KLIPPING bapak sudung

download KLIPPING bapak sudung

of 23

description

ikm

Transcript of KLIPPING bapak sudung

1. PENYEDIAAN AIR MINUM (WATER SUPPLY)

Judul: Penyediaan Air Minum Dalam Mencapai Target MDGsArtikel:

Penyediaan Air Minum Dalam Mencapai Target MDGs

(KompasianaBaru-Jakarta) Kita ketahui bahwa air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kualitas dan keberlanjutan kehidupan manusia. Oleh karenanya air minum mutlak harus tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai.

Pada hakekatnya alam telah menyediakan air minum yang kita butuhkan namun desakan pertumbuhan penduduk yang tidak merata serta aktivitasnya telah menimbulkan berbagai dampak perubahan tatanan dan keseimbangan lingkungan.

Isu dan masalah strategis terkait penyediaan air minum yang ada saat ini cukup rumit dan erat kaitannya dengan kondisi tingkat pelayanan sanitasi, namun harus dilihat sebagai suatu tantangan untuk mencapai target pelayanan air minum dan sanitasi baik yang di tetapkan dalam RPJMN maupun dalam kesepakatan MDGs (Millenium Development Goals).

Tujuan yang akan dicapai pada tahun 2015 meliputi 8 tujuan yaitu:1.Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan; 2.Mencapai Pendidikan untuk semua; 3.Mendorong Kesadaran Gender dan Pemberdayaan Perempuan; 4. Mengurangi Kematian anak; 5.Meningkatkan Kesehatan Ibu; 6.Memerangi HIV/AIDS dan Penyakit Menular lainnya; 7.Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup; 8.Mengembangkan Kemitraan Global.

Rusaknya sumber-sumber air sering dikaitkan dengan kesalahan pengelolaan lingkungan hidup, perubahan tata guna lahan, pencemaran domestik dan industri serta eksploitasi sumber daya air yang berlebihan akibat tekanan pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi. salah satu penyebab pencemaran utama adalah air limbah domestik.

Dikarenakan belum memiliki akses terhadap prasarana dan sarana sanitasi dasar yang memadai masih ada masyarakat yang buang air besar di sembarang tempat yang persentasenya secara nasional adalah sebesar 22,85% dari total penduduk (kota 9,97% dan desa 31,71%).

Kondisi ini tentu saja memberikan dampak negatif terhadap kondisi lingkungan kita terutama terhadap kualitas sumber air yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan dan menurunkan kualitas hidup masyarakat.

Strategi terpadu yang perlu dilaksanakan dalam rangka pencapaian sasaran MDGs untuk penyediaan air minum dan sanitasi adalah:1.peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan; 2.Pengembangan alternatif sumber pendanaan dan pola pembiayaan; 3.Perkuatan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan; 4.Peningkatan jaminan dan kualitas air baku; 5.Peningkatan peran serta masyarakat.

Disamping itu perlu juga dilakukan sosialisasi untuk meningkatkan kepeduliaan masyarakat untuk hidup bersih dan sehat termasuk sosialisasi untuk merubah perilaku supaya tidak membuang tinja di sembarang tempat, jadi kesadaran hidup bersih harus ditanamkan sejak dini.Sumber: http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/31/penyediaan-air-minum-dalam-mencapai-target-mdgs-107420.html, 31 March 2010, 14:04WIBResume:Air minum merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia. Maka diperlukanlah air minum yang memadai dalam segi kuantitas maupun kualitas. Isu terkait penyediaan air minum saat ini cukup rumit. Banyaknya kerusakan sumber air yang dikaitkan dengan kesalahan pengelolaan lingkungan hidup, perubahan tata guna lahan, pencemaran domestik dan industri serta eksploitasi sumber daya air yang berlebihan. Salah satu penyebab pencemaran utama yakni air limbah domestik. Sebesar 22,85% penduduk Indonesia diperkirakan masih membuang air besar di sembarang tempat. Hal ini dikarenakan belum memadainya akses terhadap prasarana dan sarana sanitasi dasar. Kondisi ini memberi dampak negative terhadap kondisi lingkungan, terutama terhadap kualitas sumber air. Kualitas sumber air dapat membahayakan kesehatan dan menurunkan kualitas hidup masyarakat. Hal ini menjadi tantangan untuk mencapai target dalam RPJMN maupun kesepakatan MDGs. Beberapa strategi yang perlu dilaksanakan untuk mencapai target MDGs yakni dengan mengingkatkan kualitas dan cakupan pelayanan, mengembangkan alternatif sumber pendanaan dan pola pembiayaan, memperkuat kelembagaan dan perundang-undangan, meningkatkan jaminan dan kualitas air baku, serta meningkatkan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat untuk hidup bersih pun berperan dalam hal ini.

