Kode/Nama Rumpun Ilmu : 353 /Analis Kesehatan LAPORAN...
Transcript of Kode/Nama Rumpun Ilmu : 353 /Analis Kesehatan LAPORAN...
1
Kode/Nama Rumpun Ilmu : 353 /Analis Kesehatan
LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING
SEDIAAN “RAJALOM” (RAMUAN JAMU LOMBOK) TERHADAP KADAR
ASAM URAT PLASMA DAN URIN, SERTA GAMBARAN HISTOPATOLOGI
AORTA RATTUS NOVERGICUS
OLEH
Ketua Peneliti : Maruni Wiwin Diarti,S.Si,M.Kes
Nip. 197401151994012001
Anggota peneliti 1 : Rohmi,S.Si,M.Si Nip. 196912311989031006
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2016
2
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : SEDIAAN“RAJALOM” (RAMUAN JAMU LOMBOK)
TERHADAP KADAR ASAM URAT PLASMA DAN
URIN, SERTA GAMBARAN HISTOPATOLOGI
AORTA RATTUS NOVERGICUS
Peneliti : Maruni Wiwin Diarti,S.Si,M.Kes
NIP : 197401151994012001
NIDN : 4015017401
Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
Program Studi : Prodi D.IV Analis Kesehatan
Nomor HP : 087865117411
Alamat surel (e-mail : [email protected]
Anggota (1) : Rohmi,S.Si,M.Si
NIP : 196912311989031006
NIDN : 4031126412
Program Studi : D.IV Analis Kesehatan
Penaggung Jawab : Ketua Peneliti (Yunan Jiwintarum,S.Si,M.Kes)
Tahun Pelaksanaan : 2016
Biaya Penelitian : Rp. 31.500.000,-
Mataram, 18 November 2016
Ketua Peneliti
Maruni Wiwin Diarti,S.Si,M.Kes
Nip. 197401151994012001
Mengetahui,
Kepala Unit Penelitian Poltekkes
Mataram Kemenkes RI
(Maruni Wiwin Diarti,S.Si,M.Kes)
NIP.107401151994012001
Mengesahkan, 18 November 2016
Direktur Poltekkes Mataram Kemenkes RI
(H. Awan Dramawan,S.Pd,M.Kes
NIP. 196402081984011001
3
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-
Nya sehingga pembuatan Laporan Akhir skema penelitian Hibah bersaing Poltekkes Mataram
Tahun Anggaran 2016 dengan judul “SEDIAAN “RAJALOM” (RAMUAN JAMU
LOMBOK) TERHADAP KADAR ASAM URAT PLASMA DAN URIN, SERTA
GAMBARAN HISTOPATOLOGI AORTA RATTUS NOVERGICUS” ini dapat
terselesaikan. Dalam kesempatan ini perkenankanlah kami menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar - besarnya kepada :
1. Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Kesehatan RI atas
dukungan Dana Penelitian.
2. Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram atas dukungan, dorongan dan
kesempatan untuk melaksanakan penelitian ini.
3. Pakar Pusat dan Tim seleksi Program Pengembangan Penelitian Poltekkes Kemenkes
4. Ketua Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram atas
kesempatan, dukungan moril dan material yang diberikan.
5. Kepala Unit Penelitian Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram atas saran dan
bantuannya selama seleksi Laporan Kemajuan sampai selesainya pelaksanaan
penelitian ini.
6. Panel pakar yang telah banyak memberikan informasi dan saran untuk kelancaran
pelaksanaan dan penyusunan Laporan Kemajuan penelitian ini.
7. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang ikut berpartisipasi
dalam penelitian ini.
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan Laporan
Kemajuan ini, terutama metodologi dan substansi dari Laporan Kemajuan ini, sehingga
hasilnya diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan Negara.
Mataram, 18 November 2016
Tim peneliti
4
ABSTRAK
SEDIAAN “RAJALOM” (RAMUAN JAMU LOMBOK) TERHADAP KADAR ASAM
URAT PLASMA DAN URIN, SERTA GAMBARAN HISTOPATOLOGI AORTA
RATTUS NOVERGICUS
Latar belakang : Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Prevalensi
hiperuricemia yang meningkat pesat di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir.
Hiperuricemia diketahui menjadi penyebab radang sendi, yang disebut dengan gout artritis,
oleh karena itu perlu penatalaksanaan pengobatan menggunakan bahan – bahan alam.
Tujuan : Mengkaji aktivitas ramuan khas Lombok “Rajalom” terhadap kadar asam urat
pada plasma dan urin serta mempengaruhi gambaran histopatologi aorta pada hewan coba
Rattus novergicus dengan hiperuricema diinduksi diet tinggi kolesterol dan purin.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian pre eksperimental dengan desain rancangan acak
lengkap (post test only design). Penelitian ini menggunakan hewan coba Rattus norvegicus
yang diinduksi dengan diet tinggi purin dan koleterol dikombinasi potasium oksanat IP 42
mg/200 kkBB tikus. Tikus putih dibagi menjadi 8 kelompok. Tikus putih hiperurecemia
diberikan perlakuan pemberian aquades per sonde untuk kelompok kontrol negatif, alopurinol
1,8 mg/200 gram BB Tikus untuk kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan
diberikan ramuan khas Lombok “Rajalom”. Pada akhir perlakuan diambil sampel darah, urin
dan aorta untuk pemeriksaan kadar asam urat plasma, kadar asam urat urin dan gambaran
histopatologi aorta.
Hasil : Pemberian Ramuan jamu dari Lombok Rajalom selama 7 dan 14 hari mampu
menurunkan kadar asam urat plasma hewan coba dengan rentang antara dan 45,7 %- 77,27
%, sedangkan pada kelompok kontrol positif / Allopurinol mampu menurunkan sampai
dengan 86 % pada hari ke 14. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kelompok
perlakuan terhadap kadar asam urat plasma hewan coba pada hari ke 7 dan hari ke 14. Tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar asam urat sebelum perlakuan dengan
sesuadah perlakuan pada semua kelompok penelitian.Tidak dapat dievaluasi dan dianalisis
pengaruh ramuan khas lombok Rajalaom terhadap kadar asam urat urin. Pemberian induksi
dengan pakan tinggi lemak/purin selama 3 minggu pada hewan coba tikus (Rattus
Novergicus) tidak menimbulkan terbentuknya plak aterosklerosis.
Kesimpulan : Pemberian Ramuan jamu dari Lombok Rajalom selama 7 dan 14 hari mampu
menurunkan kadar asam urat plasma hewan.
Kata Kunci : Aorta, Rajalom”, Kadar asam urat, Plasma, Urine, Rattus novergicus
5
ABSTRACT
"RAJALOM" (HERB HERBAL LOMBOK) LEVELS OF PLASMA AND URINE
GOUT, AND PICTURE HISTOPATHOLOGY AORTIC RATTUS NOVERGICUS
Background: uric acid is the end product of purine metabolism. The prevalence of
hyperuricemia increased rapidly around the world in recent decades. Hyperuricemia known
to be a cause of arthritis, called gouty arthritis, therefore it is necessary to use medical
mismanagement materials - natural materials.
Objective: assess the activities typical herb Lombok "Rajalom" against uric acid levels in
plasma and urine as well as affect the histopathologic picture of the aorta in animals induced
hiperuricema Rattus novergicus with a diet high in cholesterol and purine.
Methods: This study was pre-experimental design completely randomized design (post-test
only design). This research uses experimental animals Rattus norvegicus induced by a diet
high in purine and potassium combined koleterol IP oksanat 42 mg / 200 kkBB mice. White
mice were divided into 8 groups. Hiperurecemia white rats given distilled water per sonde
treatment provision for the negative control group, allopurinol 1.8 mg / 200 gram rat BB to
the positive control group and the treatment group was given a distinctive herb Lombok
"Rajalom". At the end of the treatment blood samples, urine and aorta to the examination of
plasma uric acid levels, urine uric acid levels and histopathological picture aorta.
Results: delivery of herbal potion of Lombok “Rajalom” for 7 and 14 days can lower uric
acid levels in plasma of experimental animals with a range between 45.7% and - 77.27%,
while the positive control group / Allopurinol able to lose up to 86% on the day 14. There is a
significant relationship between treatment groups on levels of plasma uric acid test animals
on day 7 and day 14. There were no significant differences between uric acid levels prior to
treatment with after research. No treatment in all groups can be evaluated and analyzed the
effect of typical chili concoction “Rajalaom” against uric acid levels in the urine. Giving
induced by feeding a high-fat / purine for 3 weeks in rats (Rattus novergicus) did not give rise
to the formation of atherosclerotic plaque.
Conclusion: delivery of herbal potion of Lombok “Rajalom” for 7 and 14 days can lower
uric acid levels in plasma of animals.
Keywords: Aorta, Rajalom “, uric acid levels, Plasma, Urine, Rattus norvecicus
6
RINGKASAN EKSEKUTIF
SEDIAAN “RAJALOM” (RAMUAN JAMU LOMBOK) TERHADAP KADAR ASAM
URAT PLASMA DAN URIN, SERTA GAMBARAN HISTOPATOLOGI AORTA
RATTUS NOVERGICUS
Ramuan jamu khas lombok yang dalam penelitian ini disebut “Rajalom” ini terdiri atas
10 gram daun salam, 10 gram akar alang-alang, 10 gram pegagang, dan 10 gram sambiloto
yang dimasak dengan dua gelas air menjadi ¾ gelas dan diminum 1 kali sehari sebelum tidur
malam. Bersasarkan studi literatur sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, bahan-bahan
ini mengandung senyawa yang telah dibuktikan mampu menurunkan kadar asam urat.
