Kinetika_RosabellaElviana_12.70.0019_E3

38
1 KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama: Rosabella Elviana NIM: 12.70.0019 Kelompok : E3 Acara I

description

Kinetika pertumbuhan yeast dalam minuman vinegar dari sari buah apel (cider).

Transcript of Kinetika_RosabellaElviana_12.70.0019_E3

kinetika fermentasi di dalam produksi minuman vinegar Acara I

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Nama: Rosabella ElvianaNIM: 12.70.0019Kelompok : E3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

1

20159

1. hasil pengamatan

1.1. Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman VinegarHasil pengamatan kinetika fermentasi dalam pembuatan minuman vinegar dapat diketahui pada Tabel 1.

Tabel 1. Kinetika Fermentasi dalam Minuman Vinegar Sari ApelKel.PerlakuanWaktu m.o tiap petakRata-rata / m.o tiap petakRata-rata / m.o tiap CCOD (nm)pHTotal Asam

1234

E1Sari Apel + S. cereviceaeN054675,52,2x1070,22193,58,64

N247586889084,753,39x1081,22403,439,216

N4811121415135,2x1070,92433,438,640

N7214565222361,44x1081,19903,829,024

N965516263332,51,3 x1081,51893,4711,328

E2Sari Apel + S. cereviceaeN0111211910,754,3x1070,18333,59,792

N248961947379,253,17x1081,00813,539,024

N488339504353,752,15x1081,55543,479,600

N722854192832,251,29x1081,9073,728,832

N9622231437249,6 x1071,41503,4710,368

E3Sari Apel + S. cereviceaeN01181312114,4x1070,17373,479,408

N244447474846,51,86x1081,02123,708,448

N48106104122137117,254,69x1081,09973,469,024

N723656544748,251,93 x1081,44803,849,024

N965162514156 x1070,38463,478,83

E4Sari Apel + S. cereviceaeN0136647,252,9x1070,17983,479,216

N247251525156,52,26x1080,94433,539,024

N481318404328,51,14x1081,04063,459,216

N7281108145111111,254,45x1081,28703,619,408

N962730303229,751,19 x1080,55483,439,024

E5Sari Apel + S. cereviceaeN01014713114,4x1070,17143,469,6

N2497103965888,53,54x1081,12813,469,216

N4811487989097,253,89x1080,91643,209,216

N7255807055652,6x 1081,06643,408,832

N96698385 7878,753,15 x1080,52063,498,832

Keterangan : MO = mikroorganisme OD = optical density

Pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa sari apel pada semua kelompok diberi perlakuan yang sama yaitu dengan starter Saccharomyces cereviceae.. Waktu pengujian dari hari ke-0 (No) sampai pengujian hari ke-4 (96 jam). Jumlah rata-rata/MO tiap petak dari N0 sampai N96 pada kelompok E2 dan E3 hampir sama dimana terjadi kenaikkan dan kemudian penurunan, sedangkan kelompok E1 dan E4 terjadi kenaikkan pada hari ke-1, penurunan pada hari ke-2, dilanjutkan dengan kenaikkan pada hari ke-3, dan terjadi penurunan kembali pada haru ke-4. Pada kelompok E5 mengalami peningkatan, penurunan, dan diakhiri dengan peningkatan. Pada absorbansi, didapati E3 dengan optical density-nya mengalami kenaikkan diawal dan diakhiri dengan penurunan, sedangkan kelompok lain didapati fluktualtif. Pada pengujian pH, dapat dilihat bahwa E5 pH awalnya tetap, kemudian terjadi penuruanan dan kenaikkan kembali pH, sedangkan kelompok lain terjadi pH-nya fluktuatif (naik-turun-naik-turun). Pada uji total asam, didapati pada E1 terjadi kenaikkan total asam diawal, penurunan, dan dilanjutkan dengan kenaikkan. Berbeda dengan total asam kelompok lainnya dimana diawali dengan penurunan.

11

1.2. Grafik Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar1.2.1. Hubungan Absorbansi dan WaktuHubungan antara nilai absorbansi dengan waktu inkubasi dalam proses fermentasi dapat dilihat pada Grafik 1.

