Adi w gunawan hipnoterapi | Hipnoterapi Alumni Adi W Gunawan Institute
Kinetika_Stephanie W W_12.70.0012_F1
-
Upload
james-gomez -
Category
Documents
-
view
10 -
download
0
description
Transcript of Kinetika_Stephanie W W_12.70.0012_F1
-
Acara III
KINETIKA FERMENTASI DALAM
PRODUKSI MINUMAN VINEGAR
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh:
Stephanie Wijayanti Wibowo
12.70.0012
F1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
-
1
1. HASIL PENGAMATAN
1.1.Tabel kinetika
Hasil pengamatan kinetika pada produksi minuman vinegar dari sari apel malang dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel1. Hasil pengamatan kinetika
Kelompok Perlakuan Waktu
MO TiapPetak Rata-rata/ MO
TiapPetak
Rata-rata/
MO Tiap cc OD (nm) pH
Total
Asam 1 2 3 4
F1 Sari apel + S. cereviceae N0 1 4 8 7 5 2 x 107
0,3162 3,82 16,32
N24 50 47 55 45 49,25 19,7 x 107 1,3558 3,24 19,20
N48 39 40 36 41 39 15,6 x 107 1,5890 3,35 14,40
N72 45 62 56 69 58 23,2 x 107 1,6233 3,37 14,59
N96 60 72 76 83 72,75 29,1 x 107 1,8378 3,40 14,02
F2 Sari apel + S. cereviceae N0 12 13 11 11 11,75 4,7 x 107 0,2721 3,24 16,51
N24 81 101 92 93 91,75 36,7 x 107 1,0991 3,22 17,28
N48 169 123 157 179 157 62,8 x 107 1,1038 3,33 14,40
N72 78 72 101 128 94,75 37,9 x 107 0,9060 3,42 13,82
N96 300 300 300 300 300 120 x 107 2,1425 3,43 13,63
F3 Sari apel + S. cereviceae N0 28 15 22 16 20,25 8,1 x 107 0,3192 3,27 17,09
N24 54 62 60 56 58 23,2 x 107 1,2458 3,22 17,28
N48 120 82 81 83 91,5 36,6 x 107 1,4917 3,33 16,32
N72 123 103 108 109 110,75 44,3 x 107 1,6415 3,34 15,55
N96 44 39 41 37 40,25 16,1 x 107 1,2932 3,42 14,02
F4 Sari apel + S. cereviceae N0 26 17 11 29 20,75 8,3 x 107 0,4084 3,30 16,32
N24 101 90 107 124 105,5 42,2 x 107 1,5120 3,25 19,20
N48 81 90 88 97 89 35,6 x 107 1,5583 3,13 14,40
N72 83 76 95 75 82,25 32,9 x 107 0,7487 3,34 14,59
N96 82 76 83 86 81,75 32,7 x 107 0,7845 3,48 13,82
-
2
Kelompok Perlakuan Waktu
MO TiapPetak Rata-rata/ MO
TiapPetak
Rata-rata/
MO Tiap cc OD (nm) pH
Total
Asam
F5 Sari apel + S.
cerevisiae
N0 11 27 23 19 20 8 x 107 0,3352 3,32 15,74
N24 192 187 124 75 144,5 57,8 x 107 1,2911 3,23 17,28
N48 115 106 119 92 108 43,2 x 107 1,3860 3,35 14,40
N72 100 75 69 52 74 29,6 x 107 1,6958 3,54 15,17
N96 135 89 144 167 133,75 53,4 x 107 1,4069 3,46 12,86
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai pH, total asam, OD dan rata-rata jumlah mikroorganisme per cc meningkat pada hari
pertama dan kedua. Namun pada hari ketiga,keempat,dan kelima nilai dari pH, total asam, OD dan rata-rata jumlah mikroorganisme per
cc mengalami penurunan. Apabila dilihat dari nilai perbandingan antara nilai OD dan jumlah mikroorganisme hubungannya tidak
berbanding lurus.
-
3
1.2.Grafik kinetika
1.2.1. Grafik hubungan antara nilai OD dengan waktu
Grafik hubungan antara nilai OD dengan waktu dapat dilihat pada grafik 1.
Grafik1. Nilai OD vs waktu
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa hubungan antara absorbansi dengan waktu tidak teratur. Pada kelompok 1 nilai OD pada
hari ke-0 adalah 0,3162 kemudian pada hari pertama,kedua, ketiga, keempat nilai OD nya semakin meningkat. Pada kelompok 2 nilai
OD pada hari ke-0 adalah 0,2721 kemudian pada hari pertama dan kedua nilai OD nya semakin meningkat, pada hari ketiga nilai OD
nya menurun namun pada hari keempat nilai OD nya meningkat lagi. Pada kelompok 3 nilai OD pada hari ke-0 adalah 0,3192
kemudian pada hari pertama kedua dan ketiga nilai OD nya meningkat, namun pada hari keempat nilai OD nya menurun. Pada
kelompok 4 nilai OD pada hari ke-0 adalah 0,4084 kemudian pada hari pertama dan kedua nilai OD nya meningkat, pada hari ketiga
0.0000
0.5000
1.0000
1.5000
2.0000
2.5000
N0 N24 N48 N72 N96
An
sorb
ansi
Waktu
Grafik Hubungan Absorbansi dengan Waktu
F1
F2
F3
F4
F5
-
4
nilai OD nya menurun namun pada hari keempat nilai OD nya meningkat lagi. Dan pada kelompok 5 nilai OD pada hari ke-0 adalah
0,3352 kemudian pada hari pertama kedua dan ketiga nilai OD nya meningkat, namun pada hari keempat nilai OD nya menurun.