Namun, efek penurunan terhadap asam urat dan kelainan pada kardiovaskuler minimal pada
Hewan coba belum tersedia data. Oleh karena itu, pada penelitian ini, akan menilai efek dari
bahan-bahan jamu dari Lombok ini yang dibuat dalam kombinasi satu ramuan menggunakan
Dosis sesuai menurut Barta dalam sediaan obat sebagai antihiperuricemia. Rumusan masalah
yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah : Apakah ramuan jamu khas Lombok
“Rajalom” mampu menurunkan kadar asam urat pada plasma dan urin serta mempengaruhi
gambaran histopatologi aorta pada hewan coba Rattus novergicus dengan hiperuricema yang
diinduksi diet tinggi kolesterol dan purin dikombinasi potasium oksonat intraperitoneal (IP)
dibandingkan kontrol?. Tujuan Umum mengkaji aktivitas ramuan khas Lombok “Rajalom”
terhadap kadar asam urat pada plasma dan urin serta mempengaruhi gambaran histopatologi
aorta pada hewan coba Rattus novergicus dengan hiperuricema diinduksi diet tinggi
kolesterol dan purin dikombinasi potasium oksonat intraperitoneal (IP). Tujuan khusus
penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengkaji aktifitas ramuan khas Lombok “Rajalom”
dalam menurunkan kadar asam urat plasma pada Rattus novergicus dengan hiperuricema
yang diinduksi diet tinggi kolesterol dan purin dikombinasi potasium oksonat; b. Mengkaji
aktifitas ramuan khas Lombok “Rajalom” dalam menurunkan kadar asam urat urin pada
Rattus novergicus dengan hiperuricema yang diinduksi diet tinggi kolesterol dan purin
dikombinasi potasium oksonat; c. Mengkaji aktifitas ramuan khas Lombok “Rajalom”
terhadap gambaran histopatologi aorta pada Rattus novergicus dengan hiperuricema yang
diinduksi diet tinggi kolesterol dan purin dikombinasi potasium oksonat. Hasil penelitian ini
menunjukkan potensi jamu/ramuan Rajalom pada berbagai dosis dan lama pemberian 7 dan
14 hari dalam mampu menurunkan kadar asam urat plasma pada hewan coba. Pada dosis I
(Batra) yang merupakan dosis digunakankan secara turun -temurun, penurunan kadar asam
urat setelah 7 dan 14 hari pemberian, mampu menurunkan 6,63 mg/dl dan 5,95 mg/dl. Jika
dibandingkan dengan kadar asam urat plasma sebelum pemberian jamu, porsentase
penurunnya mencapai 71,33 dan 77,27 %. Pada dosis II, dimana dosis ditingkatkan menjadi 2
kali dosis Batra, rerata penuruna kadar asam urat plasma 2,67 mg/dl dan 6,38 mg d/ atau
sebesar 64 % dan 76,60 % jika dibandingkan kadar asam urat sebelum perlakuan, pada
pemberian 7 dan 14 ramuan. Dosis III, yaitu dengan konsentrasi bahan 3 kali dosis Batra,
didapatkan porsentase penurunan lebih tinggi setelah pemberian ramuan 7 hari, dibandingan
dengan setelah 14 hari, yaitu 73,86 % dan 45,7 %. Porsentase penurunan kadar asam urat
plasma hari ke 7, lebih tinggi pada kelompok ramuan dibandingkan dengan kelompok kontrol
Allopurinol, namun pasca hari 14, penurunan kelompok Allopurinol mencapai 86 %. Pada
Uji Hipotesis Kruskall Wallis, tidak terbukti adanya hubungan yang signifikan antara
pemberian Allopurinol dan peningkatan dosis ramuan dengan kadar asam urat plasma hewan
coba, baik setelah pemberian 7 hari, maupun setelah 14 hari. Pada uji dengan LSD, tidak
terdapat perbedaan kadar antara kelompok kontrol positif/Allopurinol dengan semua
kelompok ramuan, dan antara sesama kelompok ramuan, baik sebelum pemberian perlakuan,
7
maupun setelah 7 dan 14 hari perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa efek ramuan Rajalom,
setara dengan Allopurinol yang merupakan obat standar dalam penatalaksanaan
hiperurisemia. Perlu dilakukan uji kadar dan jenis flavonoid yang terdapat dalam ramuan
khas Lombok Rajalom pada berbagai jenis suhu. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai uji
Toksisitas dan uji klinik dari ramuan Rajalom.
8
9
DAFTAR ISI
Halaman
Judul .................................................................................................................... .... i
Halaman Pengesahan............................................................................................... ii
Kata Pengantar............................................................................................... .......... iii
Abstrak ..................................................................................................................... iv
Ringkasan Eksekutif ............................................................................................... vi
Daftar isi .................................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 3
1.2 Perumusan masalah ............................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................. 3
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................ 3
1.4 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5
2.1 Tinjauan Kepustakaan .......................................................................... 5
2.2 Kerangka Konsep .................................................................................. 13
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ...................................... 14
3.1. Tujuan Penelitian .......................................................................... 14
3.2. Manfaat Penelitian ........................................................................ 14
BAB IV. METODE PENELITIAN .................................................................... 15
4.1. Lokasi penelitian ........................................................................... 15
4.2. Waktu Penelitian ........................................................................... 15
4.3. Rancangan Penelitian .................................................................... 15
4.4. Populasi dan Sampel ...................................................................... 16
4.4.1. Populasi ............................................................................ 16
4.4.2. Sampel .............................................................................. 16
4.4.3. Besar Sampel ................................................................... 16
4.4.4. Teknik Pengambilan Sampel ............................................ 17
4.4.5. Pengelompokkan sampel .................................................. 17
10
4.5. Variabel penelitian .......................................................................... 19
4.6. Definisi Operasional Variabel ......................................................... 19
4.7. Pengumpulan Data .......................................................................... 20
4.8. Analisa Data .................................................................................... 20
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 23
5.1. Hasil Penelitian ................................................................................ 23
5.2. Pembahasan...................................................................................... 29
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 33
6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 33
6.2. Saran ................................................................................................ 33
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 34
LAMPIRAN............................................................................................................ 36
11
12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman etnobotani (tanaman
obat) yang dimiliki. Indonesia merupakan negara dengan biodiversitas tumbuhan terbesar
kedua di dunia sehingga tersimpan potensi tanaman obat yang besar dan sampai saat ini
belum tergali dengan maksimal. Potensi tersebut sangat besar untuk menjamin kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat apabila dimanfaatkan dengan baik (Purwodianto, 2010).
Banyak tantangan yang dihadapi dalam pengembangan jamu adalah belum
terintegrasinya obat tradisional seperti belum adanya pengakuan dari profesi tenaga kesehatan
(dokter, dokter gigi) bahwa jamu aman (tidak toksik), berdariiat (efikasi), dan mutunya
terjamin (standar). Untuk memperoleh pengakuan itu harus dilakukan penelitian untuk
memberikan bukti-bukti ilmiah yang mendukung bukti empiris yang telah diakui secara
turun-temurun. Untuk menjawab tantangan tersebut, Pemerintah menyusun Grand Strategy
Pengembangan Jamu antara lain melalui meningkatkan akses terhadap jamu yang bermutu,
aman, dan berkhasiat. Salah satu tahapannya adalah mendukung penelitian terkait
pengembangan obat tradisional (Purwodianto, 2010).
Pemerintah juga telah melakukan upaya pendokumentasian ramuan-ramuan yang
bersa;ah dari berbagai suku di Indonesia. Salah satu ramuan yang telah didokumentasikan
adalah ramuan dari lombok yang terdiri dari daun salam (Syzygium olyanthum), akar alang-
alang (Imperara cylindrica), pegagang (Cantella asiatica) dan sambiloto (Adrographis
paniculata). Ramuan ini merupakan ramuan untuk menurunkan kadar kolesterol (BPOM,
2013). Namun dari hasil literatur rewiew oleh didapatkan kandungan senyawa yang terdapat
dalam bahan ramuan dapat menurunkan kadar asam urat, sehingga peneliti ingin
membuktikan manfaat lain dari ramuan ini.
Pemilihan ramuan dan efek antihiperurecemia didasarkan pada, makin meningkatnya
jumlah penderita hiperuricemia dan dampak hiperuricemia yang luas pada berbagai sistim
organ, serta memberikan bukti ilmiah terhadap manfaat lain dari ramuan ini sehingga dapat
dimanfaatkan secara lebih luas dan rasional, dan dilanjutkan dalam suatu penelitian
saintifikasi jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
Hiperuricemia adalah suatu kelainan metabolisme yang ditandai peningkatan kadar
asam urat. Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Kadar normal asam
13
urat pada manusia berkisar 7mg/dL pada laki-laki dan 6 mg/dL pada perempuan.
Pengingkatan kadar asam urat (Hiperuricemia), dapat disebabkan oleh salah satu atau lebih
dari faktor-faktor berikut ini, yaitu peningkatan asupan purin, peningkatan aktivitas xantin
oksdase sehingga produksi asam urat meningkat, dan penurunan ekskresi asam urat melalaui
ginjal (Edwards, 2009).
Prevalensi hiperuricemia yang meningkat pesat di seluruh dunia dalam beberapa
dekade terakhir. Hiperuricemia diketahui menjadi penyebab radang sendi, yang disebut
dengan gout artritis. Selain itu, hiperuricemia juga telah telah dibuktikan memiliki dampak
negatif pada kardiovaskuler, seperti Ateroskelrosis, hipertensi, penyaki jantung koroner dan
gagal ginjal, serta dihubungkan juga dengan sindroma metabolik(Edwards, 2009).
Penatalaksanaan hyperuricemia dengan tepat, tidak hanya menurunkan keluhan nyeri sendi
pada penderita gout artritis, mencegah serangan berulang pada penderita gout artritis, namun
juga dapat mencegah terjadinya komplikasi pada sendi dan sistem kardiovaskuler dan ginjal.
Penatalaksanaan hiperuricemia secara secara farmakologi dengan obat modern menggunakan
beberapa golongan obat. Berdasarkan mekanisme kerjanya, terdiri atas (Brunton, 2010) :
Mengurangi aktivitas xantin oksidase. Xantin oksidase adalah suatu enzim yang
memetabolismes purin menjadi asam urat. Penghambatan xantin oksidase dapat menurunkan
produksi asam urat. Obat ini contohnya adalah Allopurinol. Meningkatkan ekskresi atau
pembuangan asam urat melalui urin. Contoh sediaan obat ini adalah probenesid dan
sulfinpyrazone.
Obat-obat yang lain yang digunakan pada penderita hiperuricemia dengan manifestasi
penyakit gout artritis bersifat mengurangi gejala, seperti sediaan analgetik-antiinflamasi
golongan non steroid, steroid dan kolkisin (Brunton, 2010).