Komentar:

Saya setuju dengan artikel ini. Air merupakan kebutuhan dasar bagi manusia. Tubuh manusia sendiri sebagian besar terdiri atas kandungan air. Sebagai pemenuhan hidup manusia membutuhkan air yang berkualitas dan mencukupi dari sisi kuantitas. Namun memang keadaan lingkungan sekarang rentan akan pencemaran. Maka untuk mencapai target yang diharapkan memang diperlukan beberapa strategi, seperti andilnya pihak pemerintah dalam peraturan maupun perundang-undangan. Selain itu memang hal ini sangat membutuhkan dukungan masyarakat untuk peduli akan lingkungannya.2. PEMBUANGAN LIMBAH (SEVERAGE DISPOSAL)

Judul: Peraturan Pemerintah Ketinggalan ZamanArtikel:Peraturan Pemerintah Ketinggalan Zaman

JAKARTA, KOMPAS.com - Penegakan hukum bagi industri pencemar sungai di Indonesia terkendala regulasi. Perkembangan pemakaian bahan kimia berbahaya semakin maju. Daftar dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun tak mengikuti perkembangan itu.

Hal itu dikemukakan Ahmad Ashov Birry, Juru Kampanye Air Bebas Racun Greenpeace Indonesia, Sabtu (13/4/2013), di Jakarta. Saat ini, PP sedang direvisi. Greenpeace mengusulkan beberapa bahan kimia berbahaya, seperti phthalate, phenol, logam berat (merkuri, kadmium, dan timbal), serta beberapa lainnya dalam daftar pelarangan.

Ashov menuturkan, Greenpeace meminta pemerintah membuat PP yang dinamis dan implementatif. Hal itu di antaranya bisa digunakan untuk mengevaluasi bahan kimia berbahaya yang beredar di pasaran, kewajiban mencantumkan informasi dasar sifat/karakteristik pada label/basis data pemerintah, dan mengevaluasi daftar secara kontinu.

Greenpeace mendesak pemerintah untuk serius menyelamatkan Sungai Citarum yang tercemar berat limbah industri. Penegakan hukum bagi pelaku pencemaran mutlak dilakukan untuk mengurangi beban sungai.

Greenpeace beberapa kali melakukan aksi penyelamatan Citarum pada akhir 2012. Aksi pembentangan tanda tanya di permukaan Citarum direspons pemerintah daerah dengan memasang ratusan penanda saluran buangan limbah di Citarum.Penanda itu menyebutkan instansi yang terlibat, perusahaan pemilik saluran, dan titik koordinat.

Deputi Penataan Hukum Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Sudariyono mengatakan, pihaknya berkoordinasi dengan badan lingkungan hidup (BLH) daerah. Kemarin (pekan lalu) kami rapat koordinasi di Bandung dengan BLH-BLH yang dilalui DAS Citarum, tentang apa saja yang sudah, akan, dan perlu dilakukan,katanya.

Sudariyono mengatakan, penegakan hukum, baik secara administratif, perdata, maupun pidana, dilakukan bersama pemberi izin (pemerintah daerah). (ICH)Sumber: http://sains.kompas.com/read/2013/04/15/10014983/Peraturan.Pemerintah.Ketinggalan.ZamanSenin, 15 April 2013 | 10:01 WIBResume:Perkembangan pemakaian bahan kimia berbahaya semakin maju. Greenpeace mengusulkan beberapa bahan kimia berbahaya seperti phthalate, phenol dalam daftar pelarangan. Greenpeace meminta pemerintah membuat PP yang dinamis dan implementatif untuk mengevaluasi bahan kimia berbahaya yang beredar di pasaran. Selain itu peraturan ini dapat dijadikan sebagai kewajiban untukmencantumkan informasi dasar sifat/karakteristik pada label/basis data pemerintah, dan mengevaluasi daftar secara kontinu. Greenpeace mendesak pemerintah agar serius menyelamatkan Sungai Citarum yang tercemar berat limbah industri untuk mengurangi beban sungai. Salah satu aksi yang dilakukan oleh Greenpeace yakni aksi pembentangan tanda tanya di permukaan citarum. Aksi ini direspons pemerintah daerah dengan memasang ratusan penanda saluran buangan limbah di Citarum.

Komentar:

Saya setuju dengan apa yang disampaikan dalam artikel ini. Apa yang dikemukakan oleh pihak Greenpeace merupakan bentuk kepedulian mereka terhadap lingkungan. Maraknya penggunaan bahan kimia berbahaya dapat berpotensi mencemari lingkungan. Maka untuk mengatasi hal tersebut memang diperlukan peran andil pemerintah. Seharusnya pemerintah lebih serius dalam menyelamatkan lingkungan, khususnya dalam hal ini adalah Sungai Citarum. Pemerintah seharusnya membuat regulasi yang lebih baik, dinamis dan implementatif.3. HIGIENITAS MAKANAN (FOOD HYGIENE)

Judul: Penyakit Hepatitis Hantui Penggemar Angkringan

Artikel:Penyakit Hepatitis Hantui Penggemar Angkringan

YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Berbincang dengan sahabat, teman ataupun pacar sambil menikmati kesederhanaan menu angkringan memang sungguh istimewa. Ditambah lagi suasana Yogya yang begitu klasik dan nyaman membuat setiap orang selalu ingin kembali lagi.

Meski demikian bagi para penyuka angkringan tetap harus berhati-hati. Sebab, penyakit Hepatitis A menghantui penikmat angkringan jika makanan dan minuman yang di sajikan tidak higienis dan sehat.

