KINERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA …repository.fisip-untirta.ac.id/560/1/KINERJA BADAN...
Transcript of KINERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA …repository.fisip-untirta.ac.id/560/1/KINERJA BADAN...
-
KINERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA
DAERAH (BPBD) DALAM PENANGGULANGAN
BENCANA BANJIR DI KABUPATEN LEBAK
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Sarjana (S1)
Pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Konsentrasi Manajemen Publik
Oleh:
Anwar Musyadad
NIM. 6661103432
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2015
-
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan Proposal skripsi
penelitian ini yang berjudul Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Dalam Penanggulangan Bencana Banjir Di Kecamatan Rangkasbitung
Kabupaten Lebak .
Adapun proposal skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi syarat untuk
bisa melakukan penelitian lapangan yang kemudian akan menjadi skripsi yang
merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial pada
konsentrasi Manajemen Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara.
Dalam penyusunan proposal skripsi ini Peneliti melibatkan banyak pihak
yang senantiasa memberikan bantuan, baik berupa pengajaran, bimbingan,
dukungan moral dan materil, maupun keterangan-keterangan yang sangat berguna
hingga tersusunnya skripsi ini. Untuk itu, dengan rasa hormat Peneliti
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat., M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si, Wakil Dekan I Bidang Akademik
FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
-
ii
4. Mia Dwianna W, M.Ikom., Wakil Dekan II Bidang Keuangan danUmum
FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Ismanto, S.Sos., MM., Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan FISIP
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Rina Yulianti, S.IP., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi
Negara FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Anis Fuad, S.Sos., M.Si., Sekertaris Program Studi Ilmu Administrasi
Negara FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Riny Handayani M.Si., Dosen Pembimbing I, terima kasih telah
meluangkan waktunya untuk melakukan sesi bimbingan dan memberikan
masukan serta arahannya yang sangat membantu Peneliti dalam
menghadapi masalah-masalah terkait penyusunan skripsi ini.
9. Deden M. Haris M.Si., terima kasih atas pengarahan dan bimbingannya
selama ini.
10. Kepada seluruh Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara yang
tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah dan pernah
memberikan bekal-bekal ilmiah kepada peneliti selama proses belajar
mengajar.
11. Para staf Tata Usaha (TU) Program Studi Ilmu Administrasi Negara atas
segal sumbangsihnya.
12. Untuk Kedua orang tuaku, Ibu dan Bapak yang selau memberikan
dorongan, doa dan biaya tanpa henti hingga detik ini.
-
iii
13. Untuk Kakak-kakaku yang selalu memberikan motivasi untuk
menyelesaikan proposal penelitian ini.
14. Yth. Bapak Kaprawi selaku Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Lebak, Bapak Bernardi Kasie. Kedaruratan,
Bapak Febi Kasie. Kesiapsiagaan. Terima kasih atas arahan dan pemberian
data-data kepada peneilti.
15. Kepada Sdr. Nani Nurul Hidayah atas doa dan motivasi yang tiada henti
kepada peneliti. Kamu adalah seseorang yang berharga bagi hidupku.
16. Kepada sahabatku Agus Muizudin, Ismatullah, Adi Fajar Nugraha, Yogi
M. Akbar dan Rifki Apriadi Firdaus yang selalu membantu peneliti dalam
penelitian ini.
17. Kepada teman-teman seperjuangan, Aat Syafaat, Ikhwan Effendi, Wahyu
Firmansyah, Arif, Syandi Negara, dan Noel Ricky R yang telah
memberikan semangat kepada peneliti.
18. Kepada teman-teman kelas G Non Reguler angkatan 2010, teman-teman
Administrasi Negara angkatan 2010 yang telah menjadi sahabat dan
menemani penulis selama perkuliahan di kampus.
19. Kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu, terima
kasih telah bersedia membantu dan memberikan informasi dalam
penyusunan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa proposal skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan ilmu Peneliti. Oleh karena itu, Peneliti
dengan rendah hati memohon maaf atas kekurangan dan kelemahan yang terdapat
-
iv
dalam skripsi ini, Peneliti berharap adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penelitian ini.
Serang, 4 September 2014
Anwar Musyadad
-
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ...................................................................... 10
1.3 Batasan dan Rumusan Masalah ..................................................... 11
1.3.1 Batasan Masalah................................................................... 11
1.3.2 Rumusan Masalah ................................................................ 11
1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................... 11
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 12
1.6 Sistematika Penulisan ................................................................... 12
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN ASUMSI DASAR
2.1 Deskripsi Teori .............................................................................. 16
2.1.1 Konsep Kinerja .............................................................. 16
2.1.2 Konsep Organisasi ......................................................... 19
2.1.3 Konsep Kinerja Organisasi ............................................ 20
-
vi
2.1.4 Tujuan Pengukuran Kinerja Sektor Publik .................... 21
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ................... 22
2.1.6 Indikator Kinerja ............................................................ 22
2.1.7 Pengukuran Kinerja Sektor Publik Sebagai Pengendalian
Manajemen ..................................................................... 25
2.1.8 Konsep Bencana ............................................................ 26
2.1.9 Faktor-Faktor Penyebab Bencana .................................. 28
2.1.10 Jenis-jenis Bencana Alam di Indonesia ......................... 29
2.1.11 Dampak Bencana ........................................................... 29
2.1.12 Manajemen Bencana ...................................................... 30
2.1.13 Prinsip-prinsip Manajemen Bencana ............................. 32
2.1.14 Tahapan Penanggulangan Bencana ............................... 33
2.1.15 Konsep Banjir ................................................................ 35
2.2 Penelitian terdahulu ....................................................................... 37
2.3 Kerangka Berfikir.......................................................................... 40
2.4 Asumsi Dasar ................................................................................ 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian.......................................................................... 45
3.2 Sasaran Penelitian ......................................................................... 45
3.3 Instrument Penelitian .................................................................... 46
3.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 47
3.5 Informan Penelitian ....................................................................... 51
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data .......................................... 52
-
vii
3.7 Pengujian Keabsahan Data ............................................................ 56
3.8 Lokasi dan Jadwal Penelitian ........................................................ 57
3.8.1 Lokasi Penelitian ............................................................ 57
3.8.2 Jadwal Penelitian ........................................................... 57-58
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
.
.
.
.
.
.
-
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daerah Rawan Bencana di Kabupaten Lebak Tahun 2013. 3
Tabel1.2 Data Kerusakan Bencana Banjir di Kabupaten Lebak Tahun 2013. 4
Tabel 1.3 Aparatur BPBD Kabupaten Lebak Berdasarkan Tingkat Pendidikan.. 8
Tabel 3.1 Pedoman Wawancara.. 48
Tabel 3.2 Kategori dan Spesifikasi Informan 52
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian 58
.
-
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Terjadinya Bencana. 27
Gambar 2.2 Siklus Manajemen Bencana 32
Gambar 2.3 Kerangka Berfikir... 43
.
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berdasarkan pembukaan UUD 1945 pada alinea ke empat yang
menyatakan antara lain bahwa Negara melindungi segenap Bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum. Dalam
pernyataan ini mempunyai makna, bahwa setiap warga negara berhak
mendapatkan perlindungan hak-hak dasar, termasuk perlindungan dan hak untuk
bebas dari rasa takut, ancaman, resiko termasuk dampak bencana. Perlindungan
atas hak-hak dasar ini menjadikan suatu kewajiban pemerintah untuk
mewujudkannya dalam bentuk program-program yang sesuai dengan pernyataan
tersebut.
Sejalan dengan tujuan konstitusi yang telah disebutkan di atas, maka suatu
keharusan pemerintah untuk melakukan perlindungan dalam hal penanggulangan
bencana yang dimuat pada suatu lingkup manajemen bencana (disaster
management) yang efektif dan efisien, khususnya dalam penanggulangan bencana
banjir. Penanggulangan bencana banjir memang tidak bisa dilakukan oleh sepihak
saja yaitu pemerintah, akan tetapi semua pihak harus aktif berperan termasuk
masyarakat pun harus berpartisipasi dalam penanganan masalah banjir ini.
Provinsi Banten merupakan daerah yang rawan akan berbagai macam
bencana. Kondisi daerah Provinsi Banten memiliki geografis, geologis, hidrologis
dan demografis yang memungkinkan terjadi berbagai macam bencana, baik yang
-
2
disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia yang
menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda
dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat
pembangunan nasional. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia,
selama kurun waktu 13 tahun terakhir di wilayah Provinsi Banten teridentifikasi
11 jenis kejadian bencana, meliputi: tanah longsor, gempa bumi, banjir dan tanah
longsor, banjir, kekeringan, abrasi, kecelakaan industri, kecelakaan transportasi,
aksi teror, KLB dan puting beliung.
Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten rentan akan berbagai macam
bencana. Berikut data kejadian bencana Kabupaten/Kota di Provinsi Banten:
Tabel 1.1
Data Kejadian Bencana di Provinsi Banten 2000-2013
Kabupaten/
Kota
Teror Banjir Abrasi Gempa
bumi
Kecelakaan
industri
Kecelakaan
Transportasi
Kekeringan KLB Puting
Beliung
Tanah
Longsor
Kota
Cilegon
3 1 1 1 1
Kota
Serang
2 1 3
Kota
Tangerang
7 1 2
Kota
Tangerang
Selatan
1
Kab.
Lebak
21 9 10 8
Kab.
