Kliping OPM

14
Baku Tembak TNI-OPM, Anak 15 Tahun Tewas TEMPO.CO, Jayapura - Seorang bocah bernama Arlince Tabuni, 15 tahun, tewas terkena peluru dalam insiden baku tembak antara pasukan gabungan TNI/Polri dan Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka di Tiom, Kabupaten Lanny Jaya, Senin, 1 Juli 2013, sekitar pukul 17.00 WIT. Korban kini disemayamkan di rumah duka di Tiom. "Korban meninggal akibat terkena peluru, tapi kita belum tahu apakah tertembak anggota TNI atau kelompok bersenjata," kata juru bicara Kodam XVII Cenderawasih, Letkol Inf Jansen Simanjuntak, Selasa, 2 Juli 2013. Ia mengatakan, saat ini tengah dilakukan penyelidikan atas peristiwa itu. "Masih diselidiki, korban tewas dengan luka di tubuh, dan kalau ternyata itu dari anggota kita, sudah pasti oknum anggota akan diproses," kata Jansen. Dari informasi yang dihimpun Tempo, baku tembak dengan kelompok bersenjata bermula dari operasi pengejaran pasukan gabungan TNI/Polri terhadap kelompok OPM diduga pimpinan Purom Okinak Wenda. Baku tembak terjadi di pinggir Kota Tiom, Lanny Jaya, menjelang petang. "Waktu itu sudah mulai gelap. Dalam perjalanan pulang ke kota, tiba-tiba ada tembakan. Anggota langsung membalas. Tapi, karena tidak ingin jatuh korban dari pihak pasukan, anggota kemudian mundur," kata Jansen. Setelah pasukan gabungan sampai di Kota Tiom, barulah tersiar kabar bahwa seorang anak kecil tertembak. "Saya belum bisa bilang kalau korban tertembak dari pihak siapa, atau dari peluru nyasar, ini semua masih diselidiki," katanya lagi. Pengejaran terhadap kelompok Puron Wenda dilakukan setelah aksi mereka yang diduga membakar dan menembak petugas di Polsek Pirime, Lany Jaya, 27 November 2012. Tiga anggota kepolisian, termasuk Kapolsek Pirime, tewas ditembak dan dibakar. Ketiganya adalah Kepala Polsek Iptu Rofli Takubesi dan dua anggota, Briptu Daniel Makuker dan Briptu Jefri Rumkorem. Adapun seorang anggota lainnya selamat karena melarikan diri. Dalam

Transcript of Kliping OPM

Page 1: Kliping OPM

Baku Tembak TNI-OPM, Anak 15 Tahun Tewas

TEMPO.CO, Jayapura - Seorang bocah bernama Arlince Tabuni, 15 tahun, tewas terkena peluru dalam insiden baku tembak antara pasukan gabungan TNI/Polri dan Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka di Tiom, Kabupaten Lanny Jaya, Senin, 1 Juli 2013, sekitar pukul 17.00 WIT.

Korban kini disemayamkan di rumah duka di Tiom. "Korban meninggal akibat terkena peluru, tapi kita belum tahu apakah tertembak anggota TNI atau kelompok bersenjata," kata juru bicara Kodam XVII Cenderawasih, Letkol Inf Jansen Simanjuntak, Selasa, 2 Juli 2013.Ia mengatakan, saat ini tengah dilakukan penyelidikan atas peristiwa itu. "Masih diselidiki, korban tewas dengan luka di tubuh, dan kalau ternyata itu dari anggota kita, sudah pasti oknum anggota akan diproses," kata Jansen.

Dari informasi yang dihimpun Tempo, baku tembak dengan kelompok bersenjata bermula dari operasi pengejaran pasukan gabungan TNI/Polri terhadap kelompok OPM diduga pimpinan Purom Okinak Wenda. Baku tembak terjadi di pinggir Kota Tiom, Lanny Jaya, menjelang petang. "Waktu itu sudah mulai gelap. Dalam perjalanan pulang ke kota, tiba-tiba ada tembakan. Anggota langsung membalas. Tapi, karena tidak ingin jatuh korban dari pihak pasukan, anggota kemudian mundur," kata Jansen.

Setelah pasukan gabungan sampai di Kota Tiom, barulah tersiar kabar bahwa seorang anak kecil tertembak. "Saya belum bisa bilang kalau korban tertembak dari pihak siapa, atau dari peluru nyasar, ini semua masih diselidiki," katanya lagi.