Bupati Sleman Sri Purnomo saat ditemui di sela festival Menu Angkringan di Taman kuniler Condongcatur, Depok, Sleman mengatakan, kebanyakan yang nongkrong di angkringan adalah mahasiswa dan hingga pertengahan Mei 2013 sudah ada sekitar 142 yang menderita Hepatitis A.

"Mayoritas penderitanya Hepatitis A, gemar nongkrong dan makan makanan di angkringan," terangnya, Sabtu (11/5/2013) malam.

Sri Purnomo mengungkapkan, guna mengatasi merebaknya penderita Hepatitis A di wilayahnya, pihaknya lewat Dinas Kesehatan melakukan penyuluhan dan edukasi kepada pedagang kuliner angkringan yang ada di Kabupaten Sleman.

"Dengan penyuluhan diharapkan para pedagang bisa sadar akan kehigienisan makanan sehingga masyarakat dan mahasiswa yang menyukai kuliner angkringan bisa tetap sehat," katanya.

Ia menjelaskan edukasi yang diberikan kepada para pedagang angkringan itu antara lain tentang pentingnya pemberian kaporit untuk klorinasi air bersih yang digunakan. Lalu pemeriksaan spesimen makanan, alat makan yang higienis, alat masak yang bersih dan menjaga air untuk memasak agar selalu bersih.

"Air untuk mencuci pun harus higienis dan bersih," ungkapnya.

Selain memberikan edukasi dan pendampingan kepada para penjual angkringan, pihaknya juga melakukansweepingpenderita Hepatitis A. Hasilnya memang kebanyakan penderita adalah mahasiswa.

"Angkringan juga sudah menjadi salah satu karakter budaya masyarakat di Yogya, jadi banyak yang menggemari. Harganya memang murah, tetapi pedagang tetap harus memberikan jaminan bahwa makanan yang disajikan kepada konsumen itu sehat," kata Sri Purnomo.

Di tempat yang sama Camat Depok Sleman Krido Suprayitno mengatakan, festival kuliner angkringan diadakan sebagai perangsang bagi penjual angkringan untuk lebih meningkatkan higienitas makanan dan minuman, sehingga kesehatan konsumen terjamin.

"Lomba kali ini juga agar penjual angkringan bisa kreatif untuk menarik konsumen," pungkasnya.Sumber : Kompas( Minggu, 12 Mei 2013( 13:07 WIBResume:

Angkringan merupakan tempat kuliner yang khas di Yogya. Belakangan banyak penikmat angkringan di Sleman yang terkena Hepatitis A. Kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa, dan hingga pertengahan Mei 2013 jumlah yang menderita Hepatitis A mencapai sekitar 142 orang. Dalam rangka mengurangi merebaknya Hepatits A di wilayah ini, Dinas Kesehatan melakukan penyuluhan dan edukasi kepada pedagang kuliner angkringan yang ada di kabupaten Sleman. Pedagang angkringan diberikan edukasi tentang pentingnya pemberian kaporit untuk klorinisasi air bersih yang digunakan. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan spesimen makanan, alat makan yang hienis, alat masak yang bersih serta kebersihan air yang digunakan, serta sweeping penderita Hepatitis A. Dengan penyuluhan ini diharapkan para pedagang sadar akan kebersihan makanan dan mahasiswa penyuka kuliner angkringan bias tetap sehat.Komentar:

Keberadaan angkringan dapat menjadi salah satu asset wisata kuliner bagi Yogyakarta. Namun kebersihannya harus terjaga. Makanan yang disajikan haruslah bersih dan aman untuk dikonsumsi. Maka dari itu sangat tepat bila dilakukan penyuluhan terhadap para pedagang untuk menjaga kebersihan makanan yang mereka jual.4. SANITASI PEMUKIMAN DAN TEMPAT-TEMPAT UMUM

Judul: 50 Juta Penduduk Tak Punya Toilet

Artikel:50 Juta Penduduk Tak Punya Toilet

KOMPAS.com - Krisis sanitasi saat ini belum dianggap sebagai isu dunia yang mengkhawatirkan. Padahal, menurut data 40 persen penduduk dunia tidak memiliki akses pada fasilitasi sanitasi dan toilet yang layak. Di Indonesia, sekitar 20 persen penduduk atau sekitar 50 juta orang belum memiliki toilet.

Tidak adanya toilet yang layak membuat warga memilih untuk buang air besar di tempat terbuka seperti sawah, sungai, atau tanah kosong. Setiap harinya, dihasilkan 14.000 ton tinja yang dibuang bukan di toilet. Jumlah itu setara dengan 6.700 gajah sumatera.

"Tinja tersebut mencemari sungai dan air tanah. Karenanya tidak ada air sungai yang melewati kota yang airnya layak sebagai sumber air," kata Nugroho Tri Utomo, Direktur Pemukiman dan Perumahan Bappenas dalam acara peringatan Hari Toilet Sedunia di Jakarta, Senin (19/11/12).

Kurang memadainya sanitasi dasar itu bisa menjadi pembunuh berantai tersembunyi. Hampir 900 juta orang di dunia dipaksa untuk mengonsumsi air kotor. Sementara setiap detik 20 anak meninggal dunia karena penyakit yang diakibatkan sanitasi buruk. Jumlah ini lebih besar daripada kematian yang diakibatkan oleh AIDS, malaria, dan campak.

