kimia pangan.docx

29
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, produk pangan semakin baragam bentuknya, baik itu dari segi jenisnya maupun dari segi rasa dan cara pengolahannya. Namun seiring dengan semakin pesatnya teknologi pengolahan pangan, penambahan bahan-bahan aditif pada produk pangan sulit untuk dihindari. Akibatnya keamanan pangan telah menjadi dasar pemilihan suatu produk pangan yang akan dikonsumsi. Keamanan pangan merupakan hal yang sedang banyak dipelajari, karena manusia semakin sadar akan pentingnya sumber makanan dan kandungan yang ada di dalam makanannya. Hal ini terjadi karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan serta kemajuan teknologi, sehingga diperlukan suatu cara untuk mengawasi keamanan pangan. Dalam proses keamanan pangan, dikenal pula usaha untuk menjaga daya tahan suatu bahan sehingga banyaklah muncul bahan- bahan pengawet yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan. Namun dalam praktiknya di masyarakat, masih banyak yang belum memahami perbedaan penggunaan bahan pengawet untuk bahan-bahan pangan dan non pangan. Formalin merupakan salah satu pengawet non pangan yang sekarang banyak digunakan untuk mengawetkan makanan. Formalin adalah nama dagang dari campuran formaldehid, metanol dan air. Formalin yang beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara 20% - 40%. Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan makanan, namun walau daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan karena berbahaya untuk kesehatan manusia. Bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan formalin bermacam-macam, misal mual, muntah, bahakan dapat menyebabkan kanker. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia.

Transcript of kimia pangan.docx

BAB 1. PENDAHULUAN1.1Latar BelakangDewasa ini, produk pangan semakin baragam bentuknya, baik itu dari segi jenisnya maupun dari segi rasa dan cara pengolahannya. Namun seiring dengan semakin pesatnya teknologi pengolahan pangan, penambahan bahan-bahan aditif pada produk pangan sulit untuk dihindari. Akibatnya keamanan pangan telah menjadi dasar pemilihan suatu produk pangan yang akan dikonsumsi. Keamanan pangan merupakan hal yang sedang banyak dipelajari, karena manusia semakin sadar akan pentingnya sumber makanan dan kandungan yang ada di dalam makanannya. Hal ini terjadi karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan serta kemajuan teknologi, sehingga diperlukan suatu cara untuk mengawasi keamanan pangan.Dalam proses keamanan pangan, dikenal pula usaha untuk menjaga daya tahan suatu bahan sehingga banyaklah muncul bahan-bahan pengawet yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan. Namun dalam praktiknya di masyarakat, masih banyak yang belum memahami perbedaan penggunaan bahan pengawet untuk bahan-bahan pangan dan non pangan. Formalin merupakan salah satu pengawet non pangan yang sekarang banyak digunakan untuk mengawetkan makanan.Formalin adalah nama dagang dari campuran formaldehid, metanol dan air. Formalin yang beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara 20% - 40%. Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan makanan, namun walau daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan karena berbahaya untuk kesehatan manusia. Bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan formalin bermacam-macam, misal mual, muntah, bahakan dapat menyebabkan kanker. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia.Oleh karena itu perlu dilakukan uji formalin pada berbagai produk pangan seperti bakso, mie basah, ikan asin dan lain-lain. Hal ini bertujuan agar kita dapat mengetahui produk apa saja yang mengandung pengwet buatan (formalin).1.2Tujuana.Untuk mengetahui cara mengindetifikasi formalin dalam bahan pangan dan makananb.Untuk ciri-ciri makanan yang mengandung formalin.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi Formalin

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna dengan bau menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan rasa membakar. Bobot tiap mililiter adalah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dengan kloroform dan eter (Norman and Waddington, 1983). Didalam formalin mengandung sekitar 37% formaldehid dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan Formalith (Astawan, Made,2006). Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul HCOH. Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi dengan gugus NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang mengendap (Harmita, 2006).Rumus bangun formalin:OHCHFormaldehid (formalin) adalah larutan tidak berwarna, reaktif, dan dapat membentuk polimer pada suhu normal pada saat berwujud gas. Kalor pembakaran untuk gas formalin 4,47 Kcal / gram. Daya bakar dilaporkan pada rentang volume 12,5 80 % di udara. Campuran 65 70 % formaldehid di dalam udara sangat mudah terbakar. Formaldehid dapat terdekomposisi menjadi metanol dan karbonmonooksida pada suhu 150oC dan pada suhu 300C jika dekomposisi tidak menggunakan katalis. Pada tekanan atmosfer formaldehid mudah mengalami fotooksidasi menjadi karbondioksida (WAAC Newsletter, 2007). Larutan formaldehid atau larutan formalin mempunyai nama dagang formalin, formol atau mikrobisida dengan rumus molekul CH2O mengandung 37 % gas formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan 10 15% metanol untuk menghindari polimerisasi. Larutan ini sangat kuat dan dikenal dengan larutan formalin 40% yang mengandung 40 gram formaldehid dalam 100 ml pelarut (Cahyadi, 2006).