Pengejaran terhadap kelompok Puron Wenda dilakukan setelah aksi mereka yang diduga membakar dan menembak petugas di Polsek Pirime, Lany Jaya, 27 November 2012. Tiga anggota kepolisian, termasuk Kapolsek Pirime, tewas ditembak dan dibakar.

Ketiganya adalah Kepala Polsek Iptu Rofli Takubesi dan dua anggota, Briptu Daniel Makuker dan Briptu Jefri Rumkorem. Adapun seorang anggota lainnya selamat karena melarikan diri. Dalam penyerangan tersebut, pelaku juga merampas revolver milik Kepala Polsek dan dua senjata laras panjang.

http://www.tempo.co/read/news/2013/07/02/063492937/Baku-Tembak-TNI-OPM-Anak-15-Tahun-Tewas

Page 2: Kliping OPM

Soal Kantor di Oxford, OPM Minta Diselesaikan PBB

TEMPO.CO,  Jayapura--Koordinator Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka, Lambert Pekikir, menuding pemerintah Indonesia sengaja membuka persoalan baru dengan memprotes berdirinya kantor OPM di Oxford, Inggris.

"Apa alasan mereka, saya kira ini lucu, kantor itu bukan baru, dulu pernah juga ada di beberapa negara, kenapa baru sekarang melakukan protes," kata Lambert, Kamis 23 Mei 2013. Lambert Pekikir menguasai hutan Keerom dan sekitarnya. Ia memiliki ratusan anak buah dan bersenjata.

Menurut dia, memprotes Inggris karena mendukung OPM, tak akan berguna. "Karena itu negara lain yang memberi kebebasan pada warganya, bukan seperti di Indonesia yang begitu mengekang. Kantor itu adalah tempat kerja kami untuk melobi dunia internasional serta usaha menggalang dukungan bagi kemerdekaan Papua," ujarnya.

Ia mengatakan, rencana pembukaan kantor sudah sejak dua tahun lalu. Ketika itu, tutur Lambert, ada pertemuan di Sidney, Australia. Di sana, Jacob Pray, pimpinan besar OPM mengundang perhatian dunia agar mendukung kantor di Inggris. "Langkah ini dilanjutkan dengan beberapa pertemuan internasional sampai akhirnya didirikan di Oxford," ucapnya.

Soal Benny Wenda, yang disebut mempelopori pendirian kantor, Lambert mengatakan, Benny adalah bagian dari OPM. "Benny itu awalnya membawa nama DEMAK atau Dewan Masyarakat Koteka. Karena dinilai hanya mewakili satu suku dari Papua, akhirnya dibuat organisasi sendiri di Oxford," Lambert menambahkan.

Ia menegaskan masalah Papua harus diselesaikan lewat mekanisme internasional, "Kalau pemerintah Indonesia tidak setuju pendirian kantor, mari kita selesaikan ini di PBB."

Kantor OPM didirikan April 2013 lalu oleh Free West Papua Campaign. Sebelumnya, tokoh yang banyak merintis perjuangan Papua di luar negeri adalah Nicholas Youwe dan Nick Messet. Keduanya mantan Menteri Luar Negeri Organisasi Papua Merdeka. Youwe dan Messet ini telah kembali menjadi WNI.

Menurut Messet, perjuangan OPM di luar negeri tak akan berhasil. "Itu hanya membuang waktu, saya empat puluh tahun berjuang, tapi kemudian saya sadar," katanya ketika dihubungi pekan lalu.

Messet mengaku pernah mengikuti sebuah pertemuan di Oxford pada Agustus 2011. Tapi dia lalu sadar, perjuangannya selalu membentur tembok. Selama di luar negeri, Messet mengaku pernah membuka kantor perwakilan OPM di Senegal, Afrika pada 1975 dan di  Swedia pada 1992.

http://www.tempo.co/read/news/2013/05/23/078482833/OPM-Sebut-Protes-Indonesia-Tak-Beralasan

Page 3: Kliping OPM

Baju Loreng OPM Ditemukan dalam Kasus Rusuh Sorong

TEMPO.CO, Jayapura - Kepolisian Resor Aimas Kabupaten Sorong, Papua Barat menemukan bukti baru dalam kasus kerusuhan Aimas, Sorong, setelah olah tempat kejadian perkara digelar pada Rabu 15 Mei 2013. Polisi mendapati sejumlah alat tajam, panah, dan baju loreng milik anggota Organisasi Papua Merdeka berpangkat Brigadir Jenderal."Semua bukti baru akan dikumpulkan. Ini menjadi alat bukti penting bahwa di Kabupaten Sorong ada pergerakan separatis atau Papua Merdeka," kata Kepala Kepolisian

Resor Aimas Kabupaten Sorong, Papua Barat, Ajun Komisaris Besar, E. Sulpan Sik, Rabu 15 Mei 2013.