Pandeglang
1 29 1 3 12 7 4
Kab.
Serang
16 1 19 8 1
Kab.
Tangerang
1 14 1 10 6 3 2
Total 2 93 2 3 2 1 53 6 34 15
Sumber: Diadaptasi Dari Profil Daerah Rawan Bencana Provinsi Banten, 2013
Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa bencana yang sering terjadi di
Provinsi Banten adalah bencana banjir yaitu 93 kejadian, kekeringan 53 kejadian,
puting beliung 34 kejadian, dan tanah longsor 15 kejadian. Berdasarkan data
-
3
tersebut bencana banjir yang sering terjadi yaitu di daerah Kabupaten Pandeglang
dan Lebak. Dengan komposisi Kabupaten Lebak 21 dan Kabupaten Pandeglang
29 kali.
Oleh karena hal tersebut, pemerintah membuat Undang-Undang tentang
penanggulangan bencana yang dituangkan pada Undang-Undang No. 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-Undang atau Peraturan ini dibuat
sebagai payung hukum mengenai proses penyelenggaraan penanggulangan
bencana di Indonesia. Penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan
Undang-Undang ini dimulai dari prabencana, pada saat bencana hingga proses
pemulihan pasca bencana diatur di dalamnya.
Kabupaten Lebak yang merupakan salah satu dari empat kabupaten dan
empat kota di provinsi Banten yang memiliki berbagai macam potensi bencana,
telah menindaklanjutinya dengan mendirikan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 3 Tahun
2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Lebak. Pembentukan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak ini sebagai salah satu Badan yang
mempunyai tugas dan fungsi dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di
wilayah Kabupaten Lebak.
Dibuatnya Peraturan Daerah mengenai pembentukan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah ini, karena beberapa wilayah daerah di
Kabupaten Lebak rentan akan berbagai macam bencana. Yang diantaranya adalah
bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, kekeringan, dan kebakaran.
-
4
Menurut data yang tertuang dalam laporan kejadian bencana banjir di Kabupaten
Lebak tahun 2013, menyatakan bahwa Kabupaten Lebak memiliki 28 kecamatan,
340 desa dan 5 kelurahan. Dari seluruh kecamatan yang ada di wilayah
Kabupaten Lebak rentan akan berbagai macam bencana.
Berikut data wilayah rawan bencana Kabupaten Lebak dapat dilihat pada
Tabel 1.1 di bawah ini.
Tabel 1.2
Daerah Rawan Bencana Di Kabupaten Lebak Tahun 2013
No. Jenis Bencana Sebaran Wilayah Keterangan
1. Banjir Kec. Rangkasbitung,
Kalanganyar, Cimarga, Cibadak,
Cileles, Malingping, Wanasalam,
Panggarangan, Bayah, Sobang,
Cigemblong, Banjarsari,
Muncang, Cilograng, dan Gunung
Kencana.
15 Kecamatan
2. Longsor Kecamatan Sobang, Lebak
Gedong, Cigemblong,
Bojongmanik, Cibeber, Gunung
Kencana, Muncang, Cipanas,
Cileles, Cimarga, Cikulur dan
Cilograng.
12 Kecamatan
3. Gempa dan Tsunami Kecamatan Wanasalam,
Malingping, Cihara, Bayah,
Cibeber, dan Panggarangan
6 Kecamatan
4. Kekeringan Kecamatan Maja, Leuwidamar,
Muncang, Cilograng, Wanasalam
dan Curugbitung.
6 Kecamatan
5. Kebakaran Kecamatan Leuwidamar (Desa
Kanekes dan Desa Nagayati) dan
Kecamatan Sobang.
2 Kecamatan
Sumber: Diadaptasi dari Laporan BPBD Kabupaten Lebak Tahun 2013
Dari tabel 1.2 di atas dapat dilihat bahwa daerah-daerah di Kabupaten
Lebak rawan/rentan akan bencana. Dimulai dari bencana banjir tersebar di 16
kecamatan, longsor tersebar di 12 kecamatan, gempa bumi dan tsunami 6
-
5
kecamatan, kekeringan 6 kecamatan dan kebakaran tersebar di 2 kecamatan.
Namun jika di lihat komposisi dari beberapa jenis bencana, dapat dilihat bahwa
bencana banjir lebih mendominasi jumlahnya yang tersebar di 15 kecamatan di
Kabupaten Lebak. Dalam hal ini bahwa banjir merupakan bencana yang paling
banyak terjadi di wilayah Kabupaten Lebak dengan jumlah wilayah tersebar di 15
kecamatan dari jumlah keseluruhan kecamatan yaitu 28 kecamatan. Hal ini
menggambarkan bahwa setengah wilayah yang berada di Kabupaten Lebak
terindikasi sebagai wilayah yang rentan akan bahaya bencana banjir.
Adapun data kerusakan ataupun dampak bencana yang diakibatkan oleh
bencana banjir di Kabupaten Lebak Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 1.2 di
bawah ini.
Tabel 1.2
Data Kerusakan Bencana Banjir Di Kabupaten Lebak Tahun 2013
Rusak Ringan Rusak Berat Rusak Total
1 Permukiman 292 87 28
2 Sarana Pendidikan 26 11 0
3 Jalan dan Jembatan 0 21 2
4 Sarana Penyediaan Air Minum 2 2 0
5 Kerusakan Irigasi 0 22 0
Jumlah 320 143 30
No UraianTipe Kerusakan
(Sumber : Diadaptasi dari Laporan BPBD Kabupaten Lebak Tahun 2013)
Dari data di atas dapat dilihat bahwa dalam kejadian bencana banjir tahun
2013 di Kabupaten Lebak telah mengakibatkan kerusakan pada permukiman
dengan jumlah 292 rusak ringan, 87 rusak berat dan 28 rusak total. Selanjutnya
kerusakan pada sarana pendidikan yaitu 26 rusak ringan dan 11 rusak berat. Jalan
dan jembatan yaitu 21 rusak berat dan 2 rusak total. Dalam hal sarana penyediaan
-
6
air minum 2 rusak ringan dan 2 rusak berat. Selain itu pula, kerusakan irigasi yang
diakibatkan banjir ini yaitu 22 rusak berat.
Informasi lain mengenai bencana banjir yang dilansir oleh media online
merdeka.com tanggal 10 Januari 2013 mencatat yakni, terdapat 3.962 rumah
terendam banjir dan longsoran sebanyak 51 unit rumah dengan kategori sebanyak
31 rusak total, 13 rusak ringan dan 10 rusak berat. Mereka warga yang terkena
banjir dan longsor di 15 kecamatan yakni Rangkasbitung, Kalanganyar, Cibadak,
Cimarga, Leuwidamar, Banjarsari, dan Lebak Gedong, Panggarangan,
Wanasalam, Gunung Kencana, Cilograng, Muncang, Cikulur, Sobang dan
Cibeber.
Banyaknya kerugian yang diakibatkan oleh bencana banjir yang dimulai
dari kerugian materi serta menimbulkan korban jiwa, maka penanganan masalah
bencana banjir ini harus dilakukan dengan serius. Pasalnya banjir ini dapat
mengganggu proses pembangunan yang telah direncanakan pemerintah dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) maupun Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD). UNDRO (United Nations Disaster Relief
Organization) yang dikutip Nurjanah dkk (2013:33) mengemukakan, bencana
secara serius dapat mengganggu inisiatif-inisiatif pembangunan dalam beberapa
cara, termasuk: (a) hilangnya sumber-sumber daya, (b) gangguan terhadap
program-program, (c) pengaruh pada iklim investasi, (d) pengaruh pada sektor
non-formal, dan (e) destabilisasi politik.
Sehubungan dengan hal tersebut, langkah-langkah manajemen
penanggulangan bencana yang dimulai pada tahap pra bencana, saat tanggap
-
7
darurat/ bencana, dan pasca bencana sudah semestinya dilakukan oleh pemerintah
dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk di pusat
dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak untuk di
daerah, sertap pihak-pihak yang terkait (stakeholder) di dalamnya untuk
menanggulangi potensi bencana, khususnya penanggulangan bencana banjir.
Oleh karenanya, bencana banjir di Kabupaten Lebak yang tiap tahunnya
meningkat membuat perhatian peneliti dalam proses penanggulangannya.
Bencana banjir yang terjadi di Kabupaten Lebak diakibatkan oleh meluapnya
sungai Ciujung, yang merupakan sungai yang melintasi daerah ini. Menurut data
yang dilansir BPBD Kabupaten Lebak kejadian bencana banjir tahun 2013 terjadi
di 15 kecamatan yaitu Kecamatan Rangkasbitung, Kalanganyar, Cimarga,
Cibadak, Cileles, Malingping, Wanasalam, Panggarangan, Bayah, Sobang,
Cigemblong, Banjarsari, Muncang, Cilograng dan Gunung Kencana.
Dari data wilayah yang sering terkena dampak bencana banjir di atas
menggambarkan bahwa terdapat permasalahan terkait dengan timbulnya atau
terjadinya bencana banjir. Timbulnya bencana banjir dikarenakan sebagian hutan
gundul atau lahan resapan air berkurang akibat ulah manusia yang
mengeksploitasi hutan secara berlebihan. Sehingga hutan tidak lagi berfungsi
sepenuhnya sebagai penyerap air hujan. Lahan hutanpun menjadi longsor, dan
tanah longsorannya menyebabkan aliran sungai menjadi dangkal. Pendangkalan
aliran sungai ini menjadi penghambat aliran sungai ketika menampung air saat
musim penghujan datang. Selain itu pula, pembuangan sampah oleh masyarakat
pada aliran sungai memicu dan dapat menimbulkan tersendatnya aliran sungai.