Namun apabila diamati data yang diperoleh pada praktikum ini rata-rata nilai OD menurun pada hari ketiga dan keempat.
1.2.2. Grafik hubungan jumlah sel mikrooganisme dengan waktu
Grafik hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dengan waktu dapat dilihat pada grafik 2.
Grafik2. Waktu vs jumlah sel mikroorganisme
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
1200000000
1400000000
N0 N24 N48 N72 N96
Jum
lah
Se
l Mik
roo
rgan
ism
e
Waktu
Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Waktu
F1
F2
F3
F4
F5
-
5
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa hasil yang didapat fluktuatif. Pada kelompok 1, jumlah mikroba pada hari pertama adalah
2x107 kemudian pada hari kedua mengalami kenaikan jumlah mikroba, pada hari ketiga mengalami penurunan, dan pada hari keempat
dan kelima mikroba meningkat lagi. Pada kelompok 2 jumlah mikroba pada hari pertama adalah 4,7x107 kemudian pada hari kedua dan
ketiga mengalami peningkatan jumlah mikroba, pada hari keempat mengalami penurunan dan pada hari kelima mikroba meningkat
lagi. Pada kelompok 3 jumlah mikroba pada hari pertama adalah 8,1 x107 kemudian pada hari kedua ketiga dan keempat mengalami
peningkatan jumlah mikroba namun pada hari kelima jumlah mikroba menurun. Pada kelompok 4 jumlah mikroba pada hari pertama
adalah 8,3 x107 kemudian pada hari kedua mengalami meningkatan namun pada hari ketiga, keempat, dan kelima jumlah mikroba
semakin menurun. Pada kelompok 5 jumlah mikroba pada hari pertama adalah 8 x107 kemudian pada hari kedua jumlah mikroba
bertambah, pada hari ketiga dan keempat jumlah mikroba semakin menurun namun pada hari kelima jumlah mikroba meningkat lagi.
-
6
1.2.3. Grafik hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan pH
Grafik hubungan antara jumlah sek mikroorganisme dengan nilai pH dapat dilihat pada grafik 3.
Grafik3. Jumlah sel mikroorganisme vs pH
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa hasil yang didapatkan pada beberap kelompok fluktuatif. Hampir semua kelompok
mendapatka hasil dimana jumlah mikroorganisme yang semakin banyak diikuti dengan penurunan nilai pH maupun peningkatan nilai
pH. Namun pada kelompok 5 didapatkan hasil yang teratur yaitu semakin banyak jumlah mikroorganismenya, nilai pH nya semakin
menurun atau semakin asam.
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
1200000000
1400000000
3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8
Jum
lah
Se
l Mik
roo
rgan
ism
e
pH
Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan pH
F1
F2
F3
F4
F5
-
7
1.2.4. Grafik antara jumlah sel mikroorganisme dengan absorbansi
Grafik hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dengan absorbansi dapat dilihat pada grafik 4.
Grafik4. Jumlah sel mikroorganisme vs nilai OD
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok 1 dan kelompok 3 nilai absorbansi yang didapat sesuai atau berbanding
lurus dengan jumlah mikroba dari hari ke hari. Sedangkan pada kelompok 2,4,dan 5 nilai absorbansi yang didapat tidak sesuai atau
tidak berbanding lurus dengan jumlah mikroba dari hari ke hari
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
1200000000
1400000000
0.0000 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000 2.5000
Jum
lah
Se
l Mik
roo
rgan
ism
e
Absorbansi
Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Absorbansi
F1
F2
F3
F4
F5
-
8
1.2.5. Grafik antara jumlah sel mikroorganisme dengan total asam
Grafik hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dengan total asam dapat dilihat pada grafik 5
Grafik5. Jumlah sel mikroorganisme vs total asam
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa pada semua kelompok nilai total asam yang dihasilkan tidak berbanding lurus dengan
jumlah mikroorganisme yang ada dan bahkan pola yang terbentuk tidak teratur.
0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
1200000000
1400000000
12.000 13.000 14.000 15.000 16.000 17.000 18.000
Jum
lah
Se
l Mik
roo
rgan
ism
e
Total Asam
Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Total Asam
F1
F2
F3
F4
F5
-
9
2. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini produk fermentasi yang dibuat adalah cider. Cider
merupakan minuman dengan kadar alkohol yang rendah. Cider ini diperoleh melalui
proses fermentasi sari buah atau bahan lainnya yang mengandung pati dengan
penambahan gula. Jenis yeast yang digunakan pada praktikum ini adalah
Saccharomyces cerevisiae (Ranganna,1978). Saccharomyces cerevisiae merupakan
mikroorganisme yang tergolong dalam kelompok golongan khamir murni yang
merupakan khamir yang dapat berkembang biak secara seksual dengan
pembentukan askospora. (Volk & Wheeler, 1990). Peran Saccharomyces cerevisiae
adalah mampu memfermentasi glukosa yang ada dalam buah dan hasil pemecahan
pati menjadi alkohol serta CO2. Pada proses fermentasi alkohol akan terjadi
perubahan pada bahan yang berkadar pati oleh enzim amilase (Rahman,1992).