Beberapa senyawa yang terkandung dalam bahan alam telah dibuktikan secara invitro
dan in vivo pada hewan coba mampu menurunkan kadar asam urat dengan menghambat
xantin oksidase dan atau meningkatkan ekskresi asam urat. Pegagang (Cantella asiatica)
mengandung senyawa antara lain alkaloid, saponin, steroid, terpenoid. Alkaloid dalam
pegagang didindikasikan mampu menghambat xantin oksidase (Sugianto). Daun salam
(Syzygium polyanthum) mengandung senyawa seperti tanin, flavonoid, lakton, saponin,
steroid, triterpenoid, eugenol, vitamin C, A, tiamin, niacin, riboflavin, B12, dan asam folat
(Taufiqurrohman, 2015). Kandungan dalam daun salam terbukti mampu menurunkan kadar
asam urat yang diinduksi potasium oksanat ( Siaga, dkk, 2014). Daun sambiloto mengandung
antara lain flavonoid turunan flavon yaitu hidroksi flavon (Septianingsih dkk, 2012).
Flavonoid juga telah dibuktikan mampu menghambat xantin oksidase (Nagao, et al, 1999).
14
Ramuan jamu khas lombok yang dalam penelitian ini disebut “Rajalom” ini terdiri atas
10 gram daun salam, 10 gram akar alang-alang, 10 gram pegagang, dan 10 gram sambiloto
yang dimasak dengan dua gelas air menjadi ¾ gelas dan diminum 1 kali sehari sebelum tidur
malam. Bersasarkan studi literatur sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, bahan-bahan
ini mengandung senyawa yang telah dibuktikan mampu menurunkan kadar asam urat.
Namun, efek penurunan terhadap asam urat dan kelainan pada kardiovaskuler minimal pada
Hewan coba belum tersedia data. Oleh karena itu, pada penelitian ini, akan menilai efek dari
bahan-bahan jamu dari Lombok ini yang dibuat dalam kombinasi satu ramuan menggunakan
Dosis sesuai menurut Barta dalam sediaan obat sebagai antihiperuricemia
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah : Apakah ramuan
jamu khas Lombok “Rajalom” mampu menurunkan kadar asam urat pada plasma dan urin
serta mempengaruhi gambaran histopatologi aorta pada hewan coba Rattus novergicus
dengan hiperuricema yang diinduksi diet tinggi kolesterol dan purin dikombinasi potasium
oksonat intraperitoneal (IP) dibandingkan kontrol?.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengkaji aktivitas ramuan khas Lombok “Rajalom” terhadap kadar asam urat pada
plasma dan urin serta mempengaruhi gambaran histopatologi aorta pada hewan coba Rattus
novergicus dengan hiperuricema diinduksi diet tinggi kolesterol dan purin dikombinasi
potasium oksonat intraperitoneal (IP).
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengkaji aktifitas ramuan khas Lombok “Rajalom” dalam menurunkan kadar asam
urat plasma pada Rattus novergicus dengan hiperuricema yang diinduksi diet tinggi
kolesterol dan purin dikombinasi potasium oksonat.
b. Mengkaji aktifitas ramuan khas Lombok “Rajalom” dalam menurunkan kadar asam
urat urin pada Rattus novergicus dengan hiperuricema yang diinduksi diet tinggi
kolesterol dan purin dikombinasi potasium oksonat.
15
c. Mengkaji aktifitas ramuan khas Lombok “Rajalom” terhadap gambaran histopatologi
aorta pada Rattus novergicus dengan hiperuricema yang diinduksi diet tinggi
kolesterol dan purin dikombinasi potasium oksonat
1.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ramuan khas Lombok “Rajalom” dapat menurunkan kadar asam urat pada plasma dan
urin serta mempengaruhi gambaran histopatologi aorta pada hewan coba Rattus novergicus
dengan hiperuricema diinduksi diet tinggi kolesterol dan purin dikombinasi potasium oksonat
intraperitoneal (IP).
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dikembangkan untuk mencari bukti ilmiah (evidence based) manfaat
ramuan tanaman obat dan jamu khas Lombok “Rajalom” sebagai antihiperuricemia, dan
menjadi data awal untuk penelitian selanjutnya.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Kepustakaan
2.1.1. Metabolisme Asam Urat dan Purin
a. Metabolisme Asam Urat
Asam urat merupakan produk akhir yang dieksresikan dari pemecahan purin
pada manusia dan hewan primata. Pada banyak hewan lainnya, asam urat
mengalami degradasi lanjutan menjadi alantonin. Asam urat dapat diabsorpsi
melalui mukosa usus dan dieksresikan melalui urine. Pada manusia, sebagian besar
purin dalam asam nukleat yang dimakan langsung diubah menjadi asam urat, tanpa
terlebih dahulu digabung dengan asam nukleat tubuh. Pada manusia normal, 18-20%
dari asam urat yang hilang dipecah oleh bakteri menjadi CO2 dan ammonia (NH3) di
usus dan dieksresikan melalui faeces (Krisnatuti, 1997).
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin, baik purin yang
berasal dari bahan pangan maupun dari hasil pemecahan asam nukleat tubuh, pada
manusia melalui jalur umum akhir untuk konversi xantin dengan menggunakan
xantin oksidase.. Dalam serum, urat terutama berada dalam bentuk natrium urat,
sedangkan dalam saluran urine, urat dalam bentuk asam urat (Krisnatuti, 1997).
1981).
Enzim penting yang berperan dalam sintesis asam urat adalah xantin oksidase
yang sangat aktif bekerja dalam hati, usus halus dan ginjal. Tanpa bantuan enzim ini,
asam urat tidak dapat dibentuk. Mekanisme Turn Over dari asam urat menurut
Krisnatuti, dkk, 1997, dapat terlihat pada skema 2.1 sebagai berikut :
17
Skema 2.1 Mekanisme Turn over asam urat.
(Krisnatuti, dkk, 1997).
b. Patofisiologi Asam Urat
Asam urat sendiri adalah sampah hasil metabolisme normal dari pencernaan
protein (terutama dari daging, hati, ginjal, dan beberapa jenis sayuran seperti kacang
dan buncis) atau dari penguraian senyawa purin (sel tubuh yang rusak), yang
seharusnya dibuang melalui ginjal, faeces atau keringat. Senyawa ini sukar larut
dalam air, tapi dalam plasma darah beredar sebagai natrium urat, bentuk garamnya
terlarut pada kondisi pH atau keasaman basa di atas tujuh (Sustrani, 2006).
Hiperurisemia terjadi karena peningkatan asam urat darah atas nilai normal,
pada pria lebih dari 7,4 mg/dL dan pada wanita di atas 6 mg/dL, sedangkan pada
tikus putih di atas 1,4 mg/dL. Hal ini disebabkan karena terjadinya gangguan pada
proses pembuangan asam urat akibat kondisi ginjal yang kurang baik.
Hiperurisemia dibagi manjadi dua kelompok, yaitu primer dan sekunder (Kosasih,
dkk, 2008; Utami, 2005; Sustrani, 2006).
1) Hiperurisemia Primer
Hiperurisemia primer biasanya tidak diketahui penyababnya, tetapi
sebagian besar disebabkan defisiensi enzim hipoxantin guanine fosforibosil
Purin jaringan
nukleotida
Ekskresi melalui
ginjal
Ekskresi melalui
saluran cerna
Nukleoprotein
makanan
Pool asam urat
Asam nukleat
jaringan
Prekursor bukan
purin
katabolisme
Sintesa de novo
18
transferase (HGPRT) dan peningkatan aktivitas enzim fosforibosil pirofosfatase
(PRPP) (Utami, 2005).
2) Hiperurisemia Sekunder
Hiperurisemia sekunder disebabkan beberapa faktor sebagai berikut:
a) Ketidakmampuan tubuh untuk memproses fruktosa secara normal.
b) Kelainan glikogen.
c) Penyakit mieloproliferatif akibat terbentuknya sel myelin secara berlebihan.
d) Penyakit limfoproliferatif akibat terbantuknya limfosit yang berlebihan.
e) Anemia hemolitik.
f) Psoriasis atau penyakit kulit yang mengerisik, kering, bias terjadi di seluruh
tubuh. Namun, kebanyakan terjadi pada lengan dan tungkai, terutama siku dan
lutut.
g) Kelainan ginjal.
h) Kegemukan.
i) Intoksikasi timbal.
j) Obat-obatan tertentu (diuretika, dosis rendah asam salisilat)
(Utami, 2005).
Berdasarkan patofisiologinya, peningkatan asam urat dalam darah atau
hiperurisemia disebabkan oleh tiga faktor sebagai berikut:
1) Produksi asam urat berlebih
Salah satu penyebab meningkatnya asam urat dalam darah adalah semakin
tinggi asupan makanan yang mengandung purin. Akibatnya, pembentukan purin
dalam tubuh akan meningkat (Utami,2005).
2) Pembuangan asam urat berkurang
Asam urat dalam darah akan meningkat jika eksresi atau pembuangannya
terganggu. Keadaan ini akibat kelainan ginjal seseorang. Kelainan ginjal pada
seseorang bisa dibedakan sebagai berikut:
a) Penurunan proses filtrasi atau penyaringan di bagian glomerulus ginjal.
Peristiwa ini tidak secara langsung menyebabkan hiperurisemia, tetapi
berperan dalam peningkatan asam urat pada penderita gangguan ginjal.
b) Penurunan proses sekresi di tubulus ginjal. Proses ini disebabkan terjadinya
akumulasi asam-asam organik yang berkompetisi dengan asam urat untuk
dikeluarkan melalui tubulus ginjal. Kelainan ini biasanya dialami oleh
19
seseorang yang sedang mengalami kelaparan, asidosis, keracunan asam
salisilat, dan diabetes.
c) Peningkatan absorpsi kembali atau reabsorpsi di tubulus ginjal. Kelainan ini
biasanya dialami oleh penderita diabetes dan seseorang yang sedang mendapat
terapi obat diuretika
(Utami, 2005).
3) Kombinasi produksi asam urat berlebih dan pembuangan asam urat berkurang.