-
8
Ditambah dengan adanya penambangan pasir liar yang dilakukan oleh masyarakat
yang mengakibatkan pengrusakan lingkungan daerah aliran sungai. (Sumber:
Wawancara dengan Bapak Kaprawi Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Lebak,
15 Mei 2014)
Permasalahan penanggulangan bencana banjir tampak semakin berat dan
kompleks, sehingga membutuhkan perhatian khusus dan urgent dari semua
pemangku kepentingan. Dalam penanggulangan bencana banjir tersebut, kinerja
organisasi dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten Lebak sebagai kordinator dan lembaga yang berwenang dan bertugas
di bidang kebencanaan dituntut untuk bekerja secara optimal.
Kinerja organisasi merupakan salah satu sorotan yang paling tajam dalam
pelaksanaan pemerintahan menyangkut kesiapan, jumlah pendidikan dan
profesionalisme. Melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten Lebak sebagai salah satu organisasi pemerintahan yang berwenang
dalam penanggulangan bencana, memiliki peran dalam penyelenggaraan
penanggulangan atas berbagai bencana di wilayah Kabupaten Lebak, khususnya
dalam penanggulangan bencana banjir. Pelaksanaan penanggulangan bencana
yang dilakukan oleh BPBD Kabupaten Lebak diperlukan kesiapan yang mantap
demi terselenggaranya pelaksanaan pemerintahan yang baik (good governance).
Atas dasar dari peristiwa-peristiwa bencana banjir yang terjadi di Daerah
Kabupaten Lebak, memunculkan berbagai pertanyaan mengenai kinerja BPBD
Kabupaten Lebak selaku instansi atau lembaga pemerintah yang bergerak di
sektor/ bidang penanggulangan bencana.
-
9
Adapun hasil pengamatan (observation) peneliti di lapangan yang dapat
dilihat dan disimpulkan terkait dengan permasalahan kinerja BPBD Kabupaten
Lebak dalam penanggulangan bencana banjir, yaitu Pertama, keterbatasan
jaringan informasi dan komunikasi yang efektif dalam penyebaran informasi
kebencanaan kepada masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh bapak Bernardi selaku
Kepala Seksi Rekonstruksi dan Rehabilitasi BPBD Kabupaten Lebak, bahwa
jaringan informasi dan komunikasi sangat terbatas sehingga pemberian informasi
kebencanaan kepada masyarakat khususnya di wilayah yang sulit dijangkau
sangat minim. (Sumber Wawancara dengan Bapak Bernardi Kepala Seksi
Rekonstruksi dan Rehabilitasi, 20 Mei 2014)
Kedua, sumber daya manusia (SDM) atau aparatur BPBD Kabupaten
Lebak yang terbatas. Jumlah aparatur BPBD lebak yaitu sebanyak 17 orang,
dengan komposisi tingkat pendidikan dapat di lihat pada tabel 1.3 di bawah ini.
Tabel 1.3
Aparatur BPBD Kabupaten LebakBerdasarkan Tingkat Pendidikan
No Jabatan Pendidikan Jumlah
1 Kepala Pelaksana SMK 1 orang
2 Sekretaris S1 1 orang
3 Kepala Seksi Pencegahan dan KesiapsiagaanS1 1 orang
4 Kepala Seksi Kedaruratan Logistik SPM-Pertanian 1 orang
5 Kepala Rehabilitasi dan Rekonstruksi S1 1 orang
6 Staf S1 3 orang
SMA 8 orang
SLTP 1 orang
17 orangJumlah
Sumber: Diadaptasi dari Renstra BPBD Kabupaten Lebak Tahun 2014-2018
Dapat dilihat dari tabel 1.3 di atas bahwa komposisi aparatur BPBD Lebak
berdasarkan pendidikan diantaranya; S1 berjumlah 6 orang, SMA/SMK 10 orang,
-
10
dan SLTP 1 orang dengan total keseluruhan berjumlah 17 orang/ pegawai.Selain
itu pula dapat di lihat dari setiap seksi/ bidang di tempati oleh satu orang tanpa
anggota di dalamnya. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana kurang optimal. Dimana seharusnya aparatur dalam
setiap seksi memiliki anggota untuk kelancaran kegiatan dalam proses
penyelenggaraan bencana, baik pada saat pra bencana, saat bencana dan pasca
bencana.Peneliti menyimpulkan demikian karena dilihat komposisi pendidikan
serta jumlah pegawai/aparatur.(Sumber: Wawancara Bapak Bernardi Kasie
Rekonstruksi dan Rehabilitasi, 20 mei 2014)
Lain halnya, jika dibandingkan pada BPBD Kabupaten Serang yang
memiliki Pegawai/aparatur lebih banyak dibandingkan dengan BPBD Kabupaten
Lebak. BPBD Kabupaten Serang memiliki 82 pegawai yang terdiri dari PNS
(Pegawai Negeri Sipil), TKK, dan Staff di lingkungan BPBD Kabupaten Serang.
(Sumber: Data Pegawai BPBD Kabupaten Serang)
Ketiga, masih terbatasnya sarana dan prasarana dalam penanggulangan
bencana banjir. Sarana dan prasarana merupakan penunjang kinerja pegawai yang
cukup penting untuk dipenuhi karena terkait dengan aktivitas dan mobilitas kerja.
Tanpa sarana dan prasarana yang memadai, proses penyelenggaraan
penanggulangan bencana tidak dapat optimal. Hingga saat ini, Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak hanya memiliki 5
perahu karet untuk penanggulangan bencana banjir, sedangkan daerah yang
merupakan daerah rawan dan langganan banjir tiap tahunnya berjumlah 15
-
11
Kecamatan yang tersebar di Kabupaten Lebak.(Sumber: Laporan Kejadian
Bencana Banjir dan Longsor Kabupaten Lebak Tahun 2014)
Jika dibandingkan dengan BPBD Kabupaten Serang terkait sarana dan
prasarana dalam penanggulangan banjir. BPBD Kabupaten Serang yang
wilayahnya lebih sedikit mengalami bencana banjir, justru lebih banyak memiliki
sarana dalam penanggulangan bencana banjir. Diantaranya berdasarkan data
peralatan penanggulangan banjir khususnya perahu karet, BPBD Kabupaten
Serang memiliki 7 perahu karet untuk penanggulangan bencana banjir.
Keempat, belum adanya Peraturan Daerah (Perda) tentang pendanaan
penanggulangan bencana. Padahal kondisi wilayah Kabupaten Lebak rawan akan
bencana, khususnya bencana banjir. Saat ini, BPBD Lebak masih tergantung
kepada pendanaan pemerintah pusat melalui BNPB (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana) serta Biaya Tidak Terduga (BTT) yang dikeluarkan
oleh pihak Pemerintah Kabupaten Lebak. Seharusnya sudah menjadi prioritas
Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan dan Pendanaan Penanggulangan Bencana,
terlebih daerahnya termasuk rawan akan bencana. (Sumber: Wawancara dengan
Bapak Febi Kasie Kesiapsiagaan BPBD Lebak, 28 Agustus 2014)
Kelima, ketidakefektifan sosialisasi penanggulangan bencana banjir yang
dilakukan oleh BPBD kabupaten Lebak, yang hanya sekedar memberikan materi
mengenai penanggulangan banjir tanpa ditindaklanjuti dengan praktek-praktek
yang mendukung dengan kegiatan penanggulangan bencana banjir. (Sumber:
Wawancara Bapak Romli masyarakat Rangkasbitung, 20 Mei 2014)
-
12
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ada, maka peneliti merasa
tertarik untuk melakukan penelitian dan mengambil judul mengenai Kinerja
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dalam Penanggulangan
Bencana Banjir Di Kabupaten Lebak.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas yang telah dijabarkan
sebelumnya, maka dapat diambil beberapa permasalahan yaitu diantaranya
sebagai berikut:
1) Keterbatasan jaringan informasi dan komunikasi yang efektif dalam
penyebaran informasi kebencanaan kepada masyarakat.
2) Sumber daya manusia atau aparatur BPBD Kabupaten Lebak yang
terbatas.
3) Keterbatasan sarana dan prasarana dalam penanggulangan bencana
banjir.
4) Belum adanya Peraturan Daerah tentang Pendanaan Bencana.
5) Ketidakefektifan sosialisasi penanggulangan bencana banjir.
1.3 Batasan dan Rumusan Masalah
1.3.1 Batasan Masalah
Dalam penelitian tentunya diperlukan suatu pembatasan-pembatasan
dalam masalah yang akan diteliti. Hal ini dilakukan agar penelitian yang
dilakukan tidak meluas dari fokus penelitian. Maka peneliti membatasi ruang
-
13
lingkup permasalahan ini pada Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Dalam Penanggulangan Bencana Banjir Di Kabupaten Lebak.
1.3.2 Rumusan Masalah
Setelah masalah penelitian dibatasi ruang lingkupnya, maka rumusan
dalam penelitian ini yaitu: Seberapa besar Kinerja Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Dalam Penanggulangan Bencana Banjir Di Kabupaten Lebak?