Grafik 1. Hubungan Absorbansi dan Waktu Inkubasi

Dapat dilihat pada Grafik 2. bahwa semakin lama waktu inkubasi maka nilai absorbansi akan mengalami kenaikkan. Namun, akan mengalami penurunan absorbansi pada hari terakhir pada kelompok E2, E3, E4, dan E5. Berbeda dengan kelompok E1, dimana pada hari ke-4 justru mengalami peningkatan absorbansi.

1.2.2. Hubungan Jumlah Sel dan WaktuHubungan antara jumlah sel dan waktu inkubasi dalam proses fermentasi dapat dilihat pada Grafik 2.

Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel dan Waktu Inkubasi

Pada Grafik 2. dapat diketahui bahwa pada 24 jamsemua jumlah mikroorganisme akan mengalami peningkatan. Setelah itu terjadi penurunan mendekati 48 jam, dimana hal ini terjadi pada kelompok E1, E2, dan E4. Sedangkan pada kelompok E3 dan E5 mengalami peningkatan kembali. Peningkatan paling signifikan terlihat pada kelompok E3. Mendekati ke 72 jam, semua jumlah sel mikroorganisme mengalami penurunan kembali kecuali pada kelompok E1 dan E4 yang justru mengalami peningkatan jumlah sel mikroorganisme dengan peningkatan yang paling signifikan berada pada kelompok E4. Pada hari terakhir atau 96 jam, semua jumlah sel mikroorganisme semakin menurun kecuali pada kelompok E5 yang mengalami peningkatan kembali.

1.2.3. Hubungan Junlah Sel dan pH

Hubungan antara jumlah sel dengan pH dapat dilihat pada grafik 3.

Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel dan pH

Pada Grafik 3 dapat dilihat bahwa pada jumlah sel yang banyak, pH yang didapati akan menurun. Pada E2,E3, dan E5 terjadi kenaikkan pH seiring dengan pengembangan bakteri. Sedangkan terjadi penurunan kembali pH jika pada jumlah sel yang menurun..

1.2.4. Hubungan Jumlah Sel dan AbsorbansiHubungan antara jumlah sel dengan absorbansi pada proses fermentasi dapat dilihat pada grafik 4.

Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel dan Absorbansi

Pada Grafik 4. dapat dilihat bahwa pada semua kelompok sempat membentuk garis linear yang menunjukkan semakin besar jumlah sel maka absorbansi semakin besar. namun di akhir proses dihasilkan nilai absorbansi fluktuatif.

1.2.5. Hubungan Jumlah Sel dan Total AsamHubungan antara jumlah sel dengan total asam pada proses fermentasi dapat dilihat pada grafik 5.

Grafik 5. Hubungan Jumah Sel dan Total Asam

Pada Grafik 5, dapat dilihat bahwa data tersebut total asam cenderung fluktuatif seiring dengan berta. Total asam paling tinggi didapati pada kelompok E1 pada hari terakhir.Pada E3 dan E4 terjadi penurunanan pH diikuti oleh penurunan jumlah sel.

pembahasan

Menurut Ranganna (1978), cider adalah minuman dengan kadar alkohol rendah dan merupakan salah satu produk fermentasi dari sari buah atau bahan lainnya yang mengandung pati dengan atau tanpa penambahan gula yang melibatkan sel khamir Winarno et al., (1984) menambahkan bahwa proses fermentasi terjadi karena ada aktivitas mikroorganisme penyebab fermentasi, serta dipengaruhi oleh jenis substrat dan mikroorganisme yang digunakan serta proses metabolisme yang terjadi selama fermentasi. Karena proses pembuatan cider menggunakan yeast/khamir, maka terjadi fermentasi alkohol dan produknya berupa minuman beralkohol (mengandung alkohol). Cider yang dilakukan seperti dalam praktikum ini adalah minuman hasil fermentasi jus apel (Dolge et al., 2012).