Mekanisme ini disebabkan berkurangnya enzim glucose-6-fosfatase dan
konsumsi alkohol yang berlebih. Berkurangnya enzim glucose-6-fosfatase akan
memproduksi asam laktat dalam jumlah berlebih. Keberadaan asam laktat ini
menjadi kompetitior bagi asam urat, akhirnya pembuangan asam urat akan
menurun. Konsumsi alkohol yang berlebihan akan memacu produksi asam urat
yang berlebihan juga. Hal ini terjadi karena kandungan purin dalam konsumsi
alkohol tinggi, sehingga pemecahan adenosine triphosphate (ATP) akan
dipercepat. ATP akan memproduksi asam laktat sebagai kompetitor keberadaan
asam urat, akibatnya pembuangan asam urat menjadi terganggu (Utami, 2005).
Peningkatan produksi asam urat terjadi akibat peningkatan kecepatan
biosintesis purin dari asam amino untuk membentuk inti sel DNA dan RNA.
Produksi asam urat dibantu oleh enzim xanthine oxydase, dengan efek samping
yang mengasilkan radikal bebas superoksida dan selanjutnya dinetralkan oleh
enzim superoksidase (Sustrani, 2006).
20
Gambar 2.5. Katabolisme nukleotida purin menjadi asam urat (Sustrani,2006).
Sebenarnya tubuh mempunyai sistem penyeimbang dengan memproduksi
enzim urikinase untuk mengoksidasi asam urat menjadi alotonin yang mudah
dibuang. Namun jika terjadi gangguan pada enzim urikinase ini, misalnya karena
proses penuaan, stres dan sebab lain, maka kadar asam urat darah menjadi naik.
Selain karena terjadi gangguan pada enzim urikinase, hambatan pembuangan juga
terjadi karena gangguan pada ginjal. Karena itu, gangguan ginjal termasuk
penyebab utama hambatan pembuangan asam urat (Sustrani, 2006).
c. Metabolisme Purin
Purin adalah molekul yang terdapat di dalam sel yang berbentuk nukleotida.
Nukleotida ini berperan luas dalam berbagai proses biokimia di dalam tubuh.
Bersama asam amino, nukleotida merupakan unit dasar dalam proses biokimiawi
penurunan sifat genetik. Nukleotida mempunyai peran yang penting dalam menjadi
penyandi asam nukleat yang bersifat esensial dalam pemeliharaan dan pemindahan
informasi genetik. Adapun asam amino merupakan unit pembangun protein yang
dibutuhkan untuk ekspresi informasi genetik. Nukleotida yang paling dikenal karena
21
peranannya adalah nukleotida purin dan pirimidin. Kedua nukleotida yang berfungsi
sebagai pra zat monomerik (pembentuk) asam ribonukleat (RNA) dan asam
deoksiribonukleat (DNA). Dalam bahan pangan, purin terdapat dalam asam nukleat
berupa nukleoprotein. Di usus, asam nukleat dibebaskan dari nukleoprotein oleh
enzim pencernaan. Selanjutnya, asam nukleat ini akan dipecah lagi menjadi
mononukleotida. Mononukleotida akan dihidrolisis menjadi nukleosida yang dapat
secara langsung diserap oleh tubuh dan sebagian dipecah lebih lanjut menjadi purin
dan pirimidin. Purin teroksidasi menjadi asam urat.Nukleotida purin juga berperan
dalam pembentukan adenosine triphosphate (ATP), adenosin monophospat siklik
(cAMP), dan guanosin monopospat siklik (cGMP) sebagai koenzim dalam flavin
adenine dinukleotida (FAD), nikotinamide adenine dinukleotida (NAD), dan
nikotinamide adenine dinukleotida phosphate (NADP) ( Krisnatuti, 1997).
Salah satu cara mengatasi penimbunan asam urat dalam darah adalah dengan
mengatur jumlah kalori yang masuk tubuh dan jenis makanan yang boleh dimakan.
Meski bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap kadar asam urat darah,
makanan mempunyai andil dalam memproduksi dan pembuangan asam urat melalui
ginjal. Bagi penderita hiperurisemia dan penyakit yang ditimbulkannya, diet rendah
purin merupakan salah satu diet yang sangat dianjurkan karena untuk menghindari
terjadinya peningkatan produksi asam urat di dalam tubuh (Dalimartha,2003).
Protein yang berasal dari hewani dan nabati selalu mengandung purin, walaupun
kadarnya berbeda-beda. Dianjurkan untuk mengkonsumsi protein secukupnya, tidak
berlebihan dan jangan terlalu rendah agar tidak terjadi dekstruksi jaringan tubuh. Oleh
karena itu, masukan protein sehari cukup 10-15% dari total kalori atau 0,8-1 gr/kg berat
badan/hari (Dalimartha, 2003).
Adapun prinsip atau aturan diet bagi penderita hiperurisemia adalah sebagai
berikut:
1. Membatasi asupan purin
Penderita gangguan asam urat harus melakukan diet bebas purin, Namun
karena hal ini hampir tidak mungkin dilakukan karena hamper semua bahan
makanan sumber protein mengandung nukleoprotein, yang harus dilakukan
adalah membatasi asupan purin menjadi 100-150 mg purin/hari atau
mengkonsumsi protein yang kandungan purinnya cukup rendah diantaranya
adalah kacang-kacangan dalam bentuk kering seperti kacang tanah dan kacang
22
kedelai, namun kacang-kacangan ini sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah
terbatas, yaitu 25 gram per hari (Dalimartha, 2003; Muhammad, 2010).
2. Asupan kalori harus sesuai kebutuhan
Jumlah asupan kalori harus benar, disesuaikan dengan kebutuhan tubuh
berdasarkan tinggi dan berat badan. Asupan kalori yang terlalu sedikit juga
bias meningkatkan kadar asam urat karena adanya keton bodies yang akan
mengurangi pengeluaran asam urat melalui urin .
3. Konsumsi lebih banyak karbohidrat
Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti, dan ubi sangat baik
dikonsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena akan meningkatkan
pengeluaran asam urat melalui urin. Konsumsi makanan rendah lemak.Lemak
dapat menghambat eksresi asam urat melalui urin. Konsumsi lemak sebaiknya
sebanyak 15 persen dari total kalori.
4. Konsumsi (buah-buahan) tinggi cairan
Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu membuang asam urat melalui
urin. Cairan ini dapat diperoleh melalui minuman dapat pula melalui buah-
buahan segar yang mengandung banyak air seperti semangka, melon,
belimbing manis, dan jambu air .
5. Menghindari alkohol serta mengkonsumsi vitamin dan mineral yang cukup
untuk mempertahankan kondisi tubuh dalam keadaan yang baik.
(Muhammad, 2010).
2.1.2. Jamu dan Simplisia yang terdapat dalam Jamu
Obat tradisional Indonesia yang dikenal sebagai jamu telah digunakan secara
luas oleh masyarakat Indonesia untuk menjaga kesehatan dan mengatasi berbagai
penyakit sejak berabad – abad yang lalu jauh sebelum era Majapahit. Jamu adalah
salah satu warisan budaya Indonesia yang merupakan minuman sehat racikan asli
Indonesia. Jenis jamu yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah jamu
gendong. Jamu gendong terbuat dari dedaunan dan akar – akaran yang direbus dengan
air, disaring, dan dapat diminum selama beberapa waktu tertentu. Jamu gendong
umumnya dibuat dari bahan – bahan masih segar.
Jamu adalah sebutan untuk obat tradisional dari Indonesia. Belakangan
popular dengan sebutan herba atau herbal. Jamu dibuat dari bahan – bahan alami,
berupa bagian dari tumbuhan seperti rimpang (akar –akaran), daun – daunan, kulit
23
batang dan buah. Ada juga menggunakan bahan dari tubuh hewan, seperti empedu
kambing atau tangkur buaya.
Jamu mengandung zat bioaktif yang diyakini masyarakat dapat
menyembuhkan berbagai macam penyakit. Jamu mengandung simplisia dari bahan
alam. Simplisia yang terdapat dalam jamu adalahantara lain :
1. Zingiberis rhizome
Lempuyang wangi adalah Zingiberis aromaticum L. Mengandung : minyak
atsiri seperti limonene dan zerumben. Penggunaannya sebagai anti radang,
penghilang rasa sakit, pengobatan asma, rematik dan radang lambung.
2. Phyllanthus urinarialin
Meniran adalah Phyllantnus urinarialin. Mengandung : Saponin, flanonoid,
filantin, hipopilantin dan tannin. Penggunaanya sebagai peluruh seni, peluruh
haid, diare dan demam.
3. Mimosae pudicae Folium
Daun Putri Malu adalah daun mimosa pudicae L. Mengandung Tanin 6,8%,
flavonoid, steroid/triterpenoid, sterol. Penggunaanya sebagai anti inflamasi.
4. Capsicum Frutescents L
5. Cabe rawit adalah Capsicum Frutescents L. Mengandung kapsaisin 0,02%,
alkaloid atsiri, resin, minyak lemak dan Vitamin C. Penggunaanya sebagai
stimulant dan karminatif.
Daun yang di daerah NTB oleh masyarakat sering digunakan untuk pengobatan adalah
daun salam. Tanaman salam mengandung tanin, flavonoid, dan minyak atsiri dengan
kandungan minyak sitral dan eugenol. Tanin merupakan larutan koloidal asidik, dengan
garam - garam besi, tanin membentuk senyawa larutan air yang berwarna hitam kehijaun
atau biru gelap. Tanin membentuk senyawa yang tidak dapat dicerna dan tidak larut
dengan protein, dan ini merupakan dasar penggunaannya dalam industri kulit (proses
penyamakan), pengobatan diare, gusi berdarah dan mengobati luka pada kulit (Sarker &
Luffun, 2009).
Flavonoid berada sebagai glikosida dan dalam satu kelompok dan dapat
dikatagorikan sebagai monoglikosida dan diglikosida. Saat ini lebih dari 2000 glikosida
flavon dan flavonol telah diisolasi. Sifat antioksidan flavonoid yang ada pada buah dan
sayuran segar diduga berkontribusi dalam kemampuannya untuk melindungi tubuh
terhadap penyakit jantung dan penyakit kanker (Sarker & Luffun, 2009). Minyak atsiri
dapat bersumber pada setiap bagian tanaman yaitu dari daun, bunga biji, batang atau
24
kulit dan akar. Minyak atsiri disebut juga minyak eteris yaitu minyak yang mudah
menguap dan diperoleh dari tanaman dengan cara penyulingan, biasanya tidak berwarna
terutama bila masih dalam keadaan segar. Setelah terjadi proses oksidasi
makin lama akan berubah menjadi gelap, untuk memperoleh minyak atsiri harus
disimpan dalam botol berwarna gelap dan dalam keadaan yang tertutup rapat. Beberapa
minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan antiseptik internal dan eksternal, bahan
analgesik, hemolitik atau enzimatik, sedatif, stimulant, untuk obat sakit perut, bahan
pewangi kosmetik dan sabun (Wahyu, 2008).
