Kinetika_Aloysius Andreanto Rahardjo_12.70.0117_F1

25
Acara I KINETIKA FERMENTASI DI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRATIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh : Nama : Aloysius Anrean!o Rahar"o Nim : #$%&'%'##& Kelom(o) : F # PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNI*ERSITAS KATOLIK SOEGI+APRANATA SEMARANG 2015

description

Cider menurut penjelasan Ranganna (1978) merupakan minuman berkadar alkohol rendah, yang diperoleh melalui fermentasi sari buah atau bahan lainnya yang mengandung pati dengan atau tanpa penambahan gula oleh sel khamir. Cider yang dibuat dalam proaktikum ini adalah sari buah apel tanpa penambahan gula, dan menggunakan yeast Saccharomyces cereviceae.

Transcript of Kinetika_Aloysius Andreanto Rahardjo_12.70.0117_F1

Kinetika fermentasi di dalam produksi minuman vinegar

LAPORAN RESMI PRATIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh :Nama: Aloysius Andreanto RahardjoNim: 12.70.0117Kelompok: F 1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANGAcara I2

20151. HASIL PENGAMATANTabel Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi VinegarHasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi VinegarKelompokPerlakuanWaktu MO Tiap PetakRata-rata/ MO Tiap PetakRata-rata/ MO Tiap ccOD (nm)pHTotal Asam

1234

F1Sari Apel + S. cerevisiaeN0148752 1070,31623,8216,32

N245047554549,2519,7 1071,35583,2419,20

N48394036413915,6 1071,58903,3514,40

N72456256695823,3 1071,62333,3714,59

N966072768372,7529,1 1071,83783,4014,02

F2Sari Apel + S. cerevisiaeN01213111111,754,7 1070,27213,2416,51

N2481101929391,7536,7 1071,09913,2217,28

N4816912315717915762,8 1071,10383,3314,40

N72787210112894,7537,9 1070,90603,4213,82

N96300300300300300120 1072,14253,4313,63

F3Sari Apel + S. cerevisiaeN02815221620,258,1 1070,31923,2717,09

N24546260565823,2 1071,24583,2217,28

N4812082818391,536,6 1071,49173,3316,32

N72123103108109110,7544,3 1071,64153,3415,55

N964439413740,2516,1 1071,29323,4214,02

F4Sari Apel + S. cerevisiaeN02617112920,758,3 1070,40843,3016,32

N2410190107124105,542,2 1071,51203,2519,20

N48819088978935,6 1071,55833,1314,40

N728376957582,2532,9 1070,74873,3414,59

N9619218712475144,557,8 1070,33523,4813,82

F5Sari Apel + S. cerevisiaeN011272319208 1070,33523,3215,74

N2419218712475144,557,8 1071,29113,2317,28

N481151061199210843,2 1071,38603,3514,40

N721007569527429,6 1071,69583,5415,17

N9613589144167133,7553,4 1071,40693,4612,86

Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa hasil yang didapatkan berbeda-beda meski yeast yang digunakan adalah sama. Dari hasil jumlah mikroba dapat dilihat bahwa ada hasil dari bebrapa kelompok yang mengalami kenaikan, kecuali kelompok F3 mengalami penurunan. Dari hasil OD terlihat bahwa kelompok F1, F2, F4 dan F5 mengalami kenaikan, namun kelompok F3 tidak demikian pada N96. Kemudian dari parameter pH dan total asam terlihat bahwa terjadi peningkatan pH seiring dengan lama fermentasi, tetapi untunk kelompok F1 danF3 mengalami penurunan.

1

Grafik Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Produksi Vinegar1. 1.1. 1.2. 1.2.1. Grafik Hubungan OD dengan WaktuHasil pengamatan hubungan OD dengan waktu dapat dilihat pada Grafik 1

Grafik 1 Hubungan Absorbansi Dengan WaktuBerdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai OD meningkat seiring dengan berjalannya fermentasi. Kelompok F5, F3, F4 nilai OD meningkat dari N0-N72 tetapi menurun pada N96. Sedangkan kelompok F2 OD pada N96 meningkat secara drastis. Kemudian kelompok F1 mengalami penurunan pada N48. 1.2.2. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan WaktuHasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan waktu dapat dilihat pada Grafik 2.

Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel dengan WaktuDari grafik diatas dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah sel pada kelompok F1, F5, dan F4 memiliki model yang sama yaitu meningkat dari N0-N24, kemudian menurun hingga N72 dan kembali meningkat pada N96. Sedangkan kelompok F2 meningkat dari sampai dengan N48 menurun pada N72 dan meningkat dengan pesat pada N96. Kemudian hasil kelompok F3 mengalami peningkatan samapi dengan N72 dan menurun pada N96.1.2.3. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan pHHasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan pH dapat dilihat pada Grafik 3.

Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel Dengan pHBerdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa hasil dari semua kelompok fluktuatif. Tetapi dapat disimpulkan bahwa semakin sedikit jumlah sel maka pH akan semakin tinggi.1.2.4. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan ODHasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan OD dapat dilihat pada Grafik 4.

Grafik 4 Hubungan Jumlah Sel Dengan ODBerdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi jumlah sel nilai OD juga semakin tinggi,1.2.5. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total AsamHasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan total asam dapat dilihat pada Grafik 5.

Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel Dengan Total AsamBerdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa hasil dari semua kelompok fluktuatif. Tetapi dapat disimpulkan bahwa semakin sedikit jumlah sel maka pH akan semakin tinggi.7

16

2. PEMBAHASANFermentasi berasal dari kata latin fervere yang berarti mendidih yang menunjukkan adanya aktivitas dari yeast pada ekstrak buah-buahan atau biji-bijian. Sedangkan dalam mikrobiologi industri fermentasi diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah bahan baku menjadi suatu produk oleh mikroba. Khamir mampu memfermentasi glukosa, fruktosa dan maltosa menjadi bioetanol namun masing-masing spesies mempunyai kecepatan yang berbeda di dalam menggunakan jenis gula yang ada (Fatimah et al, 2013)Peragian atau fermentasi merupakan proses metabolisme yang menghasilkan produk-produk pemecahan dari substrat organik, yang berfungsi sebagai donor atau akseptor hidrogen (Schlegel & Schmidt, 1994). Ditambahkan menurut Jay (1986) proses fermentasi merupakan suatu proses metabolit dimana karbohidrat dan campuran yang terdapat di dalamnya dioksidasi dengan cara melepas energi dimana penerima elektron eksternal tidak hadir. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan-bahan pangan tersebut. Sebagai contoh misalnya buah atau sari buah dapat menghasilkan rasa dan bau alkohol, ketela pohon dan ketan dapat berbau alkohol atau asam (tape), susu menjadi asam dan lain-lain (Winarno et al., 1984). Salah satu buah atau sari buah dapat menghasilkan rasa dan bau alkohol adalah cider. Cider menurut penjelasan Ranganna (1978) merupakan minuman berkadar alkohol rendah, yang diperoleh melalui fermentasi sari buah atau bahan lainnya yang mengandung pati dengan atau tanpa penambahan gula oleh sel khamir. Cider yang dibuat dalam proaktikum ini adalah sari buah apel tanpa penambahan gula, dan