Menurut Realita & Debby (2010), cider dapat diproduksi dengan 2 metode yang berbeda, yaitu metode tradisional, dimana tanpa penambahan gula dan CO2 dan metode jus konsentrat apel yang diberi penambahan gula dan CO2 serta distabilisasikan (sparkling cider). Cider secara tradisional diperoleh dari pengepresan apel cider sehingga dapat disebut sebagai natural cider. Bahan baku yang digunakan pada praktikum ini dalam pembuatan cider adalah apel malang yang sudah dicuci dan dipotong-potong untuk diambil sari buahnya terlebih dahulu. Berdasarkan bahan bakunya, pembuatan cider dalam praktikum ini termasuk natural cider. Biang yeast yang digunakan dalam praktikum ini adalah Saccharomyces cereviceae.

Menurut Realita & Debby (2010), ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan produk vinegar, salah satunya adalah ketersediaan jumlah gula di dalam substrat. Gula merupakan sumber nutrisi utama yang menunjang pertumbuhan mikroba starter. Pada proses pembuatan cider apel, penambahan glukosa akan lebih baik dibandingkan jenis gula lain karena yeast akan memecah glukosa secara sempurna. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan cider apel adalah pengkontrolan aroma cider yang ditentukan oleh jenis dan besar konsentrasi komponen aromatik pada buah tersebut. Dolge et al., (2012) juga menambahkan bahwa komponen aromatik akan cenderung muncul pada proses pematangan selama fermentasi, dimana komponen yang dihasilkan tersusun atas alkohol, lemak, ester, aldehid, terpene, keton, dan lactone.

Pada praktikum ini, pertama apel malang dijus dengan juicer dan diambil sarinya untuk disaring. Kemudian dimasukkan ke botol kaca sebanyak 250 ml sari apel dan ditutup dengan plastic. Selanjutnya, botol beriisi sari apel diamasukkan dalam autoklaf untuk disterilisasi pada suhu 121C selama 15 menit. Proses sterilisasi ini berfungsi untuk membunuh mikroorganisme kontaminan yang dapat menghambat proses fermentasi. Apabila proses fermentasi gagal karena terjadi kontaminasi, maka akan timbul aroma busuk, rasa asam, berbau ragi, terdapat rasa belerang, dan berasa logam (jika teroksidasi). Botol kaca ditutup dengan plastic dan diikat dengan karet ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi sehingga media cider tetap keadaan steril selama penyimpanan. Oleh karena itu bahan dan peralatan yang digunakan harus selalu dalam keadaan steril (Suriawiria, 2005).

Kemudian sari apel didinginkan sebelum diberi tambahan inokulum/starter vinegar. Menurut Winarno et al. (1980), pendinginan ini dialakukan agar suhu lingkungan sesuai dengan suhu pertumbuhan optimal bagi starter. Jika suhu media yang digunakan terlalu tinggi maka starter yang ditambahkan akan mati. Pendinginan ini dapat dilakukan dengan merendam botol media dalam air atau diangin-anginkan agar mempercepat penurunan suhu dari media sari apel. Setelah tidak panas, sari apel ditambahkan dengan biakan yeast Saccharomyces cereviceae sebanyak 30 ml dengan menggunakan pipet ukur secara aseptis. Yeast S. cereviceae yang digunakan dalam praktikum ini mampu menghasilkan alkohol dan CO2 sebagai produk sekunder dari hasil pemecahan pati. Kemudian sari apel yang sudah diberi starter ini diinkubasi pada suhu ruang (25oC) selama 4 hari dengan digoyangkan dalam alat Shaker. Tujuan proses pengadukan ini adalah menghomogenkan kontak antara sel mikroba dengan substrat yang ada sehingga pertumbuhan yeast maksimal karena ada transfer oksigen yang tidak terhambat dan (Winarno et al., 1980) dan (Said, 1987). Selama 4 hari diinkubasi, pada awal inkubasi dan setiap 24 jam sampel vinegar diambil sebanyak 25 ml secara aseptis untuk diuji pertumbuhannya. Pengujian yang dilakukan pada praktikum ini adalah uji kepadatan sel, penentuan total asam, pengukuran pH, dan pengukuran absorbansi. Berikut ini adalah diagram alir berupa gambar proses poembuatan vinegar apel:

Menurut Susanto & Setyohadi (2011), semakin lama proses fermentasi maka gula pereduksi semakin besar jumlahnya karena gula pereduksi berasal dari proses pemecahan sukrosa saat fermentasi oleh yeast. Pada uji kepadatan sel, jumlah koloni sampel dapat diamati dengan menggunakan metode Haemocytometer. Uji ini dilakukan dengan cara meneteskan larutan sampel ke alat Haemocytometer yang kemudian ditutup dengan kaca preparat. Kemudian diamati di bawah mikroskop. Sebelum digunakan, kaca preparat harus di semprot dengan alkohol untuk membersihkan alat dari cemaran atau kontaminan.

