KINERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA …repository.fisip-untirta.ac.id/560/1/KINERJA BADAN...

156
KINERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD) DALAM PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI KABUPATEN LEBAK SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Konsentrasi Manajemen Publik Oleh: Anwar Musyadad NIM. 6661103432 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015

Transcript of KINERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA …repository.fisip-untirta.ac.id/560/1/KINERJA BADAN...

  • KINERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

    DAERAH (BPBD) DALAM PENANGGULANGAN

    BENCANA BANJIR DI KABUPATEN LEBAK

    SKRIPSI

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Sarjana (S1)

    Pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Konsentrasi Manajemen Publik

    Oleh:

    Anwar Musyadad

    NIM. 6661103432

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

    UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

    2015

  • i

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

    dan hidayah-Nya, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan Proposal skripsi

    penelitian ini yang berjudul Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah

    Dalam Penanggulangan Bencana Banjir Di Kecamatan Rangkasbitung

    Kabupaten Lebak .

    Adapun proposal skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi syarat untuk

    bisa melakukan penelitian lapangan yang kemudian akan menjadi skripsi yang

    merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial pada

    konsentrasi Manajemen Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara.

    Dalam penyusunan proposal skripsi ini Peneliti melibatkan banyak pihak

    yang senantiasa memberikan bantuan, baik berupa pengajaran, bimbingan,

    dukungan moral dan materil, maupun keterangan-keterangan yang sangat berguna

    hingga tersusunnya skripsi ini. Untuk itu, dengan rasa hormat Peneliti

    mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat., M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng

    Tirtayasa.

    2. Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

    Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

    3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si, Wakil Dekan I Bidang Akademik

    FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

  • ii

    4. Mia Dwianna W, M.Ikom., Wakil Dekan II Bidang Keuangan danUmum

    FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

    5. Ismanto, S.Sos., MM., Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan FISIP

    Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

    6. Rina Yulianti, S.IP., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi

    Negara FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

    7. Anis Fuad, S.Sos., M.Si., Sekertaris Program Studi Ilmu Administrasi

    Negara FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

    8. Riny Handayani M.Si., Dosen Pembimbing I, terima kasih telah

    meluangkan waktunya untuk melakukan sesi bimbingan dan memberikan

    masukan serta arahannya yang sangat membantu Peneliti dalam

    menghadapi masalah-masalah terkait penyusunan skripsi ini.

    9. Deden M. Haris M.Si., terima kasih atas pengarahan dan bimbingannya

    selama ini.

    10. Kepada seluruh Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara yang

    tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah dan pernah

    memberikan bekal-bekal ilmiah kepada peneliti selama proses belajar

    mengajar.

    11. Para staf Tata Usaha (TU) Program Studi Ilmu Administrasi Negara atas

    segal sumbangsihnya.

    12. Untuk Kedua orang tuaku, Ibu dan Bapak yang selau memberikan

    dorongan, doa dan biaya tanpa henti hingga detik ini.

  • iii

    13. Untuk Kakak-kakaku yang selalu memberikan motivasi untuk

    menyelesaikan proposal penelitian ini.

    14. Yth. Bapak Kaprawi selaku Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan

    Bencana Daerah Kabupaten Lebak, Bapak Bernardi Kasie. Kedaruratan,

    Bapak Febi Kasie. Kesiapsiagaan. Terima kasih atas arahan dan pemberian

    data-data kepada peneilti.

    15. Kepada Sdr. Nani Nurul Hidayah atas doa dan motivasi yang tiada henti

    kepada peneliti. Kamu adalah seseorang yang berharga bagi hidupku.

    16. Kepada sahabatku Agus Muizudin, Ismatullah, Adi Fajar Nugraha, Yogi

    M. Akbar dan Rifki Apriadi Firdaus yang selalu membantu peneliti dalam

    penelitian ini.

    17. Kepada teman-teman seperjuangan, Aat Syafaat, Ikhwan Effendi, Wahyu

    Firmansyah, Arif, Syandi Negara, dan Noel Ricky R yang telah

    memberikan semangat kepada peneliti.

    18. Kepada teman-teman kelas G Non Reguler angkatan 2010, teman-teman

    Administrasi Negara angkatan 2010 yang telah menjadi sahabat dan

    menemani penulis selama perkuliahan di kampus.

    19. Kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu, terima

    kasih telah bersedia membantu dan memberikan informasi dalam

    penyusunan skripsi ini.

    Peneliti menyadari bahwa proposal skripsi ini masih jauh dari

    kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan ilmu Peneliti. Oleh karena itu, Peneliti

    dengan rendah hati memohon maaf atas kekurangan dan kelemahan yang terdapat

  • iv

    dalam skripsi ini, Peneliti berharap adanya kritik dan saran yang bersifat

    membangun demi kesempurnaan penelitian ini.

    Serang, 4 September 2014

    Anwar Musyadad

  • v

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ...................................................................... i

    DAFTAR ISI ...................................................................................... v

    DAFTAR TABEL ............................................................................. viii

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................... ix

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

    1.2 Identifikasi Masalah ...................................................................... 10

    1.3 Batasan dan Rumusan Masalah ..................................................... 11

    1.3.1 Batasan Masalah................................................................... 11

    1.3.2 Rumusan Masalah ................................................................ 11

    1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................... 11

    1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 12

    1.6 Sistematika Penulisan ................................................................... 12

    BAB II DESKRIPSI TEORI DAN ASUMSI DASAR

    2.1 Deskripsi Teori .............................................................................. 16

    2.1.1 Konsep Kinerja .............................................................. 16

    2.1.2 Konsep Organisasi ......................................................... 19

    2.1.3 Konsep Kinerja Organisasi ............................................ 20

  • vi

    2.1.4 Tujuan Pengukuran Kinerja Sektor Publik .................... 21

    2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ................... 22

    2.1.6 Indikator Kinerja ............................................................ 22

    2.1.7 Pengukuran Kinerja Sektor Publik Sebagai Pengendalian

    Manajemen ..................................................................... 25

    2.1.8 Konsep Bencana ............................................................ 26

    2.1.9 Faktor-Faktor Penyebab Bencana .................................. 28

    2.1.10 Jenis-jenis Bencana Alam di Indonesia ......................... 29

    2.1.11 Dampak Bencana ........................................................... 29

    2.1.12 Manajemen Bencana ...................................................... 30

    2.1.13 Prinsip-prinsip Manajemen Bencana ............................. 32

    2.1.14 Tahapan Penanggulangan Bencana ............................... 33

    2.1.15 Konsep Banjir ................................................................ 35

    2.2 Penelitian terdahulu ....................................................................... 37

    2.3 Kerangka Berfikir.......................................................................... 40

    2.4 Asumsi Dasar ................................................................................ 44

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Metode Penelitian.......................................................................... 45

    3.2 Sasaran Penelitian ......................................................................... 45

    3.3 Instrument Penelitian .................................................................... 46

    3.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 47

    3.5 Informan Penelitian ....................................................................... 51

    3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data .......................................... 52

  • vii

    3.7 Pengujian Keabsahan Data ............................................................ 56

    3.8 Lokasi dan Jadwal Penelitian ........................................................ 57

    3.8.1 Lokasi Penelitian ............................................................ 57

    3.8.2 Jadwal Penelitian ........................................................... 57-58

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    .

    .

    .

    .

    .

    .

  • viii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1 Daerah Rawan Bencana di Kabupaten Lebak Tahun 2013. 3

    Tabel1.2 Data Kerusakan Bencana Banjir di Kabupaten Lebak Tahun 2013. 4

    Tabel 1.3 Aparatur BPBD Kabupaten Lebak Berdasarkan Tingkat Pendidikan.. 8

    Tabel 3.1 Pedoman Wawancara.. 48

    Tabel 3.2 Kategori dan Spesifikasi Informan 52

    Tabel 3.3 Jadwal Penelitian 58

    .

  • ix

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Proses Terjadinya Bencana. 27

    Gambar 2.2 Siklus Manajemen Bencana 32

    Gambar 2.3 Kerangka Berfikir... 43

    .

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Berdasarkan pembukaan UUD 1945 pada alinea ke empat yang

    menyatakan antara lain bahwa Negara melindungi segenap Bangsa Indonesia dan

    seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum. Dalam

    pernyataan ini mempunyai makna, bahwa setiap warga negara berhak

    mendapatkan perlindungan hak-hak dasar, termasuk perlindungan dan hak untuk

    bebas dari rasa takut, ancaman, resiko termasuk dampak bencana. Perlindungan

    atas hak-hak dasar ini menjadikan suatu kewajiban pemerintah untuk

    mewujudkannya dalam bentuk program-program yang sesuai dengan pernyataan

    tersebut.

    Sejalan dengan tujuan konstitusi yang telah disebutkan di atas, maka suatu

    keharusan pemerintah untuk melakukan perlindungan dalam hal penanggulangan

    bencana yang dimuat pada suatu lingkup manajemen bencana (disaster

    management) yang efektif dan efisien, khususnya dalam penanggulangan bencana

    banjir. Penanggulangan bencana banjir memang tidak bisa dilakukan oleh sepihak

    saja yaitu pemerintah, akan tetapi semua pihak harus aktif berperan termasuk

    masyarakat pun harus berpartisipasi dalam penanganan masalah banjir ini.

    Provinsi Banten merupakan daerah yang rawan akan berbagai macam

    bencana. Kondisi daerah Provinsi Banten memiliki geografis, geologis, hidrologis

    dan demografis yang memungkinkan terjadi berbagai macam bencana, baik yang

  • 2

    disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia yang

    menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda

    dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat

    pembangunan nasional. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia,

    selama kurun waktu 13 tahun terakhir di wilayah Provinsi Banten teridentifikasi

    11 jenis kejadian bencana, meliputi: tanah longsor, gempa bumi, banjir dan tanah

    longsor, banjir, kekeringan, abrasi, kecelakaan industri, kecelakaan transportasi,

    aksi teror, KLB dan puting beliung.

    Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten rentan akan berbagai macam

    bencana. Berikut data kejadian bencana Kabupaten/Kota di Provinsi Banten:

    Tabel 1.1

    Data Kejadian Bencana di Provinsi Banten 2000-2013

    Kabupaten/

    Kota

    Teror Banjir Abrasi Gempa

    bumi

    Kecelakaan

    industri

    Kecelakaan

    Transportasi

    Kekeringan KLB Puting

    Beliung

    Tanah

    Longsor

    Kota

    Cilegon

    3 1 1 1 1

    Kota

    Serang

    2 1 3

    Kota

    Tangerang

    7 1 2

    Kota

    Tangerang

    Selatan

    1

    Kab.

    Lebak

    21 9 10 8

    Kab.

    Pandeglang

    1 29 1 3 12 7 4

    Kab.

    Serang

    16 1 19 8 1

    Kab.

    Tangerang

    1 14 1 10 6 3 2

    Total 2 93 2 3 2 1 53 6 34 15

    Sumber: Diadaptasi Dari Profil Daerah Rawan Bencana Provinsi Banten, 2013

    Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa bencana yang sering terjadi di

    Provinsi Banten adalah bencana banjir yaitu 93 kejadian, kekeringan 53 kejadian,

    puting beliung 34 kejadian, dan tanah longsor 15 kejadian. Berdasarkan data

  • 3

    tersebut bencana banjir yang sering terjadi yaitu di daerah Kabupaten Pandeglang

    dan Lebak. Dengan komposisi Kabupaten Lebak 21 dan Kabupaten Pandeglang

    29 kali.

    Oleh karena hal tersebut, pemerintah membuat Undang-Undang tentang

    penanggulangan bencana yang dituangkan pada Undang-Undang No. 24 Tahun

    2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-Undang atau Peraturan ini dibuat

    sebagai payung hukum mengenai proses penyelenggaraan penanggulangan

    bencana di Indonesia. Penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan

    Undang-Undang ini dimulai dari prabencana, pada saat bencana hingga proses

    pemulihan pasca bencana diatur di dalamnya.

    Kabupaten Lebak yang merupakan salah satu dari empat kabupaten dan

    empat kota di provinsi Banten yang memiliki berbagai macam potensi bencana,

    telah menindaklanjutinya dengan mendirikan Badan Penanggulangan Bencana

    Daerah (BPBD) berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 3 Tahun

    2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan

    Bencana Daerah Kabupaten Lebak. Pembentukan Badan Penanggulangan

    Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak ini sebagai salah satu Badan yang

    mempunyai tugas dan fungsi dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di

    wilayah Kabupaten Lebak.

    Dibuatnya Peraturan Daerah mengenai pembentukan Badan

    Penanggulangan Bencana Daerah ini, karena beberapa wilayah daerah di

    Kabupaten Lebak rentan akan berbagai macam bencana. Yang diantaranya adalah

    bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, kekeringan, dan kebakaran.

  • 4

    Menurut data yang tertuang dalam laporan kejadian bencana banjir di Kabupaten

    Lebak tahun 2013, menyatakan bahwa Kabupaten Lebak memiliki 28 kecamatan,

    340 desa dan 5 kelurahan. Dari seluruh kecamatan yang ada di wilayah

    Kabupaten Lebak rentan akan berbagai macam bencana.

    Berikut data wilayah rawan bencana Kabupaten Lebak dapat dilihat pada

    Tabel 1.1 di bawah ini.

    Tabel 1.2

    Daerah Rawan Bencana Di Kabupaten Lebak Tahun 2013

    No. Jenis Bencana Sebaran Wilayah Keterangan

    1. Banjir Kec. Rangkasbitung,

    Kalanganyar, Cimarga, Cibadak,

    Cileles, Malingping, Wanasalam,

    Panggarangan, Bayah, Sobang,

    Cigemblong, Banjarsari,

    Muncang, Cilograng, dan Gunung

    Kencana.

    15 Kecamatan

    2. Longsor Kecamatan Sobang, Lebak

    Gedong, Cigemblong,

    Bojongmanik, Cibeber, Gunung

    Kencana, Muncang, Cipanas,

    Cileles, Cimarga, Cikulur dan

    Cilograng.

    12 Kecamatan

    3. Gempa dan Tsunami Kecamatan Wanasalam,

    Malingping, Cihara, Bayah,

    Cibeber, dan Panggarangan

    6 Kecamatan

    4. Kekeringan Kecamatan Maja, Leuwidamar,

    Muncang, Cilograng, Wanasalam

    dan Curugbitung.

    6 Kecamatan

    5. Kebakaran Kecamatan Leuwidamar (Desa

    Kanekes dan Desa Nagayati) dan

    Kecamatan Sobang.

    2 Kecamatan

    Sumber: Diadaptasi dari Laporan BPBD Kabupaten Lebak Tahun 2013

    Dari tabel 1.2 di atas dapat dilihat bahwa daerah-daerah di Kabupaten

    Lebak rawan/rentan akan bencana. Dimulai dari bencana banjir tersebar di 16

    kecamatan, longsor tersebar di 12 kecamatan, gempa bumi dan tsunami 6

  • 5

    kecamatan, kekeringan 6 kecamatan dan kebakaran tersebar di 2 kecamatan.

    Namun jika di lihat komposisi dari beberapa jenis bencana, dapat dilihat bahwa

    bencana banjir lebih mendominasi jumlahnya yang tersebar di 15 kecamatan di

    Kabupaten Lebak. Dalam hal ini bahwa banjir merupakan bencana yang paling

    banyak terjadi di wilayah Kabupaten Lebak dengan jumlah wilayah tersebar di 15

    kecamatan dari jumlah keseluruhan kecamatan yaitu 28 kecamatan. Hal ini

    menggambarkan bahwa setengah wilayah yang berada di Kabupaten Lebak

    terindikasi sebagai wilayah yang rentan akan bahaya bencana banjir.

    Adapun data kerusakan ataupun dampak bencana yang diakibatkan oleh

    bencana banjir di Kabupaten Lebak Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 1.2 di

    bawah ini.

    Tabel 1.2

    Data Kerusakan Bencana Banjir Di Kabupaten Lebak Tahun 2013

    Rusak Ringan Rusak Berat Rusak Total

    1 Permukiman 292 87 28

    2 Sarana Pendidikan 26 11 0

    3 Jalan dan Jembatan 0 21 2

    4 Sarana Penyediaan Air Minum 2 2 0

    5 Kerusakan Irigasi 0 22 0

    Jumlah 320 143 30

    No UraianTipe Kerusakan

    (Sumber : Diadaptasi dari Laporan BPBD Kabupaten Lebak Tahun 2013)

    Dari data di atas dapat dilihat bahwa dalam kejadian bencana banjir tahun

    2013 di Kabupaten Lebak telah mengakibatkan kerusakan pada permukiman

    dengan jumlah 292 rusak ringan, 87 rusak berat dan 28 rusak total. Selanjutnya

    kerusakan pada sarana pendidikan yaitu 26 rusak ringan dan 11 rusak berat. Jalan

    dan jembatan yaitu 21 rusak berat dan 2 rusak total. Dalam hal sarana penyediaan

  • 6

    air minum 2 rusak ringan dan 2 rusak berat. Selain itu pula, kerusakan irigasi yang

    diakibatkan banjir ini yaitu 22 rusak berat.

    Informasi lain mengenai bencana banjir yang dilansir oleh media online

    merdeka.com tanggal 10 Januari 2013 mencatat yakni, terdapat 3.962 rumah

    terendam banjir dan longsoran sebanyak 51 unit rumah dengan kategori sebanyak

    31 rusak total, 13 rusak ringan dan 10 rusak berat. Mereka warga yang terkena

    banjir dan longsor di 15 kecamatan yakni Rangkasbitung, Kalanganyar, Cibadak,

    Cimarga, Leuwidamar, Banjarsari, dan Lebak Gedong, Panggarangan,

    Wanasalam, Gunung Kencana, Cilograng, Muncang, Cikulur, Sobang dan

    Cibeber.

    Banyaknya kerugian yang diakibatkan oleh bencana banjir yang dimulai

    dari kerugian materi serta menimbulkan korban jiwa, maka penanganan masalah

    bencana banjir ini harus dilakukan dengan serius. Pasalnya banjir ini dapat

    mengganggu proses pembangunan yang telah direncanakan pemerintah dalam

    Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) maupun Rencana Pembangunan

    Jangka Menengah Daerah (RPJMD). UNDRO (United Nations Disaster Relief

    Organization) yang dikutip Nurjanah dkk (2013:33) mengemukakan, bencana

    secara serius dapat mengganggu inisiatif-inisiatif pembangunan dalam beberapa

    cara, termasuk: (a) hilangnya sumber-sumber daya, (b) gangguan terhadap

    program-program, (c) pengaruh pada iklim investasi, (d) pengaruh pada sektor

    non-formal, dan (e) destabilisasi politik.

    Sehubungan dengan hal tersebut, langkah-langkah manajemen

    penanggulangan bencana yang dimulai pada tahap pra bencana, saat tanggap

  • 7

    darurat/ bencana, dan pasca bencana sudah semestinya dilakukan oleh pemerintah

    dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk di pusat

    dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak untuk di

    daerah, sertap pihak-pihak yang terkait (stakeholder) di dalamnya untuk

    menanggulangi potensi bencana, khususnya penanggulangan bencana banjir.

    Oleh karenanya, bencana banjir di Kabupaten Lebak yang tiap tahunnya

    meningkat membuat perhatian peneliti dalam proses penanggulangannya.

    Bencana banjir yang terjadi di Kabupaten Lebak diakibatkan oleh meluapnya

    sungai Ciujung, yang merupakan sungai yang melintasi daerah ini. Menurut data

    yang dilansir BPBD Kabupaten Lebak kejadian bencana banjir tahun 2013 terjadi

    di 15 kecamatan yaitu Kecamatan Rangkasbitung, Kalanganyar, Cimarga,

    Cibadak, Cileles, Malingping, Wanasalam, Panggarangan, Bayah, Sobang,

    Cigemblong, Banjarsari, Muncang, Cilograng dan Gunung Kencana.