Nugroho menjelaskan, pemerintah baru menganggarkan dana sanitasi sebesar Rp 6.500 per orang per tahun, padahal idealnya adalah Rp 47.000 perorang pertahun.

"Sedikit orang yang memprioritaskan investasi sanitasi, termasuk di rumah sendiri. Ini karena dulu masalah sanitasi dianggap sebagai masalah pribadi," katanya.

Toilet adalah hal yang krusial bagi kehidupan manusia. Selain mempertahankan kesehatan, toilet yang layak juga memperbaiki martabat, meningkatkan taraf hidup, dan memberdayakan masyarakat. Menurut Sjukrul Amien, Direktur PPLP Kementrian Pekerjaan Umum, yang terpenting sebenarnya bukan hanya dana untuk membangun toilet, tetapi komitmen dan perubahan perilaku masyarakat.

Sejumlah program telah dilancarkan pemerintah dalam rangka mempercepat pembangunan sanitasi di Indonesia. Antara lain Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, program yang bertujuan membebaskan 2000 desa di Indonesia dari buang air sembarangan.

World Toilet Day yang diperingati setiap tanggal 19 November bertujuan untuk mendobrak tabu dalam membicarakan toilet serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya fasilitas dan infrastuktur toilet.Sumber: Kompas.com( Senin, 19 november 2012( 16:13 WIBPenulis : Lusia Kus AnnaResume:

Toilet merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Namun kurangnya ketersediaan fasilitas sanitasi dan toilet sejauh ini kurang menjadi perhatian. Di Indonesia masih ada 50 juta orang yang belum memiliki toilet. Mereka membuang air besar di tempat terbuka seperti sawah, sungai, ataupun tanah kosong. Akibatnya tinja mencemari sungai dan air tanah. Hal ini mengakibatkan banyak warga yang terpaksa mengonsumsi air kotor. Bahkan setiap detik 20 anak meninggal dunia akibat sanitasi yang buruk. Di Indonesia sendiri dana sanitasi masih sangat jauh dari ideal, yakni Rp 47.000 per tahun.Dalam rangka mempercepat pembangunan sanitasi di Indonesia, pemerintah melancarkan sejumlah program. Salah satu program tersebut yakni Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Program ini bertujuan membebaskan 2000 desa Indonesia dari buang air sembarangan.

Komentar:

Sanitasi memang merupakan kebutuhan yang esensial dalam kehidupan manusia. Namun masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki sanitasi yang baik seperti toilet, sehingga mereka membuang air besar di tempat yang tidak semestinya. Hal ini dapat mencemari lingkungan. Menurut saya diperlukan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih sadar akan pentingnya toilet dan bahaya yang dapat ditimbulkan bila membuang air tidak pada tempatnya. Selain itu sangat diperlukan peranan pemerintah dalam pembangunan sanitasi yang memadai bagi masyarakat. Hal ini tentu berperan dalam kesejahteraan masyarakat kelak.5. PENCEMARAN LINGKUNGANJudul: 80% Pencemaran Sungai dari Sampah Rumah TanggaArtikel:80% Pencemaran Sungai dari Sampah Rumah Tangga

JAKARTA - Sekitar 80 persen pencemaran di Sungai Ciliwung disebabkan oleh sampah rumah tangga atau limbah domestik. Berdasarkan hasil investigasi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), terdapat 108 titik tumpukan sampah yang merupakan lokasi pembuangan sampah di bantaran Sungai Ciliwung. Pencemaran itu merupakan akibat dari rendahnya kesadaran masyarakat menjaga lingkungan. Sungai Ciliwung, yang seharusnya optimal menampung air hujan, kini telah kotor.

"Kondisi kualitas air Sungai Ciliwung saat ini sudah tercemar. Hal itu juga disebabkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan Sungai Ciliwung," kata Gubernur DKI Jakarta akhir pekan lalu.

Menteri Lingkungan Hidup RI Balthasar Kambuaya menambahkan selain pencemaran dari sampah keluarga, terdapat sekitar 400 kegiatan usaha yang secara langsung maupun tidak membuang air limbahnya ke Ciliwung. Bahkan, kata dia, berdasarkan hasil investigasi, terdapat 108 titik tumpukan sampah yang merupakan lokasi pembuangan sampah dibantaran Sungai Ciliwung.

Dari jumlah itu, 10 titik tumpukan sampah telah ditutup. Namun, dari pengamatan di lapangan, masih banyak ditemukan masyarakat yang menghuni bantaran sungai. tercatat 26.818 keluarga yang menghuni bantaran Sungai Ciliwung. Hal itu menyebabkan terjadinya sedimentasi, penyempitan sungai, dan tingginya angka pencemaran.Sumber:http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/84004KoranJakartaPerkotaan Senin, 20 Februari 2012 | 06:50:03 WIB

Resume :

Investigasi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menemukan fakta bahwa terdapat 108 titik tumpuk sampah di bantaran Sungai Ciliwung. Hal ini terjadi akibat rendahnya kesadaran masyarakat menjaga lingkungan. Banyak masyarakat yang membuang sampah keluarga di sungai tersebut. Selain itu terdapat sekitar 400 kegiatan usaha yang turut membuang limbahnya ke sungai Ciliwung baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun, dari pengamatan banyak ditemukan masyarakat yang menghuni bantaran sungai. Hal ini mengakibatkan sedimentasi, penyempitan sungai, dan tingginya angka pencemaran.