Gambar 1. Foto hasil haemocytometer

Pada prinsipnya, alat ini memiliki petak yang berukuran sangat kecil di dasar kaca yang memungkinkan pengamat menghitung jumlah sel di bawah mikroskop pada setiap petak, seperti penghitungan sel darah merah (Hadioetomo, 1993). Keberadaan petak ini juga mempermudah pengguna untuk menghitung jumlah sel yang dalam volume spesifik cairan. Menurut Chen (2011), Haemocytometer adalah metode pengukuran jumlah sel secara langsung sehingga sampel tidak perlu ditumbuhkan pada cawan petri untuk dihitung koloninya. Oleh karena itu, metode ini dapat dikatakan lebih praktis dan efisien.

Uji kepadatan sel dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer. Prinsip alat spektrofotometer adalah absorbansi akan semakin besar jika kekeruhan larutan semakin tinggi sehingga semakin tinggi pula jumlah sel yang terdapat di dalam larutan tersebut. Panjang gelombang yang digunakan dalam pengukuran absorbansi ini adalah 660 nm. Teori absorbansi berkaitan dengan penyerapan intensitas cahaya yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah konsentrasi maupun kejernihan larutan (Ewing, 1985; Wilford, 1987; Fox, 1991). Pertumbuhan Saccharomyces cereviceae ditandai dengan perubahan warna dan larutan semakin keruh (Rahman, 1992). Oleh karena itu, semakin keruh larutan sampel maka akan semakin banyak juga jumlah yeast yang tumbuh di dalam sampel tersebut. Persen transmitansi (%T) adalah rasio perbandingan intensitas yang diteruskan (I) dengan intensitas cahaya mula-mula (I0). %T akan semakin kecil jika larutan tersebut semakin keruh. Hukum Lambert-Beer dapat dirumuskan seperti dibawah ini: A = log (I0/It) = log(I0/It) = log T = abc (Fardiaz,1992)

Dilakukan juga pengujian tingkat pH larutan dengan pH meter dan penentuan total asam dengan cara titrasi. Dalam proses titrasi, titran yang digunakan adalah larutan NaOH 0,1N dan tepat sebelum dititrasi diberikan larutan indikator Phenolphthalein atau PP sebanyak 2 tetes ke dalam 10 ml sampel cider yang sudah dipersiapkan dalam Erlenmeyer. Hal ini seusai dengan metode yang digunakan oleh Kwartiningsih & Nuning (2009) dalam jurnalnya, bahwa vinegar hasil proses fermentasi dititrasi dengan titrasi alkalimetri yaitu dengan larutan NaOH untuk menguji kuantitatif asam dengan menggunakan indicator PP. Titrasi akan dihentikan jika larutan sampel berubah warna menjadi kecoklatan. Pada jurnalnya juga dikatakan bahwa dengan metode tersebut, vinegar biasanya memiliki komposisi asam asetat sebesar 4gr/100ml. Fermentasi vinegar pada umumnya melalui 2 tahap fermentasi, yaitu fermentasi anaerob oleh yeast dan fermentasi aerob oleh bakteri Acetobacter aceti.