menggunakan yeast Saccharomyces cereviceae. Khamir atau yeast merupakan jamur bersel tunggal yang bereproduksi dengan cara memperbanyak diri dengan pertunasan, yaitu sel kecil yang tumbuh dari sel induknya. Yeast mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan pati dan gula menjadi alkohol (etanol) dan karbondioksida. Jenis yeast bermacam-macam dan masing-masing bekerja pada substrat yang berbeda-beda (Godman, 1987).Vucurovic (2009) dalam jurnalnya yang berjudul Ethanol Productiun Ussing Saccharomyces Cerevisiae Cells Immobilised on Corn Stem Ground Tissue mengatakan bahwa Sel imobilisasi dalam fermentasi alkohol telah dipelajari secara ekstensif selama beberapa dekade terakhir karena keuntungan teknis dan ekonomis atas mereka dari sistem sel bebas. Sebuah biokatalis dibuat dengan immobilising sebuah Saccharomyces cerevisiae galur komersial (baker yeast) pada batang jagung jaringan tanah untuk fermentasi inalcoholic digunakan. Untuk tujuan ini, sel-sel ragi yang disampaikan kepada tes batch "in situ" adsorpsi ke potongan jaringan tanah batang jagung. Sel imobilisasi dianalisis dengan mikroskop optik. Itu ditentukan bahwa penambahan jaringan tanah batang jagung menyebabkan peningkatan nilai pH, total kandungan garam terlarut, dan kadar gula dalam medium fermentasi.Yuliana N. (2008) dalam jurnalnya yang berjudul Kinetika Pertumbuhan bakteri Asam Laktat Isolat T5 yang berasal dari Tempoyak mengatakan bahwa Keberhasilan proses fermentasi sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dalam mengoptimalkan faktor-faktor dari pertumbuhan mikroba yang diinginkan. Faktor-faktor tersebut akan memberikan kondisi yang berbeda untuk setiap mikroba sesuai dengan lingkungan hidupnya masingmasing sehingga mempengaruhi kinetika fermentasinya. Selain itu setiap bakteri akan menunjukkan perbedaan pola pertumbuhan, periode waktu yang dibutuhkan untuk tumbuh maupun beradaptasi, dan metabolit yang dihasilkan.Ahmad et al (2011) dalam junalnya yang berjudul Study of growth kinetic and modeling of ethanol production by Saccharomyces cerevisae mengatakan bahwa Parameter kinetik dari fermentasi etanol dipelajari oleh pencocokan data percobaan dengan empat model kinetik yang berbeda, yaitu Monod, Contois, dimodifikasi Monod dan Teisser menggunakan MATLAB. Ditemukan bahwa semua empat model dipasang erat dengan data eksperimen. Namun, model yang Teisser sedikit lebih cocok untuk produksi etanol melalui bets fermentasi S. cerevisiae. Model Luedeking-Piret membuktikan bahwa produksi etanol dari S. cerevisiae adalah non-pertumbuhan proses asosiasi sejak etanol adalah produk ekstraselular.Buah yang dapat digunakan dalam pembuatan cider, salah satunya adalah apel. Semua jenis buah dapat digunakan dalam pembuatan cider, karena pada prinsipnya hanya memerlukan jumlah gula dalam buah. Asalkan jumlah gula dalam buah tercukupi maka buah tersebut dapat digunakan. Kualitas cider yang dihasilkan dapat dipengaruhi berdasarkan jenis varietas dari apel. Karena kulit apel banyak mengandung senyawa yang berkontribusi terhadap rasa sari apel, oleh karena itu untuk membuat cider, kulit apel tidak dikupas. Sari buah lalu diinokulasikan dengan kultur bakteri, kemudian sari buah tersebut akan mengalami proses