Kisruh DPRD vs Ahok

4
Kisruh DPRD vs Ahok Belakanganini, muncul masalah baru di pemerintahan Indonesia. Pengangkatan mantan wakil Gubernur Jakarta menjadi Gubernur Jakarta disertai dengan adanya kisruh antara kubu DPRD dan Basuki jahaja Purnama alias !hok. Pengangkatan Basuki jahaja Purnama alias !hok sebagai Gubernur D"I Jakarta bisa menjadi masalah karena adanya pena#siran yang berbeda terhadap pasal$pasal dalam Perpu %omor & ahun '(&). Di satu sisi "emendagri menganggap bahwa !hok bisa otomatis diangkat menjadi Gubernur berdasarkan ketentuan Pasal '(* Perpu %omor & ahun '(&). %amun di sisi lain, menurut Dewan Pembina Partai Gerindra, +u#mi Dasco !hmad, bisa disimpulkan berbeda jika kita mengacu pada pasal &) ayat -' . Pasal '(* Perpu %omor & ahun '(&) entang Pemilihan Gubernur, Bupati dan /ali "ota berbunyi0 1Dalam hal terjadi kekosongan Gubernur, Bupati, dan /ali "ota yang diangkat berdasarkan 2ndang$2ndang %omor *' ahun '(() tentang Pemerintahan Daerah, /akil Gubernur, /akil Bupati, dan /akil /ali "ota menggantikan Gubernur, Bupati, dan /ali "ota sampai dengan berakhir masa jabatannya.3 +ementara Pasal & ) ayat -' Perpu %omor & ahun '(&) yang berbunyi01!pabila sisa masa jabatan Gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkanputusan pengadilanyang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan lebih dari IR/!% R45!D4% - 5('&'()6

description

jke

Transcript of Kisruh DPRD vs Ahok

Kisruh DPRD vs AhokIRWAN ROMADON ( M0212046)

Belakangan ini, muncul masalah baru di pemerintahan Indonesia. Pengangkatan mantan wakil Gubernur Jakarta menjadi Gubernur Jakarta disertai dengan adanya kisruh antara kubu DPRD dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.Pengangkatan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta bisa menjadi masalah karena adanya penafsiran yang berbeda terhadap pasal-pasal dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2014. Di satu sisi Kemendagri menganggap bahwa Ahok bisa otomatis diangkat menjadi Gubernur berdasarkan ketentuan Pasal 203 Perpu Nomor 1 Tahun 2014.Namun di sisi lain, menurut Dewan Pembina Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, bisa disimpulkan berbeda jika kita mengacu pada pasal 174 ayat (2). Pasal 203 Perpu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota berbunyi: Dalam hal terjadi kekosongan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang diangkat berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Wali Kota menggantikan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota sampai dengan berakhir masa jabatannya.Sementara Pasal 174 ayat (2) Perpu Nomor 1 Tahun 2014 yang berbunyi:Apabila sisa masa jabatan Gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan lebih dari 18 (delapan belas) bulan maka dilakukan Pemilihan Gubernur melalui DPRD Provinsi.Menurut Sufmi,ada tiga masalah hukumyang membuat pasal 203 ini sulit diterapkan dalam kasus penggantian Jokowi. Masalah pertama, Jokowi-Ahok tidak diangkat berdasarkan atau setidak-tidaknya tidak hanya berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Mereka diangkat berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.Masalah kedua, Pasal 203 yang merupakan pasal peralihan sama sekali tidak menyebutkan bahwa pasal tersebut mengesampingkan ketentuan pasal 174 ayat (2).Padahal, perkara yang diatur dalam kedua pasal tersebut adalah sama. Menurut Sufmi, bagaimana mungkin ada dua pasal berbeda yang mengatur masalah yang sama tanpa adanya penegasan bahwa dalam kasus tertentu ketentuan salah satu pasal tidak berlaku.Lazimnya, jika pasal peralihan dimaksudkan untuk membuat pengecualian, maka pembuat UU secara tegas mengatakan bahwa pasal yang berlaku umum tidak berlaku atau dikesampingkan untuk kasus-kasus tertentu. Hal ini bisa dilihat dalam pasal-pasal peralihan di UU lain seperti UU PTUN Nomor 5 Tahun 1986, UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, UU Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak dan lain-lain.Masalah ketiga, terang Sufmi, adalah frasa "gubernur berhenti" yang ada dalam Pasal 174 ayat (2) lebih mengena ke kasus penggantian Jokowi dibandingkan dengan frasa "kekosongan gubernur" sebagaimana tercantum dalam Pasal 203. Jokowi secara tegas menyatakan mundur atau berhenti sebagai Gubernur pada saat menyampaikan pidato di rapat paripurna DPRD DKI.Adanya dua penafsiran yang berbeda terhadap Perpu yang sama ini dapat dikategorikan sebagai konflik hukum. Saya menyarankan Kemendagri berkonsultasi lebih dahulu dengan MK dan meminta MK membuat penafsiran Perppu tersebut, ulasnya.Permintaan pendapat MK, sambung dia, pernah terjadi pada saat KPU bingung dalam menafsirkan Pasal 149 UU Pilpres. Pada saat itu ada dua pendapat yang berbeda soal berapa putaran Pilpres dilaksanakan mengingat pesertanya hanya dua pasangan calon.Masyarakat merasa prihatin situasi politik di DKI Jakarta, karena sudah berimbas dalam pelaksanaan pembangunan.Pertama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Wakil Gubernur DKI jakarta, sejatinya sudah dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Presiden Jokowi, tetapi kisruh politik antara DPRD Versus Ahok menyebabkan hal itu belum terlaksana. Kisruh tersebut telah menghambat pengesahan APBD Perubahan dan pelaksanaannya.Kedua, masyarakat DKI Jakarta yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Jakarta (KMJ) menolak Ahok dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta. Untuk mewujudkan penolakan, mereka menggelar demo besar-besaran di halaman gedung DPRD DKI dan di Balai Kota, tempat berkantornya PLT Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kisruh politik diprediksi akan semakin bertambah setelah Koalisi Merah Putih diresmikan pembentukannya di DKI Jakarta pada 11/11/2014.Ketiga, anggota DPRD DKI Jakarta dari Koalisi Merah Putih akan semakin solid menolak pelantikan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta. Secara yuridis, setelah Jokowi dilantik menjadi Presiden RI otomatis Basuki Tjahaja Purnama menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta. Akan tetapi, lawan politik Ahok mencari segala macam alasan untuk menggagalkan pelantikan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta.Keempat, Ahok secara politik dalam posisi sulit karena tidak memiliki dukungan politik di DPRD DKI Jakarta, setelah mengundurkan diri sebagai kader Partai Gerindra. Kondisi ini dimanfaatkan lawan politik Ahok di DPRD DKI dan di dalam masyarakat untuk melengserkan Ahok. Solusi yang dapat dilakukan antara lain: Pertama, DPRD DKI sebaiknya segera duduk dengan Basuki Tjahaja Purnama, PLT Gubernur DKI Jakarta untuk membicarakan solusi politik. Kedua, harus segera mengesahkan APBD Perubahan agar dampak negatif yang ditimbulkan dari kisruh politik bisa dieliminir. Ketiga, DPRD DKI Jakarta sebaiknya segera bermusyawarah mencari titik temu. Keempat, DPRD DKI Jakarta tidak boleh mengulur waktu dalam menyelesaikan masalah Ahok. Dan yang terakhir, DPRD DKI Jakarta harus berani mengambil resiko dalam mengambil keputusan, demi kebaikan dan kemajuan DKI Jakarta.