1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan
penelitian ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar Kinerja Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dalam Penanggulangan Bencana
Banjir Di Kabupaten Lebak.
1.5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan maksud dan tujuannya maka hasil penelitian ini diharapkan
memiliki manfaat baik secara teori maupun praktis sebagai berikut:
1. Bagi peneliti, yaitu diharapkan dapat memberikan manfaat dan menambah
wawasan tentang Kinerja BPBD Kabupaten Lebak.
2. Manfaat atau kegunaan teori, yaitu diharapkan hasil penelitian ini dapat
dijadikan bahan informasi bagi penyelenggara penanggulangan bencana di
Kabupaten Lebak.
-
14
3. Bagi kegunaan praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
kontribusi pemikiran dalam penanggulangan bencana banjir di Kabupaten
Lebak pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya.
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, peneliti membagi ke dalam 5 (lima) bagian yang
masing-masing terdiri dari sub bagian yaitu sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Terdiri dari:
1.1 Latar Belakang Masalah, yaitu menggambarkan ruang lingkup dan
kedudukan masalah yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara
deduktif, dari lingkup yang umum hingga kepada masalah yang
spesifik yang relevan dengan judul skripsi.
1.2 Identifikasi Masalah, yaitu mengidentifikasi dikaitkan dengan tema/
topik/judul dan fenomena yang akan diteliti.
1.3 Batasan dan Rumusan Masalah,
1.3.1 Batasan Masalah, yaitu pemfokusan masalah-masalah yang
akan diajukan dalam rumusan masalah.
1.3.2 Rumusan Masalah, yaitu mendefinisikan permasalahan
yang telah ditetapkan dalam bentuk definisi konsep dan
operasional.
-
15
1.4 Tujuan Penelitian, yaitu mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai
dengandilaksanakannya penelitian sejalan dengan isi dan rumusan
permasalahan.
1.5 Manfaat Penelitian, yaitu menjelaskan manfaat teoritis dan praktis dari
temuan penelitian.
Bab II : Deskripsi Teori dan Hipotesis Penelitian
Terdiri dari:
2.1 Deskripsi Teori, yaitu mengkaji berbagai teori dan konsep-konsep
yang relevan dengan permasalahan penelitian, kemudian
menyusunnya secara teratur dan rapi. Dengan mengkaji berbagai teori
dan konsep-konsep maka peneliti akan memiliki konsep penelitian
yang jelas, dapat menyusun pertanyaan dengan rinci untuk
penyelidikan sehingga memperoleh temuan lapangan yang menjadi
jawaban atas masalah yang telah dirumuskan.Hasil penting lainnya
dari kajian teori adalah didapatkan kerangka konseptual menurut
peneliti, yang di dalamnya tergambar pedoman wawancara.
2.2 Penelitian Terdahulu, penelitian terdahulu mengkaji penelitian yang
pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang diambil dari berbagai
sumber ilmiah.
2.3 Kerangka Berfikir, yaitu menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai
kelanjutan dari kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada
pembaca.
-
16
2.4 Hipotesis Penelitian, yaitu anggapan atau jawaban sementara terhadap
permasalahan yang diteliti.
Bab III : Metodologi Penelitian
Terdiri dari:
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian, yaitu menjelaskan metode yang
dipergunakan dalam penelitian.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian, yaitu menjelaskan akan sasaran-
sasaranyang akan diteliti dalam penelitian.
3.3 Lokasi Penelitian, yaitu menerangkan mengenai tempat penelitian
yang dilakukan.
3.4 Variabel Penelitian, yaitu terdiri dari variabel konsep dan variabel
operasional
3.5 Instrument Penelitian, yaitu menjelaskan tentang proses penyusunan
dan jenis alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian.
3.6 Populasi dan Sampel, yaitu menjelaskan mengenai wilayah
generalisasi atau populasi penelitian dan penetapan sampel penelitian
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data, yait menjelaskan teknik
pengolahan dan analisis data. Analisis data harus sesuai dengan
pendekatan penelitian.
3.8 Jadwal penelitian, yaitu menggambarkan tentang jadwal penelitian
yang telah dilaksanakan dari mulai mulai penelitian hingga
terselesaikannya penelitian
Bab IV : Hasil Penelitian
-
17
Terdiri dari:
4.1 Deskripsi Objek Penelitian, yaitu menjelaskna tentang objek
penelitian yang meliputi lokasi penelitian secara jelas, struktur
organisasi dari populasi/sampel.
4.2 Deskripsi Data, yaitu menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah
dari data mentah dengan mempergunakan teknik analisis data
kuantiatif yang relevan.
4.3 Pengujian Persyaratan Statistik, yaitu melakukan pengujian terhadap
persyaratan statistik dengan menggunakan uji statistik tertentu.
4.4 Pengujian Hipotesis, yaitu melakukan pengujian hipotesis dengan
menggunakan teknik analisa statistik, dimana hasil analisa tersebut
adalah teruji atau tidaknya hipotesis nol penelitian. Hasil perhitungan
akhir statistik disajikan dalam diagram pie (lingkaran).
4.5 Interpretasi Hasil Penelitian, yaitu melakukan penafsiran terhadap
hasil akhir pengujian hipotesis.
4.6 Pembahasan, yaitu melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil
analisis data.
Bab V : Penutup
Terdiri dari:
5.1 Kesimpulan, yaitu menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan
secara ringkas dan padat.
-
18
5.2 Saran, yaitu berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap
bidang yang diteliti baik secara teoritis maupun praktis.
-
19
BAB II
DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Deskripsi Teori
2.1.1 Konsep Kinerja
Menurut kamus besar bahasa indonesia, secara etimologis kinerja diartikan
sebagai sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan. Kinerja dalam
pengertiannya dartikan sebagai prestasi yang diperlihatkan dalam kegiatan atau
pekerjaan yang telah dilakukan. Sedangkan Lijan Poltak Sinambela (2014:140)
mengemukakan bahwa kinerja merupakan implementasi dari teori keseimbangan,
yang mengatakan bahwa seseorang akan menunjukan prestasi yang optimal bila ia
mendapatkan manfaat(benefit) dan terdapat adanya rangsangan (inducement)
dalam pekerjaannya secara adil dan masuk akal (reasonable).
Sementara itu, Mangkunegara (2006:9) mengemukakan kinerja (prestasi
kerja) ialah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang
diberikan kepadanya. Kinerja merupakan keluaran yang dihasilkan secara kualitas
dan kuantitas. Pencapaian tersebut dihasilkan dari pegawai yang
bertanggungjawab dengan pekerjaannya.
Menurut Keban (2003:43), menyebutkan bahwa kinerja (performance)
dalam organisasi didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil (the degree of
accomplishment) atau kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi
secara berkesinambungan.
-
20
Selanjutnya, Steers (2003:67) mengemukakan bahwa kinerja organisasi
adalah tingkat yang menunjukan seberapa jauh pelaksanaan tugas dapat dijalankan
secara aktual dan misi organisasi tercapai. Sedangkan, Mahsun (2006:25)
berpendapat bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan atau program dan kebijakan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategic planning
suatu organisasi.
Sedarmayanti dalam bukunya mengenai pengembangan kepribadian
pegawai (2004:176) dikatakan bahwa kinerja:
Hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-
masing dalam mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal tidak
melanggar hukum dan sesuai moral maupun etika.
Moeheriono (2010:60), mengemukakan bahwa kinerja (performance)
merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program
kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi
organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi.
Sementara itu, Robbins yang dikutip oleh Moeheriono (2010:61)
mengemukakan bahwa kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan
(ability), motivasi (motivation), dan kesempatan (opportunity). Artinya kinerja
merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi, dan kesempatan. Seiring dengan hal
itu, menurut Moeheriono (2010:61) mengemukakan bahwa kinerja dalam
menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan
dengan kepuasan kerja pegawai/karyawan dan tingkat besaran imbalan yang
diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan,dan sifat-sifat
-
21
individu. Oleh karenanya, menurut model mitra-lawyer, kinerja individu pada
dasarnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor; (1) harapan mengenai imabalan,
(2) dorongan, (3) kemampuan, (4) kebutuhan dan sifat, (5) persepsi terhadap
tugas, (6) imbalan eksternal dan internal, serta (7) persepsi terhadap tingkat
imbalan dan kepuasan kerja.
Sumber lain mengemukakan seperti yang dinyatakan oleh Otley yang
dikutip oleh Mahmudi (2013:6) menyatakan bahwa kinerja mengacu pada sesuatu
yang terkait dengan kegiatan melakukan pekerjaan, dalam hal ini meliputi hasil
yang dicapai kerja tersebut. Sejalan dengan pendapat Rogers yang dikutip oleh
Mahmudi (2013:6) yang mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja itu sendiri
(outcomes of works), karena hasil kerja memberikan keterkaitan yang kuat
terhadap tujuan-tujuan strategik organisasi, kepuasan pelanggan , dan kontribusi
ekonomi.
Menurut Mahmudi (2013:20) berpendapat bahwa kinerja merupakan suatu
konstruk multidimensional yang mencakup banyak faktor yang
mempengaruhinya, diantaranya yaitu:
1. Faktor personal/individu, meliputi: pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki
oleh setiap individu;
2. Faktor kepemimpinan, maliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team
leader;
3. Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,
kekompakan dan keeratan anggota tim;
4. Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja
dalam organisasi;
5. Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.