fermentasi. Fermentasi pada sari apel adalah proses ragi mengubah gula pada apel ke dalam bentuk etil alkohol dan karbon dioksida. Proses fermentasi sari apel terjadi dalam dua langkah. Langkah pertama, gula diubah menjadi alkohol oleh ragi, lalu langkah kedua terjadi ketika bakteri asam laktat mengubah asam malat menjadi karbon dioksida (Realita & Debby, 2010).Yeast yang digunakan dalam fermentasi biasanya merupakan spesies Saccharomyces yang bersifat fermentatif. Dengan adanya oksigen, Saccharomyces cerevisiae dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan air. Saccharomyces merupakan khamir ascoporogenous yang menghasilkan sel berbentuk ovoid, spherical, dan elongate (Dwidjoseputro, 1994). Proses fermentasi alkohol dilakukan dengan menggunakan sel Saccharomyces cereviceae yang telah diimobilisasi. Imobilisasi sel Saccharomyces cereviceae dilakukan dengan menggunakan bioreactor yang dilengkapi dengan stirred bed. Dari hasil imobilisasi sel Saccharomyces cereviceae yang diperoleh, peningkatan produksi etanol yang terjadi, akan seiring dengan pengurangan jumlah substrat (glukosa). Trjadinya hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan sel yeast, dimana sel yeast semakin lama akan berkurang karena substratnya semakin habis. Saccharomyces cereviceae merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat digunakan untuk menghasilkan etanol. Pengaplikasian Saccharomyces cereviceae tidak hanya pada bidang pangan saja, tetapi juga dapat diaplikasikan untuk memperoleh bioetanol dengan menggunakan bioreaktor. Peningkatan etanol yang diproduksi akan seiring dengan waktu produksi. Saccharomyces cereviceae akan merombak glukosa menjadi etanol, sehingga semakin lama pertumbuhan yeast maka semakin cepat habisnya substrat (glukosa).Proses fermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae akan menimbulkan kekeruhan dan terbentuknya endapan putih di dasar tabung, yang disebabkan karena sel-sel Saccharomyces cerevisiae tidak menggerombol melainkan menyebar pada seluruh bagian dari medium pada tabung reaksi (Fardiaz, 1992). Saccharomyces cereviseae dapat menfermentasi glukosa dalam buah dan hasil pemecahan pati menghasilkan alkohol dan CO2. Selama proses fermentasi alkohol terjadi perubahan-perubahan pada bahan berkadar pati tinggi seperti sakarifikasi pati oleh enzim amilase dalam tauge yang diproduksi oleh kapang dilanjutkan dengan fermentasi alkohol oleh khamir (Rahman,1992). Fermentasi makanan banyak memanfaatkan khamir, contohnya dalam industri roti, bir, anggur, dan keju (Winarno, 1994). Canbas et al. (2007) meneliti bahwa temperatur dapat mempengaruhi kinetika pertumbuhan sel Saccharomyces cereviceae. Saccharomyces cerevisiae dapat hidup lebih lama pada suhu 25oC dibandingkan pada suhu 18oC. Peningkatan kecepatan pertumbuhan dan pengkonversian sumber karbon seiring dengan bertambahnya temperatur. Akan tetapi, terdapat batasan dalam peningkatan temperatur yaitu pada suhu 27oC. Apabila pertumbuhan dilakukan pada suhu diatas 27oC, sel-sel yeast tidak dapat bertumbuh dengan baik.Perlakuan shaker merupakan perlakuan dimana erlenmeyer yang sudah diberi kultur diletakkan di suatu alat bernama shaker incubator, dimana alat tersebut akan bergerak secara perlahan