    Dari data wilayah yang sering terkena dampak bencana banjir di atas

    menggambarkan bahwa terdapat permasalahan terkait dengan timbulnya atau

    terjadinya bencana banjir. Timbulnya bencana banjir dikarenakan sebagian hutan

    gundul atau lahan resapan air berkurang akibat ulah manusia yang

    mengeksploitasi hutan secara berlebihan. Sehingga hutan tidak lagi berfungsi

    sepenuhnya sebagai penyerap air hujan. Lahan hutanpun menjadi longsor, dan

    tanah longsorannya menyebabkan aliran sungai menjadi dangkal. Pendangkalan

    aliran sungai ini menjadi penghambat aliran sungai ketika menampung air saat

    musim penghujan datang. Selain itu pula, pembuangan sampah oleh masyarakat

    pada aliran sungai memicu dan dapat menimbulkan tersendatnya aliran sungai.

  • 8

    Ditambah dengan adanya penambangan pasir liar yang dilakukan oleh masyarakat

    yang mengakibatkan pengrusakan lingkungan daerah aliran sungai. (Sumber:

    Wawancara dengan Bapak Kaprawi Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Lebak,

    15 Mei 2014)

    Permasalahan penanggulangan bencana banjir tampak semakin berat dan

    kompleks, sehingga membutuhkan perhatian khusus dan urgent dari semua

    pemangku kepentingan. Dalam penanggulangan bencana banjir tersebut, kinerja

    organisasi dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

    Kabupaten Lebak sebagai kordinator dan lembaga yang berwenang dan bertugas

    di bidang kebencanaan dituntut untuk bekerja secara optimal.

    Kinerja organisasi merupakan salah satu sorotan yang paling tajam dalam

    pelaksanaan pemerintahan menyangkut kesiapan, jumlah pendidikan dan

    profesionalisme. Melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

    Kabupaten Lebak sebagai salah satu organisasi pemerintahan yang berwenang

    dalam penanggulangan bencana, memiliki peran dalam penyelenggaraan

    penanggulangan atas berbagai bencana di wilayah Kabupaten Lebak, khususnya

    dalam penanggulangan bencana banjir. Pelaksanaan penanggulangan bencana

    yang dilakukan oleh BPBD Kabupaten Lebak diperlukan kesiapan yang mantap

    demi terselenggaranya pelaksanaan pemerintahan yang baik (good governance).

    Atas dasar dari peristiwa-peristiwa bencana banjir yang terjadi di Daerah

    Kabupaten Lebak, memunculkan berbagai pertanyaan mengenai kinerja BPBD

    Kabupaten Lebak selaku instansi atau lembaga pemerintah yang bergerak di

    sektor/ bidang penanggulangan bencana.

  • 9

    Adapun hasil pengamatan (observation) peneliti di lapangan yang dapat

    dilihat dan disimpulkan terkait dengan permasalahan kinerja BPBD Kabupaten

    Lebak dalam penanggulangan bencana banjir, yaitu Pertama, keterbatasan

    jaringan informasi dan komunikasi yang efektif dalam penyebaran informasi

    kebencanaan kepada masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh bapak Bernardi selaku

    Kepala Seksi Rekonstruksi dan Rehabilitasi BPBD Kabupaten Lebak, bahwa

    jaringan informasi dan komunikasi sangat terbatas sehingga pemberian informasi

    kebencanaan kepada masyarakat khususnya di wilayah yang sulit dijangkau

    sangat minim. (Sumber Wawancara dengan Bapak Bernardi Kepala Seksi

    Rekonstruksi dan Rehabilitasi, 20 Mei 2014)

    Kedua, sumber daya manusia (SDM) atau aparatur BPBD Kabupaten

    Lebak yang terbatas. Jumlah aparatur BPBD lebak yaitu sebanyak 17 orang,

    dengan komposisi tingkat pendidikan dapat di lihat pada tabel 1.3 di bawah ini.

    Tabel 1.3

    Aparatur BPBD Kabupaten LebakBerdasarkan Tingkat Pendidikan

    No Jabatan Pendidikan Jumlah

    1 Kepala Pelaksana SMK 1 orang

    2 Sekretaris S1 1 orang

    3 Kepala Seksi Pencegahan dan KesiapsiagaanS1 1 orang

    4 Kepala Seksi Kedaruratan Logistik SPM-Pertanian 1 orang

    5 Kepala Rehabilitasi dan Rekonstruksi S1 1 orang

    6 Staf S1 3 orang

    SMA 8 orang

    SLTP 1 orang

    17 orangJumlah

    Sumber: Diadaptasi dari Renstra BPBD Kabupaten Lebak Tahun 2014-2018

    Dapat dilihat dari tabel 1.3 di atas bahwa komposisi aparatur BPBD Lebak

    berdasarkan pendidikan diantaranya; S1 berjumlah 6 orang, SMA/SMK 10 orang,

  • 10

    dan SLTP 1 orang dengan total keseluruhan berjumlah 17 orang/ pegawai.Selain

    itu pula dapat di lihat dari setiap seksi/ bidang di tempati oleh satu orang tanpa

    anggota di dalamnya. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam penyelenggaraan

    penanggulangan bencana kurang optimal. Dimana seharusnya aparatur dalam

    setiap seksi memiliki anggota untuk kelancaran kegiatan dalam proses

    penyelenggaraan bencana, baik pada saat pra bencana, saat bencana dan pasca

    bencana.Peneliti menyimpulkan demikian karena dilihat komposisi pendidikan

    serta jumlah pegawai/aparatur.(Sumber: Wawancara Bapak Bernardi Kasie

    Rekonstruksi dan Rehabilitasi, 20 mei 2014)

    Lain halnya, jika dibandingkan pada BPBD Kabupaten Serang yang

    memiliki Pegawai/aparatur lebih banyak dibandingkan dengan BPBD Kabupaten

    Lebak. BPBD Kabupaten Serang memiliki 82 pegawai yang terdiri dari PNS

    (Pegawai Negeri Sipil), TKK, dan Staff di lingkungan BPBD Kabupaten Serang.

    (Sumber: Data Pegawai BPBD Kabupaten Serang)

    Ketiga, masih terbatasnya sarana dan prasarana dalam penanggulangan

    bencana banjir. Sarana dan prasarana merupakan penunjang kinerja pegawai yang

    cukup penting untuk dipenuhi karena terkait dengan aktivitas dan mobilitas kerja.

    Tanpa sarana dan prasarana yang memadai, proses penyelenggaraan

    penanggulangan bencana tidak dapat optimal. Hingga saat ini, Badan

    Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak hanya memiliki 5

    perahu karet untuk penanggulangan bencana banjir, sedangkan daerah yang

    merupakan daerah rawan dan langganan banjir tiap tahunnya berjumlah 15

  • 11

    Kecamatan yang tersebar di Kabupaten Lebak.(Sumber: Laporan Kejadian

    Bencana Banjir dan Longsor Kabupaten Lebak Tahun 2014)

    Jika dibandingkan dengan BPBD Kabupaten Serang terkait sarana dan

    prasarana dalam penanggulangan banjir. BPBD Kabupaten Serang yang

    wilayahnya lebih sedikit mengalami bencana banjir, justru lebih banyak memiliki

    sarana dalam penanggulangan bencana banjir. Diantaranya berdasarkan data

    peralatan penanggulangan banjir khususnya perahu karet, BPBD Kabupaten

    Serang memiliki 7 perahu karet untuk penanggulangan bencana banjir.

    Keempat, belum adanya Peraturan Daerah (Perda) tentang pendanaan

    penanggulangan bencana. Padahal kondisi wilayah Kabupaten Lebak rawan akan

    bencana, khususnya bencana banjir. Saat ini, BPBD Lebak masih tergantung

    kepada pendanaan pemerintah pusat melalui BNPB (Badan Nasional

    Penanggulangan Bencana) serta Biaya Tidak Terduga (BTT) yang dikeluarkan

    oleh pihak Pemerintah Kabupaten Lebak. Seharusnya sudah menjadi prioritas

    Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan dan Pendanaan Penanggulangan Bencana,

    terlebih daerahnya termasuk rawan akan bencana. (Sumber: Wawancara dengan

    Bapak Febi Kasie Kesiapsiagaan BPBD Lebak, 28 Agustus 2014)

    Kelima, ketidakefektifan sosialisasi penanggulangan bencana banjir yang

    dilakukan oleh BPBD kabupaten Lebak, yang hanya sekedar memberikan materi

    mengenai penanggulangan banjir tanpa ditindaklanjuti dengan praktek-praktek

    yang mendukung dengan kegiatan penanggulangan bencana banjir. (Sumber:

    Wawancara Bapak Romli masyarakat Rangkasbitung, 20 Mei 2014)

  • 12

    Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ada, maka peneliti merasa

    tertarik untuk melakukan penelitian dan mengambil judul mengenai Kinerja

    Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dalam Penanggulangan

    Bencana Banjir Di Kabupaten Lebak.

    1.2 Identifikasi Masalah

    Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas yang telah dijabarkan

    sebelumnya, maka dapat diambil beberapa permasalahan yaitu diantaranya

    sebagai berikut:

    1) Keterbatasan jaringan informasi dan komunikasi yang efektif dalam

    penyebaran informasi kebencanaan kepada masyarakat.

    2) Sumber daya manusia atau aparatur BPBD Kabupaten Lebak yang

    terbatas.

    3) Keterbatasan sarana dan prasarana dalam penanggulangan bencana

    banjir.

    4) Belum adanya Peraturan Daerah tentang Pendanaan Bencana.

    5) Ketidakefektifan sosialisasi penanggulangan bencana banjir.

    1.3 Batasan dan Rumusan Masalah

    1.3.1 Batasan Masalah

    Dalam penelitian tentunya diperlukan suatu pembatasan-pembatasan

    dalam masalah yang akan diteliti. Hal ini dilakukan agar penelitian yang

    dilakukan tidak meluas dari fokus penelitian. Maka peneliti membatasi ruang

  • 13

    lingkup permasalahan ini pada Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah

    Dalam Penanggulangan Bencana Banjir Di Kabupaten Lebak.

    1.3.2 Rumusan Masalah

    Setelah masalah penelitian dibatasi ruang lingkupnya, maka rumusan

    dalam penelitian ini yaitu: Seberapa besar Kinerja Badan Penanggulangan

    Bencana Daerah Dalam Penanggulangan Bencana Banjir Di Kabupaten Lebak?