2.2Karakteristik FormalinFormalin atau Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal), merupakan aldehida berbentuknya gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867. Formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon. Terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia (Reuss 2005).Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merk dagang formalin atau formol ). Dalam air, formaldehida mengalami polimerisasi dan sedikit sekali yang ada dalam bentuk monomer H2CO. Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen metanol untuk membatasi polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan kadar antara 10%-40%. Meskipun formaldehida menampilkan sifat kimiawi seperti pada umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya. Formaldehida merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik dan sanyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik dan alkena. Dalam keberadaan katalis basa, formaldehida bisa mengalami reaksi Cannizzaro, menghasilkan asam format dan metanol. Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier polioksimetilena. Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas formaldehida berbeda dari sifat gas ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin. Formaldehida bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu larutan formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara (Reuss 2005).2.3Fungsi FormalinOleh karena harganya yang terjangkau, formalin banyak digunakan dalam berbagai jenis industri seperti pembuatan perabot dan juga digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan bangunan. Selain itu, formalin juga digunakan sebagai bahan pengawet mayat dan agen fiksasi di laboratorium. Bahan pengawet ini, menurut Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI, Dr. Leonardus Broto Kardono (2006).Penggunaan formalin diantaranya adalah sebagai berikut:a.Pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal.b.Pembasmi lalat dan serangga.c.Bahan pembuat sutra bahan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak.d.Dalam dunia fotografi digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas.e.Bahan pembentuk pupuk berupa urea.f.Bahan pembuatan produk parfum.g.Pencegah korosi untuk sumur minyak.h.Bahan untuk isolasi busa.i.Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood)(Oke, 2008).Larutan formaldehid adalah disinfektan yang efektif melawan bakteri vegetatif, jamur atau virus tetapi kurang efektif melawan spora bakteri. Formaldehid bereaksi dengan protein dan hal tersebut mengurangi aktivitas mikroorganisme. Efek sporosidnya meningkat, yang meningkat tajam dengan adanya kenaikan suhu. Larutan 0,5 % formaldehid dalam waktu 6 12 jam dapat membunuh bakteri dan dalam waktu 2 4 hari dapat membunuh spora, sedangkan larutan 8% dapat membunuh spora dalam waktu 18 jam. Formaldehid memiliki daya antimicrobial yang luas yaitu terhadapStaphylococcus aureus,Escherichiacoli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aerogenosa, Pseudomonas florescens,Candida albicans, Aspergillus niger, atauPenicillium notatum. Mekanisme formaldehid sebagai pengawet diduga bergabung dengan asam amino bebas dari protoplasma sel atau mengkoagulasikan protein (Cahyadi, 2006).Formaldehid membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri dehidrasi (kekurangan air) sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di permukaan. Artinya formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya supaya tahan terhadap serangan bakteri lain. Bila desinfektan lainnya mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh maka formalin akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan berikutnya (Cipta Pangan, 2006)Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut protein mengeras dan tidak dapat larut (Herdiantini, 2003). Sifat penetrasi formalin cukup baik, tetapi gerakan penetrasinya lambat sehingga walaupun formaldehid dapat digunakan untuk mengawetkan sel-sel tetapi tidak dapat melindungi secara sempurna, kecuali jika diberikan dalam waktu lama sehingga jaringan menjadi keras (Herdiantini, 2003).2.4Macam-macam Metode Uji Formalin2.4.1MetodeSpot TestBeberapa metode analisa kimia yang sudah ada, untuk penetapan kandungan formalin, borak, dan zat pewarna berbahaya salah satunya dapat dilakukan dengan metode spot test. Yaitu metode analisa kimia dengan menggunakan reagent kit (kit tester). Metode ini mempunyai keistimewaan antara lain cepat, murah, pasti dan tidak memerlukan peralatan yang rumit dan dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun (Shofi A, 2008).Prinsip kerjanya adalah dengan menambahkan cairan (reagent) pada bahan makanan yang diduga menggunakan bahan yang diselidiki, dengan hasil akhir terjadinya perubahan warna khas. FMR (formalin main reagent) merupakan salah satu jenis kit tester kandungan formalin. Kit tester tersebut merupakan salah satu penemuan dari dosen FMIPA UB Malang. Produk kit FMR tersebut2.4.2 Sensor Warna TCS 3200Sensor warna TCS 3200 adalah sensor warna buatan TAOS Parralax. TCS 3200 merupakan produk penyempurnaan dari produk sebelumnya yaitu TCS 230. Perbedaan antara TCS 3200 dan TCS 230 adalah konsumsi arusnya (Noor, 2010). Bentuk fisik dari sensor warna2.4.3 Mikrokontroler AVR ATmega8AVR merupakan salah satu jenis mikrokontroler yang di dalamnya terdapat berbagai macam fungsi khusus seperti ADC, EEPROM kapasitas 128 byte sampai dengan 512 byte. Mikrokontroller dengan konsumsi daya rendah ini mampu mengeksekusi instruksi dengan kecepatan maksimum 16MIPS pada frekuensi 16MHz. Jika dibandingkan dengan ATmega8L perbedaannya hanya terletak pada besarnya tegangan yang diperlukan untuk bekerja. ATmega8 tipe L, dapat bekerja dengan tegangan antara 2,7 - 5,5 V sedangkan untuk ATmega8 hanya dapat bekerja pada tegangan antara 4,5 5,5 V (Wasito S, 2004). Adapun konfigurasi pin dari ATmega8.