Proses fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme penyebab
fermentasi. Hasil dari proses fermentasi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu jenis
substrat yang digunakan dan jenis mikroorganisme yang digunakan serta proses
metabolisme yang terjadi selama proses fermentasi berlangsung (Winarno et
al.,1984). Menurut pernyataan dari Fardiaz (1992), Selain menghasilkan asam,
dalam proses fermentasi, juga menghasilkan gas seperti gas hidrogen atau CO2.
Pada sel khamir, dalam suasana anaerob, khamir mempunyai kemampuan untuk
mengkonversi glukosa menjadi etil alkohol dan karbondioksida.
Menurut penelitian dari Kwartiningsih (2012), Dalam proses pengolahan vinegar,
ada 2 tahap fermentasi yaitu :
1. Tahap fermentasi pembentukan alkohol dengan menggunakan yeast
Saccharomyces cerevisiae. Pada fermentasi ini akan terjadi proses perombakan
glukosa menjadi alkohol dan gas CO2 dengan reaksi :
C6H12O6 2 CH3CH2OH + CO2
Reaksi yang terjadi adalah reaksi anaerob. Etanol merupakan hasil utama dari
proses fermentasi tersebut. etanol yang diperoleh adalah sejumlah 15% maksimal.
-
10
2. Tahap fermentasi perubahan alkohol menjadi asam asetat dan air dengan
menggunakan bakteri Acetobacter aceti. Reaksi pembentukan asam asetat
dituliskan sebagai berikut :
CH3CH2OH + O2 CH3COOH + H2O
Menurut pendapat dari Susanto&Bagus (2011) pada penelitiannya, menyatakan
bahwa semakin lama waktu fermentasi maka gula pereduksi yang terbentuk akan
semakin lama. Gula pereduksi ini dapat berasal dari proses pemecahan sukrosa
selama fermentasi oleh khamir. Sukrosa bersifat non pereduksi karena sukrosa tidak
mempunyai gugus OH bebas yang bersifat reaktif.
Pada praktikum kali ini, bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan
minuman vinegar adalah apel malang. Menurut pendapat dari Susanto&Bagus
(2011) dalam penelitiannya mengatakan bahwa, buah apel mengandung suatu
senyawa fitokimia. Senyawa fitokimia yang terdapat pada buah apel adalah senyawa
fenolik, golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan
asam-asam organik polifungsional yang berfungsi sebagai antioksidan. Selain itu
apel juga mengandung betakaroten. Betakaroten memiliki aktivitas sebagai
provitamin A yang berguna untuk menangkal serangan radikal bebas penyebab
berbagai penyakit degeneratif.
Pertama-tama yang dilakukan adalah apel malang tersebut dijus dan diambil sarinya
dengan cara disaring. Penggunaan sari apel ini sesuai dengan dasar teori dari
Realitas&Debby (2010) yang menyatakan bahwa hampir semua jenis buat dapat
digunakan untuk membuat cider asalkan jumlah gulanya mencukupi atau dengan
kata lain kandungan gula yang ada pada buah tersebut cukup sehingga dapat
digunakan untuk membuat vinegar atau cider. Setelah didapatkan sari apel, sari apel
tersebut dimasukkan kedalam erlenmeyer sebanyak 250 ml
-
11
Gambar 1. sari apel malang yang sudah disaring dan akan disterilisasi
Setelah didapatkan sari apel kemudian dilakukan proses sterilisasi. Tujuan proses
sterilisasi ini adalah untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada sari buah
tersebut agar tidak mengganggu proses fermentasi (Potter & Hotchkiss, 1995).
Sedangkan botol ditutup juga bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari
lingkungan luar sehingga cider tetap steril (Arthey&Ashurst,1998).
Setelah di sterilisasi, sari apel tersebut diturunkan suhunya hingga dingin kemudian
sari apel ditambahkan dengan biakan Saccharomyces cereviseae. Menurut pendapat
dari Rahman (1992), Saccharomyces cereviseae dapat melakukan fermentasi
glukosa dalam buah. Volk & Wheeler (1990), juga menambahkan bahwa
Saccharomyces cerevisiae termasuk dalam golongan khamir murni. Khamir murni
disini artinya khamir yang dapat berkembang biak secara seksual dengan
pembentukan askospora (Volk & Wheeler, 1990). Penambahan kultur dilakukan
secara aseptis. Penggunaan teknik aseptis disini adalah agar tidak terkontaminasi
oleh mikroorganisme lain sehingga tidak akan mengganggu pertumbuhan organisme
yang dibiakkan (Hadioetomo,1993). Wang et al. (2004) dalam penelitiannya juga
menambahkan bahwa Saccharomyces cerevisiae dalam penambahan pembuatan
cider ini berfungsi untuk mempercepat katalisis serta menyempurnakan konversi
gula menjadi alkohol tanpa menyebabkan pembentukan off-flavor.
Setelah sari buah apel ditambahkan dengan Saccharomyces cereviseae, diambil
sebanyak 30 ml secara aseptis setiap harinya. 30 ml tersebut akan digunakan untuk
uji Haemocytometer, uji total asam, uji pH, dan uji spektrofotometer. Sisa sari buah
apel diletakkan pada shaker. Tujuan dilakukannya shaking adalah untuk
-
12
meningkatkan laju alir udara sehingga laju transfer O2 tidak terganggu. Dengan
kehadiran O2 maka proses metabolisme sel pada yeast akan optimal sehingga
Saccharomyces cereviseae dapat tumbuh dengan baik (Winarno et al., 1980).