Tanaman salam lebih dikenal sebagai bumbu masakan, karena aromanya yang khas.
Tetapi tanaman salam juga merupakan salah satu alternatif obat tradisional. Kegunaan
tanaman salam menurut bagiannya adalah: kayu digunakan untuk bahan bangunan, kulit
untuk menyamak jala, akar untuk obat gatal dan daun digunakan untuk kolesterol tinggi,
kencing manis, gastritis, diare dan asam urat (Wahyu, 2008).
2.2. Kerangka Konsep
Variabel Independet Variabel dependent
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Ramuan Jamu
Khas Lombok
“Rajalom’’
Menurunkan kadar
asam urat plasma
dan urine
Obat Asam Urat
Sintetik
Diet Makanan
kaya purine
Memperbaiki sel
pada Aorta
25
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian
3.1.1. Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aktivitas ramuan khas Lombok
“Rajalom” terhadap kadar asam urat pada plasma dan urin serta mempengaruhi gambaran
histopatologi aorta pada hewan coba Rattus novergicus dengan hiperuricema diinduksi diet
tinggi kolesterol dan purin dikombinasi potasium oksonat intraperitoneal (IP).
3.1.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
d. Mengkaji aktifitas ramuan khas Lombok “Rajalom” dalam menurunkan kadar asam
urat plasma pada Rattus novergicus dengan hiperuricema yang diinduksi diet tinggi
kolesterol dan purin dikombinasi potasium oksonat.
e. Mengkaji aktifitas ramuan khas Lombok “Rajalom” dalam menurunkan kadar asam
urat urin pada Rattus novergicus dengan hiperuricema yang diinduksi diet tinggi
kolesterol dan purin dikombinasi potasium oksonat.
f. Mengkaji aktifitas ramuan khas Lombok “Rajalom” terhadap gambaran histopatologi
aorta pada Rattus novergicus dengan hiperuricema yang diinduksi diet tinggi
kolesterol dan purin dikombinasi potasium oksonat
3.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dikembangkan untuk mencari bukti ilmiah (evidence based) manfaat
ramuan tanaman obat dan jamu khas Lombok “Rajalom” sebagai antihiperuricemia, dan
menjadi data awal untuk penelitian selanjutnya.
26
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian untuk :
a. Penelitian pembuatan formula “Rajalom” ramuan jamu khas Lombok di
Laboratorium Farmakologi fakultas Kedokteran Universitas Mataram.
b. Pemberian intervensi pada hewan coba dilakukan di laboratorium Histologi
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.
c. Pemeriksaan Kadar Asam Urat darah dan Urin dilakukan di laboratorium
Hepatika Bumi Gora Provinsi NTB.
d. Pemprosesan Pembedahan untuk sediaan Histopatologi dilakukan di
Laboratorium Histologi Fakultas kedokteran Universitas Mataram.
e. Pemeriksaan sediaan Histopatologi di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit
Islam Siti Hajar Mataram.
4.2. Waktu penelitian
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini dari penyusunan Laporan Kemajuan
sampai dengan penyusunan laporan adalah selama 6 bulan dari bulan Juni 2016 sampai
dengan November 2016.
4.3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimental dengan desain time series studi.
Penelitian ini menggunakan hewan coba Rattus norvegicus yang diinduksi dengan diet tinggi
purin dan koleterol dikombinasi potasium oksanat IP 42 mg/200 kkBB tikus. Tikus putih
dibagi menjadi 8 kelompok, yaitu 2 kelompok kontrol negatif (K 1&K2), 2 kelompok kontrol
positif (A1&A2), 4 kelompok perlakuan ramuan (R1, R2, R2, R3, R4). Tikus putih
hiperurecemia diberikan perlakuan pemberian aquades per sonde untuk kelompok kontrol
negatif, Alopurinol 1,8 mg/200 gram BB Tikus untuk kelompok kontrol positif dan kelompok
perlakuan diberikan ramuan khas Lombok “Rajalom”. Pada akhir perlakuan hari ke-8 (K1,
A1, R1 dan R3) dan ke-15 (K2, A2, R2 dan R 4) diambil sampel darah, urin dan aorta untuk
pemeriksaan kadar asam urat plasma, kadar asam urat urin dan gambaran histopatologi aorta.
27
4.4. Populasi dan Sampel
4.4.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah tikus putih jantan (Rattus norvegicus) yang sehat
fisik berumur 2 – 3 bulan dengan berat 250 – 300 gram.
4.4.2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah sebagian tikus putih (Rattus norvegicus) yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi:
1. Starin wistar, jantan, sehat, berusia 2-3 bulan dengan berat badan 250 – 300
gram.
2. Menjadi hieruricemia dengan induksi diet tinggi purin dan lemak
dikombinasi potasioum oksanat dimana kadar asam urat ≥ 3,5 mg/dl.
Kriteria eksklusi:
1. Tikus tampak sakit
2. Tikus Mati saat intervensi dilakukan
4.4.3. Besar sampel
Besar sampel (unit replikasi) dihitung berdasarkan rumus besar sampel
eksperimental dari Federer ditambah dengan faktor koreksi sebesar 25%,
sehingga total besar sampel yang akan digunakan adalah 30 ekor tikus.
Rumus perhitungan besar sampel eksperimental dari Federer (David,
2008) sebagai berikut:
Replikasi:
Keterangan:
t = Σ perlakuan (jumlah perlakuan dalam penelitian), dalam penelitian ini adalah
8 perlakuan
r = Σ replikasi
(t-1) (r-1) ≥ 15
28
Jadi besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :
(t-1) (r-1) ≥ 15
(8-1) (r-1) ≥ 15
7r-7 ≥ 15
7r ≥ 15 + 7
r ≥ 22
r ≥ 22 / 7 = 3,1 dibulatkan menjadi 3
Jumlah tikus putih jantan yang dibutuhkan adalah : 3 x 8 = 24 ditambahkan
faktor koreksi 25% = 24 x 25 % = 6 ekor. Total tikus putih jantan yang
digunakan adalah 24 ekor + 6 ekor = 30 Ekor.
4.4.4. Teknik pengambilan sampel
Teknik Pengambilan sampel menggunakan Non Random Purpusive Sampling.
4.4.5. Pengelompokkan sampel
Kelompok hewan coba pada dibagi secara acak menjadi 8 kelompok, meliputi
:
a. Kelompok K1 : Kelompok tikus yang diet tinggi purin dan kolesterol
dikombinasi potasium oksanat IP 42 mg/200 kkBB tikus diberikan
akuades maksimal 0,5 ml /hari secara oral selama 7 hari sebagai
kontrol negatif dan diterminasi pada hari ke-8.
b. Kelompok K2 : Kelompok tikus yang diet tinggi purin dan kolesterol
dikombinasi potasium oksanat IP 42 mg/200 kkBB tikus diberikan
akuades maksimal 0,5 ml /hari secara oral selama 14 hari sebagai
kontrol negatif dan diterminasi pada hari ke-15.
c. Kelompok G1 (AL): Kelompok tikus yang yang diet tinggi purin dan
kolesterol dikombinasi potasium oksanat IP 42 mg/200 kkBB tikus dan
diberikan Allopurinol oral sebanyak 1,8 mg/ 200 gram BB tikus/hari
dalam 0,5 ml akuades selama 7 hari sebagai kontrol positif dan
diterminasi pada hari ke-8.
29
d. Kelompok G2(AL): Kelompok tikus yang yang diet tinggi purin dan
kolesterol dikombinasi potasium oksanat IP 42 mg/200 kkBB tikus dan
diberikan Allopurinol oral sebanyak 1,8 mg/ 200 gram BB tikus/hari
dalam 0,5 ml akuades selama 14 hari sebagai kontrol positif dan
diterminasi pada hari ke-15.
e. Kelompok R1(A1) : Kelompok tikus yang yang diet tinggi purin
dan kolesterol dikombinasi potasium oksanat IP 42 mg/200 kkBB tikus
dan diberikan rebusan / ekstrak air ramuan jamu “Rajalom” sesuai
dosis batra pada manusia yang dikonversi dosis hewan coba (0.018)
satu kali sehari secara oral selama 7 hari sebagai kelompok perlakuan
dan diterminasi pada hari ke-8.
f. Kelompok R2 (A2) : Kelompok tikus yang yang diet tinggi purin
dan kolesterol dikombinasi potasium oksanat IP 42 mg/200 kkBB tikus
dan diberikan rebusan / ekstrak air ramuan jamu “Rajalom” sesuai
dosis batra pada manusia yang dikonversi dosis hewan coba (0.018)
satu kali sehari secara oral selama 14 hari sebagai kelompok perlakuan
dan diterminasi pada hari ke-15.
g. Kelompok R3 (B1) : Kelompok tikus yang yang diet tinggi purin dan
kolesterol dikombinasi potasium oksanat IP 42 mg/200 kkBB tikus dan
diberikan rebusan / ekstrak air ramuan jamu “Rajalom” 2 kali dosis
batra pada manusia yang dikonversi dosis hewan coba (0.018) satu kali
sehari secara oral selama 7 hari sebagai kelompok perlakuan dan
diterminasi pada hari ke-8.
h. Kelompok R4 (B2) : Kelompok tikus yang yang diet tinggi purin dan
kolesterol dikombinasi potasium oksanat IP 42 mg/200 kkBB tikus dan
diberikan rebusan / ekstrak air ramuan jamu “Rajalom” dua dosis
batra pada manusia yang dikonversi dosis hewan coba (0.018) satu kali
sehari secara oral selama 14 hari sebagai kelompok perlakuan dan
diterminasi pada hari ke-15.
i. Kelompok R5 (C1) : Kelompok tikus yang yang diet tinggi purin dan
kolesterol dikombinasi potasium oksanat IP 42 mg/200 kkBB tikus dan
diberikan rebusan / ekstrak air ramuan jamu “Rajalom” 3 kali dosis
batra pada manusia yang dikonversi dosis hewan coba (0.018) satu kali
30
sehari secara oral selama 7 hari sebagai kelompok perlakuan dan
diterminasi pada hari ke-8.
j. Kelompok R6 (C2) : Kelompok tikus yang yang diet tinggi purin dan
kolesterol dikombinasi potasium oksanat IP 42 mg/200 kkBB tikus dan
diberikan rebusan / ekstrak air ramuan jamu “Rajalom” 3 dosis batra
pada manusia yang dikonversi dosis hewan coba (0.018) satu kali
sehari secara oral selama 14 hari sebagai kelompok perlakuan dan
diterminasi pada hari ke-15
4.5. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas adalah dosis rebusan / ekstrak air ramuan jamu khas Lombok
“ Rajalom”.