dan teratur, sehingga erlenmeyer yang diletakkan diatasnya akan ikut terkocok. Fungsi pengocokan ini adalah akan kultur tersebar secara merata pada media dan memberi suplai oksigen pada kultur yeast. Sedangkan perlakuan diam merupkan perlakuan dimana erlenmeyer hanya diinkubasi pada keadaan diam, tanpa pengocokan. Menurut pendapat Said ( 1985 ), perlakuan shaker bertujuan untuk mensuplai oksigen pada media dan dalam penggunaannya dengan sumber karbon untuk membantu pertumbuhan mikrobia secara aerobik. Penyediaan oksigen yang cukup, yang diberikan kepada media ini merupakan salah satu langkah untuk menjamin beerlangsungnya kebutuhan metabolisme mikroorganisme ( Stanburry & Whitaker, 1984 ). Mengingat yeast merupakan mikroorganisme yang bersifat aerob, dan tumbuh baik pada kondisi tersebut, maka penambahan oksigen akan memberi keuntungan pada proses tumbuhnya sel yeast. Yeast akan tumbuh secara optimal pada keadaan aerob sehingga jumlah yeast akan ebih banyak dan jumlahnya lebih besar dibandingkan pada perlakuan diam.Namun, jika perlakuan penggoyangan terlalu besar intensitasnya, maka proses respirasi juga akan meningkat, yang berakibat pada peningkatkan produksi gas CO2 dan menurunkan produksi O2 meskipun proses shaker terus dilakukan sepanjang waktu, yang pada akhirnya akan menurunkan hasil sel khamir. Dengan demikian, perlakuan inkubasi dalam shaker incubator harus dilakukan seoptimal mungkin, agar efek pertumbuhan yang positif benar - benar dapat terpenuhi. Namun jika didapat hasil jumlah yeast perlakuan diam yang lebih besar daripada perlakuan shaker, hal ini mungkin terjadi karena kondisi yang kurang aseptis sehingga terdapat mikroorganisme lain yang mengkontaminasi, atau malah kondisi yang terlalu aseptis sehingga sel-sel yeast sendiri mati dan tidak tumbuh. Perlakuan shaker merupakan perlakuan dimana erlenmeyer yang sudah diberi kultur diletakkan di suatu alat bernama shaker incubator, dimana alat tersebut akan bergerak secara perlahan dan teratur, sehingga erlenmeyer yang diletakkan diatasnya akan ikut terkocok. Fungsi pengocokan ini adalah akan kultur tersebar secara merata pada media dan memberi suplai oksigen pada kultur yeast. Sedangkan perlakuan diam merupkan perlakuan dimana erlenmeyer hanya diinkubasi pada keadaan diam, tanpa pengocokan. Menurut pendapat Said ( 1985 ), perlakuan shaker bertujuan untuk mensuplai oksigen pada media dan dalam penggunaannya dengan sumber karbon untuk membantu pertumbuhan mikrobia secara aerobik. Penyediaan oksigen yang cukup, yang diberikan kepada media ini merupakan salah satu langkah untuk menjamin beerlangsungnya kebutuhan metabolisme mikroorganisme ( Stanburry & Whitaker, 1984 ). Mengingat yeast merupakan mikroorganisme yang bersifat aerob, dan tumbuh baik pada kondisi tersebut, maka penambahan oksigen akan memberi keuntungan pada proses tumbuhnya sel yeast. Yeast akan tumbuh secara optimal pada keadaan aerob sehingga jumlah yeast akan ebih banyak dan jumlahnya lebih besar dibandingkan pada perlakuan diam. Namun, jika perlakuan penggoyangan terlalu besar intensitasnya, maka proses respirasi juga akan meningkat, yang berakibat pada peningkatkan produksi gas CO2 dan menurunkan produksi O2 meskipun proses shaker terus dilakukan