Klasifikasi Tak Terbimbing

10
2015 KLASIFIKASI CITRA TAK TERBIMBING (UNSUPERVISED CLASSIFICATION) DISUSUN DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH DISUSUN OLEH : SANDI NURDIN, STP NRP. A156140104 PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PROGRAM PASCASARJANA INSITUT PERTANIAN BOGOR

Transcript of Klasifikasi Tak Terbimbing

2015

KLASIFIKASI CITRA TAK TERBIMBING (UNSUPERVISED CLASSIFICATION)

DISUSUN DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH DISUSUN OLEH : SANDI NURDIN, STP NRP. A156140104

PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PROGRAM PASCASARJANA INSITUT PERTANIAN BOGOR

DISUSUN DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH DISUSUN OLEH : SANDI NURDIN, STP NRP. A156140104

KLASIFIKASI CITRA TAK TERBIMBING

PENDAHULUAN

Klasifikasi citra merupakan proses yang berusaha mengelompokkan seluruh pixel pada suatu citra ke dalam sejumlah class (kelas), sedemikian hingga tiap class merepresentasikan suatu entitas dengan properti yang spesifik. Klasifikasi citra penginderaan jauh (inderaja) bertujuan untuk menghasilkan peta tematik. Gambar tematik adalah suatu gambar yang terdiri dari bagian-bagian yang menyatakan suatu objek atau tema tertentu, misalkan hutan laut, sungai, sawah dan lain-lain. Klasifikasi citra menurut Lillesand dan Kiefer (1990), dibagi ke dalam dua klasifikasi yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification). Teknik klasifikasi tidak terbimbing yang disediakan pada ENVI ada dua, yaitu: Isodata dan K-Means.

Prosedur klasifikasi citra bertujuan untuk melakukan kategorisasi secara otomatis dari semua pixel citra ke dalam kelas penutupan lahan atau semua tema tertentu. Secara umum data multispectral boleh dikatakan menggunakan bentuk klasifikasi pola spektral data untuk ketegorisasi setiap pixel berbasis numerik. Perbedaan tipe kenampakan menunjukkan perbedaan kombinasi dasar nilai digital pixel pada sifat pantulan (reflektansi) dan pancaran (emisi) spektral yang dimilikinya, Bentuk pola cukup berhubungan dengan ukuran radian yang diperoleh dari setiap pixel berdasarkan jenis saluran atau panjang gelombang yang merekamnya. Pengenalan pola spektral (spectral pattern recognition) merupakan prosedur klasifikasi yang menggunakan informasi spectral setiap pixel untuk mengenal kelas-kelas penutupan lahan secara otomatis.

Pengenalan pola spasial (spatial pattern recognition) meliputi kategorisasi pixel citra dengan basis hubungan spasia antara pixel tersebut. Pola spasial dapat dievaluasi pada skema interpretasi secara otomatis. Klasifikasi spasial mencakup beberapa aspek seperti tekstur citra atau pengulangan rona, bentuk dan ukuran obyek, arah, hubungan, serta posisi pixel yang berdekatan. Tipe klasifikasi spasial mudah dideteksi oleh akal manusia dalam proses interpretasi visual, namun merupakan tugas yang rumit bagi komputer, karena informasinya sangat komplek. Sebaliknya, komputer dengan mudah menganalisis pola spektral dalam sejumlah saluran. Oleh Karena itu atribut spasial dapat dikaitkan dengan proses pengenalan spectral, dengan cara membuat asumsi bahwa pixel yang berbedakan akan menajdi satu kelas tutupan yang sama.

Klasifikasi unsupervised melakukan pengelompokan data dengan menganalisa cluster secara otomatis dan menghitung kembali rata-rata kelas (class mean) secara berulang-ulang dengan komputer (ER Mapper Help). Sumbu horizontal menunjukkan nilai piksel pada band 2 dan sumbu vertikal menunjukkan nilai kecerahan piksel pada band 1. Pengelompokan piksel menjadi kelas spektral diawali dengan menentukan jumlah kelas spektral yang akan dibuat. Penentuan jumlah kelas ini dapat dilakukan dengan memperhatikan jumlah puncak histogram sehingga diperoleh jumlah kelas spectral yang akan dibentuk. Setelah jumlah kelas spektral ini ditentukan kemudian dipilih pusat-pusat kelas spektral terhadap setiap pusat kelas spektral. Berdasarkan hasil pengukuran jarak ini setiap piksel dikelompokkan ke dalam suatu kelas spectral yang memiliki jarak terdekat.