-
22
Wibowo (2011:4), berpendapat bahwa kinerja adalah merupakan
implementasi dari rencana yang telah disusun. Implementasi kinerja dilakukan
oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi,
dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumber
daya manusianya akan mempengaruhi sikap dan prilakunya dalam menjalankan
kinerja. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Hersey dan Blanchard
(1993), bahwa kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan
untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Seseorang harus memiliki derajat
kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan
seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman
yang jelas tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
Lain hal menurut Prawirosentono (1999:2), kinerja adalah hasil kerja yang
dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi,
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya
mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum
dan sesuai dengan moral dan etika.
Dari berbagai pendapat yang telah diuraikan di atas, bahwa definisi dari
kinerja (performance) dapat disimpulkan sebagai hasil kerja yang dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitatif
maupun secara kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawab
masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara
legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
-
23
2.1.2 Konsep Organisasi
Organisasi dalam bahasa inggris yaitu organize yang berarti menciptakan
struktur dengan bagian-bagian yang diintegrasikan sedemikian rupa, sehingga
hubungan satu sama lain terikat oleh hubungan terhadap keseluruhan. Sedangkan,
Hasibuan (2006 : 120), mengemukakan bahwa organisasi adalah suatu sistem
perserikatan formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang
bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu, organisasi hanya merupakan alat
dan wadah.
Mahsun (2006 : 1) memberikan pendapat tentang konsep organisasi,
bahwa organisasi sering dipahami sebagai sekelompok orang yang berkumpul dan
bekerja sama dengan cara yang terstruktur untuk mencapai tujuan atau sejumlah
sasaran tertentu yang telah ditetapkan bersama.
Sementara itu, Robbins (2001:4) mengemukakan bahwa organisasi
adaalah kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan
yang relatif dapat diidentifikasikan yang bekerja atas dasar yang relatif terus-
menerus untuk mencapai tujuan.
2.1.3 Konsep Kinerja Organisasi
Simanjuntak (2005:3) mengemukakan bahwa kinerja organisasi
merupakan agregasi atau akumulasi kinerja semua unit-unit organisasi, yang sama
dengan penjumlahan kinerja semua orang atau individu yang bekerja di organisasi
tersebut. Dengan demikian kinerja organisasi sangat dipengaruhi oleh tiga faktor
utama, yaitu dukungan organisasi, kemampuan manajemen, dan kinerja setiap
-
24
orang yang bekerja di perusahaan tersebut. Kinerja organisasi juga sangat
dipengaruhi oleh dukungan organisasi antara lain dalam penyusunan struktur
organisasi, pemilihan teknologi, dan penyediaan prasarana serta sarana kerja.
Smentara itu, surjadi (2009:7) berpendapat bahwa kinerja organisasi
adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi, tercapainya tujuan
organisasi berarti bahwa kinerja organisasi itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh
mana organisasi dapat mencapai tujuan yang didasarkan pada tujuan yang sudah
ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut Sobandi (2006:176), kinerja
organisasi merupakan sesuatu yang telah dicapai oleh organisasi dalam kurun
waktu tertentu, baik yang terkait dengan input, output, outcome, benefit maupun
impact.
2.1.4 Tujuan Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Tujuan pengukuran kinerja sektor publik menurut Mahmudi (2013:14)
diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi 2) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai 3) Memperbaiki kinerja periode berikutnya 4) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan
keputusan pemberian reward dan punishmnet.
5) Memotivasi pegawai 6) Menciptakan akuntabilitas publik
Sementara itu, Moeheriono (2010:103) mengemukakan bahwa tujuan
manajemen kinerja dari suatu organisasi berbagai macam, diantaranya adalah:
1) Menerjemahkan dari visi dan misi organisasi ke dalam tujuan dan hasil yang jelas, mudah dipahami dan dapat diukur sehingga membantu
keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuan.
-
25
2) Menyediakan informasi untuk menilai, mengelola dan meningkatkan keberhasilan kinerja keseluruhan organisasi.
3) Mengubah paradigma dari orientasi pengendalian dan ketaatan menjadi pendekatan strategik yang berkelanjutan kepada keberhasilan
organisasi.
4) Menyediakan manajemen kinerja yang lengkap dengan memasukan ukuran-ukuran kualitas, biaya, ketepatan waktu, kepuasan
stakeholders, dan peningkatan keahlian pegawai.
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup
banyak faktor yang mempengaruhinya. Mahmudi (2013:20) mengemukakan
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:
1) Faktor personal/individu, meliputi: pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki
oleh setiap individu;
2) Faktor kepemimpinan, maliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team
leader;
3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,
kekompakan dan keeratan anggota tim;
4) Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja
dalam organisasi;
5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2001:67) faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut:
1) Faktor Kemampuan Secara umum kemampuan ini terbagi menjadi dua yaitu: kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan realiti (knowledge and skills).
2) Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap seorang pekerja yang dalam
menghadapi situasi kerja.
-
26
2.1.6 Indikator Kinerja
Menurut Moeheriono (2010:74), indikator kinerja (performance indicator)
didefinisikan sebagai berikut:
1) Indikator kinerja sebagai nilai atau karakteristik tertentu yang dipergunakan untuk mengukur output atau outcome suatu kegiatan.
2) Sebagai alat ukur yang dipergunakan untuk menentukan derajat keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.
3) Sebagai ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan oleh
organisasi.
4) Suatu informasi operasional yang berupa indikasi mengenai kinerja atau kondisi suatu fasilitas atau kelompok fasilitas.
Hal lain, Mahmudi (2013:155) berpendapat bahwa indikator kinerja
merupakan sarana atau alat (means) untuk mengukur hasil suatu aktivitas,
kegiatan, atau proses, dan bukan hasil atau tujuan itu sendiri (ends). Peran
indikator kinerja bagi organisasi sektor publik adalah memberikan tanda atau
rambu-rambu bagi manajer dan pihak luar untuk menilai kinerja organisasi.
Selain itu pula, Mahmudi (2013:156) mengemukakan peran indikator
kinerja diantaranya yaitu:
1) Membantu memperbaiki praktik manajemen 2) Meningkatkan akuntabilitas manajemen dengan memberikan tanggung
jawab secara ekplisit dan pemberian bukti atas suatu keberhasilan atau
kegagalan.
3) Memberikan dasar untuk melakukan perencanaan kebijakan dan pengendalian
4) Memberikan informasi yang esensial kepada manajemen sehingga memungkinkan bagi manajemen untuk melakukan pengendalian
kinerja di semua level organisasi.
5) Memberikan dasar untuk pemberian kompensasi kepada staff.
Menurut Hersey, Blanchard dan Johnson yang dikutip oleh Wibowo
(2011:102) terdapat tujuh indikator kinerja yaitu:
-
27
1) Tujuan, merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari oleh seorang individu dan organisasi untuk dicapai. Untuk mencapai tujuan
diperlukan kinerja individu, kelompok, dan organisasi. Kinerja individu
maupun organisasi berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang
diinginkan.
2) Standar, merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan
tercapai. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu
memcapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara
atasan dan bawahan.
3) Alat atau sarana, merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau saran
merupakan faktor penunjang untuk mencapai tujuan. Tanpa alat atau
sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak
dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya. Tanpa alat atau sarana
tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan.
4) Kompetensi, merupakan persyaratan utama dalam kinerja. Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik.
Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang
berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
5) Motif, merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada karyawan
dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan
tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau, meminta umpan
balik, memberikan kebebasan melakukan pekerjaan termasuk waktu
melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya yang diperlukan dan
menghapuskan yang mengakibatkan disinsentif.
6) Peluang, pekerja perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada
adanya kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan
waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat. Jika pekerja dihindari
karena supervisor tidak percaya terhadap kualitas dan kepuasan
konsumen, mereka secara efektif akan dihambat dari kemampuan
memenuhi syarat untuk berprestasi.
7) Umpan balik, antar tujuan, standar dan umpan balik bersifat saling terkait. Umpan balik melaporkan kemajuan, baik kualitas maupun
kuantitas, dalam mencapai tujuan yang didefinisikan oleh standar.
Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur
kemajuan kinerja , standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan
umpan balik dilakukan evalusasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya
dapat dilakukan perbaikan kinerja.
Sedangkan Moeheriono (2010:82), indikator kinerja dalam Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) disajikan sebagai berikut:
-
28
1) Masukan (inputs), yaitu ukuran tingkat pengaruh sosial ekonomi, lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian
indikator kinerja dalam suatu kegiatan.
2) Keluaran (outputs), kegunaan suatu keluaran (outputs) yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Dapat berupa tersedianya fasilitas yang
dapat diakses atau dinikmati oleh publik.
3) Hasil(outcomes), yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah outcomes
merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk atau jasa dapat
memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.
4) Manfaat(benefits), yaitu segala sesuatu berupa produk/jasa (fisik dan nonfisik) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dan
program berdasarkan masukan yang digunakan.
5) Dampak(impacts), yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan atau dalam rangka
menghasilkan output, misalnya sumber daya manusia, dana, material,
waktu, dan teknologi.
Sementara itu, Zeithaml, Parasuraman & Berry yang dikutip oleh
Ratminto & Atik Septi Winarsih (2010:175) mengemukakan indikator kinerja
pelayanan sebagai berikut:
1) Tangibles atau ketampakan fisik, artinya petampakan fisik dari gedung, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki
oleh providers.