Komentar:Sungai Ciliwung yang seharusnya berperan dalam penampungan air hujan, menjadi terganggu fungsinya karna banyaknya tumpukan sampah di dalamnya. Selain itu terdapat banyak masyarakat yang menghuni bantaran sungai. Tidak hanya mengganggu fungsi sungai, hal ini pun membahayakan masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Dalam mengatasi hal ini diperlukan campur tangan pemerintah dan juga masyarakat. Keduanya harus saling bekerja sama mengatasi hal ini, dan tidak bias hanya mengandalkan sebelah pihak. Pemerintah diharapkan turut dalam regulasi peraturan dan masyarakat diharapkan semakin sadar akan bahaya yang dapat ditimbulkan kelak.6. PENGENDALIAN VEKTOR DAN TIKUS(VECTOR AND RODENT CONTROL)

Judul: Pengendalian Vektor TikusArtikel:Pengendalian Vektor TikusTikus merupakan hama penting yang menimbulkan kerugian bagi tanaman pertanian baik dilapangan maupun hasil pertanian dalam penyimpanan. Jenis tanaman yang sering mendapat serangan hama tikus adalah padi, jagung, kedelai, kacang tanah dan ubi-ubian.Jenis tikus yang banyak menimbulkan kerugian adalah Rattus Argentiventer (tikus sawah) dan Rattus diardi yang menimbulkan kerusakan hasil dalam simpanan.

Perkembangbiakan tikus sangat cepat, umur 1,5 - 5 bulan sudah dapat berkembangbiak, setelah hamil 21 hari, setiap ekor dapat melahirkan 6-8 ekor anak, 21 hari kemudian pisah dari induknya dan setiap tahun seekor tikus dapat melahirkan 4 kali.

Tikus suka hidup ditempat gelap yang bersemak-semak dari banyak rerumputan didekat sumber makanan.

hal-hal yang perlu diperhatikan untuk memperoleh hasil pengendalian tikus yang baik, antara lain yaitu:

Sanitasi Tanaman dan Lingkungan yaitu membersihkan semak-semak dan rerumputan, membongkar liang dan sarang serta tempat perlindungan lainnya.

Mekanis

Meliputi semua cara pengendalian yang secara langsung membunuh tikus dengan pukulan, diburu anjing, menggunakan perangkap dsb.

Cara ini akan berhasil bila diorganisir dengan baik dan dilakasanakan serentak, sebagai contoh adalah pemasangan perangkap dengan menggunakan bambu dengan panjang antar 1,5 - 2 meter yang salah satu ujungnya dibiarkan tertutup dan ujung lainnya dilubangi.

Pemasangan dilakukan sore hari ditempat yang biasa dilalui tikus didekat pamatang diharapkan tikus akan masuk lubang dan sembunyi, dan pagi diambil dengan terlebih dahulu ujung yang terbuka dimasukkan karung/plastik, kemudian tikus yang ada dibunuh.

Mengatur waktu tanam

Dengan mengatur waktu tanam, maka waktu tersedianya makanan yang disukai tikus terbatas.

Pengendalian Biologis

Dengan memanfaatkan musuh alami (predator) yang menghambat populasi tikus seperti ular, kucing dll.

Penggunaan bahan kimia

Bahan kimia yang digunakan biasanya adalah Rodentisida seperti Klerat RM dll yang ada dipasaran dan gas beracun (belerang).

Rodentisida digunakan dengan umpan yang disukai tikus seperti: beras, jagung, ubi kayu dn ubi jalar. Umpan beracun ada 2 jenis, yaitu yang siap pakai seperti; Klerat RM dan Umpan yang dibuat sendiri (umpan + Zink Phosfit).Racun yang dipakai juga ada 2 jenis yaitu:

Racun akut yang bekerja cepat, tikus mati 3-14 jam sesudah peracunan, namun dapat menimbulkan jera umpan, contoh zink phosfit. Perbandingan umpan dan racun 99:1

Dosis penggunaan 10-20 gram umpan/raun per tempat umpan

Racun kronis yang bekerjanya lambat, namun tidak menimbulkan jera umpan. Tikus akan mati 2 -14 hari setelah peracunan. Perbandingan umpan racun 19:1.

Contoh: Klerat RM dosis penggunaan 10-40 per tempat umpan.

Untuk melindungi umpan dari hujan dan tidak termakan hewan ternak, perlu digunakan tempat umpan yang diletakkan ditepi pematang dekat liang tikus dengan jarak masing-masing tempat 25 meter, dan masing-masing tempat diberi 10-20 gram umpan.

Penggunaan gas beracun

Penggunaan gas beracun akan efektif bila padi dalam stadium bunting dengan menggunakan dioksida belerang yang dihasilkan dengan membakar merang yang telah diberi serbuk belerang didalam alat emposan.

Asap dan gas yang keluar dihembuskan kedlam liang tikus pada pematang sawah. Sebelumnya lubang-lubang keluar ditutup terlebih dahulu.