Setelah setiap pixel dikelompokkan lalu masing-masing rata-rata kelas spectral dihitung kembali. Kemudian dilakukan lagi pengukuran jarak setiap piksel terhadap rata-rata kelas baru ini dan akhirnya piksel dikelompokkan ke dalam kelas spektral yang memiliki jarak terdekat.

Tujuan

1. Melakukan kategorisasi secara otomatis dari semua pixel citra ke dalam kelas penutupan lahan atau semua tema tertentu dengan menggunakan klasifikasi tidak terbimbing.

2. Memudahkan pembedaan objek atau lokasi dengan menggunakan warna yang berbeda Bahan dan Metode

Bahan yang digunakan dalam praktikum koreksi geomterik yaitu : 1. Komputer atau Laptop 2. Software ErImagine 2014 3. Citra Satelit Landsat 8 Kota Bogor Tahun 2014

Metode yang digunakan adalah K- Means, Metode K-Mean berfungsi untuk mengelompokkan suatu obyek yang memiliki kesamaan (proses pengelompokan biasa disebut clustering) dengan berdasar K cluster, dimana K adalah bilangan integer positif. Dengan partitioning secara iteratif, K-Means mampu meminimalkan rata-rata jarak setiap data ke klasternya

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Klasifikasi Tidak Terbimbing

Klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised clasification) merupakan proses pengelompokan piksel-piksel pada citra menjadi beberapa kelas menggunakan analisa cluster. Klasifikasi ini tidak menggunakan algoritma untuk menganalisis sejumlah besar piksel yang tidak dikenal dan membaginya dalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai digital citra. Dengan kata lain, klasifikasi citra tidak terbimbing merupakan metode klasifikasi citra yang memberikan keleluasaan kepada komputer untuk mengklasifikasikan citra secara mandiri. Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi tidak terbimbing adalah kelas spektral. Oleh karena itu, pengelompokan kelas didasarkan pada nilai natural spektral citra dan identitas nilai spektral tidak dapat diketahui dengan cepat. Hal itu disebabkan analisisnya belum menggunakan data rujukan seperti citra skala besar untuk menentukan identitas dan nilai informasi setiap kelas spektral. (Chang, 2008).

Klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification) tidak menggunakan data latihan yang ditetapkan oleh analisis. Klasifikasi tak terbimbing lebih banyak menggunakan algoritma yang mengkaji seumlah besar pixel tidak dikenal dan membaginya ke dalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan biasa nilai citra yang ada. Angapan dasarnya ialah bahwa nilai di dalam suatu jenis tutupan tertentu seharusnya saling berdekatan pada ruang pengukuran, sedangkan data pada kelas yang berbeda harus dapat dipisahkan dengan baik secara komparatif.

Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi tak terbimbing adalah kelas spectral, kelas tersebut didasarkan pada pengelompokkan natural nilai spektral citra, ientitas kelas spektral tidak aka diketahui sejak awal. Analisis harus membandingkan data hasil klasifikasi terhadap beberapa bentuk data rujukan untuk menentukan identitas dan nilai informasi kelas spekral tersebut. Pada klasifikasi tak terbimbing awalnya menentukan kelas yang dapat dipisahkan secara spectral lalu menentukan manfaat informasinya.

Perbedaan antara Klasifikasi Terbimbing dan Tidak Terbimbing

Klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised clasification) dilakukan tanpa menggunakan daerah acuan (obyek yang akan dikelompokkan tidak dikenal), sehingga klasifikasi ini secara otomatis diputuskan oleh komputer. Sedangkan klasifikasi terbimbing (supervised clasification) didasari dengan pemasukan contoh obyek (daerah acuan/training area).