    1.4 Tujuan Penelitian

    Sesuai rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan

    penelitian ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar Kinerja Badan

    Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dalam Penanggulangan Bencana

    Banjir Di Kabupaten Lebak.

    1.5 Manfaat Penelitian

    Berdasarkan maksud dan tujuannya maka hasil penelitian ini diharapkan

    memiliki manfaat baik secara teori maupun praktis sebagai berikut:

    1. Bagi peneliti, yaitu diharapkan dapat memberikan manfaat dan menambah

    wawasan tentang Kinerja BPBD Kabupaten Lebak.

    2. Manfaat atau kegunaan teori, yaitu diharapkan hasil penelitian ini dapat

    dijadikan bahan informasi bagi penyelenggara penanggulangan bencana di

    Kabupaten Lebak.

  • 14

    3. Bagi kegunaan praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan

    kontribusi pemikiran dalam penanggulangan bencana banjir di Kabupaten

    Lebak pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya.

    1.6 Sistematika Penulisan

    Dalam penelitian ini, peneliti membagi ke dalam 5 (lima) bagian yang

    masing-masing terdiri dari sub bagian yaitu sebagai berikut:

    Bab I : Pendahuluan

    Terdiri dari:

    1.1 Latar Belakang Masalah, yaitu menggambarkan ruang lingkup dan

    kedudukan masalah yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara

    deduktif, dari lingkup yang umum hingga kepada masalah yang

    spesifik yang relevan dengan judul skripsi.

    1.2 Identifikasi Masalah, yaitu mengidentifikasi dikaitkan dengan tema/

    topik/judul dan fenomena yang akan diteliti.

    1.3 Batasan dan Rumusan Masalah,

    1.3.1 Batasan Masalah, yaitu pemfokusan masalah-masalah yang

    akan diajukan dalam rumusan masalah.

    1.3.2 Rumusan Masalah, yaitu mendefinisikan permasalahan

    yang telah ditetapkan dalam bentuk definisi konsep dan

    operasional.

  • 15

    1.4 Tujuan Penelitian, yaitu mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai

    dengandilaksanakannya penelitian sejalan dengan isi dan rumusan

    permasalahan.

    1.5 Manfaat Penelitian, yaitu menjelaskan manfaat teoritis dan praktis dari

    temuan penelitian.

    Bab II : Deskripsi Teori dan Hipotesis Penelitian

    Terdiri dari:

    2.1 Deskripsi Teori, yaitu mengkaji berbagai teori dan konsep-konsep

    yang relevan dengan permasalahan penelitian, kemudian

    menyusunnya secara teratur dan rapi. Dengan mengkaji berbagai teori

    dan konsep-konsep maka peneliti akan memiliki konsep penelitian

    yang jelas, dapat menyusun pertanyaan dengan rinci untuk

    penyelidikan sehingga memperoleh temuan lapangan yang menjadi

    jawaban atas masalah yang telah dirumuskan.Hasil penting lainnya

    dari kajian teori adalah didapatkan kerangka konseptual menurut

    peneliti, yang di dalamnya tergambar pedoman wawancara.

    2.2 Penelitian Terdahulu, penelitian terdahulu mengkaji penelitian yang

    pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang diambil dari berbagai

    sumber ilmiah.

    2.3 Kerangka Berfikir, yaitu menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai

    kelanjutan dari kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada

    pembaca.

  • 16

    2.4 Hipotesis Penelitian, yaitu anggapan atau jawaban sementara terhadap

    permasalahan yang diteliti.

    Bab III : Metodologi Penelitian

    Terdiri dari:

    3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian, yaitu menjelaskan metode yang

    dipergunakan dalam penelitian.

    3.2 Ruang Lingkup Penelitian, yaitu menjelaskan akan sasaran-

    sasaranyang akan diteliti dalam penelitian.

    3.3 Lokasi Penelitian, yaitu menerangkan mengenai tempat penelitian

    yang dilakukan.

    3.4 Variabel Penelitian, yaitu terdiri dari variabel konsep dan variabel

    operasional

    3.5 Instrument Penelitian, yaitu menjelaskan tentang proses penyusunan

    dan jenis alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian.

    3.6 Populasi dan Sampel, yaitu menjelaskan mengenai wilayah

    generalisasi atau populasi penelitian dan penetapan sampel penelitian

    3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data, yait menjelaskan teknik

    pengolahan dan analisis data. Analisis data harus sesuai dengan

    pendekatan penelitian.

    3.8 Jadwal penelitian, yaitu menggambarkan tentang jadwal penelitian

    yang telah dilaksanakan dari mulai mulai penelitian hingga

    terselesaikannya penelitian

    Bab IV : Hasil Penelitian

  • 17

    Terdiri dari:

    4.1 Deskripsi Objek Penelitian, yaitu menjelaskna tentang objek

    penelitian yang meliputi lokasi penelitian secara jelas, struktur

    organisasi dari populasi/sampel.

    4.2 Deskripsi Data, yaitu menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah

    dari data mentah dengan mempergunakan teknik analisis data

    kuantiatif yang relevan.

    4.3 Pengujian Persyaratan Statistik, yaitu melakukan pengujian terhadap

    persyaratan statistik dengan menggunakan uji statistik tertentu.

    4.4 Pengujian Hipotesis, yaitu melakukan pengujian hipotesis dengan

    menggunakan teknik analisa statistik, dimana hasil analisa tersebut

    adalah teruji atau tidaknya hipotesis nol penelitian. Hasil perhitungan

    akhir statistik disajikan dalam diagram pie (lingkaran).

    4.5 Interpretasi Hasil Penelitian, yaitu melakukan penafsiran terhadap

    hasil akhir pengujian hipotesis.

    4.6 Pembahasan, yaitu melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil

    analisis data.

    Bab V : Penutup

    Terdiri dari:

    5.1 Kesimpulan, yaitu menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan

    secara ringkas dan padat.

  • 18

    5.2 Saran, yaitu berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap

    bidang yang diteliti baik secara teoritis maupun praktis.

  • 19

    BAB II

    DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    2.1 Deskripsi Teori

    2.1.1 Konsep Kinerja

    Menurut kamus besar bahasa indonesia, secara etimologis kinerja diartikan

    sebagai sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan. Kinerja dalam

    pengertiannya dartikan sebagai prestasi yang diperlihatkan dalam kegiatan atau

    pekerjaan yang telah dilakukan. Sedangkan Lijan Poltak Sinambela (2014:140)

    mengemukakan bahwa kinerja merupakan implementasi dari teori keseimbangan,

    yang mengatakan bahwa seseorang akan menunjukan prestasi yang optimal bila ia

    mendapatkan manfaat(benefit) dan terdapat adanya rangsangan (inducement)

    dalam pekerjaannya secara adil dan masuk akal (reasonable).

    Sementara itu, Mangkunegara (2006:9) mengemukakan kinerja (prestasi

    kerja) ialah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang

    pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang

    diberikan kepadanya. Kinerja merupakan keluaran yang dihasilkan secara kualitas

    dan kuantitas. Pencapaian tersebut dihasilkan dari pegawai yang

    bertanggungjawab dengan pekerjaannya.

    Menurut Keban (2003:43), menyebutkan bahwa kinerja (performance)

    dalam organisasi didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil (the degree of

    accomplishment) atau kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi

    secara berkesinambungan.

  • 20

    Selanjutnya, Steers (2003:67) mengemukakan bahwa kinerja organisasi

    adalah tingkat yang menunjukan seberapa jauh pelaksanaan tugas dapat dijalankan

    secara aktual dan misi organisasi tercapai. Sedangkan, Mahsun (2006:25)

    berpendapat bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian

    pelaksanaan suatu kegiatan atau program dan kebijakan dalam mewujudkan

    sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategic planning

    suatu organisasi.

    Sedarmayanti dalam bukunya mengenai pengembangan kepribadian

    pegawai (2004:176) dikatakan bahwa kinerja:

    Hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam

    suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-

    masing dalam mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal tidak

    melanggar hukum dan sesuai moral maupun etika.

    Moeheriono (2010:60), mengemukakan bahwa kinerja (performance)

    merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program

    kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi

    organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi.

    Sementara itu, Robbins yang dikutip oleh Moeheriono (2010:61)

    mengemukakan bahwa kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan

    (ability), motivasi (motivation), dan kesempatan (opportunity). Artinya kinerja

    merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi, dan kesempatan. Seiring dengan hal

    itu, menurut Moeheriono (2010:61) mengemukakan bahwa kinerja dalam

    menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan

    dengan kepuasan kerja pegawai/karyawan dan tingkat besaran imbalan yang

    diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan,dan sifat-sifat

  • 21

    individu. Oleh karenanya, menurut model mitra-lawyer, kinerja individu pada

    dasarnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor; (1) harapan mengenai imabalan,

    (2) dorongan, (3) kemampuan, (4) kebutuhan dan sifat, (5) persepsi terhadap

    tugas, (6) imbalan eksternal dan internal, serta (7) persepsi terhadap tingkat

    imbalan dan kepuasan kerja.

    Sumber lain mengemukakan seperti yang dinyatakan oleh Otley yang

    dikutip oleh Mahmudi (2013:6) menyatakan bahwa kinerja mengacu pada sesuatu

    yang terkait dengan kegiatan melakukan pekerjaan, dalam hal ini meliputi hasil

    yang dicapai kerja tersebut. Sejalan dengan pendapat Rogers yang dikutip oleh

    Mahmudi (2013:6) yang mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja itu sendiri

    (outcomes of works), karena hasil kerja memberikan keterkaitan yang kuat

    terhadap tujuan-tujuan strategik organisasi, kepuasan pelanggan , dan kontribusi

    ekonomi.

    Menurut Mahmudi (2013:20) berpendapat bahwa kinerja merupakan suatu

    konstruk multidimensional yang mencakup banyak faktor yang

    mempengaruhinya, diantaranya yaitu:

    1. Faktor personal/individu, meliputi: pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki

    oleh setiap individu;

    2. Faktor kepemimpinan, maliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team

    leader;

    3. Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,

    kekompakan dan keeratan anggota tim;

    4. Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja

    dalam organisasi;

    5. Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

  • 22

    Wibowo (2011:4), berpendapat bahwa kinerja adalah merupakan

    implementasi dari rencana yang telah disusun. Implementasi kinerja dilakukan

    oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi,

    dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumber

    daya manusianya akan mempengaruhi sikap dan prilakunya dalam menjalankan

    kinerja. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Hersey dan Blanchard

    (1993), bahwa kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan

    untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Seseorang harus memiliki derajat

    kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan

    seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman

    yang jelas tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.