Said (1987) juga menambahkan bahwa adanya agitasi akan membuat medium dan
suspensi sel mikroba tetap homogen atau dalam keadaan seragam. Hal ini juga
didukung oleh pendapat dari Ahmad et al., (2011) yang menyatakan bahwa aerasi
merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses fermentasi yang
menggunakan yeast Saccharomyces cereviceae, meskipun Saccharomyces
cereviceae dapat tumbuh dalam kondisi anaerobik, kondisi aerobik diperlukan
untuk menghasilkan substrat yang diharapkan.
Dalam praktikum ini, perhitungan jumlah sel mikroorganisme dilakukan dengan
dua metode, yaitu perhitungan secara langsung dan perhitungan secara tidak
langsung. Pengukuran jumlah sel mikroorganisme secara langsung dilakukan
dengan menggunakan haemocytometer (hemositometer). Sari buah apel yang sudah
diberi Saccharomyces cereviseae diambil sebanyak kira-kira 2-3 tetes dan
diletakkan pada haemocytometer kemudian diamati dibawah mikroskop.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pigeau et al (2007), pengukuran
konsentrasi pada sel yeast dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan
haemocytometer. haemocytometer diletakkan diatas spesimen pentas (tempat objek)
dan digunakan untuk menghitung jumlah suspensi sel. Semakin lama waktu
fermentasinya, maka jumlah sel akan semakin meningkat. Namun pada titik tertentu
jumlah sel akan menurun karena pertumbuhannya telah maksimal atau pada fase
stasioner. Selain itu berdasarkan penelitian dari Chen & Chiang (2011) pada
penelitiannya yang berjudul Automatic Cell Counting for Hemocytometers through
Image Processing, mengatakan bahawa alat haemocytometer sebenarnya dirancang
untuk menghitung jumlah sel darah merah. Pada alat ini terdiri dari 2 ruang hitung
dengan kedalaman tertentu dimana pada masing-masing ruangan ini terdapat kotak-
kotak mikroskopik yang tergores pada permukaan kaca. Kotak-kotak ini akan
dibatasi dengan 3 garis dengan ukuran 4 x 4 kotak (jadi dalam 1 kotak terdiri dari 16
kotak kecil). Dengan adanya kotak-kotak ini maka jumlah sel dalam suatu cairan
-
13
dapat dihitung. Pengukuran jumlah sel mikroorganisme dilakukan selama 5 hari,
yaitu hari ke-0, hari pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
Gambar 2. Perubahan Biomassa Yeast Selama 5 Hari (dari kiri ke kanan)
Sedangkan penentuan jumlah sel secara tidak langsung dapat dilakukan dengan cara
mengukur tingkat kekeruhan dengan menggunakan spektrofotometer. Menurut
Fardiaz (1992), dalam spektrofotometri, intensitas cahaya yang ditransmisikan
akan diabsorbansi oleh larutan, dimana besarnya intensitas cahaya tersebut
dapat ditentukan dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Semakin keruh suatu
larutan maka semakin sedikit cahaya yang dapat diteruskan. Apabila dihubungkan
dengan teori dari Rahman (1992) yang menyatakan bahwa adanya
pertumbuhan Saccharomyces cereviceae ditandai dengan perubahan warna dan
timbulnya kekeruhan pada larutan, maka dapat dikatakan bahwa semakin keruh
larutan semakin banyak pula biomassa yeast yang terdapat dalam larutan tersebut.
Rasio intensitas yang diteruskan (I) dengan intensitas cahaya mula-mula (I0) disebut
persen transmitansi (%T). Semakin keruh suatu suspensi maka semakin kecil %T.
secara matematis hukum Lambert-Beer yaitu : A = log (I0/It) = log(I0/It) = log T
= abc (Fardiaz,1992).
Gambar 3 .proses pengukuran nilai OD menggunakan spektrofotometer
-
14
Pada penentuan total asam, menggunakan metode titrasi. Pertama-tama sampel
diambil sebanyak 10 ml kemudian dititrasikan dengan menggunakan NaOH 0,1N.
Sebelum di titrasi, sampel tersebut ditambah dengan indikator PP sebanyak 2 tetes.
Titrasi dihentikan ketika larutan sampel tersebut sudah berubah warna menjadi
coklat tua. NaOH yang digunakan dicatat kemudian dihitung total asamnya.
Penggunaan NaOH ini sudah sesuai dengan dasar teori yang menyatakan bahwa
dalam proses titrasi biasanya menggunakan basa kuat maupun asam kuat (Petrucci&
Suminar,1987). Sedangkan penggunaan indikator PP ini dilakukan karena titran
yang digunakan dalam proses titrasi ini bersifat basa. Selain itu indikator PP
mempunyai warna yang netral (Chang,1991). Sehingga indikator PP ini cocol
digunakan sebagai indikator.