Ia mengatakan, dengan penemuan di rumah milik Isak Klaibin, Panglima OPM di Sorong Raya, jelas menunjukan terdapat aktivitas Organisasi Papua Merdeka. "Olah TKP ini untuk memperjelas apa yang selama ini ditanyakan masyarakat, dengan begitu tidak ada pertanyaan lagi bahwa kejadian kemarin berhadapan dengan warga sipil," ujarnya.

Rumah Isak Klaibin merupakan TKP kasus rusuh Sorong. Rumah beton dengan panjang sekitar 15 meter itu terdiri dari dua bagian. Bagian depan dari tembok beton dan bagian belakang dari papan. Tidak jauh dari kediaman Isak, terdapat sebuah makam baru, korban dari rusuh antara warga dan aparat. Nisan makam itu bertulisan nama Thomas Blesia.

Polisi yang turun dengan senjata lengkap juga menyisir wilayah hutan di belakang rumah Isak. Kurang lebih 20 meter di belakang, agak menurun ke bawah, terdapat sebuah gubuk reyot. "Gubuk ini digunakan untuk kegiatan mereka (OPM), rapat atau diskusi," kata Kepala Unit Reserse Ekonomi Kepolisian Resor Aimas Kabupaten Sorong, Ajun Inspektur Satu Mochtar Badarudin.

Ia juga menunjukan pistol rakitan buatan Isak Klaibin yang disita saat olah TKP tanggal 4 Mei 2013. "Ada juga ratusan amunisi, bendera Bintang Kejora, berbagai dokumen, kartu identitas OPM dan alat tajam," ucapnya.

Akbat rusuh Sorong, dua orang diduga ditembak, Abner Malagawak, 22 tahun, Thomas Blesia, 28, tewas. Sementara Salomina Klaibin, 37 tahun, yang meninggal, Selasa, 7 Mei 2013, sempat dirawat di rumah sakit diduga akibat luka tembak. "Kita kan ada SOP, jadi setelah kejadian itu, kita langsung memeriksa anggota, semua ini ditangani oleh Polres Sorong," kata Wakil Kepala Kepolisian Daerah Papua, Brigjen Paulus Waterpauw.

http://www.tempo.co/read/news/2013/05/15/058480707/Baju-Loreng-OPM-Ditemukan-dalam-Kasus-Rusuh-Sorong

Page 4: Kliping OPM

OPM di Papua Tak Tahu Aktivitas Benny Wenda

TEMPO.CO, Jayapura - Juru bicara Dewan Militer Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka, Jonah Weyah, mengatakan pihaknya tidak mengetahui sepak terjang Koordinator Free West Papua Campaign Benny Wenda di luar negeri.

Jonah Weyah juga menegaskan, OPM tidak mengetahui Benny hadir di Sydney, Australia, pada 4 Mei 2013 lalu saat berbicara tentang keinginannya membebaskan rakyat Papua dari Indonesia. “Itu urusan diplomatik Benny Wenda. Kami dari Dewan Militer lebih fokus

pada gerakan di dalam negeri Papua Barat,” katanya, Senin, 13 Mei 2013.Namun, Jonah Weyah mengatakan bahwa kehadiran Benny di Australia dan berbicara di

depan banyak orang, itu sudah direncanakan sebelumnya. Sedangkan target jangka panjangnya, salah satunya, menggalang dukungan seluas-luasnya bagi kemerdekaan Papua. ”Itu direncanakan. Tidak mungkin hadir di sana tanpa rencana. Tapi sejujurnya kami tidak tahu langkah berikutnya seperti apa,” ujar Jonah Weyah.

Ketua Parlemen Nasional Papua Barat Buchtar Tabuni membenarkan Benny Wenda berada di Australia dan berpidato dalam acara tahunan TEDx. “Ya, benar. Perjuangan di luar tetap jalan. Sedangkan aktivitas kami di Papua juga tetap jalan,” ucapnya.