2. Variabel terikat adalah kadar asam urat plasma, kadar asam urat urin dan
gambaran histopatologi aorta.
4.6. Definisi Operasional Variabel
1. Rebusan / ekstrak air ramuan jamu khas Lombok “Rajalom” : adalah ramuan yang
terdiri dari 10 gram daun salam, 10 gram akar alang-lang, 10 gram pegagang, dan 10
gram sambiloto yang dimasak dengan dua gelas air menjadi ¾ gelas. Pada penelitian
ini, hasil rebusan / ekstrak akan dipekatkan dengan metode freeze drying menjadi
sebut kering. Hasil ektrak akan dilarutkan dalam CMC 1 % dan diberikan per sonde
satu kali sehari sesuai kelompok hewan coba.
2. Hewan model hiperuricemia : adalah hewan model hiperuricemia adalah tikus putih
jantan strain Wistar yang dinyatakan hiperuricemia setelah diinduksi tikus yang yang
diet tinggi purin dan kolesterol dikombinasi potasium oksanat IP 42 mg/200 kkBB.
Diet tinggi purin dan kolesterol terdiri atas pakan standar yang dicampur dengan
kuning telur puyuh 10 gram, 10 gram lemak sapi, 3 gram minyak jagung, tepung
melinjo 10 gram, 10 gram margarine dalam100 gram pakan standar. Dasar pembuatan
pakan tinggi purin dan kolesterol adalah kombinasi pakan yang dibuat dan diuji pada
saat studi pendahuluan dengan studi literatur dari Restusari, dkk (2014). Diet
diberikan selama 4 minggu 28 hari), pada hari ke 28, diberikan injeksi potasium
oksanat IP 42 mg/200 kkBB. 3 jam kemudian dilakukan pengukuran pengukuran
31
kadar asam urat plasma dan urine. Hewan coba dikatakan mengalami hiperuricemia
jika kadar asam urat ≥ 3,5 mg/dl Restusari, dkk (2014).
3. Kadar asam urat plasma : kadar asam urat pada hewan yang diukur menggunakan
fotometer metode, reagen asam urat dari Humman dengan Metode Uracase- PAP
Method. Kadar asam urat diukur dengan satuan mg/dl. Pemeriksaan asam urat plasma
dilakukan pada hari ke 8 pada kelompok K1,G1,R1, R3 dan R5 dan hari ke 15 pada
kelompok K2,G2,R2,R4dan R6 dengan pengambilan darah intracardiak.
4. Kadar asam urat urine : Kadar asam urat dalam urine dilakukan ilkan hanya
mengandung asam urat, kemudian pengukuran kadar diukur menggunakan fotometer
metode, reagen asam urat dari Humman dengan Metode Uracase- PAP Method.
Kadar asam urat diukur dengan satuan mg/dl Pemeriksaan asam urat plasma
dilakukan pada hari ke 8 pada kelompok K1,G1,R1, R3 dan R5 dan hari ke 15 pada
kelompok K2,G2,R2,R4dan R6. Penampungan urine akan dilakukan selama 12 jam
sebelum terminasi.
5. Gambaran Histopatologi Aorta: Aorta dibuka, direndam dalam etanol 70 %, setelah
itu dicuci dengan air mengalir. Aorta kemudian diwarnai dengan pewarna SUDAN IV
dan direndam dalam formalin 10 % dan dilakukan pemeriksaan PA menggunakan
metode Parafin. Penilaian dilakukan dengan menghitung jumlah bercak yang
berwarna merah pada sediaan.(Radjabian, et al, 2010). Untuk sediaan PA dilakukan
dengan pembacaan adanya sel Busa pada Aorta.
32
4.7. Pengumpulan data
a. Pembuatan rebusan ramuan jamu khas Lombok “Rajalom” : yang terdiri dari 10
gram daun salam, 10 gram akar alang-lang, 10 gram pegagang, dan 10 gram
sambiloto yang dimasak dengan dua gelas air menjadi ¾ gelas (1 kali Dosis).
Penyediaan ramuan untuk seluruh perlakuan akan dilakukan 1 kali pada tahap
persiapan penelitian. Semua bahan ramuan yang dibutuhkan sesuai dengan dosis
kelompok, dimasak dengan volume air yang sesuai panduan Batra sehingga menjadi
¾ volume semula. Hasilnya didinginkan dan dilakukan freeze drying sehingga
terbentuk sedian berbentuk bubuk kering. Proses pembuatan ramuan dilakukan pada
laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.
b. Nekropsi dan pengambilan sampel : Subyek dikurbankan dengan ether dosis letal,
selanjutnya sampel darah diambil secara intrakardiak. Rongga abdomen dibuka untuk
mengambil organ . direndam dalam etanol 70 %, setelah itu dicuci dengan air
mengalir. Aorta kemudian diwarnai dengan pewarna SUDAN IV dan direndam dalam
formalin 10 % untuk di buat sediaan PA. Pembuatan sediaan Histopatologi,
pemeriksaan dan pembacaan dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RSI Siti
Hajar Mataram.
c. Pemeriksaan kadar asam urat plasma dan urine : Darah yang dipisahkan dan diambil
plasmanya serta urine yang sudah dilakukan deproteinisasi / preparasi menggunakan
larutan TCA di periksa kadar asam urat menggunakan fotometer dan reagen asam urat
dari Humman. Metode yang digunakan : Uracase-PAP Method.
Prinsip : Uric acid + O2 + 2 H2O uricase
Allantoin + CO2 + H2O2
2 H2O2 + DCHBS + PAP Proxidase
Quinoneimine + HCl +4 H2O
Sampel : Serum, plasma heparin atau EDTA, Urine
Alat dan Bahan : Tabung + rak, Dispenser + tip, Pipet ukur dan tissue, Tissue
dan photometer.
33
Cara Kerja :
Dipipet ke dalam tabung reaksi :
Blanko Standar Sampel
Sampel - - 20l
Standart - 20l -
Reagen 1000
l
1000 l 1000 l
Campur dan inkubasi pada suhu 250C selama 10 menit, Baca pada
potometer = 546 nm. Std = 6 mg/dl, optimum reaksi 15 menit.
Nilai Normal pada tikus putih : ≤ 3 mg/dl
(Gandasoebrata, 2010).
4.8. Analisa Data
Data yang dikumpulkan dianalisa statistik menggunakan Anova jika data berdistribusi
normal dan homogen atau Kruskal-Wallis jika data tidak berdistribusi normal dan homogen.
4.9. Etika Penelitian
Etik penelitian akan di ajukan ke komite etik Fakultas Kedokteran Universitas
Mataram.
34
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. HASIL PENELITIAN
5.1.1. Pembuatan Rajalom.
Pembuatan rebusan ramuan jamu khas Lombok “Rajalom” : yang terdiri dari 10 gram
daun salam, 10 gram akar alang-alang, 10 gram pegagang, dan 10 gram sambiloto yang
dimasak dengan dua gelas air menjadi ¾ gelas (Dosis I). Penyediaan ramuan untuk
seluruh perlakuan akan dilakukan 1 kali pada tahap persiapan penelitian. Semua bahan
ramuan yang dibutuhkan sesuai dengan dosis kelompok, dimasak dengan volume air
yang sesuai panduan Batra sehingga menjadi ¾ volume semula. Hasilnya didinginkan
dan dilakukan freeze drying sehingga terbentuk sedian berbentuk bubuk kering. Proses
pembuatan ramuan dilakukan pada laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram. Adapun gambar dan hasil ramuan “Rajalom” seperti ditunjukkan
pada gambar 5.1,5.2,5.3,5.4,5.5 dan 5.6.
Gambar 5.1. Tanaman Pegagan
Gambar 5.2. Daun Sambiloto
35
Gambar 2. Daun Salam
Gambar 5.3. Akar alang - alang
Gambar 5.4. Daun salam
Gambar 5.5. Air Rebusan Rajalom
36
Gambar 5.6. Rajalom yang dibekukan siap untuk di Frezeer dalam bentuk bubuk
5.1.1.2 Kasar Asam Urat Plasma
Tabel 5.1 Rerata kadar asam urat plasma hewan coba sebelum perlakuan dan setelah
perlakuan 7 dan 14 hari
Kelompok
Asam urat plasma perlakuan
selama 7 hari (mg/dL)
Asam urat plasma
perlakuan selama 14 hari
(mg/dL)
Sebelum
perlakuan
Setelah
perlakuan
Sebelum
perlakuan
Setelah
perlakuan
Kontrol Negatif 4,95±0,071 4,75±0,071 4,95±0,071 4,85±0,071
Kontrol
Allopurinol 4,60±1,200 1,60±0,458 7,25±5,586 0,80±0,283
Dosis I 9,30±6,255 2,67±2,060 7,70±3,604 1,75±0,778
Dosis II 4,17±1,290 1,50±0,566 8,33±7,506 1,95±0,919
Dosis III 5,87 ±3,075 1,53±1,097 3,50±2,830 1,9±0,141
Berdasarkan data pada tabel di 5.1. terlihat adanya penurunan kadar asam urat plasma
pada masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol Allopurinol pasca induksi dengan
makanan tinggi purin/sebelum diberikan perlakuan dengan setelah perlakuan selama 7 dan 14
hari. Kadar Asam urat tetap tinggi pada kelompok kontrol negative yang hanya diberikan
pakan standart dan aquadest.