2) Reliability atau reliabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat.
3) Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong customers dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.
4) Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan
kepada customers.
5) Empathy adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers kepada customers.
2.1.7 Pengukuran Kinerja Sektor Publik Sebagai Pengendalian Manajemen
Dalam organisasi birokrasi atau sektor publik, pendekatan manajemen
yang sering digunakan adalah model pengendalian formal. Menurut Mahmudi
(2013:58), pengendalian formal dilakukan melalui kegiatan-kegiatan resmi
-
29
organisasi yang biasanya bersifat rutin, misalnya perencanaan strategik,
pembuatan program, penganggaran, evaluasi kinerja, rapat atau pertemuan rutin,
dan sebagainya.
Taylor yang dikutip oleh Mahmudi (2013:59) menyatakan bahwa
pengendalian merupakan bentuk ilmiah dari manajemen. Sebelumnya manajemen
dipahami sebagai seni semata-mata. Namun ternyata manajemen bisa dipelajari
melalui pendekatan ilmiah. Pengendalian manajemen melalui beberapa aktivitas,
yaitu:
1) Perencanaan aktivitas yang akan dilakukan organisasi 2) Pengkoordinasian aktivitas berbagai bagian organisasi 3) Pengkomunikasian informasi ke seluruh bagian organisasi 4) Evaluasi terhadap informasi 5) Pembuatan keputusan 6) Mempengaruhi orang-orang dalam organisasi untuk mengubah prilaku
2.1.8 Konsep Bencana
Menurut W. Nick Carter yang dikutip oleh Nurjanah dkk (2013:10)
memberikan definisi bencana yang dimuat dalam buku disaster management
yaitu:
an event, natural or man-made, sudden or progressive, which impacts
with such severity that the affected community has to respond by taking
exceptional measures
Definisi lain menurut International Strategy for Disaster Reduction (UN-
ISDR-2002,24) adalah:
a serious disruption of the functioning of a community or a society
causing widespread human, material, economic, or environmental
losses which exceed the ability of the affected community/society to
cope using its own resources.
( suatu kejadian, yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia,
terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan
hilangnya jiwa manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan,
-
30
kejadian ini terjadi di luar kemampuan masyarakat dengan segala
sumberdayanya).
Berdasarkan definisi bencana di atas, dapat digeneralisasikan bahwa untuk
dapat disebut bencana harus dipenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Ada peristiwa, 2. Terjadi karena faktor alam atau karena ulah manusia, 3. Terjadi secara tiba-tiba (sudden) akan tetapi dapat juga terjadi secara
perlahan-lahan/bertahap (slow),
4. Menimbulkan hilangnya jiwa manusia, harta benda, kerugian sosial ekonomi, kerusakan lingkungan, dan lain-lain,
5. Berada di luar kemampuan masyarakat untuk menanggulanginya. Sedangkan definisi menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana yaitu sebagai berikut:
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Menurut Nurjanah dkk (2013:13) menyatakan bahwa peristiwa yang
ditimbulkan oleh gejala alam maupun yang diakibatkan oleh kegiatan manusia,
baru dapat disebut bencana ketika masyarakat/manusia yang terkena dampak oleh
peristiwa itu tidak mampu untuk menanggulanginya. Ancaman alam itu sendiri
tidak selalu berakhir dengan bencana. Ancaman alam menjadi bencana ketika
manusia tidak siap untuk menghadapinya dan pada akhirnya terkena dampak.
Kerentanan manusia terhadap dampak gejala alam, sebagian besar ditentukan oleh
tindakan manusia atau kegagalan manusia untuk bertindak.
Terjadinya bencana adalah karena adanya pertemuan antara bahaya dan
kerentanan, serta ada pemicunya. Berikut gambar 2.1 Proses tejadinya bencana.
-
31
Gambar 2.1 Proses Terjadinya Bencana
(Sumber: Nurjanah dkk.Manajemen Bencana.2013 hal 14)
Berdasarkan gambar di atas bahwa bencana terjadi setelah melalui proses
tiga unsur yang diantaranya yaitu:
1. Bahaya Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai
potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan
kerusakan lingkungan.
2. Kerentanan (vulnerability) Kerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau
masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan
dalam menghadapi ancaman bahaya.
3. Resiko bencana (risk disaster) Risiko bencana adalah interaksi antara tingkat kerentanan daerah
dengan ancaman bahaya yang ada.
2.1.9 Faktor-faktor Penyebab Bencana
Menurut Nurjanah dkk (2013:21) menyatakan terdapat tiga penyebab
terjadinya bencana yaitu: (1) Faktor alam (natural disaster) karena fenomena
alam dan tanpa ada campur tangan manusia, (2) Faktor non-alam (non-natural
disaster) yaitu bukan karena fenomena alam dan juga bukan akibat perbuatan
manusia, (3) faktor sosial/manusia (man-made disaster) yang murni akibat
perbuatan manusia, misalnya konflik horizontal, konflik vertikal, dan terorisme.
Bahaya
Kerentanan
Risiko
Bencana
Bencana
Pemicu
-
32
Menurut UNDRO (1992) yang dikutip oleh Nurjanah dkk (2013:22) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya kerentanan, adalah (1) berada di
lokasi berbahaya, (2) kemiskinan, (3) perpindahan penduduk dari desa ke kota, (4)
kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan, (5) pertambahan penduduk yang
besar, (6) perubahan budaya, dan (7) kurangnya informasi dan kesadaran.
Sedangkan menurut Eko Teguh Paripurno dalam Nurjanah dkk (2013:22),
sumber ancaman bencana dapat dikelompokkan ke dalam empat sumber ancaman,
yaitu:
1. Sumber ancaman klimatologis Adalah sumber ancaman yang ditimbulkan oleh pengaruh iklim,
dapat berupa rendah dan tingginya curah hujan, tinggi dan
derasnya ombak di pantai, arah angin, serta beberapa kejadian
alam lain yang sangat erat hubungannya dengan iklim dan cuaca.
2. Sumber ancaman geologis Yaitu sumber ancaman yang terjadi oleh adanya dinamika bumi,
baik berupa pergerakan lempeng bumi, bentuk dan rupa bumi,
jenis dan materi penyusunan bumi.
3. Sumber ancaman industri dan kegagalan teknologi Adalah sumber ancaman akibat adanya kegagalan teknologi
maupun kesalahan pengelolaan suatu proses industri,
pembuangan limbah, polusi yang ditimbulkan, atau dapat pula
akibat proses persiapan produksi.
4. Faktor manusia juga merupakan salah satu sumber ancaman Perilaku atau ulah manusia, baik dalam pengelolaan lingkungan,
perebutan sumberdaya, permasalahan ras dan kepentingan
lainnya serta akibat dari sebuah kebijakan yang berdampak pada
sebuah komunitas pada dasarnya merupakan sumber ancaman.
2.1.10 Jenis-jenis Bencana Alam di Indonesia
Karakteristik perlu diidentifikasi dan dipahami oleh aparatur pemerintah
dan masyarakat terutama yang tinggal di daerah atau wilayah rawan bencana.
Upaya mengenal karakteristik bencana yang sering dilakukan merupakan suatu
-
33
upaya mitigasi, sehingga diharapkan apabila terjadi bencana dampaknya dapat
dikurangi.
Berikut deskripsi dari sejumlah jenis-jenis bencana yang sering terjadi di
Indonesia menurut Nurjanah dkk (2013:24), yaitu sebagai berikut:
1. Banjir 2. Tanah longsor 3. Kekeringan 4. Kebakaran lahan dan hutan 5. Angin badai 6. Gempa bumi 7. Tsunami 8. Letusan gunung api
2.1.11 Dampak Bencana
UNDRO (1992) yang dikutip oleh Nurjanah dkk (2013:33)
mengemukakan, bencana serius dapat mengganggu inisiatif-inisiatif pembangunan
dalam beberapa cara, termasuk: (1) hilanggnya sumber-sumber daya, (2)
gangguan terhadap program-program, (3) pengaruh pada iklim investasi, (4)
pengaruh pada sektor non formal, dan (5) destabilisasi politik.
Sedangkan menurut Benson and Clay (2004) dalam Nurjanah dkk
(2013:35) menyatakan bahwa dampak bencana dapat dibagi kedalam tiga bagian,
yakni:
1. Dampak langsung (direct impact) Meliputi kerugian finansial dari kerusakan aset ekonomi,
misalnya rusaknya bangunan tempat tinggal, infrastruktur, lahan
pertanian dan lain-lain.
2. Dampak tidak langsung (indirect impact) Meliputi berhentinya proses produksi, hilangnya output dan
sumber penerimaan.
3. Dampak sekunder (secondary impact) Meliputi terhambatnya pertumbuhan ekonomi, terganggunya
rencana pembangunan yang telah disusun, meningkatnya defisit
-
34
neraca pembayaran, meningkatnya angka kemiskinan dan lain-
lain.
2.1.12 Manajemen Bencana
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
mendefinisikan bahwa manajemen bencana (disaster management) sebagai
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi.
Menurut Nurjanah dkk (2013:42) mengemukakan bahwa manajemen
bencana (disaster management) adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
bencana beserta segala aspek yang berkaitan dengan bencana, terutama risiko
bencana dan bagaimana menghindari risiko bencana. Manajemen bencana
merupakan proses dinamis tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen yang
meliputi dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
penggerakan (actuating), dan pengawasan (controlling).