2.5Karakteristik Sampel2.5.1TahuTahu merupakan hasil olahan dari bahan dasar kacang kedelai melalui proses pengendapan dan penggumpalan oleh bahan penggumpal. Tahu ikut berperan dalam pola makan sehari-hari sebagai lauk pauk maupun sebagai makanan ringan. Kacang kedelai sebagai bahan dasar tahu mempunyai kandungan protein sekitar 30-45%. Dibandingkan dengan kandungan protein bahan pangan lain seperti daging (19%), ikan (20%) dan telur (13%), ternyata kedelai merupakan bahan pangan yang mengandung protein tertinggi. Penggunaan CaSO4 merupakan cara penggumpalan tradisional yang dapat menghasilkan tahu yang bermutu baik (Tim Pengajar Pendidikan Industri Tahu, 1981).Tahu termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi. Besarnya kadar air dipengaruhi oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat pembuatan tahu. Bahan penggumpal asam menghasilkan tahu dengan kadar air lebih tinggi dibanding garam kalsium. Bila dibandingkan dengan kandungan airnya, jumlah protein tahu tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan oleh kadar airnya yang sangat tinggi. Makanan-makanan yang berkadar air tinggi umumnya kandungan protein agak rendah. Selain air, protein juga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan mempunyai daya awet rendah (Hamid, 2012).Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan menggumpal bila bereaksi dengan batu tahu. Penggumpalan protein oleh batu tahu akan berlangsung secara cepat dan serentak di seluruh bagian cairan sari kedelai, sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai akan terperangkap di dalamnya. Pengeluaran air yang terperangkap tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan, semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan protein. Gumpalan protein itulah yang kemudian disebut sebagai tahu (Bayuputra, 2011).Kandungan air di dalam tahu ternyata bukan merupakan hal yang merugikan. Oleh beberapa pengusaha, hal tersebut justru dimanfaatkan untuk memproduksi tahu dengan tingkat kekerasan yang rendah (tahu gembur). Dalam proses pembuatan tahu gembur, air yang dikeluarkan hanya sebagian kecil, selebihnya dibiarkan tetap berada di dalam tahu. Dengan demikian, akan dihasilkan tahu yang berukuran besar namun gembur (Bayuputra, 2011).

Tabel 1. Kandungan gizi tahuNoUnsur giziKadar/100 g bahan tahu

1Energi (kal)79

2Protein (g)7,8

3Mineral (g)2,2

4Kalsium (mg)124

5Fosfor (mg)63

6Zat besi (mg)0,8

7Vitamin A (mcg)0

8Vitamin B (mg)0.06

9Air12,5

Sumber : (Bayuputra, 2011)2.5.2LontongLontong merupakan salah satu cara penyajian nasi berbahan dasar beras. Lontong berbentuk nasi yang dipadatkan karena dimasak dengan air namun ditekan dengan pembungkus biasanya daun pisang atau plastik. Lontong mempunyai tekstur kenyal dan lembut serta dapat bertahan hingga dua hari jika disimpan dalam lemari pendingin (Tarwodjo,1998).Pada proses pembuatan lontong dapat dilakukan dengan memasukkan beras ke dalam panci. Tuangkan air hingga setinggi satu ruas jari dari permukaan beras. Masak sampai menjadi aron. Ambil selembar daun pisang, taruh 3 hingga 4 sendok makan beras aron di atasnya. Gulung hingga berbentuk bulat panjang bergaris tengah 4 cm. Semat kedua ujungnya dengan lidi. Lakukan hingga semua beras aron terbungkus. Didihkan air yang banyak dalam panci, masukkan gulungan beras ke dalamnya hingga terendam air. Rebus selama 4 jam, bila air berkurang tambahkan air panas secukupnya. Setelah lontong matang, angkat, tiriskan kemudian didinginkan.2.5.3Ikan asinIkan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%, dengan jaringan pengikat sedikit sehigga mudah dicerna (Adawyah, 2007). Ikan merupakan komoditi ekspor yang mudah mengalami pembusukan dibandingkan produk daging, buah dan sayuran. Pembusukan pada ikan terjadi karena beberapa kelemahan dari ikan yaitu tubuh ikan mengandung kadar air tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati netral, sehingga memudahkan tumbuhnya bakteri pembusuk, daging ikan mengandung asam lemak tak jenuh berkadar tinggi yang sifatnya mudah mengalami proses oksidasi sehingga seringkali menimbulkan bau tengik, jaringan ikat pada daging ikan sangat sedikit sehingga cepat menjadi lunak dan mikroorganisme cepat berkembang.Oleh karena beberapa kelemahan tersebut, para produsen melakukan penghambatan kebusukan dari ikan dengan membuat kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan pertumbuhan mikroba, sehingga mikroba dapat ditekan pertumbuhannya. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan proses penggaraman dan pengeringan yang kemudian hasil produksinya disebut dengan ikan asin. Ikan asin diproduksi dari bahan ikan segar atau ikan setengah basah yang ditambahkan garam 15-20%. Walaupun kadar air didalam tubuh ikan masih tinggi 30-35 persen, namun ikan asin dapat disimpan agak lama karena penambahan garam yang relatif tinggi tersebut. Untuk mendapatkan ikan asin berkualitas bahan baku yang digunakan harus bermutu baik, garam yang digunakan biasanya garam murni berwarna putih bersih. Garam ini mengandung kadar natrium chlorida (NaCl) cukup tinggi, yaitu sekitar 95 %. Komponen yang biasa tercampur dalam garam murni adalah MgCl2(magnesium chlorida), CaCl2(calsium chlorida), MgSO4(magnesium sulfat), CaSO4(calsium sulfat), lumpur, dll. Jika garam yang digunakan Mg (magnesium) dan Ca (calsium) akan menghambat proses penetrasi garam ke dalam daging ikan, akibatnya daging ikan berwarna putih, keras, rapuh dan rasanya pahit. . Jika garam yang digunakan mengandung Fe (besi) dan Cu (tembaga) dapat mengakibatkan ikan asin berwarna coklat kotor atau kuning (Djarijah, 1995).

