Daftar Pustaka

1. FC Brunicardi, DK Andersen et al., 2007. Schwartz Principle’s of Surgery, 18 th

Ed. Mc Graww Hill Companies.

2. Benjamin I.S., Benign and Malignant Lesions of the Biliary Tract, in Garden O.J.

(Ed), Hepatobiliary and Pancreatic Surgery, W.B. Saunders Company Ltd.1999 :

201 - 219.

3. Csendes A., Burdiles P., Diaz J.C., Present Role of Classic Open

Choledochostomy in the Surgical Management of Patients with Common Bile

Duct Stones, World Journal of Surgery 1998; 22 : 1167 - 1170.

4. Moston R.W., Menzies D., Gallstones in Garden O.J. (Ed), Hepatobiliary and

Pancreatic Surgery, W.B. Saunders Company Ltd.1999 : 175- 197.

5. Navarrete C.G., Castillo C.T., Castillo P.Y., Choledocholithiasis : Percutaneus

Treatment, World Journal of Surgery 1998; 22 : 1151 - 1154.

16

Page 17: kolangitis

6. Pitt H.A., Longmire W.P., Suppurative Cholangitis, in Hardy J.D. (Ed), Critical

Surgical Illness, Second Edition, W.B. Saunders Company, 1980 : 380 - 408.

7. Raraty M.G.T., Finch M., Neoptolemos J.P., Acute Cholangitis and Pancreatitis

Secondary to Common bile Duct Stones : Management Update, World J Surg

1998; 22: 1151 - 1161.

8. Rosenthal R.J., Rossi R.L., Martin R.F., Options and Strategies for Management

of Choledocholithiasis, World J Surg 1998; 22: 1125-1132.

9. Toloza EM & Wilson SF. Cholecystitis and Cholangitis, In: Fry DE (ed). Surgical

Infections, 1995 : 251 - 260.

10. Thistle J.L., Pathophysiology of Bile Duct Stones, World Journal of Surgery

1998; 22 : 1114 - 1118.

17