Meski mengakui aktivitas Papua Merdeka di dunia internasional, Buchtar enggan berbicara lebih terperinci rencana mereka selanjutnya. ”Saya tidak tahu. Saya sekarang sedang sibuk, nanti saja saya bicara,” tuturnya.

Benny hadir dalam acara tahunan TEDx Sydney 2013 yang diselenggarakan oleh Carriageworks, Australia. Acara akbar itu digelar di Sydney Opera House serta dihadiri ribuan orang.

Benny Wenda yang didampingi penasihat hukumnya, Jennifer Robinson, berpidato di atas panggung. Sepuluh tahun lalu, Jennifer Robinson menyaksikan sidang palsu di Jayapura, yang menjatuhkan hukuman 25 tahun penjara terhadap Benny untuk kejahatan yang tidak dilakukannya. Pidato itu merincikan bagaimana Benny berusaha membebaskan bangsanya dari cengkeraman Indonesia.

Sementara itu, di Jayapura, Senin, 13 Mei 2013, puluhan anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menggelar aksi unjuk rasa. Mereka menggalang dukungan bagi Papua Merdeka. Namun, aksi tersebut tak berlanjut karena dibubarkan oleh aparat kepolisian.

Sejumlah aktivis KNPB, termasuk ketua mereka, Viktor Yeimo, ditahan di Kepolisian Resor Kota Jayapura untuk diperiksa. Dari pantauan Tempo, puluhan warga melakukan orasi di Perumnas III Abepura dan meneriakkan kata-kata: ”Papua Merdeka”. ”Benar, demo tadi dibubarkan, beberapa orang sementara masih ditahan polisi,” kata juru bicara KNPB Wim Medlama.

http://www.tempo.co/read/news/2013/05/13/058479883/OPM-di-Papua-Tak-Tahu-Aktivitas-Benny-Wenda

Page 5: Kliping OPM

Enam Warga Diduga OPM Diancam Penjara 20 Tahun

TEMPO.CO, Jayapura - Enam warga diduga anggota Organisasi Papua Merdeka di Kabupaten Sorong, yang ditangkap polisi pasca rusuh Aimas, Sorong, 30 April 2013, dapat dihukum 20 tahun penjara. 

Kepala Kepolisian Resor Aimas Kabupaten Sorong, Papua Barat, Ajun Komisaris Besar Polisi E. Sulpan Sik, Rabu 15 Mei 2013 mengatakan, enam orang itu  terbukti bagian dari Organisasi Papua Merdeka. "Sudah pasti, mereka anggota OPM, itu terbukti, ada kartu anggotanya, mereka juga ada dalam

struktur pergerakan OPM di Sorong Raya," kata E. Sulpan, Rabu Sore.Ia mengatakan, jika ada pihak yang membantah mereka bukan anggota OPM, keliru.

"Saya pastikan, kita punya bukti itu, terutama karena mereka mengaku anggota OPM," ujarnya.Sebelumnya enam warga diringkus polisi di Aimas, Sorong. Mereka adalah Klemens

Kodimko (71), Obeth Kamesrar (65), Antonius Safuf (62), Obaja Kamesrar (40), Yordan Magablo (42) dan Hengky Mangamis (39). Keenamnya saat ini tengah ditahan di Polres Aimas Kabupaten Sorong. "Iya, sudah mereka mengakui itu, mereka bilang mereka OPM," kata Sulpan mengutip pernyataan tersangka.

Ia menegaskan, enam termasuk Isak Klaibin, yang disebut sebut pemimpin TPN OPM di Papua Barat, dikenakan pasal makar dengan ancaman 20 tahun penjara. "Akan kami  proses, jadi saya ingin luruskan, kita tidak mengada-ada disini, bahwa kita berhadapan dengan warga sipil itu keliru, mereka adalah separatis," katanya.

Para tersangka dikenakan pasal 106, 107, 108 dan 110 KUH Pidana serta pasal 160 dan 164 KUH Pidana mengenai perbuatan mengganggu ketertiban umum. Insiden Sorong jelang peringatan Hari Integrasi Papua, Rabu 1 Mei 2013.

Yan Christian Warinussy, Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum Manokwari mengatakan, para tersangka saat ini telah didampingi pengacara dari Manokwari. 