Jadi dengan pengendalian hama tikus melalui berbagai cara yang dilaksanakan secara terpadu, ini diharapkan dapat menekan populasi tikus dilapangan dibawah ambang batas ekonomi yang tidak merugikan bagi petan

Sumber: http://rhynniz-afata.blogspot.com/, kamis, 13 november 2008Resume:

Tikus merupakan hama yang harus di bererantas. Tikus merupakan hama yang menimbulkan kerugian bagi manusia. Tikus dapat merusak pertanian seperti tanaman padi, jagung, kedelai,kacang tanah dan umbi-umbian. Jenis tikus yang banyak merusak pertanian adalah Rattus Argentiventer (tikus sawah dan Rattus diardi.

Perkembangan tikus sangat cepat. Pada umur 1.5-5 bulan sudah dapat berkembang biak. Umur kehamilan tikus 21 hari dan melahirkan 6-8 ekor. Setelah umur 21 hari berpisah dari induknya, dan setiap tahun seekor tikus dapat melahirkan 4 kali

Tikus suka hidup di tempat yang gelap yang bersemak-semakdan di dekat sumber makanan.

Pengendalian tikus antara lain

1. Sanitasi tanaman dan lingkungan dengan membersihkan semak-semak dan rerumputan, membongkar liang dan sarang serta tempat perlindungan lainnya.

2. Secara mekanis dengan langsung membunuh tikus dengan pukulan, diburu anjing, menggunakan perangkap

3. Secara biologis, memanfaatkan musuh alami(predator), dengan menghambat populasi tikus seperti kucing dan ular

4. Secara kimiawi dengan menggunakan racun tikus yaitu Rodentisida dan gas beracun.Racun yang bekerja cepat , tikus mati 3-14 setelah peracunan.

Komentar:

Saya setuju dengan artikel ini. Tikus membahayakan bagi manusia, selain itu juga dapat menimbulkan beberapa penyakit. Bila tikus hidup di wilayah manusia perlu dilakukan upaya pengendalian seperti yang disampaikan dalam artikel di atas. Namun semuanya harus tetap dalam keseimbangan ekosistem. Artikel ini menambah pengetahuan saya tentang bagaimana mengendalikan hewan pengerat ini.7. KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Judul: Problematika Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K-3) di Indonesia

Artikel:

Problematika Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K-3) di Indonesia

Oleh:

PAULUS LONDO

TAK dapat disangkal hingga kini aspek kesehatan dan keselamatan kerja atau disingkat K-3 belum mendapat perhatian serius di Indonesia. Kalaupun hal tersebut sering dibicarakan diberbagai seminar dan diskusi, umumnya tidak disertai dengan konsep implementasi yang jelas dan konkrit.

Kenyataan ini tentu tidak akan menguntungkan bagi Indonesia di masa mendatang, sebab masalah tersebut sejak dua dekade silam sudah menjadi isu internasional yang serius, karena berkaitan erat dengan berbagai masalah lainnya yang kini mendapat sorotan dunia.

Dari aspek penggunaan teknologi, misalnya perkembangan teknologi industri yang maju dengan pesat disatu sisi telah memberikan manfaat luar biasa bagi kehidupan ummat manusia. Namun disisi lain teknologi juga menebar beraneka ragam ancaman serius bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat, terutama bagi para pekerja dan lingkungan sekitar lokasi industri. Potensi ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan kerja tersebut ada yang latent ada pula yang manifest. Begitu pula proses kemunculannya ada yang berlangsung gradual ada pula yang muncul spontan.

Dari sudut konfigurasi ketenaga-kerjaan tampilnya kelompok pekerja profesional sebagai elemen vital bagi kelangsungan dan kemajuan perusahaan, mendorong perlunya perhatian serius terhadap kelompok pekerja, baik demi kelangsungan perusahaan maupun demi peningkatan produktivitas.

Dalam industri modern, posisi pekerja profesional memang menjadi faktor penentu mati hidupnya perusahaan. Sementara mendidik pekerja menjadi profesional selain membutuhkan biaya tinggi juga waktu panjang. Karena itu demi menopang kehidupan danperkembangan perusahaan aspek kesehatan dan keselamatan kerja perlu perhatian serius agar kualitas para pekerja tidak mengalami degradasi.

Hal lain yang juga ikut mendorong perlunya perhatian serius terhadap kesehatan dan keselamatan kerja adalah menguatnya desakan akan penegakan hak-hak asasi manusia (HAM) sebagai suatu fenomena global.

Dalam perspektif penegakan HAM, adanya jaminan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan perusahaan dipandang sebagai bagian integral dari penegakan hak-hak asasi manusia.

Dimensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Di Indonesia, minimnya perhatian terhadap kesehatan dan keselamatan kerja kemungkinan besar disebabkan oleh ruang lingkup masalah tersebut yang amat luas, bersifat lintas sektor dan menyangkut berbagai aspek. Oleh karenanya pengelolaannya pun tentu bersifat lintas sektor dan membutuhkan koordinasi yang intens antar semua pihak terkait.