2.5.4CilokPentol cilok adalah makanan ringan menyerupai pentol yang terbuat dari tepung kanji, berasa gurih dan kenyal. Awalnya makanan ini merupakan khas dari Jawa Barat, namun sekarang sudah mulai merambah ke daerah-daerah lain. Perlu diwaspadai akan kemanan pangan dari pentol cilok tersebut, karena biasanya pentol cilok dijual dalam keadaan terbuka dan dibiarkan dalam waktu yang lama, sehingga memungkinkan terjadinya cemaran oleh mikroba. Cemaran oleh mikroba pada pentol cilok juga dipengaruhi oleh sanitasi selama proses pengolahan serta higiene dari penjamah makanan. Selain cemaran oleh mikroba, keamanan pangan pentol cilok juga dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan, kualitas dari bahan-bahan tersebut, penggunaan bahan tambahan makananan serta keberadaan bahan berbahaya dalam pembuatan pentol cilok.2.5.5Mie basahMie basah adalah jenis mi yang mengalami proses perebusan, dimana kadar airnya tinggi dapat mencapai 52% sehingga memiliki daya tahan yang singkat. Salah satu jenis mi yang termasuk dalam mi basah adalah mi tiaw. Mi basah memiliki daya tahan yang singkat, karena mengandung kadar air yang cukup tinggi. Dimana pada suhu kamar mie basah hanya bertahan selama 10-12 jam, sehingga perlu ditambahkan bahan pengawet untuk meningkatkan daya simpannya (Widyaningsih & Murtini, 2006).Komposisi gizi mie basah secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.Tabel 2. Komposisi Gizi Mie Basah per 100 g BahanZat giziMie Basah

Energy (kal)Protein (g)Lemak (g)Karbohidrat (g)Kalsium (mg)BesiVitamin AVitamin B1 (mg)Vitamin C (mg)Air (mg)860,63,314130,8---80

Sumber : Astawan, (1999)Menurut Astawan, (1999), mie basah yang baik adalah mie yang secara kimiawi mempunyai nilai kimia yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen Perindustrian melalui SII 2046-90. Persyaratan tersebut data dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat Mutu Mie Basah (SII 2046-90)Kriteria UjiSatuanPersyaratan

1.Keadaan :a.Baub.Warnac.RasaNormalNormalNormal

2.Kadar air%, b/b20-35

3.Abu%, b/bMaksimum 3

4.Protein%, b/bMaksimum 8

5.Bahan tambahan makanan:a.Boraks dan asam sorbatb.Pewarnac.Formalin

Tidak boleh

Yang diizinkanTidak boleh

6.Pencemaran logam:a.Timbale (Pb)b.Tembaga (Cu)c.Seng (Zn)d.Raksa (Hg)mg/kgmg/kgmg/kgmg/kg

Maksimum 1,0Maksimum 10,0Maksimum 40,0Maksimum 0,05

7.Pencemaran mikrobia:a.Angka lempeng totalb.E.colic.Kapang

Koloni/g

APM/gKoloni/g

Maksimum 1,0 x 106

Maksimum 10Maksimum 1,0 x 104

Sumber : Astawan, (1999)2.5.6BaksoBakso merupakan salah satu produk olahan yang sangat populer. Banyak orang menyukainya, dari anak-anak sampai orang dewasa. Bakso tidak saja hadir dalam sajian seperti sajian mie bakso maupun mie ayam. Bola-bola daging ini juga biasa digunakan dalam campuran beragam masakan lainnya, sebut saja misalnya nasi goreng, mie goreng, capcay, dan aneka sop (Widyaningsih, 2006).Bakso merupakan produk dari protein daging, baik daging sapi, ayam ikan maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam dapur (NaCl), tepung tapioka, dan bumbu berbentuk bulat seperti kelereng dengan berat 25-30 gr per butir. Bakso memiliki tekstur kenyal seperti ciri spesifiknya, kualitas bakso sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan, proporsi daging dan tepung dan proses pembuatannya (Widyaningsih, 2006).