sepanjang waktu, yang pada akhirnya akan menurunkan hasil sel khamir. Dengan demikian, perlakuan inkubasi dalam shaker incubator harus dilakukan seoptimal mungkin, agar efek pertumbuhan yang positif benar - benar dapat terpenuhi. Namun jika didapat hasil jumlah yeast perlakuan diam yang lebih besar daripada perlakuan shaker, hal ini mungkin terjadi karena kondisi yang kurang aseptis sehingga terdapat mikroorganisme lain yang mengkontaminasi, atau malah kondisi yang terlalu aseptis sehingga sel-sel yeast sendiri mati dan tidak tumbuh. Larutan cider dapat ditentukan jumlah massa sel melalui dua cara, yakni dengan metode Turbidimetri dan metode Counting Chamber. Penentuan massa sel dengan metode Turbidimetri dilakukan dengan menggunakan tingkat kekeruhan dari larutan dan dianalisis dengan spektrofotometer. Intensitas cahaya yang ditransmisikan dan diabsorbansi oleh larutan ditentukan dengan hukum Lambert-Beer. Persen transmitansi (%T) adalah rasio intensitas yang diteruskan (I) dengan intensitas cahaya mula-mula (I0). Semakin keruh suatu suspensi maka semakin kecil persen transmitansinya (Fardiaz, 1992). Hukum Lambert-Beer secara matematis :A = log (I0/It) = log(I0/It) = log T = abcPenentuan massa sel dengan metode Counting Chamber menurut Chen (2011) dilakukan dengan menggunakan Haemocytometer. Haemocytometer adalah suatu alat untuk menghitung sel secara cepat dan digunakan untuk konsentrasi sel yang rendah. Hemacytometer digunakan untuk menghitung jumlah suspensi sel dengan meletakkannya diatas spesimen pentas (tempat objek).Manurut Atlas (1984) haemacytometer merupakan alat yang digunakan untuk menghitung jumlah seldarah. Alat ini juga bisa digunakan untuk menghitung densitas sel dari alga yang tergolong kecil. Haemacytometer digunakan untuk sel dengan densitas > 104sel/ml. Haemacytometer memiliki jumlah ruang yang berbedabeda tergantung pada produsen pembuatnya.Namun pada umumnya, haemacytomete rmemiliki bagian berukuran mm2 , yang kemudian terbagi menjadi Sembilan bentuk persegi.Keakuratanpenghitungan secara manual dengan menggunakan haemacytometer bergantung pada keakuratan pencampuran sampel (tanpagelembung), jumlah ruang atau bilik yang dihitung, dan jumlah sel yang dihitung (biasanya 200 500 per 0.1 mm3).Untuk meletakkan sampel pada haemacytometer, sampel diambil dengan menggunakan pipet Pasteur dan tip lalu diletakkan diatas cekungan haemacytometer. Setelah itu, permukaan cekungan tersebut dapat ditutup dengan menggunakan penutup kaca tipis dan diamati dengan menggunakan mikroskop Semakin banyak massa sel yang terdapat di dalam suspensi, semakin banyak sinar yang dihamburkan. Karena jumlah sinar dihambat proposional dengan massa sel yang ada (Pelezar & Chan, 1986). Oleh karena itu, OD (Absorbansi) seharusnya berbanding lurus dengan jumlah sel yang ada. Namun, berdasarkan hasil yang diperoleh, sebagian besar perbandingan OD dan jumlah sel yang diperoleh tidak berbanding lurus. Kesalahan yang terjadi mungkin dapat disebabkan karena ketidaktelitian praktikan dalam menghitung jumlah sel. Tidak hanya akibat salah penghitungan jumlah sel saja, tetapi juga dapat dikarenakan kesalahan pembacaan dengan spektrofotometer. Faktor-faktor yang menyebabkab terjadinya kesalahan