Gambar 2. Hasil titrasi dari penentuan total asam

2.1. Hubungan antar nilai OD dengan waktu fermentasi Pada pengujian absorbansi, didapati E3 dengan optical density-nya mengalami kenaikkan diawal dan diakhiri dengan penurunan, sedangkan kelompok lain didapati fluktualtif. Semakin lama waktu inkubasi maka nilai absorbansi akan mengalami kenaikkan. Namun, akan mengalami penurunan absorbansi pada hari terakhir pada kelompok E2, E3, E4, dan E5. Hal ini berbeda dengan kelompok E1, dimana pada hari ke-4 justru mengalami peningkatan absorbansi. Dari hasil E3 dapat diketahui bahwa semakin lama proses fermentasi berlangsung maka nilai OD nya semakin meningkat karena jumlah sel bertambah banyak dan pada hari terakhir (saat adanya alkohol) terjadi penurunan jumlah sel diikuti dengan penurunan absobansi. Namun ada kelompok dengan OD yang fluktuatif. Menurut Pelezar & Chan (1976), jumlah sel yang semakin banyak akan mengakibatkan semakin banyaknya sinar yang dihamburkan sehingga nilai OD nya akan semakin tinggi. Dengan demikian semakin banyak jumlah yeast selama fermentasi maka warna larutan sampel lama kelamaan akan keruh dan nilai OD nya juga akan semakin tinggi.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, OD pada kebanyakan kelompok mengalami penurunan pada hari keempat. Hal ini sudah sesuai dengan teori Pomeranz & Meloan (1994) yang mengatakan bahwa pertumbuhan sel yeast akan mengikuti kurva pertumbuhan mikroorganisme yaitu fase pertama adalah log, fase kedua adalah fase lag, fase keempat adalah fase stasioner, serta fase terakhir adalah fase kematian. Proses pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh kecukupan nutrisi yang disediakan. Pada fase lag adalah fase dimana mikroba beradaptasi dengan lingkungan, sedangkan pada fase log, terjadi laju pertumbuhan yang semakin cepat karena pada fase ini mikroba sudah dalam keadaan aktif (Fardiaz,1992). Oleh karena itu, penurunan nilai OD pada hari keempat disebabkan oleh sejumlah yeast sudah mati karena nutrisinya berkurang akibat banyaknya produksi alkohol sehingga kekeruhan larutan juga berkurang.

2.2. Hubungan jumlah sel dan waktuPada Grafik 2. dapat diketahui bahwa pada 24 jam semua jumlah mikroorganisme akan mengalami peningkatan. Setelah itu terjadi penurunan mendekati 48 jam, dimana hal ini terjadi pada kelompok E1, E2, dan E4. Sedangkan pada kelompok E3 dan E5 mengalami peningkatan kembali. Peningkatan paling signifikan terlihat pada kelompok E3. Mendekati ke 72 jam, semua jumlah sel mikroorganisme mengalami penurunan kembali kecuali pada kelompok E1 dan E4 yang justru mengalami peningkatan jumlah sel mikroorganisme dengan peningkatan yang paling signifikan berada pada kelompok E4. Pada hari terakhir atau 96 jam, semua jumlah sel mikroorganisme semakin menurun kecuali pada kelompok E5 yang mengalami peningkatan kembali.

Sel yeast seharusnya mengikuti kurva pertumbuhan mikroorganisme yakni fase log, lag, stasioner dan juga kematian. Jika berdasarkan dengan teori tersebut maka kelompok E3 yang paling cocok karena dengan jumlah mikroba awal mengalami penambahan jumlah mikroba kemudian baru mengalami penurunan. Nutrisi yang tersedia juga berpengaruh terhadap proses pertumbuhan mikroba. Mikroba akan beradaptasi dengan lingkungan pada fase lag. Setelah itu, mikroba akan tumbuh dengan cepat karena pada fase log ini mikroba tersebut dalam keadaan aktif (Fardiaz,1992). Fase eksponensial yeast terjadi selama 48 jam atau 2 hari dimana jumlah yeast akan terus bertambah (Triwahyuni et al., 2012). Gula adalah sumber nutrient bagi yeast, jika gula yang ditambahkan habis maka pertumbuhan yeast akan terhenti atau menurun. Namun pada hasil praktikum kali ini tidak sesuai dengan teori karena ada kesalahan pada perhitungan jumlah sel mikroba.