    Lain hal menurut Prawirosentono (1999:2), kinerja adalah hasil kerja yang

    dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi,

    sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya

    mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum

    dan sesuai dengan moral dan etika.

    Dari berbagai pendapat yang telah diuraikan di atas, bahwa definisi dari

    kinerja (performance) dapat disimpulkan sebagai hasil kerja yang dicapai oleh

    seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitatif

    maupun secara kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawab

    masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara

    legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

  • 23

    2.1.2 Konsep Organisasi

    Organisasi dalam bahasa inggris yaitu organize yang berarti menciptakan

    struktur dengan bagian-bagian yang diintegrasikan sedemikian rupa, sehingga

    hubungan satu sama lain terikat oleh hubungan terhadap keseluruhan. Sedangkan,

    Hasibuan (2006 : 120), mengemukakan bahwa organisasi adalah suatu sistem

    perserikatan formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang

    bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu, organisasi hanya merupakan alat

    dan wadah.

    Mahsun (2006 : 1) memberikan pendapat tentang konsep organisasi,

    bahwa organisasi sering dipahami sebagai sekelompok orang yang berkumpul dan

    bekerja sama dengan cara yang terstruktur untuk mencapai tujuan atau sejumlah

    sasaran tertentu yang telah ditetapkan bersama.

    Sementara itu, Robbins (2001:4) mengemukakan bahwa organisasi

    adaalah kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan

    yang relatif dapat diidentifikasikan yang bekerja atas dasar yang relatif terus-

    menerus untuk mencapai tujuan.

    2.1.3 Konsep Kinerja Organisasi

    Simanjuntak (2005:3) mengemukakan bahwa kinerja organisasi

    merupakan agregasi atau akumulasi kinerja semua unit-unit organisasi, yang sama

    dengan penjumlahan kinerja semua orang atau individu yang bekerja di organisasi

    tersebut. Dengan demikian kinerja organisasi sangat dipengaruhi oleh tiga faktor

    utama, yaitu dukungan organisasi, kemampuan manajemen, dan kinerja setiap

  • 24

    orang yang bekerja di perusahaan tersebut. Kinerja organisasi juga sangat

    dipengaruhi oleh dukungan organisasi antara lain dalam penyusunan struktur

    organisasi, pemilihan teknologi, dan penyediaan prasarana serta sarana kerja.

    Smentara itu, surjadi (2009:7) berpendapat bahwa kinerja organisasi

    adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi, tercapainya tujuan

    organisasi berarti bahwa kinerja organisasi itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh

    mana organisasi dapat mencapai tujuan yang didasarkan pada tujuan yang sudah

    ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut Sobandi (2006:176), kinerja

    organisasi merupakan sesuatu yang telah dicapai oleh organisasi dalam kurun

    waktu tertentu, baik yang terkait dengan input, output, outcome, benefit maupun

    impact.

    2.1.4 Tujuan Pengukuran Kinerja Sektor Publik

    Tujuan pengukuran kinerja sektor publik menurut Mahmudi (2013:14)

    diantaranya adalah sebagai berikut:

    1) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi 2) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai 3) Memperbaiki kinerja periode berikutnya 4) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan

    keputusan pemberian reward dan punishmnet.

    5) Memotivasi pegawai 6) Menciptakan akuntabilitas publik

    Sementara itu, Moeheriono (2010:103) mengemukakan bahwa tujuan

    manajemen kinerja dari suatu organisasi berbagai macam, diantaranya adalah:

    1) Menerjemahkan dari visi dan misi organisasi ke dalam tujuan dan hasil yang jelas, mudah dipahami dan dapat diukur sehingga membantu

    keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuan.

  • 25

    2) Menyediakan informasi untuk menilai, mengelola dan meningkatkan keberhasilan kinerja keseluruhan organisasi.

    3) Mengubah paradigma dari orientasi pengendalian dan ketaatan menjadi pendekatan strategik yang berkelanjutan kepada keberhasilan

    organisasi.

    4) Menyediakan manajemen kinerja yang lengkap dengan memasukan ukuran-ukuran kualitas, biaya, ketepatan waktu, kepuasan

    stakeholders, dan peningkatan keahlian pegawai.

    2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

    Kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup

    banyak faktor yang mempengaruhinya. Mahmudi (2013:20) mengemukakan

    faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:

    1) Faktor personal/individu, meliputi: pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki

    oleh setiap individu;

    2) Faktor kepemimpinan, maliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team

    leader;

    3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,

    kekompakan dan keeratan anggota tim;

    4) Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja

    dalam organisasi;

    5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

    Sedangkan menurut Mangkunegara (2001:67) faktor-faktor yang

    mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut:

    1) Faktor Kemampuan Secara umum kemampuan ini terbagi menjadi dua yaitu: kemampuan

    potensi (IQ) dan kemampuan realiti (knowledge and skills).

    2) Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap seorang pekerja yang dalam

    menghadapi situasi kerja.

  • 26

    2.1.6 Indikator Kinerja

    Menurut Moeheriono (2010:74), indikator kinerja (performance indicator)

    didefinisikan sebagai berikut:

    1) Indikator kinerja sebagai nilai atau karakteristik tertentu yang dipergunakan untuk mengukur output atau outcome suatu kegiatan.

    2) Sebagai alat ukur yang dipergunakan untuk menentukan derajat keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.

    3) Sebagai ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan oleh

    organisasi.

    4) Suatu informasi operasional yang berupa indikasi mengenai kinerja atau kondisi suatu fasilitas atau kelompok fasilitas.

    Hal lain, Mahmudi (2013:155) berpendapat bahwa indikator kinerja

    merupakan sarana atau alat (means) untuk mengukur hasil suatu aktivitas,

    kegiatan, atau proses, dan bukan hasil atau tujuan itu sendiri (ends). Peran

    indikator kinerja bagi organisasi sektor publik adalah memberikan tanda atau

    rambu-rambu bagi manajer dan pihak luar untuk menilai kinerja organisasi.

    Selain itu pula, Mahmudi (2013:156) mengemukakan peran indikator

    kinerja diantaranya yaitu:

    1) Membantu memperbaiki praktik manajemen 2) Meningkatkan akuntabilitas manajemen dengan memberikan tanggung

    jawab secara ekplisit dan pemberian bukti atas suatu keberhasilan atau

    kegagalan.

    3) Memberikan dasar untuk melakukan perencanaan kebijakan dan pengendalian

    4) Memberikan informasi yang esensial kepada manajemen sehingga memungkinkan bagi manajemen untuk melakukan pengendalian

    kinerja di semua level organisasi.

    5) Memberikan dasar untuk pemberian kompensasi kepada staff.

    Menurut Hersey, Blanchard dan Johnson yang dikutip oleh Wibowo

    (2011:102) terdapat tujuh indikator kinerja yaitu:

  • 27

    1) Tujuan, merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari oleh seorang individu dan organisasi untuk dicapai. Untuk mencapai tujuan

    diperlukan kinerja individu, kelompok, dan organisasi. Kinerja individu

    maupun organisasi berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang

    diinginkan.

    2) Standar, merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan

    tercapai. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu

    memcapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara

    atasan dan bawahan.

    3) Alat atau sarana, merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau saran

    merupakan faktor penunjang untuk mencapai tujuan. Tanpa alat atau

    sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak

    dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya. Tanpa alat atau sarana

    tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan.

    4) Kompetensi, merupakan persyaratan utama dalam kinerja. Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk

    menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik.

    Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang

    berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

    5) Motif, merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada karyawan

    dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan

    tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau, meminta umpan

    balik, memberikan kebebasan melakukan pekerjaan termasuk waktu

    melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya yang diperlukan dan

    menghapuskan yang mengakibatkan disinsentif.

    6) Peluang, pekerja perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada

    adanya kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan

    waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat. Jika pekerja dihindari

    karena supervisor tidak percaya terhadap kualitas dan kepuasan

    konsumen, mereka secara efektif akan dihambat dari kemampuan

    memenuhi syarat untuk berprestasi.

    7) Umpan balik, antar tujuan, standar dan umpan balik bersifat saling terkait. Umpan balik melaporkan kemajuan, baik kualitas maupun

    kuantitas, dalam mencapai tujuan yang didefinisikan oleh standar.

    Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur

    kemajuan kinerja , standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan

    umpan balik dilakukan evalusasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya

    dapat dilakukan perbaikan kinerja.

    Sedangkan Moeheriono (2010:82), indikator kinerja dalam Akuntabilitas

    Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) disajikan sebagai berikut:

  • 28

    1) Masukan (inputs), yaitu ukuran tingkat pengaruh sosial ekonomi, lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian

    indikator kinerja dalam suatu kegiatan.

    2) Keluaran (outputs), kegunaan suatu keluaran (outputs) yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Dapat berupa tersedianya fasilitas yang

    dapat diakses atau dinikmati oleh publik.

    3) Hasil(outcomes), yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah outcomes

    merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk atau jasa dapat

    memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.

    4) Manfaat(benefits), yaitu segala sesuatu berupa produk/jasa (fisik dan nonfisik) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dan

    program berdasarkan masukan yang digunakan.

    5) Dampak(impacts), yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan atau dalam rangka

    menghasilkan output, misalnya sumber daya manusia, dana, material,

    waktu, dan teknologi.

    Sementara itu, Zeithaml, Parasuraman & Berry yang dikutip oleh

    Ratminto & Atik Septi Winarsih (2010:175) mengemukakan indikator kinerja

    pelayanan sebagai berikut:

    1) Tangibles atau ketampakan fisik, artinya petampakan fisik dari gedung, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki

    oleh providers.

    2) Reliability atau reliabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat.

    3) Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong customers dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.

    4) Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan

    kepada customers.

    5) Empathy adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers kepada customers.