penggunaan spektrofotometer menurut Pomeranz & Meloan (1994) antara lain: Kuvet kotor atau telah tergores Ada gelembung gas dalam larutan Penempatan kuvet yang tidak tepat Ukuran kuvet yang tidak seragam Kurang sempurna dalam penyiapan larutan sampel atau blanko. Panjang gelombang yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang tertera dalam instrumentTerjadinya kesalahan tersebut mungkin juga karena kuvet yang digunakan kurang bersih. Kuvet yang kotor dapat diakibatkan karena penggunaan kuvet tidak hanya untuk pengukuran dalam praktikum ini saja tapi juga digunakan untuk pengujian sampel lain. Penempatan kuvet yang tidak tepat dan adanya gelembung dalam larutan, juga dapat menyebabkan kesalahan dalam pembacaan dengan spektrofotometer.Pengamatan selanjutnya adalah pengamatan terhadap absorbansi dengan waktu. Penghambatan jumlah sinar secara proporsional oleh massa sel, sehingga banyaknya massa sel yang ada sangat mempengaruhi banyaknya sinar yang dihamburkan (Pelezar & Chan, 1986). Oleh karena itu, kurva yang ditunjukkan pun, seharusnya menyerupai kurva pertumbuhan mikroorganisme. Dari hasil grafik pada F1 dan F2 tidak menunjukkan grafik pertumbuhan mikroorganisme yang memiliki fase lag, log, stasioner dan kematian. Terjadinya kesalahan mungkin disebabkan karena kesalahan pembacaan melalui spektrofotometer. Kesalahan tersebut terjadi mungkin juga karena kuvet yang digunakan kurang bersih. Kuvet yang kotor dapat diakibatkan karena penggunaan kuvet tidak hanya untuk pengukuran dalam praktikum ini saja tapi juga digunakan untuk pengujian sampel lain. Penempatan kuvet yang tidak tepat dan adanya gelembung dalam larutan, juga dapat menyebabkan kesalahan dalam pembacaan dengan spektrofotometer.Larutan cider juga dilakukan pengamatan terhadap jumlah massa sel dengan waktu. Dari grafik yang diperoleh, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan jumlah massa sel mengalami peningkatan hingga jam ke-96. Berdasarkan hasil grafik, menunjukkan bahwa peningkatan jumlah massa sel hingga jam ke-96 tidak sesuai dengan pendapat Fardiaz (1992), yang menyatakan mikroorganisme awalnya akan mengalami fase lag yang terjadi dengan cepat setelah inokulasi dan fase ini adalah masa penyesuaian sel dengan lingkungan, kemudian mengalami fase logaritmik. Pada fase ini sel akan membelah dengan cepat dan mengalami pertambahan jumlahnya meliputi kurva logaritmik. Kecepatan pertumbuhan selama fase ini sangat dipengaruhi oleh media tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien, dan juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembapan udara. Setelah itu, mikroba akan mengalami fase perlambatan pertumbuhan. Selama fase ini, mikroba akan menunjukkan penurunan atau pengurangan pertumbuhan mikroba. Akan tetapi jumlah populasi dalam fase ini masih naik karena jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak dari pada jumlah sel yang mati. Perlambatan pertumbuhan populasi pada fase ini karena adanya zat nutrisi di dalam medium sudah berkurang dan adanya hasil-hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan sel jasad renik.Sel selanjutnya menuju fase stasioner/ statis dimana pada kondisi ini jumlah sel yang hidup kurang lebih sama dengan jumlah sel yang mati.