Para pengacara ini mendapat dukungan dari Badan Pekerja AM Sinode Gereja Kristen Injili di Tanah Papua berdasarkan Nota Tugas Nomor: 209/G-15.d/V/2013 tanggal 7 Mei 2013. "Penasehat hukum juga telah menandatangani surat kuasa untuk saudara Isak Klaibin," kata Warinussy.

http://www.tempo.co/read/news/2013/05/15/058480697/Enam-Warga-Diduga-OPM-Diancam-Penjara-20-Tahun

Page 6: Kliping OPM

Kantor OPM di Inggris Tak Resmi Didukung Parlemen

TEMPO.CO, Jakarta--Pemerintah Indonesia menilai kehadiran anggota parlemen Inggris dalam pembukaan kantor perwakilan Organisasi Papua Merdeka tidak mewakili sikap parlemen negara kerajaan itu secara keseluruhan. Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene, pemerintah Inggris yang saat ini merupakan pemerintahan koalisi Partai Konservatif dan Buruh sepenuhnya mendukung kedaulatan Indonesia.

“Itu hanya dukungan individu, tidak mewakili parlemen Inggris secara keseluruhan,” kata Tene kepada Tempo, Sabtu, 4 Mei 2013. Langkah anggota parlemen Inggris Andrew Smith yang menghadiri pembukaan kantor OPM, lanjut dia, hanyalah pandangan pribadi.

“Pemerintah Inggris tetap pada prinsipnya yang mendukung kedaulatan Indonesia,” kata Tene. Namun dia mengaku tidak akan lengah terhadap berbagai perkembangan yang terjadi atas pembukaan kantor perwakilan OPM itu. (Lihat: OPM Dirikan Kantor Perwakilan Parlemen di Inggris)

Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menyatakan pembukaan kantor itu hanyalah bagian dari upaya sekelompok orang yang sudah lama ingin Papua berpisah dari Indonesia. “Kami akan menanggapi hal itu dengan segera memanggil Duta Besar Inggris,” kata Julian.

Soal kehadiran anggota parlemen Inggris dalam peresmian kantor itu, Julian juga sependapat dengan Tene. “Meskipun ada anggota yang hadir, itu tidak mewakili sikap parlemen secara keseluruhan. Anggota parlemen kan banyak, jadi itu sifatnya pribadi saja,” kata dia.

Sebelumnya, Organisasi Papua Merdeka resmi membuka kantor di Kota Oxford, Inggris, 28 April lalu. Pembukaan kantor itu dihadiri oleh anggota parlemen Inggris Andrew Smith, Walikota Oxford Moh Niaz Abbasi, mantan Walikota Oxford Elise Benjamin dan koordinator Free West Papua Campaign (FWPC) Benny Wenda. (Ada Kantor OPM di Oxford, Dubes Inggris Dipanggil)

Hadir pula pemain rugby nasional Papua New Guinea Paul Aiton, Jennifer Robinson dan Charles Foster dari kelompok pengacara internasional untuk Papua Barat, mahasiswa Universitas Oxford, warga Papua di Belanda dan pendukung Papua Merdeka di Inggris.

http://www.tempo.co/read/news/2013/05/05/078477992/Kantor-OPM-di-Inggris-Tak-Resmi-Didukung-Parlemen

Page 7: Kliping OPM

Polisi Tangkap Dua Anggota OPM John Yogi

TEMPO.CO, Jakarta- Dua warga yang diduga sebagai anggota kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan John Yogi, yang berinisial AG dan PG, ditangkap petugas Kepolisian Resor Paniai. Penangkapan dilakukan karena kedua orang itu mengancam warga di Kampung Ayaigo, Distrik Kebo, Kabupaten Paniai, Papua.

Menurut juru bicara Kepolisian Daerah Papua, Komisaris Besar I Gede Sumerta Jaya, keduanya masih diperiksa di Polres Paniai dan sudah ditahan. "Indikasi sementara, kedua orang itu diduga ikut mengancam warga dan berencana menyerang polres setempat," katanya, Selasa, 26 Februari 2013.

Tertangkapnya dua anggota OPM ini, kata Sumerta, berdasarkan hasil pengejaran yang dilakukan oleh tim gabungan Brimob, TNI, dan Polres. Penyisiran dilakukan ke arah Gunung Gobay di Bukit Bobairo.