Penggunaan bahan tambahan ilegal seperti formalin dan boraks dalam pembuatan mie basah banyak terjadi, khususnya di daerah Jabotabek. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan umur simpan mie basah. Survei terhadap 12 industri mie basah mentah dan 5 industri mie basah matang yang tersebar di daerah Jakarta (5 industri), Bogor (3 industri), Tangerang (3 industri), dan Bekasi (6 industri) yang dilakukan oleh Indrawan (2005) memperlihatkan bahwa seluruh industri tersebut menggunakan bahan tambahan ilegal (formalin atau boraks). Perinciannya adalah 13 industri (76.47%) menggunakan formalin dan 16 industri (94.12%) menggunakan boraks. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12 industri (70.59%) menggunakan formalin sekaligus boraks, 4 industri (23.53%) menggunakan boraks saja, dan hanya 1 industri (5.88%) yang menggunakan formalin saja (Indrawan, 2005). Kandungan formalin rata-rata dalam mie basah di pasar tradisional Jabotabek adalah 106.00 mg/kg (mie basah mentah) dan 2 914.36 mg/kg (mie basah matang). Mie yang dijual oleh pedagang produk olahan mie daerah Jabotabek rata-rata mengandung formalin 72.93 mg/kg (mie basah mentah) dan 3 423.51 mg/kg (mie basah matang). Sementara itu, mie yang dijual di supermarket Jabotabek mengandung formalin 113.45 mg/kg (mie basah mentah) dan 2 941.82 mg/kg (mie basah matang) (Gracecia, 2005; Priyatna, 2005). Formaldehid dan boraks yang ditambahkan ke dalam bahan pangan merupakan salah satu bahaya terhadap keamanan pangan. Formalin adalah nama umum yang dipakai untuk larutan 37% gas formaldehid dalam air. Senyawa ini mudah terbakar, berbau tajam, tidak berwarna, mudah dipolimerisasi pada suhu ruang, dan berfungsi sebagai desinfektan atau pengawet (Hart, 1983). Sodium tetraborat dekahidrat dikenal juga dengan nama boraks, yang mempunyai rumus kimia Na2B4O7.10H2O dengan berat molekul 381.44. Boraks biasanya digunakan untuk deterjen, perekat, kosmetik, obat-obatan, desinfektan, insektisida, serta sebagai pelarut gum, dekstrin, dan kasein. Penelitian terhadap mie basah mentah yang dilakukan oleh Oktaviani (2005) menunjukkan bahwa formaldehid akan menurunkan kelarutan protein. Boraks juga dapat menurunkan kelarutan protein dalam jumlah yang lebih rendah daripada formaldehid. Kombinasi kedua aditif tersebut semakin menurunkan kelarutan protein. Selain itu, daya cerna protein in vitro menurun secara signifikan pada mie mentah yang ditambah formaldehid. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik dan kualitas protein pada mie basah matang yang mengandung formaldehid dan boraks berdasarkan parameter fisik dan kimia, kadar formaldehid dan boraks dalam produk akhir, perubahan sifat kelarutan protein dalam larutan garam, asam, dan basa, perubahan daya cerna protein in vitro, serta pola elektroforesis SDS-PAGE dan native- PAGE. Sampel yang diteliti berupa mie basah matang yang dibuat dengan penambahan formaldehid, boraks, kombinasi keduanya, dan tanpa penambahan kedua bahan tersebut. 55 Mie basah matang relatif lebih tahan terhadap reaksi pencoklatan enzimatis dibandingkan mie basah mentah. Hal ini disebabkan enzim polifenol oksidase (PPO) telah diinaktifkan selama perebusan. Penambahan formaldehid menyebabkan warna kuning mie semakin pudar, namun tingkat kecerahannya semakin tinggi. Dua sampel yang memiliki konsentrasi formaldehid tertinggi (penambahan sebanyak 3680 mg/kg air perebus) mempunyai warna yang berbeda nyata dengan keempatbelas sampel lainnya (p0.05). Jumlah absolut formaldehid yang terukur dalam produk akhir selalu lebih kecil dibandingkan jumlah absolut formaldehid di dalam air perebus. Keduanya berbanding lurus secara linier dengan R2 lebih besar dari 0.9 dan koefisien X jauh lebih kecil dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa mie memiliki keterbatasan dalam menyerap formaldehid, dan semakin tinggi kadar formaldehid dalam air perebus, kemampuan mie menyerap formaldehid justru semakin menurun. Obat mie pasar diketahui mengandung boraks sebanyak 38.64 mg/g, sehingga mie yang dibuat dengan menggunakan obat mie akan selalu mengandung boraks dalam jumlah lebih besar dibandingkan mie yang dibuat dengan menggunakan kansui. Daya cerna mie basah matang justru meningkat dengan semakin tingginya kandungan formaldehid. Penurunan daya cerna baru terjadi apabila formaldehid dikombinasikan dengan boraks. Pengaruh boraks dalam menurunkan solubilitas protein lebih besar pada mie yang menggunakan obat mie dibandingkan pada mie yang menggunakan kansui. Sebaliknya, pengaruh penambahan formaldehid justru lebih besar pada mie yang menggunakan kansui dibandingkan mie yang menggunakan obat mie. Kombinasi formaldehid dan boraks sekaligus umumnya menghasilkan solubilitas protein yang lebih rendah dibandingkan sampel yang hanya mengalami penambahan salah satu aditif. Sampel dengan kadar boraks rendah, mempunyai solubilitas maksimum pada pH basa, sedangkan sampel dengan kadar boraks tinggi mempunyai solubilitas maksimum pada pH asam. Pada mie yang ditambah formaldehid, solubilitas maksimum umumnya tercapai di pH basa. Solubilitas sampel yang mengalami penambahan formaldehid sekaligus boraks umumnya menurun dengan meningkatnya konsentrasi garam. Elektroforegram SDS-PAGE menunjukkan bahwa sampel tanpa penambahan aditif dan sampel yang ditambah boraks diperkirakan mengandung subunit protein -5-gliadin, -1,2-gliadin, -gliadin, -gliadin, dan LMW subunit glutenin. Sementara itu, sampel dengan penambahan formaldehid dan kombinasi formaldehid-boraks diduga mengandung -1,2-gliadin, -gliadin, -gliadin, dan LMW subunit glutenin. BM protein di dalam native-PAGE jauh lebih besar daripada BM protein di dalam SDS-PAGE. Protein di dalam native-PAGE juga tidak terpisah menjadi beberapa subunit. Untuk sampel tanpa penambahan formaldehid dan boraks, BM subunit proteinnya dapat diduga sebagai HMW subunit glutenin. BM protein sampel lainnya, baik yang hanya mengalami penambahan formaldehid atau boraks saja, maupun keduanya, mempunyai nilai yang jauh lebih besar daripada BM sampel yang dihasilkan dalam SDS-PAGE.