    2.1.7 Pengukuran Kinerja Sektor Publik Sebagai Pengendalian Manajemen

    Dalam organisasi birokrasi atau sektor publik, pendekatan manajemen

    yang sering digunakan adalah model pengendalian formal. Menurut Mahmudi

    (2013:58), pengendalian formal dilakukan melalui kegiatan-kegiatan resmi

  • 29

    organisasi yang biasanya bersifat rutin, misalnya perencanaan strategik,

    pembuatan program, penganggaran, evaluasi kinerja, rapat atau pertemuan rutin,

    dan sebagainya.

    Taylor yang dikutip oleh Mahmudi (2013:59) menyatakan bahwa

    pengendalian merupakan bentuk ilmiah dari manajemen. Sebelumnya manajemen

    dipahami sebagai seni semata-mata. Namun ternyata manajemen bisa dipelajari

    melalui pendekatan ilmiah. Pengendalian manajemen melalui beberapa aktivitas,

    yaitu:

    1) Perencanaan aktivitas yang akan dilakukan organisasi 2) Pengkoordinasian aktivitas berbagai bagian organisasi 3) Pengkomunikasian informasi ke seluruh bagian organisasi 4) Evaluasi terhadap informasi 5) Pembuatan keputusan 6) Mempengaruhi orang-orang dalam organisasi untuk mengubah prilaku

    2.1.8 Konsep Bencana

    Menurut W. Nick Carter yang dikutip oleh Nurjanah dkk (2013:10)

    memberikan definisi bencana yang dimuat dalam buku disaster management

    yaitu:

    an event, natural or man-made, sudden or progressive, which impacts

    with such severity that the affected community has to respond by taking

    exceptional measures

    Definisi lain menurut International Strategy for Disaster Reduction (UN-

    ISDR-2002,24) adalah:

    a serious disruption of the functioning of a community or a society

    causing widespread human, material, economic, or environmental

    losses which exceed the ability of the affected community/society to

    cope using its own resources.

    ( suatu kejadian, yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia,

    terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan

    hilangnya jiwa manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan,

  • 30

    kejadian ini terjadi di luar kemampuan masyarakat dengan segala

    sumberdayanya).

    Berdasarkan definisi bencana di atas, dapat digeneralisasikan bahwa untuk

    dapat disebut bencana harus dipenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:

    1. Ada peristiwa, 2. Terjadi karena faktor alam atau karena ulah manusia, 3. Terjadi secara tiba-tiba (sudden) akan tetapi dapat juga terjadi secara

    perlahan-lahan/bertahap (slow),

    4. Menimbulkan hilangnya jiwa manusia, harta benda, kerugian sosial ekonomi, kerusakan lingkungan, dan lain-lain,

    5. Berada di luar kemampuan masyarakat untuk menanggulanginya. Sedangkan definisi menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007

    tentang Penanggulangan Bencana yaitu sebagai berikut:

    Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

    dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

    disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor

    manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

    kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

    Menurut Nurjanah dkk (2013:13) menyatakan bahwa peristiwa yang

    ditimbulkan oleh gejala alam maupun yang diakibatkan oleh kegiatan manusia,

    baru dapat disebut bencana ketika masyarakat/manusia yang terkena dampak oleh

    peristiwa itu tidak mampu untuk menanggulanginya. Ancaman alam itu sendiri

    tidak selalu berakhir dengan bencana. Ancaman alam menjadi bencana ketika

    manusia tidak siap untuk menghadapinya dan pada akhirnya terkena dampak.

    Kerentanan manusia terhadap dampak gejala alam, sebagian besar ditentukan oleh

    tindakan manusia atau kegagalan manusia untuk bertindak.

    Terjadinya bencana adalah karena adanya pertemuan antara bahaya dan

    kerentanan, serta ada pemicunya. Berikut gambar 2.1 Proses tejadinya bencana.

  • 31

    Gambar 2.1 Proses Terjadinya Bencana

    (Sumber: Nurjanah dkk.Manajemen Bencana.2013 hal 14)

    Berdasarkan gambar di atas bahwa bencana terjadi setelah melalui proses

    tiga unsur yang diantaranya yaitu:

    1. Bahaya Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai

    potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan

    kerusakan lingkungan.

    2. Kerentanan (vulnerability) Kerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau

    masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan

    dalam menghadapi ancaman bahaya.

    3. Resiko bencana (risk disaster) Risiko bencana adalah interaksi antara tingkat kerentanan daerah

    dengan ancaman bahaya yang ada.

    2.1.9 Faktor-faktor Penyebab Bencana

    Menurut Nurjanah dkk (2013:21) menyatakan terdapat tiga penyebab

    terjadinya bencana yaitu: (1) Faktor alam (natural disaster) karena fenomena

    alam dan tanpa ada campur tangan manusia, (2) Faktor non-alam (non-natural

    disaster) yaitu bukan karena fenomena alam dan juga bukan akibat perbuatan

    manusia, (3) faktor sosial/manusia (man-made disaster) yang murni akibat

    perbuatan manusia, misalnya konflik horizontal, konflik vertikal, dan terorisme.

    Bahaya

    Kerentanan

    Risiko

    Bencana

    Bencana

    Pemicu

  • 32

    Menurut UNDRO (1992) yang dikutip oleh Nurjanah dkk (2013:22) ada

    beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya kerentanan, adalah (1) berada di

    lokasi berbahaya, (2) kemiskinan, (3) perpindahan penduduk dari desa ke kota, (4)

    kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan, (5) pertambahan penduduk yang

    besar, (6) perubahan budaya, dan (7) kurangnya informasi dan kesadaran.

    Sedangkan menurut Eko Teguh Paripurno dalam Nurjanah dkk (2013:22),

    sumber ancaman bencana dapat dikelompokkan ke dalam empat sumber ancaman,

    yaitu:

    1. Sumber ancaman klimatologis Adalah sumber ancaman yang ditimbulkan oleh pengaruh iklim,

    dapat berupa rendah dan tingginya curah hujan, tinggi dan

    derasnya ombak di pantai, arah angin, serta beberapa kejadian

    alam lain yang sangat erat hubungannya dengan iklim dan cuaca.

    2. Sumber ancaman geologis Yaitu sumber ancaman yang terjadi oleh adanya dinamika bumi,

    baik berupa pergerakan lempeng bumi, bentuk dan rupa bumi,

    jenis dan materi penyusunan bumi.

    3. Sumber ancaman industri dan kegagalan teknologi Adalah sumber ancaman akibat adanya kegagalan teknologi

    maupun kesalahan pengelolaan suatu proses industri,

    pembuangan limbah, polusi yang ditimbulkan, atau dapat pula

    akibat proses persiapan produksi.

    4. Faktor manusia juga merupakan salah satu sumber ancaman Perilaku atau ulah manusia, baik dalam pengelolaan lingkungan,

    perebutan sumberdaya, permasalahan ras dan kepentingan

    lainnya serta akibat dari sebuah kebijakan yang berdampak pada

    sebuah komunitas pada dasarnya merupakan sumber ancaman.

    2.1.10 Jenis-jenis Bencana Alam di Indonesia

    Karakteristik perlu diidentifikasi dan dipahami oleh aparatur pemerintah

    dan masyarakat terutama yang tinggal di daerah atau wilayah rawan bencana.

    Upaya mengenal karakteristik bencana yang sering dilakukan merupakan suatu

  • 33

    upaya mitigasi, sehingga diharapkan apabila terjadi bencana dampaknya dapat

    dikurangi.

    Berikut deskripsi dari sejumlah jenis-jenis bencana yang sering terjadi di

    Indonesia menurut Nurjanah dkk (2013:24), yaitu sebagai berikut:

    1. Banjir 2. Tanah longsor 3. Kekeringan 4. Kebakaran lahan dan hutan 5. Angin badai 6. Gempa bumi 7. Tsunami 8. Letusan gunung api

    2.1.11 Dampak Bencana

    UNDRO (1992) yang dikutip oleh Nurjanah dkk (2013:33)

    mengemukakan, bencana serius dapat mengganggu inisiatif-inisiatif pembangunan

    dalam beberapa cara, termasuk: (1) hilanggnya sumber-sumber daya, (2)

    gangguan terhadap program-program, (3) pengaruh pada iklim investasi, (4)

    pengaruh pada sektor non formal, dan (5) destabilisasi politik.

    Sedangkan menurut Benson and Clay (2004) dalam Nurjanah dkk

    (2013:35) menyatakan bahwa dampak bencana dapat dibagi kedalam tiga bagian,

    yakni:

    1. Dampak langsung (direct impact) Meliputi kerugian finansial dari kerusakan aset ekonomi,

    misalnya rusaknya bangunan tempat tinggal, infrastruktur, lahan

    pertanian dan lain-lain.

    2. Dampak tidak langsung (indirect impact) Meliputi berhentinya proses produksi, hilangnya output dan

    sumber penerimaan.

    3. Dampak sekunder (secondary impact) Meliputi terhambatnya pertumbuhan ekonomi, terganggunya

    rencana pembangunan yang telah disusun, meningkatnya defisit

  • 34

    neraca pembayaran, meningkatnya angka kemiskinan dan lain-

    lain.

    2.1.12 Manajemen Bencana

    Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

    mendefinisikan bahwa manajemen bencana (disaster management) sebagai

    serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang

    berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat,

    rehabilitasi dan rekonstruksi.

    Menurut Nurjanah dkk (2013:42) mengemukakan bahwa manajemen

    bencana (disaster management) adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari

    bencana beserta segala aspek yang berkaitan dengan bencana, terutama risiko

    bencana dan bagaimana menghindari risiko bencana. Manajemen bencana

    merupakan proses dinamis tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen yang

    meliputi dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

    penggerakan (actuating), dan pengawasan (controlling).

    Sedangkan menurut W. Nick Carter dalam Nurjanah (2013:44) definisi

    manajemen bencana yaitu:

    an applied science which seeks, by the systematic observation and

    analysis of disasters, to improve measures relaitng to prevention,

    mitigation, preparedness, emergency response and recovery.