Gambar 4. Proses titrasi
Gambar 5. Cider apel yang sudah dititirasi
-
15
2.1.Hubungan antara waktu dengan jumlah mikroba
Hubungan antara lama waktu fermentasi dengan jumlah mikroorganisme didapatkan
hasil pada kelompok 1, jumlah mikroba pada hari pertama adalah 2x107 kemudian
pada hari kedua mengalami kenaikan jumlah mikroba, pada hari ketiga mengalami
penurunan, dan pada hari keempat dan kelima mikroba meningkat lagi. Pada
kelompok 2 jumlah mikroba pada hari pertama adalah 4,7x107 kemudian pada hari
kedua dan ketiga mengalami peningkatan jumlah mikroba, pada hari keempat
mengalami penurunan dan pada hari kelima mikroba meningkat lagi. Pada
kelompok 3 jumlah mikroba pada hari pertama adalah 8,1 x107 kemudian pada hari
kedua ketiga dan keempat mengalami peningkatan jumlah mikroba namun pada hari
kelima jumlah mikroba menurun. Pada kelompok 4 jumlah mikroba pada hari
pertama adalah 8,3 x107 kemudian pada hari kedua mengalami meningkatan namun
pada hari ketiga, keempat, dan kelima jumlah mikroba semakin menurun. Pada
kelompok 5 jumlah mikroba pada hari pertama adalah 8 x107 kemudian pada hari
kedua jumlah mikroba bertambah, pada hari ketiga dan keempat jumlah mikroba
semakin menurun namun pada hari kelima jumlah mikroba meningkat lagi.
Berdasarkan hasil yang didapat, hanya kelompok 4 saja yang sesuai dengan dasar
teori yang ada. Karena seharusnya sel yeast mengikuti kurva pertumbuhan
mikroorganisme yaitu fase log, fase lag, fase stasioner, serta fase kematian. Proses
pertumbuhan mikroba sangat tergantung dengan nutrisi yang tersedia. Pada saat
mikroba berada pada fase lag, mikroba tersebut masih beradaptasi dengan
lingkungan. Ketika sudah mulai memasuki fase log laju pertumbuhannya semakin
cepat karena pada fase ini mikroba masih dalam keadaan aktif (Fardiaz,1992). Hal
ini juga didukung oleh pernyataan dari Triwahyuni et al (2012) yang menyatakan
bahwa fase eksponensial yeast akan terjadi selama 48 jam. Pada fase ini populasi
yeast akan semakin bertambah. Yeast juga membutuhkan sumber gula sehingga
apabila sumber gula mulai habis maka pertumbuhan yeast juga akan semakin
menurun. Setelah fermentasi melebihi 48 jam sel yeast akan mengalami fase
stasioner. Pada fase ini tidak ada pertumbuhan yeast atau yeast berhenti bertunas
dan lama-lama yeast tersebut akan mati karena tidak ada sumber makanan lagi.
Dibawah ini adalah gambar kurva pertumbuhan mikroorganisme
-
16
Gambar 6. kurva pertumbuhan mikrooganisme (Fardiaz,1992).
Berdasarkan dasar-dasar teori yang ada dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan sel
akan meningkat hingga hari kedua saja dan akan menurun hingga hari ke 5 karena
sudah tidak ada nutrisi lagi yang dapat dikonsumsi oleh mikroorganisme tersebut
sehingga mikroorganisme lama kelamaan akan mati. Namun hasil pengamatan yang
dilakukan pada kelompok 1,2,3,dan 5 tidak sesuai dengan dasar teori yang ada.
Ketidaksesuaian hasil pengamatan dengan dasar teori yang ada mungkin dapat
disebabkan karena ketidaktelitian dalam menghitung jumlah sel. Penghitungan
hanya dihitung dengan alat penghitung saja sehingga bisa saja ada sel yang
kelebihan dihitung maupun ada sel yang tidak dihitung.
2.2.Penentuan hubungan absorbansi dengan kepadatan sel
Pada awal pertumbuhan, sel yeast akan berlangsung lambat karena sel masih
beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Kemudian setelah beradaptasi volume
akan meningkat sehingga metabolisme selnya pun meningkat. Fase ini dinamakan
fase lag. Setelah melalui fase lag sel akan bertumbuh semakin cepat lagi dimana fase
ini dinamakan fase eksponesial (Jomdecha & Prateepasen, 2006).
Untuk menentukan jumlah sel, dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu langsung
maupun tidak langsung. Untuk penentuan secara tidak langsung dapat dilakukan
dengan mengukur tingkat kekeruhan larutan tersebut dengan menggunakan
spektrofotometer. Intensitas cahaya yang ditransmisikan dan diabsorbansi oleh
larutan dapat ditentukan dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Rasio
intensitas yang diteruskan (I) dengan intensitas cahaya mula-mula (I0) disebut
persen transmitansi (%T). Semakin keruh suatu suspensi maka semakin kecil %T.
-
17
secara matematis hukum Lambert-Beer yaitu : A = log (I0/It) = log(I0/It) = log T
= abc (Fardiaz,1992).
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan hubungan antara nilai OD dan
jumlah mikroba pada kelompok 1 dan kelompok 3 nilai absorbansi yang didapat
sesuai atau berbanding lurus dengan jumlah mikroba dari hari ke hari. Sedangkan
pada kelompok 2,4,dan 5 nilai absorbansi yang didapat tidak sesuai atau tidak
berbanding lurus dengan jumlah mikroba dari hari ke hari. Seharusnya semakin
tinggi nilai OD yang dihasilkan menunjukan semakin tinggi jumlah sel tiap cc nya.
Hal ini didukung oleh pernyataan dari Wang et al (2004) yang mengatakan bahwa
Nilai absorbansi suatu larutan diukur berdasarkan dari tingkat kekeruhan larutan
tersebut. Apabila yeast bertumbuh semakin banyak maka akan menyebabkan warna
larutan menjadi semakin keruh. Semakin larutan tersebut berwarna keruh maka nilai
OD atau nilai absorbansinya pun akan semakin besar. Hal ini juga didukung oleh
pernyataan dari Pelezar and Chan (1976), yang menyatakan bahwa jumlah sinar
yang dihambat proporsional dengan massa atau jumlah sel yang ada, sehingga
semakin banyak jumlah sel yang ada pada suspensi tersebut maka sinar yang
dihamburkan pun akan semakin banyak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai
OD yang tinggi dapat mengindikasikan bahwa jumlah sel pada larutan tersebut
banyak.