Klasifikasi terbimbing melibatkan interaksi analis secara intensif, dimana analis menuntun proses klasifikasi dengan identifikasi objek pada citra (training area). Sehingga pengambilan sampel perlu dilakukan dengan mempertimbangkan pola spektral pada setiap panjang gelombang tertentu, sehingga diperoleh daerah acuan yang baik untuk mewakili suatu objek tertentu, sedangkan pada Klasifikasi tidak terbimbing komputer secara otomatis menghitung dan mengenali nilai spektral yang ada pada citra selanjutnya penganalis menggunakan algoritma statistik dalam pemilihan kelas sesuai kecocokan atau sifat data atau yang inheren terhadap data.

a. Klasifikasi terbimbing b. Klasifikasi tidak terbimbing

Gambar 1. Perbedaan klasifikasi terbimbing dan tidak terbimbing

Kelebihan dan kelemahan dari Klasifikasi Tidak Terbimbing

Kelebihan klasifikasi tidak terbimbing adalah tidak membutuhkan pengetahuan awal yang detail mengenai daerah pengamatan, Kemungkinan terjadi human error dapat dikurangi dan kelas yang unik diidentifikasi secara tersendiri.

Kelemahan dari klasifikasi citra tidak terbimbing adalah karena analisis hanya memiliki sedikit kontrol terhadap kelas citra yang menyebabkan kesulitan dalam perbandingan antar data. Selain itu, penciri spektral selalu berubah sepanjang waktu, sehingga hubungan antara respon spektral dengan kelas informasi tidak konstan. Hal itu menyebabkan diperlukan pengetahuan sedetail mungkin mengenai spektral permukaan.

Penjelasan mengenai Metode K-Means dan ISODATA

K-means merupakan salah satu metode data clustering non hirarki yang berusaha mempartisi data yang ada kedalam bentuk satu atau lebih cluster terbentuk dengan derajat atau tingkat keanggotaan yang berbeda. Metode K-Mean berfungsi untuk mengelompokkan suatu obyek yang memiliki kesamaan (proses pengelompokan biasa disebut clustering) dengan berdasar K cluster, dimana K adalah bilangan integer positif. Dengan partitioning secara iteratif, K-Means mampu meminimalkan rata-rata jarak setiap data ke klasternya. Clustering adalah pengelompokan sejumlah besar obyek berdasarkan ciri atau atribut tertentu kedalam sejumlah kelompok atau cluster. Dengan clustering, dan dengan menggunakan algoritma clustering tertentu, sejumlah obyek yang memiliki nilai parameter atau atribut yang mendekati sama akan dapat dikelompokkan dengan mudah.

Fuzzy C-means Clustering (FCM), atau dikenal juga sebagai Fuzzy ISODATA, merupakan salah satu metode clustering yang merupakan bagian dari metode Hard K-Means. FCM menggunakan model pengelompokan fuzzy sehingga data dapat menjadi anggota dari semua kelas atau cluster terbentuk dengan derajat atau tingkat keanggotaan yang berbeda antara 0 hingga 1. Tingkat keberadaan data dalam suatu kelas atau cluster ditentukan oleh derajat keanggotaannya

Fungsi RECODE

Fungsi RECODE dalam klasifikasi tidak terbimbing adalah untuk menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama.

PEMBAHASAN

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam klasifikasi tak terbimbing mengggunakan software Erdas Imagine 2014 adalah sebagai berikut :

1. Mengatur kombinasi bandage yang digunakan dalam pengklasifikasian, dalam penelitian ini digunakan kombinasi bandage 6 5 3

Gambar 2. Kombinasi Bandage dalam Klasifikasi Citra

2. Menentukan jumlah kelas warna citra yang akan diklasifikasi (number of classes)

Gambar 2. Metode yang digunakan dalam Unsupervised Clasification

Clustering pada klasifikasi citra tidak terbimbing di inisialisasi secara statistik dengan menggunakan metode menggunakan K-Means. Jumlah kelas warna citra yang akan diklasifikasi adalah sebanyak 10 kelas, dengan nilai iterasi yang menggambarkan jumlah maksimum iterasi yang dilakukan sebesar 24. Sedangkan Convergence Threshold yang menggambarkan batasan persentase piksel yang tidak mengubah kelas pixel tersebut saat iterasi berlangsung menggunakan nilai sebesar 0.95. Pada color scheme option menggunakan approximate true color dengan komposisi sesuai dengan komposisi band RGB yaitu 6 5 3.