    Selanjutnya dalam wikipedia, Emergency Management (2007)

    mengemukakan bahwa penanggulangan bencana adalah proses yang terus

    menerus di mana setiap individu, kelompok, dan masyarakat berusaha mengatur

  • 35

    risiko untuk menghindari atau memperbaiki dampak dari suatu bencana yang

    dihasilkan dari suatu musibah.

    Dalam manajemen bencana terdapat tiga aspek yang mendasar yaitu : (1)

    respon terhadap bencana, (2) kesiapsiagaan menghadapi bencana, (3) minimasi

    efek bencana (mitigasi). Ketiga aspek ini bersesuaian dengan siklus manajemen

    bencana yaitu dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini.

    Gambar 2.2 Siklus Manajemen Bencana

    Sumber: Nick Carter dalam Nurjanah dkk.(2013:42)

    2.1.13 Prinsip-prinsip Manajemen Bencana

    Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

    Penanggulangan Bencana pasal 3 disebutkan bahwa azas/ prinsip-prinsip

    manajemen penanggulangan bencana yaitu: kemanusiaan, keadilan, kesamaan

    kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keseimbangan, keselarasan,

    ketertiban dan kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, ilmu

    pengetahuan dan teknologi.

    Kesiapsiagaan

    Mitigasi

    Pencegahan Pembangunan

    Bencana

    Tanggap darurat

    Pemulihan

  • 36

    Selain itu, Nurjanah dkk (2013:45) mengemukakan bahwa

    penanggulangan bencana harus didasarkan pada prinsip-prinsip praktis sebagai

    berikut:

    1. Cepat dan Tepat Bahwa penanggulangan bencana dilaksanakan dengan secara cepat

    dan tepat sesuai dengan tututan keadaan.

    2. Prioritas Prioritas dimaksudkan sebagai upaya penanggulangan bencana

    yang harus mengutamakan kelompok rentan.

    3. Koordinasi dan Keterpaduan Koordinasi dimaksudkan sebagai upaya penanggulangan bencana

    yang didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung.

    Sedangkan keterpaduan dimaksudkan sebagai upaya

    penanggulangan bencana dilaksanakan oleh berbagai sektor secara

    terpadu yang didasarkan pada kerjasama yang baik dan sailng

    mendukung.

    4. Berdayaguna dan Berhasilguna Dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak

    membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.

    5. Transparansi dan Akuntabilitas Transparansi dimaksudkan bahwa penanggulangan bencana

    dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.

    Sedangkan akuntabilitas adalah bahwa penanggulangan bencana

    dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara

    etik dan hukum.

    6. Kemitraan Penanggulangan bencana harus melibatkan berbagai pihak secara

    seimbang.

    7. Pemberdayaan Penanggulangan bencana dilakukan dengan melibatkan korban

    bencana secara aktif.

    8. Non Diskriminatif Penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang

    berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik

    apapun.

    9. Non-Proselitisi Dalam penanggulangan bencana dilarang menyebarkan agama dan

    atau keyakinan.

  • 37

    2.1.14 Tahapan Penanggulangan Bencana

    Tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan Badan Penanggulangan

    Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak sesuai dengan Undang-undang Nomor

    24 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:

    1. Tahapan Pra Bencana

    Tujuan : Pengurangan Risiko Bencana

    Manajemen : Manajemen Risiko Bencana

    Penyelenggaraan : Situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat

    potensi bencana

    Kegiatan:

    1) Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang

    dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko

    bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun

    kerentanan pihak yang terancam bencana (situasi tidak terjadi

    bencana).

    2) Mitigasi (mitigation) adalah serangkaian upaya untuk

    mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik

    maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi

    ancaman bencana (situasi terdapat potensi bencana).

    2. Tahapan Saat Bencana

    Tujuan : Penanganan darurat

    Manajemen : Manajemen darurat

  • 38

    Penyelenggaraan : Situasi tanggap darurat

    Kegiatan :

    1) Tanggap darurat (emergency response) yaitu serangkain

    kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian

    bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan,

    yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban,

    harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,

    pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan

    prasarana dan sarana.

    3. Tahapan Pasca Bencana

    Tujuan : Pemulihan

    Manajemen : Manajemen pemulihan

    Penyelenggaraan : Situasi tanggap darurat

    Kegiatan :

    1) Rehabilitasi yaitu perbaikan dan pemulihan semua aspek

    pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang

    memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama

    untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek

    pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca

    bencana.

    2) Rekonstruksi yaitu pembangunan kembali semua prasarana dan

    sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada

    tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran

  • 39

    utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian,

    sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan

    bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek

    kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.

    (Sumber: Rencana Strategis (Renstra) Badan Penanggulangan Bencana

    Daerah Kabupaten Lebak 2014-2018)

    2.1.15 Konsep Banjir

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), banjir adalah berair

    banyak dan deras, atau terbenamnya daratan karena volume air yang meningkat.

    Dengan kata lain, banjir adalah dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang

    oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Sedangkan, Wikipedia mengemukakan

    bahwa banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan

    merendam daratan. Banjir diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti

    sungai atau danau yang meluap atau menjebol bendungan sehingga air keluar dari

    batasan alaminya. Banjirpun dapat terjadi di sungai ketika alirannya melebihi

    kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

    Sejalan dengan pengertian dalam buku profil Badan Penanggulangan

    Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Banten (2013), bahwa banjir adalah aliran air

    sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari palung

    sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Aliran air

    limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah

    yang biasanya tidak dilewati aliran air.

  • 40

    Menurut Pusat Pendidikan Mitigasi Bencana (2010) mengemukakan

    bahwa banjir adalah peristiwa tergenang dan terbenamnya daratan (yang biasanya

    kering) karena volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan

    air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan besar, peluapan sungai, atau

    pecahnya bendungan sungai.

    Menurut kodoatie dan Sugiyanto (2002) sebab-sebab alami banjir antara

    lain:

    1. Curah hujan 2. Pengaruh fisiografi 3. Erosi dan sedimentasi 4. Kapasitas sungai 5. Kapasitas drainase yang tidak memadai 6. Pengaruh air pasang

    Sedangkan, BPBD Provinsi Banten dalam buku Profil Daerah Rawan

    Bencana, terdapat beberapa faktor penyebab banjir diantaranya:

    1. Curah hujan tinggi 2. Permukaan tanah lebih rendah dibandingkan muka air laut 3. Terletak pada suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan

    pengaliran air keluar sempit

    4. Banyak permukiman yang dibangun pada dataran sepanjang sungai 5. Aliran sungai tidak lancar akibat banyaknya sampah serta bangunan di

    pinggir sungai

    6. Kurangnya tutupan lahan di daerah hulu sungai

    Selain itu pula dalam buku Panduan Penanggulangan Bencana Provinsi

    Banten (2013:17), bahwa untuk mengurangi dampak banjir yakni:

    1. Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi lahan; 2. Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini pada bagian

    sungai yang sering menimbulkan banjir;

    3. Tidak membangun rumah dan pemukiman di bantaran sungai serta daerah banjir

    4. Tidak membuang sampah ke dalam sungai, mengadakan program pengerukan sungai

    5. Pemasangan pompa untuk daerah yang lebih rendah dari permukaan laut

  • 41

    6. Program penghijauan daerah hulu sungai harus selalu dilaksanakan serta mengurangi aktifitas di bagian sungai rawan banjir

    7. Membentuk polisi peduli lingkungan

    2.1.15 Tugas dan Fungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah

    Kabupaten Lebak

    Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak

    merupakan unsur pelaksana bidang penanggulangan bencana, dipimpin oleh

    kepala badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati

    melalui Sekretaris Daerah. BPBD Kabupaten Lebak mempunyai tugas

    melaksanakan kewenangan otonomi daerah di bidang penanggulangan bencana,

    melaksanakan urusan kebencanaan berdasarkan azas otonomi dan tugas

    pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi

    Banten.

    Adapun tugas BPBD Kabupaten Lebak mengacu kepada Peraturan Daerah

    Kabupaten Lebak Nomor 3 tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata

    Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lebak, diantaranya

    yaitu:

    1. Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan

    bencana sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah dan Badan Nasional

    Penanggulangan Bencana yang mencakup pencegahan bencana,

    penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara;

    2. Menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan

    penanggulangan bencana berdasarkan perundang-undangan;

    3. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta relawan bencana;

  • 42

    4. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;

    5. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Bupati

    setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi

    darurat bencana;

    6. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;

    7. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari

    anggaran pendapatan dan belanja daerah dan sumber lain yang sah;

    8. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan

    Sedangkan fungsi BPBD Kabupaten Lebak dalam menjalankan tugas

    mempunyai fungsi yaitu:

    1. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan

    penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan

    efisien; dan

    2. Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara

    terencana, terpadu dan menyeluruh.

    2.2 Penelitian Terdahulu

    Temuan-temuan hasil dari penelitian sebelumnya merupakan sebagai

    alat/bahan pertimbangan dan data pendukung dalam penelitian yang sedang

    dilakukan. Penelitian terdahulu, harus ada keterkaitan dengan penelitian yang

    sedang diteliti, sehingga dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan pendukung

    data. Oleh karena pentingnya melihat hasil penelitian yang terdahulu, maka

  • 43

    peneliti akan memaparkan setidaknya dua hasil penelitian yang sudah ada.

    Pemaparan hasil penelitian akan dijelaskan di bawah ini.

    1) Peneliti Pertama

    Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Jurusan Ilmu

    Administrasi Negara Universitas Sumatera, Marino Y. Cristanti

    Marbun tahun 2013 dengan judul peranan koordinasi Badan

    Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan dalam upaya

    penanggulangan bencana banjir di kota Medan. Penelitian ini bertujuan

    untuk mengetahui bagaimana Badan Penanggulangan Bencana Daerah

    Kota Medan dalam upaya penanggulangan bencana banjir. Dari hasil

    penelitian ini didapat beberapa temuan diantaranya, yaitu Badan

    Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan belum

    melakukan koordinasi sesuai tupoksi; koordinasi yang dilakukan

    bersifat arahan/himbauan berupa surat dan koordinasi Pemerintah

    Kota Medan dalam pemberian bantuan logistik kepada masyarakat

    korban banjir berjalan kurang baik.