Pada kelompok 2,4,dan 5 tidak sesuai dengan dasar teori yang ada. Hal ini mungkin
dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kesalahan yang terjadi
pada saat menggunakan spektrofotometer seperti pada saat menganalisa, kuvet yang
digunakan kotor dan tergores atau bisa jadi karena penempatan kuvet yang tidak
tepat, adanya gelembung udara dalam larutan serta panjang gelombang yang ada
tidak sesuai dengan yang tertera pada alat (Pomeranz & Meloan, 1994). Selain
faktor alat spektrofotometer yang digunakan, biasa juga disebabkan karena larutan
atau suspensi yang tidak homogen sehingga sel yeast masih mengendap di bagian
dasar bawah sehingga suspensi yang terukut pada spektrofotometer maupun pada
Haemocytometer adalah suspensi yang mengandung sedikit sel yeast.
-
18
2.3.Penentuan hubungan total asam dengan kepadatan sel
Berdasarkan uji total asam yang dilakukan, pada hari pertama masing-masing
kelompok mempunyai nilai total asam yang berbeda-beda. Pada kelompok 1 nilai
total asamnya adalah 16,32; pada kelompok 2 nilai total asamnya adalah 16,51; pada
kelompok 3 nilai total asamnya adalah 17,09; pada kelompok 4 nilai total asamnya
adalah 16,32; dan pada kelompok 5 nilai total asamnya adalah 15,74. Pada hari
kedua, nilai total asamnya meningkat untuk semua kelompok. Sedangkan pada hari
ketiga nilai total asam masing-masing kelompok menurun.
Apabila dilihat hubungannya dengan jumlah kepadatan sel per cc, pada semua
kelompok nilai total asam yang dihasilkan tidak berbanding lurus dengan jumlah
mikroorganisme yang ada dan bahkan pola yang terbentuk tidak teratur. Dimana
seharusnya semakin banyak jumlah mikroorganisme nya maka nilai total asamnya
pun akan semakin meningkat. Menurut penelitian dari Susanto&Setyohadi (2011),
mengatakan bahwa dalam proses fermentasi sari apel menggunakan yeast
Saccharomyces cereviceae menunjukan bahwa semakin lama waktu fermentasi
maka nilai total asam yang dihasilkan semakin banyak pula. Hal ini dikarenakan
selama proses fermentasi, yeast akan menghasilkan senyawa-senyawa asam organik
seperti asam malat, asam tartarat, asam sitrat, asam butirat, serta asam propionat
sebagai produk sampingnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin banyak
jumlah mikroorganisme maka nilai total asam yang dihasilkan akan semakin tinggi,
begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu hasil yang didapatkan pada semua kelompok
tidak sesuai dengan dasar teori yang ada. Kesalahan ini mungkin dapat disebabkan
karena proses titrasi yang tidak sempurna. Pada saat larutan sudah berubah warna,
titrasi tetap dilanjutkan sehingga NaOH yang digunakan semakin banyak dan ini
akan mempengaruhi nilai total asam yang dihasilkan.
2.4.Hubungan Rata-Rata Jumlah Mikroorganisme/cc dengan Nilai pH
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, data yang didapatkan tidak teratur.
Dimana jumlah mikroorganisme yang semakin banyak menurunkan nilai pH
maupun meningkatkan nilai pH. Hanya kelompok 5 saja yang hasilnya teratur yaitu
semakin banyak jumlah mikroorganismenya, nilai pH nya semakin menurun atau
-
19
semakin asam. Dalam proses fermentasi minuman vinegar, terdapat interaksi antara
dua mikroorganisme yaitu Saccharomyces cereviceae dan bakteri asam laktat
Acetobacter aceti. Pada proses pembuatan vinegar, pertama-tama substrat akan
difermentasikan terlebih dahulu denga yeast secara anaerob untuk menghasilkan
alkohol. Alkohol dari hasil metabolisme yeast ini akan digunakan sebagai substrat
untuk Acetobacter aceti yang nantinya akan menghasilkan asam laktat.
Pembentukan asam laktat ini akan mempengaruhi nilai pH, dimana pembentukan
asam laktat ini akan menurunkan pH (Krusong &Vichitraka,2009). Namun pada
pembuatan vinegar apel ini tidak digunakan bakteri asam laktat, namun hanya
menggunakan yeast saja sehingga asam yang dihasilkan hanya berasal dari yeast
tersebut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah
mikroorganismenya maka nilai pH akan semakin rendah atau semakin asam.
Seharusnya penurunan pH yang semakin asam berbanding terbalik dengan kurva
pertumbuhan mikroorganisme.
Berdasarkan dasar teori yang ada, hanya kelompok 5 saja yang sesuai dengan dasar
teori. Sedangkan pada kelompok lain, data yang dihasilkan tidak teratur.
Ketidaksesuaian data ini mungkin dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
pertumbuhan yeast yang tidak stabil karena kondisi suhu inkubasi yang tidak sesuai.
Selain itu bisa jadi alat pH meter yang digunakan tidak akurat.