2.3. Penentuan hubungan absorbansi dengan kepadatan selOptical density kultur yeast adalah pengukuran jumlah sel yeast yang ada di kultur cair (Jomdecha & Prateepasen, 2006). Metode dengan absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan yang diuji (Wilford, 1987; Fox, 1991). Semakin keruh suatu larutan maka absorbansinya akan semakin tinggi. Semakin banyak jumlah sel yang dihasilkan maka akan mengalami peningkatan pada OD (optical density) (Pelezar & Chan, 1976) karena massa sel yang ada maka sinar yang disebarkan akan semakin banyaks ehingga, nilai OD (absorbansi) akan berbanding lurus dengan jumlah sel yang ada. Pada awalnya pertumbuhan yeast akan lambat karena sel masih beradaptasi pada lingkungan baru kemudian setelah itu volume sel dan metabolisme sel meningkat, tetapi proliferasi selnya berlangsung lambat (Jomdecha & Prateepasen, 2006). Fase ini dikenal sebagai fase lag. Setelah fase lag selesai, pertumbuhan sel akan semakin cepat karena sel sudah beradaptasi sehingga makanan dapat lebih cepat masuk ke sel sehigga pertumbuhan yeast akan meningkat (fase eksponensial). Pada Grafik 4. dapat diketahui bahwa pada awal absorbansi semua kelompok membentuk garis linear yang menunjukkan semakin besar jumlah sel maka absorbansi semakin besar. namun di akhir proses dihasilkan nilai absorbansi fluktuatif karena jumlah sel yang juga fluktuatif. Seharusnya pada titik jumlah sel menurun, absorbansinya juga menurun.

Gambar 3. Spektrofotometer

Pada hasil pengamatan terdapat beberapa kelompok yang jumlah selnya menurun saat nilai ODnya bertambah. Hal ini dapat disebabkan karena pencucian kuvet kurang bersih, kuvet dipasang dengan tidak tepat, adanya gelembung udara dalam larutan, serta panjang gelombang yang tidak sesuai dengan sampel yang diabsorbansi. Hal ini sesuai dengan teori menurut Pomeranz & Meloan (1994). Ketidaksesuaian ini juga dapat disebabkan karena ketidakhomogen sampel membuat yeast mengendap di bagian dasar wadah, dan hasil yang terukur adalah suspensi dengan sedikit sel yeast.

2.4. Hubungan jumlah sel dengan pHPada hasil pengamatan dapat dilihat bahwa pada saat jumlah sel yang banyak, pH yang didapati akan menurun. Pada E2, E3, dan E5 terjadi kenaikkan dan penurunan pH seiring dengan jumlah bakteri. Menurut Krusong & Vichitraka (2009), dalam proses fermentasi minuman vinegar, terdapat interaksi antara dua mikroorganisme utama dengan dua tahap fermentasi yang berperan, yaitu yeastSaccharomyces cereviceadan bakteri asam laktatAcetobacter aceti. Dalam pembuatan minuman vinegar, substrat terlebih dahulu difermentasikan dengan kulturyeastsecara anaerob untuk menghasilkan alkohol selama kurang lebih 1 hingga 4 hari. Selama proses fermentasi anaerob tersebut,yeastakan mengubah glukosa menjadi alkohol. Kemudian alkohol akan menjadi substrat utama bagiAcetobacteracetidalam menghasilkan metabolit asam laktat. Pembentukan asam laktat ini akan menyebabkanpenurunan pH substrat dan ketika jumlah asam asetat semakin banyak akan menghambatpertumbuhan yeast. Berdasarkan teori tersebut, dapat dikatakan bahwa semakin banyak jumlah sel, maka semakin terjadi penurunan pH. Hal ini didukung oleh Sreeramulu et al (2000) yang menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi, maka nilai pH akan semakin rendah karena selama fermentasi yeast akan menghasilkan asam-asam organik dari hasil metabolisme terhadap gula. Teori ini sesuai pada beberapa kelompok yang mengalami penurunan pH disaat jumlah sel bertambah pada awal pertumbuhan, sedangkan terjadi penurunan kembali pH jika pada jumlah sel yang menurun pada akhir masa kurva pertumbuhan. Pada jurnal yang ditulis oleh Susanto dan Setyohadi (2011), dilakukan penelitian mengenai pengaruh lama fermentasi sari buah apel (9 jam, 12 jam, dan 15 jam) terhadap karak karakteristik fisik, kima, dan organoleptik yang terbaik sirup apel. Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa semakin lama fermentasi, maka keasaman, total padatan terlarut, aktivitas antioksidan, viskositas, dan kadar gula pereduksi mengalami peningkatan, sedangkan nilai pH dan kadar vitamin C mengalami penurunan. Penurunan pH pada fermentasi yang lebih lama ini sesuai dengan beberapa hasil praktikum yang telah dilakukan.