Penggunaan bahan tambahan makanan yang terlarang masih dilakukan. Bahkan tampaknya akan semakin tinggi jika mengambil segmen pengusaha pangan jajanan. Produknya justru banyak sekali dikonsumsi oleh masyarakat luas, termasuk kalangan remaja dan anak-anak usia sekolah.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Menkes/PER/XII/76, yang dimaksud zat aditif, yaitu bahan yang sengaja ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu makanan. Sedangkan FAO dan WHO dalam kongresnya di Roma tahun 1956 menetapkan definisi zat aditif sebagai bahan-bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah sedikit untuk memperbaiki warna, bentuk, cita-rasa, tekstur, atau memperpanjang masa simpan (Winarno dkk, 1984).Zat aditif menurut peraturan Menkes No. 235 (1979) dapat dikelompokan menjadi 14 kelompok berdasarkan fungsinya, yaitu:(1) antioksidan dan antioksidan sinergis; (2) anti kempal; (3) pengasam, penetral dan pendapar; (4) enzim; (5) pemanis buatan; (6) pemutih dan pematang; (7) penambah gizi; (8) pengawet; (9) pengemulsi, pemantap dan pengental; (10) pengeras; (11) pewarna alami dan sintetik; (12) penyedap rasa dan aroma; (13) sekuestran; (14) zat aditif lain.Penggunaan zat aditif pada produk pangan harus mempunyai sifat: dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, tidak mengurangi zat-zat esensial di dalam makanan, mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan, dan menarik bagi konsumen, tetapi tidak merupakan suatu penipuan. Sedangkan zat aditif yang tidak boleh digunakan antara lain mempunyai sifat: dapat merupakan penipuan bagi konsumen, menyembunyikan kesalahan dalam teknik penanganan atau pengolahan, dapat menurunkan nilai gizi makanan, dan tujuan penambahan masih dapat digantikan perlakuan-perlakuan lain yang lebih praktis.Zat aditif dapat diperoleh dari ekstrak bahan alami yang disebut zat aditif alami, dan dapat pula dibuat dari reaksi-reaksi tertentu, atau yang dikenal dengan zat aditif sintetik.Daun suji, kunyit, cabai, anggur, bit, wortel, jeruk merupakan contoh pewarna alami. Sedangkan zat pewarna sintetik yang boleh digunakan dalam makanan harus yang berlabel FD&C (food, drugs & cosmetics), contohnya: FD&Yellow no.5 dan 6,dan FD&Cred no 2 dan 3. Dari hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa masih sering kita jumpai penggunaan zat pewarna merah Rhodamin B dan Metanil Yellow pada produk makanan industri rumah tangga seperti kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup, bisKuit, sosis, manisan dan ikan asap.Perlu diketahui bahwa kedua zat pewarna tersebut adalah bahan kimia yang digunakan untuk pewarna merah dan kuning pada industri tekstil dan plastik.Zat penyedap rasa yang umum digunakan biasanya yaituMono Sodium Glutamat(MSG) yang merupakan garam natrium dari asam glutamat. MSG merupakan zat penyedap rasa sintetik. MSG menggunakan gluten dari gandum, jagung, kedelai serta hasil samping penggunaan gula bit atau molase gula tebu sebagai bahan baku. Sedangkan contoh zat penyedap rasa alami, yaitu: terasi yang dapat dibubuhkan ke dalam sayur asem, kemudian juga garam dapur sebagai pembangkit cita rasa makanan dimana makanan menjadi lebih gurih dan berasa asin. Sedangkan cuka atau asam jawa dapat menyebabkkan rasa makanan menjadi asam segar.Zat aroma (penimbul cita rasa) sintetik yang biasa digunakan misalnya amil asetat seperti aroma pisang, vanillin dan ekstrak paniliamil kaproat memberikan aroma serupa aroma apel dan nenas, sitronelal mempunyai aroma bunga (ros), benzil asetat aroma strawberry, diasetil aroma mentega dan aldehida sinamat aroma kayu manis. Pemanis yang utama pada makanan adalah sukrosa, yang dapat diperoleh baik dalam bentuk gula pasir, gula jawa atau gula kelapa. Sedangkan zat pemanis sintetik yang sering digunakan yaitu: Garam Na dan Ca siklamat (kemanisannya 30 kalilebih besar dari gula), Ca dan Na Sakarin (Kemanisannya 400 kali lebih besar dari kemanisan larutan gula 10%), kalium-asesulfam (aman dikonsumsi merupakan serbuk kristal dengan kemanisan 200 kali lebih besar dari gula), aspartam, dihidrokalkon, dan flavonoid neohesperidin.