3. Mengidentifikasi tiap-tiap kelas warna yang dihasilkan oleh proses klasifikasi sesuai dengan tipe-tipe penutupan lahan yang telah ditetapkan

Gambar 3. Warna Hasil Pengkelasan Klasifikasi Citra Landsat8 Kota Bogor Tahun 2014

Gambar 4. Tabel Identifikasi Warna Kelas Klasifikasi Tidak Terbimbing Identifikasi 10 warna kelas didapatkan objek yang berbeda-beda dan dengan warna yang berbeda. Kelas pertama yaitu air dengan warna biru. Kelas kedua yaitu areal pertanian kering dengan warna merah, kelas ketiga yaitu lahan terbuka dengan warna putih. Kelas keempat yaitu sawah dengan warna oranye, kelas kelima yaitu perkebunan dengan warna hijau gelap, kelas keenam yaitu bangunan dengan warna violet, kelas ketujuh yaitu tanah kosong dengan warna hijau, kelas kedelapan yaitu ladang rumput dengan warna biru laut. Kelas kesembilan yaitu hutan dengan warna hijau gelap, dan kelas kesepuluh yaitu pemukiman dengan warna ping.

4. Menggabungkan kelas warna (recode) yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama

Gambar 5. Hasil Recode Hasil Pengkelasan Citra 5. Pemberian nama dan warna tipe-tipe penutupan lahan (attributing) hasil proses recode

Gambar 6. Tabel Hasil RECODE Pengkelasan Citra

Warna-warna pada saat RECODE dikelompokkan kedalam 4 kelas besar, yaitu kelas vegetasi berwarna hijau gelap, kelas lahan terbuka berwarna merah, kelas bangunan berwarna kuning dan kelas air berwarna biru. Kelas vegetasi merupakan gabungan kelas hutan, perkebunan, areal pertanian kering dan sawah. Kelas Lahan terbuka terdiri kelas lahan terbuka, tanah kosong dan ladang rumput. Kelas Bangunan terdiri kelas bangunan dan pemukiman dan kelas air berupa kelas air.

KESIMPULAN

Proses klasifikasi disebut tidak terawasi, bila dalam prosesnya tidak menggunakan suatu referensi penunjang apapun. Hal ini berarti bahwa proses tersebut hanya dilakukan berdasarkan perbedaan tingkat keabuan setiap piksel pada citra. Klasifikasi citra tak terawasi mencari kelompok-kelompok (cluster) piksel-piksel, kemudian menandai setiap piksel ke dalam sebuah kelas berdasarkan parameter parameter pengelompokkan awal yang didefinisikan oleh penggunanya.

Dalam prosesnya, klasifikasi tidak terbimbing dengan menggunakan 10 kelas selanjutnya dikelompokkan kembali kedalam 4 kelompok besar yang didasarkan pada kesamaan tipe tutupan lahan.

Data citra digital yang diperoleh seringkali tidak sesuai dengan kualitas citra yang diharapkan atau belum sesuai dengan keinginan. Adakalanya citra tersebut diperoleh dari pemotretan yang kelebihan cahaya atau foto yang diperoleh tidak fokus. Interpretasi digital dapat melakukan analisis yang kompleks terhadap beberapa saluran citra secara multi spektral, multi spasial, dan multi temporal,. Interpretasi digital melakukan analisis terhadap nilai digital citra yang terkandung pada tiap larik piksel sehingga interpretasi citra ini relatif obyektif dan konsisten

DAFTAR PUSTAKA

Danoedoro, P. 1996. Pengolahan Citra Digital – Teori Dan Aplikasinya Dalam Bidang Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.

Hardiyanti, F.S.P, 2001. Interpretasi Citra Digital, Grassindo.

Jensen, J.R. 1986. Introductory Digital Image Processing, Prentice Hall Series.

Lillesand, T.M And Kiefer, R.W. 1994. Remote Sensing And Image Interpretation, Third Edition, John Willey.

Mather, P.M., 1987. Computer Processing of Remotely Sensed Images: An Introduction. John Wiley & Sons, New York: 111 hal.

Surati Jaya, I.N. 2010. ANALISIS CITRA DIGITAL: Teori dan Praktik Menggunakan ERDAS Imagine. Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.