Gambar 7. Proses pengecekan pH cider apel
-
20
2.5.Hubungan antar nilai OD dengan waktu fermentasi
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, pada kelompok 1 nilai OD pada hari
ke-0 adalah 0,3162 kemudian pada hari pertama,kedua, ketiga, keempat nilai OD
nya semakin meningkat. Pada kelompok 2 nilai OD pada hari ke-0 adalah 0,2721
kemudian pada hari pertama dan kedua nilai OD nya semakin meningkat, pada hari
ketiga nilai OD nya menurun namun pada hari keempat nilai OD nya meningkat
lagi. Pada kelompok 3 nilai OD pada hari ke-0 adalah 0,3192 kemudian pada hari
pertama kedua dan ketiga nilai OD nya meningkat, namun pada hari keempat nilai
OD nya menurun. Pada kelompok 4 nilai OD pada hari ke-0 adalah 0,4084
kemudian pada hari pertama dan kedua nilai OD nya meningkat, pada hari ketiga
nilai OD nya menurun namun pada hari keempat nilai OD nya meningkat lagi. Dan
pada kelompok 5 nilai OD pada hari ke-0 adalah 0,3352 kemudian pada hari
pertama kedua dan ketiga nilai OD nya meningkat, namun pada hari keempat nilai
OD nya menurun.
Hasil yang didapatkan ada yang semakin lama waktu fermentasi nilai OD nya
semakin meningkat, ada juga yang nilai OD nya naik turun tidak teratur. Menurut
pendapat dari Pelezar & Chan (1976), semakin banyak jumlah sel yang ada pada
larutan maka sinar yang dihamburkan akan semakin banyak pula. Semakin banyak
sinar yang dihamburkan maka nilai OD nya pun semakin tinggi. Sehingga semakin
banyak jumlah yeast maka warna larutan akan semakin keruh dan nilai OD nya
meningkat.
Data yang diperoleh pada praktikum ini rata-rata nilai OD menurun pada hari ketiga
dan keempat. Hal ini sudah sesuai dengan dasar teori yang ada. Dimana sel yeast
akan mengikuti kurva pertumbuhan mikroorganisme yaitu fase log, fase lag, fase
stasioner, serta fase kematian. Proses pertumbuhan mikroba sangat tergantung
dengan nutrisi yang tersedia. Pada saat mikroba berada pada fase lag, mikroba
tersebut masih beradaptasi dengan lingkungan. Ketika sudah mulai memasuki fase
log laju pertumbuhannya semakin cepat karena pada fase ini mikroba masih dalam
keadaan aktif (Fardiaz,1992). Penurunan OD pada hari ketiga maupun hari keempat
dapat disebabkan karena beberapa yeast sudah mati karena kurangnya nutrisi
sehingga kekeruhan larutan pun menurun.
-
21
3. KESIMPULAN
Proses fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme
penyebab fermentasi
Sel yeast mengikuti kurva pertumbuhan mikroorganisme yaitu fase log, fase lag,
fase stasioner, serta fase kematian
Proses pertumbuhan mikroba sangat tergantung dengan nutrisi yang tersedia
Semakin tinggi nilai OD yang dihasilkan menunjukan semakin tinggi jumlah sel
tiap cc nya
Apabila yeast bertumbuh semakin banyak maka akan menyebabkan warna
larutan menjadi semakin keruh
Semakin banyak jumlah mikroorganisme nya maka nilai total asamnya pun akan
semakin meningkat
Semarang, 8 Juli 2015
Praktikan Asisten Dosen,
- Chaterine Meilani
- Metta Meliani
- Bernardus Daniel Herjanto
Stephanie Wijayanti W
12.70.0012
-
22
4. DAFTAR PUSTAKA
Arthey, D., dan P.R. Ashurst., (2001), Fruit Prossecing, Nutrition Product, and
Quality Management, 2nd Edition, An Aspen Publication, Maryland.
Chang, R. (1991). Chemistry. MC Graw Hill. USA.
Chen, Y. W. and Chiang, P. J. (2011). Automatic Cell Counting for
Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science,
Engineering and Technology 58.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fardiaz, S. (1992). Mikroorganisme Pangan 1. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia
Pustaka. Jakarta.
Jomdecha, C. and Prateepasen, A. (2006). The Research of Low-Ultrasonic Energy
Affects to Yeast Growth in Fermentation Process. Asia-Pacific Conference on NDT,
5th
10th Nov 2006, Auckland, New Zealand.
Kwatiningsih, E dan L. N. S Mulyati. (2009). Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi
Vinegar. Padjajaran. Bandung.
Pelezar, Michael J. & Chan. E.C.S. (1976). Turbidimetric Measurement of Plant
Cell Culture Growth. Massachussets : MIT
Petrucci, R.H. dan Suminar. (1987). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern
Edisi Keempat Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Pigeau et al. (2007). Concentration Effect of Riesling Icewine Juice on Yeast
Performance and Wine Acidity. Journal of Applied Microbiology. Canada.
Pomeranz,Y. & C. E. Meloan. (1994). Food Analysis Theory and Practice. John
Wiley and Sons, Inc. New York.
-
23
Potter. N.N. & Hotchkiss.J.H. (1995). Food Science 5th
.Chapman &Hall.inc.
NewYork.
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.
Raji, Y.O.; M Jibril ; I.M.Misau ; and B.Y.Danjuma. (2012). Production of Vinegar
from Pineapple Peel. International Journal of Advanced Scientific Research and
Technology ISSUE 2,Volume 3.
Ranganna. (1978). Analysis of Fruit and Vegetable Product. The AVI Publ. Co. Inc.