17

3. KESIMPULAN Cider adalah minuman dengan kadar alkohol yang rendah, yang diperoleh melalui fermentasi sari buah atau bahan lainnya yang mengandung pati dengan atau tanpa penambahan gula oleh sel khamir. Fermentasi pada sari apel adalah proses ragi mengubah gula pada apel ke dalam bentuk etil alkohol dan karbon dioksida. Saccharomyces cerevisiae dapat mengakibatkan fermentasi terhadap glukosa menghasilkan karbondioksida dan etanol. Kualitas cider yang dihasilkan dapat dipengaruhi berdasarkan jenis varietas dari apel. Penentuan kinetika pertumbuhan massa sel dilakukan dengan menggunakan Haemositometer yang melalui Absorbansi. Absorbansi (OD) berbanding lurus dengan jumlah sel. Pengaruh OD dengan waktu seharusnya memiliki kurva yang hampir mirip dengan grafik pertumbuhan jumlah sel. Grafik pertumbuhan sel yeast seharusnya mengalami peningkatan dan kemudian terjadi penurunan pada waktu tertentu, sehingga grafik ini menyerupai sebuah lengkungan.

Semarang, 6 Juli 2015Praktikan, Asisten Dosen, Bernadus Daniel Metta Meliani Catherine Meilani

Aloysius Andreanto Rahardjo 12.70.0117

4. DAFTAR PUSTAKAAhmad. F.; Jameel. A. T.;Kamarudin .M. H. and Mel. M. 2011. Study of growth kinetic and modeling of ethanol production by Saccharomyces cerevisae. African Journal of Biotechnology Vol. 16(81).Atlas, R. M. ( 1984 ). Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard Publishing Company. New York.Canbas, Ahmet., Aysun Sener and M.Umit Unal. (2007). The Effect of Fermentation Temperature on the Growth Kinetics of Wine Yeast Species. Turk J Agric for 31, 349-354.Chen, Yu-wei. (2011). Automatic Cell Counting for Haemocytometers Through Image Processing. National Chung-Cheng University. Taiwan.Dwijoseputro, D. (1994). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.Fardiaz, S. (1992). Mikroorganisme Pangan 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Fatimah; Feebrina L. G.; Lina R. G. 2013.Kinetika Reaksi Fermentasi Alkohol Dari Buah Salak. Jurnal Teknik Kimia USU, Article in pressGodman, A. (1987). Kamus Sains Bergambar. PT Gramedia. Jakarta.Jay, J. M. (1986). Modern Food Microbiology. Van Nostrand Reinhold. New York.Pelezar, Michael J. & Chan. E.C.S. (1976). Turbidimetric Measurement of Plant Cell Culture Growth. Massachussets : MITPomeranz,Y. & C. E. Meloan. (1994). Food Analysis Theory and Practice. John Wiley and Sons, Inc. New York.Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Ranganna. (1978). Analysis of Fruit and Vegetable Product. The AVI Publ. Co. Inc.Realita, Tita dan M. Sumanti, Debby. (2010). Teknologi Fermentasi. Widya Padjajaran. BandungSaid, E.G. 1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Melton Putra. Jakarta. 317 hlm.Schlegel, H.G. & K, Schmidt. (1994). Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.Vucurovic. V. M.; Razmovski. R. N.; Popov. S.D. 2009 Productiun Ussing Saccharomyces Cerevisiae Cells Immobilised on Corn Stem Ground Tissue. Zbornik Matice srpske za prirodne nauke / Proc. Nat. Sci, Matica Srpska Novi Sad, 116, 315322Winarno, F. G. (1994). Sterilisasi Komersial Produk Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. (1984). Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Yuliana N. 2008. Kinetika Pertumbuhan bakteri Asam Laktat Isolat T5 yang berasal dari Tempoyak. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 13, No. 2

5. LAMPIRAN5.1. Perhitungan1. 1. 1. 1. 1. 4. 0. Perhitungan Jumlah Biomassa dengan HaemocytometerRumus :

Kelompok F1 N0

N24

N48

N72

N96

Kelompok F2 N0

N24

N48

N72

N96

Kelompok F3 N0

N24

N48

N72

N96

Kelompok F4 N0

N24

N48

N72

N96

Kelompok F5 N0

N24

N48

N72

N96

0. Perhitungan Total Asam Selama FermentasiRumus perhitungan Total Asam

Kelompok F1 N0Volume titrasi = 8,5 ml

N24Volume titrasi = 10 ml

N48Volume titrasi = 7,5 ml

N72Volume titrasi = 7,6 ml

N96Volume titrasi = 7,3 ml

Kelompok F2 N0Volume titrasi = 8,6 ml

N24Volume titrasi = 9 ml

N48Volume titrasi = 7,5 ml

N72Volume titrasi = 7,6 ml

N96Volume titrasi = 7,1 ml

Kelompok F3 N0Volume titrasi = 8,9 ml

N24Volume titrasi = 9 ml

N48Volume titrasi = 8,5 ml

N72Volume titrasi = 8,1 ml

N96Volume titrasi = 7,3 ml

Kelompok F4 N0Volume titrasi = 8,5 ml

N24Volume titrasi = 10 ml

N48Volume titrasi = 7,5 ml

N72Volume titrasi = 7,6 ml

N96Volume titrasi = 7,2 ml

Kelompok F5 N0Volume titrasi = 8,2 ml

N24Volume titrasi = 9 ml

N48Volume titrasi = 7,5 ml

N72Volume titrasi = 7,9 ml

N96Volume titrasi = 6,7 ml

5.2. Jurnal

5.3. Laporan Sementara