Sedangkan menurut W. Nick Carter dalam Nurjanah (2013:44) definisi
manajemen bencana yaitu:
an applied science which seeks, by the systematic observation and
analysis of disasters, to improve measures relaitng to prevention,
mitigation, preparedness, emergency response and recovery.
Selanjutnya dalam wikipedia, Emergency Management (2007)
mengemukakan bahwa penanggulangan bencana adalah proses yang terus
menerus di mana setiap individu, kelompok, dan masyarakat berusaha mengatur
-
35
risiko untuk menghindari atau memperbaiki dampak dari suatu bencana yang
dihasilkan dari suatu musibah.
Dalam manajemen bencana terdapat tiga aspek yang mendasar yaitu : (1)
respon terhadap bencana, (2) kesiapsiagaan menghadapi bencana, (3) minimasi
efek bencana (mitigasi). Ketiga aspek ini bersesuaian dengan siklus manajemen
bencana yaitu dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2 Siklus Manajemen Bencana
Sumber: Nick Carter dalam Nurjanah dkk.(2013:42)
2.1.13 Prinsip-prinsip Manajemen Bencana
Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana pasal 3 disebutkan bahwa azas/ prinsip-prinsip
manajemen penanggulangan bencana yaitu: kemanusiaan, keadilan, kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keseimbangan, keselarasan,
ketertiban dan kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Kesiapsiagaan
Mitigasi
Pencegahan Pembangunan
Bencana
Tanggap darurat
Pemulihan
-
36
Selain itu, Nurjanah dkk (2013:45) mengemukakan bahwa
penanggulangan bencana harus didasarkan pada prinsip-prinsip praktis sebagai
berikut:
1. Cepat dan Tepat Bahwa penanggulangan bencana dilaksanakan dengan secara cepat
dan tepat sesuai dengan tututan keadaan.
2. Prioritas Prioritas dimaksudkan sebagai upaya penanggulangan bencana
yang harus mengutamakan kelompok rentan.
3. Koordinasi dan Keterpaduan Koordinasi dimaksudkan sebagai upaya penanggulangan bencana
yang didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung.
Sedangkan keterpaduan dimaksudkan sebagai upaya
penanggulangan bencana dilaksanakan oleh berbagai sektor secara
terpadu yang didasarkan pada kerjasama yang baik dan sailng
mendukung.
4. Berdayaguna dan Berhasilguna Dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak
membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
5. Transparansi dan Akuntabilitas Transparansi dimaksudkan bahwa penanggulangan bencana
dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan akuntabilitas adalah bahwa penanggulangan bencana
dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara
etik dan hukum.
6. Kemitraan Penanggulangan bencana harus melibatkan berbagai pihak secara
seimbang.
7. Pemberdayaan Penanggulangan bencana dilakukan dengan melibatkan korban
bencana secara aktif.
8. Non Diskriminatif Penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang
berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik
apapun.
9. Non-Proselitisi Dalam penanggulangan bencana dilarang menyebarkan agama dan
atau keyakinan.
-
37
2.1.14 Tahapan Penanggulangan Bencana
Tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak sesuai dengan Undang-undang Nomor
24 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
1. Tahapan Pra Bencana
Tujuan : Pengurangan Risiko Bencana
Manajemen : Manajemen Risiko Bencana
Penyelenggaraan : Situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat
potensi bencana
Kegiatan:
1) Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko
bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun
kerentanan pihak yang terancam bencana (situasi tidak terjadi
bencana).
2) Mitigasi (mitigation) adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana (situasi terdapat potensi bencana).
2. Tahapan Saat Bencana
Tujuan : Penanganan darurat
Manajemen : Manajemen darurat
-
38
Penyelenggaraan : Situasi tanggap darurat
Kegiatan :
1) Tanggap darurat (emergency response) yaitu serangkain
kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan,
yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban,
harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
prasarana dan sarana.
3. Tahapan Pasca Bencana
Tujuan : Pemulihan
Manajemen : Manajemen pemulihan
Penyelenggaraan : Situasi tanggap darurat
Kegiatan :
1) Rehabilitasi yaitu perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang
memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama
untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca
bencana.
2) Rekonstruksi yaitu pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada
tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran
-
39
utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian,
sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.
(Sumber: Rencana Strategis (Renstra) Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Kabupaten Lebak 2014-2018)
2.1.15 Konsep Banjir
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), banjir adalah berair
banyak dan deras, atau terbenamnya daratan karena volume air yang meningkat.
Dengan kata lain, banjir adalah dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang
oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Sedangkan, Wikipedia mengemukakan
bahwa banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan
merendam daratan. Banjir diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti
sungai atau danau yang meluap atau menjebol bendungan sehingga air keluar dari
batasan alaminya. Banjirpun dapat terjadi di sungai ketika alirannya melebihi
kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.
Sejalan dengan pengertian dalam buku profil Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Banten (2013), bahwa banjir adalah aliran air
sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari palung
sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Aliran air
limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah
yang biasanya tidak dilewati aliran air.
-
40
Menurut Pusat Pendidikan Mitigasi Bencana (2010) mengemukakan
bahwa banjir adalah peristiwa tergenang dan terbenamnya daratan (yang biasanya
kering) karena volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan
air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan besar, peluapan sungai, atau
pecahnya bendungan sungai.
Menurut kodoatie dan Sugiyanto (2002) sebab-sebab alami banjir antara
lain:
1. Curah hujan 2. Pengaruh fisiografi 3. Erosi dan sedimentasi 4. Kapasitas sungai 5. Kapasitas drainase yang tidak memadai 6. Pengaruh air pasang
Sedangkan, BPBD Provinsi Banten dalam buku Profil Daerah Rawan
Bencana, terdapat beberapa faktor penyebab banjir diantaranya:
1. Curah hujan tinggi 2. Permukaan tanah lebih rendah dibandingkan muka air laut 3. Terletak pada suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan
pengaliran air keluar sempit
4. Banyak permukiman yang dibangun pada dataran sepanjang sungai 5. Aliran sungai tidak lancar akibat banyaknya sampah serta bangunan di
pinggir sungai
6. Kurangnya tutupan lahan di daerah hulu sungai
Selain itu pula dalam buku Panduan Penanggulangan Bencana Provinsi
Banten (2013:17), bahwa untuk mengurangi dampak banjir yakni:
1. Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi lahan; 2. Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini pada bagian
sungai yang sering menimbulkan banjir;
3. Tidak membangun rumah dan pemukiman di bantaran sungai serta daerah banjir
4. Tidak membuang sampah ke dalam sungai, mengadakan program pengerukan sungai
5. Pemasangan pompa untuk daerah yang lebih rendah dari permukaan laut
-
41
6. Program penghijauan daerah hulu sungai harus selalu dilaksanakan serta mengurangi aktifitas di bagian sungai rawan banjir
7. Membentuk polisi peduli lingkungan
2.1.15 Tugas dan Fungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Lebak
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak
merupakan unsur pelaksana bidang penanggulangan bencana, dipimpin oleh
kepala badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati
melalui Sekretaris Daerah. BPBD Kabupaten Lebak mempunyai tugas
melaksanakan kewenangan otonomi daerah di bidang penanggulangan bencana,
melaksanakan urusan kebencanaan berdasarkan azas otonomi dan tugas
pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi
Banten.
Adapun tugas BPBD Kabupaten Lebak mengacu kepada Peraturan Daerah
Kabupaten Lebak Nomor 3 tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata
Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lebak, diantaranya
yaitu:
1. Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan
bencana sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah dan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana yang mencakup pencegahan bencana,
penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara;
2. Menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan
penanggulangan bencana berdasarkan perundang-undangan;
3. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta relawan bencana;
-
42
4. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;
5. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Bupati
setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi
darurat bencana;
6. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;
7. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah dan sumber lain yang sah;
8. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
Sedangkan fungsi BPBD Kabupaten Lebak dalam menjalankan tugas
mempunyai fungsi yaitu:
1. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan
efisien; dan
2. Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu dan menyeluruh.
2.2 Penelitian Terdahulu
Temuan-temuan hasil dari penelitian sebelumnya merupakan sebagai
alat/bahan pertimbangan dan data pendukung dalam penelitian yang sedang
dilakukan. Penelitian terdahulu, harus ada keterkaitan dengan penelitian yang
sedang diteliti, sehingga dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan pendukung
data. Oleh karena pentingnya melihat hasil penelitian yang terdahulu, maka
-
43
peneliti akan memaparkan setidaknya dua hasil penelitian yang sudah ada.
Pemaparan hasil penelitian akan dijelaskan di bawah ini.
1) Peneliti Pertama
Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Jurusan Ilmu
Administrasi Negara Universitas Sumatera, Marino Y. Cristanti
Marbun tahun 2013 dengan judul peranan koordinasi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan dalam upaya
penanggulangan bencana banjir di kota Medan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kota Medan dalam upaya penanggulangan bencana banjir. Dari hasil
penelitian ini didapat beberapa temuan diantaranya, yaitu Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan belum
melakukan koordinasi sesuai tupoksi; koordinasi yang dilakukan
bersifat arahan/himbauan berupa surat dan koordinasi Pemerintah
Kota Medan dalam pemberian bantuan logistik kepada masyarakat
korban banjir berjalan kurang baik.