Realita, Tita dan M. Sumanti, Debby. (2010). Teknologi Fermentasi. Penerbit :
Widya
Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama
Sarana Perkasa. Jakarta.
Susanto,W. H dan B. R. Setyohadi. (2011). Pengaruh Varietas Apel (Malus
sylvestris) dan Lama Fermentasi oleh Khamir Saccharomyces cerivisiae Sebagai
Perlakuan Pra-pengplahan Terhadap Karakteristik Sirup. Jurnal Teknologi Pertanian
Vol. 12 No. 3
Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012). The Effect Of Dry
Yeast Saccharomyces cereviceae Concentration On Fermentation Process For
Bioethanol Production From Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA
31 34.
Volk and Wheeler. 1990. Mikrobiologi Dasar, jilid 2. Edisi kelima. Erlangga .
Jakarta.
Wang, D.; Y. Xu; J. Hu; and G. Zhao. (2004). Fermentation Kinetics of Different
Sugars by Apple Wine Yeast Saccharomyces cerevisiae. Journal of the Institute of
Brewing 110(4), 340346.
Winarno, F. G. ; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pertanian.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
-
24
Winarno, F. G.; S. Fardiaz & D. Fardiaz. ( 1984 ). Pengantar Teknologi Pangan. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
-
25
5. LAMPIRAN
5.1.Perhitungan
5.1.1. Perhitungan jumlah sel/cc
Rumus:
=
1
.
= 0,05 0,05 0,1
= 0,00025
= 0,00000025 = 2,5107
Perhitungan Kelompok F1
N0
= 1
2,5107 5
= 2107
N24
= 1
2,5107 49,25
= 19,7107
N48
= 1
2,5107 39
= 15,6107
N72
= 1
2,5107 58
= 23,2107
N96
= 1
2,5107 72,75
= 29,1107
-
26
Perhitungan Kelompok F2
N0
= 1
2,5107 11,75
= 4,7107
N24
= 1
2,5107 91,75
= 36,7107
N48
= 1
2,5107 157
= 62,8107
N72
= 1
2,5107 94,75
= 37,9107
N96
= 1
2,5107 300
= 120107
Perhitungan Kelompok F3
N0
= 1
2,5107 20,25
= 8,1107
N24
= 1
2,5107 58
= 23,2107
N48
= 1
2,5107 91,5
= 36,6107
N72
= 1
2,5107 110,75
= 44,3107
N96
= 1
2,5107 40,25 = 16,1107
-
27
Perhitungan Kelompok F4
N0
= 1
2,5107 20,75
= 8,3107
N24
= 1
2,5107 105,5
= 42,2107
N48
= 1
2,5107 89
= 35,6107
N72
= 1
2,5107 82,25
= 32,9107
N96
= 1
2,5107 81,75
= 32,7107
Perhitungan Kelompok F5
N0
= 1
2,5107 20
= 8 107
N24
= 1
2,5107 144,5
= 57,8 107
N48
= 1
2,5107 108
= 43,2 107
N72
= 1
2,5107 74
= 29,6107
N96
= 1
2,5107 133,75
-
28
= 53,4107
5.1.2. Perhitungan total asam
Rumus total asam :
Total asam = 192
10
Kelompok F1
- N0
Volume titrasi = 8,5 ml
= 8,5 0,1 192
10= 16,32
- N24
Volume titrasi = 10 ml
= 10 0,1 192
10= 19,20
- N48
Volume titrasi = 7,5 ml
= 7,50,1192
10 = 14,40
- N72
Volume titrasi = 7,6 ml
= 7,60,1192
10 = 14,59
- N96
Volume titrasi = 7,3 ml
= 7,3 0,1 192
10= 14,02
-
29
Kelompok F2
- N0
Volume titrasi = 8,6 ml
= 8,60,1192
10= 16,51
- N24
Volume titrasi = 9 ml
= 90,1192
10= 17,28
- N48
Volume titrasi = 7,5 ml
= 7,50,1192
10= 14,40
- N72
Volume titrasi = 7,6 ml
= 7,60,1192
10= 13,82
- N96
Volume titrasi = 7,1 ml
= 7,10,1192
10= 13,63
Kelompok F3
- N0
Volume titrasi = 8,9 ml
= 8,90,1192
10= 17,09
- N24
Volume titrasi = 9 ml
-
30
= 90,1192
10= 17,28
- N48
Volume titrasi = 8,5 ml
= 8,5 0,1 192
10= 16,32
- N72
Volume titrasi = 8,1 ml
= 8,10,1192
10= 15,55
- N96
Volume titrasi = 7,3 ml
= 7,30,1192
10= 14,02
Kelompok F4
- N0
Volume titrasi = 8,5 ml
= 8,50,1192
10= 16,32
- N24
Volume titrasi = 10 ml
= 100,1192
10= 19,20
- N48
Volume titrasi = 7,5 ml
= 7,50,1192
10= 14,40
- N72
Volume titrasi = 7,6 ml
= 7,60,1192
10= 14,59
-
31
- N96
Volume titrasi = 7,2 ml
= 7,20,1192
10= 13,82
Kelompok F5
- N0
Volume titrasi = 8,2 ml
= 8,20,1192
10= 15,74
- N24
Volume titrasi = 9 ml
= 90,1192
10= 17,28
- N48
Volume titrasi = 7,5 ml
= 7,50,1192
10= 14,40
- N72
Volume titrasi = 7,9 ml
= 7,90,1192
10= 15,17
- N96
Volume titrasi = 6,7 ml
= 6,7 0,1 192
10= 12,86