Sementara yang juga menjadi salah satu kelemahan serius di Indonesia adalah rendahnya kemampuan berkoordinasi, baik dalam perencanaan program maupun dalam pelaksanaan suatu kebijakan.

Dalam soal kesehatan dan keselamatan kerja, misalnya, yang dibutuhkan minimal koordinasi yang intens antara pihak yang terlibat dalam dunia kesehatan dan dunia ketenaga-kerjaan, baik pada lingkup operasional, penentu kebijakan, maupun dengan elemen yang terlibat dalam pengembangan ilmu dan teknologi.

Dengan kata lain, kesehatan dan keselamatan kerja dapat dilihat dari berbagai sisi, antara lain:

Dari ruang lingkupnya K-3 dapat diartikan sebagai suatu masalah yang berkaitan dengan Dunia Kesehatan dan Dunia Kerja yang serius saat ini dan menarik perhatian masyarakat internasional.

Sebagai disiplin ilmu merupakan ilmu kesehatan yang memberikan perhatian besar terhadap hubungan timbal balik antara aspek kesehatan dan aspek kerja.

Sementara dari aspek politik dan kebijakan publik dapat dicerminkan dengan berbagai peraturan dan kebijakan baik global maupun nasional yang bertujuan melindungi pekerja dan faktor yang dapat mengancam kesehatan dan keselamatannya dalam pekerjaan.

Ancaman dan Gangguan

Berdasarkan pengamatan, gangguan dan ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan kerja di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor yang dalam keseharian sering luput dari perhatian. Berbagai faktor penyebab tersebut dapat dibagi atas tiga kelompok, yakni:

a. Faktor Manusia, sebagai penyebab dominan (sekitar 80%) terganggunya kesehatan dan keselamatan kerja. Ini disebabkan manajemen sumber daya manusia dibanyak perusahaan yang tidak cermat memperhatikan kondisi spesifik individual yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja, seperti:

1. Usia, misalnya menempatkan pekerja yang terlalu tua atau terlalu muda sehingga tidak sesuai dengan bidang kerja yang ditangani.

2. Pengalaman, pendidikan, ketrampilan, misalnya menempatkan pekerja yang kurang terlatih untuk jenis pekerjaan tertentu, atau kompetensi tidak sesuai dengan bidang pekerjaan.

3. Kepribadian, yakni berkaitan dengan tingkat ketelitian, keseriusan atau perilaku ceroboh dari pekerja.

4. Kesehatan fisik & psikis, antara lain karena kelelahan dan sebagainya.

5. Jam kerja yang tidak teratur dan berlebihan.

b. Faktor peralatan dan bahan baku, yang tidak memenuhi standar kesehatan dan keselamatan, seperti:

1. Peralatan tidak teruji dan atau berkualitas rendah.

2. Peralatan tidak egronomik.

3. Adanya kandungan racun, kuman dan radiasi pada bahan baku, alat dan hasil produksi.

c. Faktor lingkungan yang tidak kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja seperti:

1. Kualitas pencahayaan, suhu dan kebisingan.

2. Gelombang elektromagnetik, microwave, radiasi, dan sebagainya.

3. Kontaminasi biologi (virus, kuman, jamur, bakteri, dan sebagainya).

4. Pengolahan limbah tidak baik.

Implementasi K-3

Sebagai upaya perlindungan pekerja, masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K-3) kini menjadi persoalan global, dan setiap negara tentu harus menyikapinya dengan langkah konkrit dan terencana. Pada lingkup internasional, misalnya, PBB melalui ILO (International Labour Organisation) telah menetapkan ketentuan tentang Accupational Safety and Health yang patut dilaksanakan oleh semua negara anggota.

Fokus dari ketentuan tersebut adalah pencegahan efek samping dari penggunaan teknologi dalam industri dari paling sederhana hingga tercanggih yang mengganggu tata kehidupan dan lingkungan.

Sebagai anggota PBB dan ILO, Indonesia tampak berusaha memenuhi ketentuan tersebut. Hal ini setidaknya tercermin pada serangkaian kebijakan yang ditempuh pemerintah baik menyangkut institusionalisasi, legislasi maupun operasional.

Dalam aspek institusional, misalnya, pada tahun 1957 peme-rintah membentuk Lembaga Kesehatan Buruh yang kemudian diu-bah menjadi Lembaga Kesehatan dan Keselamatan Buruh ditahun 1965. Untuk lebih mengefektifkan fungsi kesehatan dan kesela-matan kerja, organisasi Departemen Kesehatan kemudian dilengkapi dengan Dinas Higiene Perusahaan/Sanitasi Umum dan Dinas Kesehatan Tenaga Kerja Departemen Kesehatan. Sementara De-partemen Tenaga Kerja membentuk Lembaga Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes).

Untuk lebih mengintensifkan fungsinya, kedua institusi tersebut kemudian dikembangkan menjadi Sub Direktorat Kesehat-an Kerja Departemen Kesehatan (kemudian menjadi Badan Pusat Kesehatan Kerja) dan Pusat Hiperkes Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi. Sedang dalam aspek legislasi, perhatian terhadap kesehatan dan keselamatan kerja diwujudkan dengan terbitnya sejumlah undang-undang dan peraturan, antara lain:

a. Undang-undang Kerja dan Undang-undang Kesehatan Kerja tahun 1957.

b. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

c. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

d. Undang-undang No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang timbul karena hubungan kerja.

e. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per 02/Men/1980 Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Menyelenggarakan Keselamatan Kerja.