Dari penangkapan para pelaku, kata Sumerta, didapat barang bukti di dalam tas noken (tas tradisional Papua) keduanya berupa satu unit handy talky, sebutir peluru kaliber 7,56 milimeter, telepon genggam, dua tanda pengenal, dan anyaman dengan motif bendera bintang kejora.

Kapolda Papua, Irjen Polisi Tito Karnavian, menuturkan rencana aksi kelompok John Yogi terinspirasi dari kasus penembakan di Kabupaten Puncak dan Puncak Jaya yang menyebabkan delapan prajurit TNI gugur. "Tapi, sebelum kelompok ini menyerang, kami sudah tahu lebih dulu, sehingga aparat gabungan mengejar dan menangkap," katanya.

http://www.tempo.co/read/news/2013/02/26/058463843/Polisi-Tangkap-Dua-Anggota-OPM-John-Yogi

Page 8: Kliping OPM

Menlu Marty Protes Keras Ada Kantor OPM di Inggris

TEMPO.CO, Jakarta—Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa memprotes dengan keras pembukaan kantor Organisasi Papua Merdeka atau Free West Papua Organization di Kota Oxford, Inggris. Indonesia mengaku keberatan dengan pembukaan kantor itu, apalagi peresmian markas tersebut dilakukan oleh Wali Kota Oxford Moh Niaz Abbasi.

"Atas instruksi kami, Dubes Indonesia di London telah menyampaikan posisi pemerintah tersebut kepada Pemerintah Inggris," ujar Marty dalam rilis resmi kementerian yang diterima Tempo, Sabtu, 4 Mei 2013. Langkah serupa juga bakal

ditempuh terhadap Duta Besar Inggris untuk Indonesia Mark Canning yang bertugas di Jakarta.Kementerian menilai pembukaan kantor tersebut tidak sejalan dengan hubungan

persahabatan Indonesia-Inggris yang selama ini sudah terjalin. Bahkan pemerintah Inggris pun, selama ini mendukung integritas wilayah Indonesia termasuk di dalamnya Papua dan Papua Barat sebagai bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Lihat: OPM Dirikan Kantor Perwakilan Parlemen di Inggris)

Pembukaan kantor tersebut juga betolak belakang dengan pandangan masyarakat internasional yang secara tegas mendukung Indonesia. “Perkembangan ini menunjukkan keputusasaan pihak separatis menghadapi kenyataan,” kata Marty. Pemerintah Inggris pun sudah menyampaikan tanggapannya melalui Kedutaan Inggris di Jakarta, atas pembukaan kantor perwakilan OPM di Oxford. Inggris menegaskan kembali sikapnya yang tidak mendukung kemerdekaan Papua dan Papua Barat dari Indonesia.

Keputusan pembukaan kantor perwakilan OPM merupakan murni kebijakan Dewan Kota Oxford. Langkah itu tidak mencerminkan kebijakan politik luar negeri Inggris. Keputusan Dewan Kota Oxford, menurut pemerintah Inggris, tidak akan mempengaruhi sikap Inggris atas masalah Papu dan Papua Barat.

Pemerintah Indonesia juga berharap agar Inggris bisa konsisten dan nyata menunjukan kebijakannya untuk tidak mendukung tindakan apapun terkait separatisme Papua. “Sesuai dengan hubungan bersahabat Indonesia-Inggris serta sejalan dengan pandangan masyarakat internasional terkait integritas wilayah NKRI,” kata Marty yang manatan Duta Besar Indonesia untuk Inggris ini.

Sebelumnya, Organisasi Papua Merdeka resmi membuka kantor di Oxford Inggris. Pembukaan kantor itu dihadiri oleh anggota parlemen Inggris Andrew Smith, Walikota Oxford Moh Niaz Abbasi, mantan Walikota Oxford Elise Benjamin dan koordinator Free West Papua Campaign (FWPC) Benny Wenda.

Hadir pula pemain rugby nasional Papua New Guinea Paul Aiton, Jennifer Robinson dan Charles Foster dari kelompok pengacara internasional untuk Papua Barat, mahasiswa Universitas Oxford, warga Papua di Belanda dan pendukung Papua Merdeka di Inggris.

http://www.tempo.co/read/news/2013/05/05/078477991/Menlu-Marty-Protes-Keras-Ada-Kantor-OPM-di-Inggris

Page 9: Kliping OPM

OPM di Inggris Akan Diawasi

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan pemerintah Indonesia melalui perwakilan di Inggris saat ini terus memantau kegiatan yang dilakukan Organisasi Papua Merdeka usai mendirikan kantor perwakilan di Oxford. Pemerintah Indonesia mengerahkan kedutaan besar dan perwakilan atase pertahanan untuk melakukannya. "Apakah cuma show off saja atau memang ada kegiatan," kata Purnomo kepada wartawan di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat, 10 Mei 2013.