37
Tabel 5.2 Porsentase Penurunan kadar asam urat plasma hewan coba pada
kontrol Allopurinol dan perlakuan setelah perlakuan 7 dan 14
Kelompok
% Penurunan Asam Urat Plasma
Setelah Perlakuan
Setelah hari ke 7 setelah hari ke 14
Kontrol Allopurinol 65,22 89,00
Dosis I 71,33 77,27
Dosis II 64,00 76,60
Dosis III 73,86 45,70
Data pada tabel 5.2 menunjukkan porsentase penurunan kadar asam urat plasma pada hewan
coba setelah perlakuan dibandingkan dengan sebelum perlakuan. Pada tabel di atas, terlihat
bahwa porsentase penurunan kadar asam urat plasma tertinggi diperoleh pada kelompok
kontrol positif /Allopurinol, yaitu mencapai 89 %, pasca pemberian selama 14 hari.
Porsentase penurunan kadar asam urat plasma terendah didapatkan pada kelompok dosis III,
setelah pemerian perlakuan, yaitu rebusan jamu RAJALOM selama 14 hari. Persentase
penurunan kadar asam urat pada kelompok lain, berkisar antara 64,00 % sampai dengan
77,27 %. Kondisi ini menunjukkan kecenderungan potensi jamu RAJALOM dalam
menurunkan kadar asam urat plasma.
Analisis statistik untuk mengetahui pengaruh “Rajalom” terhadap kadar asam urat dalam
plasma, berdasarkan hasil uji normalitas, didapatkan sebaran data tidak normal, sehingga uji
hipotesis menggunakan uji non parametrik Kruskal Wallis. Hasil uji dapat dilihat pada tabel
5.3.
Tabel 5.3. Hasil Uji Hipotesis dengan Kruskal Wallis
Kelompok (Hari) Asymp. Sig.
Setelah hari 7 0,693
Setelah hari ke 14 0,244
Hasil Uji hipotesis menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan
perlakuan, baik Allopurinol maupun jamu “Rajalom” selama 7 dan 14 hari dalam
menurunkan kadar asam urat plasma pada hewan coba. Namun secara porsentase terdapat
penurunan yang sangat berarti dari pemberian “Rajalom”.
Untuk melihat pengaruhnya pada masing-masing kelompok, maka dilajutkan dengan
uji Wilcoxon.
38
5.4. Hasil Uji Hipotesis Wilcoxon
Kelompok
Sebelum perlakuan
dan setelah 7 hari
pelakuan
Sebelum perlakuan
dan setelah 14 hari
pelakuan
Kontrol alopurinol 0.109 0.180
Dosis I 0.109 0.180
Dosis II 0.180 0.180
Dosis III 0.109 0.180
Hasil Uji Wilcoxon sebagaimana dijabarkan dalam tabel 4.4, tidak ada perbedaan
yang signifikan kadar asam urat plasma sebelum dan setelah perlakuan pada masing-masing
kelompok.
5.1.1.3 Kadar Asam Urat Urin
Untuk melihat pengaruh pemberian pelakuan terhadap ekskresi asam urat, amak
dilakukan pengukuran kadar asam urat urin. Hasil pengukuran kadar asam urat urin hewan
coba dapat dilihat pada tabel berikut:
5.5 Rerata Kadar Asam Urat Urin hewan coba setelah perlakuan
Kelompok
Asam urat urin
setelah pelakuan
selama 7 hari
(mg/dL)
Asam urat urin
seteah perlakuan
selama 14 hari
(mg/dL)
Kontrol alopurinol 4,65 NA
Dosis I 8,9 8,9*
Dosis II 4,9* 3,7
Dosis III NA 73
Keterangan :
* = hanya terdapat 1 sampel urin
NA = tidak dapat dilakukan pengukuran
Data pada tabel 5.5 tidak dapat simpulkan, karena tidak lengkap dan pada beberapa kelompok
dosis, hanya didapatkan 1 sampel urin.
5.1.1.4 Gambaran Histopatologi aorta
Gambaran Makroskopis aorta hewan coba pada semua kelompok perlakuan setelah perlakuan
7 dan 14 hari, tidak ditemukan plak ateroskelrosis. Hasil pemeriksaan mikroskopis, juga tidak
terdapat plak aterosklerosis dan sel busa pada semua sediaan aorta hewan coba setelah
39
perlakuan 7 dan 14 hari. Adapun gambar dari hasil Histopatologi aorta dapat dilihat pada
gambar 5.7 s.d 5.10.
Gambar 5.7. Potongan Histopatologi Aorta yang diberikan Alopurinol
Gambar 5.8. Potongan Histopatologi Aorta yang diberikan “Rajalom” Dosis III
Gambar 5.9. Potongan Histopatologi Aorta yang diberikan “Rajalom” Dosis II
40
Gambar 5.10. Potongan Histopatologi Aorta yang diberikan “Rajalom” Dosis I
5.2.PEMBAHASAN
5.2.1. Potensi jamu/ramuan Rajalom dalam menurunkan kadar asam urat plasma pada
hewan coba.
Penelitian ini ingin membuktikan potensi jamu Rajalom yang komposisinya terdiri
atas daun salam, daun sambiloto, pegagang dan akar alang-alang dalam menurunkan kadar
asam urat dan mencegah terjadinya komplikasi aterosklerosis pada hewan coba. Pada
penelitian ini juga dilakukan eksplorasi dosis ramuan, untuk mencari dosis yang lebih efektif.
Pada penelitian ini, induksi hiperuricemia yang awalnya akan menggunakan kombinasi diet
tinggi lemak/purin dan pottasium oksanat IP dimodifikasi menjadi hanya pemberian diet
tinggi lemak/purin saja. Diet tinggi purin dengan komposisi pakan standar, tepung melinjo,
telur puyuh, lemak sapi dan margarine, selama 3 minggu, terbukti mampu meningkatkan
kadar asam urat plasma hewan coba. Penelitian lain juga membuktikan, pemberian pakan
tinggi lipid, mampu meingkatkan kadar asam urat plamsa, seperti pada penelitian oleh
Restusari, dkk (2014), dimana pemerian pakan berupa homogenate hati sapi 3% BB selama
21 hari,mampu meningkatkan kadar asam urat plasma tikus.
Hasil penelitian ini menunjukkan potensi jamu/ramuan Rajalom pada berbagai dosis
dan lama pemberian 7 dan 14 hari dalam mampu menurunkan kadar asam urat plasma pada
hewan coba. Pada dosis I (Batra) yang merupakan dosis digunakankan secara turun -temurun,
penurunan kadar asam urat setelah 7 dan 14 hari pemberian, mampu menurunkan 6,63 mg/dl
dan 5,95 mg/dl. Jika dibandingkan dengan kadar asam urat plasma sebelum pemberian jamu,
porsentase penurunnya mencapai 71,33 dan 77,27 %. Pada dosis II, dimana dosis
41
ditingkatkan menjadi 2 kali dosis Batra, rerata penuruna kadar asam urat plasma 2,67 mg/dl
dan 6,38 mg d/ atau sebesar 64 % dan 76,60 % jika dibandingkan kadar asam urat sebelum
perlakuan, pada pemberian 7 dan 14 ramuan. Dosis III, yaitu dengan konsentrasi bahan 3 kali
dosis Batra, didapatkan porsentase penurunan lebih tinggi setelah pemberian ramuan 7 hari,
dibandingan dengan setelah 14 hari, yaitu 73,86 % dan 45,7 %. Porsentase penurunan kadar
asam urat plasma hari ke 7, lebih tinggi pada kelompok ramuan dibandingkan dengan
kelompok kontrol Allopurinol, namun pasca hari 14, penurunan kelompok Allopurinol
mencapai 86 %.
Pada Uji Hipotesis Kruskall Wallis, tidak terbukti adanya hubungan yang signifikan
antara pemberian Allopurinol dan peningkatan dosis ramuan dengan kadar asam urat plasma
hewan coba, baik setelah pemberian 7 hari, maupun setelah 14 hari. Pada uji dengan LSD,
tidak terdapat perbedaan kadar antara kelompok kontrol positif/Allopurinol dengan semua
kelompok ramuan, dan antara sesama kelompok ramuan, baik sebelum pemberian perlakuan,
maupun setelah 7 dan 14 hari perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa efek ramuan Rajalom,
setara dengan Allopurinol yang merupakan obat standar dalam penatalaksanaan
hiperurisemia.
5.2.2. Hasil pengukuran kadar asam urat dalam urine.
Hasil pengukuran kadar asam urat dalam urine, tidak dilakukan analisa, karena tidak
semua kelompok dapat diambil sampel urinnya. Pada penelitian ini dilakukan pengumpulan
sampel urin dengan menampung urin yang dieksresikan oleh hewan coba, namun, sebagain
besar urin telah terkontaminasi dengan dengan feses. Pengambilan sampel urin intravesica
urinaria tidak dapat dilakukan, saat pembedahan vesica urinaria dalam keadaan kosong.
Pengukuran kadar sama urat urin, dapat menunjukkan jumlah asam urat yang terekskresi
melalu urin. Peningkatan kadar asam urat plasma / hiperuricemia dapat disebabkan oleh
peningkatan produksi dan atau penurunan ekskresi. Pengukuran kadar urin juga dapat
memberikan petunjuk efek ramuan dan obat standar dalam mempengaruhi eksresi asam urat.
Salah satu dampak jangka panjang dari hiperuricemia adalah dapat memicu kelaian
pada sistem kardiovaskuler, salah satunya adalah aterosklerosis. Pada penelitian oleh
Radjabian, et al (2009), pemberian makanan tinggi koleterol dengan menambahkan 1 gram
kolesterol pada pakan standar kelinci selama 2 bulan, mampu menimbulkan plak
aterosklerosis pada aorta hewan coba. Dalam Zaragoza, et al (2011), dikatakan bahwa hewan
coba tikus mempunyai ciri, jika diinduksi untuk terbentuknya plak ateroskerosis, umumnya
tidak terbentuk plak pasca induksi, namun berguna untuk penelitian tentang renostenosis.
Pada penelitian, tidak terbentuknya plak ateroskelrosis diduga akibat lama induksi yang
42
pendek dan sifat dari dari hewan coba, sebagaimana yang dinyatakan dalam Radjabian et al
(2009) dan Zragoza, et al (2011).