Zat kimia yang digunakan sebagai pengawet dapat berupa zat organik dan anorganik. Zat organik lebih sering digunakan untuk pengawet karena mudah dibuat. Zat organik yang biasanya digunakan adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat (cuka) dan epoksida. Asam benzoat atau garam natriumnya sering digunakan untuk bahan makanan dengan kondisi asam, seperti minuman buah, sari apel, minuman berkarbonat, acar, dan sambal tomat. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Benzoat efektif pada pH 2,5 4,0. Asam benzoat secara alami terdapat dalam rempah-rempah dan kayu manis. Cuka atau larutan 4% asam asetat biasa digunakan untuk mencegah pertumbuhan kapang dalam roti.Zat pengawet anorganik yang digunakan adalah sulfit, nitrat dan nitrit. Garam nitrit dan nitrat (NaNO3atau NaNO2, dengan nama dagang sendawa Chili) biasanya digunakan untuk memperoleh warna daging yang baik dan menghambat pembentukan toksin olehClostridium botulinum. Namun demikian, penggunaan natrium nitrit sebagai pengawet dapat membahayakan, bila terjadi ikatan antara nitrit dengan amino atau amida yang dapat membentuk turunan nitrosamida (senyawa karsinogen nitrosamina) yang bersifat toksik (racun) dan dapat menimbulkan kanker pada hewan. Oleh karena itu penggunaan nitrit hendaknya dibatasi.Zat pengawet yang paling aman digunakan adalah pengawet alamiah seperti gula, garam dapur, dan asam jawa.Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga jenis sebagai berikut.1. GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali.2. ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen.3. zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi, karena berbahaya seperti boraks dan formalin.Akhir-akhir ini beredar informasi di masyarakat dimana terjadi penyalahgunaan penggunaan zat aditif terutama zat pengawet pada produk pangan yang sesungguhnya tidak sesuai dengan penggunaannya dan zat aditif tersebut dapat memicu terjadinya penyakit kanker. Sebagai contoh yaitu penggunaan boraks dan formalin dalam makanan sehari-hari seperti baso, mie basah, ikan asin dan tahu.1. FormalinFormalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam larutan formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air dan merupakan anggota paling sederhana dan termasuk kelompokaldehiddengan rumus kimia HCHO. Formalin biasanya diperdagangkan di pasaran dengan nama berbeda-beda antara lain yaitu: Formol, Morbicid, Methanal, Formic aldehyde, Methyl oxide, Oxymethylene, Methylene aldehyde, Oxomethane, Formoform, Formalith, Karsan, Methyleneglycol, Paraforin, Polyoxymethylene glycols, Superlysoform, Tetraoxymethylene, dan Trioxane.Formalin digunakan pada :-Bidang kesehatan : desinfektan dan pengawet mayat-Industri perkayuan dan plywood : sebagai perekat-Industri plastik : bahan campuran produksi-Industri tekstil, resin, karet dan fotografi : mempercepat pewarnaan.Dari hasil sejumlah survey dan pemeriksaan laboratorium, ditemukan sejumlah produk pangan menggunakan formalin sebagai pengawet misalnya ikan segar, ayam potong, mie basah, bakso, ikan asin dan tahu yang beredar di pasaran, dengan ciri sebagai berikut:-Tahu yang bentuknya sangat kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari dan berbau menyengat.

-Mie basah yang berwarna lebih mengkilat serta awet beberapa hari dan tidak mudah basi dibandingkan dengan yang tidak mengandung formalin.

-Ayam potong yang berwarna putih bersih, awet dantidak mudah busuk.

-Ikan basah yang warnanya putih bersih, kenyal, insangnya berwarna merah tua bukan merah segar, awet sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk.

-Ikan asin yang bentuknya bagus, tidak lembek, tidak bau, dan awet.

-Bakso yang berwarna lebih putih dan lebih keras serta awet sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk.

Formalin tidak diizinkan ditambahkan ke dalam bahan makanan atau digunakan sebagai pengawet makanan, tetapi formalin mudah diperoleh dipasar bebas dengan harga murah. Adapun landasan hukum yang dapat digunakan dalam pengaturan formalin yaitu:-UU Nomor : 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

-UU Nomor : 7 tahun 1996 tentang Pangan

-UU Nomor : 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

-Kepmenkes Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan

-SK Memperindag Nomor : 254/2000 tentang Tataniaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya

Dampak formalin pada kesehatan manusia, dapat bersifat akut dan kronik.a. Akut (efek pada kesehatan manusia terlihat langsung).1) Bila terhirup akan terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk-batuk. Kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan seperti radang paru dan pembengkakan paru. Tanda-tanda lainnya meliputi bersin, radang tekak, radang tenggorokan, sakit dada, yang berlebihan, lelah, jantung berdebar, sakit kepala, mual dan muntah. Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.2) Bila terkena kulit akan menimbulkan perubahan warna, yakni kulit menjadi merah, mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar.3) Bila terkena mata akan menimbulkan iritasi mata sehingga mata memerah, rasanya sakit, gata-gatal, penglihatan kabur dan mengeluarkan air mata. Bila merupakan bahan berkonsentrasi tinggi maka formalin dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat dan terjadi kerusakan pada lensa mata.4) Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan, mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal.b. Kronik (setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang).1) Apabila terhirup dalam jangka waktu lama maka akan menimbulkan sakit kepala, gangguan sakit kepala, gangguan pernafasan, batuk-batuk, radang selaput lendir hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal dan sensitasi pada paru. Efek neuropsikologis meliputi gangguan tidur, cepat marah, keseimbangan terganggu, kehilangan konsentrasi dan daya ingat berkurang. Gangguan haid dan kemandulan pada perempuan. Kanker pada hidung, rongga hidung, mulut, tenggorokan, paru dan otak.2) Apabila terkena kulit, kulit terasa panas, mati rasa, gatal-gatal serta memerah, kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan pada kulit, dan terjadi radang kulit yang menimbulkan gelembung.3) Jika terkena mata, yang paling berbahaya adalah terjadinya radang selaput mata.4) Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada.Pemakaian formaldehida pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia, dengan gejala: sukar menelan, mual, sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, mencret darah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah) dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin dengan dosis 100 gr dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam.Formalin tidak termasuk dalam daftar bahan tambahan makanan (additive) pada Codex Alimentarius, maupun yang dikeluarkan oleh Depkes. Humas Pengurus Besar Perhimpunan Dokter spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) menyatakan formalin mengandung 37% formalin dalam pelarut air dan biasanya juga mengandung 10 persen methanol. Formalin sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena dapat menyebabkan kanker, mutagen yang menyebabkan perubahan sel dan jaringan tubuh, korosif dan iritatif.Berdasarkan penelitian WHO, kandungan formalin yang membahayakan sebesar 6 gram. Padahal rata-rata kandungan formalinyang terdapat pada mie basah 20 mg/kg mie.2. BoraksBoraks merupakan senyawa kimia dengan namanatriurn tetraborat, berbentuk kristal lunak. Boraks bila dilarutkan dalam air akan terurai menjadinatrium hidroksidaserta asam borat. Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik, dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Secara lokal boraks dikenal sebagai 'bleng' (berbentuk larutan atau padatan/kristal) dan ternyata digunakan sebagai pengawet misalnya pada pembuatan mie basah, lontong dan bakso.Penggunaan boraks ternyata telah disalahgunakan sebagai pengawet makanan, antara lain digunakan sebagai pengawet dalam bakso dan mie. Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 - 20 g atau lebih.

Dalam perkembangan terakhir, zat aditif (ZA) disebut-sebut sebagai zat yang dapat memicu terjadinya penyakit kanker.World HealthOrganization(WHO) dan Food andAgricultural Organization(FAO) menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan makanan terhadap kesehatan manusia dibagi dalam 3 katagori yaitu : 1) aspek toksikologis, katagori residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap organ-organ tubuh, 2) aspek mikrobiologis, mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan, 3) aspek imunopatologis, keberadaan residu yang dapat menurunkan kekebalan tubuh. Dampak negatif zat aditif terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung, dalam jangka pendek maupun jangka panjang seperti terlihat pada tabel berikut.Tabel 1. Dampak negatif zat aditif berlebihanZat AditifDampak terhadap KesehatanSumber

SulfitMenyebabkan sesak napas, gatal-gatal danbengkak.Intisari (2001)

Zat WarnaMenimbulkan alergiArbor (1997)

Menimbulkan kanker hatiHartulistiono (1997)

Menyebabkan hypertrophy, hyperplasia, carcinomas kelenjar tiroid.Shilset al(1994)

MSGKerusakan otakBlaylock (1999)

Kelainan hati, trauma, hipertensi, stress, demam tinggi, mempercepat prosespenuaan, alergi kulit, mual, muntah, migren, asma,ketidakmampuan belajar, dan depresi.Republika (2003)

BHT & BHAMenyebabkan kelainan kromosom pada orangyang alergi terhadap aspirin.Intisari (2001)

PemanisMenyebabkan kanker kantongkemih(saccarin).Hartulistiono (1997)

Gangguan saraf dan tumor otak(aspartan).Hartulistiono (1997)

Mutagenik.Hartulistiono (1997)

Sedangkan dampak negatif penggunaan formalin dan boraks dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 2. Efek penggunaan formalin dan boraks dalam produk panganNo.Zat AditifEfekGuna SebenarnyaKeterangan

1.BoraksDapat mengakibatkan nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, dan karsinogenikSebagai pengawet pada industri kayu dan kaca.Dilarang sebagai bahan tambahan makanan (PerMenKes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988).

2.FormalinAkut : rasa gatal pada mata, lakrimasi, menit, susah bernafas, batuk, rasa panas pada hidung, tenggorokan, iritasi akut saluran penafasan. Kronik: Karsinogen, gangguan menstruasi dan kesuburan wanita, percikan pada mata dapat menyebabkan kerusakan berat, kornea buram dan buta.Sebagai desinfektan, bahan perekat plywood, veneer, partikel papan tulis, plastik, pupuk dan pengawet.Dilarang sebagai bahan tambahan makanan (PerMenKes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988) Termasuk dalam Pengamanan Bahan Berbahaya

[Latihan]