Patut diduga, dia melanjutkan, OPM hanya ingin menunjukkan identitas dan eksistensi mereka di mata internasional. Menurut Purnomo. pembukaan kantor OPM ini bukan hal yang mengagetkan. Sebab, jauh-jauh hari sekelompok OPM memang sudah ada di Negeri Ratu Elizabeth itu. Buktinya, saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kunjungan kenegaraan di Inggris, Presiden dihadang unjuk rasa soal Papua yang ingin merdeka. "Itu memang bikin kami enggak nyaman, tapi itulah negara demokrasi," kata dia.

Saat disinggung permintaan pemerintahan Indonesia kepada Inggris untuk menutup kantor OPM, Purnomo membantah. Menurut dia, penutupan ini mutlak otoritas pemerintah Inggris. Poin terpenting, Purnomo melanjutkan, pemerintah Inggris sampai saat ini tetap menghormati dan mengakui kedaulatan NKRI dimana Papua masuk di dalamnya.

Sebelumnya, OPM resmi membuka kantor di Oxford Inggris. Pembukaan kantor itu dihadiri oleh anggota parlemen Inggris Andrew Smith, Wali Kota Oxford Moh Niaz Abbasi, mantan Wali Kota Oxford Elise Benjamin, dan Koordinator Free West Papua Campaign (FWPC) Benny Wenda.

Hadir pula pemain rugby nasional Papua New Guinea Paul Aiton, Jennifer Robinson, dan Charles Foster dari kelompok pengacara internasional untuk Papua Barat, mahasiswa Universitas Oxford, warga Papua di Belanda dan pendukung Papua Merdeka di Inggris.

http://www.tempo.co/read/news/2013/05/10/078479303/OPM-di-Inggris-Akan-Diawasi

Page 10: Kliping OPM

Kantor OPM Ganggu Hubungan Indonesia-Inggris

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan pembukaan kantor perwakilan Organisasi Papua Merdeka di Oxford, Inggris, punya dampak tersendiri. Hubungan pemerintah Indonesia dan Kerajaan Inggris terganggu. "Tapi memang sudah ada klarifikasi di antara dua negara," kata Purnomo kepada wartawan di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat, 10 Mei 2013.

Dalam klarifikasi itu, pemerintah Inggris menyatakan masih menghormati dan mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Inggris juga mengakui bahwa Papua merupakan bagian dari NKRI.

Purnomo bisa memaklumi kejadian ini. Sebab, Inggris merupakan negara yang punya prinsip demokrasi. Oleh sebab itu, OPM memanfaatkan demokrasi Inggris untuk unjuk gigi di mata internasional dengan membangun kantor perwakilan.

Namun yang penting, dia melanjutkan, posisi pemerintah Inggris tetap mendukung pemerintah Indonesia. "Jadi, OPM dan pendukungnya kan di luar pemerintah, ya sama seperti Indonesia, ada posisi pemerintah dan ada posisi di luar pemerintah seperti LSM."

Purnomo memberikan contoh lain, yakni Australia. Negari Kanguru ini diakui Purnomo sebagai tempat pelarian anggota OPM. Meski begitu, pemerintah Australia tetap berkomitmen mengakui kedaulatan Indonesia dengan Papua di dalamnya.

Sebelumnya, OPM resmi membuka kantor di Oxford Inggris. Pembukaan kantor itu dihadiri oleh anggota parlemen Inggris Andrew Smith, Wali Kota Oxford Moh Niaz Abbasi, mantan Wali Kota Oxford Elise Benjamin, dan koordinator Free West Papua Campaign (FWPC) Benny Wenda.

Hadir pula pemain rugby nasional Papua New Guinea Paul Aiton, Jennifer Robinson, dan Charles Foster dari kelompok pengacara internasional untuk Papua Barat, mahasiswa Universitas Oxford, warga Papua di Belanda, dan pendukung Papua Merdeka di Inggris.

http://www.tempo.co/read/news/2013/05/10/078479296/Kantor-OPM-Ganggu-Hubungan-Indonesia-Inggris