Allopurinol merupakan substrat santin oksidase dan dieliminasi melalui ginjal
terutama sebagai oksipurinol (Schunack et al, 1990). Allopurinol dapat dimetabolisme oleh
xantin oksidase, namun tidak membentuk hasil akhir asam urat, sehingga proses metabolimse
purin menjadi asam urat teralihkan. Allopurinol yang memiliki waktu paruh dalam plasma
sekitar 40 menit, dihidrolisis oleh santin oksidase menjadi metabolit (Mutschler, 1991).
Metabolit Allopurinol -1-ribonukleotida, yang dapat dinyatakan kecil dalam ekstrak organ,
mungkin bertanggungjawab untuk inhibisi tambahan dari sintesis de novo purin (Schunack et
al, 1990). Melalui penghambatan xantin oksidase maka hipoksantin dan santin diekskresi
lebih banyak dalam urin sehingga kadar asam urat dalam darah dan urin menurun (Mutschler,
1991).
5.2.3. Kandungan masing – masing ramuan Rajalom.
Ramuan Rajalom mempunyai bahan dasar yang telah diteliti secara terpisah mampu
mengandung senyawa yang mampu menurunkan kadar asam urat. Daun salam (Syzygium
polyanthum) mengandung senyawa seperti tanin, flavonoid, lakton, saponin, steroid,
triterpenoid, eugenol, vitamin C, A, tiamin, niacin, riboflavin, B12, dan asam folat
(Taufiqurrohman, 2015). Akar alang-alang (Imperata cylindrica) mengandung tannin,
flavonoid, saponin, dan alkaloid dan alkaloid dan steroid (Jayalakshmi,et al., 2010;
Parvathyet al., 2012; Krishnaiah, et al., 2009). Pegagang (Cantella asiatica) mengandung
senyawa antara lain alkaloid, saponin, steroid, terpenoid. Alkaloid dalam pegagang
didindikasikan mampu menghambat xantin oksidase (Sugianto). Daun sambiloto
mengandung antara lain flavonoid turunan flavon yaitu hidroksi flavon (Septianingsih dkk,
2012).
Salah satu kandungan dalam bahan dasar Rajalom adalah kelompok flavonoid.
Kemampuan senyawa tersebut dalam menurunkan asam urat adalah dengan mekanisme
hambatan terhadap aktivitas xantin oksidase pada basa purin sehingga akan menurunkan
produksi asam urat. Pat Hal ini sesuai dengan pendapat Cos et al tahun 1989 bahwa dari
harga IC 50 flavonoid menyatakan bahwa 50% penghambatan xantin oksidase sama dengan
50% penurunan produksi asam urat. Jenis flavonoid yang berperan dalam mekanisme
penghambatan enzim xantin oxidase adalah flavon dan flavonol (Cos et.al., 1998).
Menurut Cos, et la (1989), kapasitas penghambatan xantin oksidase oleh flavolonid,
terkait dengan strukturnya. Kelompok hidroxyl pada C-5 dan C-7 dan adanya ikatan ganda
antara C-2 dan C-3, mempunyai kapasitas penghambtan xantin oksidase paling kuat. Flavon
43
memperlihatkan kapasits penghambatan sedikit lebih tinggi dari flanonols. Berdasarkan
kapasitas penghambatan terhadap xantin oksidase dan efek superoxide scavengers, flavonoid
dikelompokkan atas 6 kelompok. Kelompok A merupakan yang paling kuat. Quarcetin juga
mampu menghambat xantin oksidase dengan kuat, dan masuk kategori A.
Kadar total fenolik daun salam mencapai 614.70 mg GAE/100 gram simplisia (Dewi,
2012). Flavonoid yang aman untuk dikonsumsi adalah sebesar 20-240 mg per hari. Rentang
dosis ini tidak memberikan efek samping yang merugikan kesehatan (Skibola C dan Smith
MT, 2009). Penelitian lain menemukan bahwa pemberian flavonoid jenis quercetin pada
hewan coba tikus sebesar 2000 mg/kgBB per hari meningkatkan keparahan dari keganasan
epitel tubular ginjal (Harwood et al.A . 2007).
Flavonoid merupakan senyawa yang mudah rusak akibat suhu. Flavonoid (fenol)
memiliki suhu optimal 00 C – 65
0C (Putri, dkk, 2014). Pada penelitian, ramuan dimasak pada
suhu yang lebih 650C dalam jangka waktu yang lama. Hal ini diduga berpengaruh terhadap
hasil penelitian ini.
44
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.KESIMPULAN
a Pemberian Ramuan jamu dari Lombok Rajalom selama 7 dan 14 hari mampu
menurunkan kadar asam urat plasma hewan coba dengan rentang antara dan 45,7
%- 77,27 %, sedangkan pada kelompok kontrol positif / Allopurinol mampu
menurunkan sampai dengan 86 % pada hari ke 14.
b Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan terhadap
kadar asam urat plasma hewan coba pada hari ke 7 dan hari ke 14.
c Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar asam urat plasma hewan
coba sebelum perlakuan dengan sesudah perlakuan antara kelompok kontrol
positif dengan kelompok perlakuan.
d Permeberian induksi dengan pakan tinggi lemak/purin selama 3 minggu pada
hewan coba tikus (Rattus Novergicus) tidak menimbulkan terbentuknya plak
aterosklerosis.
6.2. SARAN
a Perlu dilakukan uji kadar dan jenis flavonoid yang terdapat dalam ramuan khas
Lombok Rajalom pada berbagai jenis suhu.
b Perlu penelitian lebih lanjut mengenai uji Toksisitas dan uji klinik dari ramuan
Rajalom.
45
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pegawas Obta dan Makanan, 2013. Dokumentasi Ramuan Etnomedisin Obat Asli
Indonesia, edisi Khusus
Dalimartha, Setiawan. 2003. Resep Tumbuhan Obat untuk Asam Urat. Penebar Swadaya:
Jakarta.
Dhianawaty D, Ruslin, 2015. Kandungan Total Polifenol Dan Aktivitas Antioksidan Dari
Ekstrak MetanolAkar Imperata Cylindrica (L) Beauv. (Alang-Alang). MKB, Volume 47
No. 1
Harwood et al.A . 2007. Critical Review Of The Data Related To The Safety Of Quercetin
And Lack Of Evidence Ofin Vivo Toxicity, Including Lack Of Genotoxic/Carcinogenic
Properties.Elsevier.45: 2179–2205.
Huang DJ et al. 2004. Antioxidant And Antiproliferative Activities Of Water Spinach
(Ipomoea Aquatica Forsk) Constituents. 4. 46: 99-106.
Jayalakshmi S, Patra A, Lal VK, Ghosh AK, 2010. Pharmacognostical Standardization Of
Roots Of Imperata Cylindrica Linn(Poaceae), Journal of Pharmaceutical Research and
Sciences. 2(8): 472-476.
Kosasih, E.N, A.S. Kosasih. 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik, E/2.
Karisma Publising Group: Tangerang.
Krisnatuti, Diah, dkk. 1997. Perencanaan Menu untuk Penderita gangguan Asam Urat.
Penebar Swadaya: Jakarta.
Muhamad, As’adi. 2010. Waspadai Asam Urat. Diva Press: Yogyakarta.
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi , Edisi
Kelima, ITB, Bandung, 217-221
Putri, Dwi Desmiyeni dkk , 2014. Kandungan Total Fenol dan Aktivitas Antibakteri Kelopak
Buah Rosela Merah dan Ungu Sebagai kandidat Feed Additive Alami Pada Broiler. Jurnal
Penelitian Pertanian Terapan Vol. 14 (3:174-180 )
Purwadianto A, 2010. Jamu Menjadi Tuan Rumah Di Negeri Sendiri. Kementerian Kesehatan
RI.http://www.depkes.go.id/article/print/1204/jamu-menjadi-tuan-rumah-di-negeri-
sendiri.html
Sarker, Satyajit D & Nahar Lufun, 2009. Kimia untuk mahasiswa farmasi bahan kimia
organik, alam dan umum . Pustaka Pelajar. Jakarta
Schunack, W., Mayer, and K., Manfred, H., 1990, Senyawa Obat Kimia Farmasi,
diterjemahkan oleh Joke, Witlmena dan Soebita, S., Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
46
Skibola C dan Smith MT. 2009. Potential Health Impacts Of Excessive Flavonoid
Intake.Elsevier. 29(3/4): 375–383.
Utami, Prapti dan Tim Lentera. 2006. Tanaman Obat untuk Mengatasi Rematik dan Asam
Urat. Agromedia Pustaka: Tangerang.
Wahyu, Indah Utami, 2008. Efek fraksi air ekstra etanol daun salam (Syzygium polyanthum
Wight terhadap penurunan kadar asam urat pada mencit putih (Mus musculus) jantan
galur BALB-C yang diinduksi dengan kalium oksanat. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta .
Zaragoza, Carlos et al; 2011. Review Article, Animal Models of Cardiovascular Diseases,
Journal of Biomedicine and Biotechnology, Volume 2011.
47
Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian
a. Hasil Pembuatan pakan Hiperuresemia dan Hiperkholesterol
Gambar 1. Biji Melinjo dengan kulit
Gambar 2. Biji Melinjo tanpa kulit
Gambar 3. Tepung biji melinjo dan telur puyuh
48
Gambar 4. Proses pencampuran pakan Hiperurecemia dan Hiperkolesterol
Gambar 5. Pencetakkan Pakan Hiperuresia dan hiperkolesterol
Gambar 6. Proses Pengovenan pakan Hiperuresia dan Hiperkolesterol
49
Gambar 7. Biskuit Pakan Hiperuresimia dan Hiperkolesterol
b. Aklimatisasi dan Terminasi Hewan Coba
Gambar 8. Hewan coba tikus putih
50
Gambar 9. Proses Terminasi Hewan Coba untuk pengambilan darah dan Aorta
Gambar 10. Pengambilan Aorta
Gambar 11. Proses Fiksasi Jaringan untuk sampel pemeriksaan PA
Gambar 12. Koleksi Urine Hewan coba untuk pemeriksaan Asam urat
51
Gambar 13. Koleksi Darah Hewan coba untuk pemeriksaan Asam urat