Implikasi dari ketentuan perundang-undangan tersebut, maka aspek kesehatan dan keselamatan kerja kini ikut dijadikan bahan pertimbangan formal dalam pemberian usaha, sementara sejumlah perusahaan berskala besar secara khusus telah membentuk unit kerja tersendiri untuk menangani masalah K-3, baik dengan bentuk departemen, Divisi atau Bagian sesuai dengan tingkat resiko yang dihadapi dalam pekerjaan.

Kendala

Lambannya penerapan ketentuan kesehatan dan keselamatan kerja di Indonesia tampak selain disebabkan oleh rendahnya kesadaran para pelaku usaha akan hal ini, juga oleh beragam faktor lain, dan karena itu perlu selusi yang bersifat menyeluruh.

Hasil satu survai menyebutkan bahwa hampir 37,2 5 perusahaan yang terdapat di Indonesia tidak menyediakan biaya kesehatan dalam rencana pembiayaan perusahaan meski hampir 57% pihak manajemen perusahaan menengah mengaku paham akan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja. Sedang sebagian besar perusahaan skala kecil umumnya tidak menerapkan bahkan tidak mengenal prinsip kesehatan dan keselamatan kerja. Lebih menyedihkan lagi pada sektor informal hingga saat ini belum ada upaya pemantauan terhadap implementasi K-3 dalam kegiatan usahanya.

Kondisi yang menyedihkan diatas memang menjadi kenis-cayaan dari sistem hubungan kerja yang berlaku selama ini yang tak memungkinkan penerapan ketentuan K-3 secara intens. Sistem hubungan Kerja borongan, Kerja kontrak sementara, Kerja Harian Lepas dan sejenisnya memang tidak mendukung terlaksananya K-3.

Sesungguhnya semua itu terjadi karena dukungan politik dari pemerintah dalam perlindungan pekerja jauh dari memadai. Dalam berbagai kebijakan mengenai ketenaga-kerjaan dan dunia usaha, misalnya, terlihat dengan jelas belum semua aspek prinsipil kesehatan dan keselamatan kerja terakomodir secara maksimal. Demikian pula ketentuan audit kesehatan dan keselamatan kerja sering hanya bersifat formalitas belaka.

Namun diluar sebab-sebab diatas, tersendatnya penerapan K-3 di Indonesia juga disebabkan oleh belum berkembangnya disiplin ilmu kedokteran okupasi sehinga jumlah dokter okupasi di Indonesia masih sangat minim begitu pula klinik medik okupasi masih sangat terbatas.Sumber: birokrasi.kompasiana.comResume:

Aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) sampai saat ini belum mendapat perhatian serius dari pemerintah, walaupun sering dibicarakan dalam seminar-seminar, namun implementasinya sangat kurang. Dalam industri modern, posisi pekerja professional menjadi factor berhasilnya suatu perusahaan, oleh karena itu K3 perlu mendapat perhatian dari institusi atau perusahaan hal ini juga terkait dengan penegakan hak-hak asasi manusia.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

1. Suatu masalah yang berkaitan dengan dunia kesehatan dan dunia kerja yang saat ini menarik perhatian masyarakat internasional

2. Merupakan ilmu kesehatan yang memberikan perhatian besar terhadap hubungan timbale balik antara aspek kesehatan dan aspek kerja

3. Bertujuan melindungi pekerja dari ancaman kesehatan dan keselamatan dalam pekerjaan

Faktor-faktor gangguan dan ancaman K3diantaranya adalah factor manusia, factor peralatan dan bahan baku, dan factor lingkungan. Beberapa peraturan perundang-undangan telah buat untuk mendukung implementasi K3. Namun, banyak hal yang menyebabkan rendahnya implementasi K3. Salah satu penyebabya adalah rendahnya kesadaran para pelaku usaha akan pentingnya K3. Selain itu kurangnya pantauan sector informal terhadap hal ini serta kurangnya disiplin ilmu kedokteran okupasi dan minimnya jumlah dokter okupasi menjadi factor penghambatnya.

Sumber:http://birokrasi.kompasiana.com/2012/12/22/problematika-kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k-3-di-indonesia-518105.html , 22 December 2012 | 13:34Komentar:

Penerapan K3 di Indonesia masih kurang. Hal ini berbeda dengan apa yang terjadi di Negara-negara maju. K3 sangat diperlukan untuk kesejahteraan pekerja maupun perusahaan. Namun hal ini belum menjadi perhatian. Sebaiknya pemerintah lebih mempertegas para pelaku usaha untuk lebih menyadari pentingnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi usaha mereka. Selain itu perlunya ditingkatkan disiplin ilmu kedokteran okupasi, serta penggalakan SDM yang bergerak di bidang kedokteran okupasi. Ilmu ini mungkin belum begitu lama bergaung di Indonesia, tapi dengan semakin berkembangnya isu akan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja mungkin akan semakin banyak orang yang lebih tertarik dan memperhatikan hal ini serta terlibat di dalamnya.18