Gambar 2. Proses titrasi

2.5. Hubungan jumlah sel dengan total asamPada Grafik 5, dapat dilihat bahwa data tersebut total asam cenderung fluktuatif seiring dengan bertambahnya jumlah sel. Total asam paling tinggi didapati pada kelompok E1 pada hari terakhir dengan jumlah sel yang sudah menurun. Pada E3 dan E4 terjadi kenaikkan total asam diikuti oleh penurunan jumlah sel. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin lama waktu fermentasi berlangsung, maka total asam yang dihasilkan akan semakin besar walaupun jumlah sel sudah menurun. Hal ini didukung oleh teori dari Sreeramulu et al (2000) yang menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi, maka akan dihasilkan asam-asam organik. Asam-asam organik yang terlarut akan akan menurunkan pH karena yeast akan melakukan metabolism terhadap gula dan mengasilkan sejumlah asam-asam organik.

Gambar 3. Proses titrasi\Nogueira (2008) dalam jurnal yang ditulisnya membahas mengenai efek pengurangan biomassa dalam fermentasi cider sehingga didapatkan kualitas cider yang baik. Hasil dalam penelitiannya menunjukkan bahwa waktu terbaik dalam memisahkan biomassa adalah 1,5 sampai 2 hari fermentasi sehingga didapatkan produk cider dengan sisa gula yang signifikan, tingkat alkohol rendah, dan rasa buah. Dengan mengetahui kapan pemisahan biomassa, didapatkan cider yang lebih baik dari segi lebih manis dan beralkohol rendah. Hal ini dikarenakan gula yang tersedia dalam cider belum habis terpakai dan alkohol yang dihasilkan belum banyak karena masih dalam waktu fermentasi 2 hari, berbeda dengan yang dilakukan di praktikum dimana fermentasi terus berjalan sampai hari ke-4 sehingga kandungan alkoholnya lebih tinggi.

Pada pembuatan vinegar dalam praktikum ini menggunakan buah utuh pada apel, sedangkan pada jurnal yang ditulis oleh Raji et al. (2012) digunakan kulit nanas sebagai media pertumbuhan untuk menghasilkan vinegar. Pada prosesnya juga melibatkan yeast (Saccharomyces cerevisae) pada fermentasi 2 hari dan dilanjutkan dengan fermentasi oleh bakteri asam asetat yang diaerasi selama 9 hari. Hasilnya menunjukkan bahwa vinegar naik tingkat keasamannya dan menghasilkan vinegar yang optimum. Hal ini menunjukkan bahwa limbah kulit nanas bisa dimanfaatkan menjadi produk yang lebih berguna. Pada penelitian Krusong, W dan A. Vichitraka (2010) dalam jurnalnya membahas mengenai interaksi simultan antara kedua mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi vinegar. Dengan proses fermentasi yang berkelanjutan ini, terjadi interaksi komensalisme dimana yeast menghasilkan alkohol yang dibutuhkan bakteri asam laktat, sedangkan hasil asam asetat yang terakumulasi akan memberi efek antagonis bagi yeast sehingga yeast akan mati. Hal ini sedikit berbeda dengan yang dilakukan di praktikum, dimana tidak ada penambahan bakteri asam asetat setelah fermentasi oleh yeast.