2) Peneliti Kedua
Penelitian yang dilakukan oleh Chandra Yudiana Efendi jurusan
Ilmu Pemerintahan Universitas Komputer Indonesia mengenai Kinerja
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Wilayah
kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2012. Penelitian ini
menggunakan teori kinerja organisasi publik menurut Dwiyanto yang
terdiri dari lima indikator yaitu produktivitas, kualitas layanan,
-
44
responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas. Sedangkan metode
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Dari hasil
penelitian menunjukan: (1) Produktivitas kinerja BPBD Kabupaten
Bandung sudah cukup baik, (2) Kualitas layanan kinerja BPBD
Kabupaten Bandung cukup baik dilihat dari adanya fasilitas teknologi
komunikasi dan informasi serta adanya diklat kepada aparatur dan
masyarakat, (3) Responsivitas kepada masyarakat di wilayah
kecamatan Baleendah cukup baik, hal tersebut di lihat dari adanya
peringatan dini dan tanggap darurat serta pemenuhan akan kebutuhan
masyarakat yang terkena banjir, (4) Responsibilitas BPBD Kabupaten
Bandung berjalan cukup baik karena sudah sesuai dengan SOP, (5)
Akuntabilitas kinerja BPBD Kabupaten Bandung sudah baik dilihatnya
dari tercapainya sasaran dari kegiatan atau program. Dengan demikian,
dalam penelitian kinerja BPBD Kabupaten Bandung dalam upaya
penanggulangan banjir di wilayah Baleendah dinilai sudah cukup baik.
3) Peneliti yang Bersangkutan (Mahasiswa)
Penelitian ini berjudul Kinerja Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) dalam penanggulangan bencana banjir di Kabupaten
Lebak. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Kinerja
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dalam
Penanggulangan Bencana Banjir Di Kabupaten Lebak. Sedangkan
metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif.
-
45
Peneliti menemukan beberapa permasalahan terkait dengan kinerja
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak
dalam upaya penaggulangan bencana banjir di Kabuapten Lebak.
Permasalahannya, yaitu Keterbatasan jaringan informasi dan
komunikasi yang efektif dalam penyebaran informasi kebencanaan
kepada masyarakat, Sumber daya manusia atau aparatur BPBD
Kabupaten Lebak yang terbatas, Keterbatasan sarana dan prasarana
dalam penanggulangan bencana banjir, Belum adanya Peraturan
Daerah tentang Pendanaan Bencana, dan Ketidakefektifan sosialisasi
penanggulangan bencana banjir.
2.3 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan alur pemikiran peneliti dalam penelitian dan
sebagai kelanjutan dari kajian teori untuk memberikan penjelasan dari kinerja
BPBD Kabupaten Lebak dalam penanggulangan bencana banjir, maka dalam
penelitian ini dibuatkanlah kerangka berfikir. Sehingga dengan adanya kerangka
berfikir ini, baik peneliti maupun pembaca mudah memahami dan mengetahui
tujuan yang ingin dicapai dari penelitian.
Menurut Sugiyono (2010:65) menyatakan bahwa kerangka berfikir
merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan
berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah yang penting. Oleh
karenanya peneliti berangkat dari identifikasi masalah untuk membuat kerangka
-
46
berfikir. Adapun permasalahan-permasalahan yang ada terkait kinerja BPBD
Kabupaten Lebak dalam penanggulangan bencana banjir diantaranya:
1) Keterbatasan jaringan informasi dan komunikasi yang efektif dalam
penyebaran informasi kebencanaan kepada masyarakat.
2) Sumber daya manusia atau aparatur BPBD Kabupaten Lebak yang
terbatas.
3) Keterbatasan sarana dan prasarana dalam penanggulangan bencana
banjir.
4) Belum adanya Peraturan Daerah tentang Pendanaan Bencana.
5) Kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya bencana banjir.
6) Ketidakefektifan sosialisasi penanggulangan bencana banjir.
Berdasarkan dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka
kiranya dibutuhkan suatu alat untuk mengukur kinerja BPBD yang optimal dalam
penanggulangan bencana banjir. Di bawah ini akan dikemukakan mengenai
indikator kinerja yang menjadi titik acuan untuk mengetahui kinerja BPBD
dengan menggunakan indikator kinerja organisasi menurut Hersey, Blanchard,
dan Johnson yang dikutip oleh Wibowo (2011:102) yaitu:
1. Tujuan 2. Standar 3. Alat atau sarana 4. Kompetensi 5. Motif 6. Peluang 7. Umpan Balik
Indikator kinerja organisasi yang telah disebutkan di atas, dinilai dan
dianggap lebih rasional dan tepat untuk menjawab permasalahan-permasalahan
-
47
yang ada pada kinerja BPBD dalam penanggulangan bencana banjir. Dengan
diadakannya pengukuran kinerja sesuai indikator kinerja organisasi yang telah
disebutkan di atas, maka diharapkan BPBD kabupaten Lebak lebih optimal lagi
dalam penanggulangan bencana banjir khususnya di kecamatan Rangkasbitung.
Untuk lebih jelasnya kerangka berfikir dapat di lihat pada gambar 2.3 di bawah
ini.
-
48
Gambar 2.3
Kerangka Berfikir
Gambar 2.3 Kerangka Berfikir
Identifikasi Masalah:
1. Keterbatasan jaringan informasi dan komunikasi yang efektif dalam penyebaran informasi kebencanaan kepada masyarakat
2. SDM atau aparatur BPBD Kabupaten Lebak yang terbatas 3. Keterbatasan sarana dan prasarana dalam penanggulangan bencana banjir. 4. Belum adanya Peraturan Daerah tentang Pendanaan Bencana 5. Ketidakefektifan sosialisasi penanggulangan bencana banjir
Kinerja Organisasi:
1. Tujuan
2. Standar
3. Alat/sarana
4. Kompetensi
5. Motif
6. Peluang
7. Umpan Balik
(Hersey, Blanchard, dan Johnson, dalam buku Wibowo 2011:102)
Terwujudnya Kinerja BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir
Di Kabupaten Lebak Yang Optimal
Penyelenggaraan BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir
Di Kabupaten Lebak
-
49
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang
akan diteliti dan akan dibuktikan kebenarannya. Hipotesis memberi hasil dari
refleksi peneliti berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berfikir yang akan
digunakan sebagai dasar argumentasi. Pada penelitian ini, hipotesis yang
digunakan oleh peneliti adalah hipotesis deskriptif yaitu merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah deskriptif.
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berfikir maka pada penelitian
ini, hipotesis yang akan diambil yaitu:
Hipotesis nol : Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Dalam Penanggulangan Bencana Banjir di
Kabupaten Lebak paling rendah atau sama dengan
65 % dari nilai idealnya 100%
Hipotesis alternatif : Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Dalam Penanggulangan Bencana Banjir di
Kabupaten Lebak paling tinggi 65 % dari nilai
idealnya 100%
H0 : > 65%
Ha : < 65%
-
50
Dari hipotesis di atas, maka peneliti menentukan dan mengambil salah
satu hipotesis untuk penelitian, yaitu:
Ha : < 65%
Hipotesis alternatif : Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Dalam Penanggulangan Bencana Banjir di
Kabupaten Lebak paling tinggi 65 % dari nilai
idealnya 100%
-
51
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2010:1) Metode penelitian pada dasarnya merupakan
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Berdasarkan tersebut terdapat empat kata kunci yang harus diperhatikan yaitu
cara ilmiah, tujuan dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu
didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional
berarti kegiatan itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga
terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara itu dapat diamati
oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-
cara yang digunakan. Sistematis berarti proses yang digunakan dalam penelitian
itu mengguanakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
Sedangkan Usman dan Setadi Akbar (2011:41), mengemukakan bahwa
metodologi penelitian ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-
peraturan yang terdapat dalam penelitian. Ditinjau dari filsafat, metodologi
penelitian merupakan epistimologi penelitian, yaitu yang menyangkut bagaimana
kita mengadakan penelitian.
Untuk menemukan jawaban dalam masalah-masalah, tujuan dan manfaat
yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka metode penelitian yang berjudul
Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dalam
-
52
Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Lebak ini adalah metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.
Menurut Sugiyono (2007:8), Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan
sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan
untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik,
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Irawan (2006:108), menjelaskan bahwa metode deskriptif digunakan untuk
mengkaji sesuatu seperti apa adanya (variabel tunggal) atau pola hubungan
(korelasional) antara dua atau lebih variabel. Sedangkan menurut Suryabarata
(1992:24), metode penelitian deskriptif adalah penelitian mendalam mengenai unit
sosial tertentu, yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan
terorganisasi menganai unit tersebut.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian Kinerja Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Dalam Penanggulangan Bencana Banjir Di Kabupaten Lebak
adalah organisasi BPBD Kabupaten Lebak dan masyarakat Kabupaten Lebak
yang mengharapkan pelayanan dalam bidang penanggulangan bencana banjir
berjalan dengan baik dan terwujudnya masyarakat yang tangguh akan bencana.
-
53
3.3 Lokasi Penelitian
Dalam penelitian Kinerja Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD)
Dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Lebak ini, penetapan
lokasi terdapat di daerah Kabupaten Lebak yang merupakan daerah rawan akan
bencana banjir. Daerah rawan bencana banjir di Kabupaten Lebak terdapat 15
Kecamatan dari jumlah keseluruhan 28 Kecamatan yang berada di Kabupaten
Lebak