KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

7
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA 1. BERDASARKAN PENYEBAB CEDERA KEPALA a) Cedera kepala primer Cedera kepala primer mencakup : fraktur tulang, cedera fokal dan cedera otak difusa, yang masing-masing mempunyai mekanisme etilogis dan patofisiologi yang unik. 1. Fraktur tulang kepala dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak, namun biasanya ini bukan merupakan penyebab utama timbulnya kacacatan neurologis. 2. Cedera fokal merupakan akibat kerusakan setempat yang biasanya dijumpai pada kira-kira separuh dari kasus cedera kepala berat. Kelainan ini mencakup kontusi kortikal, hematom subdural, epidural dan intraserebral yang secara makroskopis tampak dengan mata telanjang sebagai suatu kerusakan yang berbatas tegas. 3. Cedera otak difusa pada dasarnya berbeda dengan cedera vokal, dimana keadaan ini berkaitan dengan disfungsi otak yang luas serta biasanya tidak tampak secara mikroskopis. Mengingat bahwa kerusakan yang terjadi kebanyakan melibatkan akson-akson, maka cedera ini juga dikenal dengan cedera aksional difusa. b) Kerusakan otak sekunder Cedera kepala berat seringkali menampilkan gejala abnormalitas/gangguan sistemik akibat hipoksia dan hipotensi, dimana keadaan-keadaan ini merupakan penyebab

description

cedera kepala

Transcript of KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Page 1: KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

1. BERDASARKAN PENYEBAB CEDERA KEPALA

a) Cedera kepala primer

Cedera kepala primer mencakup : fraktur tulang, cedera fokal  dan cedera otak difusa,

yang masing-masing mempunyai mekanisme etilogis dan patofisiologi yang unik.

1. Fraktur tulang kepala dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak, namun biasanya

ini bukan merupakan penyebab utama timbulnya kacacatan neurologis.

2. Cedera fokal merupakan akibat kerusakan setempat yang biasanya dijumpai pada

kira-kira separuh dari kasus cedera kepala berat. Kelainan ini mencakup kontusi

kortikal, hematom subdural, epidural dan intraserebral yang secara makroskopis

tampak dengan mata telanjang sebagai suatu kerusakan yang berbatas tegas.

3.  Cedera otak difusa pada dasarnya berbeda dengan cedera vokal, dimana keadaan ini

berkaitan dengan disfungsi otak yang luas serta biasanya tidak tampak secara

mikroskopis. Mengingat bahwa kerusakan yang terjadi kebanyakan melibatkan

akson-akson, maka cedera ini juga dikenal dengan cedera aksional difusa. 

b) Kerusakan otak sekunder

Cedera kepala berat seringkali menampilkan gejala abnormalitas/gangguan sistemik

akibat hipoksia dan hipotensi, dimana keadaan-keadaan ini merupakan penyebab yang

sering dari kerusakan otak sekunder. Hipoksia dan hipotensi semata akan menyebabkan

perubahan-perubahan minimal, yang kemudian bersamaan dengan efek cedera mekanis

memperberat gangguan-gangguan metabolisme serebral.

Hipoksia dapat merupakan akibat dari kejadian aspirasi, obstyruksi jalan nafas atau

cedera toraks yang terjadi bersamaan dengan trauma kepala, namun sering juga terjadi

hipoksia pasca cedera kepala dengan ventilasi normal dan tanpa adanya keadaan-keadaan

tersebut di atas.

Hipotensi pada penderita cedera kepala biasanya hanya sementara yaitu sesaat setelah

konkusi atau merupakan tahap akhir dari kegagalan meduler yang berkaitan dengan

herniasi cerebral.

c) Edema cerebral

Page 2: KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Tipe yang terpenting pada kejadian cedera kepala adalah edema vasogenik dan edema

iskemik. Edema vasogenik disebabkan oleh adanya peningkatan permeabilitas kapiler

akibat sawar darah otak sehingga terjadi penimbunan cairan plasma ekstraseluler

terutama di massa putih serebral. Edema iskemik merupakan penimbunan cairan

intraseluler sehingga sel tersebut tidak dapat mempertahankan keseimbangan cairannya.