    2) Peneliti Kedua

    Penelitian yang dilakukan oleh Chandra Yudiana Efendi jurusan

    Ilmu Pemerintahan Universitas Komputer Indonesia mengenai Kinerja

    Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Wilayah

    kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2012. Penelitian ini

    menggunakan teori kinerja organisasi publik menurut Dwiyanto yang

    terdiri dari lima indikator yaitu produktivitas, kualitas layanan,

  • 44

    responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas. Sedangkan metode

    penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Dari hasil

    penelitian menunjukan: (1) Produktivitas kinerja BPBD Kabupaten

    Bandung sudah cukup baik, (2) Kualitas layanan kinerja BPBD

    Kabupaten Bandung cukup baik dilihat dari adanya fasilitas teknologi

    komunikasi dan informasi serta adanya diklat kepada aparatur dan

    masyarakat, (3) Responsivitas kepada masyarakat di wilayah

    kecamatan Baleendah cukup baik, hal tersebut di lihat dari adanya

    peringatan dini dan tanggap darurat serta pemenuhan akan kebutuhan

    masyarakat yang terkena banjir, (4) Responsibilitas BPBD Kabupaten

    Bandung berjalan cukup baik karena sudah sesuai dengan SOP, (5)

    Akuntabilitas kinerja BPBD Kabupaten Bandung sudah baik dilihatnya

    dari tercapainya sasaran dari kegiatan atau program. Dengan demikian,

    dalam penelitian kinerja BPBD Kabupaten Bandung dalam upaya

    penanggulangan banjir di wilayah Baleendah dinilai sudah cukup baik.

    3) Peneliti yang Bersangkutan (Mahasiswa)

    Penelitian ini berjudul Kinerja Badan Penanggulangan Bencana

    Daerah (BPBD) dalam penanggulangan bencana banjir di Kabupaten

    Lebak. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Kinerja

    Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dalam

    Penanggulangan Bencana Banjir Di Kabupaten Lebak. Sedangkan

    metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif

    deskriptif.

  • 45

    Peneliti menemukan beberapa permasalahan terkait dengan kinerja

    Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak

    dalam upaya penaggulangan bencana banjir di Kabuapten Lebak.

    Permasalahannya, yaitu Keterbatasan jaringan informasi dan

    komunikasi yang efektif dalam penyebaran informasi kebencanaan

    kepada masyarakat, Sumber daya manusia atau aparatur BPBD

    Kabupaten Lebak yang terbatas, Keterbatasan sarana dan prasarana

    dalam penanggulangan bencana banjir, Belum adanya Peraturan

    Daerah tentang Pendanaan Bencana, dan Ketidakefektifan sosialisasi

    penanggulangan bencana banjir.

    2.3 Kerangka Berfikir

    Kerangka berfikir merupakan alur pemikiran peneliti dalam penelitian dan

    sebagai kelanjutan dari kajian teori untuk memberikan penjelasan dari kinerja

    BPBD Kabupaten Lebak dalam penanggulangan bencana banjir, maka dalam

    penelitian ini dibuatkanlah kerangka berfikir. Sehingga dengan adanya kerangka

    berfikir ini, baik peneliti maupun pembaca mudah memahami dan mengetahui

    tujuan yang ingin dicapai dari penelitian.

    Menurut Sugiyono (2010:65) menyatakan bahwa kerangka berfikir

    merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan

    berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah yang penting. Oleh

    karenanya peneliti berangkat dari identifikasi masalah untuk membuat kerangka

  • 46

    berfikir. Adapun permasalahan-permasalahan yang ada terkait kinerja BPBD

    Kabupaten Lebak dalam penanggulangan bencana banjir diantaranya:

    1) Keterbatasan jaringan informasi dan komunikasi yang efektif dalam

    penyebaran informasi kebencanaan kepada masyarakat.

    2) Sumber daya manusia atau aparatur BPBD Kabupaten Lebak yang

    terbatas.

    3) Keterbatasan sarana dan prasarana dalam penanggulangan bencana

    banjir.

    4) Belum adanya Peraturan Daerah tentang Pendanaan Bencana.

    5) Kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya bencana banjir.

    6) Ketidakefektifan sosialisasi penanggulangan bencana banjir.

    Berdasarkan dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka

    kiranya dibutuhkan suatu alat untuk mengukur kinerja BPBD yang optimal dalam

    penanggulangan bencana banjir. Di bawah ini akan dikemukakan mengenai

    indikator kinerja yang menjadi titik acuan untuk mengetahui kinerja BPBD

    dengan menggunakan indikator kinerja organisasi menurut Hersey, Blanchard,

    dan Johnson yang dikutip oleh Wibowo (2011:102) yaitu:

    1. Tujuan 2. Standar 3. Alat atau sarana 4. Kompetensi 5. Motif 6. Peluang 7. Umpan Balik

    Indikator kinerja organisasi yang telah disebutkan di atas, dinilai dan

    dianggap lebih rasional dan tepat untuk menjawab permasalahan-permasalahan

  • 47

    yang ada pada kinerja BPBD dalam penanggulangan bencana banjir. Dengan

    diadakannya pengukuran kinerja sesuai indikator kinerja organisasi yang telah

    disebutkan di atas, maka diharapkan BPBD kabupaten Lebak lebih optimal lagi

    dalam penanggulangan bencana banjir khususnya di kecamatan Rangkasbitung.

    Untuk lebih jelasnya kerangka berfikir dapat di lihat pada gambar 2.3 di bawah

    ini.

  • 48

    Gambar 2.3

    Kerangka Berfikir

    Gambar 2.3 Kerangka Berfikir

    Identifikasi Masalah:

    1. Keterbatasan jaringan informasi dan komunikasi yang efektif dalam penyebaran informasi kebencanaan kepada masyarakat

    2. SDM atau aparatur BPBD Kabupaten Lebak yang terbatas 3. Keterbatasan sarana dan prasarana dalam penanggulangan bencana banjir. 4. Belum adanya Peraturan Daerah tentang Pendanaan Bencana 5. Ketidakefektifan sosialisasi penanggulangan bencana banjir

    Kinerja Organisasi:

    1. Tujuan

    2. Standar

    3. Alat/sarana

    4. Kompetensi

    5. Motif

    6. Peluang

    7. Umpan Balik

    (Hersey, Blanchard, dan Johnson, dalam buku Wibowo 2011:102)

    Terwujudnya Kinerja BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir

    Di Kabupaten Lebak Yang Optimal

    Penyelenggaraan BPBD dalam Penanggulangan Bencana Banjir

    Di Kabupaten Lebak

  • 49

    2.4 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang

    akan diteliti dan akan dibuktikan kebenarannya. Hipotesis memberi hasil dari

    refleksi peneliti berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berfikir yang akan

    digunakan sebagai dasar argumentasi. Pada penelitian ini, hipotesis yang

    digunakan oleh peneliti adalah hipotesis deskriptif yaitu merupakan jawaban

    sementara terhadap rumusan masalah deskriptif.

    Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berfikir maka pada penelitian

    ini, hipotesis yang akan diambil yaitu:

    Hipotesis nol : Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah

    Dalam Penanggulangan Bencana Banjir di

    Kabupaten Lebak paling rendah atau sama dengan

    65 % dari nilai idealnya 100%

    Hipotesis alternatif : Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah

    Dalam Penanggulangan Bencana Banjir di

    Kabupaten Lebak paling tinggi 65 % dari nilai

    idealnya 100%

    H0 : > 65%

    Ha : < 65%

  • 50

    Dari hipotesis di atas, maka peneliti menentukan dan mengambil salah

    satu hipotesis untuk penelitian, yaitu:

    Ha : < 65%

    Hipotesis alternatif : Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah

    Dalam Penanggulangan Bencana Banjir di

    Kabupaten Lebak paling tinggi 65 % dari nilai

    idealnya 100%

  • 51

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

    Menurut Sugiyono (2010:1) Metode penelitian pada dasarnya merupakan

    cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

    Berdasarkan tersebut terdapat empat kata kunci yang harus diperhatikan yaitu

    cara ilmiah, tujuan dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu

    didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional

    berarti kegiatan itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga

    terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara itu dapat diamati

    oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-

    cara yang digunakan. Sistematis berarti proses yang digunakan dalam penelitian

    itu mengguanakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.

    Sedangkan Usman dan Setadi Akbar (2011:41), mengemukakan bahwa

    metodologi penelitian ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-

    peraturan yang terdapat dalam penelitian. Ditinjau dari filsafat, metodologi

    penelitian merupakan epistimologi penelitian, yaitu yang menyangkut bagaimana

    kita mengadakan penelitian.

    Untuk menemukan jawaban dalam masalah-masalah, tujuan dan manfaat

    yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka metode penelitian yang berjudul

    Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dalam

  • 52

    Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Lebak ini adalah metode

    penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.

    Menurut Sugiyono (2007:8), Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan

    sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan

    untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

    menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik,

    dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

    Irawan (2006:108), menjelaskan bahwa metode deskriptif digunakan untuk

    mengkaji sesuatu seperti apa adanya (variabel tunggal) atau pola hubungan

    (korelasional) antara dua atau lebih variabel. Sedangkan menurut Suryabarata

    (1992:24), metode penelitian deskriptif adalah penelitian mendalam mengenai unit

    sosial tertentu, yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan

    terorganisasi menganai unit tersebut.

    3.2 Ruang Lingkup Penelitian

    Adapun ruang lingkup penelitian Kinerja Badan Penanggulangan Bencana

    Daerah (BPBD) Dalam Penanggulangan Bencana Banjir Di Kabupaten Lebak

    adalah organisasi BPBD Kabupaten Lebak dan masyarakat Kabupaten Lebak

    yang mengharapkan pelayanan dalam bidang penanggulangan bencana banjir

    berjalan dengan baik dan terwujudnya masyarakat yang tangguh akan bencana.

  • 53

    3.3 Lokasi Penelitian

    Dalam penelitian Kinerja Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD)

    Dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Lebak ini, penetapan

    lokasi terdapat di daerah Kabupaten Lebak yang merupakan daerah rawan akan

    bencana banjir. Daerah rawan bencana banjir di Kabupaten Lebak terdapat 15

    Kecamatan dari jumlah keseluruhan 28 Kecamatan yang berada di Kabupaten

    Lebak