kesimpulan

Proses pembuatan minuman vinegar melalui 2 tahapan fermentasi, yaitu fermentasi alkohol oleh Saccharomyces cereviceae secara anaerobdan fermentasi asam asetat oleh bakteri asam asetat secara aerob. Selama proses fermentasi, yeast akan mengubah gula menjadi alkohol dan asam-asam organik. Kinetika pertumbuhan yeast pada pembuatan vinegar mengikuti kurva logaritmik dimana terdapat 4 fase pertumbuhan yaitu fase lag, fase log, fase stasioner dan fase kematian. Semakin lama waktu fermentasi semakin banyak jumlah sel yeast yang dihasilkan tetapi pada suatu titik jumlah tersebut akan berkurang. Semakin banyak jumlah sel yeast yang terbentuk, maka warna larutan semakin keruh dan nilai OD (absorbansi) akan semakin besar. Semakin banyak jumlah sel yang terbentuk, semakin banyak total asam yang dihasilkan sehingga pH larutan semakin rendah. Total asam yang terlalu banyak atau pH larutan yang terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan yeast. Total asam diukur dengan metode titrasi alkalimetri dengan NaOH sebagai titran dan PP sebagai indicator sampai sampel berubah warna menjadi kecoklatan seperti teh.

Semarang, 10 Juli 2015

Asisten Dosen:Bernadus Daniel H.Chaterine MeilaniMetta MelianiPraktikan

Rosabella Elviana12.70.0019daftar pustaka

Chen, Y. W. and Chiang, P. J. (2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology 58.

Dolge, R. R.; Z. Kruma; and D. Karklina. (2012). Aroma Composition and Polyphenol Content of Ciders Available in Latvian Market. World Academy of Science, Engineering and Technology 67.

Ewing, G.W. (1985).Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.

Jomdecha, C. and Prateepasen, A. (2006). The Research of Low-Ultrasonic Energy Affects to Yeast Growth in Fermentation Process. Asia-Pacific Conference on NDT, 5th 10th Nov 2006, Auckland, New Zealand.

Krusong, W dan A. Vichitraka. (2010). An investigation of simultaneous pineapple vinegar fermentation interaction between acetic acid bacteria and yeast. Asian Journal of Food and Agro-Industry, 3(01), 192-203

Kwatiningsih, E dan L. N. S Mulyati. (2005). Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar. Ekuilibrium Vol. 4 (1): 8 12

Nogueira, A; J.M.Le Quere; P.Gestin; A.Michel; G.Wosiacki and J.F.Drilleau. (2008). Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction. J.Inst.Brew.114(2),102-110.

Pelezar, Michael J. & Chan. E.C.S. (1976). Turbidimetric Measurement of Plant Cell Culture Growth. Massachussets : MIT.

Pomeranz,Y. & C. E. Meloan. (1994). Food Analysis Theory and Practice. John Wiley and Sons, Inc. New York.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Raji, Y.O., M. Jibril, I.M. Misau, dan B.Y. Danjuma. (2012). Production of Vinegar from Pineapple Peel. International Journal of Advance Scientific Research and Technology. Vol 3 (2):656-666

Ranganna. (1978). Analysis of Fruit and Vegetable Product. The AVI Publ. Co. Inc.

Realita, Tita dan M. Sumanti, Debby. 2010. Teknologi Fermentasi. Penerbit : Widya Padjajaran. Bandung.

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Sreeramulu, G.; Zhu, Y.; and Knol, W. 2000. Kombucha Fermentation and Its Antimikrobial Activity. Journal Agriculture Food Chemistry. 886 (2000) 6573.

Suriawiria, Unus. (2005). Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Susanto, W.H. dan B.R. Setyohadi. (2011).Pengaruh Varietas Apel (Malus Sylvestris) dan Lama Fermentasi Oleh Khamir Saccharomyces cerivisiae sebagai Perlakuan Pra-Pengolahan Terhadap Karakteristik Sirup. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 12 (3): 135-142

Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012). The Effect Of Dry Yeast Saccharomyces cereviceae Concentration On Fermentation Process For Bioethanol Production From Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31 34.

Volk, W.A. & M.F. Wheeler. (1993). Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Wilford, L. D. R. (1987). Chemistry for First Examinations. Blackie. London.

Winarno, F. G.; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1984). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G.; S. Fardiaz; & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia. Jakarta

21

lampiran

5.1. Perhitungan Perhitungan Kelompok E1Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm= 0,00025 mm3= 0,00000025 cc= 2,5 x 10-7 cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E2Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E3Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E4Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E5Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam =mg/ml

5.2. Laporan Sementara5.3. Jurnal