Edema cerebral yang mencapai maksimal pada hari ke tiga pasca cedera, dapat

menimbulkan suatu efek massa yang bermakna. Di samping itu edema ini sendiri dapat

juga terjadi, tanpa adanya tampilan suatu konstusi atau pendarahan intraserebral. Keadaan

ini dapat terjadi akibat gangguan sekunder dari hipotensi sistemik dan hipoksia, cedera

arterial atau hipertensi intracranial. Gangguan aliran darah cerebral trauma yang

mengakibatkan anoksia jaringan juga tampil sebagai daerah “swelling” hipodens difus.

d) Pergeseran otak(Brain Shift)-herniasi batang otak

Adanya satu massa yang berkembang membesar (hemotom, abses atau

pembengkakan otak) di semua lokasi dalam kavitas intracranial

(epidural/ubdural/intracerebral supra/infratentorial) biasanya akan menyebab pergeseran

dan distori otak, bersamaan dengan peningkatan intracranial akan mengarah terjadinya

herniasi otak.

2. BERDASARKAN JENIS TRAUMA KEPALA

a) Fraktur

Fraktur kalvaria atau atap tengkorak apabila tidak terbuka tidak ada hubungan dengan

dunia luar tidak memerlukan perhatian segera yang lebih penting adalah intracranialnya.

Fraktur basis cranium dapat berbahaya terutama karena perdarahan yang ditimbulkan

sehingga menimbulkan ancaman pada jalan nafas.

b) Comosio cerebri (gegar otak)

Kehilangan kesadaran sebentar dibawah 15 menit dan tidak berbahaya, penderita

tetap dibawa ke rumah sakit karena kemungkinan cedera yang lain.

c) Kontusio cerebri

Kehilangan kesadaran lebih lama, dalam kepustakaan saat ini dikenal sebagai DAI

(Difus Absonal Injury) yang mempunyai prognosis yang lebih buruk.

d) Perdarahan intracranial

Page 3: KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Perdarahan intracranial dapat berupa perdarahan epidural, perdarahan subdural atau

perdarahan intracranial. Perdarahan epidural dapat berbahaya karena perdarahan berlanjut

atau menyebabkan peninggian tekanan intracranial yang semakin berat.

3. BERDASARKAN MORFOLOGI

Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai hal. Untuk kegunaan praktis, tiga

jenis klasifikasi akan sangat berguna, yaitu berdasar mekanisme, tingkat beratnya cedera

kepala serta berdasar morfologi.

4. BERDASARKAN MEKANISME

Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrans. Walau

istilah ini luas digunakan dan berguna untuk membedakan titik pandang, namun sebetulnya

tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak depres dapat dimasukkan

Tabel 1 Klasifikasi cedera kepala ------------------------------------------------------- A. Berdasarkan mekanisme 1 Tertutup 2 Penetrans B. Berdasarkan beratnya 1 Skor Skala Koma Glasgow 2 Ringan, sedang, berat C. Berdasarkan morfologi 1 Fraktura tengkorak a Kalvaria 1 Linear atau stelata 2 Depressed atau nondepressed b Basilar 2 Lesi intrakranial a Fokal 1 Epidural 2 Subdural 3 Intraserebral b Difusa 1 Konkusi ringan 2 Konkusi klasik 3 Cedera aksonal difusa

Page 4: KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya cedera tulang.

Sekalipun demikian, untuk kegunaan klinis, istilah cedera kepala tertutup biasanya

dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrans

lebih sering dikaitkan dengan luka tembak dan luka tusuk. Karena pengelolaan kedua

kelompok besar ini sedikit berbeda, dipertahankanlah pengelompokan ini untuk keperluan

deskriptif.

5. BERDASARKAN BERATNYA

a. Cedera Kepala Ringan (CKR) termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio

Cerebri

o Skor GCS 13-15

o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit

o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala

o Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada

pemeriksaan neurologist.

o Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak

o Tidak memerlukan tindakan operasi

o Lama dirawat di RS <48 jam

b. Cedera Kepala Sedang (CKS)

o Skor GCS 9-12

o Ada pingsan lebih dari 10 menit

o Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad

o Pemeriksaan neurologis terdapat kelumpuhan saraf dan anggota gerak.

o Ditemukan kelainan pada CT scan otak

o Dirawat di RS setidaknya 48 jam

c. Cedera Kepala Berat (CKB)

o Skor GCS <9

o Hilang kesadaran lebih dari 24 jam

o Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat

o Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif

Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.

Page 5: KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

DAFTAR PUSTAKA

Bates, B. (1997). Buku Saku Pemeriksaan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

De Jong, W. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Mohlan, A. (1996). Major Diagnosis Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Masjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Swartz, M. (1997). Intisari Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology Fungsional, bagian dua. Gajah Mada

University Press, 1991

Harsono, Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajah Mada University Press, 2003

Iskandar J, Cedera Kepala, PT Dhiana Populer. Kelompok Gramedia, Jakarta, 1981

Sidharta P, Mardjono M, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 1981.